rabu, 6 oktober 2010 | media indonesia pohon beringin ... · pt wijaya karya andi suyat-no ketika...

1
Megapolitan | 7 RABU, 6 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA C UACA ekstrem berupa hujan diser- tai a ngin kencang yang melanda ka- wasan Megapolitan tidak hanya menumbangkan pohon-pohon di jalanan. Pohon tumbang juga terjadi di tempat permakaman umum. Seperti yang terjadi di Beka- si, kemarin. Puluhan makam di area Permakaman Pereng, Bekasi, rusak tertimpa pohon beringin. Akibatnya banyak tulang berserakan karena tanah permakaman terangkat. Permakaman yang terletak di Jalan M Yamin, Kampung Cerewet RT 005/07, Kelurahan Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, itu kemarin mendadak ramai dikunjungi puluhan ahli waris. Sekitar tujuh makam berada dalam kondisi rusak parah ka- rena terangkat ke permukaan tanah oleh akar pohon. Sementara itu 20 makam lainnya rusak akibat tertimpa batang pohon setinggi 12 meter dengan garis tengah mencapai 2 meter. Menurut Sudin, 70, war- ga sekitar yang juga penjaga makam, petaka tumbangnya pohon berusia 25 tahun itu ter- jadi pada malam hari atau saat musibah hujan disertai badai melanda Jabodetabek. “Saya dapat kabar bahwa pohon beringin roboh kemarin malam. Warga belum berani ke lokasi karena masih hujan lebat,” katanya. Kini pihak pengurus RT/RW dibantu warga setempat sibuk mengumpulkan tulang yang berserakan dan menguburnya kembali. Proses penguburan dilakukan setelah tulang yang terkumpul disatukan kemu- dian dibungkus kain kafan dan diiringi doa. Selain itu, batang pohon yang melintang dan menimpa makam juga telah dipotong. Sudin mengaku, area makam warga itu berada di tanah milik pemerintah daerah dan dike- lola warga. Di lahan seluas 4.000 meter persegi itu terdapat sekitar 3.000 makam yang telah ada sejak 1930. Kini di lokasi musibah, lan- jutnya, terdapat dua pohon beringin besar yang masih berdiri kukuh tapi dikhawatir- kan tumbang seperti kejadian sebelumnya. “Warga sebenarnya ingin menebang pohon, tapi takut karena informasinya pohon di perkuburan itu angker,” ujarnya. Salah satu ahli waris makam, Daryo, 35, berharap peristiwa itu tidak terulang kembali. Pemancangan terganggu Sementara itu, hujan deras disertai angin kencang ternyata juga berimbas pada perbaikan Jalan RE Martadinata yang ambles. Kemarin, pemasangan tiang pancang (sheet pile) sem- pat terhenti akibat guyuran hujan deras. Hal yang sama juga pernah dilakukan beberapa hari sebe- lumnya. Sebab kondisi yang ada membahayakan keselama- tan pekerja karena dapat meng- akibatkan korslet pada genset. “Jika hujan, kondisi jalan jadi licin sehingga membuat para pekerja rawan tergelincir. Selain itu, mesin genset di sini tegangannya mencapai 300 kilovolt ampere (KVA) sehing- ga kalau korslet bisa merusak mesin sekaligus membahaya- kan keselamatan pekerja,” kata staf pelaksana lapangan dari PT Wijaya Karya Andi Suyat- no ketika ditemui di lokasi, kemarin. Akibat penghentian penger- jaan itu, waktu penyelesaian pemasangan tiang pancang molor. Padahal rencananya target pemasangan sudah selesai hari ini. Dari target pemasangan 120 tiang pan- cang baru berhasil dipasang 101 tiang. Jika cuaca baik, dalam satu hari pihaknya bisa memasang 13 sheet pile. “Jika cuaca baik, Rabu (6/10) ini semua tiang pancang sudah bisa terpasang semua. Namun, kalau hujan terus, kami juga tidak bisa memastikan kapan selesai, mungkin bisa mencapai pekan depan. Kami mengutamakan keselamatan pekerja,” tukas Andi. (*/J-2) [email protected] Pohon Beringin Tumbang Rusak Puluhan Makam Masih ada dua pohon beringin lagi yang dikhawatirkan tumbang di taman permakaman tersebut. Muara Baru Paling Rawan Efek Gempa SELAIN rawan ambles, tanah di kawasan Muara Baru, Jakar- ta Utara, ternyata juga paling rawan terkena efek gempa bumi. “Apabila suatu saat ter- jadi gempa, kawasan ini akan merasakan dampak paling be- sar jika dibandingkan dengan daerah lain di Jakarta,” ungkap staf pengajar Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas, kemarin di Jakarta. Ia mengatakan kawasan Muara Baru adalah kawasan yang paling responsif apabila terjadi bencana gempa bumi. “Gempa jadi lebih terasa dan kerusakan yang terjadi akan lebih besar jika dibandingkan daerah lain di Jakarta,” kata Heri. Menurut Heri, kawasan ter- sebut memiliki nilai penurunan muka tanah atau land subsidence yang paling tingi di Jakarta. Hal tersebut disebabkan struktur tanah di Muara Baru merupa- kan tanah sedimen yang paling lunak jika dibandingkan de- ngan wilayah lain di Jakarta. “Struktur tanah seperti itu semakin mudah mengalami pe- nurunan muka tanah. Berdasar- kan penelitian yang dilakukan tim dari Teknik Geodesi ITB, daerah Muara Baru mengalami penurunan sebesar 116,3 cm sejak 2002 hingga 2010. Struktur tanah lunak terse- but juga dijumpai di sepanjang pantai utara Jakarta sehingga potensi tanah ambles di wilayah ini juga cukup besar. “Apabila tanah semakin lunak, kompaksi atau pemadatan tanah semakin besar. Ditambah lagi beban ba- ngunan dan pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga penurunan tanahnya semakin besar,” jelas Heri. Selain kawasan Muara Baru, sejumlah kawasan di Jakarta Utara juga mengalami penu- runan muka tanah cukup signi- fikan. Misalnya saja Kompleks Pantai Muara yang mengalami penurunan sedalam 92,6 cm selama kurun delapan tahun terakhir. Pada periode yang sama, Kompleks Pantai Indah Kapuk menurun sedalam 57 cm, se- mentara kawasan Mal Kelapa Gading ambles sedalam 47,3 cm. Hal serupa juga terjadi di perumahan Taman Kencana, Cengkareng Barat, Jakarta Ba- rat, yang ambles sedalam 65,8 cm. (Ssr/J-3) Gempa jadi lebih terasa dan kerusakan yang terjadi akan lebih besar jika dibandingkan dengan daerah lain di Jakarta.” Heri Andreas Staf Pengajar Teknik Geodesi dan Geomatika ITB P AGI itu puluhan siswa kelas V SDN 05 Pagi Petamburan beramai-ramai keluar dari ruang kelas. Dengan dipandu pembimbing, mereka menuju halaman belakang yang terletak di Jl Petamburan II, Tanah Abang, Jakarta Pusat, itu. Para siswa sekolah yang menjadi langganan banjir itu kemudian dibagi dalam beberapa kelompok. Setelah diberi penjelasan singkat, mereka berpencar memperhatikan tanah dan tanaman di halaman sekolah tersebut. “Sedang mencari sampah daun dan sampah organik lainnya,” jawab seorang siswa saat ditanya sedang apa. Rupanya mereka akan berlatih membuat biopori di sekitar halaman sekolah sebagai salah satu upaya yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi dampak banjir. Setelah membaca modul berjudul Flood Risk Reduction Education (FRRE), dengan serius mereka memperhatikan bagaimana sang pembimbing membuat lubang di tanah halaman sekolah menggunakan alat pembuat biopori berbentuk huruf T. “Biopori ini berguna untuk menyalurkan air hujan yang turun sehingga bisa mengurangi genangan air yang menyebabkan banjir,” tutur Anggi seorang pembimbing dari Lembaga Swadaya Masyarakat Greeners. Setelah lubang sedalam 100 cm selesai dibuat, para siswa memasukkan sampah organik seperti daun kering dan ranting pohon ke lubang tersebut. Mereka terlihat sangat antusias memasukkan sampah organik ke lubang dan tidak peduli tangan-tangan mereka menjadi kotor karena terkena tanah. Selain mengenal biopori, para siswa diberikan edukasi mengenai cara mengantisipasi dan menghindari banjir dengan menonton bersama film dokumenter diiringi penjelasan dari para pembimbing. “Materi tentang menghindari banjir ini sengaja kami sampaikan kepada siswa sekolah dasar untuk membekali mereka sejak dini apa sebenarnya banjir dan apa yang dapat mereka lakukan untuk mencegahnya,” papar Dini, juru bicara PT Chartis selaku penyelenggara kegiatan tersebut. “Kegiatan ini ditujukan untuk menciptakan individu-individu yang mampu berperan sebagai agen perubahan dalam upaya mengurangi risiko yang ditimbulkan bencana banjir,” tambahnya. Selain di SDN 05 Pagi Petamburan, kegiatan serupa diadakan di beberapa SD di kawasan banjir di Jakarta. Pihak sekolah menyambut baik kegiatan edukasi dan mengakui kawasan tersebut memang rawan banjir. “Banjir di sini terjadi karena letak tanahnya yang rendah serta berdekatan dengan Kanal Banjir Timur,” sebut Wakil Kepala SDN 05 Pagi Petamburan Fatiti Zega. Menurutnya, tiga tahun lalu banjir menggenangi sekolah tersebut hingga ketinggian 75 cm. Tahun ini juga sekolah tersebut sempat dikunjungi banjir dengan ketinggian air sekitar 20-30 cm. Akibatnya, sekolah itu pun sering meliburkan kegiatan belajar dan memulangkan para siswa apabila banjir datang. (Nesty Pamungkas/J-3) Edukasi Sadar Banjir sejak Dini MEMBUAT BIOPORI: Pelajar sekolah dasar mengantre untuk belajar membuat biopori di halaman belakang SD 05 Petamburan, Jakarta Pusat, kemarin. Kegiatan ini merupakan pembelajaran sejak dini dalam mengatasi banjir. MI/RAMDANI Golda Eksa

Upload: ngominh

Post on 15-Jun-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Megapolitan | 7RABU, 6 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA

CU A C A e k s t r e m berupa hujan diser-tai a ngin kencang yang melanda ka-

wasan Megapolitan tidak hanya menumbangkan pohon-pohon di jalanan. Pohon tumbang juga terjadi di tempat permakaman umum.

Seperti yang terjadi di Beka-si, kemarin. Puluhan makam di area Permakaman Pereng, Bekasi, rusak tertimpa pohon beringin. Akibatnya banyak tulang berserakan karena tanah permakaman terangkat.

Permakaman yang terletak di Jalan M Yamin, Kampung Cerewet RT 005/07, Kelurahan Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, itu kemarin mendadak ramai dikunjungi puluhan ahli waris.

Sekitar tujuh makam berada dalam kondisi rusak parah ka-rena terangkat ke permukaan tanah oleh akar pohon.

Sementara itu 20 makam lainnya rusak akibat tertimpa batang pohon setinggi 12 meter dengan garis tengah mencapai 2 meter.

Menurut Sudin, 70, war-ga sekitar yang juga penjaga makam, petaka tumbangnya pohon berusia 25 tahun itu ter-jadi pada malam hari atau saat musibah hujan disertai badai melanda Jabodetabek.

“Saya dapat kabar bahwa pohon beringin roboh kemarin malam. Warga belum berani ke lokasi karena masih hujan lebat,” katanya.

Kini pihak pengurus RT/RW dibantu warga setempat sibuk mengumpulkan tulang yang berserakan dan menguburnya kembali. Proses penguburan dilakukan setelah tulang yang terkumpul disatukan kemu-dian dibungkus kain kafan dan diiringi doa. Selain itu, batang pohon yang melintang dan menimpa makam juga telah dipotong.

Sudin mengaku, area makam

warga itu berada di tanah milik pemerintah daerah dan dike-lola warga. Di lahan seluas 4.000 meter persegi itu terdapat sekitar 3.000 makam yang telah ada sejak 1930.

Kini di lokasi musibah, lan-jutnya, terdapat dua pohon be ringin besar yang masih berdiri kukuh tapi dikhawatir-kan tumbang seperti kejadian sebelumnya.

“Warga sebenarnya ingin menebang pohon, tapi takut karena informasinya pohon di perkuburan itu angker,” ujarnya.

Salah satu ahli waris makam, Daryo, 35, berharap peristiwa itu tidak terulang kembali.

Pemancangan tergangguSementara itu, hujan deras

disertai angin kencang ternyata juga berimbas pada perbaikan Jalan RE Martadinata yang ambles. Kemarin, pemasangan tiang pancang (sheet pile) sem-pat terhenti akibat guyuran hujan deras.

Hal yang sama juga pernah dilakukan beberapa hari sebe-lumnya. Sebab kondisi yang ada membahayakan keselama-tan pekerja karena dapat meng-akibatkan korslet pada genset.

“Jika hujan, kondisi jalan jadi licin sehingga membuat para pekerja rawan tergelincir. Selain itu, mesin genset di sini tegangannya mencapai 300 kilovolt ampere (KVA) sehing-ga kalau korslet bisa merusak mesin sekaligus membahaya-kan keselamatan pekerja,” kata staf pelaksana lapangan dari PT Wijaya Karya Andi Suyat-no ketika ditemui di lokasi, kemarin.

Akibat penghentian penger-jaan itu, waktu penyelesaian pemasangan tiang pancang molor. Padahal rencananya target pemasangan sudah selesai hari ini. Dari target pemasangan 120 tiang pan-cang baru berhasil dipasang 101 tiang.

Jika cuaca baik, dalam satu hari pihaknya bisa memasang 13 sheet pile. “Jika cuaca baik, Rabu (6/10) ini semua tiang pancang sudah bisa terpasang semua. Namun, kalau hujan terus, kami juga tidak bisa memastikan kapan selesai, mungkin bisa mencapai pekan depan. Kami mengutamakan keselamatan pekerja,” tukas Andi. (*/J-2)

[email protected]

Pohon Beringin TumbangRusak Puluhan Makam

Masih ada dua pohon beringin lagi yang dikhawatirkan tumbang di taman permakaman tersebut.

Muara Baru Paling Rawan Efek GempaSELAIN rawan ambles, tanah di kawasan Muara Baru, Jakar-ta Utara, ternyata juga paling rawan terkena efek gempa bumi. “Apabila suatu saat ter-jadi gempa, kawasan ini akan merasakan dampak paling be-sar jika dibandingkan dengan daerah lain di Jakarta,” ungkap staf pengajar Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas, kemarin di Jakarta.

Ia mengatakan kawasan Muara Baru adalah kawasan yang paling responsif apabila terjadi bencana gempa bumi. “Gempa jadi lebih terasa dan kerusakan yang terjadi akan lebih besar jika dibandingkan daerah lain di Jakarta,” kata

Heri.Menurut Heri, kawasan ter-

sebut memiliki nilai penurunan muka tanah atau land subsidence yang paling tingi di Jakarta. Hal tersebut disebabkan struktur tanah di Muara Baru merupa-kan tanah sedimen yang paling lunak jika dibandingkan de-ngan wilayah lain di Jakarta. “Struktur tanah seperti itu semakin mudah mengalami pe-nurunan muka tanah. Berdasar-kan penelitian yang dilakukan tim dari Teknik Geodesi ITB, daerah Muara Baru mengalami penurunan sebesar 116,3 cm sejak 2002 hingga 2010.

Struktur tanah lunak terse-but juga dijumpai di sepanjang pantai utara Jakarta sehingga potensi tanah ambles di wilayah ini juga cukup besar. “Apabila

tanah semakin lunak, kompaksi atau pemadatan tanah semakin besar. Ditambah lagi beban ba-

ngunan dan pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga penurunan tanahnya semakin besar,” jelas Heri.

Selain kawasan Muara Baru, sejumlah kawasan di Jakarta Utara juga mengalami penu-runan muka tanah cukup signi-fi kan. Misalnya saja Kompleks Pantai Muara yang mengalami penurunan sedalam 92,6 cm selama kurun delapan tahun terakhir.

Pada periode yang sama, Kompleks Pantai Indah Kapuk menurun sedalam 57 cm, se-mentara kawasan Mal Kelapa Gading ambles sedalam 47,3 cm. Hal serupa juga terjadi di perumahan Taman Kencana, Cengkareng Barat, Jakarta Ba-rat, yang ambles sedalam 65,8 cm. (Ssr/J-3)

Gempa jadi lebih terasa dan kerusakan yang terjadi akan lebih besar jika dibandingkan dengan daerah lain di Jakarta.”

Heri AndreasStaf Pengajar Teknik Geodesi dan Geomatika ITB

PAGI itu puluhan siswa kelas V SDN 05 Pagi Petamburan beramai-ramai keluar dari ruang kelas. Dengan dipandu

pembimbing, mereka menuju halaman belakang yang terletak di Jl Petamburan II, Tanah Abang, Jakarta Pusat, itu.

Para siswa sekolah yang menjadi langganan banjir itu kemudian dibagi dalam beberapa kelompok. Setelah diberi penjelasan singkat, mereka berpencar memperhatikan tanah dan tanaman di halaman sekolah tersebut. “Sedang mencari sampah daun dan sampah organik lainnya,” jawab seorang siswa saat ditanya sedang apa.

Rupanya mereka akan berlatih membuat biopori di sekitar halaman sekolah sebagai salah satu upaya yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi dampak banjir. Setelah membaca modul berjudul Flood Risk Reduction Education (FRRE), dengan serius mereka memperhatikan bagaimana sang pembimbing membuat lubang di tanah halaman sekolah menggunakan alat pembuat biopori berbentuk huruf T. “Biopori ini berguna untuk menyalurkan air hujan yang turun sehingga bisa mengurangi genangan air yang menyebabkan banjir,” tutur Anggi seorang pembimbing dari Lembaga Swadaya Masyarakat Greeners.

Setelah lubang sedalam 100 cm selesai dibuat, para siswa memasukkan sampah organik seperti daun kering dan ranting pohon ke lubang tersebut. Mereka terlihat sangat antusias memasukkan sampah organik ke lubang dan tidak peduli tangan-tangan mereka

menjadi kotor karena terkena tanah.Selain mengenal biopori, para siswa

diberikan edukasi mengenai cara mengantisipasi dan menghindari banjir dengan menonton bersama fi lm dokumenter diiringi penjelasan dari para pembimbing.

“Materi tentang menghindari banjir ini sengaja kami sampaikan kepada siswa sekolah dasar untuk membekali mereka sejak dini apa sebenarnya banjir dan apa yang dapat mereka lakukan untuk mencegahnya,” papar Dini, juru bicara PT Chartis selaku penyelenggara kegiatan tersebut.

“Kegiatan ini ditujukan untuk menciptakan individu-individu yang mampu berperan sebagai agen perubahan dalam upaya mengurangi risiko yang ditimbulkan bencana banjir,” tambahnya.

Selain di SDN 05 Pagi Petamburan, kegiatan serupa diadakan di beberapa SD di kawasan banjir di Jakarta. Pihak sekolah menyambut baik kegiatan edukasi dan mengakui kawasan tersebut memang rawan banjir. “Banjir di sini terjadi karena letak tanahnya yang rendah serta berdekatan dengan Kanal Banjir Timur,” sebut Wakil Kepala SDN 05 Pagi Petamburan Fatiti Zega.

Menurutnya, tiga tahun lalu banjir menggenangi sekolah tersebut hingga ketinggian 75 cm. Tahun ini juga sekolah tersebut sempat dikunjungi banjir dengan ketinggian air sekitar 20-30 cm. Akibatnya, sekolah itu pun sering meliburkan kegiatan belajar dan memulangkan para siswa apabila banjir datang. (Nesty Pamungkas/J-3)

Edukasi Sadar Banjirsejak Dini

MEMBUAT BIOPORI: Pelajar sekolah dasar mengantre untuk belajar membuat biopori di halaman belakang SD 05 Petamburan, Jakarta Pusat, kemarin. Kegiatan ini merupakan pembelajaran sejak dini dalam mengatasi banjir.

MI/RAMDANI

Golda Eksa