r i s a l a h rdpu pansus rancangan undang ... 5 - terdaftar tersebut. itu mungkin poin yang...

28
R I S A L A H RDPU PANSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK DENGAN PAKAR Dr. EDMON MAKARIM, S. Kom., S.H., M.H. POPPY RUFAIDAH, S.E., M.B.A., P.Hd. Tahun Sidang : 2015-2016 Masa Persidangan : I Rapat ke- : 11 Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum Sifat Rapat : Terbuka Hari, tanggal : Senin, 28 September 2015 Waktu : Pukul 11.00 WIB s.d. selesai T e m p a t : Ruang Rapat Pansus B Gedung Nusantara II Lt.3 Jln. Jend. Gatot Subroto – Jakarta Acara : Memperoleh masukan mengenai RUU tentang Merek Dari: 1. Dirut. PT. Chevalier dan Cannes; 2. Komisaris dan Diru.t PT. Dagadu Djokdja; Ketua Rapat : Hj. Desi Ratnasari, M.Si., M.Psi. (Ketua Pansus Merek/F-PAN) Didampingi: 1. Drs. Wenny Warouw (Wakil Ketua/F-P.Gerindra) 2. H. Iskandar D. Syaichu, S.E. (Wakil Ketua/F-PPP) 3. H. Refrizal (Wakil Ketua/F-PKS)

Upload: ngohuong

Post on 30-May-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

R I S A L A H RDPU PANSUS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

MEREK DENGAN PAKAR

Dr. EDMON MAKARIM, S. Kom., S.H., M.H. POPPY RUFAIDAH, S.E., M.B.A., P.Hd.

Tahun Sidang : 2015-2016

Masa Persidangan : I

Rapat ke- : 11

Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum

Sifat Rapat : Terbuka

Hari, tanggal

: Senin, 28 September 2015

Waktu

: Pukul 11.00 WIB s.d. selesai

T e m p a t : Ruang Rapat Pansus B Gedung Nusantara II Lt.3 Jln. Jend. Gatot Subroto – Jakarta

Acara

: Memperoleh masukan mengenai RUU tentang Merek Dari: 1. Dirut. PT. Chevalier dan Cannes; 2. Komisaris dan Diru.t PT. Dagadu Djokdja;

Ketua Rapat

:

Hj. Desi Ratnasari, M.Si., M.Psi. (Ketua Pansus Merek/F-PAN)

Didampingi: 1. Drs. Wenny Warouw

(Wakil Ketua/F-P.Gerindra) 2. H. Iskandar D. Syaichu, S.E.

(Wakil Ketua/F-PPP) 3. H. Refrizal

(Wakil Ketua/F-PKS)

- 2 -

Sekretaris Rapat : Drs. ULI SINTONG SIAHAAN, M.Si. (Kepala Bagian Pansus)

ANGGOTA HADIR

NO. NO.

ANGGOTA NAMA JABATAN/FRAKSI

Pimpinan Pansus

1. 472 Hj. Desi Ratnasari, M.Si., M.Psi. Ketua/F-PAN

2. 387 Drs. Wenny Warouw Wakil Ketua/F-P. Gerindera

3. 89 H. Refrizal Wakil Ketua/F-PKS

4. 531 H. Iskandar Dzulkarnain Syaichu, S.E. Wakil Ketua/F-PPP

Anggota Pansus

5. 208 Marinus Gea, S.E. Anggota/F-PDIP

6. 282 Ir. H. Adies Kadir, S.H., M.Hum. Anggota/F-PG

7. 321 DR. Syaiful Bahri Buray, S.H., M.Si. Anggota/F-PG

8. 261 Dra. Wenny Haryanto, S.H. Anggota/F-PG

9. 372 Wihadi Wiyanto, S.H. Anggota/F-P. Gerindera

10. 341 H. Biem Triani Benjamin, B.Sc., M.M. Anggota/F-P. Gerindera

11. 399 Ruhut Poltak Sitompul, S.H. Anggota/F-PD

12. 442 I Putu Sudiartana Anggota/F-PD

13. 408 Wahyu Sanjaya, S.E. Anggota/F-PD

14. 512 Achmad Fauzan Harun, S.H., M.Kom.I Anggota/F-PPP

15. 554 DR. H. Dossy Iskandar Prasetyo Anggota/F-P. Hanura

UNDANGAN / NARA SUMBER

NO. NAMA JABATAN

1. Dr. EDMON MAKARIM, S. Kom., S.H., M.H.

2. POPPY RUFAIDAH, S.E., M.B.A., P.Hd.

- 3 -

KETUA RAPAT (Hj. DESI RATNASARI, M.Si., M.Psi.): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua. Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Pansus, Yang terhormat Ibu Poppy Rufaidah, S.E., M.B.A., M.H. Yang terhormat Saudara Dr. Edmon Makarim, S.Kom, S.H., M.H., dan Tentu saja Hadirin dan Para Undangan yang hadir diruangan ini. Saya mengucapkan terima kasih atas kehadiran anda untuk bisa hadir melakukan rapat dengar pendapat umum dalam rangka pembentukan Rancangan Undang-undang tentang Merek. Dari laporan Sekretariat pada hari ini daftar hadir telah ditandatangani oleh 11 orang dan sudah mewakili 6 fraksi, oh 7 (tujuh) maaf, dan ini boleh diputuskan sebagai kuorum, dan mencukup kuorum fraksi dari seluruh Anggota Pansus yang hadir hari ini. Dan untuk itu dengan seijin dari saudara-saudara maka rapat dengar pendapat umum ini kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Rapat dibuka Pukul: 11.00 WIB Pertama-tama kami ucapkan terima kasih kepada Saudari Poppy Rufaidah dan juga Dr. Edmon yang sudah hadir untuk memberikan pandangan ataupun masukan terkait dengan RUU Merek ini. Dan insyaallah hari ini rapat akan berlangsung hingga pukul 12.30 WIB cukup? Dan jika nanti perlu ditambah kita akan setujui bersama nanti mengenai tambahan waktu tersebut. Agar lanjut dengan cepat kami mohon kepada Bapak, oh Ibu, Ibu terlebih dahulu Poppy Rufaidah, S.E., M.B.A., M.H. untuk menyampaikan masukan dan tanggapannya kami persilakan. POPPY RUFAIDAH, S.E., M.B.A., M.H.: Bissmillahirahmanirahim, Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Pertama-tama kami ucapkan terima kasih atas kepercayaan yang disampaikan oleh Anggota Pansus Rancangan Undang-undang tentang Merek untuk mengundang kami dalam menyampaikan masukan-masukan atas Rancangan Undang-undang tentang Merek. Bersama ini pula telah kami sampaikan masukan tertulis yang sudah dibagikan dihadapan bapak, Ibu untuk penambahan atau koreksi atas isi dari RUU tentang Merek. Pertama-tama merujuk kepada draf naskah akademik peraturan perundang-undangan Rancangan Undang-undang tentang Merek dari Kementerian Hukum dan HAM tahun 2015 halaman 44, dikatakan bahwa sistem pendaftaran Merek belum mengakomodasi pendaftaran Merek yang mudah, murah, singkat serta menjamin kepastian hukum. Dan juga berdasarkan ketentuan bahwa undang-undang ini dalam rangka untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Nah beberapa poin yang kami sampaikan, sehubungan dengan isi undang-undang, ada beberapa hal yang sepertinya belum dimasukkan didalam pasal-pasal yaitu tentang Bab IV pendaftaran Merek yaitu ada dari pasal 20 sampai dengan Pasal 40, diusulkan ada Pasal yang berisi tentang pembinaan dan pengawasan untuk UMKM. Seperti yang kita ketahui bahwa Merek merupakan salah satu aset yang bisa menghasilkan keuntungan, dan keuntungan ini bisa diperoleh bagi siapa saja yang melakukan transaksi, yaitu transaksi perdagangan. Dalam hal ini yang bisa melakukan proses transaksi ini

- 4 -

adalah setiap pelaku usaha baik usaha kecil, mikro, menengah dan besar. Khususnya dalam hal ini adalah kami mencermati tentang fasilitasi agar RUU Merek ini mampu memfasilitasi untuk pemberdayaan usaha menengah, kecil dan mikro. Beberapa poin yang ingin kami sampaikan mungkin ada beberapa hal yang secara lisan pernah dibahas pada saat tim Anggota Pansus hadir di Jawa Barat yaitu dipemerintah kota Bandung, kebetulan saat itu saya mewakili dekan fakultas ekonomi dan Bisnis Unpad. Namun ada beberapa poin yang berbeda, yang hari ini tidak sama disampaikan pada saat pertemuan waktu di pemerintah Provinsi Jawa Barat. Khususnya esensinya adalah bagaimana undang-undang ini mampu memberikan peluang peningkatan nilai potensi ekonomi yang lebih besar untuk UMKM. Contohnya didalam BAB IV tentang pendaftaran Merek, itu belum ada pasal tentang pembinaan dan pengawasan untuk UMKM, seperti pada BAB XI. Misalnya diusulkan ada kalimat mungkin didalam slide ada ya sudah didalam sistem, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan pembinaan dan pengawasan pendaftaran Merek yang dilakukan oleh usaha mikro, kecil dan menengah, yang diperuntukan bagi pengembangan usaha dimaksud dan/atau pelayanan publik. Mengapa ini perlu ada pasal disini, seperti yang pernah disampaikan bahwa banyak pelaku UMK ini tidak memahami tentang pentingya Merek itu didaftarkan. Kebetulan saya sebagai salah satu instruktur untuk pelatihan UMKM di Jawa Barat dimana Gubernur Jawa Barat memiliki program untuk mengentaskan, melahirkan 100 ribu wirausaha baru. Saat ini saya sedang meneliti ke 2000 pelaku usaha tentang nama merek apakah mereka menyadari bahwa merek yang digunakannya itu adalah merek yang belum digunakan atau merek-merek yang asli mereka. Dan berdasarkan pengamatan ternyata mayoritas pelaku UMKM itu tidak menyadari bahwa Merek-merek yang digunakan itu ada yang sifatnya itu facebrends ya, facebrends itu adalah Merek-merek yang diplesetkan dari Merek-merek internasional. Dan mereka tidak menyadari bahwa itu adalah praktek yang illegal dan bahkan melanggar hukum, bahkan seperti pernah saya sampaikan salah satu pelaku usaha dijasa salon, dia sudah ada di Pangandaran jauh sekali daerahnya sudah melakukan usaha itu selama 5 tahun, yaitu jasa salon untuk potong rambut dengan brends Naruto. Padahal brends Naruto ini adalah brend yang berasal dari Jepang, dan kalau memang itu dilakukan untuk mendapatkan penghasilan usaha kecil tersebut itu adalah pelanggaran hukum. Namun kenyataan hal tersebut tidak dipahami oleh pelaku UMKM, sehingga makanya menjadi dasar didalam usulan ini adalah didalam BAB IV pendaftaran Merek, perlu ada tambahan klausul tentang peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan pendaftaran Merek yang dilakukan oleh usaha mikro, kecil, dan menengah yang peruntukkan bagi pengembangan usaha dimaksud dan/atau pelayanan publik. Kemudian dislide selanjutnya, pembinaan pendaftaran Merek dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Ini khusus untuk UMKM, definisi UMKM sebaiknya merujuk pada Undang-undang yang sudah ada dari Kementerian Koperasi dimana disitu sudah ada klasifikasinya. Sehingga tidak merubah ulang peraturan undang-undang yang ada. Kemudian pembinaan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud meliputi persiapan, pemenuhan persyaratan permohonan pendaftaran Merek, permohonan pendaftaran Merek dan pemanfaatan Merek terdaftar. Itu beberapa poin yang diusulkan, khusus ditambahkan didalam BAB IV pendaftaran Merek, yang mana masih belum ada tentang klausul pembinaan dan pengawasan UMKM. Poin selanjutnya yaitu untuk yang poin pengawasan, yaitu diusulkan ada pasal yang mengatakan, pengawasan Merek dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) ini dapat dilakukan juga oleh masyarakat misalnya bila nama-nama yang didaftarkan itu ternyata adalah nama-nama yang sudah digunakan, kemudian juga namanya adalah plesetan dari nama-nama yang sebenarnya sudah ada atau yang biasa disebut dengan facebrends dan seterusnya. Kemudian juga pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk menjamin Merek yang sudah terdaftar sebagai dasar diterbitkannya Merek

- 5 -

terdaftar tersebut. Itu mungkin poin yang disampaikan untuk menambah dari BAB IV tentang pendaftaran Merek. Selanjutnya dislide selanjutnya adalah “hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada pemilik Merek dan/atau Menteri. Selanjutnya ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam peraturan Menteri”, itu adalah kalimat-kalimat yang kami usulkan ya untuk ditambahkan didalam RUU Merek tersebut. Kemudian juga perlu ada pasal yang menyatakan “untuk pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah, pemerintah pusat dan pemerintah daerah menanggung biaya yang ditimbulkan dalam proses pendaftaran Merek sesuai ketentuan yang berlaku dalam rangka pengembangan usaha dimaksud dan/atau pelayanan publik”. Nah ini perlu dimasukkan mengapa? Saat ini dinas-dinas disetiap provinsi bahkan kabupaten menganggarkan untuk membebaskan biaya pendaftaran Merek. Tetapi itu tidak mampu untuk menampung seluruh aspirasi yang ada dari pelaku UMKM, karena pelaku UMKM itu jumlahnya bisa sampai jutaan, bahkan antri untuk mendapatkan proses pendaftaran Merek yang digratiskan. Jadi ini perlu ada klausul “bahwa untuk biaya pendaftaran Merek bagi UMKM ini perlu ditanggung oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dan yang dimaksud dengan UMKM itu tentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku”, dan itu adalah kalimat yang kami usulkan untuk pasal yang menyatakan tentang biaya yang ditanggung dan ditimbulkan dalam proses pendaftaran merek. Kemudian selanjutnya untuk BAB VII tentang permohonan pendaftaran Merek Internasional didamana didalam BAB VII permohonan pendaftaran Merek Internasionalpun juga belum ada pasal yang menyatakan tentang pembinaan dan pengawasan untuk UMKM. Nah untuk itu kami mengusulkan ya, secara tertulis disini kalimat-kalimatnya agar pada BAB VII Permohonan pendaftaran merek Internasional ini ada pasal yang menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan permohonan pendaftaran Merek Internasional yang dilakukan oleh usaha mikro, kecil dan menengah, yang diperuntukkan bagi pengembangan usaha dimaksud dan/atau pelayanan publik. Jadi ini untuk yang merek internasionalpun juga perlu ada proses pembinaan dan pengawasan, seperti kita ketahui bahwa perekonomian untuk skala UMKM, masuk didalam klaster ekonomi kreatif. Dan ekonomi kreatif ini ada sekitar 14 klaster ya, mulai seperti klaster periklanan, barang antic, fasion, mode, shofwar, game interaktif, kemudian ada animasi, barang antik dan lain sebagainya sesuai dengan Inpres 6 tahun 2009 ini perlu di fasilitasi. Karena banyak produk-produk yang dihasilkan oleh anak bangsa kita itu memiliki nama-nama yang memungkinkan untuk di proteksi oleh pemerintah, dan didaftarkan sebagai salah satu Merek internasional yang berasal dari skala UMKM. Sehingga kami mengusulkan didalam kalimat di BAB VII permohonan pendaftaran Merek internasional perlu ada klausul pembinaan dan pengawasan untuk UMKM. Kemudian selanjutnya nah disini ada kalimat yang kami usulkan tambahan yaitu pembinaan pendaftaran merek internasional dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Kemudian selanjutnya pembinaan pendaftaran merek internasional, sebagaimana dimaksud meliputi persiapan pemenuhan persyaratan pendaftaran merek. Permohonan pendaftaran merek internasional, pemanfaatan merek internasional terdaftar. Nah ini kita perlu memfasilitasi pasal ini masuk kedalam BAB VII permohonan pendaftaran merek internasional. Contohnya anak bangsa kita ini sampai ada yang mampu menjadi salah satu animasi untuk film berskala global, seperti terminator, salah satunya itu adalah diciptakan oleh anak-anak bangsa kita lulusan SMK, Cuma mereka itu hanya pekerja saja. Bila mereka diarahkan untuk mandiri punya jasa konsultan, dan menciptakan animasi-animasi dengan Merek-merek dan nama-nama yang kas, itu bisa diproteksi oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan pasal ini. Sehingga makanya disampaikan bahwa perlu ada penambahan pasal yang berisi tentang pembinaan dan pengawasan untuk UMKM khususnya untuk pendaftaran Merek internasional. Kemudian selanjutnya, perlu ada penambahan pengawasan dislide selanjutnya, yaitu pengawasan pendaftaran Merek Internasional, dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah

- 6 -

sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilakukan oleh masyarakat bila misalnya ternyata, nama Merek yang akan didaftarkan ke Merek internasional ada kemiripan dengan produk-produk, atau Merek atau jasa internasional, masyarakat bisa melakukan pengawasan. Kemudian pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk menjamin Merek nasional yang terdaftar sebagai Merek Internasional menjadi dasar diterbitkannya daftar Merek tersebut. Kemudian slide selanjutnya, hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pemilik Merek internasional, dalam hal ini adalah pelaku UMKM yang berasal dari Indonesia atau Menteri, dan ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan ini diatur dalam peraturan Menteri. Kemudian perlu ada pasal yang menyatakan untuk pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah, pemerintah pusat dan pemerintah daerah menanggung biaya yang ditimbulkan dalam proses pendaftaran Merek internasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka pengembangan usaha dimaksud dan/atau pelayanan publik. Jadi untuk kata-kata tentang pemerintah pusat dan pemerintah daerah menanggung biaya khusus untuk UMKM tidak ada sama sekali didalam RUU Merek ini. Padahal Merek itu adalah salah satu sumber pendapatan bagi bangsa Indonesia, hanya dengan Merek saja seseorang bisa membeli barang, dan akan menghasilkan nilai ekonomi yang berlipat ganda. Klausul ini penting sekali bahwa keberpihakan pemerintah kepada UMKM itu perlu ditunjukkan dengan adanya klausul bahwa proses pendaftaran merek untuk yang nasional maupun internasional, bagi UMKM ini wajib ditanggung oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sehingga kalimat pasal-pasal ini sebaiknya ada dijadikan tambahan didalam RUU Merek ini. Kemudian slide selanjutnya untuk BAB XIII didalam BAB XIII yaitu jaringan sistem jaringan dokumentasi dan informasi Merek. Untuk pembahasan BAB XIII ini terlalu singkat yaitu sistem jaringan dokumentasi dan informasi Merek, seperti kita ketahui bahwa kinerja Kementerian Hukum dan HAM RI kinerjanya sangat lamban sekali. Mengapa? Karena untuk proses pendaftaran Merek itu sangat super-super lama sekali sampai tidak diketahui apakah akan dikeluarkan atau tidak. Pendaftar itu sampai bertanya-tanya apakah akan mendapatkan hak atau tidak? Nah ini yang perlu kita cermati, ini adalah satu langkah strategis bagi bangsa Indonesia untuk melakukan perubahan dari RUU tentang Merek ini. Khusus untuk sistem jaringan dokumentasi dan informasi Merek perlu ditambahkan klausul yang detail sekali. Sehingga kinerja pemerintah dalam hal membantu untuk pendaftaran Merek betul-betul bisa terbantu, contoh misalnya kami usulkan, perlu ada pasal terpisah untuk sistem jaringan dokumentasi dan pasal terpisah informasi Merek. Misalnya di Pasal 79 dikatakan, sistem jaringan dokumentasi dan informasi Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, diselenggarakan melalui sarana elektronik dan/atau sarana lainnya yang dapat diakses secara nasional dan internasional. Nah kami sarankan ada pasal tambahan dimana ada kalimat pemerintah pusat dan pemerintah daerah memfasilitasi pemberian informasi Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, yang diselenggarakan melalui sarana elektronik dan/atau sarana lainnya yang dapat diakses secara nasional dan internasional. Nah maksudnya apa? Disini perlu adanya pelibatan lima pilar Penta Heligs, siapa Penta Heliq itu? Yang kita tahu saat ini adalah Tripel Heligs, saipa Tripel Heligs itu? Tripel Heligs adalah ABG (Akademisi, Bisnis, Government) saat ini kita perlu menambahkan dua pilar lainnya yaitu ABG CM yaitu (Akademisi, Bisnis, Government, kemudian community dan media) community ini siapa saja yaitu asosiasi-asosiasi. Asosiasipun juga perlu diberikan ruang dalam rangka proses diseminiasi informasi merek, misalnya Apindo, Kadin dan beragam macam asosiasi yang berhubungan dengan proses bisnis usaha yang ada di Indonesia. Kemudian yang terakhir adalah media, tanpa media ini tidak akan memungkinkan mendapatkan nilai potensi dari Merek yang ada. Contoh misalnya sekarang di Belanda orang-orang Belanda yang anaknya itu lahir dari orang Indonesia dan orang Belanda lebih suka ngasih nama anaknya Ujang dibandingkan dengan Robert, bahkan brends Ujang itu digunakan oleh satu projek di Belanda. Ujang

- 7 -

itu adalah lokal geniusnya Indonesia, misalnya tapi belum tentu Bapak, Ibu diruangan ini mau menggunakan brend fasion misalnya Kokom, asep ya untuk brend fasion. Kenapa? Karena itu adalah nama-nama yang jadul, nama-nama yang tradisional, nah ini yang perlu kita cermati bahwa pelibatan lima pihak atau yang disebut penta heligs tadi perlu dimasukkan disini bukan hanya kepada pemerintah saja perlu diberikan ruang, tentunya nanti perlu ada sautu klausul penetapan tentang peraturan bahwa pelibatan sistem jaringan informasi dan juga informasi Merek ini dengan melibatkan pihak-pihak akademisi bisnis government, community dan media. Mungkin itu masukan dari saya mudah-mudahan bisa bermanfaat dan bisa difasilitasi untuk dimasukkan didalam RUU Merek. Terima kasih, Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Wa'alaikum salam Warahmatullahi Wabarakatuh. Kalau kata orang Sunda betul-betul jentre Ibu menyampaikannya ya, sangat jelas sekali tek tek gitu semuanya. Jadi bersemangat juga membuat kami disini betul-betul jadi geregetan ya buy a karena kemarin kami juga Kunker kedaerah, ternyata memang satu tahun pendaftaran dua tahun nungguin, tiga tahun tidak jelas, empat tahun entah bagaimana. Itu kemudian yang menjadi konsen kami disini, juga untuk kemudian bagaimana sistem pendaftaran ini bisa menjadi lebih cepat, bisa kemudian bisa dipantau dengan data best yang dimiliki oleh Kementerian Hukum dan HAM, terkait dengan Dirjen HAKI ini. Kemudian menjadi lebih baik lagi kedepannya. Baik selanjutnya kami minta kepada Dr. Edmon Makarim, S.Kom., S.H., M.H. untuk bisa memaparkan pendapatnya silakan. Dr. EDMON MAKARIM, S.Kom., S.H., M.H.: Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi, Pertama-tama perkenankan saya untuk menyampaikan terima kasih, atas undangan yang diberikan kepada kami. Bapak, Ibu Pimpinan dan juga Anggota Pansus yang terhormat, Perkenankan saya menyampaikan tanggapan dalam dua tahapan, yang pertama adalah slide yang menyampaikan tentang pendapat umum saya. Kemudian setelah slide pertama selesai saya presentasikan saya akan komentari satu persatu pasal tersebut dan dibacakan. Pertama mungkin, undang-undang Merek ini telah berapa kali mengalami perubahan, dan umumnya akan mengacu kepada triefs. Tetapi menjadi pertanyaan besar, apakah benar kita telah mengambil dan membaca utuh sepenuhnya triefs tersebut? Dan mengambil beberapa keuntungan yang ada didalam undang-undang didalam triefs tersebut. Ketentuan-ketentuan didalam triefs contohnya adalah artikel 16 yang memperkenankan ada ferius dalam penggunaan Merek. Ada lagi contoh nanti saya sampaikan ada kata-kata will full, dalam pidana merek, triefs mengamanatkan pembedaan terhadap merek hanya yang will conter freiting treatman artinya jangan dihilang unsur dengan sengajanya. Itu nanti akan saya paparkan satu persatu. Poin yang kedua adalah harus diwaspadai artikel 21 triefs dengan artike 6 dari Paris Convention, dimana pengalihan atas Merek semula bukan hanya dalam Mereknya tapi bisnisnya, jadi

- 8 -

mencakup kepada bisnis. Lalu apakah merek itu hanya sebatas pengertian sebagaimana layaknya cap dagang, atau sesuatu yang sebenarnya adalah daya pembeda? atau disting tifs carakter, atau kalau Bahasa yang dari US landmarks itu kalimatnya adalah in harend lidingsting tifs sesuatu tanda yang memang punya daya pembeda, sehingga kata-kata itu harus tercermin dalam definisi merek. Pada dasarnya merek dilindungi tidak hanya karena didaftarkan saja tapi juga digunakan. Jadi kalau trifs mengamanatkan setidak-tidaknya kalau tiga tahun tidak dipakai artinya boleh dihapuskan. Karena keberadaan merek yang banyak tadi kalau Cuma didaftarkan tapi tidak digunakan, itu namanya a byus dari merek. Sistem digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk menghalang-halangi orang lain menggunakan nama yang intuitif dengan sejarahnya, produknya dirinya. Lalu ada kemungkinan orang menggunakan merek sejak lama dan membangun merek itu tapi lalai mendaftarkannya. Itu kami alami dari keluarga kami, kebetulan mungkin kalau bapak, ibu mencermati ada rumah makan padang yang semula dikenal oleh masyarakat kita masih baru pertama merdeka itu rumah makan surya. Tapi kakek saya tidak pernah mendaftarkan surya tersebut, bahkan dibandingkan dengan rokok gudang garam surya lebih duluan kakek saya ini. Kemudian meninggal dan sampai berikutnya yang terbangun adalah rumah makan surya, family surya, family surya, family surya. Yang uniknya kepemilikan dalam berpikirnya bangsa kita itu tidak individual propertis yang absolut. Jadi kami tidak pernah mempermasalahkan itu, tapi ada fakta bahwa bisa saja pemakai terdahulu adalah orang yang beritiket baik dan justru yang membangun. Tapi sayangnya bisa saja orang yang punya uang belakangan mendaftarkan merek tersebut, dan kemudian menekan kepada kami eksploitasi. Itu pengalaman empiric yang kami alami. Jadi pada dasarnya merek bukan hanya dilindungi karena didaftarkan dan kemudian diberikan propertis oleh negara, tapi ia harus digunakan. Apakah tidak ada kemungkinan bahwa Merek tersebut disalah gunakan? Dalam rezim berpikir HAKI kalau dalam perkuliahan kami itu tidak hanya menyampaikan menstrim bahwa undang-undang yang terkait HAKI melindungi hak seseorang. Tapi ada kemungkinan juga sistem disalah gunakan oleh orang tersebut. Lalu apakah merek yang tidak didaftarkan di Indonesia harus dilindungi? Bukankah rezimnya adalah first to file, lalu jika memang amanat pemidanaan maaf terhalang selain conterfriting treatman dalam triefs perlukah kita menambah-nambah menjadi pemidanaan dalam konteks merek. Dan jangan lupa bahwa bicara triefs adalah bicara tentang perdagangan, apakah pas jika yang diancam adalah orang dalam pengertian individual? Bukankah bicara perdagangan adalah tindak pidana korporasi? Kenapa belum ada dalam Undang-undang RUU Merek kita konteksnya tindak pidana korporasi? Karena ini usaha, nah sayangnya yang kami kawatirkan adalah kita lebih senang banyak mempunyai pidana menambah-nambah lagi pidana karena dalam praktek mungkin pidana adalah maksimum premedium, itu berdagangan doktrin, doktrin adalah rumusan pidana diperlukan juka memang itu jalan terakhir. Optimum freemeredium lebih dekat seharusnya selesaikan secara perdata. Lalu slide berikutnya, ini salah satu contoh yang sudah saya garis bawahi, dari beberapa artikel dalam triefs, dinyatakan bahwa (….) apakah RUU Merek kita hanya memikirkan rakyat saja, tanpa kewajibannya? Lalu artikel 8 promot public interest in secktor of fital importance subside on sistem economic teknologi development. Lalu artikel 8 ayat (2) a profet micers profaidate there are consistence the professional update of this agreement, my be needed to freeven the you biyus of IPR. Jadi triefs mengingatkan, bahwa IPR itu bisa saja ada penyalahgunaan oleh pemegang haknya, or the resort to practis wichs unrisenable restrend treat or uptersely a freat the internasional transport of technology. Bayangkan kalau merek tidak digunakan didaftar oleh satu orang dengan berbagai fariannya, maka yang terjadi adalah setiap orang menjadi terhalang untuk menggunakan tanda pembeda tersebut dalam perdagangannya. Lalu ada artikel 17 pengecualian, Members my profet limited efseftion to the right convert but a treatma sad as farius of descriftif them. Saya tidak menemukan dalam RUU Merek itu memperkenankan ada yang namanya orang menggunakan merek tapi dia tidak beretikat buruk. Profetit that sat eksception take account on the legitimate interest of in the on the threatmart in of the partys.

- 9 -

Lalu artikel 60 the minimis import, member my eksclout for obligasion of the profesion, small cuantitif of god openoun comersial necture conten interferel presoneletely all on small consentmen. Kalau ada pelanggaran di Indonesia tanpa ada menyatakan seperti ini, maka satu atau dua saja jumlah barang itu ditangkap dipabean. Padahal harusnya kalimat triefs waktu ditandatangani adalah deminimis import, kalau small kuantitif kita berpengaruh pada dampak pasar itu bukan masalah untuk ditahan di pabean, itu salah satu contoh. Selanjutnya ini saya bandingkan ketentuan artikel 40 triefs dan artikel 61, IT a beyus versus criminalitynya. Ada banyak-banyak contoh yang mengatakan bahwa lisensi bisa disalah gunakan, ada grendback kondision, koversif faset convension dan lain sebagainya, ini kurang diperhatikan oleh kita sehingga sering kali yang terjadi adalah penyalahgunaan hak terjadi ke bangsa kita. Ya memang mungkin terlambat mengetahui dan menyadari tentang balance of right obligasion dari IPR. Artike 61 saya garis bawahi saya huruf merahkan, member self profet jadi wajib menyajikan criminal prosedul and prenotis, to be a plays setidak-tidaknya berarti minimal yang diminta adalah ini, selebihnya sih silakan saja. In cesies of will full treatmart conter fetty, ini artinya dalam pelanggaran peniruan atau pembajakan merek kata-kata will full itu menjadi penting, kalau Bahasa Indonesianya dengan sengaja, nah kalau dengan sengaja tidak ada, Cuma mengatakan tanpa hak, ada banyak orang tanpa berniat jahat, tanpa punya pengetahuan tentang marxs melakukan pelanggaran akan dapat dipidanakan. Karena memang ada perumusan pemidanaannya, ini yang kami kawatirkan bahkan ini pernah terjadi kesalahan kita dalam undang-undang hak cipta kita yang lama. Kata-kata copyread farise on commercial skill diterjemahkan oleh pembuat undang-undang commercial use jauh bener kaidahnya, sehingga bukan pelaku curang yang dipidanakan, tapi pembeli yang dipidanakan. Pembeli kan tidak tahu tidak mengambil keuntungan, bayangkan ini terjadi pemidanaan diancamkan kepada si pengguna padahal triefs adalah undang-undang tentang perdagangan dunia. Sehingga tidak pengguna yang di ancam, tetapi pedagang yang curang. Lihat juga dibawahnya paling bawah commitate will fully on commercial skill dampak pasar komersial yang dilakukannya. Lalu artikel 10 best paris convenstion, rata-rata yang kami belajar tentang IPR biciara treatmarx itu selalu diletakkan dengan unfer competition, unfer competition itu salah satunya adalah bicara soal like cleihud atau miss liding, atau confiusing nah kalau tidak ada patokan norma dalam RUU yang menyatakan terpenuhi kondisi like cleihud, maka berat sekali dalam penerapannya nanti. Mungkin itu yang terlupakan perincian kaidahnya, saya ingatkan bahwa artikel 10 best Paris Convention perlu dicantumkan sebaiknya didalam RUU Merek ini. Mengapa? Karena kita punya Undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dalam pengecualiannya jelas-jelas mengatakan segala sesuatu yang berkaitan dengan HAKI dikecualikan dari undang-undang itu. Jadi salah besar sebenarnya secara doktrin. Berikutnya bagaimana dengan pembedaan, dalam prakteknya dalam kuliahan mengajarkan adanya doktrin tentang spectrum dari pembeda tersebut. Dari yang tidak punya daya beda sama sekali, karena sesuatu yang sangat generic, lalu sampai dengan yang sangat berbeda sekali, sehingga dalam prakteknya ada yang dikenal fensi fullmarxs, arbiterimarxs, subjectismarxs, statistigmarxs. Generic kata-kata umum, deskriptif adalah misalnya telpon genggam, tidak bisa telpon genggam jadi merek. Mereknya adalah yang lain, telpon genggam adalah jenis barangnya, itu harusnya ada dengan tegas. Lalu delik berikutnya, tentang aplikasi merek secara on line, kalau tidak dapat dipastikan sistem on line tadi handal aman dan bertanggungjawab, sebaiknya jangan diselenggarakan buat publik. Bayangkan data best itu property, kemudian dengan dasar itu kalau itu rusak semua hilanglah harta benda sekian banyak orang. Bayangkan di Indonesia sistem elektronik itu dapat dikatakan masih belum aman, sesuatu yang berhubungan dengan internet itu sesungguhnya itu adalah leg of security. Sehingga harusnya memenuhi pasal 15 Undang-undang ITE, sistem diselenggarakan harus handal artinya disaign untuk menjawab kebutuhan, aman teramankan secara fisik dan logic, bayangkan kalau setiap orang akses memang

- 10 -

gampang dan merubah-rubah data tersebut maka kepemilikan telah dicuri hanya dengan akses informasi elektronik. Lalu kejelasan pertanggungjawaban, sebagaimana kita ketahui keotentikan terhadap suatu informasi public dan dokumen publik,diinternet itu sangat rentan. Bahkan dapat dikatakan bapak, Ibu mungkin sehari-hari menemukan, mendownlood informasi disitus negara belum tentu sama dengan apa yang tercetak sesungguhnya, pernah kejadian itu. Lalu apakah pemeriksa juga mempunyai sertifikasi yang sesuai dengan standar pemeriksaan secara nasional, regional maupun global? Karena kata-kata pemeriksa merek adalah orang yang sesuai dengan keahliannya. Jadi setidak-tidaknya mungkin akan ada turunan untuk menjelaskan tentang sejauhmana batas keahlian itu dapat dibuktikan. Apakah sangsinya jika diberikan merek tetapi tidak digunakan, atau memproduksi di Indonesia atau tidak diimpor ke Indonesia, itu secara umum saja. Lalu pelanggaran terhadap merek, sebagaimana saya kemukakan kalimat counter liketing god hasil pemalsuan merek dari merek yang sudah terdaftar, jika masalahnya adaldah suatu tanda, kemudian terjadi dilusi, maka harusnya fokus penyelesaian sengketa tersebut adalah sejauhmana adanya perbedaan itu dipertahankan. Pelanggaran terhadap hal ini sesungguhnya adalah frouds karena menipu kantor merek, jika seseorang tidak sesungguhnya tidak layak untuk mendapatkan merek, kemudian mendapatkan merek berarti orang tersebut menipu sistem, dan kemudian dia menyalahgunakan merek tersebut untuk menghantam kompetitornya. Karena dia suatu saat akan mengeksploitasi pihak lain, selayaknya ancaman pidana terhadap orang-orang yang tukang serobot seperti ini harus ada ketimbang hanya mengancam pengguna yang belum tentu salah. Bagaimana hal orang yang membeli dan menggunakan satu barang yang tidak diketahui ternyata barang itu merupakan produk hasil pelanggaran merek? Apakah dia harus dikatakan melanggar merek pula? Yang terakhir dari slide saya adalah, penyelesaian sengketa merek, selain sengketa pengadilan lewat pengadilan, mungkin perlu juga dibuka kemungkinan, karena ini bicara soal dagang, para pihak dapat menyelesaikan sengketanya dialternatif disbut solusion. Kemudian didalam RUU Merek ini ada penetapan sementara, minta putusan sela kepada pengadilan, tapi kalimatnya adalah sebanding, kalau sebanding berarti 100 juta yang mau masuk, maka saya kasih jaminan ke negara 100 juta kurang pas, harusnya proporsional. Karena rugi sekali buat saya untuk mengatakan, untuk menegakkan hak saya harus membayar lebih dahulu, senilai yang sama. Lalu sengketa merek selayaknya lebih pas dengan mekanisme perdata yang lebih utama, bukan pidananya karena seharusnya pemidanaan adalah ultimatum dari optimum remedium, bukan maksimum remedium walaupun itu delik aduan. Selanjutnya Bapak, Ibu perkenankan saya akan menyampaikan satu persatu berdasarkan RUU Merek ini. Mengenai judul Undang-undang tentang Merek, saya lihat strukturnya adalah selain merek bicara soal indikasi geografis. Sementara dalam cembering atau chavter di triefs antara merek, seksion dengan indikasi geografis seksion itu berbeda. Kalau indikasi geografis sebagai sebuah rezim berada didalam merek itu baru parsial komponen menurut saya, sehingga kalau memang ini mau dikatakan ada dua chapter berbeda dalam satu undang-undang, akan lebih bagus judulnya clear saja, ”Undang-undang tentang Merek dan Indikasi Geografis”. Secara kaedah nanti begitu dibaca keluar pada saat ada penterjemahan ke Bahasa asing maka orang asing juga akan melihat oh Indonesia sudah ada undang-undang tentang merek dan indikasi geografis. Lalu kalau memang dalam diktum pertama menimbang dikatakan bahwa di era perdagangan global sampai seterusnya, kalimat terakhirnya adalah dalam menjaga persaingan usaha yang sehat. Norma larang IP Opyus tidak kami temukan, didalam pemidanaannya, sehingga diktum pertama saja menjadi pertanyaan nanti, jika diteliti lebih dalam. Lalu ketentuan Pasal 1 ayat (1) merek adalah tanda yang ditampilkan secara grafis, kalau memang ada teori tentang persamaan pada pokoknya berdasarkan bukan hanya huruf, kata gambar dan warna, tetapi juga kesamaan suara, maka rasanya secara grafis menjadi hambar dalam pelaksanaan untuk melihat keberadaan pembeda dalam merek. Saya mengusulkan kata-kata grafis diangkat saja, karena membuat merek itu jadi kelihatannya hanya yang fisual. Memang tidak salah dalam mereferensi karena

- 11 -

referensi dalam yuke United Kingdem mengatakan seperti ini. Tetapi didalam triefs tidak diamanatkan bahwa harus secara fisual karena dalam prakteknya kalau kita melihat di negara Amerika tidak dibatasi kepada konteks grafis saja. Saya hanya mengingatkan kembali bahwa merek kalau kita rujuk ke Bahasa inggrisnya kan adalah marks, beda dengan pemahaman historis kita tentang cap dagang, cap dagang berarti dicap, ditempelin semua produk barang atau jasa. Sehingga kalau merek jasa terhadap bluebird seolah-olah Cuma gambar bluebird, padahal seharusnya kalau jasa penyelenggaraan yang inheren sebagai pembeda misalnya, mobil berwarna biru, dengan semua peletakan bagaimana penyeleggaraan jasa taksinya. Atau rumah makan, rumah makan bukan hanya rumah makannya, tetapi tata letak lay outnya dan sebagainya. Lalu bapak, ibu sekalian saya merujuk kepada sistem elektroniknya, menurut hemat saya mengusulkan kalau diperkenankan sistem elektronik untuk pendaftaran merek, seharusnya ada pendefinisian didepan, karena ada cafters berikutnya. Dan saya mengusulkan harusnya adalah kalau memang sistem itu laik, memenuhi sertifikasi kelaikan berdasarkan undang-undang nomor 11 Tahun 2008 yang diturunkan juga dalam peraturan pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik baru boleh dijalankan aplikasi permohonan secara elektronik. Tapi jika tidak maka akan lebih banyak mudorot daripada manfaat. Kemudian, jadi Pasal 4 itu diayat (1) mungkin akan lebih baik jika dikasih kalimat kondisional sepanjang sistem elektronik tersebut upertable. Lalu Pasal 20 jika kami simulasikan sebagai berikut, dikatakan bahwa Merek tidak dapat didaftar, tidak dapat didaftar berarti dari awal seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk mendapatkan Merek jika:

a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, mungkin gampang untuk dicari, Moralitas mungkin perlu penjelasan, bagaimana moralitas konteksnya? Agama, kesusilaan, dan ketertiban umum. Mungkin menurut hemat kami ada sedikit yang memperjelas bahwa ini ada konteksnya.

b. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Berarti yang ini disampaikan sebenarnya adalah, kalau merek itu hanya menjelaskan suatu sifat atau jenis barang, maka tidak layak menjadi merek dagang. contoh: Telepon genggam, Kamera pegang misalnya itu adalah jenis barang dirkriftif dari penggunaan barang sebenarnya itu tidak boleh jadi merek. Hanpon jadi merek tidak boleh, yang menjadi mereknya adalah yang lainnya.

c. Memuat unsur-unsur yang dapat menyesatkan masyarakat, bagaimana hal ini akan dapat dibuktikan? Untuk menyatakan bahwa itu selayaknya tidak dapat didaftarkan. Kata-katanya adalah “dapat menyesatkan masyarakat” dapat kan berarti belum harus dibuktikan, “dapat” berarti bahwa ini sangat subyektif nantinya oleh pemeriksa. Kalau pemeriksan tidak melakukan buku guidens yang untuk dipublikasikan kepada public maka ini menjadi ruang untuk korupsi. Saya melihatnya bahwa sebaiknya kita memerlukan kaidah untuk menjelaskan sejauhmana yang dianggap dapat menyesatkan masyarakat yang akan menjadi pegangan bagi pemeriksa merek. Sebagai contoh misalnya adalah, apa yang terdapat dalam artikel 16 ayat (1) yaitu convition like liehood dipadukan dengan referensi dari land hamd at Amerika, broft of liehood of convition tiga hal; 1) Harus dilihat market faktor; 2) Inten of the acxter; 3) Efidens of eccual convition.

- 12 -

Setidak-tidaknya ada penjelasan tentang ukuran-ukurang dianggap dapat menyesatkan masyarakat. Hal ini juga berlaku jika kita melihat referensi terjadi pada perumusan uniform disbuter resolosion policy dalam sibermark (nama domain). Dikatakan dianggap memenuhi unsur beritikat tidak baik bilamana, sehingga ada kepastian hukum buat masyarakat. Jadi itu usulan saya mungkin perlu penjelasan terhadap ukuran-ukuran untuk dapat menyesatkan masyarakat. Lalu Pasal 21 ayat (3) permohonan ditolak jika merek tersebut merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal. Ini sangat menarik, kalau nama berarti pons suara, teks, apakah suara merupakan grafis, ini menjadi ukuran lagi bahwa kata-kata grafis didalam pendefinisian Merek agak mengecilkan makna. Lalu kalau untuk nama yang terkenal, pernahkan seseorang di Indonesia dilahirkan bernama Jhonson dikatakan melanggar nama terkenal dari Jhonson beby oil? Atau nama Yulius, sedunia nama Yulius. Rasanya kalau kita memasukan ini walaupun ada didalam convensi internasional justru mengalahkan kepentingan nasional kita. Sewaktu saya kecil saya ingat bedak wanita yang terkenal selain Viva, mereknya adalah Madonna, dan pada saat itu Madonna belum menjadi artis ternama, lalu apakah kata-kata itu juga harus hilang sebagai sesuatu merek di Indonesia? Jadi rasanya terkenal atau tidak terkenal, jangan dipersepsikan dari negara majunya saja, mereka akan mengatakan saya sangat terkenal karena saya melakukan promosi kemana-mana. Padahal tidak semua orang kenal, harusnya diukur dimarket dinegara yang dituju khususnya di Indonesia. Bukanlah terkenal kalau tidak pernah didaftarin di Indonesia. Lalu berikutnya adalah, Pasal 31 dalam hal merek terdaftar melanggar moralitas agama, kesusilaan, dan ketertiban umum, komisi merek memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk melakukan penghapusan. Apakah dapat dilakukan atas dasar inisiatif sendiri, atau memang harus dulu menunggu komplin masyarakat? Kalau memang ada kewajiban Dirjen HAKI dan ada hak Dirjen HAKI untuk melakukan penghapusan dengan melihat dengan pemantauan sendiri, maka harus ada kewajiban dari Dirjen HAKI dalam SOPnya memantau semua pendaftaran merek apakah digunakan ataukah tidak? Harus ada sistem jika tidak maka Dirjen Haki melanggar Undang-undang ini sendiri, mungkin harus diperhatikan oleh Dirjen Haki. Kalau memang punya inisiatif ada kewajiban untuk bisa menghapuskan atau membatalkan harus ada SOP pekerjaan memang ada urusan pekerjaan itu yang dijalankan oleh Dirjen Haki. Hal yang berikutnya adalah Pasal 41 ayat (6) dan Pasal 42 ayat (5) jika memang disepakati bahwa treatmark adalah rezim dalam property, makanya disebut intelektual property, benarkan adanya yang namanya pengalihan hak harus dicatatkan dulu ke Dirjen, baru kemudian berlaku pada pihak ketiga. Bukankah suatu propertis jika para pihak sepakat dan pengalihannya sesuai dengan tata cara hukum kebendaannya, maka tidak ada kewajiban administrative seperti ini. Kecuali jika kita mengatakan obyeknya adalah barang tidak bergerak, contoh tanah untuk menjaminkan harus masuk dalam catatan buku tanah. Pengalihan, penguasaan hak atas tanah berarti bukan dia pemiliknya, kalau sertifikat merek justru memperlihatkan hak atas bergerak yang obyeknya inmaterial. Jadi saya melihatnya adalah rasanya 6 dan 5 ini Pasal 41 ayat (6) dan ayat (5) jangan berkata-kata bahwa tidak berlaku atau tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. Bagaimana bisa ada suatu hal yang formil menyatakan akibat hukum atau materialnya, rasanya akan menjadi celah buat penyalahgunaan. Lalu Pasal 43, pemilik merek terdaftar yang telah memberikan lisensi kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga untuk menggunakan merek tersebut kecuali diperjanjikan lain. Mohon mungkin menjadi catatan kita semua bahwa hal ini seperti menafikkan keberadaan lisensi yang ekslusif. Seharunya tergantung kepada kejadiannya, harus ada kata-kata dalam hal non ekseklusif, tapi kalau ada perjanjian lisensi ekslusif, maka sebaiknya tidak ada kata-kata bahwa pemilik dapat melisensikan lagi kepada pihak lain. Lalu didalam Pasal 46 ayat (4) untuk pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah, pemerintah

- 13 -

atau masyarakat dapat mendaftarkan merek kolektif yang diperuntukan bagi pengembangan usaha dimaksud, dan/atau pelayanan public. Jadi saya mengusulkan penambahan kata-kata “atau masyarakat”, masyarakat ini bisa merupakan bentuk asosiasi dari pedagang-pedagang. Lalu kemudian Pasal 53 BAB tentang Intansifikasi Grafis, kalau kita melihat dalam kaca mata pandangan umum yang awam untuk melihat bahwa merek menurut kondisi geografis cukup berbeda maka, jika Bab mengenai indikasi geografis menyelak ditengah seperti ini, lalu selesai penyelesaiannya dalam pasal-pasal berikutnya baru masuk merek lagi, rasanya akan membingungkan masyarakat. Akan lebih bagus selesaikan semua terlebih dahulu ketentuan tentang merek baru masuk capter berikutnya semua tentang indikasi geografis. Jadi saya mengusulkan kalau bisa strukturnya dijelaskan dalam dai cafter tadi. Penting untuk menjadi catatan kita juga, terkait dengan indikasi geografis, kalau memang dia menjadi sumber daya pembeda dan menjelaskan karakteristik terhadap sesuatu mutu barang atau jasa, tidak dapat dilupanan bahwa ada keberadaan masyarakat hukum adat, dimana keikatannya bukan hanya faktor territorial tapi juga dunia logis. Jadi karakteristik bangsa asmat membuat patung berarti tidak hanya mencerminkan patung itu dibuat di Irian Jaya, tetapi jangan-jangan juga harus melindungi anggota suku asmat, yang tinggal diluar negeri yang dia juga punya hak untuk membuat patung asmat. Sehingga dengan dasar itu kita akan melihat bahwa sesungguhnya merek dengan indikasi geografis walaupun terkait tetapi tidak identic memang seharusnya chafter diperjelas berbeda. Contoh lagi adalah tenun silungkang, apakah orang padang yang diluar padang tidak boleh membuat tenunan itu? Maka itu juga menjadi kata kunci juga terkait dengan indikasi geografis. Lalu Pasal 58 ayat (2) butir d, ahli lain yang kompeten, mungkin perlu mendapatkan penjelasan, sejauhmana yang disebut kompeten? Yang dibuktikan dengan apa? Karena jika tidak suatu saat aka nada pergroup in group didalamnya. Lalu Pasal 61 ayat (2) tidakah dengan pertimbangan Menteri Luar Negeri perlu disertakan, karena ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran indikasi geografis dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan Pasal 64 ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri saja. Sementara hubungan luar negeri saja harus senantiasa melibatkan kementerian luar negeri, saya mengusulkan dengan pertimbangan Kementerian luar negeri, diperlukan. Boleh dalam berada dalam norma, atau cukup dikatakan dalam penjelasan. Selanjutnya adalah Bab XII tentang Penghapusan, akan lebih jelas buat public membaca normanya jika sebelumnya dicantumkan terlebih dahulu kondisi apa yang dapat mengakibatkan suatu merek layak untuk dihapus. Jika tidak maka ini hanya sebagai sebauh persyaratan formil saja, akan lebih bagus jika kaidahnya disebutkan, misalnya sautu merek yang didaftarkan tidak sebagaimana yang digunakan. Jadi kalau dia hurufnya misalnya huruf tegak dalam pelaksanaannya huruf miring, maka harusnya yang dijalankan harusnya dengan huruf tegak. Itu salah satu contoh karena, kesan pembedanya justru dihuruf tegak bukan dihuruf miringnya. Lalu Pasal 72 Penghapursan merek terdaftar ayat (1), penghapusan merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dalam bentuk gugatan, kepengadilan dengan alasan merek tersebut tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut, dalam perdagangan barang. Jika kita mengamati dalam treafs substansinya harus ada kata-kata dengan alasan yang syah, kalau tidak ada alasan yang syah untuk tidak menggunakan Merek tersebut meskipun telah didaftarkan berhak untuk dinyatakan penghapusan. Jadi ada sisipan kata-kata harus ada dengan alasan yang syah dulu. Lalu Pasal 74 pemilik merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) setelah mengajukan permohonan kepada Menteri. Bingung kami membacanya, dikatakan bahwa merek dilindungi karena pendaftaran, lalu ada pemilik merek yang tidka terdaftar, nanti bagaimana kreterian menyatakan bahwa dia memang pemilik merek yang sesungguhnya? Saya berikan contoh tadi, kakek saya mau membangun rumah makan mereknya Surya, rumah makan surya, dia pemilik merek tapi dia tidak terdaftar, apakah itu yang dimaksudkan? Jika memang begitu berarti harus ada

- 14 -

ketentuan adanya verius dalam penggunaan merek yang tidak terdaftar. Atau pengguna merek terdahulu. Pasal 79 yang terkait tadi, saya tutup bahwa sebaiknya baru diperkenankan kalau memang terjamin dulu bahwa sistem elektronik dalam melakukan pendaftaran tadi, akuntable sesuai dengan peraturan perundang-undangan, jadi disisipkann diakhir Pasa 79. Lalu kritik saya terhadap Pasal 82, kalimat ayat (2) dalam hal tergugat dituntut menyerahkan barang apakah ini juga tidak termasuk konteks sita? Harusnya bukankah ini berada permintaan penyitaan terhadap barang yang dianggap melanggar. Pasal 90 berikutnya, Pasal 90 butir d menyerahkan jaminan berupa uang tunai dan/atau jaminan bank sebanding, nah ini saya bilang, kalau misalnya saya punya merek ada barang yang mau masuk melanggar merek saya nilainya adalah 100 juta, kalau saya harus deposit 100 juta dulu untuk jaminan berarti saya kalah dua kali. Kenapa biaya untuk itu sudah keluar kemudian menangnya belum tentu, biaya administratifnya berat, maka harusnya kata-katanya adalah sebanding atau proporsional. Jika ditambahi kalimat porporsional, kalau memang nilainya 100 juta depositnya 50 juta misalnya, konteksnya harusnya seperti itu proporsional. Lalu BAB XVII tentang ketentuan pidana, kalau kata-katanya setiap orang yang dengan tanpa hak, maka semua orang yang tidak sengaja bisa kena. Saya mengingatkan will full, didalam criminal prosedur di treafs itu memperlihatkan bahwa harus ada unsur dengan sengaja dulu. Sehingga kata-kata dengan sengaja dan tanpa hak itu harus menjadi penentu adanya pidana berjalan atau tidak. Lalu mohon diperkaya karena ini sebagai usaha perdagangan tindak pidananya konteksnya korporasi. Kalau ini kan setiap orang semuanya huruf kecil, sementara dibelakang ini adalah sebetulnya sengketa dagang, maka tindak pidana korporasi yang mungkin harus diperhatikan. Demikian dari saya lebih dan kurangnya saya mohon maaf terima kasih, selamat siang. KETUA RAPAT: Ya terima kasih kepada Dr. Etmon Makarim, selanjutnya kami persilakan kepada bapak dan Ibu Anggota Pansus untuk bisa menyampaikan pertanyaan dan/atau barangkali tanggapan. Kami persilakan, F-P. GERINDRA (WIHADI WIYANTO, S.H.): Ya terima kasih Pimpinan, Pertama-tama saya kepada Ibu Poppy, saya melihat Ibu Poppy banyak berbicara mengenai masalah UKM. Permasalahan UKM ini adalah merupakan suatu permasalahan yang sebenarnya tidak lepas dari masalah pembuatan barang-barang palsu, awalnya demikian. Sehingga pemerintah mendorong mereka dengan kreatifitasnya untuk dijadikan suatu merek, saya melihat disini ada keberpihakan terhadap industry dalam negeri. Dan saya melihat juga Bu Poppy disini ada beberapa hal dalam merek itu yang Ibu kemukakan tentang permasalahan pendaftaran yang begitui lama. Saya melihat bahwa pendaftaran yang begitu lama, apakah itu merupakan indikasi bahwa sebenarnya pembuatan undang-undang yang sekarang ini dengan mengacu adanya protokol madrid yang membuka lebar-lebar pendaftaran itu dengan sistem yang tidak bertele-tele dan juga ini juga memberikan suatu kesempatan untuk merek itu go internasional. Karena disitu merek bisa langsung didaftarkan, langsung menyebutkan negara mana yang bisa diinginkan melalui protokol madrid itu. Pertanyaan saya begini, menurut Ibu apakah siap Direktorat Haki ini dengan keluh kesah Ibu yang Merek saja mendaftarkannya sudah begitu lama, terus kemudian undang-undang ini dirubah untuk menjadi yang mengacu kepada Protokol Madrid? Kalau tidak salah saya mendapatkan informasi bahwa di direktorat Haki itu saat ini untuk pendaftaran merek masih tertumpuk kurang lebih 100 ribu merek. Nah kemudian juga mengenai masalah UKMnya, apakah UKM ini kita memang harus dorong,

- 15 -

harus dorong kesana untuk merek, ataukah hanya sebagai pembuat saja? Kalau melihat kesulitan yang ada sekarang ini, UKM ini hanya sebagai pembuat, melihat yang demikian perlu tidak sih sebenarnya undang-undang ini dirubah? Karena dengan Protokol Madrid itu dampak negatifnya kita bahwa merek internasional itu akan lebih mudah mendaftarkan dengan sistem on line itu dan ini berkembangnya UKM kita akan semakin terjepit terhadap merek itu. Nah keberpihakan daripada kita ini sekarang ke produksi nasional atau keproduksi luar? Itu mungkin juga sekalian saya minta pendapat pada Pak Edmon ini masalah protokol madrid. Kemudian mengenai masalah merek ini kan kalau kita lihat kan ada sistem administrasi dan ada dua hal, administrasi dan penegakan hukumnya. Yang tadi Pak Edmon katakana ini korporasi, yang menjadi permasalahan saat ini adalah apakah korporasi yang dimaksud pak Edmon itu adalah jugta sampai kepada UKM? Nah disini kita ada sedikit perbedaan pak, karena UKM belum tentu mereka itu seperti korporasi, nah disini apakah masih kita bicara bahwa seorang UKM disamakan dengan korporasi sehingga dia pada saat mengajukan aduan, barangnya mereka dipalsu, seperti misalnya rumah makan, apakah dia bisa merupakan delik aduan dengan biaya yang mungkin harus diperhitungkan biayanya itu kalau itu dilakukan misalnya pemalsuanya rumah makan dipadang dipalsukan di Bali misalnya? Atau di Papua misalnya? Dan dia melakukan itu dirugikan disana, apakah itu akan melakukan itu dengan delik aduan? Nah disini apakah masihkah delik aduan itu menjadi sesuatu hal yang sacral untuk merek ini, ataukah sebenarnya delik aduan itu bisa kita turunkan menjadi delik biasa? Nah ini saya minta pendapat Bu Poppy dan Pak Karim mengenai masalah kedua hal tersebut, saya kira sementara dua hal itu dulu terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, barangkali bisa langsung ditanggapi oleh Ibu Poppy, juga oleh Dr. Edmon silakan. POPPY RUFAIDAH, S.E., M.B.A., M.H.: Terima kasih masukannya, pertanyaan permasalahan UKM tidak terlepas dari aktifitas yang dikatakan tadi menggunakan merek palsu untuk produksi barang jasanya. Apakah keberpihakan kepada UMKM ini menjadi priroritas dalam hal pembahasan RUU Merek ini atau tidak, dimana permasalahan yang dihadapi adalah tadi ya masalah teknis pendaftaran terlalu lama, kemudian juga kesiapan dari direktorat Haki yang mana sampai sekarang masih menumpuk memproses 100 ribu pendaftar merek dan seterusnya. Kemudian juga apakah dengan adanya protokol madrid ini akan memfasilitasi merek-merek nasional lebih cepat untuk go internasional? Dan juga sejauhmana keberpihakan pelaku usaha nasional untuk menjadi pelaku internasional. Mungkin kami dapat sampaikan bahwa pemerintah bekerja tentu berdasarkan Undang-undang. Undang-undang itu yang akan menyebabkan melakukan sesuatu, kemudian tanpa adanya undang-undang tersebut mereka tidak akan bisa bekerja. Saat ini kita ketahui bahwa dalam rangka untuk meningkatkan fasilitasi pelayanan dasar untuk dibuatnya RUU Merek ini adalah memberikan pelayanan, itu sudah sangat jelas sekali disebutkan dicantumkan didalam draf naskah akademik untuk penyusunan RUU Merek ini, adalah memberikan pelayanan. Yang dimaksud dengan memberikan pelayanan kita ini harus mengikuti perkembangan jaman, perkembangan jaman saat ini adalah dengan menggunakan sistem informasi dan sistem berbasis IT. Kita tentu perlu ditanyakan kepada Direktorat Haki apakah mereka hanya menggunakan sistemnya web on line saja? Tidak menggunakan sistem inpreises sos planning asehingga mampu memberikan layanan yang begitu cepat. Kalau misalnya kita merujuk misalnya negara Amerika saja untuk KTP, sosial security number saja bisa mengurus rakyatnya dengan baik, yang namanya

- 16 -

kecelakaan dan lain sebagainya bisa di trekking mulai dari Yutah sampai negara Florida kenapa Indonesia tidak bisa? Jadi kami meyakini bahwa RUU ini akan sangat mungkin membawa bangsa Indonesia lebih baik lagi, tetapi bagaimana caranya? Melalui RUU ini difasilitasi seperti tadi dikatakan bahwa untuk proses pendaftaran dan lain sebagainya adalah dengan sistem elektronik dan lain sebagainya, ini akan mampu untuk membuat pemerintah bekerja lebih baik lagi, melalui Direktorat Haki ini, Jadi tidak ada keragu-raguan. Tetapi bagaimana caranya dalam konten RUU ini pemerintah bekerja dengan nyaman adalah difasilitasi dengan kalimat-kalimat yang membuat mereka bisa bekerja lebih cepat lagi. Nah sehingga nanti diturunkan dalam anggaran dan seterusnya, sehingga mereka bekerja dalam membantu untuk keberpihakan dalam pendaftaran merek khususnya untuk UMKM. Kemudian jadi yang disebut dengan pendaftaran terlalu lama karena kami meyakini mereka tidak mungkin misalnya Dirjen Haki tiba-tiba melakukan pembelian sistem IT, atau sistem IRT yang saat ini banyak digunakan oleh perusahaan kalau tidak ada ketentuannya. Saya memang tidak tahu, F-P. GERINDRA (WIHADI WIYANTO, S.H.): Sebentar bu, interupsi bu! Yang Ibu sampaikan itu tidak valid dalam kondisi saat ini karena Direktorat Haki itu sudah mendapatkan bantuan tentang on line itu 5 tahun yang lalu dan itu dirusak sendiri. Jadi apa yang ibu katakana itu sebenarnya tidak sesuai, sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh Dirjen Haki dan itu sudah dipropos, dalam undang-undangnya juga sudah seperti itu. Jadi jangan hanya melihat seakan-akan bahwa Undang-undang ini baik dan segala macam ini, saya hanya menanyakan saja perlu tidak dengan sekarang? Karena sekarang ini kalau kita lihat bahwa yang namanya dengan kondisi sekarang pendaftaran yang masih 100 ribu dan kemudian undang-undang ada ini selesai tidak masalah saya ini? Jadi keberpihakan ini harus ada bu, jadi dengan sistem on line mau apa ini tidak bicara mengenai Dirjen Haki harus membeli itu, itu sudah ada bu. Bukan harus membeli, sudah ada ya sistem itu sudah ada, dari 5 tahun yang lalu, dan seharusnya Dirjen Haki sudah tidak lagi menumpuk menjadi 100 ribu, tidak perlu dengan merefisi sekarang perangkat ini. Itu yang perlu saya pertanyakan kepada ibu terima kasih. POPPY RUFAIDAH, S.E., M.B.A., M.H.: Ya, terima kasih ya. Jadi perihal apakah ini pertanyaannya adalah adanya keterlambatan didalam kajian naskah akademikpun juga disampaikan, tentang keterlambatan dalam hal memberikan fasilitasi pendaftaran merek. Bahwa Undang-undang ini harus mampu menyatakan proses pelayanan untuk pendaftaran merek itu adalah singkat, kemudian juga memberikan kepastian hukum kepada para pelaku yang mendaftarkan mereknya. Apakah itu klausul pasal dan lain sebagainya seperti yang tadi disampaikan didalam pemaparan yang lebih awal. Kemudian tentang mengenai apakah yang dimaksud dengan korporasi mungkin nanti pak Edmon yang menyatakan bahwa peraturan istilah korporasi dengan UMKM tentu ini istilah yang berbeda tentu ada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Yang berhubungan dengan keberpihakan kepada pelaku usaha, dalam rangka untuk pendaftaran merek apakah dengan adanya protokol madrid ini memberikan kesempatan merek go internasional? Atau bahkan ini menjadi suatu permasalahan? Jadi berdasarkan klausul yang ada didalam RUU, bahwa fasilitasi untuk pendaftaran merek internasional itu, itu yang perlu dicermati. Bahwa didalam undang-undang ini, proses pendataran merek internasional itu yang harus dibantu. Apakah melalui mekanisme protokol madrid ini akan memberikan kesempatan go internasional atau tidak? Itu tergantung dari UMKMnya. Karena ini hanya proses go

- 17 -

internasional saja, misalnya merek yang sudah diperoleh, tapi untuk mengembangkan bisnis ternyata dia tidak bisa, karena tidak punya modal dan lain sebagainya. Jadi itu out of conteks pertanyaannya, pertanyaannya disini adalah, bagaimana caranya difasilitasi proses pendaftarannya? Kalau sudah dapat baru itu nanti permasalahan lainnya lagi. Karena untuk mendaftarkan kepastian bahwa merek itu adalah diperoleh, itu yang peling penting. Mungkin itu mohon maaf kalau kurang berkenan ya. F-P. GERINDRA (WIHADI WIYANTO, S.H.): Jadi begini, mohon maaf Pimpinan Protokol madrid itu kan membuka pendaftaran dengan kemudahan, UMKM juga diberikan kesempatan untuk mendaftar secara mudah. Namun kesiapan dari UMKM itu bukan kepada permasalahan masalah daripada dia berbisnis. Yang saya pertanyakan ini bahwa protokol madrid ini akan menjadi kontra produktif apabila yang namanya produksi dalam negeri ini terbentur oleh yang namanya merek yang hampir bersamaan, mempunyai persamaan dengan internasional. Sedangkan yang diinternasional mereka akan lebih mudah masuk ke Indonesia dengan pasal-pasal yang ketentuannya itu bahwa dengan merek terkenal. Nah karena ini adalah UMKM maka saya melihat disini proteksi UMKM dalam hal ini justru dengan protokol madrid ini saya pertanyakan. Bukan, bukan, bukan konteksnya bukan saya menanyakan majunya atau ini, tapi ini perlindungannya yang saya tanyakan. Urusan dagang bukan urusan kita, ibu mesti harus dulu ini permasalahannya. Bahwa ini dengan mendaftar ini, UMKM ini akan kesulitan atau tidak justru? Kalau kita bicara on line bu, yang namanya on line sekarang gampang ngomong disini on line, tapi coba di kabupaten untuk handpon saja, untuk data saja signal naik turun, bagaimana ibu bisa mengatakan jangan bicara masalah di Yutah. Coba kita bicara di Ciamis, ya bicara di Dapil saya UMKMnya untuk mendaftarkan on line saja mereka kesulitan. Karena masalahnya apa? Kepala Dinasnya untuk masalah ini masih belum jelas kemana mendaftarnya? Nah ini yang harus kita perhitungkan, jadi jangan hanya membuat undang-undang saja, tapi infra strukturnya tidak dipersiapkan. Jadi inilah, saya kemarin sempat bertanya juga, sebenarnya ini, undang-undang ini kemauan Dirjen apa kemauan dunia industry gitu? Kalau saya selama ini kedunia industry saya pertanyakan kepada mereka, mereka tidak melalui bahwa undang-undang ini mempunyai manfaat buat mereka. Tetap saja akan terjadi seperti itu, nah inilah yang menjadi kita samakan dulu, sebenarnya kemana arahnya undang-undang ini? Jangan asal kita ratifikasi-ratifikasi saja gitu, melindungi tidak industry dalam negeri kita dengan ratifikasi undang-undang, refisi undang-undang merek ini? Saya kira itu terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, pak Wid, Pak Wid ini memang sangat bersemangat sekali untuk bisa membenahi Dirjen Haki khususnya ya bu, mohon maaf kalau beliau agak sedikit memberik semangat sekali sebelum kami rapat kami sudah melakukan beberapa brenstorming. Yang terpenting barangkali juga kami minta masukan dari Bapak dan Ibu Poppy dan juga Dr. Edmon untuk kemudian jika pemerintah Indonesia melakukan ratifikasi protokol madrid. Sebetulnya keuntungan atau kerugiannya apa sih? Yang kemudian akan berdampak terhadap para pelaku ekonomi, khususnya industry kecil dan menengah tadi yang disampaikan oleh ibu dan bapak. Itu barangkali bisa menjadi tambahan juga penjelasan dari bapak dan ibu terima kasih. Lanjut bu silakan lanjut tadi. POPPY RUFAIDAH, S.E., M.B.A., M.H.:

- 18 -

Ya, jadi tidak apa-apa ibu ketua saya senang sekali mendapatkan yang semangat-semangat, dan juga ini pengalaman saya pertama diundang pak di DPR melihat gedung yang sangat indah sekali, dan langsung mendapatkan sosok seperti bapak ini. Jadi tadi sudah disampaikan secara tertulis tentang Bab VII tentang permohonan pendaftaran merek internasional. Perlu ada Pasal yang berisi tentang pembinaan dan pengawasan untuk UMKM misalnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan permohonan pendaftaran merek internasional, yang dilakukan usaha mikro, kecil, menengah yang diperuntukkan bagi pengembangan usaha dimaksud, dan/atau pelayanan publik. Makanya yang itu tadi disampaikan perlu ada klausul ini, sehingga pada saat nanti UMKM daftar, ini sudah ada pasal, sudah dibina belum, sudah tahu belum dan seterusnya. Karena didalam Bab VII Permohonan pendaftaran merek internasional klausul ini tidak ada. Bahkan disini juga disampaikan tentang pembinaan pendaftaran merek internasional dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Kemudian juga disini disampaikan pembinaan pendaftaran merek internasional, sebagaimana dimaksud meliputi, persiapan, pemenuhan persyaratan, permohonan pendaftaran merek, permohonan pendaftaran merek internasional, pemanfaatan merek internasional dan seterusnya. Sehingga tadi yang menjadi kekawatiran bapak, aduh mohon maaf pak namanya pak, Pak Wihadi ya, Pak Wi, ya ini ada ditambahkan, ada ditambahkan sehingga kekawatiran itu ada. Karena didalam bab-bab yang lainnya untuk pendaftaran indikasi geografis dan lain sebagainya klausul itu ada, khusus untuk yang UMKM ini tidak ada. Sehingga ini perlu ada penambahan pasal, tentunya nanti silakan dikaji, apakah ini menjadi sesuatu yang akan menghambat mempercepat dan lain sebagainya. Sehubungan dengan pertanyaan yang berhubungan dengan protokol madrid yang disampaikan mungkin nanti Pak Edmon bisa menyampaikan, bahwa apakah dengan mekanisme seperti ini akan meningkatkan kinerja, didalam proses ini atau tidak? Seperti yang kita ketahui bahwa ini adalah salah satu yang menjadi perdebatan, bahwa tadi saya sudah menyampaikan tulisannya dengan protokol madrid ini merupakan salah satu langkah kita untuk membantu memfasilitasi dalam pendaftaran merek khususnya dalam UMKM. Saya hanya mencermatinya adalah UMKM, kenapa? Karena perlu ada percepatan UMKM ini boleh dikatakan adalah salah satu usaha yang memiliki daya kreatifitas yang sangat tinggi, namun memiliki permasalahan yang sangat banyak. Hasil penelitian-penelitian menunjukkan mereka memiliki kelemahan dalam hal permodalan, akses pemasaran, kompetensi SDM dan lain sebagainya. Tapi dari daya inovasi kreatifitas tidak kurang dari para pelaku UMKM yang ada dimanapun, mungkin untuk penjelasan yang lebih teknis tentang protokol madrid ini bisa disampaikan oleh Pak Edmon, karena memang itu adalah sudah ranahnya beliau. Terima kasih. Dr. EDMON MAKARIM, S.Kom., S.H., M.H.: Terima kasih Pak, saya mempunyai kekawatiran yang sama dengan bapak, kalau sistem sudah terhubung secara on line, baru-baru ini saja pak. Union regulation keluar 2014 Agustus yang lalu, tadinya mereka punya ketentuan tentang elektronik signicture, sekarang telah berubah menjadi elektronik identification entra services. Bagaimana mungkin kita mengatakan,bahwa UKM kita akan terlindungi kalau sistem elektroniknya belum benar times stempingnya tidak ada. Akibatnya apa yang tamar disini tidak dapat-dapat hak yang dari luar pengakuan hak datang lebih dahulu. Mari kita hitung sekarang apa benar bapak, ibu kalau tanya jam ke siapa sekarang? Jam, jam resmi dan sah sekarang adalah jam sekian, dulu kan 103, Singapore sama kita kan harusnya duluan kita jamnya pak, bukan Singapore, kok Singapore duluan? Kan Mataharinya duluan Batam? Kan fakta dunia ini bahwa kita ditipu bahwa dia lebih dulu satu jam terlebih dahulu, kalau saya melihat secara teknologi, teknologi itu kan faktornya sebetulnya bukan Cuma alat yang sanggih. Kebutuhannya dulu baru kemudian metode dan tekniknya menjawab kebutuhan itu. Saya sepakat pak kekawatiran saya, makanya tadi saya ingin membangun bahwa kalau sistem

- 19 -

elektronik yang mau dituju, jangan dulu deliver kepada public kalau resikonya tidak dimetigasi dengan tepat. Dimeneg dengan baik, karena setiap orang yang menciptakan resiko kepada orang lain dialah yang harus menanggung resiko itu, dikiita tidak, publik yang harus tanggung, terhadap kelalaian resiko tadi. Kalau negara yang membuat itu bahaya, bayangkan mungkin nanti kalau ada kolektif ngomong indikasi geografis dari yang Maluku kirim lamaran dapat diferifikasikan dia adalah benar orangnya, si A adalah A, si B adalah si B, wong si E nya sertifikasion out terotorialnya belum dibuat, baru saja louncing roud si E yang dibuat oleh Kominfo. Jadi keotentikan orang identitas, keotentikan dokumen publik yang diberikan, keotentikan jaringan yang dituju itu masih belum tercipta dengan baik. Jadi saya sepakat pak kalau misalnya sistem manual yang sekarang lebih aman, mungkin itu lebih aman ketimbang yang elektronik. Coba pak tolong dilihat dengan yang namanya di Indonesia begitu dielektronikan semua jadi murah apa jadi mahal? Ya saya mohon maaf ya saya sumpah serapah dengan yang namanya fulsa listrik, sudahlah jadi kode doing dikenai bea materai buat pembuktian tidak ada, dipungut didepan. Kemana kehadiran negara buat saya? PNS nih, PNS 2 orang anak yang tidak kena pajak pendapatan Cuma 3,5 juta sebulan hidup apa pegawai negeri kaya begitu, masih tiap hari dikenai bea materai, yang surat kuasalah, yang namanya biling sistem, negara tidak mencerdaskan kehidupan bangsa, malah tukang palak buat bangsanya. Harusnya kan akte pejabat yang dimateraikan, yang ada times temping dipertanggungjawabkan itu undang-undang bea materai yang saya dengar berlaku untuk dokumen elektronik, kegilaan apa yang akan terjadi yang ada dibelakang buat generasi mendatang, kasihan anak cucu kita. Saya melihat kalau merek sebenarnya lebih mulia mana didaftarkan? Ataukah digunakan? Saya kemukakan sejarah kakek saya merintis usaha surya dia tidak mendaftarkan, tapi apakah nanti belakang hari Gudang Garam Surya dengan dalih surya untuk rokok lebih terkenal dari rumah makan kakek saya? Cuma karena masalah hak itu lahir karena pendaftaran. Rezim dunia terhadap lahirnya merek itukan dua, ada yang deklaratif, ada yang konstitusif, dengan demi interpubilitas antar negara diberlakukanlah kesepakatan sistem konstitutif. Tapi dengan catatan bahwa sistem elektronik itu di maintenance dengan baik, akses terhadap situ baik, saya sepakat pak bahwa itu kita kritisi dulu. Apakah kita memang menang dagang atau kalah dagang? bayangkan merek di Indonesia kalau memang kita benar-benar dalam sehari-hari punya 5 karakter abjad, maksud saya jangan Cuma latin, kalau latin Charles Jhordan, Charles Yon yonan disini bisa dikatakan persamaan pada pokoknya. Padahal bisa jadi orang disini namanya begitu. Lalu yang berikutnya merek itukan ada merek China juga Tan Ed Cwan merek lama pak, tapi jangan-jangan begitu dikatakan generic dari China bisa kena, tidak dapat-dapat di China, aksara China ada pak, aksara Arab ada sebagai merek di Indonesia, dan aksara sansekerta yang Thailand itu huruf palawa, yang di kita apa Honocoroko itu. Kita sendiri tidak menggali aset kita sebagai sebuah marks, kita mati dengan westernisasi dengan latin merek. Padahal ada merek China ada merek Arab ada merek Sansekerta yang sebetulnya bisa menjadi aset bersama kita. Ini semakin menarik pada saat kita tarik ini pada konteks sistem elektronik. Jadi saya rasa itu penting pak, harus dipastikan dulu, jangan mau tandatangan melulu, karena kita dulu ketipu, ya kan ketipu Carmen Take kita tandatangani Cuma pengen hebat-hebatan tau-tau kita sendiri negara yang tidak taat azas. Begitu sudah tandatangan tapi ketentuannya dirubah beberapa kali ini, dirubah berapa kali pak dari tahun 1995? Alasannya treafs terus, dibaca treafs tidak konsisten juga, kan berarti kita bangsa yang munafik nantinya. Jangan tandatangan kecuali kalau kita untung, ikuti Amerika, standartnya tidak ganda Cuma satu, kalau bangsanya untung dia akan lakukan, kalau tidak dia tidak mau tandatangan. Yang kedua apakah ini delik aduan atau delik biasa? Justru kalau delik biasa pak yang malah jadi malapetaka. Delik biasa artinya tanpa ada orang yang mengadukan haknya dilanggar, polisi bertindak sebagai delik pidana umum. Itu bahaya sekali, justru karena ngomong dagang, tanya dulu yang dagang, dia mau negakin hak, atau dia mau ikhlas? Kalau saya itu tidak masalah, family surya ikhlas lillahi ta’ala, tidak pernah digugatin, tidak pernah dituntutin daftarin saja tidak. Padahal kalau bapak mungkin lihat

- 20 -

bagaimana bapak pertama kali, mampir kalau bapak di Jakarta melihat rumah makan padang setingannya apa sih? Itu-itu saja pak, meja putih, kursi bulat, seragam itu sampai dimana-mana, tidak bisa itu kita klaim bahwa kamu seharusnya berubah, tidak kasus kaya di Amerika, Takokobana lawan kasus apa itu yang rumah makan latin, yang berikutnya ngikutin dan itu menjadi masalah hukum. Kita mungkin tidak karena kita lebih banyak komunal right daripada yang individual rightnya, bukan berarti individual right tidak perlu dilindungi. Tapi artinya ini menjadi perhatian bersama, apakah layak delik biasa, saya rasa tidak, harusnya delik aduan, jadi tanyakan dulu kepada yang punya hak. Dia mau tegakkan hak, kan fakultatif kalau hak itu ataukah dia tidak mau melaksanakan hak. Kalau dia tidak tamak bisa, inikan pernah terjadi pak pada saat kesalahan perumusan dalam undang-undang hak cipta yang dulu. Yang ini hak cipta terhadap pemegang computer contohnya, ibu pakai computer, bapak pakai computer tau tidak ini bajakan disita karena tidak lisensi. Harusnya peristiwa hukumnya yang dibutuhkan adalah adanya penggunaan tanpa lisensi, harusnya apa konsekuensi resikonya berhenti memakai, kan begitu. Kalau berhenti memakai barang jangan disita, yang dipastikan hilangkan, bayangkan disk ini berapa giga baith yang diisi oleh softwer bajakan, ya softwer yang tidak lisensi Cuma sebagian, kok satu hardisk dibawa, hardisk itu saya punya, ruang saya punya kok dia yang punya. Kalau saya dianggap tidak sah hilangkan kodenya, sama dengan merek ini posisinya. Kalau ditanyakan apakah jadi yang individu beres misalnya, besok ada rumah makan ternyata tidak merusak rasa, malah memperluas jangkauan yang namanya rumah makan padang, tidak ada yang keberatan orang padang. Ada rumah makan surya, besok ada family surya, entah besan surya entah lainnya, tidak ada masalah. Lalu yang menarik lagi posisinya adalah kalau misalnya merek ini difahami seakan-akan tidak ada fungsi sosial, semua orang hidup pelit akan mempertahankan bahwa semua yang mirip-mirip dia saja dipermaslahkan, dan kemudian bisa dipidanakan, potensi ebiusnya lebih besar. Jadi kalau saya yang bisa saya kemukakan itu pak, mudah-mudahan ada sisi baru yang bisa dilihat dari Haki. Karena kalau untuk fakultas kami itu tidak memandang mainstrimsnya sebagai sebuah kebenaran, karena benturan antara negara berkembang dengan negara maju memang adalah masalah individual right fersis komunal right. Harusnya kan kalau dia mereknya adalah jelas merepresentasikan Indonesia tidak bisa menjadi merek asing. Atau merek terkenal dinegara dia tidak dengan serta merta jadi merek terkenal di Indonesia, tapi mereka sukses di Paris convention dan mereka sukses menemukan via treafs. Demikian pak terima kasih. KETUA RAPAT: Baik terima kasih sebelum dilanjutkan, saya tadi mohon sedikit pandangan bapak dan ibu barangkali atau bahkan mungkin bapak, kalau merasa lebih tepat bapak silakan tentang perlu tidak sih meratifikasi Protokol Madrid itu pak? Dan sebelum dijawab kita perpanjang dulu ya waktunya, yang tadi saya bilang sampai 12.30 WIB, 10 menit kita tambahkan? Siap? Cukup sepuluh menit ya. Silakan Pak Edmon barangkali. Dr. EDMON MAKARIM, S.Kom., S.H., M.H.: Jawabannya saya orang kualitatif bu, ya harus ada fakta empiric bahwa eksport memang orientasi kita. Kalau eksport orientasi kita dan itu lebih besar, maka perlu Madrid Protokol, tapi negara sudah keluarkan uang untuk memerekan semuanya, karena tidak ada kesadaran hukum dari kita yang namanya membangun usaha pelit ditanda, tidak semua ditandai. Kalau orang luar negeri tai lalat didahi saja itu tanda, dimerekin istilahnya itu, ya kan kesamaan niru-niru disalahkan, kalau dikita meniru kebanyakan kesadaran tidak masalah asal tidak mengganggu kepentingan ekonomi yang bersangkutan.

- 21 -

Ini fakta antara kepentingan dagang kita, saya lihat kalau UKM belum sukses tunda dulu, tapi kalau kita punya keyakinan fakta empiric bahwa kita memang banyak pengaruh keluar baru gunakan Madrid Protokol. KETUA RAPAT: Dari Ibu barangkali silakan. POPPY RUFAIDAH, S.E., M.B.A., M.H.: Ya jadi kemudahan pendaftaran merek melalui sistem Protokol Madrid ini akan sangat bermanfaat bagi pemilik merek atau pelaku usaha. Memang ini akan memberikan manfaatnya adalah untuk perusahaan yang bersekala besar, seperti tadi disebutkan adalah perusahaan-perusahaan yang berorientasi eksport itu akan lebih diuntungkan. Namun sekarang ini yang namanya perdagangan dengan sistem on line itu sudah tidak ada istilah eksport dan import lagi, bahwa beberapa produk itu bisa ditransaksikan dengan melalui mekanisme sistem on line. Permasalahan ini adalah beberapa persyaratan untuk melakukan ratifikasi Protokol Madrid ini adalah lebih diperuntukkan manfaatnya bagi, ya diduga ya, ini diduga berdasarkan banyaknya kajian dan juga artikel-artikel yang menyatakan tentang ketentuan yang ada didalam Protokol Madrid dinilai memberikan kemudahan bagi investor asing. Disini perlu ada beberapa ketentuan yang mana bila ratifikasi protokol madrid ini perlu dilakukan, permasalahan yang kita hadapi khusus yang saya angkat ini adalah bagaimana memfasilitasi untuk UMKM ini bisa diprioritaskan, sejalan dengan persetujuan bahwa sistem protokol madrid ini untuk diratifikasi. Mungkin itu masukkannya dari saya terima kasih. KETUA RAPAT: Ada tambahan dari Anggota WAKIL KETUA (WENNY WAROUW): Terima kasih, nanti habis itu Pak Wi lagi, Memang ini menarik Pak Wi, mohon ijin dari teman-teman saya pimpinan saya pindah kebawah, bapak, ibu saya terima kasih atas masukkannya mantap deh. Mudah-mudahan walaupun kedepan tetap mengikuti dia sampai selesai, saya hanya membuatkan suatu ilustrasi saja. Praktek dilapangan UMKM atau UKM banyak sekali memalsukan bagaimana cara mengatasinya supaya itu tercover didalam undang-undang ini? Yang kedua, seolah-olah undang-undang merek dari dulu, dari dulu sampai yang mau dirubah sekarang hanya untuk kepentingan merek besar, atau yang internasional. Ini kenyataan dilapangan, ya kebetulan dulu saya penyidik. Yang kedua delik aduan tadi sama delik biasa, tadi bapak minta, ini hanya suatu cerita saja pak, kalau ini delik aduan banyak sekali itu malah subur ini pemalsuan dari UMKM ini. Tapi kalau itu delik biasa yang dikambing hitamkan adalah oknum apparat, anak-anak buah saya dulu itu, diperas ini UMKM ini. Jadi kondisi ini membuat oknum-oknum ini jadi kaya terus UMKM ini jadi miskin, nah dua kalimat ini saya ingin supaya pakar ini bisa menciptakanlah sampai kepada proses pendaftaran. Kenapa dia memalsu? karena mendaftarnya lama Pak, apalagi tadi dengan IT, IT waduh yang jaman sekarang Jakarta saja sudah deket lambat, apalagi warung Kiara atau dari Cimahi sana apa dari Grobokan, jati-jati disana harus dimerek. Ini kira-kira yang bisa saya sampaikan untuk mendapatkan tanggapan terima kasih.

- 22 -

KETUA RAPAT: Ya baik Pak Wenny, ya silakan langsung saja bu Poppy atau pak Edmon, mau lanjutkan biar dirafting saja sekalian pak ya? Silakan bapak. F-PG (SAIFUL BAHRI BURAY): Hampir mirip dengan Pak Wi ini, saya merujuk ke beliau juga beberapa catatan. Masih berkaitan dengan Protokol Madrid Pak Edmond an Ibu Poppy, Indonesia ini sedang menghadapi MEA bulan Desember nanti efektif dan kita tahu di kawasan Asia Fasific kita juga menghadapi Afta, yang kita suka atau tidak suka kita akan berhadap-hadapan dengan dua momentum besar perdagangan regional itu. Like or dislike protokol madrid sebagai rujukan legal referensi untuk sebuah perdagangan global harus dirujuk, harus kita ikuti walaupun dalam tanda kutif harus ada fakta-fakta dilapangan yang tadi menurut pak Edmon atau Pak Wenny pak Jenderal mengatakan bahwa ada fakta-fakta yang tidak sejalan dengan filosofi protokol madrid. Nah seyogyanya undang-undang ini memberikan legal sertenty atau resaercer right, kepastian hukum, memberikan keadilan dan yang ketiga yang paling penting adalah proteksion. Memberikan proteksi terhadap keberadaan merek-merek lokal kita untuk bisa diperdagangkan secara internasional. Nah saya kira bahwa ada fakta-fakta dilapangan justru undang-undang ini kalau bisa idealnya yang harus mendrive perilaku sosial pelaku ekonomi kita. Saya kira teori Roskopoun itu law esption to law sosial engineering, hukum itu adalah alat untuk merekayasa sosial. Kalau ada fakta-fakta sosial yang bertentangan yang mungkin menurut pak Edmon tadi kita tidak konsisten dengan ya rada-rada munafik sedikit kaya tukang, kata pak Wenny tadi tukang tipulah kasarnya, itu harus didrive undang-undang ini, suka atau tidak suka. Saya kira ini saya minta pendapat kembali, kita juga sangat perlu undang-undang ini menjadi produk baru untuk mendorong Indonesia memasuki perdagangan internasional. Mungkin Pak Edmon tahu bahwa ada seorang anak pasar baru namanya Kishormahfubani, seorang professor di Singapore orang Jakarta, dia Profesornya dari London menulis tentang dekrit convergen dunia akan terjadi sebuah convergensi besar, terutama disektor perdagangan, suka atau tidak suka Indonesia akan memasuki itu. Dan MEA dari 10 negara Asean 500 juta penduduk itu 240 juta berada di Indonesia. Kalau kita tidak mempersiapkan diri dengan sebuah regulasi yang akan mau tidak mau harus dipatuhi oleh kita, kita akan terjebak hancur terhadap perdagangan MEA maupun Afta. Ini barangkali saya minta pendapat lagi dari pak Edmon maupun Ibu Poppy. Itu satu. Dan yang kedua, tadi tentang kinerja lambat Kemenkumham, yang lalu mungkin sudah dipersoalkan oleh Pak Wenny ketika Prof. Edy Damian dari Padjajaran juga Pak Wenny juga mempersoalkan ini. Apakah tidak perlu ada pasal tambahan tentang semacam integratet atau one rome service masalah registrasi ini? Suka atau tidak suka Pak Wenny walaupun signal internet dikawasan timur itu byar pet seperti jangankan signal la wong listrik saja kita tidak punya. Tetapi kita harus one steppe have, kita harus selangkah lebih maju, undang-undang harus mencantumkan kewajiban negara menyiapkan one rouf service atau integratet registrasion terhadap treafs merek ini. Suka atau tidak suka itu kewajiban negara. Nah saya kira barangkali itu dua hal saja ketua terima kasih saya minta pendapat dari Pak Edmond an Ibu Poppy terima kasih. KETUA RAPAT: Ya silakan langsung, ada lagi o Pak Fauzan, Pak Putu juga oke pak Fauzan dulu baru Pak Putu ya.

- 23 -

F-PPP (ACHMAD FAUZAN HARUN): Terima kasih Pimpinan, Kalau tadi mendengarkan paparan dari kedua nara sumber terutama Pak Edmon, itu dari sekian pasal hampir 60% dikritisi pak. Jadi saya sangat setujulah ya, benar-benar mengkritisi, ini pimpinan apakah nanti ada forum dari pemerintah yang membuat RUU itu memaparkan, lalu dari nara sumber kita ini bisa dipertemukan? Karena banyak tambahan-tambahan pasal yang diusulkan oleh nara sumbe mereka punya alasan-alasan tertentu. Nah nanti kita bisa mempertimbangkan sebagai pembuat undang-undang, ini usul yang pertama. Yang kedua, seperti apa yang dikhawatirkan oleh kita tentang protokol madrid, memang mau tidak mau dengan kecanggihan ini kita tidak bisa berhenti sampai disini, karena kita dituntut agar undang-undang ini lahir. Kenapa? DPR dituntut berapa dalam kurun waktu 5 tahun itu membuat undang-undang kalau tidak ada yang dilahirkan, maka dianggap DPR main-main. Oleh karena itu tetap undang-undang merek ini kita laju terus tetapi harus betul-betul lahirnya itu sempurna. Nah oleh karena itu usaha-usaha yang seperti ini kita sempurnakan, barangkali itu dulu pak terima kasih. KETUA RAPAT: Baik terima kasih masukkannya Pak Fauzan yang jelas nanti di Panja akan lebih digali lebih mendalam lagi tentang RUU Merek ini, terkait nanti Raker dengan pemerintah kita akan RDP/RDPU lagi juga itu bisa dilakukan. Terima kasih silakan Pak Putu. F-PD (I PUTU SUDIARTONO): Terima kasih Pimpinan, Bu Poppy dan Pak Edmon terima kasih atas masukkannya, kita memang sedang menghadapi permasalahan yang pelik, tidak tahu negara menginginkan yang seperti apa? Kami dari Bali pak, khususnya Bali permasalahan ini sudah dari 11 tahun yang lalu itu sampai ke pengadilan. Saya berbicara kasus-kasusnya saja seperti Bilabong, terus beberapa kasus yang ada kosa kata, Mr. Jogger itu yang dituntut adalah rakyat biasa. Ada orang yang jual baju dipasar sukawati dua baju yang ada tulisan Jogger dituntut. Nah ini kan dimana keadilan, seorang pedagang kecil yang incomenya kecil? Disitu nah ini perlu masukan-masukan supaya jangan tajam kebawah hukum itu. Yang kedua adalah banyaknya terjadi permasalahan hukum di Bali seperti produk-produk yang dibikin, mungkin sama dengan yang di Tajur, di Jawa barat, di Bali itu kalau kita menduplikasikan sesuatu, mengkopy itu bisa bangga sepanjang tidak merepotkan yang pertama. Nah ini yang menjadi sudah icon untuk menduplikasikan sesuatu. Tentu kita berpihak kepada masyarakat umum. Karena lokal konten kita mesti harus utamakan didalam merefivsi atau menyempurnakan undang-undang, atau memberi baru undang-undang merek ini. Nah bagaimana pendapat bapak masalah ini yang sudah terjadi khususnya Bali? Tadi saya sudah bicara sama bapak sebelah saya untuk Bali ini kami keberatan terkait dengan itu, bagaimana apakah ada pendapat supaya jangan undang-undang ini nanti menjerat kita? Apalagi terbuka nanti internasional market sudah terbuka. Kami akan apa namanya mendapatkan permasalahan khususnya Dapil Bali karena hydrogen sekali, bukan masyarakat Bali, Bali sudah tercampur baur dengan orang asing. Ya ini pak pendapat saya kepada Pak Edmon sama bu Poppy, bagaimana pendapat Ibu dan bapak terkait Dapil kami tadi terima kasih. KETUA RAPAT:

- 24 -

Baik, Pak Wi masih ada? Terakhir silakan. F- P. GERINDRA (WIHADI WIYANTO): Sedikit pimpinan saya menambahkan sedikit, Pertama sedikit informasi buat teman-teman juga bahwa protokol madrid itu hanya diratifikasi oleh Singapore untuk Asean. Jadi tidak suatu keharusan dan kalau tidak meratifikasi madrid protokol itu kita dikucilkan itu tidak ada, itu jelas dulu kita harus tahu. Jadi mungkin Pak Edmon koreksi saya kalau saya salah mengenai masalah protokol madrid. Dan satu hal lagi disini, bahwa kita menginginkan dalam undang-undang itu negera hadir untuk melindungi, ini yang terpenting. Kalau saat ini memang masih diperlukan delik biasa dan negara hadir ya diberikanlah, tapi pada saat Indonesia sudah siap untuk melakukan persaingan antara bisnis to bisnis dan mereka sudah bisa melakukan bukan lagi berhadapan dengan rakyat kecil seperti pak Putu yang sampaikan tadi, maka disitu kita bicaranya sudah bisnis to bisnis. Karena kalau negara hadir maka Bahasa ekonomi dan Bahasa hukum ini sering kali berbenturan, nah negaralah yang hadir dalam hal ini bagaimana menseimbangkan antara Bahasa hukum dengan Bahasa ekonomi. Kalau Bahasa hukum apa yang disampaikan oleh pak Putu tadi, itu jelas salah, maling ayampun juga salah walaupun ayamnyapun dimakan karena dia kelaparan. Tapi kalau bicara Bahasa ekonomi kalau dia tidak jual ininya tidak bisa makan, memberikan makan kepada keluarganya, ini berbeda. Disinilah negara hadir, ini yang kita perlukan bahwa undang-undang ini negara hadir bukan mengatur sistem dimana sudah terbuka bahwa pada saat perusahaan di Inggris atau di Amerika mengatakan saya mau daftar di Indonesia dengan protokol madrid karena meratifikasi. Maka saya akan memberikan marks kepada Indonesia. Seluruh Indonesia tidak akan bisa lagi bergerak dalam bidang itu. Nah ini yang perlu kita harus perhitungkan dengan protokol madrid ini, ini yang harus kita perlukan, kalau kita bicara manual, ya jangan manuallah, semi-semi masih bolehlah dengan kecepatan kita mendaftar tapi tidak harus meratifikasi protokol madrid, itu yang harus kita cari jalan tengahnya dalam undang-undang ini. Saya kira itu usulan kita terima kasih. KETUA RAPAT: Baik Pak Marinus, mau menyampaikan sesuatu? Terima kasih. Baik tadi saya bilang 10 menit sudah lewat jadi, sampai pukul 13.05 barangkali, 15 menit cukup pak ya Edmon dan Ibu Poppy ya, terima kasih ya silakan. Dr. EDMON MAKARIM, S.Kom., S.H., M.H.: Insya Allah, Ibu sepakat dengan Pak Wi kita ambil jalan tengah artinya jangan juga gara-gara kita tandatangan kita kejebak, tapi kaidahnya kita ikuti, itu biasa sampai sekarang hak a greement 1961 tentang Apostil begitu kejadiannya di Indonesia. Saya hanya mengatakan begini, pangkal kita sebenarnya adalah 1883, 1886 terjadi revolusi industry di Inggris lahir yang namanya Ben convention dan Paris Convention. Indonesia kena kratau pak pada saat itu, dan sampai sekarang mari survey 100 orang deket kita kita tanyain dia punya hak apa sih? Jawabanya tidak wear masalah hukum. Dia punya kekayaan apa? Jawaban masih satu tanah, bukan tanah, emas, mobil, rumah. Apakah dia pernah memperhitungkan bahwa dia punya merek, dia punya karya buku, dia punya sesuatu yang sifatnya hal intelektual? Itu artinya 100 tahun kita masih belum berubah mainsetnya. Kalau ada orang mencuri karena makan iya kan, pencuri potong tangan, tapi kalau orang mencuri karena tidak dibayar upahnya, yang tidak bayar dipotong tangannya. Kalau saya melihatnya begitu, ya kalau ada orang bodoh dinegara ini, maka hanya negaralah

- 25 -

yang memintarkannya, kalau tidak jadi sesuatu yang dasar berlaku secara biologis tadi, negaralah, pemerintahlah yang disalahkan. Kenapa tandatangan? Treafs tahun berapa kita? Mendahului China menyanggupinya, China yang begitu maju dia bilang belakang lima tahun kemudian terlambat, apa dampaknya? Amerika nyerah tuh ngomong sama China, dan beda memang cara penanganan melindungi bangsa dan membunuh bangsanya. Ini saya kasih contoh, ini harganya misalnya apple dibuat di Amerika, di China harganya misalnya 5 juta, tahu-tahu datang ke Indonesia besok bisa bikin jual 500 ribu. Iya kan? Apa yang dilakukan oleh penegak hukum kita? Dipidana ini orang? Kenapa? Karena dasarnya melanggar hak dari si intelektual tadi, tapi beda dengan cara China menyelaminya begini dia tanya he sini apple berapa itu? 5 juta kau buat iya? Di Indonesia bisa 500 ribu daripada dipenjarain gimana kalau tidak dikasih lisen saja barang ini? jadi di tidak dimusnahkan dijual diganti lebel. Lisensi ente buat bisa 5 juta, kita buat bisa 500 ribu, kenapa situ malah berantem sama kita? Kasih lisensi kita jalan, itu poin saya, bahaya betul kalau delik biasa pak, karena negara menzolimi bangsanya. Kalau delik aduan bapak bilang namanya tumbuh subur yang namanya menipu, menipu dengan sengaja atau tidak? Pak orang jual kaos, kalau hari ini yang dia tahu plinston yang lebih diganderungi, plinston dikasih gambarnya. Kecuali kita berhasil didalam media masa kita menaikkan Gatutkoco menjadi hero didunia ini, iya kan? Kenapa orang tidak berpakau kaos Gatutkoco? Karena dia melihat superman yang paling mantab, padahal superman taruh kolor diluar bisa terbang, kan tukang bohong. Dari kecil kita sampai tua, hero kita adalah Amerika, sehingga akibatnya kita selalu membangun merek itu kehidupan kita dan lain-lain, pola Haki sangat berbanding lurus dengan pola gaya hidup. Pakaian busana muslimah menggunakan bahan lebih mahal harusnya daripada kaos kutang tanktop briegdnispear, harusnya kan begitu. Tapi karena stile semua karena media, kalau boleh saya salahkan terhadap yang namanya Haki. Karena ujung rambut sampai ujung kepala kalau yang orang elit itu, dia bilang e merek asli. Padahal merek palsu kalau barangnya bagus kenapa salahnya? Apa? Sampai China, China sampai sekarang masih ada barang bajakan, tidak juga akibatnya jadi rendah harkat martabatnya, tidak! Barang-barang seken itu juga ada di orang Amerika. Jadi kalau saya melihat kalau ada terjadi pak, sumbernya pemalsuan jangan salahkan masyarakat yang tidak sadar dan tidak tahu, salah pamerintahnya. Kenapa bikin hukum sesuatu yang tidak digali dari dasar filosofis bangsanya? Dasar filosofis, sosiologis, yuridis, jangan karena yuridis, gitu. Kalau saya melihatnya begitu pak, ini PR besar buat kita juga pak, untuk terus menggaungkan doktrin bahwa anda harus hargai juga kekayaan anda, gitu. Tapi dalam pengarus kawasan, benar pak 250 juta di Asean semua orang hidupnya kesini, kalau kita memang cerdas pak, ikan saja juga tidak susah pak, antara laut kita itu jelas ikan dikita. Tapi masih banyak orang kita kurang ikan, tidak bisa makan ikan, intinya pak 250 juta kalau memang tidak mampu memberikan pengaruh kepada Asean lebih bagus jangan ikut tandatangan MEA harusnya. Kecuali kita memang mampu mengatakan kita punya pengaruh global, sehingga kita mengatakan, kita bangkit dari negara terjajah menjadi negara penjajah. Ngejajah dalam konteks kita membuat pengaruh, kita tidak membuat pengaruh tapi kita mau tandatangan perdagangan bebas, ya bablas. Kalau saya sih melihatnya adalah memang suatu keniscayaan bergaul terbuka, gitu kan, tapi kan dari dulu yang konsisten kan kita kalah terus pak. Gimana caranya kita harus menang? China saja, ya itu masih begitu, masih proteksionislah, jadi sini saya melihatnya kepentingan pertama adalah kalau ada maraknya atau suburnya pemalsuan, yang harus ditingkatkan sosialisasi pemerintah. Sama disadarkan, ayo bangun merek sendiri, iya kan jangan pakai merek orang lain, bangkitkan lagi nasional karakter building bahwa yang namanya Buyung lebih bagus dari Henry misalnya. Nama kita saja nama orang kecil semua, nama saya Pak Edmon Makarim, Edmon pak, kenapa tidak disebut Buyung Ketek kecil gitu kan? Orang Padang saya, tapi orang tua saya terkenalnya adalah itu, mungkin karena dulu ini pak, trauma PERRI pak, jadi orang Padang tidak dapat peluang jadi namanya diinggrisi gitu. Lalu pak low and sosial engineering ada kritisi terhadap kuality kontrol, kenapa? Dia tidak memandang bahwa sosial itu hidup,

- 26 -

sosial itu hidup, low in sosialening mengatakan bahwa kepastian seakan-akan masyarakat statis hukum yang mendinamiskan masyarakat. Padahal masyarakat itu punya kecerdasan secara komunal. Lalu one stop service, saya setuju gitu pak, saya juga akan mendesak bahwa sebenarnya harusnya kalau sekarang iniu untuk service 250 juta tidak dibenahi komputernya terus gimana? Sama saja naifnya mengatakan menghitung pemilu tidak pakai kalkulator, atau tidak pakai computer. 250 juta bentangan luas sebesar ini kita masih mengandalkan manual, terus jam 2 siang bilang ada pemenang itu samanya ngebohongi publik. Yang lebih tepat adalah negara ini harus pakai computer untuk menghitung 250 juta, jadi negara lebih cepat dan lebih akurat. Tapi kan belum tentu senang yang penghitung cepat, karena itu kan bisnis, jadi on line hari ini masuk digital times timenya dapat maka menanglah 250 juta semua misalnya andaikan, 250 juta orang Indonesia interprener punya usaha sendiri dari usaha rumahan, yang ibu-ibu mungkin jual apa gitu? On line, dapat semua merek 250 juta adu sama Singapore yang berapa itu 1 juta atau 6 juta ya menanglah Indonesia. Tapi memang harus semangat kita dulu, 250 juta interprener tidak? Tapi kenyataan sosial adalah semua yang baru tamat pengen menjadi pegawai negeri, interprenernya tidak ada kan? Kan yang paling berat usaha di Indonesia ini adalah kepastian berusaha tidak diganggu, rasa aman yang namanya usaha warung saja sudah kena palak didepan sama preman. Otomatis jadi susah dunia interprenernya, buat saya penting untuk elektronik itu harus aman, jadi jangan Cuma handal juga aman. Lalu mau, tidak mau tandatangan madrid, iya, tunda kan boleh kan bukan bilang tidak. Cuma kita mau bilang hari ini, apa entar ya? Kalau bisa bilang entar, ya entar dulu deh, bukan saya tidak bilang perlu pak, perlu tapi saya busting dulu dunia kita benar-benar mana anggaran pemerintah untuk UKM, terus yang namanya merek komunal, terus indikasi geografis, terus pengetahuan tradisional, tumbuh dia masuk tu barang baru kita tandatangah treafsmarks. Sehingga begitu dibuka bum aplikasi merek lebih banyak dari kita. Demikian pak, terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan Ibu Poppy, POPPY RUFAIDAH, S.E., M.B.A., M.H.: Terima kasih, pertama-tama ucapan terima kasih untuk Bapak Dr. Syaiful Bahri Buray yang tadi menyatakan bahwa kita harus optimis ya tentang undang-undang ini harus mampu mendorong kepada perilaku masyarakat yang lebih positif. Yakin usaha sampai ya pak ya, ini merupakan salah satu kunci keberhasilan, dan sangat mendukung sekali apa yang tadi disampaikan tentang kinerja Kemenkumham yang lambat, ini salah satu RUU ini adalah salah satu jawaban untuk mencari solusi tersebut. Jadi rancangan undang-undang tentang merek ini memiliki makna yang bermanfaat bagi kepentingan nasional kita sepakat. Kemudian juga memiliki kepentingan untuk perlindungan kepada pemilik merek yang sesungguhnya, sehingga siapapun yang memiliki etikat baik untuk mendaftarkan merek itulah yang harus terlindungi, terlepas dari siapapun yang katakanlah mendaftarkan merek seolah-olah milik sendiri, itu diluar dari ranah kita. Disinilah undang-undang dibuat untuk menghindarkan hal-hal tersebut. Kemudian keseimbangan dan hadir dalam mengimplementasikan sistem merek tadi, saya setuju bahwa perlu ada integratate, registrasion atau one tops sistem, yang selama ini diterapkan di tenda-tenda untuk pengurusan ijin, jadi ijin satu pintu dan lain sebagainya. Memang secara juklak, juknisnya RUU ini tidak membahas sampai ke detail seperti itu, namu umbrella rullnya ini perlu ada didalam RUU Merek. Kemudian memperhatikan kepastian hukum dalam penegakkan hukum tadi sudah dibahas oleh ahlinya Pak Edmon, bukan ranah saya. Kemudian yang perlu kita cermati disini bahwa RUU inii harus mampu

- 27 -

menyesuaikan dengan konvensi-konvensi dibidang merek, baik yang sudah diratifikasi maupun yang akan diratifikasi. Karena ini akan menentukan hajat hidup bangsa Indonesia, jadi perdebatan-perdebatan itu harus terukur, harus terukur secara ekonomis maupun secara hukum. Nah pertanyaannya didalam naskah akademik yang disampaikan dari Kementerian Hukum dan HAM, itu tidak ada ukuran-ukuran ekonomis dan hukumnya yang tadi pak Wi katakan Bahasa ekonomi dan Bahasa hukum berbeda sekali kontradiktif. Nah sekarang kita mau mengambil yang mana? Apakah akan diminta kepada Kementerian Hukum dan HAM dalam hal untuk pengurusan ini? Harus ssecara terukur bagaimana pendekatan-pendekatan secara ekonomis dan secara hukum. Sehingga dua ini sejalan secara harmonis, dalam kenyataannya sering kali bentrok. Kemudian RUU ini harus mampu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya pemohon merek, memberikan kepastian hukum bagi dunia industry, perdagangan dan investasi dalam menghadapi perekonomian dunia pada masa mendatang, khususnya yang paling dekat adalah Masyarakat Ekonomi Asean. Terlebih lagi kita bicara adalah tentang penyatuan ekonomi dikawasan Asean, ini merupakan hal-hal yang perlu diturunkan didalam pasal-pasal yang ada. Kemudian juga menanggulangi kendala-kendala dalam implementasi undang-undang Merek, tadi sudah disampaikan, bagaimana perlu ada pasal-pasal tentang sosialisasi pemberdayaan. Kemudian membentuk masyarakat mengetahui hal-hal yang asalnya tidak tahu menjadi tahu, itu di Pasal-pasal itu sudah ada hanya dipasal yang Bab 11. Dari presentasi yang sudah saya sampaikan, ada penambahan pasal-pasal di pasal 6 dan 8 yang kami usulkan. Itu adalah salah satu cara untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan. Kemudian juga sasaran yang diingin diwujudkan dalam pembentukan rancangan undang-undang merek ini adalah mengurangi tingkat pelanggaran dibidang merek, karena hal ini akan menimbulkan kerugian negara pada sektor perekonomian dan perdagangan. Sehingga yang tadinya memfasilitasi jangan menyebabkan ketakutan-ketakutan karena sudah berproduksi menggunakan brand yang sudah pasti, ternyata dia harus berproduksi karena menggunakan merek yang sama. Tentunya ini menjadi salah satu pelajaran. Banyak kasus pengusaha Indonesia menggunakan brand-brand yang internasional sudah 10 tahun berproduksi pemilik aslinya datang ke Indonesia ternyata dia harus berhenti berproduksi. Banyak misalnya contohnya merek gillatte, jordano dan lain sebagainya, dan memang itu adalah merek yang dimiliki oleh pemilik asing. Kemudian yang terakhir adalah undang-undang ini harus mampu menekan pelanggaran dan pemalsuan merek, karena hal ini membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa. Contohnya banyak obat-obatan yang dipalsukan, ya tentunya ini akan membahayakan. Pada saat audiensi Kunker dari Anggota Pansus RUU Merek ke Provinsi Jawa Barat, bahkan dinyatakan oleh Kajati ada yang namanya pemalsu untuk motor pesawat udara, yang ternyata itu bisa membahayakan. Ya hasil temuan dan ini oleh para pelaku yang sekalanya besar, bukan UMKM saja, jadi RUU ini secara jelas dan tegas tentu harus mampu menekan pelanggaran pemalsuan merek. Namun kitapun juga harus mencermati bangsa Indonesia ini 70% perekonomiannya ditopang oleh UMKM, dan UMKM itu adalah termasuk ke dalam klasifikasi tahu tapi tidak mau tahu, tahu dan sudah tahu, dan juga ada yang memang tidak tahu sama sekali. Yang tidak tahu sama sekali ini mau diapakan? Mereka genuine, mereka berproduksi dan juga menjalankan usahanya dengan menggunakan brand-brand yang menyalahi aturan. Nah inilah makanya didalam RUU tadi yang tadi disampaikan oleh saya secara tertulis, harus ada pasal pembinaan, pemberdayaan, dan lain sebagainya. Sehingga pemerintah dari sejak awal sudah memberikan edukasi, nah disinilah tahap awal kita untuk meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia melalui RUU Merek ini. Jadi bukan ini adalah kemauannya Kementerian Hukum dan HAM, kita melihatnya adalah secara komprehensif, secara helictopiew bahwa pendekatan ini bisa menghasilkan sesuatu yang lebih baik bagi bangsa Indonesia. Terima kasih

- 28 -

Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Baik terima kasih, Pak Edmond dan juga Ibu Poppy yang sudah memberikan masukkan dan pandangannya kepada kita yang cukup komprehensif sekali bagi kami, sehingga ini bisa menjadi masukan-masukan penting kami dalam rangka kami merancang dan menetapkan Undang-undang nanti, membuat undang-undang khususnya RUU tentang Merek ini dikemudian hari. Dan apabila nanti ditengah jalan kami masih membutuhkan informasi-informasi tambahan, kiranya kami masih bisa bekerja untuk berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung, secara lewat email maupun lewat tertulis yang disampaikan oleh bapak dan ibu dikemudian hari. Masih ada yang lain? Tidak ada, baik saya ucapkan terima kasih kepada tamu undangan yang sudah hadir, dan juga seluruh Anggota Pansus yang sudah bisa hadir di rapat dengar pendapat dan kami ingatkan kembali bahwa nanti insya Allah akan dilanjutkan ya, dengan RDPU selanjutnya, yang tadinya harusnya pukul 13.00 WIB barangkali dimundurkan menjadi 13.30 WIB ya? Cukup baik 13.30 ya? Kami harapkan kehadiran Anggota Pansus dan kepada tamu undangan kami mohon untuk bisa bersantap siang bersama, kami persilakan dan terima kasih atas kehadiran semua, semoga apa yang kita sampaikan pada hari ini bisa bermanfaat bagi kita dan diberkahi oleh Allah SWT. Aamiin. Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Rapat ditutup Pukul: 13.10 WIB

Jakarta, 28 September 2015 a.n Ketua Rapat

SEKRETARIS RAPAT,

ttd.

DRS. ULI SINTONG SIAHAAN, M.SI.

NIP. 19601108 199003 1002