r e d a k s i diplomasi multilateral vol... · perbatasan thailand-kamboja, serta seme-nanjung...

53

Upload: trinhngoc

Post on 10-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan
Page 2: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

R E D A K S I

Penanggung Jawab Direktur Jenderal Multilateral

Redaktur

Sesditjen Multilateral Direktur HAM & Kemanu-

siaan Direktur KIPS Direktur PELH Direktur PPIH

Direktur Sosbud OINB

Penyunting Wakil-wakil dari:

Setditjen Multilateral Direktorat HAM & Kemanu-

siaan Direktorat KIPS Direktorat PELH Direktorat PPIH

Direktorat Sosbud OINB

Alamat Redaksi: Sekretariat Direktorat Jenderal

Multilateral Kementerian Luar Negeri

Gedung Eks BP-7 Lt. 9 Jl. Taman Pejambon 6, Jakarta

10110 Telp. +6221-3848464 Fax. +6221-3849411

D A F T A R I S I

Kata Sambutan ....................................................................... 3

Artikel:

Kunjungan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa ke Indonesia, 19-21 Maret 2012 .................................................. 2

Capitalizing on the United Nations Secretary General’s Visit to the Indonesian Peace and Security Centre for the Ad-vancement of Indonesian Peacekeeping ...................................... 5

Indonesia in the Aftermath of Nuclear Security Summit 2012 .... 7

Optimalisasi Keunggulan Komparatif Kapasitas Sipil Indone-sia dalam Pembangunan Perdamaian ....................................... 10

Sustainable Development Goals (SDGs): Usulan Norma Baru Pembangunan Global.................................................................. 17

Indonesia and the G20 ................................................................ 21

Diplomasi Multilateral Indonesia dan Upaya ke depan di Bidang Ketahanan Pangan ......................................................... 26

OKI Serius Garap Isu HAM, Indonesia Berperan Signifikan ........ 32

Peran Indonesia pada Kerja Sama Developing Eight (D8) ......... 34

Lampiran:

UN Secretary General’s Lecture at the Indonesia Peace and Security Centre, 20 March 2012 ................................................. 37

Sekilas Info Multilateral ........................................................ 43

Agenda Multilateral .............................................................. 47

Sampul: Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa dan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dalam Resepsi Diplomatik di Gedung Pancasila, Kemlu, 20 Maret 2012. (Foto: Direktorat Infomed, Kemlu).

Isi tulisan dapat saja merupakan pendapat pribadi dan tidak selalu mencerminkan pendapat institusi. Penggan-daan atau pengutipan isi tulisan untuk keperluan peneli-tian atau pengajaran diizinkan dengan mengutip sumber dengan jelas. Tujuan lain harus dengan izin.

Page 3: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 1

K A T A S A M B U T A N

Para pembaca yang budiman,

Dengan perasaan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, kami mempersembahkan kembali Buletin Ditjen Multilateral dengan nama baru “Diplomasi Multilateral.” Dimunculkannya nama baru tersebut lebih dimaksudkan untuk menunjukkan pertaliannya yang khas dengan karakteristik dari Ditjen Multilateral yang dalam kesehariannya menangani isu-isu multilateral. Semangat dan warna yang dibawa Buletin ini tidak jauh beda dengan edisi-edisi sebelumnya. Jika ada yang ingin lebih dikedepankan, maka itu adalah aktualitas dari segi penyajiannya. Buletin ini ingin mengajak pembaca berbincang tentang isu-isu global terkini yang disajikan dalam bentuk tulisan-tulisan yang mudah dicerna.

Memasuki tahun 2012, komunitas internasional dihadapkan pada berbagai tantangan yang semakin beragam dan kompleks, yang pada dasarnya merupakan kelanjutan dari problematika tahun-tahun sebelumnya. Isu-isu yang mengemuka antara lain pembangunan demokrasi dan perlindungan HAM, penanggulangan bencana alam, ancaman senjata pemusnah massal, perompakan, terorisme, kejahatan lintas negara, perubahan iklim, pencapaian MDGs, pemerataan pembangunan, perdagangan internasional dan investasi, perlindungan HKI, dan peningkatan kerja sama Selatan-Selatan.

Menghadapi berbagai persoalan global tersebut, Indonesia berkomitmen untuk aktif menjadi bagian dari solusi. Hal ini sesuai dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif yang dianut Indonesia. Pada saat yang sama, diplomasi dan politik luar negeri Indonesia senantiasa diabdikan untuk mengamankan dan mencapai kepentingan nasional sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi. Dengan demikian, bagi Indonesia, upaya pencarian solusi atas berbagai persoalan global tersebut harus sejalan dengan upaya untuk mencapai kepentingan nasional. Dalam hal ini, diplomasi total yang melibatkan seluruh aktor dalam negeri telah menemukan relevansinya. Kompleksitas persoalan yang dihadapi masyarakat dunia menuntut keterlibatan semua kalangan masyarakat untuk menyelesaikannya.

Dalam konteks diplomasi total semacam itu, Buletin Diplomasi Multilateral mengemban kepercayaan akan pentingnya diseminasi informasi dalam rangka menopang tugas-tugas diplomasi. Buletin ini diharapkan mampu menjadi sumber informasi dan diskusi bagi para akademisi, aktivis, pelaku bisnis, dan masyarakat umum yang bergerak dan memiliki concern tehadap isu-su multilateral. Pengayaan wacana semacam itu, kami percaya, akan memberikan sumbangan yang berarti bagi diplomasi Indonesia masa kini. Dalam konteks pembuatan kebijakan publik, Buletin ini juga merupakan bentuk pertanggungjawaban sekaligus sosialisasi kepada khalayak menyangkut tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Ditjen Multilateral.

Akhirnya, kami ucapkan selamat membaca. Semoga Buletin ini memperkaya pemahaman dan meningkatkan kepedulian kita dalam menjawab tantangan-tantangan diplomasi ke depan.

Jakarta, April 2012

Hasan Kleib

Direktur Jenderal Multilateral

Page 4: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

2 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

KUNJUNGAN SEKRETARIS JENDERAL PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA

KE INDONESIA, 19-21 MARET 2012 Oleh: Direktorat Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata

Atas Undangan Presiden RI, Sekretaris

Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa

(Sekjen PBB), Ban Ki-Moon melakukan

kunjungan kerja ke Jakarta pada tanggal

19-21 Maret 2012. Dalam lawatanya ke

Indonesia, Sekjen PBB didampingi oleh Ny.

Ban Soon-Taek, Wakil Sekjen PBB untuk

Peacekeeping Operations Herve Ladsous,

Wakil Sekjen PBB dan UNESCAP Executive

Secretary Noeleen Heyzer, serta sejumlah

pejabat PBB lainnya. Selama berada di

Indonesia, rangkaian kegiatan Sekjen PBB

diisi dengan pertemuan bilateral dengan

Presiden RI, kunjungan ke Indonesian Peace

and Security Center (IPSC) di Sentul, meng-

hadiri resepsi diplomatik di Kementerian

Luar Negeri, serta memberikan paparan

kunci dalam Jakarta International Defence

Dialogue (JIDD).

Dalam kunjungan kerja tersebut, Sek-

jen PBB menyampaikan apresiasi atas peran

Indonesia dalam misi penggelaran pasukan

pemeliharaan perdamaian, dan mengha-

rapkan agar jumlah kontribusi pasukan

Indonesia dapat terus ditingkatkan. Lebih

lanjut Sekjen PBB juga menyampaikan

penghargaan atas peran sentral Indonesia

dalam isu perubahan iklim, sebagaimana

dibuktikan dengan dihasilkannya Bali Road

Map, dan kepemimpinan dalam kerjasama

ASEAN.

Pertemuan Sekjen PBB dengan Presiden RI

Pada pertemuan bilateral dengan Sek-

jen PBB tanggal 21 Maret 2012 di Istana

Bogor, Presiden RI menyampaikan penting-

nya penguatan kemitraan dan kerja sama

antara Indonesia dengan PBB, khususnya

UNDP; penghargaan atas peran PBB dalam

memfasilitasi upaya internasional untuk

menangani perubahan iklim; pentingnya

Dewan Keamanan PBB mendorong gencatan

senjata dan dialog di Suriah dan pengede-

panan penyelesaian damai terkait isu Pales-

tina; keprihatinan atas dampak kemungki-

nan penutupan selat Hormuz terhadap

melonjaknya harga minyak dunia; perhatian

terhadap isu regional seperti Laut China

Selatan dan Semenanjung Korea serta peran

Indonesia dalam kerangka ASEAN terkait isu

Myanmar dan krisis perbatasan Thailand-

Kamboja; dan komitmen Pemri dalam

mendukung Timor Leste serta upaya PBB di

negara tersebut. Disamping itu, Presiden RI

juga menerangkan mengenai upaya-upaya

yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia

dalam merealisasikan percepatan pemban-

gunan serta penegakan hukum di Papua.

Page 5: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 3

Sementara, Sekjen PBB menyampaikan

pengakuan atas peran penting Indonesia

dalam konteks regional dan global, peng-

hargaan atas komitmen kuat Indonesia

dalam pencapaian MDGs, serta pentingnya

pertemuan Rio+20 yang akan berlangsung

pada bulan Juni 2012. Sekjen PBB juga

menggarisbawahi pentingnya perluasan dan

pendalaman implementasi ASEAN-UN

Comprehensive Partnership dan peran

penting ASEAN terkait isu Myanmar, krisis

perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-

nanjung Korea dalam konteks ASEAN

Regional Forum (ARF).

Berkenaan dengan isu pemeliharaan

perdamaian, Sekjen PBB mendorong agar

Indonesia dapat meningkatkan kontribusi

women peacekeepers dan agar Indonesia

dapat mempertimbangkan pemberian

bantuan helikopter yang akan dimanfaatkan

dalam sejumlah misi pemeliharaan perda-

maian PBB. Terkait hal ini, Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono menyampaikan

kesediaan Pemerintah Indonesia untuk

mengkontribusikan 4 (empat) utility helicop-

ters beserta awak kepada misi-misi pemeli-

haraan perdamaian PBB yang membutuh-

kan. Dalam perkembangannya, Presiden RI

telah menyetujui permintaan PBB agar

kontribusi keempat helikopter asal Indone-

sia dialamatkan kepada Misi Pemeliharaan

Perdamaian PBB di Republik Demokratik

Kongo (MONUSCO).

Kunjungan ke Indonesia Peace and Security

Center

Setelah pertemuan bilateral di Istana

Bogor, Presiden RI dan Sekjen PBB berkun-

jung ke Indonesia Peace and Security Center

(IPSC) di Sentul. IPSC merupakan pusat

pelatihan pemeliharaan perdamaian terbesar

di Asia Tenggara (261 hektar) yang diresmi-

kan oleh Presiden SBY pada tanggal 19

Desember 2011. IPSC juga dipersiapkan

sebagai pusat pelatihan untuk bidang-

bidang lain, seperti penanggulangan tero-

risme dan bencana, dan pelatihan bahasa.

Selain itu, IPSC juga dirancang sebagai

markas standby force Markas Besar TNI,

lokasi Universitas Pertahanan, dan pusat

olah raga militer.

Dalam pidato sambutannya di hadapan

para pejabat tinggi Pemerintah RI, Duta

Besar Asing di Jakarta, dan mantan pasukan

penjaga perdamaian Indonesia yang turut

hadir di IPSC, Presiden RI menyampaikan

mengenai pentingnya peacekeepers yang

handal guna menjamin keberhasilan imple-

mentasi mandat misi pemeliharaan perda-

maian PBB. Dalam kaitan ini, Presiden

menyampaikan bahwa tujuan tersebut

merupakan salah satu alasan utama men-

gapa IPSC didirikan. Lebih lanjut, Presiden

RI juga menyampaikan bahwa di masa

mendatang, IPSC juga direncanakan sebagai

pusat pelatihan pakar sipil (civilian experts)

yang juga akan dilibatkan dalam pelaksa-

naan diplomasi preventif, mediasi, dan post-

conflict peacebuilding. Presiden juga mene-

Page 6: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

4 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

kankan pentingnya penyiapan komponen

polisi guna mendukung misi peacebuilding

PBB. Presiden RI menugaskan IPSC untuk

bekerja sama dengan UN Departement of

Peacekeeping Operations (UNDPKO) untuk

meningkatkan kegiatan pelatihan bersama.

Selanjutnya, Sekjen PBB menyampai-

kan paparan mengenai “UN Peacekeeping:

Challenges and Opportunities for Indonesia,

the Region and Beyond”. Sekjen PBB

menyampaikan penghargaan atas visi

Presiden RI, sebagai satu-satunya pemimpin

dunia yang pernah menjadi anggota pasu-

kan pemeliharaan perdamaian PBB, dalam

membangun IPSC. Sekjen PBB juga me-

nyampaikan penghargaan atas kontribusi

Indonesia dalam berbagai misi perdamaian

PBB, dan atas prestasi dan reputasi positif

pasukan perdamaian Indonesia dalam

memenangkan hati dan pikiran penduduk di

wilayah tugas.

Jakarta International Defense Dialogue

Pada hari kedua kunjungannya (22 Ma-

ret 2012), Sekjen PBB menghadiri Pembu-

kaan Jakarta International Defense Dialogue

(JIDD) 2012 di Jakarta International Con-

vention Center. Acara tersebut juga dihadiri

Presiden SBY, Perdana Menteri Timor Leste

Xanana Gusmao dan mantan Presiden

Filipina, Fidel Ramos.

Dalam kesempatan ini, Sekjen PBB

menyampaikan paparan mengenai “The

United Nations and Global Security: Collabo-

ration and Partnership” yang menggarisba-

wahi pentingnya kerja sama dalam mengha-

dapi tantangan keamanan dan perdamaian

abad ke-21, khususnya terkait dengan

fenomena Arab Spring.

Dalam keynote speech-nya, Sekjen

PBB menyampaikan bahwa tema JIDD, yakni

“Military Operations Other Than War“ dipan-

dang sejalan dengan upaya misi pemeliha-

raan perdamaian PBB. Sekjen PBB kembali

berharap agar Indonesia dapat membantu

mengatasi permasalahan kekurangan

sarana transportasi (helikopter), yang saat

ini menghambat misi-misi pemeliharaan

perdamaian PBB. Sekjen PBB menegaskan

pentingnya peningkatan perhatian PBB pada

masalah peacebuilding serta pencegahan

konflik melalui penanganan isu pembangu-

nan berkelanjutan. Di samping itu, Sekjen

PBB juga menekankan pentingnya kerjasa-

ma penanggulangan terorisme dan perlucu-

tan senjata, serta pentingnya kerja sama

PBB dengan organisasi regional.

Dalam sambutan pembukanya, Presi-

den RI menyampaikan pentingnya confi-

dence building measures, pelatihan militer

bersama, dan kemitraan guna meminimali-

sasi potensi konflik, serta penguatan arsi-

tektur keamanan regional (e.g. melalui ARF).

Selain itu, Presiden juga menyampaikan

pentingnya kerja sama geopolitik dalam

menghadapi berbagai tantangan baru,

seperti yang terkait dengan peristiwa-

peristiwa transisi politik yang pada saat ini

sedang berlangsung di beberapa negara di

Timur Tengah.

****

Page 7: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 5

CAPITALIZING ON THE UNITED NATIONS SECRETARY GENERAL'S VISIT

TO THE INDONESIA PEACE AND SECURITY CENTER FOR THE ADVANCEMENT OF INDONESIAN PEACEKEEPING

By: Otto R. Gani*

The visit of the United Nations Secre-

tary General last March to the Indonesia

Peace and Security Center (IPSC) in Sentul

is a clear signal that Indonesia is to be ac-

counted for among United Nations troop

contributing countries (TCC). Not only is

Indonesia currently one of the top TCCs but

it has also received wide recognition for its

able and highly professional personnel, be it

military or police. Ban Ki-moon's first ever

visit to the IPSC should serve as a moment-

ous occasion to further boost Indonesia's

participation to UN Peace Missions around

the world.

Indonesia has an impressive track

record in peacekeeping missions under the

auspices of the UN, dating as far back as

1957, joining its first mission in United

Nations Emergency Fund (UNEF) in Sinai.

Since then, Indonesia has consistently been

among the top 20 TCCs and is currently

contributing 1900+ peacekeepers, placing it

as the 15th largest contributor to the various

UN Peace Missions.

Aside from contributing troops to UN

Missions, Indonesia is among the few

developing countries which have contributed

a vessel as part of the UN Maritime Task

Force in Lebanon. It is therefore no coinci-

dence that the UNSG's visit to the IPSC was

in part utilized by the UN to ask for other

vitally important military equipment such as

Helicopters from Indonesia; a request which

has been graciously accepted by President

SBY, the only world leader who has served

as a peacekeeper.

This mutually beneficial relationship

between Indonesia and the UN must not

stop here but should be further enhanced

and explored. While the UN has ample

expertise and influence related to peace-

keeping, Indonesia has innate capacities to

deliver highly capable personnel, military

equipment and first hand experience and

knowledge of internal conflicts.

These capacities will only be further

reinforced and developed by the newly

established Indonesia Peace and Security

Center. After all, the 260 hectare complex is

designed to train future military, police as

well as civilian personnel to various UN

Peace Missions around the world. What's

more, in the future the IPSC could also be

Page 8: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

6 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

used for joint training for ASEAN personnel

or even beyond.

This outward looking policy is reflected

in Indonesia’s constitution which mandates

it to play an active role in making the world

more peaceful, just and prosperous. A

mandate which Indonesia has come to fully

embrace, not least in the form of UN peace-

keeping.

In the near future, Indonesia hopes to

realize its vision of sending 4000+ UN

peacekeepers and be among the top 10

TCC's. And Ban Ki-moon's recent visit to the

IPSC should serve as a significant leap

forward toward realizing that noble vision.

However, in order for Indonesia to real-

ize such a vision, several key aspects related

to the legal basis, administrative, financial

and training procedures of UN peacekeeping

in Indonesia should be capitalized upon.

Firstly, there should be an overarching

legal basis to which the Indonesian govern-

ment can send its troops in a timely and

responsive matter to meet the increasing

demands of the UN.

Secondly, extensive administrative

procedures in the lead up to troop deploy-

ment must be eliminated or significantly re-

duced.

Thirdly, the financial aspects of peace-

keeping, specifically its funding must be

integrated and synergized with other rele-

vant ministerial and state budgets.

And lastly, training materials and mod-

ules for our peacekeepers must be devel-

oped and regularly updated to meet the ever

changing landscape of multidimensional UN

peacekeeping.

Through optimizing these key aspects

of peacekeeping, Indonesia will not only

capitalize on the UN Secretary General's

Visit to the IPSC but more importantly

contribute to the overall advancement of

Indonesian Peacekeeping as well as making

the world more peaceful, just and prosper-

ous.

------

* Head of Section for United Nations Peace-keeping Operations, Directorate for Inter-national Security and Disarmament

“The peacekeepers needed trust – but they could not demand or request it – they had to earn the trust of the people by leading by example.”

UN Secretary General Ban Ki-Moon,

Indonesia Peace Security Center (IPSC), Sentul, 20 March 2011

Page 9: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 7

INDONESIA IN THE AFTERMATH OF NUCLEAR SECURITY SUMMIT 2012

Oleh: Danurdoro K.M Parnohadiningrat*

NSS in a Nutshell

Following President Obama’s speech in

Prague, mid 2008, in which he expressed his

vision of a world free of nuclear weapons,

the US Administration took the initiative

of pushing global effort to secure nuclear

material from being misused beyond the

control of the existing international nuclear

legal regimes. The first Nuclear Security

Summit was held in Washington DC back in

2010. World leaders from 46 countries

attended the event and agreed on a non-

legally binding agreement in the form of a

Communiqué. Thereby those leaders shared

a common recognition on the urgency and

mutual exigency on the threat of nuclear

terrorism and to consecutively rally for the

pledge to address this issue.

The 1st Nuclear Security Summit served

to provide political groundwork for the

2nd Nuclear Security Summit (NSS), which

was held in Seoul, South Korea, on the

26th – 27th of March 2012. This summit was

attended by 54 heads of states and govern-

ments representing 78% of the world’s

population and roughly 89% of the world

GDP.

In contrast to the Washington DC

summit, the 2nd one focused on propagating

NSS to discuss on how to create concrete

measures to realize the goals outlined in

Washington DC. The shared common goal

set at the 2nd NSS is by far to, 1).draw up an

international instrument for the reduction of

the probability of nuclear materials falling

into the hands of terrorist, 2). pave the way

toward a world free of nuclear weapons by

reducing the amount of nuclear materials in

circulation and, 3). have state parties to

different international nuclear regimes to

remain committed to the legal obligation

under the regimes exercising control over

nuclear materials.

The 2nd Nuclear Security Summit push-

es for further enhancement of international

cooperation towards a world free of nuclear

weapon. Thus far, NSS has positively served

as a high level forum that is able to show

common purpose in addressing global

concerns, and engage states to congregate

political pledge to deal with global issues.

Indonesia’s Mandate

Indonesia’s involvement in internation-

al affairs is mandated by its constitution.

The 1945 Constitution of the Republic of

Indonesia, particularly its Preamble, stipu-

lates that any future government should

take an active part in such affairs with a

Page 10: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

8 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

view to establishing world peace. As the

fundamental legal and political instrument

that had given birth and established the

country, the Preamble is a non-amendable

document. It remains as it is eternally or

otherwise the present Republic ceases and

changed to be another state.

Indonesia has suffered from several

terrorist attacks in the past. It understands

too well the devastation consequences if

nuclear materials fall into the hands of

terrorist. With its staggering posture on

adjuring international security, and address-

ing such an eminent threat, Indonesia

continuously striving for the creation a world

free of nuclear weapons.

Alongside with participants to the NSS,

Indonesia by way of building blocks in

achieving the goal, shared its commitment

to uphold the principles of safety first in all

of its nuclear activities. Much has been done

since the first summit. The entire national

nuclear apparatus resolutely implement the

2010 communiqué nationally and interna-

tionally contributing to the enhancement of

various existing and newly created nuclear

safety regimes. Indonesia has also substan-

tiated important steps by its success in

converting Highly Enriched Uranium (HEU)

to Low Enriched Uranium (LEU) in the form

of Radioisotope. The furtherance of conver-

sion of HEU to LEU has been one of the

internationally shared goals at the present

time. There are currently 1.600 tons of HEU

and 500 tons of Plutonium worldwide

available for extraction to produce around

100.000 nuclear warhead.

In the 2012 NSS, Indonesia once again

demonstrated its commitment in increment-

ing concrete steps toward the achievement

of the goal of a world free of nuclear wea-

pons by way of addressing the nuclear

security and safety aspect of such a global

challenge. For that reason Indonesia pre-

sented a “House Gift” to the host country in

the form of proposing a “National Imple-

mentation Kit”, which draws upon the need

for countries to promulgate a national

legislation for nuclear safety. To enable

summit participants comprehending this

“House Gift”, Indonesia has moved to work

closely with the International Atomic Energy

Agency (IAEA), to engage constructively and

draw up on a concrete, readable and unified

National Implementation Kit on nuclear

security based on the convention and

documents stated in the NSS Communiqué.

Key to this initiative is the creation of a

practical reference of legislation in the field

of nuclear safety and security, and harmoni-

zation simultaneously regulations applicable

to relevant international organizations

(UNODC, IMO, ICAO, etc) to work dynamical-

ly with the international community toward a

safer and more secure world. Indonesia’s

intention is to provide a reference for coun-

tries to start developing a national legisla-

tion in accordance with the circumstances

and the needs of each individual country.

The initiation of this kit has gained support

from 26 states parties of the NSS. Further-

Page 11: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 9

more, Indonesia has filed a joint statement

to the IAEA to guide stakeholders and to

coordinate international organization to

work hand in hand closely with IAEA. Under

the IAEA, relevant international organiza-

tions are expected to work accordingly in

preparing a draft of the “National Implemen-

tation Kit” and to hand the proposed draft to

Indonesia as the initiator, to be discussed

further. The IAEA has expressed its full

support and willingness to implement such

initiative within the framework of the IAEA

Legislative Assistance Program.

The NSS emphasized further the im-

portance to strengthen the safety measures

of nuclear materials. States parties have

also underlines the importance to create

concrete steps in creating a condition for

achieving a world free of nuclear weapons,

nuclear disarmament, non proliferation and

the use of nuclear energy for peaceful

purposes. Adjacent to this, each country has

the obligation to secure nuclear materials,

including all its variants, that can be used

for nuclear weapons and other related

materials. For this matter, Indonesia plans

on expanding its Nuclear Radiation Portal

Monitors (RPM) in different port all across

the country to better monitor and increase

its safety measure capabilities of nuclear

materials that are being imported into the

country.

The road to NSS 2014

It is in Indonesia’s interest to strive in-

tensely alongside with other countries and

International organizations to achieve the

already shared common goal. Indonesia

should continue its cooperation with the

IAEA to further drawing of the draft of

practical reference of legislation in the field

of nuclear safety and security. Concerted

effort should also be conducted with other

like minded countries who have expressed

its support to this idea. Since the NSS

Summit in 2012, Indonesia has initiated

concrete efforts with different stakeholders

in the country. Indonesia has prepared a

wide range of varieties of follow up plans

towards the implementation of the NSS

Summit in 2014, in the Netherlands.

The forefront of Indonesia’s internal

consolidation process is to have immediate

coordination within different stakeholders to

prepare a Draft Law on nuclear security. In

order to have a comprehensive Bill, Indone-

sia must harmonize dynamically within its

different institutions to come up with con-

crete actions before the commencement of

the 3rd NSS Summit in 2014. Indonesia must

therefore make optimal use of the contents

of the National Implementation Kit. The

implementation Kit, which will be prepared

by the IAEA and other relevant international

organization, must be comprehensively

adjusted to include essential elements

contained in the past Communiqué.

------

* Staff of Sub-directorate of Weapons of Mass Destruction and Conventional Weapons, Directorate of International Security and Disarmament

Page 12: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

10 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

OPTIMALISASI KEUNGGULAN KOMPARATIF KAPASITAS SIPIL INDONESIA DALAM

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN Oleh: A. Anindityo Adi Primasto*

Kapasitas Sipil dalam Kerangka PBB

Mandat misi-misi pemeliharaan per-

damaian PBB telah mengalami re-orientasi

fokus, dari mandat tradisional berupa

pemonitoran keberlanjutan genjatan senjata

dan pelaksanaan operasi-operasi polisional,

menjadi mandat yang lebih bertitik berat

pada pembangunan perdamaian (peace-

building) yang komprehensif, yang antara

lain meliputi pembangunan kembali infra-

struktur pemerintahan yang efektif, peme-

nuhan kebutuhan-kebutuhan dasar masya-

rakat, revitalisasi perekonomian, keberlang-

sungan transisi politik secara damai, serta

pengupayaan rekonsiliasi antara mantan

pihak-pihak yang bertikai. Implikasi logis

dari pergeseran ini adalah meningkatnya

kebutuhan akan partisipasi pakar-pakar sipil

yang terampil, yang dapat berperan dalam

pembangunan bidang-bidang yang vital bagi

pembentukan fondasi struktural yang

esensial untuk pembangunan kembali

negara-negara yang terkena imbas negatif

dari konflik.

Dalam konteks PBB, pedoman utama

yang perlu diperhatikan terkait pengiriman

pakar-pakar sipil ke negara-negara yang

berada dalam situasi pasca-konflik adalah

pengedepanan kepemilikan nasional (na-

tional ownership) dan pembangunan kapasi-

tas nasional (national capacity). Dengan

kata lain, pemberdayaan dan pembangunan

kapasitas pakar-pakar sipil nasional (yang

berasal dari locus terjadinya konflik) menja-

di prioritas utama dalam kerangka pemban-

gunan perdamaian. Namun, kenyataan ini

tidak dengan serta-merta mengurangi arti

penting keterlibatan kapasitas internasional.

Melalui kegiatan-kegiatan alih pengetahuan

(transfer of knowledge) maupun alih tekno-

logi (transfer of technology), pakar-pakar

sipil dari negara-negara lain (yang berasal

dari negara-negara di luar negara yang

mengalami konflik) diharapkan dapat

menyumbangkan keahliannya dalam pem-

bangunan kapasitas lokal.

Di samping itu, lingkup misi pemeliha-

raan dan pembangunan perdamaian yang

kian multidimensional telah menciptakan

demand baru atas keahlian-keahlian yang

bersifat sangat terspesialisasi, seperti

antara lain, keahlian yang terkait dengan

reformasi sektor keamanan, pembangunan

kembali fungsi yudisial dan pengelolaan

lembaga pemasyarakatan, yang dalam

banyak kasus hanya dikuasai oleh segelintir

pakar yang berasal dari negara-negara di

luar negara tempat terjadinya konflik. Dalam

situasi ini, kapasitas internasional diha-

Page 13: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 11

rapkan dapat untuk sementara waktu -

tentunya dengan izin negara penerima,

mengisi kekosongan-kekosongan keahlian

tersebut, sembari membuka seluas-luasnya

kesempatan alih pengetahuan kepada

masyarakat sipil lokal.

Hal ini sejalan dengan hasil rangkaian

pertemuan tingkat experts negara-negara

Consultative Group on Civilian Capacity

(CGCCR) PBB pada tahun 20111 dan hasil

dari Regional Consultation on Strengthening

Civilian Capacity in the Aftermath of Conflict

yang diadakan di Bali pada awal bulan Maret

2012, yang menggarisbawahi pentingnya

upaya untuk memastikan agar pakar-pakar

sipil yang berada di bawah bendera PBB

mengambil peran sebagai mitra pakar-pakar

lokal dan tidak berusaha mengambil alih

proyek-proyek misi pembangunan perda-

maian yang dikembangkan di dalam suatu

negara, guna memberi kesempatan bagi

pakar-pakar lokal untuk mengembangkan

keahliannya dan mengambil manfaat eko-

nomi sebesar mungkin dari pekerjaan yang

dilakukannya. Terkait hal ini, experts CGCCR

juga mengusulkan agar durasi kehadiran

kapasitan internasional di dalam suatu

negara tidak berlangsung terlalu lama.

Dengan demikian, national ownership

mendapatkan prioritas utama, dan inefisien-

si akibat adanya terlalu banyak pakar sipil

yang bergerak di bidang yang sama dapat

dihindari.

1 Indonesia bersama dengan Kanada menjadi co-chair

CGCCR.

Pada saat ini, masalah terbesar yang

dihadapi PBB c.q. Department for Peace-

keeping Operations (DPKO) dan Department

for Field Support (DFS) terkait dengan

perekrutan pakar-pakar sipil untuk dili-

batkan di dalam misi-misi pemeliharaan

perdamaian bukanlah terkait perkara keti-

daktersediaan kandidat,2 melainkan proses

seleksi kandidat pasca-aplikasi, yang dirasa

terlalu lambat dan birokratis.3 Kendala ini

menjadi batu hambatan yang besar bagi

terciptanya proses deployment pakar sipil

yang ideal, yang menuntut agar pakar-pakar

sipil yang tepat juga dapat dikirimkan ke

suatu misi pemeliharaan perdamaian di

waktu yang tepat, mengingat seringkali

kebutuhan akan suatu keahlian tertentu

bersifat mendesak/time-sensitive. Keter-

lambatan kehadiran pakar sipil dalam zona

pasca-konflik seringkali berakibat pada

tersendatnya –dan bahkan gagalnya, proses

menuju perdamaian yang ajeg.

Solusi terlogis untuk mengatasi kenda-

la deployment pakar-pakar sipil sebagaima-

na diuraikan di atas adalah melalui pengem-

bangan dan pemanfaatan standby rosters,

yaitu suatu daftar yang berisi nama-nama

pakar sipil yang telah terlebih dahulu teri-

2 Setiap tahun, PBB menerima sekitar 150,000 aplikasi

pendaftaran pakar sipil. Pada kenyataannya, tetap terjadi kelangkaan kandidat di bidang-bidang yang sifatnya sangat terspesialisasi, terutama di bidang security sector reform dan yudisial.

3 Dua ratus hari adalah rata-rata lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk memproses sebuah aplikasi; dari fase pendaftaran seorang kandidat, fase seleksi, hingga fase dimana sang kandidat dinyatakan siap untuk dikirimkan ke suatu misi pemeliharaan perdamaian.

Page 14: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

12 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

dentifikasi, terverifikasi dan terlatih, yang

siap untuk dikerahkan ke zona-zona pasca-

konflik sewaktu-waktu keahlian mereka

dibutuhkan. Standby rosters ini dapat

berbentuk roster yang berisi pakar-pakar

yang dipekerjakan secara permanen (stand-

ing roster) maupun yang hanya berupa

database nama-nama pakar sipil yang dapat

dihubungi dan direkrut saat demand akan

keahlian mereka muncul.

Di dalam sistem PBB sendiri terdapat

Mediation Support Unit’s Standby Team of

Mediation Experts dari Department of

Political Affairs (DPA), sebuah unit yang

dikhususkan sebagai standby roster pakar-

pakar sipil di bidang mediasi. Selain itu, di

Markas Logistik PBB di Brindisi, Italia, juga

terdapat Justice and Corrections Standing

Capacity, sebuah standing roster skala kecil

yang membantu kegiatan Standing Police

Capacity PBB dalam bidang hukum dan

pemasyarakatan. Di luar sistem PBB,

beberapa negara dan organisasi-organisasi

non-pemerintah juga telah mendirikan

lembaga-lembaga yang khusus bergerak di

bidang penyiapan pakar-pakar sipil untuk

dimobilisasi sebagai mitra sipil dalam misi

pembangunan perdamaian di kawasan-

kawasan pasca-konflik. Organisasi-

organisasi seperti Norwegian Capacity

(NORCAP), African Civilian Response Capac-

ity for Peace Support Operations (AFDEM)

dan CANADEM merupakan beberapa contoh

standby rosters yang paling sering bekerja

sama dengan PBB dalam pengiriman pakar

sipil di saat terjadi peningkatan mendesak

(demand surge) akan kebutuhan keahlian-

keahlian tertentu pada misi-misi perda-

maian.

Peran Indonesia

Dalam forum PBB, Pemerintah Indone-

sia telah mengikuti dan mendukung upaya

penguatan kapasitas sipil dalam konteks

pemeliharaan perdamaian sejak wacana ini

pertama kali digulirkan pada tahun 2006.

Pada tahun 2008, Sekretaris Jenderal PBB

diundang oleh Dewan Keamanan PBB untuk

memberi masukan terkait bagaimana PBB

dapat membantu upaya-upaya nasional

untuk memperkuat koordinasi, mobilisasi,

dan pendanaan pakar sipil dalam konteks

misi pemeliharaan dan pembangunan

perdamaian. Menanggapi hal tersebut, pada

tahun 2009, Sekretaris Jenderal PBB me-

nerbitkan laporan yang berjudul “Peace-

building in the Immediate Aftermath of

Conflict” yang memaparkan tantangan-

tantangan yang dihadapi negara-negara

pasca-konflik segera setelah suatu konflik

usai, yang disusun berdasarkan pengala-

man-pengalaman yang dialami misi-misi

pemeliharaan perdamaian PBB. Laporan ini

juga mengusulkan adanya review untuk

menganalisis bagaimana PBB dan komuni-

tas internasional dapat memperdalam roster

pakar sipil untuk dapat segera mendukung

pembangunan kapasitas sipil di negara-

negara yang baru keluar dari konflik.

Pada tahun 2010, Sekjen PBB mendiri-

kan sebuah Senior Advisory Group untuk

Page 15: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 13

membantu penyusunan review tersebut di

atas dan untuk memberikan rekomendasi-

rekomendasi mengenai langkah-langkah

yang dapat dijalankan untuk memperkuat

upaya-upaya nasional dalam membangun

kapasitas sipil. Tahun 2011, Senior Advi-

sory Group mengeluarkan sebuah laporan

yang memaparkan beberapa proposal terkait

langkah-langkah lanjutan yang dapat

diambil, termasuk antara lain berupa penye-

lenggaraan konsultasi-konsultasi regional

mengenai penguatan kapasitas sipil, guna

mendapatkan input dari negara-negara di

berbagai kawasan. Konsultasi-konsultasi

regional ini juga diharapkan dapat mengi-

dentifikasi pakar-pakar sipil regional dan

lingkup keahlian yang mereka kuasai.

Informasi ini pada gilirannya akan berman-

faat dalam mengkonsolidasikan pool of

civilian experts.

Dalam kaitan ini, selain pengutamaan

kepemilikan nasional, Senior Advisory Group

juga merekomendasikan agar kaidah keung-

gulan komparatif (comparative advantage),

yaitu pengidentifikasian bidang-bidang yang

menjadi kekuatan/niche dari masing-

masing penyedia kapasitas sipil –baik

berupa organisasi yang dibentuk oleh

Pemerintah maupun yang dibentuk oleh

masyarakat madani, juga dijadikan perha-

tian utama. Hal ini dimaksudkan agar kerja

sama internasional terkait mobilisasi pakar

sipil untuk membantu dalam misi-misi

pemeliharaan PBB dapat terhindar dari

duplikasi dan tumpang tindih keahlian,

sehingga perekrutan dan pengiriman pakar

sipil ke negara-negara pasca-konflik dapat

berjalan lebih efektif.

Disamping itu, laporan Senior Advisory

Group juga merekomendasikan penguatan

kapasitas-kapasitas sipil nasional melalui

kerja sama pembangunan kapasitas antara

PBB dengan penyedia-penyedia kapasitas

sipil, terutama yang berasal dari Global

South. Sebagaimana juga dimafhumi dalam

Regional Consultation on Strengthening

Partnerships for Civilian Capacities in the

Aftermath of Conflict yang diselenggarakan

di Bali pada bulan Maret 2012, pakar-pakar

sipil yang berasal dari negara-negara Sela-

tan dianggap mempunyai keunggulan

komparatif terkait pembangunan pasca

konflik, mengingat bahwa kapasitas sipil

yang mereka memiliki, mempunyai penga-

laman langsung terkait penanganan konflik -

yang mayoritas memang terjadi di negara-

negara berkembang.

Pengalaman Indonesia dalam melewati

masa transisi menuju demokrasi serta

keberhasilannya dalam proses rekonsiliasi

pasca-konflik (dengan Timor Leste dan di

Aceh, Poso dan Ambon, antara lain), menjadi

salah satu keunggulan komparatif yang

dimiliki Indonesia di atas banyak negara

lain. Pengalaman-pengalaman ini telah

melahirkan banyak pakar sipil Indonesia

yang piawai –antara lain- dalam bidang

mediasi, penyelenggaraan pemilihan umum,

pembangunan kembali infrastruktur, perta-

nian dan pendidikan. Pakar-pakar sipil

inilah yang idealnya diusung sebagai wakil

Page 16: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

14 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

Indonesia dalam roster civilian experts yang

siap dilibatkan dalam misi-misi pemeliha-

raan perdamaian PBB.

Kendala

Proses penyusunan roster pakar sipil

Indonesia dihadapkan dengan setidaknya

tiga kendala utama. Kendala pertama

adalah kenyataan bahwa dalam beberapa

kasus, pakar sipil yang benar-benar piawai

dalam bidang tertentu, tidak bersedia untuk

dikirimkan ke negara-negara pasca-konflik

karena alasan-alasan tertentu seperti

keluarga ataupun pertimbangan keamanan.

Kedua, dalam beberapa kasus, pakar

sipil yang keahliannya benar-benar dibutuh-

kan dalam suatu misi pemeliharaan

dan/atau pembangunan perdamaian -

seperti pakar sipil di bidang penyelengga-

raan pemilihan umum, rekonstruksi sistem

peradilan dan sistem lembaga pemasyara-

katan- mayoritas berasal dari lingkungan

pemerintahan, sehingga yang bersangkutan

mungkin akan menemui kesulitan dalam

mekanisme perijinan kedinasan dari institusi

tempat ia bekerja. Selain itu, ketiadaan

pengaturan yang jelas mengenai mekanisme

penggajian ketika seorang pakar sipil yang

berasal dari institusi pemerintahan menja-

lankan tugas dalam suatu misi pemeliharaan

dan/atau pembangunan perdamaian (se-

condment), juga turut menjadi faktor yang

dapat menyebabkan keenganan seorang

pakar sipil untuk turut berpartisipasi dalam

upaya peacekeeping/peacebuilding PBB.

Kendala ketiga terkait dengan persepsi

akan minimnya insentif ekonomi untuk

terlibat di dalam misi pemeliharaan perda-

maian. Pakar sipil yang berasal dari ling-

kungan non-pemerintah dan ingin meli-

batkan diri dalam kegiatan PBB, misalnya,

akan cenderung untuk memilih bekerja pada

badan-badan resmi PBB dalam kapasitas

sebagai pegawai tetap, mengingat pengha-

silan dan tingkat kenyamanan yang ditawar-

kan lebih menjanjikan.

Langkah ke Depan

Kendala-kendala yang mungkin diha-

dapi dalam konteks penyusunan roster

pakar sipil Indonesia kiranya dapat teratasi

dengan adanya pengaturan yang jelas

terkait 1) mekanisme pengiriman pakar sipil

yang berasal dari institusi pemerintahan

(mekanisme secondment); dan 2) meka-

nisme jenjang karir dan gaji pakar sipil yang

di-deploy. Pengaturan terkait pengiriman

pegawai pemerintah sebagai pakar sipil

dalam suatu misi pemeliharaan PBB kiranya

dapat diatur melalui suatu peraturan perun-

dang-undangan nasional maupun peraturan

yang bersifat intra-institusional, sementara

pengaturan mengenai pendanaan pakar sipil

Indonesia selama bekerja di dalam suatu

misi PBB –baik yang berasal dari institusi

pemerintah maupun non-pemerintah,

sepatutnya diatur baik melalui peraturan

internal institusi pemberi kerja, maupun

melalui suatu arrangement antara PBB c.q.

Page 17: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 15

Department for Field Support dengan negara

pengirim (Indonesia).4

Di luar kendala-kendala yang telah te-

ridentifikasi, sebagaimana terindikasi dalam

Regional Consultation di Bali, masih terda-

pat banyak organisasi non-pemerintah yang

menunjukan minat untuk dapat melibatkan

personilnya di dalam civilian capacity roster

dalam kerangka misi perdamaian PBB.

Organisasi-organisasi seperti Muhamma-

diyah –yang telah berpengalaman dalam

kegiatan-kegiatan mediasi di Thailand

Selatan- dan The Habibie Center telah

memberikan indikasi positif untuk turut

terlibat di dalam rencana penyusunan roster

pakar sipil nasional.

Pemerintah Indonesia kiranya perlu te-

rus mendukung dan mendorong keterlibatan

pakar-pakar sipil Indonesia dalam misi-misi

perdamaian PBB. Dukungan dan dorongan

ini dapat direalisasikan antara lain melalui

konsolidasi penyusunan roster pakar sipil,

baik melalui diseminasi informa-

si/penyelengga-raan pertemuan dengan

pakar-pakar yang sudah terindentifikasi

pada khususnya dan masyarakat sipil pada

umumnya, maupun dengan membangun

sistem perekrutan pakar sipil yang berbasis

web, dimana segenap unsur masyarakat

yang merasa memiliki kapasitas dalam

4 Sebagai catatan, banyak negara anggota PBB

yang bersikeras bahwa penguatan dan pengiri-

man pakar sipil ke dalam suatu misi pemeliha-

raan perdamaian hendaknya bersifat cost-

neutral, yaitu tidak berimplikasi pada anggaran

pemeliharaan perdamaian PBB.

bidang-bidang tertentu dapat mendaftarkan

diri dan mengikuti proses seleksi, yang

dikoordinasikan oleh unsur-unsur Pemerin-

tah terkait. Tim Koordinasi Misi Pemeliha-

raan Perdamaian (TKMPP), sebuah wadah

inter-institusional yang dibentuk untuk

memperkuat kerja sama dan koordinasi

antar pemangku kepentingan terkait keterli-

batan Indonesia dalam misi-misi perda-

maian, kiranya dapat mengambil peran

sentral dalam hal ini. Pada akhirnya, upaya

ini diharapkan akan dapat membantu

memajukan proses pemetaan dan pengiden-

tifikasian kapasitas sipil Indonesia.

Selain itu, penting pula bagi Pemerin-

tah untuk senantiasa mendiseminasikan

informasi terkait pembukaan lowongan-

lowongan pakar sipil yang dibuka langsung

oleh PBB. Sebagai contoh, Standby Team of

Mediation Experts dari Department of

Political Affairs (DPA) PBB dari waktu ke

waktu membuka rekrutmen pakar-pakar

mediasi yang diperkerjakan secara perma-

nen pada markas DPA, yang dipersiapkan

untuk dapat dimobilisasi secara cepat ke

kawasan-kawasan dimana keahlian mereka

dalam membantu kegiatan-kegiatan mediasi

dan jasa baik pasca-konflik, dibutuhkan.5

Mengingat bahwa mediasi merupakan salah

satu bidang keahlian dimana pakar-pakar

sipil Indonesia mempunyai keunggulan

5 Di saat-saat tidak dikirimkan ke lapangan,

pakar-pakar sipil ini dikerahkan untuk melaku-

kan kegiatan riset dan analisis atas isu-isu me-

diasi.

Page 18: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

16 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

komparatif, upaya pencalonan kandidat-

kandidat terbaik Indonesia untuk menempati

posisi-posisi seperti ini perlu senantiasa

mendapatkan dukungan positif dari Peme-

rintah.

Kesimpulan

Isu optimalisasi kapasitas sipil dalam

kerangka pemeliharaan dan pembangunan

perdamaian merupakan gagasan yang relatif

baru dalam diskursus mengenai perdamaian

dan stabilitas global. Sebagai negara yang

sejak awal terlibat aktif dalam diskusi

mengenai hal ini di forum PBB, Indonesia

memiliki kepentingan untuk –bersama

dengan negara-negara kontributor pakar

sipil lainnya- memastikan kesuksesan

tercapainya target bersama, yaitu berupa

peningkatan dan penguatan peran pakar

sipil dalam misi-misi perdamaian, terutama

yang berkenaan dengan pemenuhan keter-

sediaan kapasitas sipil cakap yang memadai

untuk memenuhi tingkat demand yang ada.

Pembukaan Undang-undang Dasar

1945 memberi mandat kepada Indonesia

untuk “ikut melaksanakan ketertiban dunia,

yang berdasarkan kemerdekaan, perda-

maian abadi dan keadilan sosial”. Perjuan-

gan Indonesia di fora internasional untuk

turut memajukan efektivitas misi-misi

pemeliharaan perdamaian PBB –antara lain

melalui optimalisasi peran pakar-pakar sipil,

merupakan salah satu upaya untuk mem-

pertahankan relevansi mandat konstitusion-

al dimaksud. Oleh sebab ini, keunggulan

kapasitas sipil Indonesia di bidang-bidang

yang vital dalam proses pembangunan

perdamaian merupakan peluang yang harus

dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.

Selain sebagai wujud pengejawantahan

amanat Konstitusi, kontribusi Indonesia

dalam memajukan peran pakar sipil dalam

misi-misi perdamaian PBB melalui deploy-

ment pakar-pakar sipil Indonesia yang

kompeten dan profesional merupakan

golden ticket Indonesia untuk meningkatkan

postur internasionalnya, terutama dalam

konteks peacekeeping dan peacebuilding.

Peningkatan postur ini pada gilirannya akan

semakin menaikkan citra Indonesia di mata

dunia internasional, serta menciptakan

berbagai trickle-down effect yang positif

bagi bangsa.

------

* Staf Direktorat Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata

Page 19: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 17

SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs): USULAN NORMA BARU PEMBANGUNAN GLOBAL

Oleh: Direktorat PELH

Istilah Millennium Development Goals

(MDGs) tentu tidak asing lagi bagi kita.

Proyek global yang diluncurkan tahun 2000

oleh PBB itu bertujuan untuk memajukan

kesejahteraan global dengan mencapai

delapan tujuan utama pada tahun 2015,

meliputi menghilangkan kemiskinan dan

kelaparan; menyediakan pendidikan dasar;

mendorong keseteraan jender dan pengua-

tan perempuan; mengurangi angka kematian

bayi; meningkatkan kesehatan ibu; meme-

rangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-pe-

nyakit lainnya; memastikan keberlanjutan

lingkungan; dan membangun kemitraan

global untuk pembangunan.

Namun, 2015 tinggal tiga tahun lagi.

Belakangan, wacana mengenai agenda

pembangunan baru semakin santer terden-

gar. Agenda pembangunan pasca-2015

tersebut muncul dalam bentuk Sustainable

Development Goals (SDGs).

SDGs: indikator pembangunan berkelanju-

tan

Secara sederhana, pembangunan ber-

kelanjutan merupakan konsep pengelolaan

pembangunan dengan mempertimbangkan

faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan.

dengan tanpa merusak lingkungan. Brundt-

land Commission (1987), sebuah organisasi

independen yang dibentuk oleh PBB guna

mengkonsolidasikan komunitas interna-

sional dalam isu pembangunan dan lingkun-

gan mendefinisikan sustainable de-

velopment sebagai “development that meets

the needs of the present without compro-

mising the ability of future generations to

meet their own needs.”

Tahun 1992 merupakan milestone bagi

isu pembangunan berkelanjutan dengan

diselenggarakannya United Nations Confe-

rence on Environment and Development

(UNCED) atau Earth Summit di Rio de Ja-

neiro, Brasilyang dihadiri 172 negara.

Pertemuan menghasilkan Agenda 21 dan

Johannes-burg Plan of Implementation

(JPoI) sebagai perangkat global bagi isu

pembangunan berkelanjutan serta memang-

gil semua negara untuk terlibat dalam

pengembangan indikator pembangunan

berkelanjutan.

KTT Rio+20

Di tahun 2012 ini, wacana pembangu-

nan berkelanjutan diharapkan dapat mem-

peroleh momentum politis tertinggi melalui

KTT Rio+20, di Rio de Janeiro, Brasil, tang-

gal 20-22 Juni 2012.

Page 20: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

18 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

Latar belakang diadakannya pertemuan

tersebut adalah:

Penduduk dunia saat ini mencapai 7

miliar, dan diprediksikan menjadi 9 mi-

liar pada tahun 2050.

Seperlima penduduk dunia atau 1,4

miliar orang hidup dengan penghasilan

tidak lebih dari 1,25 dolar AS.

Sebanyak 1,5 miliar penduduk dunia

tidak memiliki akses terhadap listrik.

Sebanyak 2,5 miliar penduduk dunia

tidak memiliki toilet.

Hampir 1 miliar penduduk dunia hidup

kelaparan setiap hari.

Gas rumah kaca terus mengalami pe-

ningkatan, dan lebih dari sepertiga

spesies dunia yang saat ini telah di-

kenal akan musnah jika perubahan ik-

lim tidak bisa dikendalikan.

KTT Rio+20 diharapkan dapat mene-

guhkan kembali komitmen global terhadap

pembangunan berkelanjutan. Pertemuan

juga menjadi ajang untuk memeriksa im-

plementasi Agenda 21 dan JpoI serta

menelisik kendala dan tantangan yang di-

hadapi dalam implementasi pembangunan

berkelanjutan.

Sejauh ini, negosiasi atas dokumen

utama “The Future We Want” yang renca-

nanya akan dihasilkan oleh KTT Rio+20

masih berjalan. Dokumen ini memuat dua

isu utama, yaitu green economy dan institu-

tional framework for sustainable develop-

ment (IFSD). Pembahasan kedua isu besar

tersebut masih dipenuhi dengan perdebatan

terkait definisi dan implementasi green

economy, serta berbagai usulan opsi pem-

bentukan lembaga baru bagi isu pembangu-

nan berkelanjutan.

Isu SDGs juga menjadi salah satu pusat

perhatian menjelang pelaksanaan KTT

Rio+20. dengan adanya proposal dari

Kolombia-Guatemala dan Civil Society

Organizations (CSOs) mengenai SDGs.

Kedua proposal menekankan pentingnya

kesepakatan dan definisi yang sama dari

SDGs sebagai key outcome KTT Rio+20.

Bagi Kolombia dan Guatemala, definisi

tematik SDGs dan mandat untuk mengem-

bangkan SDGs pasca-Riodapat menjadi

hasil utama KTT Rio+20. Sementara pro-

posal CSOs memuat SDGs yang disusun

berdasarkan komitmen-komitmen pemerin-

tah dan pemangku kepentingan dan SDGs

baru.

Pembahasan isu SDGs ini diharapkan

dapat membuatkomunitas internasional

dapat satu suara mengenai pentingnya

SDGs. Melihat adanya kompleksitas nego-

siasi atas isu green economy dan IFSD, isu

SDGs kemudian juga menjadi isu underdog

yang kemungkinan dapat dihasilkan oleh

KTT Rio+20.

SDGs dan MDGs

Sejauh ini belum ada konsep pasti ten-

tang bagaimana menyinergikan antara

MDGs dengan SDGs. Salah satu usulan yang

Page 21: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 19

muncul adalah agar SDGs digunakan seba-

gai pelengkap proses review implementasi

MDGs. SDGs dapat dilihat sebagai indikator

untuk menerjemahkan goals yang belum

mendapatkan perhatian di MDGs, misalnya

akses terhadap ketahanan pangan dan

energi, sehingga hubungan antara MDGs

dan SDGs bersifat komplementer. Pernya-

taan Sekjen PBB Ban Ki-moon dalam lapo-

rannya kepada Majelis Umum PBB tahun

2011 dapat memberikan gambaran atas

usulan ini, “Let us develop a new generation

of sustainable development goals to pick up

where the MDGs leave off. Let us agree on

the means to achieve them.“

Usulan lainnya adalah agar SDGs dis-

epakati sebagai bagian dari agenda pem-

bangunan global pasca-2015 setelah target

pencapaian MDGs berakhir. Dalam usulan

ini, SDGs diharapkan dapat menjadi esensi

pokok dari world development agenda pasca

2015 yang memuat satu set tujuan pem-

bangunan internasional (international

development goals), yang fokus utamanya

adalah pembangunan berkelanjutan dan

pengentasan kemiskinan.

Sekjen PBB sendiri telah membentuk

task team khusus untuk agenda pasca-2015

yang diketuai oleh United Nations Develop-

ment Programme (UNDP) dan United Na-

tions Department of Economic and Social

Affairs (UNDESA). Kegiatan utama task team

ini adalah mempersiapkan peta jalan (road-

map) untuk proses pembentukan agenda

pasca-2015 yang akan disampaikan oleh

Sekjen PBB sebelum Konferensi Rio+20.

Selain itu, Ban Ki-moon telah mengumum-

kan pula rencana untuk membentuk high

level/expert panel guna membantu dan

memandu proses pembentukan agenda

pasca-2015. Panel tersebut akan melapor

kepada Majelis Umum PBB pada akhir tahun

2013 untuk menginformasikan mengenai

review MDGs dan meluncurkan secara resmi

UN process on the post-2015 development

agenda.

Persiapan Indonesia

Sebagai salah satu persiapan mengha-

dapi KTT Rio+20, Direktorat Jenderal Multi-

lateral cq. Direktorat PELH Kementerian

Luar Negeri menyelenggarakan lokakarya

nasional bertema “Sustainable Development

Goals (SDGs): Indikator Pembangunan

Global Pasca-2015?” di Yogyakarta, 12-13

Maret 2012. Lokakarya ini bertujuan untuk

menemukan kesamaan pandangan dari para

pemangku kepentingan (pemerintah pusat

dan daerah, organisasi masyarakat madani,

akademisi, dan sektor swasta) terhadap isu

SDGs. Lokakarya ini juga dapat dinilai

sebagai upaya nasional untuk mengukur

implementasi pembangunan berkelanjutan

selama ini dan mengindentifikasi isu-isu

krusial yang dihadapi Indonesia dalam

pembangunan berkelanjutan.

Lokakarya menghasilkan beberapa

masukan. Misalnya, KTT Rio+20 diharapkan

menjadi momentum untuk memulai komit-

men politis atas pembahasan isu SDGs,

Page 22: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

20 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

tetapi proses pembahasan set of goals-nya

sendiri lebih tepat dimulai pasca-KTT

Rio+20 agar dapat menampung lebih ba-

nyak usulan dari berbagai negara. KTT

Rio+20 juga diharapkan dapat mengi-

dentifikasi kesenjangan implementasi

berbagai perangkat global pembangunan

berkelanjutan.

Selain itu, cakupan SDGs kiranya dapat

berlaku untuk semua negara agar imple-

mentasinya lebih luas, dengan tetap mem-

pertimbangkan kondisi dan prioritas nasion-

al masing-masing negara. Perumusan SDGs

di tingkat nasional juga dapat dilakukan

dengan menentukan key sector priorities

atau key issues terlebih dahulu dan dituju-

kan untuk mencapai integrasi ketiga pilar

pembangunan berkelanjutan.

Rio+20: jalan menuju masa depan yang

berkelanjutan?

Dalam brosur resmi UNCSD, Sekjen

KTT Rio+20 Sha Zukang mengemukakan

semangat yang mendasari pertemuan ini.

“Sustainable development is not an option.

It is the only path that allows all of humanity

to share a decent life on this one planet.

Rio+20 gives our generation the opportunity

to choose this path,”.

Sementara itu, Ban Ki-moon me-

nekankan arti penting pertemuan ini bagi

masa depan bumi. “Rio+20 will be one of the

most important global meetings on sustain-

able development in our time. At Rio, our

vision must be clear: a sustainable green

economy that protects the health of the

environment while supporting achievement

of the Millenium Development goals through

growth in income, decent work, and poverty

eradication,”.

Namun apakah waktu yang kurang dari

tiga bulan ini cukup bagi KTT Rio+20 untuk

mencapai tujuan tertinggi seperti yang

disebutkan? Kita tunggu saja jawabannya di

KTT Rio+20 bulan Juni mendatang.

“We in the region remain firmly committed and determined to attain our MDGs. We are mobilizing regional resources and initiatives, such as the Asian Development Bank and the Association of Southeast Asian Na-tions, to help us toward those Goals.”

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,

dalam pidato “Perspective on The MDGs and The Way Forward to 2015”, Universitas Columbia, 13 September 2005

Page 23: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 21

INDONESIA AND THE G20 Oleh: Direktorat Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup

What is the G20?

The Asian Financial crisis in the 1997-

1998 led to serious concerns among the

finance ministers and central bank gover-

nors of developed economies to build new

arrangements in the global financial struc-

ture that recognizes the new role of emerg-

ing economies. The pioneers of the Group

called the G20 as a new breakthrough to

make “a smaller world governable and

fairer.”

The initial aim of G20 in 1999 was to

have the finance ministers and central bank

governors of the industrialised and emerging

countries meet once a year to facilitate

international economic policy cooperation.

Since the pioneering G20 Washington

Summit in 2008, the forum has been en-

hanced from a grouping of Finance Ministers

and Central Bank Governors to Heads of

State and Government. Many consider the

G20 as the premier global forum for eco-

nomic and financial cooperation, helping to

create and sustain an enabling economic

environment for economic recovery and

growth that would not have been possible

otherwise.

The G20 is an informal economic steer-

ing body that brings together the world's

major political leaders at the highest level.

It comprises the twenty largest economies

of the world, namely Argentina, Australia,

Brazil, Canada, China, France, Germany,

India, Indonesia, Italy, Japan, Mexico,

Republic of Korea, Russia, Saudi Arabia,

South Africa, Turkey, United Kingdom,

United States and the European Union.

How does G20 work?

The G20 operates with an annually ro-

tating chair under a relatively informal

system. Each year, a member country is

given responsibility for organising the

summits of heads of States and govern-

ments and ensuring that the preparatory

negotiations move ahead as planned. Given

that the G20 primarily addresses economic

issues, finance-related units play a key role

in G20 negotiations. The finance ministers

and central bank governors hold several

meetings a year to lay the groundwork for

decision-making by the heads of States and

governments. The G20 chair can also call

special thematic meetings, such as meet-

ings of the Ministers of Agriculture, Foreign

Affairs and Trade.

Since G20 cooperation was elevated to

Leaders level, the G20 Head of Government

or state is assisted by a “sherpa” responsi-

ble for strategic issues as well as non-

finance issues. The Indonesian Sherpa’s

Page 24: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

22 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

work is supported by a national G20 Secre-

tariat comprised of the Ministry of Finance,

Bank Indonesia and Ministry of Foreign

Affairs. Other Ministries and agencies also

participate actively in G20 thematic issues,

such as the National Agency for Develop-

ment Planning, Ministry of Agriculture,

Ministry of Trade, Commission of Corruption

Eradication (KPK) and others.

In this context, the role of the Ministry

of Foreign Affairs is to manage non-financial

issues. The Ministry’s task is to also ensure

that Indonesia’s participation in the G20 is

synergized with its participation in other

international fora, as well as maintaining

coherence of G20 interests vis-à-vis foreign

policy interests at the bilateral and regional

level.

In its work, the G20 collaborates close-

ly with several major international institu-

tions, including the International Monetary

Fund (IMF), World Bank, World Trade Organ-

ization (WTO), Financial Stability Board

(FSB), International Labor Organization

(ILO), and Organization for Economic Coop-

eration and Development (OECD). Repre-

sentatives from the United Nations as well

as regional organization such as ASEAN, the

African Unions and the Gulf Cooperation

Council have been invited to the Summits.

Each G20 host traditionally extends five

discretionary invitations with at least two

coming from Africa.

Unlike other international organiza-

tions, the G20 has no permanent secretariat

of its own. The Presidency rotates between

members, and is selected from a different

regional grouping of countries each year.

The incumbent president establishes a

temporary secretariat for the duration of its

term, which coordinates the Group’s work

and hosts its meetings.

What has G20 achieved?

In 2008, the global economy faced the

deepest economic and financial crisis since

World War II. The G20 was convened at the

summit level to tackle this challenge in a

pro-active and coordinated manner.

In responding to this crisis and ensuing

effects that have dampened global econom-

ic growth since, five G20 summits have been

held: Washington (November 2008): London

(April 2009), Pittsburgh (September 2009),

Toronto (June 2010), Seoul (November

2010) and Cannes (November 2011).

Through these summits, concerted action by

the G20 lessened the impact of the crisis on

growth and employment and helped restore

confidence even earlier than many analysts

predicted it would. Several achievements of

the G20 that should be noted include,

among others:

1. The G20 countries took drastic steps to

support the global economy. Massive,

coordinated fiscal stimulus pro-

grammes were implemented; central

Page 25: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 23

banks injected vast amounts of liquidi-

ty into the economy; lending by banks

was stimulated; and the means availa-

ble to international organisations to

assist the emerging and developing

countries were greatly expanded.

2. The G20 has always been on the fore-

front on resisting trade protectionism

as a potential consequence of the

global financial crisis.

3. The G20 also tackled the root causes

of the crisis: mounting global macro-

economic imbalances and the inade-

quacies of financial regulation.

4. To reduce global imbalances, the G20

created a Framework for Strong, Sus-

tainable and Balanced Growth designed

to realign national policies more fully

with the needs of the world economy.

5. The G20 further agreed on an unprece-

dented financial regulation plan to deal

with an equally unprecedented finan-

cial crisis. The results accomplished so

far have been significant. The scope of

financial oversight and supervision has

been broadened to include participants,

financial products and risky activities

and behaviour that had previously been

subject to little or no control.

6. Additionally, the G20 has engineered a

major overhaul of the international

economic decision-making process,

above all by promoting governance

reform at the IMF and the World Bank.

Through representation of major

emerging markets, including Indonesia, the

G20 also paid close attention to the devel-

opment agenda and well-being of develop-

ing countries most vulnerable to the global

economic downturn. Such development

imperatives include: infrastructure, private

investment and job creation, human re-

sources development, trade, financial

inclusion, strong and resilient growth, food

security, domestic resource mobilization

and knowledge sharing.

In terms of modalities, the G20 oper-

ates informally and emphasizes deliberation

to reach consensus, and not rigid decision-

making through voting. This flexible style

has proven to be quite effective, however.

There has been a consistent emphasis on

finding commonalities and pragmatic

approaches. Thus, the Group has been able

to avoid sharp disagreements and dead-

locks.

In 2011, The Cannes Summit focused

on the need to strengthen and sustain the

fragile global economic recovery, assaulted

by financial crises and austerity in Europe,

as well as budget difficulties in the US and

food price volatility and shortages around

the world. Other major issues discussed

included financial regulation, trade, em-

ployment, agricultural productivity, devel-

opment, anti-corruption, reforms in the

international monetary system and global

governance issues pertaining to multilateral

organizations and the G20 itself.

Page 26: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

24 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

For 2012, Mexico as G20 Chair has set

up five priorities, namely: economic stabili-

zation and structural reforms as foundations

for growth and employment; strengthening

financial systems and fostering financial

inclusion to promote economic growth;

improving the International Financial Archi-

tecture; enhancing food security and ad-

dressing the issue of commodity price

volatility; and promoting sustainable devel-

opment green growth and fight against

climate change.

How does Indonesia view and play its role in

G20?

As it comprises 85 percent of the

world’s GDP, 80 percent of international

trade, and represents two-thirds of the

world’s population, the G20 has a particular

strategic importance for Indonesia. G20

decisions in policy cooperation and coordi-

nation play a major role for setting economic

conditions for the rest of the world.

As such, the G20 is a major component

of Indonesia’s economic diplomacy platform

and provides opportunities to boost Indone-

sia’s national leverage. As a member, Indo-

nesia has a direct say in how major econo-

mies manage global economic governance.

It could link its policies in building a strong

and resilient economy domestically to

measures taken at the international level.

Indonesia has a commitment in playing

a positive role in the G20 process. Having

undergone a multidimensional crisis last

decade, Indonesia has significant experience

to contribute positively to G20’s efforts in

addressing the current global economic

crisis. In the G20 context, Indonesia has

proposed various initiatives and co-chaired

several working groups particularly relevant

to the interests of emerging markets and

developing countries at large.

Indonesia also has actively advocated

reform in the global governance structure so

as to better reflect the increasing role of

emerging and developing countries.

At the heart of Indonesia’s participation

in G20, its principal interest is clear: to

maintain an inclusive and sustainable global

economic system that creates an enabling

environment for national development and

economic growth.

Indonesia acknowledges the impor-

tance of G20 not merely as a powerful

economic forum but also as a civilizational

powerhouse. In this context, Indonesia

plays a bridging role between diverse civili-

zations. In his speech in the Harvard Univer-

sity in 2009, President Yudhoyono observed:

“The G20 for the first time accommo-

dates all the major civilizations – not just

Western nations, but also China, South

Korea, India, South Africa and others, includ-

ing significantly three nations with larges

Muslim populations: Saudi Arabia, Turkey

and Indonesia. The G20 is a representative

Page 27: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 25

of multi-civilization global community.

Perhaps this is why the G20 has been

successful in rescuing the world from a

global meltdown.”

During the Mexican chairmanship in

2012, Indonesia will be focused on the

Group’s efforts to improve the global eco-

nomic situation and support a durable and

permanent solution to the Eurozone crisis.

Additionally, Indonesia will continue to push

development agenda issues to remain as

part of G20’s mainstream discussions.

The Challenges of G20 in the Future

In resolving the current problems that

have dampened global economic growth and

stability, the G20 faces several challenges.

First, G20 must maintain its effectiveness as

a Leaders-led informal group. As global

economic crisis persists, retaining a com-

mon position on issues become harder and

more complex. There is an urgency that G20

remains cohesive in finding consensus even

as domestic or regional political and social

factors affect political establishments in the

respective G20 countries.

Second, the G20 must be able to en-

hance its credibility through full implemen-

tation of its commitments. The key to this

issue is strong leadership, or the ability of

G20 countries to effectively integrate its

commitments in policy at the domestic

setting. Effective implementation of its

commitments also determines the pace of

global economic recovery and progress in

the G20 process.

Third, the G20 must be able to compel

acceptability of its grouping and policies

vis-à-vis the rest of the world. With a mem-

bership comprising of only twenty nations,

some have criticized the “exclusiveness” of

the group. In this respect, G20 needs to

actively pursue outreach to the rest of the

international community and achieve the

necessary acceptability in order to build an

adequate enabling environment for inclusive

and sustainable global economic system.

------

“This is what I saw firsthand at the G20, where nations of diverse cultural backgrounds joined hands to address a common challenge. We spoke different languages through our headphones, but we understood one another.”

President Susilo Bambang Yudhoyono,

in the speech “Towards Harmony Among Civilizations”, Harvard University, 29 September 2009

Page 28: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

26 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

DIPLOMASI MULTILATERAL INDONESIA DAN UPAYA KE DEPAN DI BIDANG KETAHANAN PANGAN

Oleh: Ade Petranto*

Pendahuluan

Krisis pangan global tahun 2007-2008

menyadarkan dunia perlu adanya kerja sama

global untuk mencegah terulangnya kembali

krisis pangan akibat meningkatnya pendu-

duk dunia, meningkatnya harga energi,

bencana alam, gagal panen, serta tatanan

perdagangan dunia yang tidak adil.

Krisis pangan global juga menyebab-

kan munculnya konflik dan keresahan di

beberapa negara. Saat ini, diperkirakan

sebanyak 1 (satu) miliar penduduk dunia

mengalami kelaparan. Hingga tahun 2050,

diperkirakan jumlah penduduk dunia men-

galami peningkatan sebanyak 2,5 miliar dan

mencapai 9,5 miliar penduduk, sehingga

perlu dicarikan solusi untuk menjaga keta-

hanan pangan tersebut. Di Indonesia, berkat

kebijakan nasional untuk swasembada

pangan, krisis pangan global 2007-2008

dapat dibendung.

Tetapi, dengan jumlah penduduk Indo-

nesia sekitar 240 juta jiwa dan pertumbuhan

penduduk sebesar 1,5 persen per tahun

menyebabkan Indonesia akan menghadapi

tantangan cukup berat untuk mempertahan-

kan ketahanan pangan di waktu mendatang.

Oleh karena itu, dalam upayanya memperta-

hankan ketahanan pangan nasional, Indone-

sia harus melakukan kemitraan dengan

masyarakat global melalui forum, jalur, dan

tatanan yang tersedia, baik pada tingkat

multilateral, regional, sub-regional, dan

bilateral.

Diplomasi Indonesia pada Forum Multilater-

al, Kerangka G20, dan Forum Lainnya

A. Forum Multilateral

Permasalahan mengenai ketahanan

pangan perlu mendapat perhatian yang

serius dari Pemerintah, bahkan dukungan

dari dunia internasional. Indonesia merupa-

kan salah satu negara penggagas yang

mendorong agar masalah ketahanan pangan

mendapatkan perhatian global.

Presiden RI dalam suratnya kepada

Sekjen PBB menyerukan agar masyarakat

internasional mengambil langkah-langkah

konkrit dalam upaya mengakhiri krisis

pangan global yang terjadi pada tahun

2008. Bagi Indonesia, masalah ketahanan

pangan adalah suatu hal yang sangat

penting dan merupakan kebutuhan pokok

manusia. Pada tahun 2008, Indonesia

bersama Mesir dan Chile memprakarsai

diangkatnya masalah ketahanan pangan

dalam agenda global dengan berhasil

disahkannya resolusi PBB tahun 2008

Page 29: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 27

nomor A/Res/63/235 mengenai “Agriculture

Development and Food Security”. Saat ini,

diplomasi Indonesia diarahkan untuk men-

dorong terlaksananya global governance for

food security yang merupakan tindak lanjut

dari pelaksanaan Five Rome Principles for

Sustainable Global Food Security yang

diamanatkan oleh World Summit on Food

Security 2009 dengan prinsip-prinsip

sebagai berikut:

1) Invest in country own plans, aimed at

channeling resources to well-designed

and results-based programmes and

partnership;

2) Foster strategic coordination at nation-

al, regional, and global level to improve

governance, promote better allocation

of resources, avoid duplication of ef-

forts and identity response-gaps;

3) Strive for a comprehensive twin-track

approach to food security that consists

of: (i) direct action to immediately

tackle hunger for the most vulnerable

and b) medium and long-term sustain-

able agricultural, food security, nutri-

tion and rural development pro-

grammes to eliminate the root causes

of hunger and poverty, including

through the progressive realization of

the right to adequate food;

4) Ensure a strong role for the multilateral

system by sustained improvements in

efficiency, responsiveness, coordina-

tion, and effectiveness of multilateral

institutions;

5) Ensure sustained and substantial

commitment by all partners to invest-

ment in agriculture and food security

and nutrition, with provision of neces-

sary resources in a timely and reliable

fashion, aimed at multiyear plans and

programmes.

Selain itu, Indonesia juga menyerukan

agar negara-negara maju dapat merealisa-

sikan berbagai komitmen mereka untuk

memberikan pendanaan bagi pembangunan

yang berkelanjutan. Indonesia mendesak

agar negara-negara maju melaksanakan

komitmen mereka pada KTT G-8 tahun 2009

di L’Aquila untuk mendanai sebesar 20

miliar Dollar AS bagi penanganan masalah

kerawanan pangan. Di dalam forum FAO,

Indonesia mendorong agar World Food

Programme (WFP) dan International Fund

for Agriculture Development (IFAD) melaku-

kan kegiatan penanganan masalah kerawa-

nan pangan dunia secara tepat dan meng-

hindari duplikasi atau tumpang tindih.

Diplomasi Indonesia juga aktif mendo-

rong upaya penanganan masalah ketahanan

pangan terkait dengan peningkatan kesejah-

teraan smallholder farmers dan masyarakat

miskin pedesaan, peran wanita, bencana

alam, dan perubahan iklim pada forum-

forum internasional, seperti antara lain: (i)

World Trade Organization (WTO); (ii) Cairns

Group; (iii) Common Fund for Commodities

(CFC); (iv) International Coffee Organization

Page 30: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

28 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

(ICO); (v) International Cocoa Organization

(ICCO); (vi) International Sugar Organization

(ISO); (vii) International Tropical Timber

Organization (ITTO); (viii) International

Pepper Community (IPC); dan (ix) Indian

Ocean Tuna Commission (IOTC);

Pada setiap forum multilateral dan fo-

rum lainnya terkait ketahanan pangan,

diplomasi Indonesia ditujukan bagi upaya

tersedianya jaminan akses untuk menda-

patkan bahan makanan, diversifikasi pan-

gan, mencegah dampak buruh perubahan

iklim, volatilitas harga pangan global,

kesempatan memperoleh pelatihan dan

peningkatan kapasitas, serta investasi

pertanian. Secara khusus, diplomasi keta-

hanan pangan Indonesia di bidang perda-

gangan internasional diarahkan pada per-

juangan liberalisasi perdagangan produk

pertanian melalui penghapusan subsidi

ekspor, pengurangan subsidi domestik, dan

peningkatan akses pasar. Belum terselesai-

kannya perundingan WTO-Putaran Doha

mengakibatkan berbagai praktek subsidi

dan subsidi ekspor di negara-negara maju

masih akan berlanjut.

Indonesia selalu aktif memperjuangkan

sistem perdagangan internasional yang

terbuka, khususnya untuk produk pertanian

dan menunjang keamanan pangan. Indone-

sia berkeyakinan bahwa tatanan perdagan-

gan dunia mempunyai andil yang besar

dalam menciptakan ketahanan pangan

dunia. Disesalkan pula bahwa upaya men-

ciptakan tatanan perdagangan dunia yang

adil mengalami hambatan dari negara-

negara maju yang menolak melepascan

subsidi dan subsidi ekspor bagi sektor

pertaniannya.

B. G20

Indonesia turut aktif mendorong upaya

ketahanan pangan global melalui forum G20

dengan menyerukan agar negara-negara

anggota tidak memberlakukan kebijakan

hambatan ekspor untuk keperluan kemanu-

siaan ataupun darurat pangan. Pada perte-

muan Menteri Pertanian G20, Indonesia

menggarisbawahi bahwa tujuan utama kerja

sama G20 harus difokuskan pada upaya

peningkatan food and nutrition security,

pertanian yang berkesinambungan, dan

pengentasan kemiskinan melalui peningka-

tan pendapatan petani, khususnya small-

holder farmers. Indonesia mengusulkan agar

strategi untuk mencapai tujuan tersebut

adalah dengan pengembangan riset dan

inovasi, policy coherence serta mendorong

public-private partnership (PPP). Indonesia

menekankan pula pentingnya dilakukan

pengembangan bio-teknologi, post-harverst

technology, geo-monitoring, dan kerja sama

antar lembaga riset internasional.

Menanggapi pendapat yang berbeda

dari beberapa negara anggota G20 menge-

nai cadangan pangan yang dapat mendis-

torsi pasar, Indonesia berpandangan bahwa

mekanisme cadangan pangan untuk keama-

nan pangan dapat dilakukan secara efisien.

Argumentasi yang diberikan adalah bahwa

Page 31: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 29

cadangan pangan tidak dilakukan melalui

stock-pilling, tetapi berupa komitmen

pasokan bahan makanan pada keadaan

darurat. Beberapa negara menunjukkan

keengganan mengenai usulan emergency

food reserve karena khawatir adanya ke-

mungkinan distorsi pasar serta tidak efisien.

Sekalipun demikian, negara anggota G20

dapat mendukung usulan agar ekspor

pangan bagi program kemanusiaan tidak

dikenakan trade block, kuota, ataupun tarif.

Indonesia sepenuhnya mendukung im-

plementasi G20 Action Plan yang menyeru-

kan upaya global untuk mengatasi volatilitas

harga bahan pangan serta ketahanan pan-

gan. Indonesia, didukung oleh Perancis dan

Amerika Serikat, mengharapkan agar isu

pertanian dapat terus menjadi agenda G20

ke depan dan perlunya monitoring secara

reguler terhadap implementasi rencana aksi

dimaksud. Indonesia juga menyambut baik

capaian konkrit Action Plan, antara lain

pembentukan AMIS (Agriculture Market

Information System); Rapid Response

Forum; International Research Initiative for

Wheat Improvement; dan Global Agriculture

Geo-Monitoring Initiative.

C. Forum Lainnya

Diplomasi Indonesia di bidang ketaha-

nan pangan juga dilakukan di forum APEC,

ASEAN, dan sejumlah kerja sama bilateral

Indonesia dengan negara-negara mitra.

Dalam berbagai forum tersebut, kerja sama

di bidang ketahanan pangan diarahkan pada

upaya kerja sama yang konkrit dan membe-

rikan dampak yang positif terutama bagi

peningkatan kesejahteraan petani dan

masyarakat miskin pedesaan.

Upaya Diplomasi Multilateral Ketahanan

Pangan di Masa Mendatang

Dari berbagai kegiatan diplomasi multi-

lateral di bidang ketahanan pangan, dapat

ditarik beberapa aspek yang perlu diupaya-

kan melalui diplomasi. Pada intinya, kemi-

traan internasional menjadi faktor kunci

dalam diplomasi di bidang ketahanan

pangan nasional Indonesia untuk memaju-

kan kepentingan nasional dan turut mendo-

rong upaya menciptakan tata kelola dunia

yang adil dan seimbang di bidang perdagan-

gan, alih teknologi, investasi, dan peningka-

tan kapasitas sumber daya manusia. Oleh

karena itu, perlu ditingkatkan kerja sama

multilateral dan kerja sama internasional

lainnya terkait dengan ketahanan pangan

nasional. Di sisi lain, diplomasi Indonesia

juga hendaknya ditujukan pada kemitraan

internasional di bidang pencegahan dampak

dari volatilitas harga pangan.

Untuk meningkatkan ketahanan pan-

gan, upaya tersebut dapat diperkuat melalui

kegiatan riset pertanian dan pengembangan

bio-teknologi. Peranan diplomasi Indonesia

sangat penting mengingat pengembangan

riset pertanian dan pengembangan bio-

teknologi harus juga dilakukan melalui

kemitraan internasional. Diplomasi Indone-

sia di bidang ketahanan pangan hendaknya

Page 32: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

30 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

mampu mengartikulasi keperluan riset dan

pengembangan pertanian yang tengah

digalakkan di dalam negeri. Kemitraan

internasional, khususnya dalam rangka

pengembangan bio-teknologi perlu diarah-

kan pula pada pendanaan dan alih teknologi.

Selain itu, diplomasi Indonesia di bi-

dang ketahanan pangan hendaknya dapat

memberikan manfaat bagi upaya Indonesia

yang tengah menata kembali manajemen

nasional di bidang pertanian, upaya pening-

katan produk melalui pengembangan bio-

teknologi, kedaulatan pangan, rantai komer-

sial produk pangan yang transparan dan

berkeadilan, dan peningkatan kesejahteraan

petani dan masyarakat miskin. Termasuk

upaya diplomasi untuk mendorong masuk-

nya sumber pangan protein dari sektor

perikanan sebagai salah satu pilar ketaha-

nan pangan di dalam pembahasan di FAO

dan organisasi multilateral lainnya.

Di sisi lain, diplomasi perdagangan In-

donesia terkait dengan ketahanan pangan

harus berorientasi pada kepentingan produ-

sen dan konsumen dalam negeri, antara lain

dengan memperhatikan keunikan kebutuhan

dalam negeri seperti jadwal panen dan

kebutuhan pangan di hari raya. Kegiatan

diplomasi dalam bentuk ‘forward contract’

merupakan salah satu upaya yang dapat

mengurangi risiko volatilatas harga bahan

pangan sehingga dapat mendukung upaya

nasional dalam rangka pengembangan

cadangan pangan nasional. Keunikan

Indonesia serta local wisdom di bidang

pertanian dan ketahanan pangan hendaknya

menjadi kekuatan bagi diplomasi Indonesia

dalam rangka memperjuangkan kepentingan

nasionalnya. Potensi nasional untuk me-

ningkatkan peningkatan produksi pertanian

masih sangat besar. Diplomasi Indonesia

hendaknya dapat mendorong kemitraan

Indonesia dengan dunia internasional untuk

mengembangkan potensi-potensi yang

belum tergarap tersebut.

Dengan demikian, ketahanan pangan

tidak sekedar upaya peningkatan produksi

saja, tetapi juga menata kembali keseim-

bangan dan keadilan perekonomian di dalam

masyarakat Indonesia, termaksud aspek

sosial dan budaya. Kebutuhan tersebut

hendaknya dapat diterjemahkan dalam

upaya diplomasi nasional Indonesia. Selain

berbagai faktor yang perlu ditangani secara

tepat di dalam negeri, namun banyak juga

faktor-faktor eksternal yang berasal dari

dunia internasional yang perlu ditangani

sehingga volatilitas harga bahan pangan

global dapat dikendalikan. Berbagai kerja

sama internasional yang ditujukan pada

masalah volatilitas harga pangan perlu

ditingkatkan dan lebih menghadirkan hasil-

hasil yang nyata dan bermanfaat langsung

bagi ketahanan pangan dunia.

Kesimpulan: Tantangan Diplomasi Ketaha-

nan Pangan

Isu mengenai ketahanan pangan global

merupakan suatu persoalan yang kompleks

dan terkait erat dengan aspek ketersediaan,

Page 33: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 31

seperti produksi dan distribusi serta akses

terhadap produk pangan. Kebuntuan perun-

dingan Putaran Doha WTO sampai saat ini

akan menyebabkan negara-negara kembali

memberlakukan kebijakan proteksionisme,

melalui penerapan subsidi domestik dan

subsidi ekspor. Akibatnya, sektor pertanian

tetap menjadi bagian dari perdagangan

dunia yang paling mengalami distorsi

perdagangan.

Kondisi ini diperburuk oleh volatilitas

harga pangan dan komoditi di pasaran,

akibat dari tindakan beberapa negara yang

melakukan kebijakan export prohibition or

restriction. Tantangan untuk menciptakan

sistem perdagangan bebas yang terbuka

juga disebabkan permasalahan sanitary and

phytosanitary (SPS) serta berbagai keten-

tuan teknis lainnya termasuk persyaratan

terkait food labelling yang terlalu ‘ketat’ bagi

negara berkembang.

Indonesia terus menggalakkan

upaya diplomasi untuk mendorong dilan-

jutkannya perundingan yang telah dilakukan

selama ini. Di dalam WTO Ministerial Confe-

rence bulan Desember tahun 2011, Peme-

rintah Indonesia bersama negara berkem-

bang lainnya mendorong dilakukannya

genuine reform sektor pertanian sesuai

dengan mandat Doha Development Agenda.

Melalui upaya diplomasi negara-negara

maju perlu didesak agar menghentikan

kebijakan proteksionisme. Indonesia bersa-

ma negara berkembang lainnya akan men-

dorong agar penerapan technical barrier to

trade (TBT) dilonggarkan.

Diplomasi Indonesia untuk memperju-

angkan ketahanan pangan global dan

nasional dapat lebih dioptimalkan melalui

dukungan para pemangku kepentingan

nasional, mencakup kementerian dan

lembaga teknis terkait seperti sektor perta-

nian dan ketahanan pangan, lingkungan

hidup, perdagangan, perindustrian, energi,

keuangan maupun kelompok masyarakat

pelaku pertanian dan perkebunan, asosiasi

eksportir produk pertanian dan komoditi,

importir bahan makanan, dan akademisi.

Dukungan ini harus disertai pula oleh keter-

sediaan infrastruktur, ketersediaan data

mengenai peta kerawanan pangan, statistik

dan data produksi pertanian terkini, kapasi-

tas riset bidang bio-teknologi, dan upaya

peningkatan produksi serta kapasitas

sumber daya manusia yang memadai

sehingga melalui optimalisasi peran diplo-

masi, sasaran ketahanan pangan nasional

dapat tercapai.

------

* Direktur Perdagangan, Perindustrian, Investasi, dan HKI

Page 34: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

32 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

OKI SERIUS GARAP ISU HAM, INDONESIA BERPERAN SIGNIFIKAN

Oleh: Direktorat HAM & Kemanusiaan & Direktorat Sosbud OINB

Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) kini

mulai serius menggarap isu Hak Asasi

Manusia (HAM). Keseriusan ini tampak

dalam pertemuan pertama Komisi Permanen

dan Independen Hak Asasi Manusia Organi-

sasi Kerja Sama Islam (OIC-Independent

Pemanent Human Rights Commis-

sion/IPHRC), atau biasa disebut Komisi HAM

OKI, di Jakarta tanggal 20-24 Februari 2012

lalu. Sebanyak 17 Komisioner dari 18

anggota Komisi, wakil dari 24 negara OKI,

dan 2 wakil dari negara observer hadir dan

aktif dalam kesempatan tersebut. Bahkan,

pakar-pakar internasional di bidang HAM

dan anggota-anggota organisasi masyara-

kat sipil turut meramaikan pertemuan

tersebut.

OKI yang bermarkas di Jeddah, Arab

Saudi, dengan 57 negara anggota ini meru-

pakan organisasi internasional terbesar

kedua setelah PBB. Semula organisasi ini

bernama Organisasi Konferensi Islam

(Organization of Islamic Conference/OIC),

namun pada 28 Juni 2011 berganti nama

menjadi Organisasi Kerja Sama Islam

(Organization of Islamic Cooperation/OIC).

Komisi HAM OKI sendiri dibentuk pada

Pertemuan Tingkat Menteri (Council of

Foreign Ministers/CFM) ke-38 di Astana

bulan Juni 2011.

Di awal kiprahnya ini, Komisi HAM OKI

di pertemuan yang pertama mulai menggo-

dok secara komprehensif draf rule of proce-

dure (tata kerja) dan mandat mereka. Para

Komisioner juga membahas hak-hak sipil,

politik, ekonomi, sosial, dan budaya di

negara-negara anggota OKI serta situasi

dan isu HAM di Agenda OKI. Situasi di

Palestina dan wilayah okupasi Arab lainnya

pun juga ditetapkan menjadi agenda perma-

nen Komisi. Tentunya hal ini tidak terlepas

dari alotnya pembahasan untuk isu-isu yang

sulit disepakati, misalnya tentang hubungan

antara standar dan prinsip HAM universal

dengan nilai-nilai Islam.

Wakil Menteri Luar Negeri RI, Bapak

Wardana, dalam sambutannya menyampai-

kan harapan Indonesia agar Komisi HAM OKI

dapat menjadi salah satu kekuatan pendo-

rong reformasi proses transformasi OKI

untuk menjadi organisasi yang efektif.

Komisi ini juga diharapkan mampu membe-

rikan pemahaman yang benar tentang

kompatibilitas nilai-nilai Islam, HAM, dan

demokrasi. Indonesia pun siap berikan

dukungan penuh terhadap Komisi ini agar

apat bekerja secara efektif dan kredibel.

Sementara Sekjen OKI YM Ekmeleddin

Ihsanoglu turut menggarisbawahi bahwa

pembentukan Komisi HAM OKI merupakan

Page 35: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 33

suatu tonggak capaian penting dalam

sejarah kerja sama OKI selama 40 tahun

terakhir. Untuk pertama kalinya, OKI mem-

bentuk badan permanen yang juga merupa-

kan organ utama OKI yang berisikan pakar-

pakar di bidang HAM. Ini merefleksikan

proses moderasi dan modernisasi organisasi

yang sedang berlangsung. Harapannya

organ baru ini dapat mengatasi berbagai

persoalan dan kesalahpahaman yang kerap

berujung pada pada Islamofobia.

Menarik untuk mengamati peranan In-

donesia dalam Komisi HAM OKI yang tam-

pak cukup menonjol. Pertama, Indonesia

menjadi tuan rumah untuk Pertemuan

Pertama. Kedua, komisioner perempuan dari

Indonesia, Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin,

didaulat sebagai chairperson interim dalam

pertemuan tersebut. Hal ini memberikan

warna sendiri bagi Indonesia sebagai negara

berpenduduk mayoritas Muslim yang mene-

rapkan demokrasi, namun mampu melahir-

kan tokoh perempuan yang sanggup ber-

kontribusi di level global dan berperan

dalam memimpin negara-negara Islam

lainnya untuk mencari terobosan dalam

suatu isu yang dipandang sangat krusial di

dunia internasional.

Terlebih lagi, dengan berbagai fasilitas

yang dimiliki serta keberhasilan memadukan

demokrasi, HAM, dan Islam, Indonesia dinilai

paling tepat sebagai markas tetap bagi

Kantor Komisi HAM OKI. Beberapa komi-

sioner bahkan secara informal sempat

menyampaikan harapan agar Pertemuan

Tingkat Menteri OKI ke-39 mendatang dapat

menetapkan Indonesia sebagai tuan rumah

Kantor Komisi HAM OKI.

Dari aspek nilai taktisnya, pertemuan

pertama ini telah dapat memberikan landa-

san awal bagi kerja Komisi HAM OKI di masa

mendatang serta membangun interaksi yang

intensif dan saling percaya antaranggota

Komisi HAM OKI. Komisi pun telah tetapkan

agenda rutin dan prioritas agenda berikut-

nya, antara lain: hak-hak wanita dan anak-

anak, hak atas pembangunan, hak atas

pendidikan, isu-isu HAM pada agenda OKI,

dan kerja sama dengan negara anggota OKI

dalam pemajuan dan perlindungan HAM.

Sedangkan, dari aspek nilai strategis-

nya, pertemuan tersebut telah mampu

menyedot perhatian besar dari civil society

serta media nasional dan internasional.

Berbagai pemberitaan media massa banyak

menyorot keberhasilan Komisi HAM OKI

dalam menampilkan komisioner perempuan

(Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin) sebagai Ketua

Komisi dan ungkapan harapan terhadap

kontribusi Komisi bagi kemajuan HAM di

negara-negara OKI.

------

Page 36: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

34 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

PERAN INDONESIA PADA KERJA SAMA DEVELOPING-EIGHT (D-8)

Oleh: Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang

Latar Belakang

Sebagaimana namanya, Developing-

Eight (D-8) didirikan oleh delapan negara

berkembang dengan jumlah penduduk

muslim besar, yaitu Bangladesh, Mesir,

Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Turki dan

Pakistan. Jika dilihat dari struktur pendu-

duknya, organisasi ini memiliki populasi

60% dari jumlah masyarakat muslim di

seluruh dunia atau sekitar 14% dari total

populasi dunia. Ide mengenai pembentukan

D-8 (Developing-Eight) dicetuskan oleh Dr.

Necmetin Erbakan, mantan Perdana Menteri

Turki, di dalam seminar tentang Kemitraan

dalam Pembangunan, bulan Oktober 1996 di

Turki yang kemudian berlanjut menjadi

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) D-8 ke-1

yang diselenggarakan pada tanggal 15 Juni

1997 di Istanbul, Turki. KTT ini selanjutnya

menghasilkan Deklarasi Istanbul yang

digunakan sebagai dasar pembentukan

organisasi ini.

Di awal pembentukannya, D-8 berfokus

pada upaya menghimpun kekuatan negara-

negara berpenduduk muslim dalam mem-

perkuat ekonominya serta menghadapi

sikap bias yang diterapkan oleh negara-

negara Barat. Kedelapan negara yang juga

merupakan anggota Organisasi Konperensi

Islam (OKI), dalam perkembangannya

menilai bahwa kerja sama yang dilakukan

dalam struktur OKI kurang efektif dalam

menghadapi berbagai tantangan, utamanya

di bidang kerja sama perdagangan dan

perekonomian.

Selanjutnya, dengan mempertimbang-

kan komposisi dan daya saing negara

anggotanya di berbagai kelompok kawasan,6

maka kerja sama D-8 diharapkan dapat

lebih mempercepat laju pertumbuhan

perekonomian anggotanya sekaligus me-

ningkatkan daya tawar kelompok ini pada

sistem perdagangan dunia.

Selain keanggotaan negara D-8 dalam

berbagai forum, besarnya kekayaan alam

dan potensi lain yang dimiliki negara-negara

anggota D-8 diharapkan dapat memperkuat

berbagai sektor penting di dalam negeri

sehingga dapat meningkatkan pembangu-

nan nasional di masing-masing negara.

Pada penyelenggaraan KTT D-8 di tahun

6 Misalnya, Indonesia dan Malaysia adalah anggota ASEAN, G-15, APEC, ASEM, IOR-ARC (Indian Ocean Rim Association for Regional Cooperation) dan FEALAC (Forum for East Asia and America Latin Cooperation); Indonesia dan Turki adalah anggota G20; Bangladesh dan Pakistan anggota SAARC, Iran anggota IOR-ARC, Mesir anggota Arab League dan Nigeria adalah anggota African Union dan ECOWAS (Economic Community of

West African States).

Page 37: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 35

2004 telah dihasilkan komitmen untuk

meningkatkan kerja sama intra-trade mela-

lui penyusunan 3 (tiga) perjanjian utama D-

8, yaitu Perjanjian Perdagangan Terpilih

(Preferential Trade Agreement, PTA), Perjan-

jian Visa, dan Perjanjian Bea dan Cukai

(Customs). Ketiga perjanjian ini selanjutnya

ditandatangani pada saat KTT D-8 ke-5

yang dilaksanakan di Bali, Indonesia pada

tahun 2006.

Di bawah keketuaan Indonesia, (2006-

2008), D-8 berhasil memfokuskan dan

meningkatkan kegiatannya melalui D-8

Roadmap 2008-2018 yang menetapkan 5

bidang sasaran sebagai prioritas, yaitu

Trade, Agriculture & Food Security, Industrial

Cooperation & SMEs, Transportation dan

Energy & Mineral, tanpa mengabaikan

sektor-sektor potensial lainnya. Melalui

roadmap tersebut diharapkan perdagangan

intra negara anggota dapat mencapai 15-

20% dari total perdagangan dunia di akhir

tahun 2018.

Catatan penting lain yang ditorehkan

Indonesia pada masa keketuaannya adalah

disepakatinya wakil Indonesia sebagai

Sekretaris Jenderal D-8 pertama pasca

diterimanya perubahan struktur Sekretariat

D-8 dari bentuk Direktur Eksekutif menjadi

Sekretaris Jenderal. Setelah memimpin

masa ad-interim, Dr. Dipo Alam terpilih

menjadi Sekjen pertama dengan masa

jabatan 2009-2012. Namun demikian,

ditengah masa jabatannya yang bersangku-

tan terpilih menjadi Menteri Seskab dan

jabatan Sekjen dilanjutkan oleh Dr. Widi

Pratikto hingga akhir tahun 2012.

Apa Manfaat D-8 bagi Indonesia?

Dari catatan yang dimiliki Kementerian

Perdagangan, volume intra-trade D-8 pada

tahun 2010 mencapai 100 miliar USD atau

baru sekitar 7% dari total volume perdagan-

gan yang dilakukan negara-negara anggota

D-8 secara keseluruhan. Namun demikian,

sejak tahun 2006, perdagangan Indonesia

terhadap negara-negara D-8 mengalami

kenaikan sebesar 9,6%, bahkan pada bebe-

rapa negara dapat mencapai 12-14 %. Jika

target road-map untuk mencapai target USD

2,8 triliun di tahun 2020 dapat tercapai,

maka pangsa pasar D-8 dapat menjadi

alternatif utama bagi mitra dagang nasional.

Hal ini tentunya sesuai dengan kebijakan

yang ditempuh Pemerintah.

Manfaat lain yang diperoleh Indonesia

adalah meningkatnya daya tawar (leverage)

kelompok ini dalam berbagai fora di sektor-

sektor yang memiliki perhatian bersama.

Dalam pertemuan komisioner di Abuja awal

Maret lalu, Indonesia telah mengusulkan

agar D-8 dapat mencermati kemungkinan

dilakukannya posisi bersama di berbagai

forum multilateral, khususnya di sektor

terkait di Jenewa, New York, Wina, Nairobi

dan Roma sebagai langkah awal dalam

memperkuat kebersamaan D-8. Adanya

perumusan posisi bersama ini juga diha-

rapkan dapat menjadi strategi alternatif

disamping strategi Indonesia bersama

Page 38: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

36 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

kelompok lain sehingga sinergi dari negara

berkembang menjadi strategi yang lebih

melengkapi dan komprehensif.

Kelemahan D-8

Dalam pembahasan mengenai kerja

sama D-8 dengan pemangku kepentingan

yang dilakukan oleh Dit. Sosbud OINB

beberapa waktu lalu disimpulkan bahwa

salah satu kelemahan dalam kerja sama ini

adalah belum diikutsertakannya negara-

negara muslim-Arab yang berlimpah dana

seperti Saudi Arabia, Qatar, Kuwait dan

Bahrain. Selain itu, masing-masing anggota

D-8 masih bebas bertindak secara unilateral

tanpa terpengaruh oleh anggota lain. Cata-

tan ini diharapkan nantinya dapat dimini-

malkan oleh D-8.

Potensi Andalan Lain

Adapun potensi lain yang belum terga-

rap dalam kerja sama ini adalah pasar

syariah dan pengembangan industri keua-

ngan serta perbankan Islam, pengembangan

industri halal, pembiayaan syariah bagi

infrastruktur dan pengembangan sektor

wakaf dan zakat untuk mempercepat pe-

nanggulangan kemiskinan. Sebagai con-

toh,dalam catatan penelitian yang dilakukan

oleh Universitas Indonesia, aset industri

keuangan syariah akan mencapai USD 8,60

triliun di tahun 2023. Sementara, untuk

industri halal saat ini telah mencapai USD

2,3 triliun yang terdiri dari makanan minu-

man (67%), farmasi (22%) dan kosmetik

(10%). Sangat disayangkan justru pengem-

bangan industri halal saat ini didominasi

oleh pelaku dari negara non-muslim seperti

Nestle, Mc Donalds, Tesco & Carrefour serta

Port Rotterdam.

Kesimpulan

Sebagai negara dengan penduduk

muslim terbesar di dunia, Indonesia sepa-

tutnya terus meningkatkan peran sertanya

dalam memperkuat kerja sama alternatif

semacam D-8 dalam strategi nasionalnya.

Melalui peran serta ini diharapkan kebutu-

han akan pembiayaan infrastruktur dan

permodalan lain yang selama ini menjadi

beban nasional kiranya dapat teratasi.

Di masa depan, D-8 dituntut kebera-

daannya untuk memperkuat kualitas dan

kuantitasnya dalam berbagai kegiatan yang

seharusnya menjadi milik D-8. Industri halal

dan sistem perekonomian syariah sudah

sepatutnya menjadi prioritas andalan dis-

amping berbagai industri yang telah menjadi

kesepakatan.

Untuk itu, penguatan sumber daya ma-

nusia dan teknologi menjadi syarat penting

dalam pengelolaan kerja sama ini. Selain itu,

keikutsertaan pemangku kepentingan lain

seperti para pengusaha dan akademisi

dalam pengambilan keputusan juga dapat

meningkatkan mutu kerja sama D-8.

------

Page 39: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 37

LAMPIRAN: UN SECRETARY GENERAL’S LECTURE AT THE INDONESIA

PEACE AND SECURITY CENTRE, 20 MARCH 2012

Your Excellency, President Susilo Bambang

Yudhoyono,

Your Excellency Minister of Defense Yus-

giantoro,

Your Excellency Minister of Foreign Affairs

Marty Natalegawa

Brigadier General Iman Eddy Commander of

the Indonesia Peace and Security Centre,

Peacekeepers,

Peacekeepers in training,

Members of the diplomatic corps,

Ladies and Gentlemen,

Garuda!

How about one more time this time louder!

Garuda!

This is an impressive Centre. I would like to

highly commend the visionary leadership of

President Yudhoyono to have established

this excellent training and peace and securi-

ty centre. I hope that this training and peace

and security centre will provide many

countries, not only in this region, but all

members who are contributing to peace-

keeping operations to peacekeeping, some-

thing that they will fully utilize. This is a long

vision. This is what we need. And I really

thank His Excellency President Yudhoyono.

It’s only natural: when you think of President

Yudhoyono, he is the only world leader, all

around the world, who has served as a

peacekeeper.

Excellencies, ladies and gentlemen,

It is a special privilege as Secretary-General

of the United Nations to meet so many

distinguished military leaders, and also,

more importantly, many troops who have

contributed to peace and security around

the world.

You are the very frontline of our work for

peace.

You have answered the call of service.

I thank you.

This morning, I had a very constructive

discussion with President Yudhoyono,

covering all areas in peace and security

matters, and I’m very happy to visit this

centre where you train yourselves to contri-

bute to the maintenance of peace and

security, and to the United Nations. I deeply

appreciate it.

President Yudhoyono, to us in the UN family,

you will always be a Blue Helmet.

Thank you very much again.

Many of you have deployed to our missions

around the world. All these missions are very

difficult to serve, and very dangerous.

Unfortunately, 31 Indonesia men and wom-

Page 40: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

38 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

en have paid the ultimate price, and I pay my

deepest respect to them and to the families

of these sacrificed soldiers.

I am sure that by my visit here, I will learn a

great deal from you.

But today I want to share my perspective on

the challenges we face and what we are

doing to meet them.

Peacekeeping is not mentioned anywhere in

the United Nations Charter. But since the

days of my distinguished predecessor Dag

Hammarskjöld, peacekeeping has been a

flagship United Nations activity.

We now have nearly 120,000 peacekeepers

serving all around the world, in 15 missions

at this time.

The blue helmet is a symbol of hope.

I have seen first-hand how peacekeepers

make a real difference in people’s lives.

When conflicts rage, children are out of

school for years, until our peacekeepers

come and make it safe to go back to class.

Peacekeepers build bridges – physical

bridges to cross rivers, and to cross over

broken roads, but more importantly they

bridges of trust across communities.

They help reclaim land poisoned with mines

so farmers can plant crops.

In scores of communities, peacekeepers

provide free medical care to local people.

Most of those people have never been to a

hospital or to a clinic in their life, except

when they are treated by peacekeepers,

including Indonesians.

In disasters, our peacekeepers rescue

people from wreckage and help get aid to

survivors.

Our Indonesian troops are doing their part.

Some of you have served in Darfur, in Africa.

On my way here, I read about one incident

there.

Indonesian UN troops were sent to protect

internally displaced people in Darfur.

You may know – the Indonesian peacekee-

pers were not welcomed when they first

arrived.

Some threw stones at the blue helmets. One

Indonesian captain explained, the displaced

people “did not know that we came to

protect them.”

The peacekeepers needed trust – but they

could not demand or request it – they had to

earn the trust of the people by leading by

example.

These Indonesian troops – like our blue

helmets everywhere – showed courage and

compassion. That changed everything. They

earned hearts and minds, as we saw in the

video.

When a pregnant Sudanese woman in Darfur

needed emergency medical care, the Indo-

nesian ambulance rushed to help her. When

the Sudanese military blocked the ambul-

ance from leaving the camp, our Indone-

Page 41: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 39

sians insisted until they got that woman to

the hospital.

You could say this was just a small service

for one pregnant woman – but it meant a

lot.

It was much more than a small service.

Helping that woman was a brick in the

foundation of a solid relationship between

the people whom you sent to protect and the

peacekeepers. You built the bridge between

the United Nations and the people of Darfur.

Everywhere our staff builds trust.

Peacekeeping is a global partnership be-

tween these uniformed and civilian staff in

the field, the UN Security Council and the

Member States.

Peacekeeping brings together countries

large and small, rich and poor. Even former

foes serve in common cause under the UN

flag.

In Lebanon, Indonesia has a ship as part of

the UN Maritime Task Force. I really appre-

ciate that valuable contribution.

That Indonesian vessel sails alongside ships

from Bangladesh, Brazil, Germany, Greece

and Turkey.

Indonesia has nearly 1,400 peacekeepers

serving in Lebanon. It is one of 37 different

countries that send troops to that mission.

This is a remarkable expression of interna-

tional solidarity – and it is just one example

among 15 UN peacekeeping operations

around the world.

Many countries that once hosted UN troops

now contribute them.

What drives our peacekeepers’ work is an

appreciation of this pact we call burden-

sharing.

Peacekeeping does cost – but let us put this

in perspective. More than sixty years of

United Nations peacekeeping cost far less

than what the world spends on the military

in under six weeks.

Peacekeeping is a wise investment that

brings huge returns.

All States can contribute. We need person-

nel, equipment, funds and ideas.

I thank the Government of Indonesia, along

with the United States, Australia and the

Republic of Korea, my own country, for

supporting this Centre.

I also appreciate regional engagement by

ASEAN, which has shown a great commit-

ment to peacekeeping. I am encouraged by

this region’s efforts to network its peace-

keeping training centres. This has great

potential to strengthen Asia’s contribution

to peacekeeping.

Just last month, ASEAN and the UN held a

workshop together in Jakarta on conflict

prevention, peacemaking and peacebuilding.

The United Nations is committed to streng-

thening this collaboration.

Ladies and gentlemen,

More and more, UN peacekeepers are called

on to protect civilians from violence.

Page 42: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

40 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

This is the focus of more than half of our

peacekeeping missions, including those in

Darfur, South Sudan and the Democratic

Republic of the Congo.

We go into volatile environments with a

daunting task: to build lasting peace.

We can only succeed when our people can

act quickly and flexibly.

They need the latest technology and tools to

get the job done.

In peacekeeping jargon, we speak of “enab-

lers and multipliers.”

Not many people understand what that

means.

Let me break that down.

These are the helicopters, engineering units

and the military medical hospitals that make

it possible for troops to do more than they

could on their own.

Think of South Sudan. The newest nation on

Earth. The latest Member State of the United

Nations. It was mired in a war that killed

over two million people and sent twice as

many fleeing from their country. Two million

people were killed, and four million people

left their country.

South Sudan is roughly twice the size of

Malaysia, but it has less than 100 kilometres

of paved roads. When I visited South Sudan I

was so humbled. There are no roads, in such

a huge country. Darfur is the size of France.

Again, there are not many roads where cars

can travel. When you need to deploy troops

you need helicopters, you need airplanes.

Without them, they can’t move around.

That’s what we call enablers, enabling our

soldiers to work properly. I asked President

Yudhoyono whether the Indonesia Govern-

ment might consider contributing helicop-

ters to our peacekeeping operations, and I

hope that he will consider positively.

I am constantly calling on Member States

that have helicopters to provide them to our

missions.

I am also calling for more military engineers.

They pave roads where there are none to

help our peacekeepers move from point A to

point B.

And years after the blue helmets leave, the

roads are still there, for reconstruction,

development and daily life, for their own

people.

Excellencies, ladies and gentlemen,

I place great importance on training for

peacekeeping.

When a soldier or a police officer deploys to

a UN mission she or he has a sacred duty.

They go where civilians are traumatized.

In many cases, innocent men, women and

children have suffered at the hands of

soldiers and other fighters.

Peacekeepers have a special duty to show

that the United Nations respects and pro-

tects human rights, and protect the lives of

the civilian population.

Page 43: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 41

That is why your individual conduct is so

critical to our global mission.

I have praised the heroic acts of our peace-

keepers who serve with honour. They make

us all proud.

But I have to speak very frankly that there

are some people that bring shame to our

peacekeeping operations. I have to make

this equally as forceful. I am not talking

about Indonesia. I’m talking about the tiny

minority of peacekeepers who harm the very

people they were sent to protect. They

disgrace their countries and the United

Nations, and undermine the good work of

peacekeepers.

I welcome the attention to this problem by

Member States. I welcome the scrutiny. I

welcome anything that sheds light on

misconduct and abuse, because they thrive

in the darkness of silence and shame.

We are working to knock out this problem

with a one, two, three punch.

One: prevent misconduct. Training is a big

part of that. And education is big part of it

too.

Two: enforce UN standards. This means

investigating allegations and acting on every

single one that proves true.

And three: take remedial action by helping

victims.

We are also pushing hard for gender sensi-

tivity training. I am grateful that this Centre

will host a UN course on gender in peace-

keeping next month.

I feel strongly that all headquarters and

peacekeeping personnel should receive this

training.

At the same time, we have to do more to

recruit women.

As Secretary-General I have dramatically

increased the number of women heading

peacekeeping missions. And I am recruiting

more women across all ranks.

When I first became Secretary-General there

were no women peacekeeping heads. Now

we have seven women who are commanding

peacekeeping operations. Women make up

almost 30 per cent of our civilian staff in

peacekeeping operations but only 9 per cent

of all UN police, and just 4 per cent of our

military are women. Now, our target is by

2020, to increase the number of women

police by 20 per cent.

We have to improve those numbers. We

have to have more women police officers.

Not for the sake of quotas or setting exam-

ples or even for the principle of gender

equality. But they do better, particularly

when it comes to sexual violence. Many

women are afraid to report this kind of

violence to male peacekeepers and officers.

When they see female police officers and

peacekeepers they feel much more comfort-

able in coming out and reporting these

cases. So that the United Nations can help

with the process of accountability – those

perpetrators should be brought to justice.

Page 44: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

42 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

That’s a fundamental principle of democracy

and of maintaining these peacekeeping

operations.

Excellencies, Ladies and gentlemen,

You are carrying on a great name: Garuda.

The Garuda, the soaring eagle, is the symbol

of Indonesia.

And Garuda is what they called the first

Indonesian contingent sent to the Middle

East in 1956.

Since those early days, the Garuda have

been deployed to the toughest UN missions:

in Cambodia, Bosnia, Somalia, Lebanon, and

beyond.

Many of you will deploy to complex envi-

ronments.

You will bring your training, your abilities

and your sense of responsibility to continue

the legacy of those who have gone before

you.

As Secretary-General I have been paying a

lot of attention to peacekeeping, because I

have my own experiences as a young boy,

growing up after the Korean War. I have seen

the flags and role of the United Nations in

Korea. The United Nations flag, and United

Nations peacekeepers – the United Nations

itself -- was the beacon of hope for all

Korean people at that time. They came and

rescued us from the aggression of commun-

ists, they rebuilt our country, and they

educated us. They made our society and our

communities build back better. That’s why

I’m now standing here as Secretary-General

of the United Nations: only owing to such

great and generous help, and sacrifice, of

the United Nations.

Whenever I travel in many countries, when-

ever I visit peacekeeping operations, I

always tell them: “Please have a bigger

sense of hope, don’t despair! It may be very

difficult for you. But look at me. As a young

boy, I was very poor. We were almost on the

verge of collapse of the country. But be-

cause there was the United Nations, be-

cause there is still the United Nations, you

can have hope and you can build back better

in your country. This is my message to you.”

In Indonesia, as one of the emerging coun-

tries, you have a moral and a political re-

sponsibility to help those people. You have

risen from very difficult… I know how diffi-

cult a process you have come through, in

terms of national security, in terms of

democratic reform, you have struggled to

have your country democratized, and you

have such a great leader in President Yud-

honyono.

Ladies and gentlemen, please know you are

not alone. You carry high hopes from the

communities you serve – and great expecta-

tions from our wide world. Thank you very

much.

Garuda! Terima Kasih

Page 45: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 43

SEKILAS INFO MULTILATERAL JANUARI-MARET 2012

Parlemen Negara-negara Islam Dorong Demokrasi dan Keadilan

Parlemen negara-negara Islam yang tergabung dalam PUIC (Parliamentary Union of OIC

Member States) harus terus mendorong nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan kemakmuran

agar PUIC dapat menjadi organisasi yang lebih efektif dan dapat meningkatkan kontribusi

dalam penyelesaian masalah-masalah global. Hal itu merupakan intisari dari tema “Demo-

krasi, Keadilan, dan Kemakmuran” dalam konferensi Pertemuan PUIC yang diselenggarakan

di Palembang, 24-31 Januari 2012. Pertemuan dibuka oleh Presiden SBY dan diberi sambu-

tan oleh Executive Committee PUIC Hidayat Nur Wahid.

Evaluasi Penanggulangan HIV/AIDS di Kawasan Asia Pasifik

Sebuah pertemuan internasional untuk mengevaluasi penanggulangan HIV/AIDS di kawasan

Asia Pasifik diselenggarakan di Bangkok, Thailand, pada tanggal 6-8 Februari 2012. Bertajuk

Asia-Pacific High-Level Intergovernmental Meeting on the Assessment of Progress against

Commitments in the Political Declaration on HIV/AIDS and the MDGs, pertemuan tersebut

membahas mengenai evaluasi pelaksanaan Political Declaration on HIV/AIDS and MDG.

Selain itu, pertemuan ini juga mengidentifikasi kerja sama kawasan dalam bidang kebijakan

dan legislasi terhadap akses universal untuk pencegahan, pengobatan, dan perawatan

HIV/AIDS, serta memajukan dialog multi-sektoral di antara sektor kesehatan dan sektor-

sektor lain seperti hukum, pengawasan obat.

Pemberdayaan Perempuan dalam Gerakan Non-Blok

Kerja sama teknik selatan-selatan serta upaya pemberdayaan perempuan merupakan salah

satu isu yang menjadi perhatian utama dalam pertemuan 3rd Ministerial Meeting on The

Advancement of Women di Doha, Qatar, 12-14 Februari 2012. Dalam pertemuan tersebut,

seluruh delegasi sepakat memberikan dukungan kepada Gerakan Non-Blok untuk memper-

kuat kerja sama teknik di antara kelompok negara Selatan-Selatan, termasuk pemanfaatan

peran GNB Center di Jakarta dalam kerangka pemberdayaan perempuan dan isu-isu pem-

bangunan.

Page 46: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

44 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

Sosialisasi Lowongan Kerja di Organisasi Internasional

Untuk memberikan wawasan kepada para mahasiswa mengenai kesempatan bekerja pada

organisasi internasional, Ditjen Multilateral menyelenggarakan seminar dan pameran berte-

ma “Peluang Bekerja pada Organisasi Internasional” di Palangkaraya, Kalimantan Tengah,

pada tanggal 28 Februari 2012. Para mahasiswa yang hadir berasal dari berbagai kampus di

Palangkaraya, seperti Universitas Palangkaraya, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya,

STMIK Palangkaraya, STAIN Palangkaraya, Akademi Kesehatan, dan Universitas PGRI

Palangkaraya. Total peserta mencapai sekitar 383 orang. Dalam acara tersebut, peserta

dibekali dengan materi mengenai kesempatan bekerja di organisasi internasional, termasuk

prosedur dan persyaratannya. Acara ini juga sekaligus sebagai sosialisasi kepada putra/putri

daerah bahwa ada peluang lain untuk bekerja di luar negeri selain sebagai unskilled worker.

Optimalisasi Peran Sipil dalam Manajemen Paska-konflik

Peran kapasitas sipil internasional (international civilian capacity) dalam manajemen paska-

konflik dapat dioptimalkan untuk membantu negara yang mengalami konflik bangun kembali

dari keterpurukan. Hal ini mengingat negara paska-konflik seringkali kekurangan sumber

daya yang memiliki keahlian-keahlian khusus, seperti kehalian di bidang reformasi sektor

keamanan dan pembangunan fungsi yudisial, sehingga membutuhkan dukungan para ahli

dari luar. Itulah poin penting dari Regional Consultation Strengthening Partnership for

Civilian Capacities in the Aftermath of Conflict yang diselenggarakan di Bali, tanggal 1-2

Maret 2012, atas kerja sama Pemerintah Indonesia dan Norwegia. Pertemuan ini merupakan

pertemuan pertama dalam rangkaian regional consultations yang bertujuan untuk memper-

kuat kemitraan antara PBB dan external actors dalam rangka memungkinkan deployment

ahli sipil yang efektif dan demand-led.

Kerja Sama Internasional untuk Memerangi Perdagangan Senjata

Negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan meneguhkan komitmennya untuk bersama-

sama melancarkan perang terhadap perdagangan senjata kaliber kecil dan ringan yang telah

berdampak buru pada situasi keamanan nasional dan internasional. Kesepakatan itu men-

gemuka dalam pertemuan “Regional Meeting on the Implementation of the UN Programme

of Action to Prevent, Combat and Eradicate the Illicit Trade in Small Arms and Light Weapons

(SALW) in All Its Aspects: Looking Towards the 2012 Review Conference” yang diselengga-

rakan di Bali, 5 – 6 Maret 2012. Pertemuan tersebut terselenggara kerja sama Kementerian

Luar Negeri RI dengan UN Office for Disarmament Office (UNODA) dan disponsori oleh

European Union.

Page 47: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 45

Kerja Sama Internasional untuk Memerangi Narkoba

Commission on Narcotic Drugs (CND) sesi ke-55 diselenggarakan di Wina, Austria, pada

tanggal 12-16 Maret 2012 untuk membahas situasi global terkini terkait peredaran dan

perdagangan gelap narkoba serta pertukaran informasi di antara negara-negara anggota

mengenai pola dan perkembangan penanganan narkoba. Sidang tersebut dihadiri oleh

seluruh negara CND, organisasi internasional, NGOs, dan para pakar. Pertemuan tersebut

menyepakati 12 resolusi, antara lain mengenai pentingnya pengawasan terhadap new

psychotrophic substances yang tidak diatur dalam konvensi, peran perempuan dalam pe-

nanganan masalah narkoba, dan perlunya pencegahan narkoba secara komprehensif.

Persiapan KTT G20

Pertemuan Sherpa G20 diselenggarakan di Mexico City tanggal 15-16 Maret 2012 sebagai

rangkaian kegiatan persiapan menuju pertemuan KTT G20 yang akan diselenggarakan pada

18-19 Juni 2012 di Los Cabos, Meksiko. Pertemuan ini secara khusus membahas mengenai

situasi terakhir perekonomian global dan cara mengatasi berbagai hambatan yang ada,

tindak lanjut hasil pertemuan Menlu G20, Pertemuan Menkeu G20, dan pertemuan G20 Anti

Corruption Working Group serta pembahasan persiapan substansi pertemuan Mendag G20

dan Menaker G20 mendatang.

Peningkatan Kontribusi Indonesia dalam Menjaga Perdamaian Dunia

Indonesia meneguhkan komitmennya untuk berkontribusi bagi perdamaian dunia sesuai

amanat Konstitusi. Untuk itu Indonesia ingin memberikan sumbangsih lebih pada operasi-

operasi perdamaian PBB, antara lain dengan cara mengirimkan lebih banyak pasukan dan

peralatan. Hal itu mengemuka dalam kunjungan Sekjen PBB Ban Ki-moon ke Indonesia, 19-

20 Maret 2012. Pada kesempatan itu, Sekjen PBB juga menyampaikan apresiasi terhadap

profesionalisme dan peran kontingen perdamaian Indonesia. Selain itu dia juga mengajukan

permintaan kepada Indonesia untuk mengirimkan helikopter tempur ke berbagai misi perda-

maian PBB.

Page 48: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

46 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

Indikator Budaya dalam Pembangunan Global

Indikator budaya perlu dimasukkan sebagai salah satu alat ukur untuk menilai pembangunan

global, khusunya pasca-2015 setelah MDGs berakhir. Salah satu caranya adalah melalui

penerapan konsep sustainable development yang lebih luas. Hal tersebut mengemuka dalam

UN Alliance of Civilizations Group of Friends (UNAoC-GoF) Meeting yang diselenggarakan di

New York, AS, tanggal 20 Maret 2012. UNAoC yang bernaung di bawah PBB didirikan pada

tahun 2005 atas prakarsa Spanyol dan Turki dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan

kerja sama antar-bangsa dan masyarakat lintas budaya dan agama. Untuk mencapai tujuan

itu, UNAoC bekerja sama dan membangun jaringan dengan negara, oganisasi internasional,

kelompok masyarakat sipil, dan sektor swasta.

Kerja Sama Membangun Pertanian Berkelanjutan

Kerja sama global dalam bidang pertanian difokuskan pada pengembangan teknologi dan

penyusunan kebijakan yang kondusif bagi pertanian berkelanjutan. Hal itu merupakan

rekomendasi dari 8th Session of the Governing Council Meeting of the Center for Alleviation

of Poverty through Sustainable Agriculture (CAPSA) yang diselenggarakan di Yogyakarta,

21-22 Maret 2012. CAPSA telah berhasil mendapatkan dana hibah guna memfasilitasi kerja

sama Selatan-Selatan dalam bidang ketahanan pangan, penurunan angka kemiskinan, dan

pertanian berkelanjutan untuk tahun 2012-2014. Dibentuk tahun 1981, CAPSA yang berba-

sis di Bogor, Jawa Barat, ini bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan

ketahanan pangan di Asia dan Pasifik dengan cara mendorong pertanian berkelanjutan.

Kerja Sama Penanganan Keamanan Nuklir

Para pemimpin dunia menghadiri KTT Keamanan Nuklir di Seoul pada 26-27 Maret 2012.

Dalam pertemuan itu, mereka sepakat untuk memastikan keamanan seluruh materi nuklir

pada 2014 dan menjaga agar bahan kimia berbahaya itu jangan sampai jatuh ke tangan

teroris. Dalam hal ini, peran PBB dan IAEA merupakan yang terdepan. Pada kesempatan itu,

Presiden SBY mengusulkan pembentukan lembaga nasional di masing-masing negara untuk

mendorong penggunaan nuklir secara damai dan menciptakan situasi dunia tanpa senjata

nuklir, sebuah usul yang mendapat dukungan dan sambutan positif dari berbagai pemimpin

dunia, antara lain dari Amerika Serikat dan Australia.

Page 49: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 47

AGENDA MULTILATERAL APRIL-JUNI 2012

ISDR Asia Partnership (IAP) Meeting, Bali, 9 – 11 April 2012

IAP Meeting adalah forum multi-stakeholder informal untuk memfasilitasi implementasi

pengurangan risiko bencana dan Hyogo Framework for Action (HFA) di Asia. HFA adalah

instrumen internasional mengenai pengurangan risiko bencana, yang disepakati secara

internasional dalam penyelenggaraan World Conference on Disaster Reduction di Kobe,

Jepang pada tahun 2005. HFA dimaksud akan berakhir masa berlakunya pada tahun 2015.

IAP dibentuk pada tahun 2004 dan melibatkan partisipasi pemerintah, lembaga-lembaga

antar-pemerintah, civil society organizations, organisasi internasional, serta donor bilateral

dan multilateral. Selain membahas implementasi pengurangan risiko bencana dan HFA, IAP

Meeting di Bali juga akan membahasa persiapan penyelenggaraan 5th Asian Ministerial

Conference on Disaster Risk Reduction di Yogyakarta, 22 – 25 Oktober 2012.

Konferensi Tingkat Menteri UNCTAD XIII, Doha, Qatar, 21-26 April 2012

Konferensi Tingkat Menteri (KTM) UNCTAD merupakan kegiatan yang diselenggarakan

setiap empat tahun sekali. Tahun ini KTM UNCTAD XIII akan diselenggarakan di Doha, Qatar,

pada 21-26 April 2012 dengan tema “Development-centered globalization: Towards

inclusive and sustainable growth and development.” Selain Menteri Luar Negeri RI (akan

hadir untuk memimpin Pertemuan G77 dan China), terdapat wakil Menteri lainnya dari

Indonesia yang diundang sebagai narasumber dalam special event pada rangkaian KTM

UNCTAD XIII, yaitu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) dan Menteri

Perhubungan (Menhub; diwakili oleh Wamenhub). United Nations Conference on Trade and

Development (UNCTAD) didirikan pada tahun 1964 dengan tujuan mendorong integrasi

negara berkembang secara pro-pembangunan ke dalam perekonomian dunia dan pada saat

ini beranggotakan sebanyak 194 negara, termasuk Indonesia.

Sidang Commission on Population and Development Sesi ke-45, New York, 23–27

April 2012

Persidangan sesi ke-45 Commission on Population and Development (CPD) akan

berlangsung tanggal 23-27 April 2012 di New York dengan tema utama pembahasan adalah

”adolescents and youth.” CPD merupakan salah satu komisi di bawah Economic and Social

Council (ECOSOC) PBB yang berfungsi memonitor, mengevaluasi dan memulai implementasi

Programme of Action of the International Conference on Population and Development (ICPD)

pada tingkat nasional, regional dan internasional. Persidangan sesi ke-45 dimaksud diketuai

Page 50: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

48 | Volume 1 No. 1 Triwulan I 2012

oleh Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri RI. Sementara itu, delegasi

Indonesia pada persidangan tersebut akan terdiri dari wakil-wakil kementerian/lembaga

terkait dan unsur pemuda.

Konferensi Tingkat Menteri Biro Koordinasi GNB, 7 – 10 Mei 2012

Konferensi Tingkat Menteri Biro Koordinasi Gerakan Non Blok akan diselenggarakan di

Sharm El Sheikh, Mesir, pada tanggal 7-10 Mei 2012. Pertemuan diselenggarakan guna

mempersiapkan Konferensi Tingkat Tinggi GNB di Iran, yang menurut rencana akan

diselenggarakan pada tanggal 31 Agustus – 1 September 2012. KTM Biro Koordinasi GNB

akan didahului dengan Senior Officials Meeting pada tanggal 7-8 Mei 2012 yang akan

membahas rancangan Final Document yang berisi perkembangan isu-isu politik, ekonomi,

sosial dan budaya, sebagai hasil akhir KTM Biro Koordinasi GNB yang akan disahkan di akhir

KTM dimaksud.

Penyampaian Laporan UPR Indonesia Siklus Kedua, Jenewa, 21–25 Mei 2012

Kinerja Pemerintah Indonesia di bidang pemajuan dan perlindungan HAM akan dibahas di

bawah mekanisme Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB (DHAM) dalam sidang

Kelompok Kerja (Pokja) UPR yang dijadwalkan pada tanggal 21 Mei – 1 Juni 2012. Indonesia

telah menyerahkan Laporan Nasionalnya kepada Sekretariat Dewan HAM PBB. Sidang Pokja

dimaksud akan berlangsung dalam bentuk dialog interaktif, di mana Indonesia sebagai State

under Review (SuR) diharapkan menyampaikan pernyataan serta menjawab pertanyaan yang

diajukan selama sidang tersebut. Negara-negara anggota maupun peninjau PBB kemudian

akan memberikan berbagai rekomendasi terkait Laporan Nasional tersebut untuk ditanggapi

oleh Indonesia dan akan tereflekasikan dalam laporan Pokja UPR Indonesia yang dijadwal-

kan akan diadopsi pada tanggal 25 Mei 2012 mendatang.

Bali Process Technical Experts' Workshop on Trafficking in Persons dan Ad Hoc

Group Senior Officials' Meeting (AHG-SOM), 28 Mei s/d 1 Juni 2012

Indonesia dan Australia merupakan pemrakarsa dan ketua bersama kerja sama regional Bali

Process on People Smuggling, Trafficking in Person and Related Transnational Crime (Bali

Process). Bali Process dibentuk pada tahun 2002 dengan tujuan untuk meningkatkan kerja-

sama di antara negara-negara di kawasan dalam menangani irregular migration, termasuk

penanggulangan perdagangan orang. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam kerangka

kerjasama Bali Process antara lain adalah pertukaran data dan informasi intelijen, peningka-

tan kapasitas, dan kerjasama teknis dalam penanganan penyelundupan manusia dan perda-

gangan orang. Pertemuan Tingkat Menteri Bali Process Keempat (BRMC IV) tanggal 30

Page 51: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Diplomasi MULTILATERAL

Volume I No. 1 Triwulan I 2012 | 49

Maret 2011 di Bali antara lain menghasilkan kesepakatan untuk meningkatkan komitmen

negara-negara di kawasan dalam menanggulangi tindak pidana perdagangan orang. Bali

Process Technical Experts’ Workshop on Trafficking in Persons dimaksudkan sebagai

kegiatan untuk memperkuat kerja sama peningkatan kapasitas dan pertukaran informasi

berupa diskusi mengenai best practices di tiap-tiap negara. Selanjutnya, Ad Hoc Group

Senior Officials’ Meeting akan menjadi forum untuk membahas pembentukan regional

support office (RSO) untuk menjalankan fungsi koordinasi program kerja dan kegiatan yang

dilaksanakan dalam kerangka Bali Process, sekaligus dalam rangka menyusun rekomendasi

kepada pertemuan tingkat menteri luar negeri terkait operasionalisasi RSO.

KTT G20, 18-19 Juni 2012

Konferensi Tingkat Tinggi G20 (KTT 20) akan diselenggarakan di Los Cabos, Meksiko pada

18-19 Juni 2012. Meksiko sebagai tuan rumah rumah sekaligus Ketua G20 tahun 2012 terus

berupaya untuk menyukseskan pertemuan tersebut melalui berbagai kesepakatan yang akan

dicapai dan hasil positif dari pertemuan kepada perekonomian dunia. Pembahasan pada

pertemuan G20 tahun 2012 diperkirakan akan difokuskan pada isu-isu prioritas Meksiko

tahun ini, yaitu mendorong stabilitas ekonomi dan reformasi structural, mendorong pengua-

tan sistem keuangan internasional, mendorong isu ketahanan dan isu pembanguna berke-

lanjutan. Selain itu, Meksiko juga akan mendorong partispasi aktif negara yang tidak terga-

bung sebagai anggota G20, Organisasi-organisasi Internasional, kalangan think-tanks dan

sektor swasta untuk menjadikan pertemuan G20 sebagai pertemuan yang inklusif, transpa-

ran, dan terbuka.

KTT Rio+20, 20-22 Juni 2012

Pertemuan United Nations Conference on Sustainable Developments 2012 (Rio+20) akan

diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil pada 20-22 Juni 2012. Pertemuan tersebut bertu-

juan untuk menguatkan kembali komitmen politik negara-negara untuk mengimplementasi-

kan pembangunan berkelanjutan; review terhadap implementasi Agenda 21, Programme for

the Further Implementation of Agenda 21 and the Johannesburg Plan of Implementation

(JPOI); serta untuk membahas new emerging challenges. Terdapat 2 (dua) tema besar yang

dibahas oleh pertemuan ini, yaitu green economy dan kerangka kelembagaan pembangunan

berkelanjutan.

Page 52: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan

Maret 2011 di Bali antara lain menghasilkan kesepakatan untuk meningkatkan komitmen

negara-negara di kawasan dalam menanggulangi tindak pidana perdagangan orang. Bali

Process Technical Experts’ Workshop on Trafficking in Persons dimaksudkan sebagai

kegiatan untuk memperkuat kerja sama peningkatan kapasitas dan pertukaran informasi

berupa diskusi mengenai best practices di tiap-tiap negara. Selanjutnya, Ad Hoc Group

Senior Officials’ Meeting akan menjadi forum untuk membahas pembentukan regional

support office (RSO) untuk menjalankan fungsi koordinasi program kerja dan kegiatan yang

dilaksanakan dalam kerangka Bali Process, sekaligus dalam rangka menyusun rekomendasi

kepada pertemuan tingkat menteri luar negeri terkait operasionalisasi RSO.

KTT G20, 18-19 Juni 2012

Konferensi Tingkat Tinggi G20 (KTT 20) akan diselenggarakan di Los Cabos, Meksiko pada

18-19 Juni 2012. Meksiko sebagai tuan rumah rumah sekaligus Ketua G20 tahun 2012 terus

berupaya untuk menyukseskan pertemuan tersebut melalui berbagai kesepakatan yang akan

dicapai dan hasil positif dari pertemuan kepada perekonomian dunia. Pembahasan pada

pertemuan G20 tahun 2012 diperkirakan akan difokuskan pada isu-isu prioritas Meksiko

tahun ini, yaitu mendorong stabilitas ekonomi dan reformasi structural, mendorong pengua-

tan sistem keuangan internasional, mendorong isu ketahanan dan isu pembanguna berke-

lanjutan. Selain itu, Meksiko juga akan mendorong partispasi aktif negara yang tidak terga-

bung sebagai anggota G20, Organisasi-organisasi Internasional, kalangan think-tanks dan

sektor swasta untuk menjadikan pertemuan G20 sebagai pertemuan yang inklusif, transpa-

ran, dan terbuka.

KTT Rio+20, 20-22 Juni 2012

Pertemuan United Nations Conference on Sustainable Developments 2012 (Rio+20) akan

diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil pada 20-22 Juni 2012. Pertemuan tersebut bertu-

juan untuk menguatkan kembali komitmen politik negara-negara untuk mengimplementasi-

kan pembangunan berkelanjutan; review terhadap implementasi Agenda 21, Programme for

the Further Implementation of Agenda 21 and the Johannesburg Plan of Implementation

(JPOI); serta untuk membahas new emerging challenges. Terdapat 2 (dua) tema besar yang

dibahas oleh pertemuan ini, yaitu green economy dan kerangka kelembagaan pembangunan

berkelanjutan.

Page 53: R E D A K S I Diplomasi Multilateral Vol... · perbatasan Thailand-Kamboja, serta seme-nanjung Korea dalam konteks ASEAN Regional Forum (ARF). ... konflik melalui penanganan isu pembangu-nan