dewan perwakilan daerah republik indonesia...

23
Nomor: RISALAHDPD/KMT.I RDPU/I/2017 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RISALAH RDPU KOMITE I DPD RI MENGINISIASI PENYUSUNAN RUU TENTANG ETIKA PENYELENGGARAAN NEGARA MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2016-2017 I. KETERANGAN 1. Hari : Senin e Tanggal : 30 Januari 2017 3. Waktu : 13.45 WIB 15.40 WIB 4. Tempat : R.Sidang 2A 5. Pimpinan Rapat : Pimpinan Rapat 1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua) 2. H. Fachrul Razi, M.IP (Wakil Ketua) 3. Benny Rhamdani (Wakil Ketua) 6. Sekretaris Rapat : 7. Acara : Menginisiasi penyusunan RUU tentang Etika Penyelenggaraan Negara dengan Narasumber: 1. Brigjen Pol. (Purn) Dr. Drs. Taufiq Effendi, MBA 2. Prof. Miftah Thoha, MAP. 8. Hadir : Orang 9. Tidak hadir : Orang

Upload: others

Post on 11-May-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

Nomor: RISALAHDPD/KMT.I – RDPU/I/2017

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

-----------

RISALAH

RDPU KOMITE I DPD RI MENGINISIASI PENYUSUNAN RUU

TENTANG ETIKA PENYELENGGARAAN NEGARA

MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2016-2017

I. KETERANGAN

1. Hari : Senin

e Tanggal : 30 Januari 2017

3. Waktu : 13.45 WIB – 15.40 WIB

4. Tempat : R.Sidang 2A

5. Pimpinan Rapat :

Pimpinan Rapat

1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua)

2. H. Fachrul Razi, M.IP (Wakil Ketua)

3. Benny Rhamdani (Wakil Ketua)

6. Sekretaris Rapat :

7. Acara : Menginisiasi penyusunan RUU tentang Etika

Penyelenggaraan Negara dengan Narasumber:

1. Brigjen Pol. (Purn) Dr. Drs. Taufiq Effendi, MBA

2. Prof. Miftah Thoha, MAP.

8. Hadir : Orang

9. Tidak hadir : Orang

Page 2: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 1

II. JALANNYA RAPAT :

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Baik.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillah, Alhamdulilah dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati segenap Pimpinan dan Anggota Komite I Dewan Perwakilan

Daerah.

Yang saya hormati dua narasumber.

Dua narasumber ini tidak bisa digantikan oleh siapa pun berlaku Pasal 1, Pasal 2. 1,

senior selalu benar dalam hal keilmuan beliau berdua ini. Pasal 2 jika senior salah kembali ke

Pasal 1. Jadi senior selalu benar terus ini. Pak Taufiq dan Pak Miftah selalu benar terus saya

kira dalam pembicara mengenai ini saya kira. Pak Pasek tadi votingnya sudah tampil saya

kira pada satu fraksi saya kira. Maksudnya apa, saya tidak tahu tadi Pak pada vote Pak Taufiq

. Pak Hendri, Pak Badri kemudian sebelah kanan saya ini ada 3 orang, 3 lawan 3 Prof. Satu

adalah Bu Eni dari Jawa Barat, kemudian Bu Dewi dari Nusa Tenggara Barat, kemudian Ibu

Iin dari Riau ya, kemudian Pak Ali beliau dari Gorontalo yang disana pak. Sebelah kanan

saya baru hadir adalah Pak Fachrul Razi beliau dari Aceh. Pak Razi dari Daerah Istimewa

Aceh menjadi Nangroe Aceh Darussalam pernah iyakan nah sekarang kembali ke Provinsi

Aceh.

Ibu dan bapak sekalian dengan ucapkan Bismillahirahmanirrahim rapat kami buka

dan terbuka untuk umum.

Dalam rangka RDPU dengan 2 narasumber kita, satu adalah Bapak Taufiq Effendi

saya tidak sebut gelar dan pangkatnya semua orang sudah tahu semua. Kemudian yang kedua

adalah Pak Miftah Thoha, gelar dan pangkatnya tidak saya sebut karena ini empunya kalau

bicara birokrasi beliau ini pak. Empunya birokrasi di Indonesia itu beliau Pak Miftah Thoha.

Pak Taufiq dan Pak Miftah, DPD dekat jibah pak dapat kewajiban untuk membuat NA dan

RUU mengenai etika penyelenggaraan negara. Saya kira satu diantara sekian undang-undang

dalam hal reformasi di Indonesia ini diperlukan salah satunya ya itu. Saya kira amanat

berbagai Tap MPR mulai MPR Tahun 1998-2001 itu masalah etika. Ya mungkin hari-hari ini

masalah hoax, masalah medsos, masalah lain-lain juga karena memang belum ada undang-

undang ini pak sehingga etika penyelenggara tidak karu-karuan pak. Ini antara idealita dan

fakta itu langsung berhadapan dan salah satunya adalah kemudian di dalam Prolegnas

pemerintah, DPD, DPR menjadikan undang-undang ini sebagai bagian dalam rangka long list

2015-2019 dan akan menjadi prioritas utama di 2018. Nah karena itu bapak, ibu sekalian di

dalam mekanisme kita Pak Taufiq dan Pak Miftah ya tentu kita meng-hire beberapa tenaga

ahli untuk dijadikan sebagai staf ahli undang-undang ini. Saya kira berjalan sudah di Komite

I kemudian dalam rangka membuat formula kami mengadakan RDP, RDPU dan juga nanti

Raker dengan Menpan Reformasi dan Birokrasi. Tadi pak kita mengundang pak siapa tadi,

Pak Deddy Prata Kusuma Deputi di Kemenpan kemudian rencana juga hadir adalah Pak Eko

Prasojo tapi beliau tidak hadir mungkin masih bersama Tina Talisa mungkin itu karena

kemarin masih menjadi apa, moderator dalam rangka debat Pilkada DKI. Hari ini beliau

berdua kemudian pada hari-hari yang akan datang kita akan melakukan pendalaman terhadap

berbagai pemikiran yang ujungnya nanti kita akan formulakan dalam naskah akademik dan

RAPAT DIBUKA PUKUL 13.45 WIB

Page 3: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 2

Rancangan Undang-Undang. Saya kira kita tidak akan mengurui para guru besar depan saya

ini, satu guru besar di kampus, lalu yang kedua guru besar pada waktu beliau menjadi

Menpan Birokrasi dan Reformasi. Singkat memang tapi adalah atbrefis fitalonga pak bukan

atlonga fitabrefis kalau atlonga fitabrefis ya kalau Pak Taufiq ini termasuk adalah atbrefis

fitalonga jadi panjang terus ilmu yang dikembangkan pada waktu beliau menjadi Menpan

Reformasi Birokrasi.

Nah selanjutnya pak ini jam 2 kurang ¼, jam 2 kurang 10 menit waktu Komite I kita

sepakat berbagi waktu antara teman-teman yang mendalami dan bapak-bapak yang

memberikan materi di dalam RUU ini. Untuk pertama Pak Miftah, Pak Taufiq dulu atau Pak

Miftah dulu ini? Ya saya kira Pak Taufiq dulu. Pak Taufiq dulu lah saya tidak bisa meminta

tapi oleh kesepakatan berdua. Secara etis beliau berdua punya etika saya kira.

PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER)

Begni waktu beliau jadi Menpan beliau ini sering mengatakan kepada saya dan saya

selalu dipanggil lagi mas sama beliau. Beliau ini saya panggil Kang Mas karena dia kakak

kelas saya di Sospol dulu tapi nyeberang jadi Jenderal Polisi begitu loh itu beliau karena itu

sampai sekarang saya adalah kurang hormat kalau saya lebih dulu dari beliau.

Terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Silakan Pak Taufiq Effendi.

PEMBICARA: Brigjen Pol. (Purn) Dr. Drs. TAUFIQ EFFENDI, MBA

(NARASUMBER)

Bismillahirahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Saya waktu di panggil oleh Pak Muqowam saya sedang berada di luar kota lalu di

telepon oleh Pak Bambang, Pak Muqowam panggil Senin Pukul 13.00 WIB bayangin. Luar

biasa saya datang pukul 13.30 WIB beliau datang pukul 14.00 WIB di sini. Begini satu

pertanyaan saya saudara-saudaraku, ihwanku kita mau bersungguh-sungguh membuat

undang-undang ini tidak, kita tekad tidak buat bikin ini, tidak tanggung-tanggung ini sangat

berbahaya, syaratnya harus berani you got had the guts kalau tidak punya keberanian, jangan.

undang-undang ini menuntut keberanian yang amat sangat. Ini akan menjadi sebuah

signature bagi DPD. Ada meninggalkan bekas, ada bekasnya dengan undang-undang ini.

kejadian demi kejadian seperti sekarang ini ketiadaan undang-undang ini. Di negara-negara

maju Undang-Undang Etika itu yang terutama. Setiap pejabat mempunyai etika. Ini undang-

undang ini saya sampaikan pada tahun 2005-2006, ada 8 undang-undang yang saya minta

dibuat Alhamdulillah Pak Ketua, 6 diantaranya sudah dibuat Undang-Undang Pelayanan

Publik, Undang-Undang tentang Arsip Negara, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan,

Undang-Undang tentang ASN yang sekarang sedang di uyek-uyek ini. Menciptakan Undang-

Undang ASN itu tanya beliau ini saya bilang kamu harus siapkan itu, saya marahi dia, saya

marahi Sofyan. Hanya itulah ciri khas negara ini sekarang mau dirusak lagi mau dibalikin

seperti jaman dulu saja. Oke. Saya hanya membuat 3 hal saja tentang undang-undang ini,

yang harus ada di undang-undang ini satu tentang nilai-nilai NKRI itu ya. Pertanyaannya

adalah apakah saudara-saudara cinta pada NKRI? Bukan cinta yang kaya di WA itu Pak

Pasek tapi cinta ang sungguh-sungguh Lilahita'ala kalau tidak ya sudah selesai kita. Kalau

bicara tentang cinta pada NKRI harus utuh. Terimalah secara utuh. Pikir rupa nya NKRI kaya

Page 4: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 3

gini iki loh. Jangan NKRI tapi ya jangan, maaf kalau NKRI pakai tapi, but, no exception, no

we can’t go on. Pak, bu jaman Belanda dulu Indonesia itu di bagi 3 Uni India Belanda itu

Eropa golongan I, golongan 2 Cina dan Arab, 3 itu bumi putera kok sampai hari ini masih

kayak begitu, betul tidak, kalau jujur loh. Ya jadi pemimpin pemimpinan sedangkan

pengusaha-pengusahanya pengusaha-pengusaha yang betul-betulan dalam loh ini kata-kata

ini sangat dalam loh ini, renungkanlah. Yang jadi pemimpin hanya yang punya duit atau

kebetulan ada yang duiti sedangkan si pengusaha ini betul-betul. Satu-satu korban kita

bergelimpangan, terakhir Patrialis. Satu persatu orang di rayu lah kan manusia, manusia juga,

saya hanya lindungi Tuhan jadi selamat kalau tidak mungkin takut juga, akan jadi terus. Jadi

nilai-nilai NKRI itu harus bulat dalam undang-undang ini. Mohon dirumuskan pak, nilai-nilai

NKRI pak. Didalamnya itu pasti ada nilai-nilai Pancasila pak. Sebetulnya tidak terlalu sulit

Berketuhanan yang Maha Esa, nilainya apa disitu? ngerti sing apik harus sing ngelek itu

nilainya tahu yang baik dan yang buruk, tahu yang hak dan yang batil, tahu yang halal dan

yang haram. Itu nilainya sak mono tak wae kok angel mentu yo iyakan nilainya kan cuma itu.

Iya tidak Pak Muqowam.

Yang kedua, kalau kita cinta NKRI cinta seutuhnya, kafah, kekurangannya

perbedaannya dan itu mewarnai cara kita memimpin, cara kita berbicara, cara kita

mengambil keputusan ada etikanya semua dan nilai-nilai dari Undang-Undang Dasar’45

harus masuk situ dan kemudian nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika itu harus diterima. Satu itu

pak, nilai-nilai NKRI itu. Nanti tolong ijinkan saya pada suatu saat ada waktu pada acara

yang lain saya akan kupas secara menyeluruh. Kedua adalah nilai-nilai tentang peran

penyelenggara negara. Peran, one single word peran. Mohon maaf tadi saya bergurau, anda

sudah punya istri? Saya bilang ada pegawai, sudah. Tahu peran suami apa? Banyak orang

sedang beristri peran suami tidak tahu. Tahunya fungsi. Ada yang jawab oh pak memberi

nafkah lahir dan batin, itu kewajiban le bukan peran itu. Saya orang Kalimantan ini biasanya

peran itu kalau di Jawa sana diucapkan pada malam midodareni, tentang peran le sistokuit

jadi patuku tapi bisa ne kui kudisong ngayomi anakku, itu peran itu di tulis dalam buku Catur

Weda itu tapi bisa kui kudu iso mengayomi anakku. Mengayomi itu peran suami, si istri

terasa terlindungi dia hidupnya. Kabin kalipun kui kudu iso ngayomi anakku itu Pak Mif tahu

ayo di catat. Ngayomi kapin kalipun ngayomi. Rasa damai si istri itu, kemana pergi suami dia

tidak takut, dia tahu dia pergi mencari nafkah bukan cari janda. Kemana pun pergi dia damai

oh pucuk kukilo wapi ngayomi. Kayomi, ngayomi, kapin tigo diput ngayani. Bapak

Muqowam orang Jawa nah saya orang Kalimantan tahu. Ngayani, jadi memberikan harta

tadinya tidak punya cincin, punya cincin, menafkahi, memberi harta bukan nafkah. Memberi

harta. Kaping sekawani pun koe kudu hanganti anakku. Hanganti, hangan itu menemani, so

you why never feel lonely, ditelepon pun selalu ada, jangan ditelepon mati melulu itu nggak

ngayem, kok mati terus mas telepon ne, waduh aku di basement ini. Pasti sedih ini orang

basement. Black spot. Itu perasaannya. Sekarang apa peran daripada penyelenggara negara?

Ya mas betul peran dari penyelenggara negara itu dituliskan dengan jelas peranannya? Nilai-

nilai ini harus ada. Perannya adalah peran eksekutif, legislative, yudikatif perannya sama

satu. Perannya ditulis dalam pembukaan UUD 1945, mensejahterahkan rakyat. Ada disini

pikirannya satu biar supaya rakyat lebih sejahtera.

Saya bermimpi Pak Muqowam bagaimana suatu saat kita DPD merumuskan ini

bersama-sama mengenai peran ini. Ini akan menjadi buku yang sangat tebal Pak Miftah.

Misalnya bagaimana kesehatan bicara soal kesejahteraan rakyat, semuanya bicara begitu dari

segi kemampuan mereka. Kedua, tugas kita amanat yang diberikan oleh undang-undang

kepada kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Itu kedua. Mencerdaskan kehidupan

bangsa dan yang ketiga ikut serta pencapaian dunia itu. Ini amanah, peran itu, itu. Dia di

DPD, di DPR kek, dia jadi polisi, jadi dokter jadi apa kek. Tiga ini peranannya. Setuju tidak,

dan yang ketiga bagian yang terakhir dari situ, nilai-nilai kejujuran. Saya membaca

Page 5: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 4

tulisannya pak bekas rektor UIN siapa itu? Pak Kamaruddin Hidayat. Baca itu. Bahwa

Denmark jadi salah satu negara yang termakmur di dunia karena satu saja, jujur. Just what

single word honest, trust, jujur. Coba tengok disana hanya mempraktekan satu kata saja jujur.

Gurunya tidak risau kalau anaknya bodoh-bodoh sedikit tapi kalau anaknya sampai tidak

jujur risau gurunya. Ada nilai di awali apuse wis bioso kabag entek ngapusi. Sejak kecil anak

kita. kita ajari ngapusi ada telepon bilangin bapak tidak ada oh ning ngapusi entok toh ya.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Pak Taufiq jarang namanya rapat ada tepuk tangan itu pak, ini yang tidak pernah ya

pak, jarang sekali pak. Bapak sudah mampu membangkitkan etika temen-temen Komite I

saya kira itu. Jadi Ibu Eni gairah itu beda tempat, beda makna loh bu. Nah kalau siang kerja,

malam juga kerja saya kira Pak Taufiq. Loh langsung.

PEMBICARA: Brigjen Pol. (Purn) Dr. Drs. TAUFIQ EFFENDI, MBA

(NARASUMBER)

Itu Ibu Eni itu bedanya tidur dan bobo. Kalau tidur angler, kalau bobo usrek.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Ini saya tidak mau mengatakan bahwa ini berdasar pada pengalaman loh ya, kalau itu

soal lain lah ya tapi saya, saya hampir yakin bahwa Pak Taufiq ini tidak sekedar sekarang

saya mengenal, tahun ’86 saya kira, saya sudah kenal beliau ketika beliau menjadi, Binmas

Polda Jawa Tengah pak, masih kaya begini dulu kolonel lah dulu. Dulu kalau di Polda ada

beliau, di Kodam ada Pak Lutfi Banser, tidak tahu beliau sudah dimana sekarang ini. Satu

Asospol Pak Lutfi Banser saya bilang ini kan pasti ansor ini, Banser kok kalau ansor belum

tentu Banser, kalau Banser mesti ansor. Jadi TNU ini tentara Nu yang satu itu. Nah yang

kedua Pak Taufiq ini nggak tahu, tahu-tahu sudah jadi penjabat tinggi negara repot, saya

cuma ingat-ingat ini Pak Taufiq itu yang polisi pada Jawa Tengah yang saya mengenal baik.

Saya waktu itu masih di ansor Jawa Tengah lah kira-kira begitu. Ya masih begini dari dulu

pak. Kalau ada Pak Ismoyo beda-beda tipis dengan Pak Ismoyo pak.

Terima kasih Pak Taufiq. Pak Prof silakan, Pak Prof Miftah.

PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirobbil alamin, washolatu wassalamu 'ala asrofil ambiya iwal mursalin

wabika warosulika wahabibina wasyafiina wamaulana Muhammadin wal ali wasohbihi

waman tabia bihi sabila yaumiddin amaba.

Saya juga mulai kaget melihat Pak Taufiq yang saya kenal sejak dulu tidak seperti itu.

Dulu waktu jadi Menpan paling adem. Saya itu merasa kalau dipanggil beliau di Menpan dan

sering memanggilnya sehingga Menpan itu seperti saya berada at home disana, kebetulan

sesuai dengan keahlian dan kompetensi yang saya pelajari selama ini disana. Sejak beliau

meninggalkan Menpan dan pindah di Senayan ini masih juga manggil saya. Jadi ketika beliau

mempunyai ide untuk menyusun memperbaiki Undang-Undang Kepegawaian dia merasa

orang Gajah Mada yang tahu administrasi pemerintahan itu cuma 2 orang kata beliau yang

satu Profesor Sofyan Effendi dan saya sendiri sehingga Undang-Undang ASN itu yang

idenya beliau ini jadi Undang-Undang itu di Komisi II lama saya bergaul disitu dan berjuang

Page 6: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 5

untuk itu sehingga lahirlah tahun 2014 itu dibawah kepemimpinan Presiden SBY undang-

undang itu disahkan tapi sekarang saya dengar di luar Senayan ada upaya untuk merevisi

undang-undang karena, saya mendengarnya di luar Senayan. Pak Muqowam jangan salah

paham terus dong sama saya. Ya jadi begitu sekarang akan direvisi undang-undang itu maka

sekarang saya di undang oleh Komite I DPD ini diminta ikut menyumbangkan pikiran

mengenai etika penyelenggara pemerintahan itu. Insya Allah saya mau. Dulu waktu

panjenengan undang saya yang tahun berapa itu, saya pas kebetulan sakit. Sakitnya sakit

muda pak, orang tua tapi sakit usus buntu itukan penyakit muda itu, saya dioperasi saat itu

pak sehingga saya tidak bisa datang kemari. Nah sekarang saya ingin menyumbangkan

pikiran saya mengenai ini.

Menurut saya selama masa reformasi ini sejak tahun’98 sampai sekarang ini lebih-

lebih pada akhir-akhir ini penyelenggara pemerintahan itu diwarnai oleh tata kelola

penyimpangan baik di pemerintah pusat maupun di pemerintahan daerah. Komplit sekarang

ini pak. Tindakan Pungli semakin berani di departemen ini dan semakin meriah tindakan

korupsi dilakukan oleh mereka. Saya heran ketika Pak Presiden mengatakan bahwa Pungli

itu harus segera diatasi kalau KPK juga diminta menyelenggarakan korupsi apa ini

pembagian kerja atau bagaimana ini, KPK urusan korupsi, Pungli aku urusi, kira-kira itu

mungkin. Tindakan kedua macam tindakan yang tidak bagus ini sekarang sudah merambah

tidak hanya di lembaga eksekutif pemerintahan tapi juga di lembaga legislatif dan yudikatif.

Ini menunjukkan keprihatian kita pak jadi kalau Komite II sekarang berinisiatif untuk

menyelenggarakan undang-undang ini, saya kira walaupun sudah ternyata tergolong

terlambat tetapi tidak bisa tidak apa-apa ini tidak ada waktu yang terlambat itu walaupun

sebenarnya sudah terlambat. Barangkali penyebab pokok terletak pada peran konsep

reformasi yang dan perbaikan perubahan belum menyentuh pada referensi yang mendasar.

Rekruitmen sumber daya manusia Pak Ketua dan anggota DPD yang terhormat, sebagai

pelaku atau atur pelaksana politik dan birokrasi politik dan birokrasi dan managemen

pemerintahan itu sekarang sudah mulai jauh dari harapan yang baik. Pemerintah ini belum

menunjukan transparansi kompetensi yang sesuai dengan keahlian professional. Jabatan yang

dilakukan oleh masing-masing pemangku jabatan itu akan tetapi masih bersifat kedekatan

kekuasaan individu yang berkuasa. Contoh yang paling dekat sekali dalam muka kita atau

mata kita ini adalah yang sekarang banyak dikhawatirkan oleh akademisi di kampus Pak

Ketua adalah penunjukan para menteri di kabinet presidensil ini selama masa reformasi ini.

Tidak lagi mencerminkan perilaku kabinet presidensil ataupun barangkali juga kabinet

parlementer sekalipun. Inilah awal mula etika di segala bidang urusan negara dan

pemerintahan ini kurang memperoleh perhatian kita bersama dan inilah penyebab referensi

mendasar yang saya katakan sebagai refenrensi etika moral yang tadi banyak diuraikan oleh

yang saya hormati Kang Mas Taufiq Effendi yang tidak mencekam dalam sikap dan perilaku

manajemen pemerintahan kita ini.

Dari 3 komponen managemen pemerintahan yaitu dilembaga atau rohanisasi

pemerintahan sistim yang dipergunakan dan sumber daya manusia yang melaksanakan

penataan reformasi dan perbaikan kurang menaruh perhatian kita. Sementara itu tanpa

mengurangi perhatian kita pada upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah terdahulu dan

sekarang juga maka masih banyak hal yang memperlukan perhatian kita. Lembaga dan

sistem masih banyak menaruh perhatian untuk disempurnakan. Jadi kalau Komite II eh

Komite I, mohon maaf DPD berinisiatif untuk menekankan tata kelola pemerintahan dengan

memberikan perhatian kepada tata kelola etika penyelenggara pemerintahan kiranya perlu di

dukung. Belum ada kata terlambat walaupun sebenarnya kita bisa dikatakan terlambat. Mari

kita lihat keadaan empiris di negara kita ini selama era reformasi ini kalau kita amati lembaga

birokrasi pemerintah jumlah besaran kekuasaan dan diskresinya semakin besar tapi

akuntabilitas publik sangat rendah. Sementara itu perubahan lingkungan strategis nasional,

Page 7: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 6

perubahan sistem kepartaian semakin sangat menjauh dari hakekat dari negara kesatuan. Tadi

Bapak Taufiq sudah sudah mengatakan NKRI tapi saya akan menekankan selain NKRI juga

menekankan lagi negara kesatuan. Sistim negara kesatuan jangan sampai disalahgunakan

mengenai tata pemerintahan kita ini. Di dunia literatur kita mengenal sistem negara itu ada

dilakukan dengan unitary system, negara kesatuan dan parlementery system. Yang namanya

unitary system itu dalam literatur yang saya baca kekuasaan dan kewenangan menjalankan

pemerintahan itu ada di tangan pemerintah pusat. Jadi ada di tangan pemerintahan pusat

sedangkan kekuasaan kemenangan di daerah itu melalui sistem desentralisasi bukan seperti

sekarang sistem otonomi daerah. Otonomi itu bukan istilahnya negara kesatuan yang saya

baca di literatur tapi itu lebih banyak berada di negara bagian disana otonomi itu. Kita tidak

mengenal negara bagian itu. Sejak Bung Karno memimpin negara kita, sudah tekad negara

kita itu negara kesatuan, unitary system pemerintahan di daerah itu melalui sistem

desentralisasi. Sistem desentralisasi itu pelaksanaannya ada tergantung pada the pleasure of

central government, sangat tergantung pada kemurahan hati pemerintah pusat karena itu

negara kesatuan bisa ada sentralistis ada desentralistis. By the preasure of central

government, ucapan saya ini ucapan literatur dalam bahasa inggrisnya yaitu semua

tergantung tapi saya ingin flash back sebentar tahun ‘98 itu saya ditunjuk oleh temen saya di

Depdagri yang namanya Ryaas Rasyid kebetulan jadi Dirjen atau jadi apa waktu itu diminta

ikut menyusun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mungkin bapak-bapak masih ingat

saat itu. Di belakang kami tim itu ada orang Jerman itu yang namanya siapa itu pak orang

Jerman itu jadi lupa saya namanya timnya itu, itu banyak membantu kami. Di Jerman itu

sangat desentralistis pak disana federal pak lah. Kebetulan sebelumnya pemerintahan kita itu

sangat sentralistis dari Pak Harto tapi melupakan dengan kesatuan itu. Lalu kita di ojo-ojoi

apanamanya di ojo-ojoi itu apa bapak istilahnya, dipengaruhi oleh orang-orang yang

sentralistis ini untuk memberikan otonomi dan desentralisasi kepada daerah. Ingat tidak

bapak waktu itu di undang-undang, kekuasaan kewenangan titik berat otonomi itu dimana

pak di kabupaten dan kota. Ini prinsip negara mana ini, itu yang ada di negara bagian begitu.

Kita titik berat otonomi di kabupaten dan kota sampai sekarang yang namanya bupati

dipanggil gubernur kan dulu tidak mau nah sekarang mulai disusun kembali kewenangannya

SMA dan SMK atau, itu di provinsi sekarang. Jadi mulai ada dirembetkan kesana. Yang

kedua bapak ingin tahu kewenangan pemerintah pusat di daerah itu dimana pak? Di

gubernur. Jadi yang namanya kewenangan gubernur itu di dalam negara kesatuan,

kewenangannya pemerintah pusat. Jadi kewenangannya itu ada di gubernur pak, di

kabupaten itu ada kewenangan daerah yang titik beratnya disitu. Ini bapak sadar nggak

bahwa negara kita itu sudah terlalu menyimpang dari negara kesatuan. Cuma yang

ditekankan di NKRI itu adalah sampai sekarang masih kita peratakan sejengkal pun daerah

republik ini tidak boleh, sejengkal wilayah republik diambil orang lain. Itu segi security-nya

yang paling menonjol tapi segi sistem pemerintahan itu masih sangat jauh. Ini barangkali

juga yang perlu juga mendapatkan perhatian kenapa tadi, apa yang dikatakan Pak Taufiq

sampai sekarang itu belum terwujud. Maka oleh karena itu kalau kita mau membetuli,

membetulkan penyempurnaan ini juga perlu di dan kita lihat sendiri lagi mengenai sistem

pemerintahan kita ini.

Yang kedua bapak, kalau kita lihat empiris di negara kita ini sekarang ini yang

namanya kekuasaan itu, partai politik itu adalah suatu organisasi yang menurut Bung Karno

mungkin bapak-bapak kan bukan partai politik kan ini, wakil daerah kan disini. Iya Pak

Muqowam?

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Ada yang di partai politik.

Page 8: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 7

PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER)

Ya itukan, itu yang perlu di etikanya kaya apa nanti. Di jaman partainya Bung Karno

dulu, partai Bung Karno dulu sampai sekarang itu partai politik kan ideologinya kekuasaan

pak, jadi bagaimana dia memperoleh kekuasaan lalu melaksanakan kekuasaan,

mempertahankan kekuasaan itu Bung Karno. Ideologi itu sampai sekarang masih terus

berkembang pak padahal yang kita rapatkan yang namanya wajah birokrasi kita ini kan ada

tiga macam, yang pertama birokrasi kita ini wajahnya menurut Max Webber adalah wajah

professional, orang yang kompeten, orang yang ahli yang ada disitu karena dia yang

melaksanakan kebijakan. Wajah kedua birokrasi kita ini wajah politik maka tidak asing

dimana di negara ini, di negara demokrasi partai politik itu kalau memenangkan suara dia

pasti memimpin birokrasi. Jadi partai politik itu kalau nanti berkuasa di pemerintahan dia

akan memimpin birokrasi. Sejak dulu waktu saya masih dipanggil Pak Taufiq saya sudah

bilang sama beliau “Pak, tata kerja hubungan kerja politik dan birokrasi itu perlu dirumuskan

dengan baik”. Belum sempat diperbaiki Pak Taufiq, Pak Taufiq meninggalkan Menpan. Saya

harapkan beliau bisa bertahan disana sehingga bisa. Sampai sekarang tidak pernah ditata

hubungan birokrasi dan politik, yang ada hubungan bahwa pejabat politik yang memimpin

birokrasi ini penjabat penguasa pak yang dikuasai birokrasi. Maka kalau penjabat kekuasaan

menjabat ini mempunyai kekuasaan tertentu, kewenangan tertentu harus birokrasinya tunduk

dan setia melaksanakan itu. Jadi kalau penyimpangan-penyimpangan terjadi di dalam

birokrasi pemerintah, jangan disalahkan birokrasi yang profesional seharusnya itu awalnya

dari kebijakan yang dibuat oleh pejabat-pejabat politik ini karena belum pernah ditata

hubungan kerja itu. Di Amerika bapak-bapak sudah pernah dengar pidatonya Kennedy dulu

when my country begin, my loyalty to my party end. Barangkali kalau loyalitas kita pada

negara itu mulai saya dipanggil dengan kepala negara maka kalau loyalitas pada partai kita

berakhir. Di republik ini tidak begitu, orang-orang partai politik yang menjabat pemimpin

birokrasi pemerintah adalah kader partai politik itu bukan penjabat negara. Pak Harto dulu

mengatakan semua Golkar yang mendapat menteri dan sebagainya itu tidak disebut penjabat

Golkar, atau penjabat politik tetapi pejabat negara, kenapa tidak dikembalikan itu. Jadi

mereka itu disitu adalah mengabdi untuk negara, untuk seluruh rakyat ini nggak bukan

presidennya partai. Sejak SBY pak, mohon maaf sampai sekarang yang namanya

presidennya itu selalu menggunakan partai-partai, warna partai. Pak SBY itu dulu dasinya itu

biru pak, betul nggak pak iya mungkin bapak juga sudah tahu mengapa bertanya. Sekarang

kalau saya lihat Pak Jokowi itu pakai jas juga Pak Menteri Dalam Negeri maupun Pak

Menteri Ham Hukum itu dasinya merah. Dasikan banyak warna republik ini apa itu

mewujudkan dari merah putih atau bagaimana saya tidak tahu, ini menunjukan bahwa adanya

politik itu kader partai itu disitu pak.

Jadi oleh karena itu pak kalau kita ingin atau pak Komite I ini ingin, saya selalu

bilang Komisi II karena beliau dulu sering manggil saya di Komisi II di DPR itu ya. Saya

ingin mengatakan sebenarnya masalah etika yang akan dikembangkan oleh komisi ini sangat

bagus sekali. Etika itu sebenarnya kan suatu tatanan moral yang harus diikuti dan

diaplikasikan dalam sikap dan perilaku pelaksana sistem pemerintahan ini. Etika yang mau

membedakan antara yang buruk, yang baik sama yang jelek. Etika itu kalau istilahnya Pak

Muqowam itu kalau ngaji itu, saya kutipkan di dalam surat Al-Baqarah ayat 42

Bismillahirrahmanirrahim. Yang namanya etika itu wala talbisul haqqo bilbatili wataktumul

haqqa wa antum ta'lamun, jangan kau campur adukan yang batil itu itu dengan yang hak.

Betul pak, wala talbisul haqqo bilbatili wataktumul haqqa wa antum ta'lamun sedangkan

anda tahu yang hak itu tapi anda sembunyikan. Itulah yang terjadi di masa republik ini pak.

Jadi kalau komite ini sadar mengenai perlu ada undang-undang itu kita tunggu itu pak.

Dengan demikian makan nanti jangan sampai setiap orang yang diangkat dalam jabatan itu

Page 9: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 8

tidak mengerti surat Al-Baqarah ini atau tidak menegrti etika itu. Sekarang mengangkat

menteri saja yang bukan dari ini tetapi dari kedekatan orang-orang dengan presidennya. Betul

presidensil itu kekuasaan menetapkan kabinet itu dari presiden tapi banyak orang partai

disitu. Saya kemarin membaca kritiknya Faisal Basri sangat tercekam saya, betapa banyak

orang yang tidak ahli kompeten menduduki jabatan seperti ini. Sampai dikritik toh Mas

Bambang Brojo ketika dia membayangkan akan adanya banyak uang dari luar negeri masuk

disini diampuni pajaknya ternyata tidak masuk kesini dan itu dilihat oleh Sri Mulyani. Saya

kenal Sri Mulyani sejak sama-sama dulu jadi pembantu atau tim ahli di Bapenas dulu jadi

saya tahu pribadi beliau itu. Jadi oleh karena itu semoga nanti bisa tertata itu pak karena itu

dalam undang-undang ini jelas nanti harus jelas yang namanya etika itu menjadi pedoman

kita. Etika itu kalau istilahnya administrasi negara adalah adanya lembaga yang bisa

memproteksi sistem merit, sistem yang menekankan kepada kompetensi jabatan

profesionalitas dari orang yang menduduki jabatan itu dan dilakukan secara terbuka.

Dilakukan secara terbuka. Jadi kalau kita mengangkat penjabat esselon satu di birokrasi

pemerintah itu harus terbuka dan ditentukan apakah kompetensi orang itu sesuai dengan

kompetensi jabatan yang akan dipangku. Sekarang enggak itu maka yang terjadi di Klaten,

dimana-mana daerah itu karena dekatnya sama bupati bu dan dia mengatakan adanya orang-

orang yang diangkat dalam jabatan itu perlu infaq dan saya pernah dengar ada menteri juga

perlu sodaqoh dulu. Bagaimana itu? Jadi oleh karena itu maka saya katakan infaq, sadaqoh

dalam keadaan seperti yang terjadi di tangkap KPK itu, itu bukan sistem merit, harus secara

terbuka. Karena itu ketika kami di undang oleh Pak Taufiq di Komisi II dulu membentuk

Undang-Undang ASN itu tekanan yang pokok adalah melaksanakan system merit ini, harus

ada lembaga yang memproteksi sistem merit, merit system protecting board dan ini

wujudnya Komisi Aparatur Sipil Negara. Komisi ini yang memproteksi nanti, yang

menjamin agar semua rekrutmen pejabat politik, maupun birokrasi melalui sistem merit.

Calon kepala daerah pun harus system merit bu yaitu bagaimana kompetensi yang

bersangkutan itu yang nanti sesuai dengan jabatan yang akan dipangku dan itu harus di tes,

diuji secara terbuka. Ketika sistem merit itu kita kemukakan di dalam Undang-Undang ASN

ini ya ini etikanya disitu, Pak Jokowi jadi Gubernur DKI mengeluarkan istilah namanya

lelang jabatan. Loh lelang jabatan itukan istilah pengusaha ya maklumlah Pak Jokowi

dulukan pedagang kayu mebel di Solo jadi kalau dia menggunakan lelang jabatan mungkin

terbawa pribadi dulunya. Lelang jabatan itu kalau menguntungkan ada lelang bu, ini ada

segi-segi negatifnya. Oleh karena itu nanti kalau kita menekankan merit system protecting

board dalam etika ini jangan gunakan sistem lelang itu. Jangan digunakan, gunakanlah istilah

administrasi negaranya seperti tadi dan istilahnya Alquran tadi wala talbisul haqqo bilbatili

wataktumul haqqa wa antum ta'lamun.

Dan yang terakhir bapak dan ibu yang saya hormati, moga-moga segera nanti bisa di

tindaklanjuti apa yang diinginkan oleh Komite I ini bisa ditindaklanjuti dengan baik dan

semoga kita bersama-sama mempunyai niat baik untuk mengharapkan tata pemerintahan kita

ini betul-betul bersih, baik seperti yang tadi diceritakan oleh Pak Taufiq pelaksanaan

pemerintahan di Swedia dan New Zealand itu. Pengalaman saya dulu waktu saya masih

menjabat di pemerintahan ini pernah berkunjung ke Swedia dan New Zealand sehingga

dengan demikian saya tahu persis bagaimana kejujuran yang dikatakan Pak Taufiq tadi itu

berada disana. Semoga kita nanti jika bisa menciptakan tata pemerintahan itu dan tata sosial

masyarakat kita ini yang jujur dimulai dari Komite I ini.

Walbillahi taufik walhidayah.

Wassallamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Page 10: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 9

PIMPINAN RAPAT: FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI)

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Terima kasih Prof. Miftah Thoha dan juga Prof. Taufiq yang sudah banyak

memberikan motivasi, inspirasi dan semangat buat kita semua dalam rangka menyusun RUU

Etika Pemerintahan. Satu kesimpulan saya memang 71 tahun negara ini terbentuk ternyata

negara kita belum punya etika pak makanya carut marut dan sebagainya. Oleh karena itu

tentunya masa di ke depan kita berharap kedua narasumber kita masih terus bersedia untuk

bisa mendampingi Komite I dalam hal lahirnya RUU ini menjadi undang-undang yang kita

harapkan bersama.

Baik, saya berikan kesempatan buat beberapa senator-senator yang sudah hadir hari

ini ya yang ingin memberikan tanggapan. Satu, selanjutnya sebelah kanan Ibu Eni kemudian

dari Gorontalo pak. Ijin pak kita kanan dulu pak ya. Silakan Ibu Eni, Senator Eni.

PEMBICARA: Dra. Ir. Hj. ENI SUMARNI, M.Kes (JAWA BARAT)

Terima kasih Pimpinan Sidang.

Para senator yang saya banggakan.

Narasumber yang begitu menginspirasi hari ini.

Terus terang bahwa saya ini mungkin sama dengan bapak kalau secara gundah gulana

atau merasa bahwa kondisi saat ini sudah tidak menentu dan carut marut dan ini sudah kami

rasakan. Betul apa yang bapak sampaikan bahwa untuk membuat suatu Undang-Undang

Etika ini perlu keberanian jangan setengah hati karena kalau setengah-setengah ya seperti

ASN yang kemarin saja, menguap begitu saja dan tidak dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Nah ini, inikan ingin memperdalam dari Undang-Undang ASN yang kurang terimplementasi

dengan berbagai alasan rakyat yang lama lah, membuang biaya, yang banyak, banyak sekali

hal-hal yang apanamanya bahwa ASN itu untuk di, apanamanya untuk tidak dikembangkan.

Nah ini, ini saya melihatnya itu hanya seperti bapak, hanya kemauan. Konteks itu hanya

kemauan dari kita seluruh elemen komponen bangsa terutama pada pimpinan-pimpinan yang

sekarang ini lagi diberi amanah oleh Allah SWT mengemban tugas pimpin negara mau benar

atau tidak setengah-setengah atau hanya live service, nah ini yang saya juga

menggarisbawahi disini. Nah mungkin secara peran bapak sudah paham banget bagaimana

kondisi DPD RI saat ini kita hanya bisa menyampaikan aspirasi, ketentuan ada di kamar

sebelah pak tapi bapak tahu sendiri, tadi bapak sampai langsung ditepuki tangan, bahwa kami

ini sebetulnya hatinya itu disitu tapi saat ini belum bisa mengimplementasi dalam bentuk

perundang-undangan yang benar-benar apa yang kita harapkan karena masih apanamanya,

masih di, apanamanya bukan penentu kebijakanlah intinya begitu. Mungkin pak saya ingin

tanyakan kiat-kiat apa yang dari bapak ini bahwa ini saya juga yakin, bahwa ini akan

membawa nama DPD di forum nasional di kalangan masyarakat apabila ini benar-benar

RUU ini adalah bisa tercermin dan terimplementasi apa yang diharapkan sebetulnya ini

harapan seluruh masyarakat Bangsa Indonesia hanya saja tidak ada kebijakan dan

kewenangan. Nah ini kiat-kiat dari bapak mungkin dan bimbingan bapak saya sangat

butuhkan namun untuk di forum ini kami ingin jargon penguatan dari diri bapak, bahwa kita

ini harus kuat, bahwa ini harus kuat dan harus mampu maka apa yang bisa bapak sampaikan

kepada kami agar kami ini mentalnya bisa semental sekuat yang hari ini kita rasakan.

Demikian bapak terima kasih.

Page 11: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 10

PIMPINAN RAPAT: FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI)

Baik, terima kasih Ibu Eni. Jadi Prof di DPD ini kita juga punya dewan etik ya yang

terkadang kalau ada pelanggaran itu fatwa MA tidak berlaku di DPD karena pengawalnya

adalah A.M Fatwa, jadi silakan Pak Fatwa untuk bertanya.

PEMBICARA: DR (HC) A. M. FATWA (DKI JAKARTA)

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ya rekan lama kita di parlemen Pak Taufiq Effendi dan Prof. Miftah Thoha senior

kita. Saya bertanya hal-hal yang dalam praktek politik bukan dari literatur-literatur, hemat

saya liter itu normatif tapi yang terjadi dalam praktek politik itu ya dinamis, nggak saya ingin

komentar Prof. Miftah Thoha ini istilah Megawati kepada presiden kita Jokowi sebagai

petugas partai itu rasanya menciderai perasaan kita yang sebenarnya Jokowi telah

memenangkan pemilihan presiden artinya sudah presiden kita semua. Presiden Negara

Republik Indonesia, sebagai kepala pemerintahan dan sebagai kepala negara.

Yang kedua, upaya-upaya penguasaan parlemen oleh eksekutif atau tegasnya

presiden. Meskipun tidak dipublikasi secara formal tapi semua orang, semua orang yang

aktif dalam politik, mengamati politik, permainan politik tahu bagaimana cara-cara sekarang

pemerintah, penguasa menukangi perpolitikan di Indonesia. Maksud saya bukan perpolitikan

yang terlalu luas, mengenai parlemen satu demi satu partai ditukangi mulai dari Golkar

kemudian P3 yang sudah makin mengecil itu yang pernah disebut rumah besar umat Islam

kasian ya sekarang ini sudah di obrak-abrik siapapun tidak usah pengamat politik tahu bahwa

itu ditukangi sehingga apalagi gunanya ini parlemen sebagai pengimbang, eksekutif

pemerintah. Saya kira Pak Taufiq Effendi pernah partainya menjadi penguasa juga 2 periode

tentu ada, tentu ada juga, oh sekarang Gerindra, maaf saya tidak tahu ya, dulu, dulu, iya dulu.

Saya kira juga terjadi, tapi mana yang lebih terasa kasar dulu dan sekarang ya kadang-kadang

saya merasa karena saya sudah seaktif di dalam orde lama dan orde baru ya di dalam

reformasi kadang-kadang merasa lebih kasar sekarang ini. Apalagi memang dunia, dunia

demokrasi sekarang ini rasanya kok lebih kasar.

Kemudian yang ketiga ini maaf lebih dulu ini rekan saya, yang saya sangat cintai dan

hormati samping saya, Pak Pasek ini. Ini orang ramai-ramai sekarang ini menjadi pengurus

partai dari DPD bukan sekedar anggota nah kalau sekedar anggota saya, saya justru orang

pertama saya kira di DPD ini menganjurkan supaya atau agar semua anggota DPD itu jadi

ada orientasinya kepada partai yang jelas, kalau menurut saya politisi yang tidak berorentasi

kepada suatu ideologi, ideologi politik yaitu di awang-awang dia dan partai itu harus

berorientasi kepada ideology, suatu idelogi politik entah kalau partai-partaian. Seperti juga di

luar negeri senator ini kan orang partai juga tapi setahu saya tidak jadi pemimpin struktural

formal begitu. Nah mengapa saya menganjurkan dari dulu supaya anggota DPD ini

sebaiknya ada orientasi politik yang jelas tapi saya tidak pernah menganjurkan menyarankan

Anggota DPD itu jadi pemimpin eksekutif partai. Saya salah seorang deklator nasional dan

cukup lama jadi pimpinan teras Partai Amanat Nasional tapi ketika saya masuk di sini saya

tinggalkan semua eksekutif, saya sekarang masih anggota Dewan Kehormatan, lama menjadi

wakil ketua MPP-nya. Ya saya tentu sewaktu-waktu juga masih memberikan saran-saran tapi

saran saya ngga pernah diketahui orang. Jadi inilah tapi kalau jadi pengurus kan jadi simbol

dan otomatis sehari-hari itu perhatiannya bagaimana tanggung jawabnya kalau misalnya jadi

pengurus harian. Tentu sehari-hari pikirannya tanggung jawabnya kepada partai. Ini saya

dengan minta maaf sebesar-besarnya karena teman-teman saya ini yang sangat dekat ini

banyak begitu ya termasuk di samping saya ini, ini teman dekat saya yang saya banyak sekali

Page 12: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 11

hargai, hormati, sikap-sikap politiknya tapi dalam persoalan ini saya berbeda. Saya tetap

konsekuen menganjurkan Anggota DPD harus ada orientasi politik yang jelas, kaya Pak

Muqowam itu ya kan jelas tadi PPP-nya yang diobrak-abrik itu, entah kemana sekarang ini

apa berada dipihak mana saya belum terlalu jelas. Rumah besar, umat Islam yang diobrak-

abrik. Ya jadi sekaligus ini sebenarnya saya melihat terjadi pergeseran politik. Saya tidak

tahu apa yang diceritakan di berita kompas hari ini tapi ada juga pergeseran politik saya

belum baca dan soal DPD banyak dikupas di kompas hari ini. Belum saya baca tetapi saya

sudah di wawancara dan saya punya keaslian pendapat di dalam soal ini seperti yang saya

ucapkan sekarang. Jadi ini mohon komentar dari Prof. Miftah Toha yang saya tau ilmuan

akademisi senior yang punya orientasi ideologi juga ya saya terima kasih sebelumnya.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Ya sebentar, sabar dikit, sabar dikit. Jadi ada olok-olok jawa ini Pak olok-olok

demokrasi itu kan monggo Pak 20% untuk orang lain 80% untuk kita ini, itu olok-olok orang

Jawa Pak Fatwa. Lalu yang ke dua ini dalam wanita Ibu-ibu, Qur'an itu bener enggak? Benar

tapi begitu mufanqi hummato balakum dannisa itu untuk suami Bapak, eh suami, suami

Mbak, bukan suami saya gitu kira-kira. Jadi kadang-kadang ini Pak Fatwa sama juga saya

kira bahasannya Pak Fatwa itu menarik adalah jangan-jangan kita itu sedang melanggar etika

tapi karena menjadi suatu yang biasa tidak berasa kalau itu melanggar gitu pak. Ini yang saya

kira seperti korupsi hari ini saya kira, ngga berasa kalau itu korupsi gitu, ternyata itu, antara

kenikmatan dan korupsi, antara kenikmatan dan kehalalan, itu dia ngga bisa bedakan pak.

Jadi saya kira kalo fankihu itu untuk orang lain, bukan untuk suami saya, tapi untuk suami,

eh bukan untuk suami saya tapi suami orang lain kan begitu.

Jadi menarik Pak Fatwa sungguh pun bahasannya umum tapi iya untuk men-judge,

untuk memberikan pendapat dari Bapak-Bapak pada kita kita sebagai tadi legislatif,

eksekutif, dan yudikatif. Ini kan lembaga legislatif ini dalam etika itu diperlukan. Pak Khali

dulu ya Bu ya, tadi di sini Pak Khali atau saya akan melanjutkan ternyata dia milih Pak Khali

daripada Ibu, saya hanya melanjutkan kalau saya pasti Bu Iin duluan tapi yang milihkan

duluan beliau ini tadi. Silakan Pak Khali.

PEMBICARA: Drs. A.D. KHALY (GORONTALO)

Terima kasih Pimpinan.

Yang saya hormati Bapak-Bapak narasumber, para Anggota Dewan yang terhormat,

setelah menyimak apa yang disampaikan oleh kedua narasumber, saya sungguh

berterimakasih ini atas telah mendengar langsung terutama dari Bapak Miftah Toha. Saya

kenal Bapak dari dulu, terutama melalui buku-buku karangan Bapak apakah itu di P di jalan

dan hari ini juga bisa bertemu langsung. Ada beberapa hal yang saya tanyakan terutama dari

Pak Taufik Effendi. Tadi Bapak menjelaskan bahwa dalam kita menyusun Undang-undang

etika penyelenggara negara ini kita tidak boleh lupa 3 faktor atau 3 nilai utama itu, yaitu

harus ada nilai NKRI, kemudian peran penyelenggaraan negara dan kalau tidak itu salah 3 itu

menyangkut nilai kejujuran.

Tentang nilai NKRI dalam nilai NKRI dalam penyelenggaraan nilai pancasila saya

teringat dulu Pak, pada zaman orde baru di 4 pedoman penghayatan dan pengamalan

pancasila dulu itu sampai anak-anak SD itu bisa hafal itu, apa lagi penyelenggara negara.

Kira-kira itu masih bisa relevan kalau kita angkat, kalau itu baik dalam kita menyusun etika

penyelenggara negara ini. Apakah ini sebagai masukan atau bagaimana dan sampai sekarang

Page 13: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 12

ini masih ada sisa-sisa dari P4 itu yang bisa saya laksanakan dalam kehidupan sehari-hari,

baik dalam bernegara mau pun bermasyarakat.

Kemudian juga tentunya kita tidak bisa berbicara tentang etika penyelenggara negara

ini, yang jelas penyelenggara negara itu mencakup sebuah aparatur dan sebagainya tapi

bagaimana kalau kita memberi bicara dengan etika berpolitik tadi sudah disinggung ada yang

dari Pak Fatwa apakah dalam kita merumuskan Undang-Undang tentang penyelenggara

negara ini sekaligus bisa kita juga merumuskan di dalamnya bagaimana beretika, etika

berpolitik seketika kita dari partai politik menjadi suatu, menjadi anggota DPR atau DPD

seperti sekarang ini, tentu tidak lepas dari penyelenggara negera itu sendiri. Kira-kira cuma

itu Pak dari saya.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

P4 itu dulu namanya agak indoktrinnya itu doktriner Pak ya, sampe orang PPP itu

takut Pak. Sama orang PPP itu takut Pak, PPP aja di keperlui polisi keperlui Danramil apa

lagi P4 katanya begitu loh, itu pak Pak Fatwa umum PPP aja di antepi danramil apalagi p4

gitu kan. Jadi pak taufik yang ga punya ini bapak yang tadi ini Pak PPP aja dikeperlui

Danramil apalagi p4 ya gitu. Pengalaman saya di masa lalu begitu pak hari ini kan sudah

saking bebasnya sebebas-bebasnya Pak saling ngga ada apa ngga ada lagi etika, fatsun tidak

ada lagi. Bu Iin masih punya fatsun, silakan Bu.

PEMBICARA: INTSIAWATI AYUS, S.H., M.H. (RIAU)

Masih, baik terimakasih Ketua Pimpinan, Bapak Ibu yang terhormat Anggota Komite

1 dan tentunya kepada Bapak-bapak narasumber. Terimakasih Pak, saya senang sekali. Saya

berusaha menyimak dengan baik apa yang telah disampaikan oleh narasumber dan untuk itu

ada beberapa catatan. Bicara tentang Undang-Undang dan Rancangan Undang-Undang yang

kita usung ini tentu kita bicara law enforcement-nya, penegakan hukumnya dalam pikiran

saya sekarang saat bicara pada penegakan hukum, bicara etik hampir di seluruh instansi dan

di seluruh institusi memiliki kode etiknya. Apa nanti yang menjadi ukuran, apa yang nanti

yang menjadi pengikat daya tekan bahwa undang-undang ini nanti akan dijamin penegakan

hukumnya di etik. Etik ini kan nanti menyeluruh pada penyelenggara negara baik eksekutif,

legislatif maupun yudikatif. Kalaulah seandainya nanti ketika bicara etik kan ukuran itu harus

ada sanksi. Dalam pengayaan saya, bicara sanksi itu untuk etika masih di sepakat sanksi

pelanggaran. Jika kita masuk kepada pidana apa dimungkinkan dalam Undang-undang ini

nanti ada sanksi untuk daya tekan bahwa undang-undang ini bisa ditegakan atau nyantel ke

Kuhap. Kalau Kuhap tentu kita bicara pada unsur-unsur yang jelas terpenuhinya unsur pidana

atau Undang-undang ini nanti menginginkan seluruh instansi dan institusi serta undang-

undang nanti akan dijalankan memiliki mahkamah kode etiknya masing-masing, itu melalui

apa gitu.

Jadi saya bertanya pada penajaman, pada sanksi agar undang-undang ini dapat

ditegakan karena yang kita bicara penegakan pada etik, kode etiknya gitu. Apakah kita semua

semua yang semua penyelenggara negara di sapu bersih di institasi dan institusi memiliki

mahkamah kode etiknya. Kemudian kalau nyampe etika saya agak sedikit pesimis karena

akan banyak, banyak hal, sedikit banyaknya pada lembaga atau pun institusi pasti akan

melindungi warganya, pasti melindungi warganya karena ini bicara pada Marwah dari

lembaga itu sendiri. Kode general sebagai undang-undang apa dimungkinkan di undang-

undang ini memberikan sanksi pidana. Kalau pelanggaran pertanyaan saya kenapa harus

Page 14: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 13

dalam tingkat Undang-Undang kita membuat tentang penyela kode etik ini, cukup aja di

peraturan kalau peraturan sandingannya tinggal ada pelanggaran atau denda, itu satu.

Kemudian saya bicara partisipasi masyarakat. Setiap undang-undang yang saya simak

juga selalu memuat bab khusus tentang partisipasi masyarakat untuk implementasi dari

undang-undang ini. Sampai dimana partisipasi masyarakat bisa menyentuh, ada kode etik

yang dilanggar oleh Instiawati Ayus sebagai penyelenggara negara, itu sampai dimana dan

tentu tidak akan mau berhenti sampai sana, tentu sampai tuntasnya kemana undang-undang

ini, Undang-Undang ini menindaklanjuti partisipasi masyarakat yang turut serta, yang turut

serta dilindungi oleh undang-undang ini untuk mengawasi penyelenggaraan negara disisi

etiknya. Saya bicara etik kan tidak bisa diverbalkan, tidak bisa dinarasikan, bagi saya ini

tidak melanggar etika tapi pada ranah-ranah tertentu sesuai dengan kultur dan karakter yang

ada saya sudah melanggar etika, nah ini yang masih bias gitu bagi saya.

Terima kasih pimpinan, sementara itu dulu.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Terima kasih bu Iin.

PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI)

Daftar.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Oh silakan Pak Pasek. Ngomonglah dengan hati nurani ya Pak ya.

PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI)

Assalamu’alaikum warahmatulahi wabarakatuh.

Salam sejahtera untuk kita semua.

Shalom.

Om swastiastu.

Jadi saya hampir mirip dengan Bu Iin ya tadi. Ketika kita bicara soal etika, apakah dia

memang ramuannya harus nanti dia dalam bentuk Undang-Undang kemudian ketika itu

diturunkan apakah dia untuk bisa bersifat imperatif dan punya sanksi kemudian dia harus

disatukan dalam sanksi pidana sehingga dia lebih kuat. Jadi apa namanya, mungkin perlu

dibedah lebih dari dalam gitu loh karena biasanya etik itu kan lebih pada sanksi dijabatan itu

dia. Apakah dia dikasih teguran, mungkin kalau PNS ya dia tidak naik pangkat tapi ini kan

etik, itu yang satu. Yang kedua standar etik itu juga beda-beda, di sini mencakup eksekutif,

legislatif, dan yudikatif. Yang namanya eksekutif dia harus taat kepada atasan. Ya udah

artinya ada komandolah ketika atasannya memberikan tugas dia harus jalankan ketika dia

tidak jalankan maka itu adalah pelanggaran, tidak beretika, tidak taat kepada atasan. Ketika

kita bicara yudikatif, itu tidak boleh ada atasan karena hakim itu berkuasa penuh, Ketua

pengadilan, Ketua MA tidak boleh intervensi ini kan beda sudah dari eksekutif ke yudikatif,

udah beda kemudian ke legislatif juga kalau kita ke legislatif masing-masing orang punya

kapasitas masing-masing punya kebebasan yang dilindungi lalu katanya kepada siapa, begini

jadi dengan standarisasi yang berbeda kemudian dia disatukan ke dalam satu Undang-

Undang. Ini nanti pelaksananya bagaimana saya khawatir nanti justru di situ akan

merancukan standar etik yang ada mohon bisa dibantu kira-kira jalan keluar karena

bagaimana juga memang republik kita ini kan urusannya moral dan etika kan paling banyak

Page 15: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 14

diatur. Lembaga dibuat badannya ada semua ada tapi juga pelanggarannya juga tertinggi

inikan ini ini kondisi yang tidak ada nah kira-kira kalau ini misalnya muncul apakah memang

bisa menterapi semua yang sudah terjadi selama ini dimana moraliti atau etik yang ada di

eksekutif, legislatif, dan yudikatif bisa disatukan disederhanakan dan kemudian dijalankan

lebih aplikatif atau justru nanti kira-kira dia menambah kondisi masalah yang sebelumnya.

Artinya semakin banyak aturan semakin banyak pelanggaran kemudian setelah itu perlu

badan baru lagi untuk menangani pelanggaran itu membuka ada tes lagi, fit and proper test

dipilih lagi, kemudian proses pemilihannya korup lagi dan sebagainya. Apakah kita akan

menambah itu. Ini mungkin perlu coba dibantu dibedah, sehingga sisi-sisi ini kita bisa

rapihkan dulu sehingga bahwa pemerintahan yang baik dan tata kelola pemerintahan yang

benar itu bisa kita laksanakan dengan sebaik-baiknya.

Nah kemudian standar etik juga dalam jabatan politik. Standar etik dalam jabatan

politik tentu akan berbeda dengan standar etik ketika dia seorang mereka dibilang yudisial

seorang yudisial dia sedapat mungkin dia tidak terikat di dalam berbagai organisasi atau

lembaga-lembaga karena itu bisa mempengaruhi kebebasan dirinya didalam mengambil

keputusan dalam sidang-sidang dan sebagainya. Kalau dia misalnya aktif disebuah organisasi

A kemudian dia di situ menjadi seketarisnya atau menjadi bendaharanya si hakim ini, tiba-

tiba kemudian ketuanya yang kena kasus dan dia harus adili selama ini yang diaturkan hanya

hubungan darah semendal, sepupu, dan sebagiannya yang tidak boleh ditangani. Nah tapi

kalau perlu banyak aktif di organisasi ini bisa mengurangi kemandirian daripada penegak

hukum itu sendiri. Berbeda dia dengan standar di legislative. Kalau dilegislatif ini rata-rata

orang yang duduk di legislatif pasti aktif di organisasi, beda sekali dia. Nah ini standar

etikanya kemudian kita samakan karena dalam satu rumpun undang-undang ini kira-kira

bagaimana dan kalau orang untuk berorganisasi di mana saja, itu kan udah konstitusi

melindungi itu sehingga tidak usah ditafsirkan lagi gitu loh termasuk juga ketika saya

menjadi Pimpinan salah satu partai sekarang, itu konstitusi melindungi gitu jadi kebersamaan

orang dalam hukum dan pemerintahan maupun kebebasan di dalam berorganisasi,

mengeluarkan pendapat, dan sebagainya.

Jadi ketika itu kemudian ditarik dalam perdebatan etik yang mana sebenarnya

melanggar etika, kan gitu. Kalau misal mazhabnya disebutkan ya itu melanggar etika,

misalnyakan konstruksinya karena dia orang DPD kok jadi pimpinan partai politik, kan

begitu logika yang dibangun. Nah kalau dibalik bahwa ini adalah lembaga politik, hanya

orang-orang yang mengerti politiklah yang cocok disini karena dia kompetisinya bukan

kompetisi yang sifatnya ditunjuk. Semua sifatnya adalah by election. Yang namanya by

election itu basisnya berarti politik. Ada kompetisi di dalamnya. Kalau dia ditunjuk saja itu

beda dia malah harus clear daripada sebanyak mungkin ikatan-ikatan yang ada. Nah saya

kira itu.

Kemudian apa lagi kalau dikaitkan dengan undang-undang yang ada. Tahun 2004

misalnya pernah dibangun pertama kali DPD itu dengan makna independen, ya independen

dan hari ini kita tidak bisa membedakan mana itu independen mana itu perseorangan. Nah

dulu independen namanya. Nah ketika dia independen ada aturan 5 tahun sebelumnya dia

tidak pernah aktif di partai politik, jadi dibersihkan dulu dicuci selama 5 tahun baru dia

boleh. Aturan ini juga berlaku di KPU Bawaslu dan sebagainya 5 tahun ada jeda untuk

membersihkan dulu orang ini biar jangan ada virus-virus ataupun ikatan-ikatan ke partai

politik. Kemudian diuji materi, penafsiran 22D itu kemudian ditafsirkan bahwa yang

namanya Anggota DPD itu jalurnya perseorangan, bukan orang independen, siapa saja bisa.

Nah ini kemudian ada perubahan norma-norma hukum yang dipilih jadi berubah diperkuat

oleh keputusan MK sehingga bahasa Independen hari ini tidak berlaku di DPD.

Page 16: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 15

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Pak, Pak, Pak saya kira kita sedang bicara bukan Undang-Undang parpol ini.

PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI)

Nggak, nggak, nggak ini, ini karena penyelenggaraan negara. Ya, masih konteksnya

penyelenggara negara tadi saya sampaikan, ada eksekutif, ada legislatif, ada yudikatif dan ini

RUU ini dibuat di situ. Tadi saya sudah ungkapkan soal yudikatif. Sekarang saya bicara soal

legislatifnya. Nah legislatif ini kan tentu ada DPR ada DPD. Nah saya bicara soal DPD. Tadi

DPD ini konteksnya perhari ini norma hukum yang dipilih adalah perseorangan.

Perseorangan itu artinya jalurnya dia tuh sendiri ngurus, terserah dia dari mana. Tentu

standar etiknya beda, dengan dulu tahun 2004. Nah kalau dia kemudian di MPR apa di DPR

standar etik hari ini yang berlaku adalah dia ber-KTA partai.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Pak itu nggak perlu kita udah tau semua itu. Ngga ini, ini, ini kan kita mau

diskusikan. Udah jadi tidak ada itu saya kira jangan masuk pada wilayah sifatnya subjektif

menurut saya itu.

PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI)

Tidak, jadi kalau ini ini saya ngomong yang ini dulu, yang DPR nah standar etiknya

dia berpartai tapi seringkali dalam praktiknya ketika menjelang caleg baru mengurus KTA.

Nah ini standar etiknya bagaimana dia mengatur, ketika yang bersangkutan sudah menjadi

penyelenggara pemilu. Nah kemudian yang terakhir soal di eksekutif.

Di eksekutif juga mekanismenya ada 2. Ada pola yang memang dari pola rekrutmen

partai dimana yang bersangkutan kemudia ikut pilkada terpilih. Standar etiknya dia lebih ada

ikatan-ikatan dengan partai sebelumnya tapi ada juga jalur independen, yang kemudian dia

menjabat. Nah saya kira bagaimana mengatur standar etik di eksekutif biar tidak disamakan

cara pandangnya dengan legislatif dan begitu juga mengatur legislatif tidak disamakan cara

pandangnya di yudikatif di dalam 1 undang-undang. Jadi ke situ Pak Ketua maksudnya. Jadi

saya breakdown dulu permasing-masing permasalahan kemudian ini akan dijadikan dalam 1

rumah RUU bicara soal etika dimana etika masing-masing ini ternyata berbeda-beda baik

karena posisi trias politikanya, mau pun karena tahun yang berbeda dari masing-masing itu.

Saya kira itu mungkin yang saya maksudkan, tidak ada kaitan dengan undang-undang

penyelenggara pemilu tapi murni kita mencoba mem-break down standar etik karena ketika

norma hukum yang dipilih setiap undang-undang itu berubah, ternyata standar etiknya

berubah juga. Kira-kira begitu, terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Standar etik berubah, yang menarik itu. Standar etik saya kira sesuatu yang tidak

berubah. Mau geran tidak berubah kalau yang berubah itu kira-kira namanya ger geran Pak

ini kalau jogja itu, menghormati orang tua itu etika. Pak Nono yang tentara, saya Anggota

DPR, Pak Taufiq yang menteri pada waktu yang sama ini menghormati orang tua. Jadi

mungkin saya agak berbeda dengan Pak Pasek bahwa etika itu malah diatas ya ngga etika ya

kalau norma beda lagi. Jadi saya kira Pak Taufik punya kesempatan untuk menjelaskan hal

ini, morality, etika, tata susila, ini kan harus kelasnya harus jelas ini pak sebab kalau

Page 17: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 16

berbicara hukum itu suatu sifat yang formal, structural, daya cengkramnya itu, sambil

ditakut-takuti gitu. Kalau kemudian le makan sambil duduk, lah itu etik itu susila, etika susila

kesusilaan kalau ada orang makan berdiri pun, kita ngga bisa berikan sanksi. Pak Pasek

nanya bisa tidak kita kasih sanksi Pak, pada orang makan yang berdiri itu Pak. Saya kira itu

ya. Silakan Pak Taufik.

PEMBICARA: Brigjen Pol. (Purn) Dr. Drs. TAUFIQ EFFENDI, MBA

(NARASUMBER)

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Mudah-mudahan saya bisa menjawab ini. Ini kan pertanyaannya adalah kita ingin

membuat kode etik untuk penyelenggara negara. Kita suruh buat deh, kenapa kita melihat

ada kesimpangsiuran. Kita melihat ada ketidakberesan. Contoh sekarang mengapa tadi saya

bilang lihat loh NKRI loh pakai basis. Sebagai contoh mohon maaf, misalnya sekarang

timbul jangan memilih orang kafir. Wah ini kan ramai ini, sangat ramai ini. Timbul reaksi di

Papua ini kabupaten injil, dilarang orang partisipan. Ayo kita biarkan saja itu? Ini luar biasa

loh. Tidak boleh dibiarkan loh ini. Nanti muncul lagi apa lagi, akhirnya kita berpisah-pisah,

berpikah-pikah, sekarang persoalannya adalah waktu memberikan kepada kita, kita pikirkan

bersama-sama Pak what shall we do apa yang harus kita lakukan. Itu kita pikirkan. Masalah

sekarang tidak ada rules. Orang selalu mengatakan tell me the rules, I play the game. How

can i play the game if i don’t know the rules. Ini kesimpangsiuran seperti itu.

Sebagai catatan, di nusantara ini Bu, Pak, di nusantara ini Bu, Pak, pernah ada 821

kerajaan Pak usianya pendek-pendek Pak. Hancurnya negara-negara itu bukan oleh serangan

musuh Pak tapi oleh kebodohan dan penghianatan bangsanya sendiri Pak Bu. Ayo mau

dibaleni lagi kaya manokue. Apakah kita akan sampai 100 tahun, we don’t know. Kalau kita

biarkan saja ini we don’t know tapi saya sudah mengatakan ini, Pak Miftah mengatakan ini

dari DPD sekarang ingin mencoba merumuskan ini. Bukan mempertanyakan tapi kita pikir

baik-baik apa yang kita mesti lakukan karena itu kami berdua bersedia tidak panitia merumus

diikutsertakan kita ikut, kita rumuskan ini.

Nah saya mohon Bu Eni make the best for we do, make the best of we do. Meskipun

kita kain belacu tapi kalau digambar dengan baik dijait dengan baik, menjadi gaun yang

indah sekali. Biar dari bahan wol kalau jaitnya acak-acakan klabi opo apa yang ono kue wo

wol dia, ini dipilih menjadi kesempatan kita merumuskan ini. Lihat tadi 821 negara itu

hancurnya bukan oleh musuh, oleh penghianatan dan kebodohan bangsanya sendiri. Kita liat

sekarang, wah filosofi lama bangun kembali. Tadi kan bapak berbicara soal SBY seperti

orang kebingungan gitu. Berapa kali orang jawa lama bilang beje ketete olo ketoro artinya

yang memang baik akan keliatan baik, yang jelek akan keliatan jelek. Yang baik itu akan

keliatan baik, yang jelek itu akan terlihat jelek. Nah dan itu nanti di dalam etika ini memang

ada sanksinya. Kita rumuskan bersama-sama sanksinya seperti apa …. (tidak jelas terdengar,

red). Kita pelajari negara-negara bagian yang punya undang-undang ini sanksinya apa kita

liat adakan studi amin-kan undang-undang ini kita liat di situ bagaimana melempem

restartkan undang-undang ini kita belum pernah punya undang-undang ini, belum pernah kita

tapi kita lihat bahwa negara yang seperti NKRI ini memerlukan ini membutuhkan penjagaan

yang hebat betul. Kalau tidak, lepas dia teterai berai satu persatu maka saya katakan tadi

syaratnya harus berani. Kalau ragu-ragu ga usah, kita tunggu aja runtuhnya negara kita ini

karena rame akan tangkap timbul macam-macam. Etika itu semacam mengatur aturan selalu

lintasnya jangan ada benturan-benturan maka jawaban saya Bu Eni sing wares ngalah. Yang

berotak jernih mengalah, tidak kita bedih orang gila juga kemarin kita bicara mengenai yang

semacam ini, saya ambil contoh di Bali bapah tek di bali itu tiap desa itu punya namanya

awig-awig orang bali itu lebih takut dengan awig-awig itu daripada undang-undang dasar loh

Page 18: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 17

karena pernah kejadian, saya 8 tahun tinggal di bali itu orang yang dikeluarkan, kalau dia

melanggar awik-awik dikeluarkan dari desa dari kampungnya itu dia tidak bisa mengubur

tidak sah keluarganya tidak ada sepotong tanah pun dibali itu yang mau nerima nah begitu,

tanya pasek pangdam Kapolda tidak bisa berbuat apa-apa apa hukumannya hukumannya

adalah dia minta maaf kepada desa iye ketebgeh dang nawang reke minta maaf kepada desa

untuk minta maaf itu harus minta maaf kepada tuhan untuk minta maaf kepada tuhan, harus

ada upacara upacara itu pahala bukan itu saja berapa tahun dia dikeluarkan dari desa dari

kampung itu 5 tahun. Selama 5 tahun itu berapa kali ada kerja bakti, 10 kali kerja bakti.

Setiap kerja bakti itu dinilai harganya 10 ribu misalnya, kalikan sepuluh dia mesti bayar itu

terjadi di pulau bali maka orang bali lebih takut pada abik-abik desanya daripada undang-

undang negara sampai sekarang pun dia mau pergi dari jakarta, dia pasti belum bayar iuran

ke desanya itu etika itu undang-undang etika itu akibatnya bali menjadi daerah

perusahaannya dikunjungi orang banyak we can make it kita bisa kalau kita mau ini tidak

gampang is not easy dan undang-undang ini, is not a necessity, bukan is not necessity in this

am suatu keharusan pak ini harus kita pikirkan bersama-sama tadi saya katakan boleh ngga

ada seperti itu boleh tidak seorang bupati berbuat, oh ini kabupaten saya kabupaten inggil

dilarang orang berjilbab masuk sini boleh ngga ah boleh dong, tempat lain bikin begitu

mengapa saya ngga bisa itu hak jadinya kalau saya nggak bisa jadi ini, oh saya jadi ini tapi

kalau semuanya itu ada dalam, kalau penyelenggara negara ada etikanya oh melanggar etika

kalau membuat peraturan seperti itu itu maksudnya pak melanggar etika ya itu kalau buat

peraturan semacam itu ini akan menjadi rambu-rambu politik Pak itu koy ini akan menjadi

rambunya nanti begitu betul-betul tidak mudah, tapi harus kita buat saya inget itu beberapa

hal yang perlu kita dalami dan kita rumuskan bersama-sama dengan secara baik baik we can

make it yakin saya lanjut Pak silakan dilanjutkan ya, terima kasih saya kira tadi kita harus

membuat pak harus, harus, harus, dan harus, karena itu kami mengundang bapak berdua itu

pak, untuk keyakinan pak. Kami yakin bisa jadi tapi kalau ga ada bapak ngga yakin juga kita

jadi silakan Pak Miftah.

PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER)

Aduh saya sedih ragu, ragu ini ternyata yang terhormat Anggota Dewan itu dalam

mau menyusun rancangan undang-undang itu juga ragu-ragu sendiri itu pertanyaan yang

paling mendasar tadi apa ini nanti bisa dilaksanakan loh kok bapak ga yakinnya gimana sih.

Saya teringat beberapa bulan yang lalu menulis di Kompas itu mengenai DPD dan

urgensinya setelah saya menulis itu, saya dibisiki atau di beritahu mahasiswa saya, bapak

dicari nomor teleponnya oleh ketua DPD. Ada apa karena bapak nulis di kompas itu.

Saya mau cerita sedikit inilah yang namanya konstitusi kita yang barangkali juga

sudah terlampau jauh Pak Fatwa yang terhormat, ini kiai yang saya kagumi sejak saya jadi

mahasiswa di negara-negara internasional, artinya negara-negara diluar kita konstitusi dari

dewan perwakilan rakyatnya itu ada 2 kamar pak kamar yang pertama, kamar yang

mengesahkan RUU-nya yang akan dipakai kamar kedua kamar yang dari rakyat itu di

amerika kamar yang puncak kekuasaan mengesahkan itu namanya senator. Senat mewakili

negara bagian, ini Amerika. Amerika serikat itu dibentuk karena ada negara bagian. Negara

yang dulu-dulunya berkuasa di amerika itu. Jadi kekuasaan pemerintahan itu ada di negara

bagian Pak, bukan di federal. Lalu kemudian membentuk negara federal Amerika Serikat itu

di perwakilannya ada perwakilan negara bagian Pak karena itulah eksistensi Amerika.

Sementara itu ada juga wakil dari rakyat popular vote, sama konstitusional pada mulanya itu

yang memilih presiden itu di situ bukan popularnya vote. Di negara Eropa ada kamar pertama

nama negara bangsawan, rakyat, apa wakil dari negara-negara dari bangsawan, diambil di

Inggris, di Belanda, di semua negara Eropa itu. Ada konstruksi itu masyarakatnya Pak dan

Page 19: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 18

ada juga wakil rakyat wakil rakyat itu dari partai politik pak, yang sekarang terjadi dan

bangsawan itu dari bangsawan, dia punya otoritas kita dari mana, DPD ini asalnya kok

kemudian menamakan dewan perwakilan daerah daerahnya itu daerah yang disentralais

bukan negara bagian Pak. Ini loh ketika amandemen dulu begitu. Nah kalau kita pikir saya

tulis di kompas. Saya memang menunggu dipanggil DPD saat itu untung menjelaskan,

menjelaskan apa artinya itu. Sampai sekarang Ibu tadi bertanya bu eni ya bertanya-tanya

nanti gimana ini eksistensi undang-undang ini kalau yang mengesahkan itu di kamar sana

maka benahi dulu sekarang ini konstruksi antara DPD sama itu. Mana yang kamar pertama

dan kamar kedua, gitu loh. Saya harapkan DPD itu kamar pertama yang mengesahkan itu,

asal kuat nantinya, asal bukan mewakili partai politik Pak. Pak Fatwa, ini mewakili daerah

tapi biasanya orang daerah-daerah itu sudah diwakili partai politiknya, ini loh terjadi maka

harus dicari landasan akademisnya yang memperkuat DPD itu sebagai lembaga pertama yang

mengesahkan RUU itu. Kalau ini terjadi tidak ada masalah Bu mengenai dari konstruksi

DPD ini.

Yang kedua Pak Fatwa, saya bicara literatur memang itu pekerjaan saya Pak ya, saya

kalau ngga mengatakan begitu ditertawakan mahasiswa saya. Bapak inget hadis yang

dibawakan oleh Imam Abu Daud, tau Pak min husnil islalim marghi tarquhu malayanihi.

Jadi jangan asal ngomong kalau tidak ada dasarnya. Dasarnya itu kalau orang Islam Hadist

dan al-Qur'an tapi kalau guru besar ya, literatur selain qur'an dan hadist, literatur itu gelutan

saya Pak dan literatur itu, dibuat karena praktisi dari hal-hal, dari pekerjaan praktis yang

dikembangkan oleh para ilmuan. Dari praktek empiris itu, lalu dijadikan literatur yang

digunakan pedoman dalam mengajar di sana.

Saya tidak akan mengatakan public administration itu menurut empu saya di jogja

atau ngga tapi mesti saya baca, buku di dari mana hasilnya, begitu pak. Mohon maaf ya tadi

kalau bapak mengkritik literatur karena saya memang ya, ya, ya, apa ya salah atau tidak

terserah bapak. Yang kedua mengenai DPD tadi yang partai politik. Jadi saya mohon juga

nanti, dimasa depan bisa clear gitu DPD mewakili memang pemerintah daerah, karena

konstruksi ini dulunya di MPR adalah wakil golongan-golongan ini termasuk golongan

daerah ini dan golongan-golongan itu sudah terwakili partai politik Pak ya, sekarang

golongan yang tidak itu, daerah itu maka mohon nanti ada tulisan atau dari para pakar atau

para anggota dewan ini yang bisa menulis bahwa konstitusi kita, atau posisi DPD ini

memang kuat di, di dalam pembanding kita jadi jangan ada di sana Pak. Kalau masih di sana,

ya pertanyaan Bu Eni tadi masih belum bisa terjawab itu. Saya pun ngga bisa terjawab itu.

Lalu mengenai etika, yang terhormat bapak lupa saya namanya tadi. Iya, dari izin

berbaur jadi gini Pak muqowam, etika itu kan umum pengertiannya tergantung bapak mau

mengartikan apa, Ibu dan bapak ini. Kalau bapak masih mengikuti saya, pedoman saya tadi,

surah Al-Baqarah tadi. Orang tidak mencampuradukkan yang batil, sama yang hak. Itu

meragukan tidak Pak, kata-kata itu, saya mohon saran dari al ustad Pak Fatwa nanti. Hadir

referensinya di sini ada 2 al ustad, muqoyam sama Pak Fatwa, jadi silakan.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Muqowam, Pak, Muqowam, muqowam. Muqowam, iya, iya kalau salah ya. Jadi

nama saya Akhmad Muqowam, jangan diganti-ganti, harus bacaan dulu nanti kalau diganti

itu.

Page 20: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 19

PEMBICARA: Brigjen Pol. (Purn) Dr. Drs. TAUFIQ EFFENDI, MBA

(NARASUMBER)

Jadi gitu Pak, itu tidak meragukan lagi quran itu orang yang masih mencampur

adukan itu, namanya dalam etika ngga baik, buruk itu yang hak itu bener, yang buruk itu

buruk itu umum dipakai di konstitusi lembaga lembaga legislatif, yudikatif mau di eksekutif,

sama Pak. Jadi kalau Pak, kalau saya jadi ketua atau jadi menteri lalu kemudian mengangkat

deputi dari keponakan saya tidak tau kompetensinya saya angkat jadi deputi, atau diangkat

dari esselon 1 begitu, itu menurut etikanya baik atau tidak Pak.

Kalau saya ketua dewan, ketua dewan, lalu kemudian bekerja sama, sama pengusaha

untuk kemudian saya mendapatkan suap, begitu itu baik atau buruk pak itu semua ada

aturannya itu. Jadi oleh karena itu Pak, pengertian etika mari kita sepakati bersama apa

artinya sehingga bisa dipakai di legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Yang hingga ukuran

standarnya itu jelas. Bisa di politik, bisa di dibirokrasi. Sekarang karena itu masih tercampur

aduk antara keduanya tidak bisa jelas mana yang etika maka banyak pertanyaan-pertanyaan

yang sampai sekarang masih terjadi, yaitu seberapa efektifnya etika itu untuk itu kita. Nah

inilah yang alasannya mengapa saya sangat senang sekali komisi ini harus menjadi bisa

menjadi, mengeluarkan undang-undang ini dan bisa nanti mempunyai hak untuk bisa berlaku

bersama sebagaimana yang terjadi di dalam Undang-Undang yang selama ini terjadi. Itu saya

kira Pak Ketua yang, ada lagi oke.

Terima kasih Pak.

PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER)

Ada 3 hal mengapa ketika itu saya merencanakan undang-undang ini. Satu

memberikan landasan atau payung dalam membangun integritas, itu satu. Kedua

mewujudkan penyelenggara negara yang baik, etis, amanah, berakhlak mulia, mencegah dia,

terpraktik perbuatan yang menyimpang, baik nilai, norma maupun aturan dan yang ketiga

sesuai dengan Konvensi PBB Pak tentang anti korupsi tahun 2003 agar setiap negara

membuat good of conduct for public officials maka saya susunlah ga seawal itu. Jadi

tambahannya, seperti saya katakan tadi, kami tau hal ini tidak mudah maka kami

menyediakan itu untuk bersama-sama dengan DPD untuk merumuskan itu. Saya gitu Pak ya.

PEMBICARA: DR (HC) A. M. FATWA (DKI JAKARTA)

Ya sedikit, maaf, interupsi karena saya mau, mau pamit sebentar ada, ini ada.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Sebentar Pak Fatwa, mau nambah sedikit belum selesai.

PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI)

Saya nambah sedikit Pak, tadi ada pertanyaan bagaimana nanti selain tadi apa nama

kedudukan DPD sama DPR itu nanti, dimana yang desain ini undang-undang ini bisa di apa

namanya, nanti kalau sudah jadi bisa berlaku bisa secara umum itu. Saya harapkan sebelum

itu juga, barang kali Anggota Dewan yang terhormat, yang suka nulis, nulis di kompas atau

di koran lain barangkali itu lebih baik itu atau yang kedua juga orang-orang punya otoritas di

sini yang bisa tuh ya, bisa barang kali datang ke kampus, untuk berikan-berikan ceramah

Page 21: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 20

kepada orang-orang kampus sehingga dengan demikian eksistensi dari Undang-Undang ini

nanti bisa berkembang berjalan dengan baik.

Terima kasih mohon maaf.

PEMBICARA: DR (HC) A. M. FATWA (DKI JAKARTA)

Maaf interupsi sedikit.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Silakan Pak Fatwa.

PEMBICARA: DR (HC) A. M. FATWA (DKI JAKARTA)

Jadi, maaf ada dua pertanyaan saya yang apakah ini, suatu perasaan tidak bagi Prof

Miftah Toha, menjawabnya.

PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER)

Mohon maaf saya tidak bisa merasa ngga enak pak, saya senang mendapat bertemu

Bapak.

PEMBICARA: DR (HC) A. M. FATWA (DKI JAKARTA)

Itu tadi, soal, soal Presiden jadi petugas partai, dan soal cara-cara pemerintah ini

menukangi parlemen dan dan partai politik khususnya, partai politik juga memang yang

serba tergantung kepada penguasa dan kemudian yang ketiga ini maaf, saya tidak mengkritisi

masalah literatur, hanya saya mengatakan bahwa Prof. ini tentu titik tolaknya dari literatur.

Saya ini titik tolak dari praktek sehari-hari sebagai politisi lapangan, ini, ini, dari saya, saya

sangat hormati, kalau profesor ya harus dari itu, latar belakangnya ya memang harus titik

tolaknya dari situ.

Ya terimakasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Makasih Pak Fatwa. Jadi antara prof, ntar antara prof, dengan prof yang v itu beda

memang. Kalau prof itu kampus, kalau prof yang v itu bukan kampus kan gitu kira-kira.

Pak Pasek, silakan.

PEMBICARA: GEDE PASEK SUARDIKA, S.H., M.H. (BALI)

Menarik sekali penjelasan jadi saya sengaja tadi mengambil posisi agak, skeptis

dalam artian sehingga lebih tajam jadinya kita melihat karena bangunan juga memang

masalah etika kan hal yang penting. Yang ingin kami tanyakan lebih jauh karena kadang-

kadang ketika kita ngomong lebih daripada pelanggaran etika, itu sudah pelanggaran pidana

dan itu sudah diatur di berbagai tebaran undang-undang yang ada.

Nah sekarang saya ingin penjelasan kira-kira kalau toh dia diberikan sanksi di dalam

undang-undang ini apakah dia dalam konteks sanksi pelanggaran atau kejahatan? Ini

mungkin dimana kira-kira pasnya ada kedua-duanya masuk karena kalau kedua-duanya

masuk takutnya berhimpitan atau bertumpuk dengan undang-undang yang sudah ada.

Page 22: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 21

Msalnya tadi dikatakan secara etika, orang menerima uang yang tidak semestinya kan tidak

boleh tapi itu di undang-undang tipikor sudah diatur, suap, gratifikasi yang udah diatur di

situ. Nah tapi batasannya dimana kemudian di undang-undang ini apakah dia akan langsung

masuk ke arena kejahatan atau dia sebatas pelanggaran penyelesaiannya. Ini kira-kira

sehingga makhluk yang akan terbangun ini menjadi lebih clear. Kalau hampir semua

pelanggaran yang sifatnya merugikan keuangan negara itu sudah diatur, yang memperkaya

diri sendiri diatur, apa namanya baik dia di yudikatif, legislatif, maupun eksekutif.

Nah kira-kira untuk RUU ini, pantasnya itu diatur sampai seberapa. Kalau di undang-

undang lalu lintas misalnya kan sifatnya pelanggaran sanksinya denda, misalnya ya. Apakah

ini bisa diambil dalam konteks pelanggaran saja, yang sifatnya biasa kurungan maksimal,

atau dia sudah bisa dinaikan kejahatan. Kalau dia masuk kejahatan, bagaimana kita

memastikan irisan itu tidak bertumpuk dengan undang-undang yang lain yang sudah ada

sanksi pidananya gitu, makasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Pak Taufik mau respon? Saya kira ini Pak, beliau ini ya warning aja warning Pak,

untuk, Pak, Pak, Pak, Pak Pasek. Ini adalah jangan kemudian nanti kita salah dalam

meletakkan karena sudah ada hukum, sudah ada norma, pidana, perdata, dan kemudian posisi

dari etik yang kemudian terakumulasi dalam good of conduct itu, itu juga tidak efektif.

Posisinya harus jelas Pak. Saya kira ini warning dari Pak Pasek ini bagus sekali sehingga

tidak ragu lagi bahwa posisi etika itu, mungkin kita masih berpindah-pindah. Etika itu ada

yang diatas, menurut yang lain ada yang dibawah gitu loh. Jadi harus ada kesamaan dalam

struktur sosiologisnya Pak, mengenai norma-norma, etika-etika, aturan-aturan, yang berlaku

di masyarakat.

Saya kira itu aja Pak. Pak Taufik mau respon, silakan.

PEMBICARA: Brigjen Pol. (Purn) Dr. Drs. TAUFIQ EFFENDI, MBA

(NARASUMBER)

Sedikit saja, saya kira kedua-duanya bisa Pak misah itu kedua-duanya misalnya tadi

menerima sogokan. Nah secara etik dia kena-kena pelanggaran etika dan juga dia akan kena

pelanggaran secara pidana, bisa saja. Demikian jadi bukan tidak mungkin itu.

PEMBICARA: Prof. Dr. MIFTAH THOHA, MPA (NARASUMBER)

Tapi begini Pak, yang saya kira kalau etika itu kan bisa diartikan, dikembangkan dari

yang pokoknya yang paling apa, minim sampai yang paling berat, yang minim. Ada seorang

Ketua Mahkamah Agung, atau Mahkamah Konstitusi, atau pengadilan yang titip pesan

kepada rektor UGM untuk supaya anaknya diterima, umpamanya, ini menurut etika, yah

mungkin tergolong yang di sini tadi tapi kalau kemudian ketua pengadilan tadi atau memberi

bingkisan apa namanya, uang atau apa, kepada rektor UGM maka ini termasuk pidana. Jadi

bisa dikembangkan dari sini sampai situ.

Nah seberapa jauh nanti Pak Ketua komisi ini bisa mengembangkan rengenya itu dari

yang yang kiri sampai yang kanan tadi itu yang ingin saya supaya bisa dikembangkan,

ditulis, dirangkum, diatur, oleh undang-undang ini. Dengan demikian maka tidak akan terjadi

keraguan apakah orang melanggar etik itu pidana atau tidak.

Terima kasih Pak.

Page 23: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ...portal.dpd.go.id/upload/lampiran/l2dXrzt53w_20170130.pdfnomor: risalahdpd/kmt.i – rdpu/i/2017 dewan perwakilan daerah republik indonesia

RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS III TS 2016-2017

(SENIN, 30 JANUARI 2017) 22

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Baik saya kira terima kasih Pak Taufik, Pak Miftah, dan ibu dan bapak sekalian. Ya

mohon maaf kalau kemudian saya terpaksa mengatakan bahwa ini kan dari kita ini, kita

sedang menerima, meminta bukan menerima meminta pendapat beliau-beliau narasumber

untuk memberikan satu pemikiran, ini loh Pak Taufik, kami prolegnas ada tugas ini silakan

Bapak bantu sama juga dengan Prof. Miftah Thoha, ini Prof. gitu jadi saya kira posisioning-

nya adalah beliau kita minta pendapatnya atas rancangan undang-undang ini yang diberikan

oleh prolegnas kepada DPD. Ya mohon maaf kadang-kadang kita ini antara khotbah dengan

RDP dengan Raker, RDPU, expert meeting, ini kadang-kadang campur baur kadang-kadang

ini Pak jadi mohon maaf ini karena keberbagian kita barangkali.

Saya kira demikian Bapak Ibu sekalian karena Ketua BK sudah mengundurkan diri

karena itu kita juga bubarkan rapat ini.

Baik terima kasih.

Dengan ucapan Alhamdulillahirrabilalamiin, rapat kami tutup.

Terima kasih.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

KETOK 3X

RAPAT DITUTUP PUKUL 15.40 WIB