catatan atas tiga kali pemilu paska reformasi 1998 1 ...€¦ · catatan atas tiga kali pemilu...

19
1 Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 August Mellaz 2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998, hingga saat ini masih belum ada evaluasi komprehensif atas pelaksanaan pemilu 1999-2009. Evaluasi tersebut menjadi alat penting dalam memberikan informasi untuk menilai dan mengukur sudah sampai dimana system pemilu yang digunakan mencapai berbagai tujuan yang diharapkan. Dalam tiga kali periode pemilu sejak 1999, 2004, dan 2009, dapat dirangkai kesimpulan tentang misi setiap undang-undang pemilu yang hendak dicapai, antara lain; 1. Proporsionalitas dan derajat keterwakilan lebih tinggi 2. Memperkuat lembaga perwakilan dan mewujudkan sistem multipartai sederhana 3. Menguatkan sistem pemerintahan Presidensiil 4. Meningkatkan partisipasi politik, dan 5. Keterwakilan Perempuan Lima misi di atas menjadi dasar dilakukannya perubahan-perubahan terhadap beberapa aspek teknis pelaksanaan pemilu dari periode ke periode lainnya. Misalnya; daerah pemilihan, basis penghitungan, threshold, electoral formula atau metode perhitungan, dan penentuan calon terpilih. Selain itu, sejak periode pemilu 1999, 2004, dan 2009 terjadi perubahan terhadap jumlah kursi DPR yang diperebutkan oleh partai politik. Pada tahun 1999 disediakan 500 kursi DPR, 38 kursi untuk fraksi TNI/Polri, sedangkan 462 kursi dipertandingkan oleh partai politik. Tahun 2004, terjadi penambahan jumlah kursi DPR menjadi 550, dan untuk pemilu 2009 kursi DPR kursi DPR bertambah menjadi 560. Dari sekian banyak factor yang memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan Pemilu legislative, saya akan memberikan penekanan pada tiga instrument penting yang secara langsung memberi dampak pada peluang setiap partai politik untuk mendapatkan kursi berdasarkan perolehan suaranya. Tiga instrument tersebut yaitu daerah pemilihan, threshold atau ambang batas, dan formula perhitungan kursi partai politik. Berikut ini beberapa perubahan dalam tiga instrumen yang terjadi sejak pemilu 1999, pemilu 2004 dan 2009. Daerah Pemilihan dan Basis Penghitungan Pada pemilu 1999, jumlah kursi DPR didasarkan pada jumlah penduduk di setiap Daerah Tingkat I (Propinsi) dengan ketentuan bahwa Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota) mendapatkan 1 Materi ini merupakan bahan yang dipersiapkan untuk Public Lecture International Election Expert Prof. Andrew Reynolds, diselenggarakan oleh Perludem (Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi) dan IFES (International Foundation for Electoral Systems), Kamis, 5 Mei 2011 di Hotel Millenium 2 Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD)

Upload: others

Post on 28-Dec-2019

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

1

Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1

August Mellaz2

Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998, hingga saat ini masih belum ada evaluasikomprehensif atas pelaksanaan pemilu 1999-2009. Evaluasi tersebut menjadi alat pentingdalam memberikan informasi untuk menilai dan mengukur sudah sampai dimana systempemilu yang digunakan mencapai berbagai tujuan yang diharapkan.

Dalam tiga kali periode pemilu sejak 1999, 2004, dan 2009, dapat dirangkai kesimpulan tentangmisi setiap undang-undang pemilu yang hendak dicapai, antara lain;

1. Proporsionalitas dan derajat keterwakilan lebih tinggi2. Memperkuat lembaga perwakilan dan mewujudkan sistem multipartai sederhana3. Menguatkan sistem pemerintahan Presidensiil4. Meningkatkan partisipasi politik, dan5. Keterwakilan Perempuan

Lima misi di atas menjadi dasar dilakukannya perubahan-perubahan terhadap beberapa aspekteknis pelaksanaan pemilu dari periode ke periode lainnya. Misalnya; daerah pemilihan, basispenghitungan, threshold, electoral formula atau metode perhitungan, dan penentuan calonterpilih. Selain itu, sejak periode pemilu 1999, 2004, dan 2009 terjadi perubahan terhadapjumlah kursi DPR yang diperebutkan oleh partai politik. Pada tahun 1999 disediakan 500 kursiDPR, 38 kursi untuk fraksi TNI/Polri, sedangkan 462 kursi dipertandingkan oleh partai politik.Tahun 2004, terjadi penambahan jumlah kursi DPR menjadi 550, dan untuk pemilu 2009 kursiDPR kursi DPR bertambah menjadi 560.

Dari sekian banyak factor yang memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan Pemilu legislative,saya akan memberikan penekanan pada tiga instrument penting yang secara langsung memberidampak pada peluang setiap partai politik untuk mendapatkan kursi berdasarkan perolehansuaranya. Tiga instrument tersebut yaitu daerah pemilihan, threshold atau ambang batas, danformula perhitungan kursi partai politik. Berikut ini beberapa perubahan dalam tiga instrumenyang terjadi sejak pemilu 1999, pemilu 2004 dan 2009.

Daerah Pemilihan dan Basis Penghitungan

Pada pemilu 1999, jumlah kursi DPR didasarkan pada jumlah penduduk di setiap Daerah TingkatI (Propinsi) dengan ketentuan bahwa Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota) mendapatkan

1 Materi ini merupakan bahan yang dipersiapkan untuk Public Lecture International Election Expert Prof. AndrewReynolds, diselenggarakan oleh Perludem (Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi) dan IFES (InternationalFoundation for Electoral Systems), Kamis, 5 Mei 2011 di Hotel Millenium2 Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD)

Page 2: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

2

sekurang-kurangnya satu kursi, sedangkan jumlah kursi DPR di tiap-tiap daerah pemilihanditetapkan oleh KPU.3 Daerah pemilihan berjumlah 27 sesuai dengan jumlah Propinsi yang adapada saat itu. Penghitungan suara untuk penentuan jumlah kursi DPR setiap parpol didasarkanpada perolehan suara di Daerah Tingkat I. Sedangkan Daerah Tingkat II digunakan sebagai basispencalonan anggota. Sedangkan penentuan calon terpilih berdasarkan pengajuan pimpinanpusat partai politik dengan mengacu pada suara terbanyak/terbesar yang diperoleh partaipolitik di Daerah Tingkat II.4

Pada Pemilu 2004 terjadi perubahan definisi atas daerah pemilihan, dimana daerah pemilihandipahami sebagai sejumlah kursi yang disediakan untuk diperebutkan melalui pemilu. Daerahpemilihan untuk kursi DPR adalah Provinsi atau bagian-bagian Provinsi.5 Pada saat itu 550 kursiDPR terbagi kedalam 69 daerah pemilihan dengan alokasi kursi minimal 3 dan maksimal 12.Berbeda dengan pemilu 1999, pada pemilu 2004 daerah pemilihan juga digunakan sebagai basispenghitungan perolehan kursi parpol6 dan penentuan calon terpilih berdasarkan daftar partai7.

Pada pemilu 2009, jumlah kursi DPR yang diperebutkan bertambah menjadi 560 kursi.8 Besarankursi daerah pemilihan juga berubah menjadi 3 sampai 10 kursi.9 Jumlah daerah pemilihan darisebelumnya sebanyak 69 bertambah menjadi 77.10 Secara khusus, untuk penghitunganperolehan kursi DPR oleh partai politik tidak dihitung habis di daerah pemilihan. Dimana selainmemenuhi BPP (bilangan pembagi pemilih) sebagai syarat utama, jika masih terdapat sisa kursimaka partai politik harus memenuhi syarat setengah atau 50 persen dari jumlah BPP. Jika tidakada partai politik yang memenuhi syarat tersebut, maka sisa kursi akan diangkat ke tingkatProvinsi untuk dilakukan perhitungan yang baru.11 Sedangkan untuk perolehan kursi DPRDProvinsi dan Kabupaten/Kota sama seperti pada pemilu 2004, yaitu dihitung habis di daerahpemilihan.

Threshold atau Ambang Batas

Dari pemilu ke pemilu, istilah threshold mengalami perubahan arti. Pada pemilu 1999, diartikansebagai syarat bagi partai politik untuk dapat mengikuti pemilu berikutnya jika memiliki jumlahkursi DPR sebanyak 2 persen atau sekurang-kurangnya memiliki kursi sebanyak 3 persen di

3 Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum4 Ibid, Pasal 67 ayat (3) dan pasal 68 ayat (3)5 Pasal 46 ayat (1) butir a Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota DewanPerwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah6 Ibid, pasal 105 dan pasal 1067 Ibid, pasal 107 dan pasal 1088 Pasal 21 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.9 Ibid, Pasal 22 ayat (2)10 Ibid, Lampiran Pembagian Daerah Pemilihan Anggota DPR RI11 Ibid, Pasal 205, 206, 207, 208, 209, dan 210

Page 3: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

3

DPRD I atau DPRD II yang tersebar di sekurang-kurangnya setengah dari jumlah Propinsi dansetengah jumlah Kabupaten/Kotamadya seluruh Indonesia. Jika tidak, maka partai politiktersebuat harus bergabung dengan partai politik lain agar memenuhi syarat-syarat yang telahditentukan12

Definisi tentang threshold seperti yang ada pada pemilu 1999 juga berlaku pada pemilu 2004,namun terjadi peningkatan syarat yaitu memperoleh sekurang-kurangnya 3 persen kursi DPR,atau memperoleh sekurang-kurangnya 4 persen kursi DPRD Propinsi yang tersebar padasetengah jumlah Propinsi atau memperoleh sekurang-kurangnya 4 persen kursi DPRDKabupaten/Kota yang tersebar di setengah jumlah Kabupaten/Kota di Indonesia. Jika tidakmemenuhi syarat-syarat tersebut, maka partai politik dapat bergabung dengan partai politiklainnya. 13

Untuk Pemilu 2009, terjadi perubahan arti terhadap ketentuan ambang batas atau threshold,dimana setiap partai politik peserta pemilu harus memenuhi perolehan suara sekurang-kurang2,5 persen, sebagai syarat untuk dilibatkan dalam penghitungan kursi DPR. Syarat ini tidakberlaku untuk penghitungan kursi DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.14

Metode Perhitungan (Electoral Formula)

Sejak pelaksanaan pemilu 1999, 2004, dan 2009 metode penghitungan perolehan kursi partaipolitik menggunakan formula Kuota-LR (largest remainders) atau juga dikenal sebagai metodekuota varian Hare/Niemeyer/Hamilton. Metode ini ditandai dengan dua syarat utama; bahwapartai politik berhak mendapatkan kursi jika memenuhi kuota dan di Indonesia dikenal sebagaiBPP (bilangan pembagi pemilih). Jika masih ada sisa kursi yang tidak habis pada perhitungantahap pertama atau berdasarkan kuota, maka sisa kursi tersebut diberikan kepada sisa suaraterbesar dari partai politik hingga kursi habis terbagi.15

Pada prakteknya metode perhitungan ini diterapkan dengan beberapa modifikasi, misalnyauntuk perolehan kursi partai politik pada pemilu 1999 perhitungan sepenuhnya dilaksanakanpada tingkat provinsi. Sedangkan untuk pemilu 2004, perhitungan kursi dengan menggunakanmetode ini dilakukan sepenuhnya di daerah pemilihan termasuk jika ada sisa kursi yang tidakhabis pada perhitungan tahap pertama atau berdasarkan kuota penuh. Pada pemilu 2009,meskipun tetap menggunakan formula kuota sebagai formula, namun ditetapkan syarat bahwaapabila ada sisa kursi yang tidak terbagi pada perhitungan tahap pertama, maka sisa kursi

12 Pasal 39 ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum13 Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 200314 Pasal 202 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 200815 Balinski, L. Michel and Young, Peyton, Fair Representation: Meeting the Ideal of One Man, One Vote, SecondEdition, Wahshington: Brooking Institution Press, 2001. page. 10-22. Lihat juga Pipit R Kartawidjaja dan SidikPramono, Matematika Pemilu, Jakarta: INSIDE, 2004, hal. 6-8.

Page 4: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

4

tersebut tidak lagi diberikan pada partai politik yang memiliki sisa suara terbesar. Namundiberikan syarat 50 persen dari BPP DPR (kuota), jika tidak ada yang memenuhi syarat tersebut,maka sisa kursi dan sisa suara akan diangkat pada tingkat Provinsi untuk dilakukan perhitunganulang dengan kuota baru (BPP Provinsi), jika ada suara partai politik yang memenuhi kuota barutersebut, maka berhak mendapatkan kursi. Tetapi jika tidak ada yang memenuhi syarattersebut, maka kursi diberikan kepada partai politik yang memiliki suara terbesar secaraberturut hingga kursi tersebut habis.

Sebagai catatan penting terkait dengan formula perhitungan pada pelaksanaan pemilu diIndonesia, metode perhitungan yang ada pada undang-undang pemilu legislative hanyadiperuntukkan pada perhitungan perolehan kursi partai politik berdasarkan perolehansuaranya. Sedangkan untuk alokasi kursi DPR ke setiap Provinsi dan alokasi kursi setiap daerahpemilihan tidak diatur metode perhitungannya dalam Undang-undang pemilu, baik pemilu1999, pemilu 2004, maupun pemilu 2009.

Demikian juga basis data populasi yang digunakan sebagai dasar alokasi kursi DPR pada setiapPropinsi tidak diketahui, meskipun dalam tiga kali pelaksanaan pemilu terjadi penambahanjumlah kursi DPR sehingga berakibat pada perubahan alokasi kursi DPR pada setiap Propinsi,dan termasuk alokasi kursi daerah pemilihan. Khusus bagian tentang metode alokasi kursi DPRke Propinsi dan daerah pemilihan sengaja tidak dibahas lebih lanjut pada tulisan ini.

Hasil Pemilu Legislative dan Pengukurannya

Dari tiga instrument teknis pemilu yang coba diulas pada bagian sebelumnya, bagian dibawahini dan selanjutnya memperlihatkan hasil dari bekerjanya istrumen-instrumen tersebut,terutama pada sisi perolehan kursi partai politik.

Tabel 1: Perolehan Suara Partai Politik

Perolehan Suara Pemilu 1999 Perolehan Suara Pemilu 2004 Perolehan Suara Pemilu 200916

No Partai PolitikJumlahSuara % Suara No Partai Politik Jumlah Suara % Suara No Partai Politik Jumlah Suara % Suara

1 PDIP 35,706,618 33.74% 1 GOLKAR 24,480,757 21.58% 1 DEMOKRAT 21,703,137 21.21%

2 GOLKAR 23,742,112 22.43% 2 PDIP 21,026,629 18.53% 2 GOLKAR 15,037,757 14.70%

3 PKB 13,336,963 12.60% 3 PKB 11,989,564 10.57% 3 PDIP 14,600,091 14.27%

4 PPP 11,330,387 10.71% 4 PPP 9,248,764 8.15% 4 PKS 8,206,955 8.02%

5 PAN 7,528,936 7.11% 5 DEMOKRAT 8,455,225 7.45% 5 PAN 6,254,580 6.11%

6 PBB 2,050,039 1.94% 6 PKS 7.34% 6 PPP 5,533,214 5.41%

16 Perolehan Suara Partai Politik (setelah Keputusan MK) diambil dari Buku Pemilu 2009 Dalam Angka; "Satu SuaraUntuk Masa Depan", Komisi Pemilihan Umum, Januari 2010, hlm.30

Page 5: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

5

8,325,020

7 PK 1,436,670 1.36% 7 PAN 7,303,324 6.44% 7 PKB 5,146,122 5.03%

8 PKP 1,065,810 1.01% 8 PBB 2,970,487 2.62% 8 GERINDRA 4,646,406 4.54%

9 PNU 679,174 0.64% 9 PBR 2,764,998 2.44% 9 HANURA 3,922,510 3.83%

10 PDI 655,048 0.62% 10 PDS 2,414,254 2.13%

11 PP 590,995 0.56% 11 PKPB 2,399,290 2.11%

12 PDKB 550,856 0.52% 12 PKPI 1,424,240 1.26%

13 MASYUMI 457,750 0.43% 13 PDK 1,313,654 1.16%

14 PDR 426,875 0.40% 14 PNBK 1,230,455 1.08%

15 PNI 376,928 0.36% 15 PANCASILA 1,073,139 0.95%

16 PSII 376,411 0.36% 16 PNI 923,159 0.81%

17 KRISNA 369,747 0.35% 17 PNUI 895,610 0.79%

18 PNI FM 365,173 0.35% 18 PELOPOR 878,932 0.77%

19 PBI 364,257 0.34% 19 PPDI 855,811 0.75%

20 PNI MM 345,665 0.33% 20 MERDEKA 842,541 0.74%

21 IPKI 328,440 0.31% 21 PSI 679,296 0.60%

22 PKU 300,049 0.28% 22 PIB 672,952 0.59%

23 KAMI 289,477 0.27% 23 PPD 657,916 0.58%

24 PUI 269,325 0.25% 24 PBSD 636,397 0.56%

25 PKD 216,663 0.20%

26 PAY 213,882 0.20%

27PartaiREPUBLIK 208,765 0.20%

28 MKGR 204,203 0.19%

29 PIB 192,780 0.18%

30 SUNI 180,170 0.17%

31 PCD 167,975 0.16%

32 PSII 1905 152,834 0.14%

33MASYUMIBARU 152,419 0.14%

34 PNBI 149,057 0.14%

35 PUDI 140,978 0.13%

36 PBN 111,621 0.11%

37 PKM 104,643 0.10%

38 PND 96,986 0.09%

39 PADI 85,841 0.08%

40 PRD 78,774 0.07%

Page 6: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

6

41 PID 62,903 0.06%

42 MURBA 62,099 0.06%

43 SPSI 61,101 0.06%

44 PPI 58,231 0.06%

45 PARI 54,677 0.05%

46 PUMI 49,851 0.05%

47 PSP 49,571 0.05%

48 PILAR 40,508 0.04%

Suara total 105,840,237 100.00% Suara Total 113,462,414 100.00% Suara Total 85,050,772 83.12%

Sebagai konsekuensi dari perubahan-perubahan yang terjadi pada beberapa aspek teknispemilu, maka distribusi perolehan kursi partai politik berdasarkan perolehan suaranya dapatdiperlihatkan pada tabel 2 dibawah.

Tabel 2: Perolehan Kursi Partai Politik

Perolehan Kursi DPR Pemilu 1999 Perolehan Kursi DPR Pemilu 2004 Perolehan Kursi DPR Pemilu 200917

No. Nama Partai Kursi % Kursi No. Nama Partai Kursi % Kursi No Nama Partai Kursi % Kursi

1 PDIP 153 33.12% 1 GOLKAR 128 23.27% 1 DEMOKRAT 150 26.79%

2 Golkar 120 25.97% 2 PDIP 109 19.82% 2 GOLKAR 107 19.11%

3 PPP 58 12.55% 3 PPP 58 10.55% 3 PDIP 95 16.96%

4 PKB 51 11.04% 4 DEMOKRAT 57 10.36% 4 PKS 57 10.18%

5 PAN 34 7.36% 5 PAN 52 9.45% 5 PAN 43 7.68%

6 PBB 13 2.81% 6 PKB 52 9.45% 6 PPP 37 6.61%

7 Partai Keadilan 7 1.52% 7 PKS 45 8.18% 7 PKB 27 4.82%

8 PKP 4 0.87% 8 PBR 13 2.36% 8 GERINDRA 26 4.64%

9 PNU 5 1.08% 9 PDS 12 2.18% 9 HANURA 18 3.21%

10 PDKB 5 1.08% 10 PBB 11 2.00%

11 PBI 1 0.22% 11 PDK 5 0.91%

12 PDI 2 0.43% 12 PKPB 2 0.36%

13 PP 1 0.22% 13 PELOPOR 2 0.36%

14 PDR 1 0.22% 14 PNI 1 0.18%

15 PSII 1 0.22% 15 PNBK 1 0.18%

16PNI FrontMarhaenis 1 0.22% 16 PKPI 1 0.18%

17PNI MassaMarhaen 1 0.22% 17 PPDI 1 0.18%

18 IPKI 1 0.22% 18 PBSD

19 PKU 1 0.22% 19 MERDEKA

17 Perolehan Suara Partai Politik (setelah Keputusan MK) diambil dari Buku Pemilu 2009 Dalam Angka "Satu SuaraUntuk Masa Depan", Komisi Pemilihan Umum, Januari 2010, hlm.30 dan hasil pleno KPU Rabu, 13 Mei 2009 pukul:24.00 Wib

Page 7: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

7

20 Masyumi 1 0.22% 20 PIB

21 PKD 1 0.22% 21 PNUI

22 PNI Supeni 22 PANCASILA

23 Krisna 23 PSI

24 Partai KAMI 24 PPD

25 PUI

26 PAY

27 Partai Republik

28 Partai MKGR

29 PIB

30 Partai SUNI

31 PCD

32 PSII 1905

33 Masyumi Baru

34 PNBI

35 PUDI

36 PBN

37 PKM

38 PND

39 PADI

40 PRD

41 PPI

42 PID

43 Murba

44 SPSI

45 PUMI

46 PSP

47 PARI

48 PILAR

Jumlah 462 Jumlah 550 Jumlah 560

4 kursi masih porsi Timor-Timur

http://www.kpu.go.id/suara/dprkursi.php Sumber: Diolah dari Data KPU

http://www.kpu.go.id/Sejarah/pemilu1999.shtml

Berdasarkan tabel 1 dan tabel 2 di atas dapat diperlihatkan bahwa aspek teknis dalam pemilumenimbulkan konsekuensi terhadap setiap partai politik, terutama dalam peluang memperolehkursi sesuai dengan perolehan suaranya. Meskipun sejak pemilu 1999 dan 2004 PKB menjadipartai terbesar ketiga dari sisi perolehan suara dengan prosentase 12,60% dan 10,57% namunketika perolehan suara tersebut dikonversi menjadi kursi, PKB berada pada posisi keempat

Page 8: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

8

(pemilu 1999) dengan porsi 11,04% dan posisi keenam (pemilu 2004) dengan porsi 9,54%.Bandingkan dengan PPP dan PAN yang justru mendapatkan surplus prosentase kursi.

Baik pada pemilu 1999 maupun 2004 secara relative kesenjangan prosentase suara partaipolitik dibanding prosentase kursi yang didapatkan tidak terlalu mencolok. Bisa dilihat padaperolehan suara dua partai terbesar tahun 1999, yaitu PDIP dengan 33,74% suara dan Golkar22,43% suara, mendapatkan kompensasi kursi 33,12% kursi bagi PDIP dan 25,97% kursi.Namun hal ini berbeda dengan perbandingan prosentase suara-kursi yang diperoleh partai-partai kelas menengah terutama dalam pemilu 2004 seperti PPP, Demokrat, PKS dan PANdimana partai-partai kelas menengah ini yang diuntungkan atau mendapatkan surplus dalambentuk prosentase kursi.

Grafik 1: Pola Perolehan Suara dan Kursi Partai Politik Pemilu 2004

Situasi yang terjadi pada pemilu 1999 dan 2004 terutama dari metode perhitungan kursi partaipolitik yang dianggap merugikan partai-partai besar, menguntungkan partai-partai kelasmenengah dan dianggap menimbulkan fragmentasi system kepartaian. Hal ini menjadi dasarbagi perubahan-perubahan pada pelaksanaan pemilu 2009, misalnya memperkecil daerahpemilihan dari 3-12 kursi menjadi 3-10, menerapkan ambang batas 2,5% sebagai syarat bagisetiap partai politik agar suaranya dilibatkan dalam perhitungan kursi, dan perubahan pada

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

1 2

Suar

a

Kursi

Perolehan Suara dan Kursi Pemilu 2004GOLKARPDIPPKBPPPDEMOKRATPKSPANPBBPBRPDSPKPBPKPIPDKPNBKPANCASILAPNIPNUIPELOPORPPDIMERDEKAPSIPIBPPDPBSD

Page 9: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

9

formula perhitungan kursi (sisa kursi tidak dihitung habis di daerah pemilihan; syarat 50% BPPuntuk kursi tahap kedua dipakai menggantikan prinsip The Largest Remainders).

Sinyal untuk melakukan perubahan terhadap aspek teknis dalam pemilu terlihat padaargumentasi yang diajukan oleh Alm. Sutradara Ginting (Anggota DPR RI dari PDIP) yangmemberikan ilustrasi seperti yang disajikan pada Talkshow Forum Politisi tanggal 26 September2006.

“Lazimnya, dalam sistem pemilu proporsional maka ”nilai kursi” (seat value) dari setiap kursi yangdiperoleh pada suatu daerah pemilihan seharusnya juga proporsional. Pada Pemilu 1999 dan2004, nilai kursi yang diperoleh antar parpol dalam satu daerah pemilihan tidak proporsional dgnproporsi jumlah suara, karena dalam penentuan jumlah perolehan kursi dipakai metode sisasuara terbanyak (largest remainder method) yang bias dan tidak proporsional. Sebagai ilustrasidapat dilihat sebagai berikut :Pada Daerah Pemilihan A dengan 6 kursi.Partai A : 250.000 suara.Partai B : 225.000 suara.Partai C : 210.000 suara.Partai D : 205.000 suara.Partai E : 92.000 suara.Partai F : 91.000.suara.Suara sah seluruhnya adalah 1.073.000. BPP adalah 1.073.000 : 6 = 178.833.Dengan demikian pembagian kursi dilakukan sebagai berikut :Pembagian kursi tahap pertama berdasar BPP :Partai A : 1 kursi dengan sisa suara 71.167.Partai B : 1 kursi dengan sisa suara 46.167.Partai C : 1 kursi dengan sisa suara 31.167.Partai D : 1 kursi dengan sisa suara 26.667.4 kursi terbagi dalam tahap pertama berdasar BPP. Sisa 2 kursi untuk dibagi pada tahap kedua.Pembagian kursi tahap kedua berdasar sisa suara:Partai E : 1 kursi karena sisa suaranya (92.000) terbesar dibanding sisa suara partai lain.Partai F : 1 kursi karena sisa suaranya (91.000) terbesar kedua dibanding sisa suara partai lain.Perbandingan suara Partai A dengan Partai E adalah 250.000 berbanding 92.000 atau 2,7berbanding 1, akan tetapi sama-sama memperoleh 1 kursi.Perbandingan suara Partai A dengan Partai F adalah 225.000 berbanding 91.000 atau 2,7berbanding 1, akan tetapi sama sama memperoleh 1 kursi.Konsep dan praktek largest remainder method seperti yang dipakai pada Pemilu 1999 dan 2004,mengalami bias dan tidak sejalan dengan elemen utama sistem pemilu proporsional yakniproporsionalitas antara perolehan suara partai partai dengan nilai kursi yang diperoleh. Konsepdan praktek seperti itu, pada Pemilu 1999 dan 2004 dapat dipahami sebagai toleransi masatransisi, akan tetapi pada Pemilu berikutnya perlu direvisi agar lebih adil sesuai sistemproporsional dan mendorong penyederhanaan kepartaian. Konsep dan praktek “largestremainder method” seperti itu, lebih sepadan dengan sistem pemilu proporsional sertamendorong penyederhanaan kepartaianPartai yang mendapatkan kursi pada suatu daerah pemilihan menggunakan formula sebagaiberikut :a. Pembagian kursi tahap pertama dilakukan berdasarkan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP).

Page 10: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

10

b. Pembagian kursi tahap kedua dilakukan dengan: Sisa kursi dibagi secara proporsionalberdasar perbandingan jumlah suara antara partai yang memperoleh suara terbanyak pertamadengan partai yang memperoleh sisa suara terbanyak. Bilamana perbandingan suara lebih besardari 2 berbanding 1, maka sisa kursi diserahkan kepada partai yang memperoleh suara terbanyak.Bila perbandingan suara lebih kecil dari 2 berbanding 1 maka sisa kursi diberikan kepada partaidengan sisa suara terbanyak, dan seterusnya sampai sisa kursi terbagi habis“.

Argumen di atas menjadi dasar bagi beberapa calon anggota legislative dalam mengajukanpermohonan kepada MA atas peraturan KPU Nomor 15 Tentang Pedoman Teknis PenetapanHasil Pemilu, Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan Calon Terpilih dan Penggantian CalonTerpilih Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Gugatan ini diajukan terutama Pasal 22 huruf c dan pasal23 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 terkait dengan penghitungankursi tahap II.18 Dalam permohonannya, para pemohon mengajukan argumentasi bahwapembagian perolehan kursi DPR pada tahap II bertentangan dengan prinsip “Degree ofRepresentatives”. Sedangkan ilustrasi yang digunakan secara prinsip sama dengan solusi yangdiajukan oleh Sutradara Ginting (permohonan Hasto Kristiyanto dan Eddy Susetyo). Sedangkanilustrasi yang diajukan oleh Zaenal Ma’arif, dkk menggunakan contoh nyata penghitungan kursidi daerah pemilihan; Daerah Pemilihan Jateng V, NTT I, Jawa Timur VII, Lampung I.

Untuk menguji permohonan Zaenal Ma’arif, saya ambil salah satu contoh perhitunganperolehan kursi DPR RI daerah pemilihan NTT I

Tabel 3: Perhitungan Kursi DPR Daerah Pemilihan NTT I

NTT I Vote St. Quota Integer Part Fraction Give Away ApportionmentLeftseat

HANURA 47,206 0.49 - 0.49 -

GERINDRA 49,344 0.52 - 0.52 1 1

PKS 25,331 0.26 - 0.26 -

PAN 28,514 0.30 - 0.30 -

PKB 25,858 0.27 - 0.27 -

GOLKAR 179,436 1.87 1 0.87 1 2

PPP 19,494 0.20 - 0.20 -

PDIP 93,761 0.98 - 0.98 1 1

DEMOKRAT 105,925 1.11 1 0.11 1

18 Selain diajukan oleh Zaenal Ma’arif dkk calon anggota DPR yang berasal dari partai Demokrat danpermohonannya dikabulkan oleh MA berdasarkan Putusan MA No 15 P/Hum/2009. Pengajuan untuk masalah yangsama juga dilakukan oleh Hasto Kristyanto dan Eddy Susetyo, dua calon anggota DPR dari PDIP. Namunpermohonan Hasto dan Eddy Susetyo ditolak oleh MA, hal ini dapat dilihat pada Salinan Putusan MA No.57/P.PTS/VII/12 P/HUM/TH.2009 tanggal 22 Juli 2009.

Page 11: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

11

Total 574,869 4.00 -

Seats 6 2 3 5 1

St. Divisor 95,811.50

Modified Divisor (50%)47,905.75

Berdasarkan data di atas, pihak Zaenal Ma’arif beranggapan bahwa kursi sisa tersebut harusnyajatuh ke partai Demokrat oleh karena dibandingkan dengan Partai Gerindra jumlah suara sahpartai Demokrat dua kali lipat dari Gerindra. Dengan kata lain seharusnya di NTT I tidak ada sisakursi yang harus ditarik ke tingkat provinsi untuk dilakukan penghitungan tahap III.

Argumen tersebut tentu saja bisa dikatakan logis, namun mengacu pada prinsip penghitunganberdasarkan metode kuota, dimana partai politik seharusnya mendapatkan kursi tidak kurangdari kuota terendah dan tidak lebih dari kuota tertinggi. Adapun kuota kursi partai Demokrat diNTT I seharusnya tidak lebih dari satu kursi (St. Quota Demokrat 1.11) sedangkan partai yangterdekat, yaitu Hanura (St. Quota 0.49 atau kurang dari 50% BPP atau St. Divisor).

Masih dengan simulasi NTT I, saya mencoba menggunakan beberapa metode perhitungan lainuntuk mengetahui apakah Demokrat selayaknya dapat dua kursi atau hanya satu kursi, danhasilnya sebagai berikut;

Tabel 4: Perhitungan Kursi DPR dari beberapa Metode Penghitungan Kursi

NTT IVote St. Quota KPU

ZaenalMa'arif

dkk Jefferson's D'Hondt WebsterSainteLague

Hare/Niemeyer/Hamil

ton-LR

GOLKAR 179,436 1.872802325 2 2 3 3 2 2 2

DEMOKRAT 105,925 1.105556222 1 2 2 2 1 1 1

PDIP 93,761 0.978598602 1 1 1 1 1 1 1

GERINDRA 49,344 0.515011246 1 1 - - 1 1 1

HANURA 47,206 0.492696597 1 19 - - - - 1 1

PAN 28,514 0.297605194 - - - - - - -

PKB 25,858 0.269884095 - - - - - - -

PKS 25,331 0.264383712 - - - - - - -

PPP 19,494 0.203462006 - - - - - - -Total

19 Kursi untuk Hanura ini didapatkan pada perhitungan tahap III di tingkat Provinsi oleh KPU

Page 12: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

12

574,869

Seats 6 6 6 6 6 5 6 6

St. Divisor 95,811.50

Adapun perubahan-perubahan yang terjadi dalam instrument-instrumen teknis pemilu 2009selain telah ditunjukkan pada tabel 1 dan 2 tentang perolehan suara dan kursi partai politik,secara grafik, konversi suara menjadi kursi dapat terlihat di bawah ini;

Grafik 2: Pola Perolehan Suara dan Kursi Partai Politik Pemilu 2009

Persoalan Distribusi Kursi DPR Berdasarkan Penghitungan Tahap III dan IV

Selain persoalan tentang perhitungan kursi tahap II (50% BPP), muncul juga persoalan lain padaperolehan kursi partai politik pada tahap III dan IV.20 Ilustrasi dibawah ini ingin menunjukkanbahwa KPU (Komisi Pemilihan Umum), memperlakukan perolehan kursi partai politikberdasarkan BPP DPR Baru (Propinsi) sama dengan perolehan kursi partai politik yang

20 Dalam Undang-undang Pemilu legislative Nomor 10 Tahun 2008 hanya tertera tiga tahap pembagian kursi, tahapI berdasarkan harga kuota (BPP DPR), tahap II berdasarkan syarat 50% BPP, dan Tahap III berdasarkan BPP Baru(Propinsi). Namun secara teknis perhitungan kursi ini juga mensyaratkan adanya penghitungan perolehan kursipartai politik pada tahap IV, yaitu jika tidak ada partai politik yang dapat memenuhi harga kursi berdasarkan BPPbaru (Propinsi), maka kursi akan dihabiskan secara berturut pada partai politik yang memiliki perolehan suaraterbesar hingga kursi habis atau dikenal dengan prinsip The Largest remainders.

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

1 2

SUAR

A %

KURSI %

Perolehan Suara Kursi Pemilu 2009

HANURA

GERINDRA

PKS

PAN

PKB

GOLKAR

PPP

PDIP

DEMOKRAT

Page 13: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

13

didapatkan berdasarkan sisa suara terbanyak, meskipun harga yang harus dibayar oleh tiappartai politik tentu saja berbeda.

Pada daerah pemilihan Jawa Timur dengan 11 daerah pemilihan, menyisakan 11 kursi yangtidak habis terbagi pada penghitungan tahap I dan tahap II. 11 kursi tersebut diangkat ketingkat Propinsi untuk dilakukan penghitungan tahap III. Dari 11 kursi tersebut ada 6 partaipolitik yang memenuhi BPP baru yaitu; Hanura, Gerindra, PKS, PPP, PDIP, dan Demokrat.Sedangkan sisa 6 kursi lainnya diperoleh oleh partai Hanura, Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat.Harga kursi yang berbeda dan cara perolehan yang berbeda ini, pada saat mendistribusikanperoleh kursi partai politik ke setiap daerah pemilihan yang selanjutnya berakibat padapenentuan calon terpilih, dilakukan oleh KPU secara sama.

Seharusnya 6 kursi perolehan partai politik yang didapatkan melalui BPP Baru didistribusikanpada daerah pemilihan oleh KPU terlebih dahulu pada daerah pemilihan dengan dua kriteria;pertama, daerah pemilihan yang memiliki sisa kursi dan kedua, daerah pemilihan yang suaranyaterbanyak. Kemudian, baru 5 kursi yang didapatkan oleh partai politik pada tahap IVdidistribusikan dengan cara yang sama.21 Tetapi KPU mencampur 11 kursi tersebut danmendistribusikannya secara bersama-sama, tanpa membedakan mana kursi yang harganyalebih tinggi (berdasarkan BPP) dan mana yang lebih rendah (berdasarkan sisa suara terbanyak).

Tabel 6: Distribusi Kursi DPR Berdasarkan Perhitungan Kursi Tingkat Propinsi

PROPINSI KURSI PARTAIPEROLEHAN

KURSI DISTRIBUSI KURSI TAHAP III DISTRIBUSI TAHAP IVTAHAP

IIITAHAP

IVBPP DPR

BARU DP SUARA DP DPSUARA

DPSISA

SUARA RANGKING

JAWA TIMUR 11 HANURA 1 1 JATIM VIII 74,316 JATIM II 49,083 179,704 3

GERINDRA 1 1 JATIM VI 76,465 JATIM III 64,290 205,119 1

PKS 1 1 JATIM VII 91,933 JATIM IX 57,042 142,689 4

PAN - 1 JATIM II 29,416 194,118 2

PKB - -

GOLKAR - -

PPP 1 - JATIM V 53,668

PDIP 1 - JATIM VII 75,010

DEMOKRAT 1 1 JATIM III 69,142 JATIM X 26,327 128,788 5

TOTAL 6 5 224,063

NO PROPINSI SISA KURSI

46 JATIM I -

21 Situasi ini sempat diajukan oleh Hasto Kristiyanto (Caleg PDIP-DP Jatim VII) kepada penulis. Dimana jika mengacupada perbedaan harga kursi, maka kursi perolehan PDIP berdasarkan BPP Baru harusnya turun ke DP VII Jatimkarena suara dari DP tersebut 75.010 suara.

Page 14: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

14

47 JATIM II 2

48 JATIM III 2

49 JATIM IV -

50 JATIM V 1

51 JATIM VI 1

52 JATIM VII 2

53 JATIM VIII 1

54 JATIM IX 1

55 JATIM X 1

56 JATIM XI -

Mengukur Hasil Pemilu

Sebagai bagian dari akhir catatan ini, disajikan beberapa indeks yang dipakai oleh para ahlipemilu sebagai alat ukur hasil dari suatu pemilu. Pertama, system kepartaian yang terbentukpaska pemilu 2009. Hingga saat ini, masih banyak pandangan yang dikalangan sarjana maupunaktivis pemilu di Indonesia terkait dengan istilah multipartai sederhana. Dimana systemkepartaian yang terbentuk paska pemilu selalu dilihat dari jumlah riil partai politik, baik yangikut berkompetisi dalam pemilu, maupun yang partai politik yang ada di DPR. Tentu saja jikamenggunakan jumlah riil partai politik, anggap saja yang masuk DPR pada pemilu 2009sebanyak 9 partai politik, maka system kepartaian masuk kategori system kepartaianmultipartai yang tidak sederhana.

Oleh karena itu, saya coba menggunakan alat ukur disepakati para ahli untuk mengukur systemkepartaian suatu Negara paska pemilu. Berangkat dari model yang sebelumnya dipakaiproposed oleh Douglas W. Rae dan dikembangkan lebih lanjut oleh Markku Laakso dan ReinTageepera, menyebut bahwa system kepartaian hendaknya dilihat dari jumlah efektif partai diparlemen. Prinsip ini kemudian dikembangkan secara matematis sebagai berikut

Dalilnya22:

Nv: Effective Number of Parties Voters (ENPV), artinya parpol diluar parlemen disertakanvi: Perolehan suara setiap parpol peserta pemilu dalam persen.

Dalil ini, bermanfaat untuk menghitung jumlah efektif parpol peserta pemilu, baik di dalammaupun yang berada di luar parlemen.

22 Lebih lanjut improvisasi Markku Laakso dan Rein Tagepera dalam menghitung jumlah efektif parpol, lihat ArendLijphart “Electoral Systems And Party Systems: A Study Of Twenty-Seven Democracies, 1945-1990”. (OxfordUniversity 1994) , hal. 68

14

47 JATIM II 2

48 JATIM III 2

49 JATIM IV -

50 JATIM V 1

51 JATIM VI 1

52 JATIM VII 2

53 JATIM VIII 1

54 JATIM IX 1

55 JATIM X 1

56 JATIM XI -

Mengukur Hasil Pemilu

Sebagai bagian dari akhir catatan ini, disajikan beberapa indeks yang dipakai oleh para ahlipemilu sebagai alat ukur hasil dari suatu pemilu. Pertama, system kepartaian yang terbentukpaska pemilu 2009. Hingga saat ini, masih banyak pandangan yang dikalangan sarjana maupunaktivis pemilu di Indonesia terkait dengan istilah multipartai sederhana. Dimana systemkepartaian yang terbentuk paska pemilu selalu dilihat dari jumlah riil partai politik, baik yangikut berkompetisi dalam pemilu, maupun yang partai politik yang ada di DPR. Tentu saja jikamenggunakan jumlah riil partai politik, anggap saja yang masuk DPR pada pemilu 2009sebanyak 9 partai politik, maka system kepartaian masuk kategori system kepartaianmultipartai yang tidak sederhana.

Oleh karena itu, saya coba menggunakan alat ukur disepakati para ahli untuk mengukur systemkepartaian suatu Negara paska pemilu. Berangkat dari model yang sebelumnya dipakaiproposed oleh Douglas W. Rae dan dikembangkan lebih lanjut oleh Markku Laakso dan ReinTageepera, menyebut bahwa system kepartaian hendaknya dilihat dari jumlah efektif partai diparlemen. Prinsip ini kemudian dikembangkan secara matematis sebagai berikut

Dalilnya22:

Nv: Effective Number of Parties Voters (ENPV), artinya parpol diluar parlemen disertakanvi: Perolehan suara setiap parpol peserta pemilu dalam persen.

Dalil ini, bermanfaat untuk menghitung jumlah efektif parpol peserta pemilu, baik di dalammaupun yang berada di luar parlemen.

22 Lebih lanjut improvisasi Markku Laakso dan Rein Tagepera dalam menghitung jumlah efektif parpol, lihat ArendLijphart “Electoral Systems And Party Systems: A Study Of Twenty-Seven Democracies, 1945-1990”. (OxfordUniversity 1994) , hal. 68

14

47 JATIM II 2

48 JATIM III 2

49 JATIM IV -

50 JATIM V 1

51 JATIM VI 1

52 JATIM VII 2

53 JATIM VIII 1

54 JATIM IX 1

55 JATIM X 1

56 JATIM XI -

Mengukur Hasil Pemilu

Sebagai bagian dari akhir catatan ini, disajikan beberapa indeks yang dipakai oleh para ahlipemilu sebagai alat ukur hasil dari suatu pemilu. Pertama, system kepartaian yang terbentukpaska pemilu 2009. Hingga saat ini, masih banyak pandangan yang dikalangan sarjana maupunaktivis pemilu di Indonesia terkait dengan istilah multipartai sederhana. Dimana systemkepartaian yang terbentuk paska pemilu selalu dilihat dari jumlah riil partai politik, baik yangikut berkompetisi dalam pemilu, maupun yang partai politik yang ada di DPR. Tentu saja jikamenggunakan jumlah riil partai politik, anggap saja yang masuk DPR pada pemilu 2009sebanyak 9 partai politik, maka system kepartaian masuk kategori system kepartaianmultipartai yang tidak sederhana.

Oleh karena itu, saya coba menggunakan alat ukur disepakati para ahli untuk mengukur systemkepartaian suatu Negara paska pemilu. Berangkat dari model yang sebelumnya dipakaiproposed oleh Douglas W. Rae dan dikembangkan lebih lanjut oleh Markku Laakso dan ReinTageepera, menyebut bahwa system kepartaian hendaknya dilihat dari jumlah efektif partai diparlemen. Prinsip ini kemudian dikembangkan secara matematis sebagai berikut

Dalilnya22:

Nv: Effective Number of Parties Voters (ENPV), artinya parpol diluar parlemen disertakanvi: Perolehan suara setiap parpol peserta pemilu dalam persen.

Dalil ini, bermanfaat untuk menghitung jumlah efektif parpol peserta pemilu, baik di dalammaupun yang berada di luar parlemen.

22 Lebih lanjut improvisasi Markku Laakso dan Rein Tagepera dalam menghitung jumlah efektif parpol, lihat ArendLijphart “Electoral Systems And Party Systems: A Study Of Twenty-Seven Democracies, 1945-1990”. (OxfordUniversity 1994) , hal. 68

Page 15: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

15

Berpedoman pada Sartori, bahwa partai politik yang disertakan dalam penghitungan adalahyang berada dalam parlemen. Maka, jumlah efektif parpol berubah menjadi partai politik yangmasuk ke parlemen, tidak tergantung pada besar kecilnya jumlah partai politik yangberkompetisi dalam pemilu. Besar tidaknya jumlah partai politik yang eksis dan ikut serta dalampemilu tidak memberikan gambaran tentang karakter suatu sistem kepartaian.

Karenanya dalil Laakso dan Taagepera dirubah menjadi “Jumlah Efektif Parpol Parlemen“ --dari ENP (The Effective Number of Parties) menjadi ENPP (The Effective Number of ParliamentParties).

Dalilnya sama, Suara Voice vi diganti dengan Kursi Seat sI (dalam %). 23:

ENPP = 1 / (∑ si) 2 =1 / (s1+ s2+ s3+ s4+………… sn)

Berdasarkan formula di atas, maka system kepartaian yang terbentuk di Indonesia daribeberapa periode adalah sebagai berikut;

Tabel 7: Indeks Jumlah Efektif Partai Politik Paska Pemilu

Perolehan Kursi DPR Pemilu 1999 Perolehan Kursi DPR Pemilu 2004 Perolehan Kursi DPR Pemilu 2009

No. Nama Partai % Kursi (si)2 No. Nama Partai % Kursi (si)2 No Nama Partai % Kursi (si)2

1 PDIP 33.12% 0.10967279 1 GOLKAR 23.27% 0.05416198 1 DEMOKRAT 26.79% 0.07174745

2 Golkar 25.97% 0.06746500 2 PDIP 19.82% 0.03927603 2 GOLKAR 19.11% 0.03650829

3 PPP 12.55% 0.01576057 3 PPP 10.55% 0.01112066 3 PDIP 16.96% 0.02877870

4 PKB 11.04% 0.01218587 4 DEMOKRAT 10.36% 0.01074050 4 PKS 10.18% 0.01036033

5 PAN 7.36% 0.00541594 5 PAN 9.45% 0.00893884 5 PAN 7.68% 0.00589605

6 PBB 2.81% 0.00079178 6 PKB 9.45% 0.00893884 6 PPP 6.61% 0.00436543

7 Partai Keadilan 1.52% 0.00022957 7 PKS 8.18% 0.00669421 7 PKB 4.82% 0.00232462

8 PKP 0.87% 0.00007496 8 PBR 2.36% 0.00055868 8 GERINDRA 4.64% 0.00215561

9 PNU 1.08% 0.00011713 9 PDS 2.18% 0.00047603 9 HANURA 3.21% 0.00103316

10 PDKB 1.08% 0.00011713 10 PBB 2.00% 0.00040000

11 PBI 0.22% 0.00000469 11 PDK 0.91% 0.00008264

12 PDI 0.43% 0.00001874 12 PKPB 0.36% 0.00001322

13 PP 0.22% 0.00000469 13 PELOPOR 0.36% 0.00001322

14 PDR 0.22% 0.00000469 14 PNI 0.18% 0.00000331

15 PSII 0.22% 0.00000469 15 PNBK 0.18% 0.00000331

16 PNI Front 0.22% 0.00000469 16 PKPI 0.18% 0.00000331

23 Patrick Dumont — Jean-François Caulier, “The Effective Number Of Relevant Parties”, : How Voting PowerImproves, (Laakso-Taagepera’s Index, December 11, 2003), hlm. 5;

Page 16: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

16

Marhaenis

17PNI MassaMarhaen 0.22% 0.00000469 17 PPDI 0.18% 0.00000331

18 IPKI 0.22% 0.00000469 18 PBSD

19 PKU 0.22% 0.00000469 19 MERDEKA

20 Masyumi 0.22% 0.00000469 20 PIB

21 PKD 0.22% 0.00000469 21 PNUI

22 PNI Supeni 22 PANCASILA

23 Krisna 23 PSI

24 Partai KAMI 24 PPD

25 PUI

26 PAY

27 Partai Republik

28 Partai MKGR

29 PIB

30 Partai SUNI

31 PCD

32 PSII 1905

33 Masyumi Baru

34 PNBI

35 PUDI

36 PBN

37 PKM

38 PND

39 PADI

40 PRD

41 PPI

42 PID

43 Murba

44 SPSI

45 PUMI

46 PSP

47 PARI

48 PILAR

Jumlah 1 0.21189633 Jumlah 1 0.14142810 Jumlah 1 0.16316964

ENPP 4.71928894 ENPP 7.070730681 ENPP 6.12859097

4 kursi masih porsi Timor-Timur

http://www.kpu.go.id/suara/dprkursi.php Sumber: Diolah dari Data KPU

http://www.kpu.go.id/Sejarah/pemilu1999.shtml

Page 17: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

17

Berdasarkan perhitungan ENPP didapatkan hasil bahwa system kepartaian yang terbentukpaska pemilu 1999 adalah 4.7 atau 5 sistem kepartaian, sedangkan pada pemilu 2004 angkaENPP menunjukkan indeks system kepartaian 7 partai, dan paska pemilu 2009 sistemkepartaian yang terbentuk adalah system 6 partai.

Hasil penghitungan ENPP di atas juga menunjukkan bahwa system kepartaian yang terbentukpaska pemilu tidak dipengaruhi oleh berapa jumlah partai politik yang ikut berkompetisi dalampemilu. Sebagai perbandingan, dengan 48 partai politik yang berkompetisi pada pemilu 1999menghasilkan indeks 5 sistem kepartaian atau system kepartaian yang terbentuk lebihsederhana dibandingkan dengan pemilu 2004, meskipun jumlah partai yang berkompetisiberkurang setengahnya yaitu 24 partai. Sistem kepartaian pada pemilu 2009 juga mengalamiperubahan menjadi 6 sistem kepartaian, meskipun ada 38 partai politik yang ikut berkompetisiuntuk pemilu nasional dengan 9 partai politik yang memiliki wakil di DPR.

Berikut ini beberapa ukuran yang oleh para ahli pemilu digunakan sebagai alat ukur daripelaksanaan pemilu; Indeks disproporsionalitas (least square index-Michael Gallagher), yangdigunakan untuk mengukur tingkat proporsional dari hasil pemilu.24 Hasil dari perhitunganformula ini akan menunjukkan, semakin rendah indeks disproporsionalitasnya, semakin tingkattingkat proporsionalitas suatu pemilu.25

LSq = √ 1/2∑(vi - si) 2

Dimana vi = suara (%)

Si = kursi (%)

Kedua, koefisien regresi b (Cox and Shugart). Disproporsional bukanlah suatu fenomena yangacak namun gejala yang berpola, dimana partai besar secara sistematis overrepresented danpartai kecil underrepresented. Jika perhitungan menunjukkan angka lebih besar dari angka satu,maka bias pada partai besar, sedangkan jika angkanya lebih kecil daripada satu maka biasterhadap partai kecil.

b = 1 = ∑ (vi * si)/(vi * vi)

Dimana vi = suara (%)

Si = kursi (%)

1 = angka yang menunjukkan absennya bias

24 Anckar, Carsten, Determinant of Disproportionality and Wasted Votes,Electoral Studies An International Journal,volume 16 number 4, Desember 1997, hlm. 501-51425 Kartawidjaya, R. Pipit, Pramono, Sidik ed. Matematika Pemilu, Inside, Januari 2004, hlm. 17-18

Page 18: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

18

Ketiga, Kadar kesalahan atau deviasi. Metode ini perkenalkan oleh Carl Frederich Gauss,berguna untuk mengukur tingkat kesalahan dari keterwakilan.26

D Gauss = ∑ Si {(si / S) - (mi / M)}2

Atau

D Gauss = ∑ Si {(mi / M) / (si / S) - 1} 2

Dimana si = suara partai i

mi = kursi partai i

S = suara total

M = kursi total

Terakhir, adalah kadar keterwakilan yang digunakan untuk mengukur peluang dari suatu partaipolitik bahwa suaranya bisa terkonversi menjadi kursi. Kadar keterwakilan ini diperkenalkanoleh Friedrich Pukelsheim, seorang profesor matematika dari Universitas Augsburg Jerman.27

Perbandingan perolehan suara dibanding suara total dikatakan adil atau tidak pilih kasih jikahasilnya sama dengan perbandingan perolehan kursi dibanding kursi total.

(si / S) = (mi / M) atau (mi / M = (si / S)

atau (mi / M) : (si / S) = 1

Dimana si = suara partai i

S = suara total

mi = kursi partai i

M = kursi total

Berdasarkan perhitungan beberapa indeks yang disebutkan di atas, dapat disajikan hasilnyaseperti yang terlihat di tabel bawah.

26 Ibid, hlm. 18-1927 Op.cit Kartawidjaya, R. Pipit, Matematika Pemilu, hlm. 11-16

Page 19: Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 1998 1 ...€¦ · Catatan Atas Tiga Kali Pemilu Paska Reformasi 19981 August Mellaz2 Setelah tiga kali pemilu paska reformasi 1998,

19

Tabel 8: Hasil perhitungan beberapa Indeks pemilu Indonesia28

Indeks29 Alat Ukur 1999 2004 2009 KeteranganDisproporsionalitas LSq 3.50 4.59 6.16Bias b 1.03 1.09 1.23 great party biasKadar Kesalahan Gauss index 3.14 4.36 0.17Kadar Keterwakilan Pukelsheim index 6.43 21.28 0.65Sistem Kepartaian ENPP 4.72 7.07 6.13

28 Hasil yang sama untuk penghitungan LSq dan ENPP Pemilu 2004 dan 2009 juga diperlihatkan dalamElection Indices, These indices were originally outlined in Markku Laakso and Rein Taagepera, ‘“Effective” number of parties: a measure with application to west Europe’, Comparative Political Studies12:1 (1979), pp. 3–27(effective number of parties), and Michael Gallagher, ‘Proportionality,disproportionality and electoral systems’,Electoral Studies 10:1 (1991), pp. 33–51 (least squares index).Last updated 7 September 2010.http://www.tcd.ie/Political_Science/staff/michael_gallagher/ElSystems/Docts/ElectionIndices.pdf

29 Indeks ENPP hasil pemilu 1999 dan 2004 pernah dihitung sebelumnya oleh penulis, lebih lanjut lihat Mellaz,August dan Kartawidjaya, Pipit dalam Memproyeksi Pemilu 2009; “Daerah Pemilihan, Proporsionalitas, danFragmentasi Sistem Kepartaian”. Jurnal Jentera PSHK, edisi khusus Membaca Daniel S. Lev, hlm. 120-123