rabu, 19 oktober 2011 - ftp.unpad.ac.id filekomposisi majelis kehormatan hakim (mkh) mk. pasal itu...

1
FARDIANSAH NOOR M AHKAMAH Konstitusi (MK) membatalkan larangan memu- tus melebihi apa yang dimo- honkan ( ultra petita) seperti dimuat dalam Undang-Un- dang Nomor 11 Tahun 2011 tentang MK. “Mengabulkan permohon- an pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 45A dan Pasal 57 ayat (2a) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan di Gedung MK, Ja- karta, kemarin. Mahfud menjelaskan tujuan pembentukan MK adalah mem- benahi hukum sehingga hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami ni- lai hukum dan rasa keadilan di masyarakat. Dengan alasan itu, lanjut dia, MK wajib mengisi kekosongan hukum dengan membentuk hukum baru melalui putusan. “Untuk mengisi kekosongan hukum akibat putusan mah- kamah yang menyatakan sua- tu norma bertentangan de- ngan UUD. Sementara proses pembentukan undang-undang membutuhkan waktu lama.” Mahfud menyanggah jika ultra petita dianggap bentuk penyalahgunaan wewenang MK. Sebab, kepentingan umum mengharuskan hakim melaksa- nakan tugas dan fungsi untuk mengawal konstitusi. Hakim konstitusi Akil Mochtar menambahkan, ultra petita merupakan solusi bagi permasalahan hukum dan pemilu di Indonesia. Ia men- contohkan putusan MK soal penggunaan KTP dan paspor untuk bisa memiliki hak pilih dalam Pemilu 2009. Bahkan, menurut dia, hakim konstitusi terkadang harus mengambil putusan secara ultra petita demi menyelesai- kan kasus secara utuh. “Ultra petita itu menjadi solusi bagi persoalan kebangsaan dan me- nyelesaikan persoalan.” Hakim konstitusi Hamdan Zoelva mengakui pengujian pasal tersebut berpotensi me- nimbulkan keraguan publik akan independensi MK. Pasal- nya, yang sedang diuji adalah aturan soal MK. Meski begitu, menurut Hamdan, pihaknya bisa memutus perkara secara independen. “Ada tiga hal yang membuat MK tetap memutus perkara ini, yakni tidak ada forum lain yang bisa mengadili, MK tidak boleh menolak perkara, dan ka- sus ini merupakan kepentingan konstitusional,” ujarnya. Akan tetapi, dalam putusan itu terjadi perbedaan penda- pat atau dissenting opinion oleh hakim konstitusi Harjono. Ia menilai MK terkesan terlalu bernafsu memutus perkara tersebut. Harjono khawatir hak itu mengganggu kemandirian MK sebagai lembaga peradilan yang merdeka. Dia juga mempertanyakan legal standing para pemohon untuk menguji Pasal 87 huruf b UU MK karena pasal terse- but berkaitan dengan pember- hentian hakim MK. Sehingga, dia menganggap hak konsti- tusi pemohon tidak dirugikan. “Pemohon dalam gugatan itu adalah sejumlah akademisi seperti Saldi Isra, Yuliandri, Arief Hidayat, Zainal Daulay, Zainal Arifin Mochtar, Moh Ali Syafa’at, Fatmawati, dan sejumlah aktivis LSM. Ancam kemandirian Selain pasal soal ultra petita, MK juga membatalkan 15 pasal lain dalam itu. Di antaranya pasal yang mengatur mengenai komposisi majelis kehormatan hakim (MKH) MK. Pasal itu antara lain memasukkan unsur DPR, pemerintah, MA, dan KY dalam komposisi MKH MK. Majelis hakim menilai pasal itu berpotensi mengancam kemandirian MK. (*/P-1) [email protected] MK Batalkan Larangan Ultra Petita DPR, pemerintah, MA, dan KY berpotensi menjadi pihak beperkara sehingga tidak bisa menjadi majelis kehormatan hakim MK. DINAMIKA hubungan antara Republik Indonesia dan Kera- jaan Malaysia harus disele- saikan secara arif dan kepala dingin. MPR RI siap menjadi jembatan dalam hubungan In- donesia dan Malaysia. Ketegasan dan kerelaan dari tiap negara harus menjadi da- sar saat membahas sejumlah kasus kedua negara, termasuk kisruh perbatasan dan nasib tenaga kerja Indonesia (TKI) di negeri jiran tersebut. “MPR siap menjadi jembatan untuk memperkuat hubungan antara Indonesia dan Malay- sia,” ujar Ketua MPR RI Tauq Kiemas. Demikian benang merah hasil pertemuan informal saat delegasi MPR yang dipimpin Ketua MPR RI Tauq Kiemas beranjangsana dengan para pemimpin negeri jiran seperti dilaporkan wartawan Media In- donesia Kristantyo Wisnubroto dari Kuala Lumpur, kemarin. Secara berturut-turut de- legasi MPR menemui Ketua Dewan Negara Tan Sri Abu Zahar, Deputi Perdana Men- teri Tan Sri Muhyiddin, Ketua Dewan Rakyat Tan Sri Datuk Seri Panglima Pendikar Amin, serta PM Datuk Sri Mohd Najib Razak. Delegasi MPR terdiri dari seluruh Wakil Ketua MPR, yakni Lukman Hakim Saifud- din, Ahmad Farhan Hamid, Melani Leimena Suharli, dan Hajriyanto Y Thohari, Sekre- taris F-PDIP MPR Achmad Basarah, dan anggota F-PDIP MPR Helmy Fauzy. Saat jumpa pers bersama antara pimpinan MPR dan Ketua Dewan Negara Malay- sia, sejumlah pers Malaysia bahkan mempertanyakan ke- mungkinan pemberian sanksi terhadap anggota DPR yang memberi penjelasan seputar perbatasan hingga menyudut- kan Malaysia. Seperti anggota Komisi I DPR dari F-PDIP Tb Hasanud- din yang memberi pernyataan seputar sengketa perbatasan Camar Bulan dan Tanjung Datu di Kalimantan Barat. Hajriyanto menegaskan se- tiap anggota DPR memiliki hak untuk mengungkapkan fakta kepada pers. Apalagi, sejumlah titik per- batasan RI-Malaysia memang masih bermasalah. “Kami tidak bisa mengontrol pers. Yang bisa mengontrol ialah pers itu sendiri.” Tan Sri Abu Zahar menje- laskan kunjungan MPR mem- buktikan ada upaya lain da- lam memperkuat hubungan RI-Malaysia. Dia menambahkan, dalam penanganan TKI, Malaysia akan memperbaiki standar gaji TKI, memutihkan status TKI, serta tindakan hukum yang tegas bagi para majikan nakal. (P-1) MPR Siap Jembatani RI-Malaysia TATAP MUKA: Ketua MPR RI Taufiq Kiemas bersanding dengan Ketua Dewan Rakyat Tan Sri Datuk Seri Panglima Pendikar Amin (kedua dari kanan) di Gedung Parlemen Malaysia, Kuala Lumpur, kemarin. Kunjungan MPR ini untuk mendukung lebih eratnya hubungan Indonesia-Malaysia. MI/K WISNUBROTO RABU, 19 OKTOBER 2011 5 P OLKAM

Upload: duongnga

Post on 15-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

FARDIANSAH NOOR

MA H K A M A H Konstitusi (MK) m e m b a t a l k a n larangan memu-

tus melebihi apa yang dimo-honkan (ultra petita) seperti dimuat dalam Undang-Un-dang Nomor 11 Tahun 2011 tentang MK.

“Mengabulkan permohon-an pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 45A dan Pasal 57 ayat (2a) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan di Gedung MK, Ja-karta, kemarin.

Mahfud menjelaskan tujuan pembentukan MK adalah mem-benahi hukum sehingga hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami ni-lai hukum dan rasa keadilan di masyarakat.

Dengan alasan itu, lanjut dia, MK wajib mengisi kekosongan hukum dengan membentuk hukum baru melalui putusan. “Untuk mengisi kekosong an hukum akibat putusan mah-kamah yang menyatakan sua-tu norma bertentangan de-ngan UUD. Sementara proses pembentukan undang-undang membutuhkan waktu lama.”

Mahfud menyanggah jika ultra petita dianggap bentuk

penyalahgunaan wewenang MK. Sebab, kepentingan umum mengharuskan hakim melaksa-nakan tugas dan fungsi untuk mengawal konstitusi.

Hakim konst i tus i Aki l Mochtar menambahkan, ultra petita merupakan solusi bagi permasalahan hukum dan pemilu di Indonesia. Ia men-contohkan putusan MK soal penggunaan KTP dan paspor untuk bisa memiliki hak pilih dalam Pemilu 2009.

Bahkan, menurut dia, hakim konstitusi terkadang harus mengambil putusan secara ultra petita demi menyelesai-kan kasus secara utuh. “Ultra petita itu menjadi solusi bagi persoalan kebangsaan dan me-nyelesaikan persoalan.”

Hakim konstitusi Hamdan Zoelva mengakui pengujian pasal tersebut berpotensi me-nimbulkan keraguan publik akan independensi MK. Pasal-nya, yang sedang diuji adalah aturan soal MK. Meski begitu, menurut Hamdan, pihaknya bisa memutus perkara secara independen.

“Ada tiga hal yang membuat MK tetap memutus perkara ini, yakni tidak ada forum lain yang bisa mengadili, MK tidak boleh menolak perkara, dan ka-sus ini merupakan kepentingan konstitusional,” ujarnya.

Akan tetapi, dalam putusan

itu terjadi perbedaan penda-pat atau dissenting opinion oleh hakim konstitusi Harjono. Ia menilai MK terkesan terlalu bernafsu memutus perkara tersebut. Harjono khawatir hak itu mengganggu kemandirian MK sebagai lembaga peradilan yang merdeka.

Dia juga mempertanyakan legal standing para pemohon untuk menguji Pasal 87 huruf b UU MK karena pasal terse-but berkaitan dengan pember-hentian hakim MK. Sehingga, dia menganggap hak konsti-tusi pemohon tidak dirugikan. “Pemohon dalam gugatan itu adalah sejumlah akademisi seperti Saldi Isra, Yuliandri, Arief Hidayat, Zainal Daulay, Zainal Arifin Mochtar, Moh Ali Syafa’at, Fatmawati, dan sejumlah aktivis LSM.

Ancam kemandirianSelain pasal soal ultra petita,

MK juga membatalkan 15 pasal lain dalam itu. Di antaranya pasal yang mengatur mengenai komposisi majelis kehormatan hakim (MKH) MK. Pasal itu antara lain memasukkan unsur DPR, pemerintah, MA, dan KY dalam komposisi MKH MK. Majelis hakim menilai pasal itu berpotensi mengancam kemandirian MK. (*/P-1)

[email protected]

MK Batalkan Larangan

Ultra PetitaDPR, pemerintah, MA, dan KY berpotensi menjadi pihak beperkara

sehingga tidak bisa menjadi majelis kehormatan hakim MK.

DINAMIKA hubungan antara Republik Indonesia dan Kera-jaan Malaysia harus disele-saikan secara arif dan kepala dingin. MPR RI siap menjadi jembatan dalam hubungan In-donesia dan Malaysia.

Ketegasan dan kerelaan dari tiap negara harus menjadi da-sar saat membahas sejumlah kasus kedua negara, termasuk kisruh perbatasan dan nasib tenaga kerja Indonesia (TKI) di negeri jiran tersebut.

“MPR siap menjadi jembatan untuk memperkuat hubungan antara Indonesia dan Malay-sia,” ujar Ketua MPR RI Taufi q Kiemas.

Demikian benang merah hasil pertemuan informal saat

delegasi MPR yang dipimpin Ketua MPR RI Taufi q Kiemas beranjangsana dengan para pemimpin negeri jiran seperti dilaporkan wartawan Media In-donesia Kristantyo Wisnubroto dari Kuala Lumpur, kemarin.

Secara berturut-turut de-legasi MPR menemui Ketua Dewan Negara Tan Sri Abu Zahar, Deputi Perdana Men-teri Tan Sri Muhyiddin, Ketua Dewan Rakyat Tan Sri Datuk Seri Panglima Pendikar Amin, serta PM Datuk Sri Mohd Najib Razak.

Delegasi MPR terdiri dari seluruh Wakil Ketua MPR, yakni Lukman Hakim Saifud-din, Ahmad Farhan Hamid, Melani Leimena Suharli, dan

Hajriyanto Y Thohari, Sekre-taris F-PDIP MPR Achmad Basarah, dan anggota F-PDIP MPR Helmy Fauzy.

Saat jumpa pers bersama antara pimpinan MPR dan Ketua Dewan Negara Malay-sia, sejumlah pers Malaysia bahkan mempertanyakan ke-mungkinan pemberian sanksi terhadap anggota DPR yang memberi penjelasan seputar perbatasan hingga menyudut-kan Malaysia.

Seperti anggota Komisi I DPR dari F-PDIP Tb Hasanud-din yang memberi pernyataan seputar sengketa perbatasan Camar Bulan dan Tanjung Datu di Kalimantan Barat.

Hajriyanto menegaskan se-

tiap anggota DPR memiliki hak untuk mengungkapkan fakta kepada pers.

Apalagi, sejumlah titik per-batasan RI-Malaysia memang masih bermasalah.

“Kami tidak bisa mengontrol pers. Yang bisa mengontrol ialah pers itu sendiri.”

Tan Sri Abu Zahar menje-laskan kunjungan MPR mem-buktikan ada upaya lain da-lam memperkuat hubungan RI-Malaysia.

Dia menambahkan, dalam penanganan TKI, Malaysia akan memperbaiki standar gaji TKI, memutihkan status TKI, serta tindakan hukum yang tegas bagi para majikan nakal. (P-1)

MPR Siap Jembatani RI-Malaysia

TATAP MUKA: Ketua MPR RI Taufiq Kiemas bersanding dengan Ketua Dewan Rakyat Tan Sri Datuk Seri Panglima Pendikar Amin (kedua dari kanan) di Gedung Parlemen Malaysia, Kuala Lumpur, kemarin. Kunjungan MPR ini untuk mendukung lebih eratnya hubungan Indonesia-Malaysia.

MI/K WISNUBROTO

RABU, 19 OKTOBER 2011 5POLKAM