radang

18
Radang (bahasa Inggris : inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera , seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi . Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin , bradikinin , serotonin , leukotrien , dan prostaglandin ) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi. Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi: [1] memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan performa makrofaga menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak. Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam dll, yang disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi: pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah terutama pada pembuluh kecil. aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endotelia dengan pembuluh darah. kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endotelium dan masuk ke dalam jaringan . Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi . Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai berikut: tumor atau membengkak calor atau menghangat

Upload: elheart

Post on 03-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

patofisiologi radang

TRANSCRIPT

Page 1: Radang

Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.

Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:[1]

memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan performa makrofaga

menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi

mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.

Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam dll, yang disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi:

pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah terutama pada pembuluh kecil.

aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endotelia dengan pembuluh darah.

kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endotelium dan masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.

Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai berikut:

tumor atau membengkak calor atau menghangat

dolor atau nyeri

rubor atau memerah

functio laesa atau daya pergerakan menurun

dan kemungkinan disfungsi organ atau jaringan.

Definisi & Klasifikasi Radang (Inflamasi)

DEFINISI

Menurut Kamus Kedokteran Dorland:Radang ialah respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu.

Page 2: Radang

Menurut Katzung (2002):Radang ialah suatu proses yang dinamis dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau injury (jejas) yang dilakukan terutama oleh pembuluh darah (vaskuler) dan jaringan ikat (connective tissue).

TERMINOLOGI TERKAIT RADANG

Edema : cairan yang berlebihan dalam jaringan interstisial atau rongga tubuh; dapat berupa eksudat ataupun transudat.

Eksudat : cairan radang ekstravaskular dengan kadar protein yang tinggi dan debris seluler; berat jenisnya di atas 1,020.

Eksudasi : ekstravasasi cairan, protein, dan sel-sel darah dari pembuluh darah ke dalam jaringan interstisial atau rongga tubuh.

Pus : nanah; eksudat radang yang purulen & banyak mengandung sel-sel neutrofil serta debris.

Transudat : cairan ekstravaskular dengan kadar protein yang rendah dan berat jenis di bawah 1,012; pada hakekatnya, transudat merupakan ultrafiltrat plasma darah yang terbentuk karena kenaikan tekanan cairan atau penurunan tekanan osmotik di dalam plasma.

KLASIFIKASI RADANG

Menurut lamanya radang:1. Radang akut: timbul tiba-tiba, lamanya 1-3 minggu. Kemudian pasien akan sembuh atau mati.2. Radang sub-akut: biasanya berlangsung berangsur-angsur dan berbulan-bulan.3. Radang kronis: dapat berlangsung sampai bertahun-tahun, misalnya TBC.

Definisi

Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan

jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen

pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).

Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka pada

jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan jaringan atau

yang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang

cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Rukmono,

1973).

Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang adalah

kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau dingin), berbagai jenis sinar

(sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh

berbagai agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera

jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan, pelebaran kapiler yang

Page 3: Radang

disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel

jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas,

terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Rukmono, 1973).

Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang

mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler

disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan

dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler

dalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan

pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamin,

bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi

sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh

sel T yang tersensitisasi (Guyton & Hall, 1997).

Tanda-tanda radang (makroskopis)

Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda

radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah

dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini.

Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor

(pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa

(perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).

Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang

mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai

darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler

meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti,

menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula

oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan

tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal (Abrams, 1995; Rukmono,

1973).

Page 4: Radang

Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf.

Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit

disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang (Abrams,

1995; Rukmono, 1973).

Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman

cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang

tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).

Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa

merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam

mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995).

Mekanisme radang

1. Radang akut

Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk

mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi

dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses

radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari

leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah

dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein

plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan

melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell & Cotran, 2003).

Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh

vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah dalam kapiler yang

telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya

anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian,

mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang

sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh

perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada orientasi unsur-

unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah dilihat dari

Page 5: Radang

segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa

menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit (Robbins & Kumar,

1995).

Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah

putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi radang akut.

Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis

endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput

basalis yang berkesinambungan (Robbins & Kumar, 1995).

Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke

dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya

konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan

menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan

sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik.

Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton

(Robbins & Kumar, 1995).

Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020) dan

seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan

ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein

plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular

sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang

menyebabkan emigrasinya (Robbins & Kumar, 1995).

Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas,

merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang

bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di

dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih

merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan

yang berarti (Robbins & Kumar, 1995).

Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah

merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri.

Page 6: Radang

Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran

aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih

bergerak dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat

tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel (Robbins & Kumar,

1995).

Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh

darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran

pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri

melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata (Robbins &

Kumar, 1995).

Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi

jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat

berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor

kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap

rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat

mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa

jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau

eksogen, misalnya produk bakteri (Robbins & Kumar, 1995).

Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel

fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang

khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang

terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada

permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada

pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat

pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum

menutup lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan

isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang

telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian

mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit

(Robbins & Kumar, 1995).

Page 7: Radang

2. Radang kronis

Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-minggu

hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan

penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan

vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh

infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan

perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis) (Mitchell & Cotran,

2003).

Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul radang

akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi radang kronik

berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang

menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik

sejak awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah

dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang

menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil

tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak

dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4

atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan

sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan

kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi (Robbins & Kumar, 1995).

Mediator kimia peradangan

Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai penting antara

terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa cedera langsung merusak endotelium

pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein dan cairan di daerah cedera, pada banyak kasus

cedera mencetuskan pembentukan dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis

cedera yang dapat mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip

dari respon peradangan terhadap berbagai macam rangsang. Karena pola dasar radang akut stereotip,

tidak tergantung jenis jaringan maupun agen penyebab pada hakekatnya menyertai mediator-mediator

kimia yang sama yang tersebar luas dalam tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga

Page 8: Radang

memberi mekanisme biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga memiliki mekanisme

kontrol yaitu inaktivasi mediator kimia lokal yang cepat oleh sistem enzim atau antagonis (Abrams,

1995; Robbins & Kumar, 1995).

Cukup banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal sebagai mediator dari

respon peradangan. Identifikasinya saat ini sulit dilakukan. Walaupun daftar mediator yang diusulkan

panjang dan kompleks, tetapi mediator yang lebih dikenal dapat digolongkan menjadi golongan amina

vasoaktif (histamin dan serotonin), protease plasma (sistem kinin, komplemen, dan koagulasi

fibrinolitik), metabolit asam arakidonat (leukotrien dan prostaglandin), produk leukosit (enzim lisosom

dan limfokin), dan berbagai macam mediator lainnya (misal, radikal bebas yang berasal dari oksigen dan

faktor yang mengaktifkan trombosit) (Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).

1. Amina vasoaktif

Amina vasoaktif yang paling penting adalah histamin. Sejumlah besar histamin disimpan

dalam granula sel jaringan penyambung yang disebut sel mast. Histamin tersebar luas dalam tubuh.

Histamin juga terdapat dalam sel basofil dan trombosit. Histamin yang tersimpan merupakan

histamin yang tidak aktif dan baru menampilkan efek vaskularnya bila dilepaskan. Stimulus yang

dapat menyebabkan dilepaskannya histamin adalah jejas fisik (misal trauma atau panas), reaksi

imunologi (meliputi pengikatan antibodi IgE terhadap reseptor Fc pada sel mast), fragment

komplemen C3a dan C5a (disebut anafilaktosin), protein derivat leukosit yang melepaskan histamin,

neuropeptida (misal, substansi P), dan sitokin tertentu (misal, IL-1 dan IL-8) (Mitchell & Cotran,

2003; Robbins & Kumar, 1995; Abrams, 1995).

Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan permeabilitas

venula, dan pelebaran pertemuan antar-sel endotel. Histamin bekerja dengan mengikatkan diri

pada reseptor-reseptor histamin jenis H-1 yang ada pada endotel pembuluh darah. Pada perannya

dalam fenomena vaskular, histamin juga dilaporkan merupakan bahan kemotaksis khas untuk

eosinofil. Segera setelah dilepaskan oleh sel mast, histamin dibuat menjadi inaktif oleh histaminase.

Antihistamin merupakan obat yang dibuat untuk menghambat efek mediator dari histamin. Perlu

diketahui bahwa obat antihistamin hanya dapat menghambat tahap dini peningkatan permeabilitas

vaskular dan histamin tidak berperan pada tahap tertunda yang dipertahankan pada peningkatan

permeabilitas (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995; Abrams, 1995).

Page 9: Radang

Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan suatu bentuk mediator vaasoaktif.

Serotonin ditemukan terutama di dalam trombosit yang padat granula (bersama dengan histamin,

adenosin difosfat, dan kalsium). Serotonin dilepaskan selama agregasi trombosit. Serotonin pada

binatang pengerat memiliki efek yang sama seperti halnya histamin, tetapi perannya sebagai

mediator pada manusia tidak terbukti (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995).

2. Protease plasma

Berbagai macam fenomena dalam respon radang diperantarai oleh tiga faktor plasma yang

saling berkaitan yaitu sistem kinin, pembekuan, dan komplemen. Seluruh proses dihubungkan oleh

aktivasi awal oleh faktor Hageman (disebut juga faktor XII dalam sistem koagulasi intrinsik). Faktor

XII adalah suatu protein yang disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk inaktif hingga

bertemu kolagen, membrana basalis, atau trombosit teraktivasi di lokasi jejas endotelium. Dengan

bantuan kofaktor high-molecular-weight kininogen (HMWK)/kininogen berat molekul tinggi, faktor

XII kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa dapat membongkar

pusat serin aktif yang dapat memecah sejumlah substrat protein (Mitchell & Cotran, 2003).

Aktivasi sistem kinin pada akhirnya menyebabkan pembentukan bradikinin. Bradikinin

merupakan polipeptida yang berasal dari plasma sebagai prekursor yang disebut HMWK. Prekursor

glikoprotein ini diuraikan oleh enzim proteolitik kalikrein. Kalikrein sendiri berasal dari prekursornya

yaitu prekalikrein yang diaktifkan oleh faktor XIIa. Seperti halnya histamin, bradikinin menyebabkan

dilatasi arteriola, meningkatkan permeabilitas venula dan kontraksi otot polos bronkial. Bradikinin

tidak menyebabkan kemotaksis untuk leukosit, tetapi menyebabkan rasa nyeri bila disuntikkan ke

dalam kulit. Bradikinin dapat bertindak dalam sel-sel endotel dengan meningkatkan celah antar sel.

Kinin akan dibuat inaktif secara cepat oleh kininase yang terdapat dalam plasma dan jaringan, dan

perannya dibatasi pada tahap dini peningkatan permeabilitas pembuluh darah (Mitchell & Cotran,

2003; Robbins & Kumar, 1995).

Pada sistem pembekuan, rangsangan sistem proteolitik mengakibatkan aktivasi trombin

yang kemudian memecah fibrinogen yang dapat larut dalam sirkulasi menjadi gumpalan fibrin.

Faktor Xa menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan emigrasi leukosit. Trombin

memperkuat perlekatan leukosit pada endotel dan dengan cara menghasilkan fibrinopeptida

Page 10: Radang

(selama pembelahan fibrinogen) dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dan sebagai

kemotaksis leukosit (Mitchell & Cotran, 2003).

Ketika faktor XIIa menginduksi pembekuan, di sisi lain terjadi aktivasi sistem fibrinolitik.

Mekanisme ini terjadi sebagai umpan balik pembekuan dengan cara memecah fibrin kemudian

melarutkan gumpalan fibrin. Tanpa adanya fibrinolisis ini, akan terus menerus terjadi sistem

pembekuan dan mengakibatkan penggumpalan pada keseluruhan vaskular. Plasminogen activator

(dilepaskan oleh endotel, leukosit, dan jaringan lain) dan kalikrein adalah protein plasma yang

terikat dalam perkembangan gumpalan fibrin. Produk hasil dari keduanya yaitu plasmin, merupakan

protease multifungsi yang memecah fibrin (Mitchell & Cotran, 2003).

Sistem komplemen terdiri dari satu seri protein plasma yang berperan penting dalam

imunitas maupun radang. Tahap penting pembentukan fungsi biologi komplemen ialah aktivasi

komponen ketiga (C3). Pembelahan C3 dapat terjadi oleh apa yang disebut ”jalur klasik” yang

tercetus oleh pengikatan C1 pada kompleks antigen-antibodi (IgG atau IgM) atau melalui jalur

alternatif yang dicetuskan oleh polisakarida bakteri (misal, endotoksin), polisakarida kompleks, atau

IgA teragregasi, dan melibatkan serangkaian komponen serum (termasuk properdin dan faktor B

dan D). Jalur manapun yang terlibat, pada akhirnya sistem komplemen akan memakai urutan

efektor akhir bersama yang menyangkut C5 sampai C9 yang mengakibatkan pembentukan

beberapa faktor yang secara biologi aktif serta lisis sel-sel yang dilapisi antibodi (Mitchell & Cotran,

2003; Robbins & Kumar, 1995).

Faktor yang berasal dari komplemen, mempengaruhi berbagai fenomena radang akut, yaitu

pada fenomena vaskular, kemotaksis, dan fagositosis. C3a dan C5a (disebut juga anafilaktosin)

meningkatkan permeabilitas vaskular dan menyebabkan vasodilatasi dengan cara menginduksi sel

mast untuk mengeluarkan histamin. C5a mengaktifkan jalur lipoksigenase dari metabolisme asam

arakidonat dalam netrofil dan monosit. C5a juga menyebabkan adhesi neutrofil pada endotel dan

kemotaksis untuk monosit, eosinofil, basofil dan neutrofil. Komplemen yang lainnya, C3b, apabila

melekat pada dinding sel bakteri akan bekerja sebagai opsonin dan memudahkan fagositosis

neutrofil dan makrofag yang mengandung reseptor C3b pada permukaannya (Mitchell & Cotran,

2003).

a. Metabolit asam arakidonat

Page 11: Radang

Asam arakidonat merupakan asam lemak tidak jenuh (20-carbon polyunsaturated fatty

acid) yang utamanya berasal dari asupan asam linoleat dan berada dalam tubuh dalam bentuk

esterifikasi sebagai komponen fosfolipid membran sel. Asam arakidonat dilepaskan dari

fosfolipid melalui fosfolipase seluler yang diaktifkan oleh stimulasi mekanik, kimia, atau fisik,

atau oleh mediator inflamasi lainnya seperti C5a. Metabolisme asam arakidonat berlangsung

melalui salah satu dari dua jalur utama, sesuai dengan enzim yang mencetuskan, yaitu jalur

siklooksigenase dan lipoksigenase. Metabolit asam arakidonat (disebut juga eikosanoid) dapat

memperantarai setiap langkah inflamasi. (Mitchell & Cotran, 2003).

Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin (PG) E2 (PGE2), PGD2, PGF2?, PGI2

(prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk tersebut berasal dari PGH2 oleh

pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH2 sangat tidak stabil, merupakan prekursor hasil akhir

biologi aktif jalur siklooksigenase. Beberapa enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu.

Misalnya, trombosit mengandung enzim tromboksan sintetase sehingga produk utamanya

adalah TXA2. TXA2 merupakan agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokonstriktor. Di sisi

lain, endotelium kekurangan dalam hal tromboksan sintetase, tetapi banyak memiliki

prostasiklin sintetase yang membentuk PGI2. PGI2 merupakan vasodilator dan penghambat

kuat agregasi trombosit. PGD2 merupakan metabolit utama dari jalur siklooksigenase pada sel

mast. Bersama dengan PGE2 dan PGF2?, PGD2 menyebabkan vasodilatasi dan pembentukan

edema. Prostaglandin terlibat dalam patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi (Mitchell &

Cotran, 2003).

Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk bahan-bahan

proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase merupakan enzim metabolit asam arakidonat utama

pada neutrofil. Produk dari aksinya memiliki karakteristik yang terbaik. 5-HPETE (asam 5-

hidroperoksieikosatetranoik) merupakan derivat 5-hidroperoksi asam arakidonat yang tidak

stabil dan direduksi menjadi 5-HETE (asam 5-hidroksieikosatetraenoik) (sebagai kemotaksis

untuk neutrofil) atau diubah menjadi golongan senyawa yang disebut leukotrien. Produk dari

5-HPETE adalah leukotrien (LT) A4 (LTA4), LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE5. LTB4 merupakan agen

kemotaksis kuat dan menyebabkan agregasi dari neutrofil. LTC4, LTD4, dan LTE4 menyebabkan

vasokonstriksi, bronkospasme, dan meningkatkan permeabilitas vaskular (Mitchell & Cotran,

2003).

Page 12: Radang

Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis menggunakan jalur

transeluler. Trombosit sendiri tidak dapat membentuk lipoksin A4 dan B4 (LXA4 dan LXB4), tetapi

dapat membentuk metabolit dari intermediat LTA4 yang berasal dari neutrofil. Lipoksin

mempunyai aksi baik pro- dan anti- inflamasi. Misal, LXA4 menyebabkan vasodilatasi dan

antagonis vasokonstriksi yang distimulasi LTC4. Aktivitas lainnya menghambat kemotaksis

neutrofil dan perlekatan ketika menstimulasi perlekatan monosit (Mitchell & Cotran, 2003).

b. Produk leukosit

Granula lisosom yang terdapat dalam neutrofil dan monosit mengandung molekul

mediator inflamasi. Mediator ini dilepaskan setelah kematian sel oleh karena peluruhan

selama pembentukan vakuola fagosit atau oleh fagositosis yang terhalang karena ukurannya

besar dan permukaan yang tidak dapat dicerna. Kalikrein yang dilepaskan dari lisosom

menyebabkan pembentukan bradikinin. Neutrofil juga merupakan sumber fosfolipase yang

diperlukan untuk sintesis asam arakidonat (Robbins & Kumar, 1995).

Di dalam lisosom monosit dan makrofag juga banyak mengandung bahan yang aktif

untuk proses radang. Pelepasannya penting pada radang akut dan radang kronik. Limfosit yang

telah peka terhadap antigen melepaskan limfokin. Limfokin merupakan faktor yang

menyebabkan penimbunan dan pengaktifan makrofag pada lokasi radang. Limfokin penting

pada radang kronik (Robbins & Kumar).

c. Mediator lainnya

Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat fagositosis dapat luruh

memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa radikal-radikal bebas yang sangat toksik

meningkatkan permeabilitas vaskular dengan cara merusak endotel kapiler. Selain itu, ion-ion

superoksida dan hidroksil juga dapat menyebabkan peroksidase asam arakidonat tanpa enzim.

Akibatnya, akan dapat terbentuk lipid-lipid kemotaksis (Robbins & Kumar, 1995).

Aseter-PAF merupakan mediator lipid yang menggiatkan trombosit. Hal ini karena

menyebabkan agregasi trombosit ketika dilepaskan oleh sel mast. Selain sel mast, neutrofil dan

makrofag juga dapat mensintesis aseter-PAF. Aseter-PAF meningkatkan permeabilitas vaskular,

adhesi leukosit dan merangsang neutrofil dan makrofag (Robbins & Kumar, 1995).

Page 13: Radang