puji sri rahayuningtyas-25010114140361 (e-2014).docx

73
TUGAS PENGGANTI UTS EPIDEMIOLOGI NAMA : PUJI SRI RAHAYUNINGTYAS NIM : 25010114140361 KELAS : E 2014 / II FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO

Upload: pujisrirahayuningtyas

Post on 13-Dec-2015

228 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

TUGAS PENGGANTI UTS EPIDEMIOLOGI

NAMA : PUJI SRI RAHAYUNINGTYAS

NIM : 25010114140361

KELAS : E 2014 / II

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2015

Page 2: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. i

I. Definisi Epidemiologi, Sejarah Epidemiologi,

dan Tokoh Epidemiologi Dunia ..................................................... 1

II. Manfaat Kegiatan Epidemiologi dan Contoh Penggunaan

Epidemiologi di Masyarakat dan Institusi Kesehatan ................... 4

III. Pengertian Penyakit, Sakit, Sehat dan Teori Terjadinya penyakit . 5

IV. Riwayat Alamiah Penyakit, Pola kejadian penyakit di masyarakat,

Tingkatan pencegahan penyakit..................................................... 12

V. Ukuran Frekuensi Penyakit ............................................................ 15

VI. Desain studi epidemiologi.............................................................. 18

VII. Klasifikasi/Pembagian Epidemiologi ............................................ 23

VIII. Konsep Tentang Sebab Akibat dalam epidemiologi

dan Kriteria kausalitas (Bradford Hill) .......................................... 25

IX. Surveilans Epidemiologi................................................................. 27

X. Penyelidikan Epidemiologi ............................................................ 32

XI. Screening Epidemiologi ................................................................. 33

XII. KLB atau Wabah ........................................................................... 37

XIII. Transisi Epidemiologi..................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 44

i

Page 3: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

I. Definisi Epidemiologi dan Sejarah Perkembangan Epidemiologi dan

Beberapa Tokoh Epidemiologi Dunia

A. DEFINISI EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi merupakan ilmu yang kompleks dan senantiasa berkembang.

Oleh karena itu, tidak mudah untuk menentukan suatu batasan yang baku. Hal ini

tampak dengan berbagai batasan yang dinyatakan oleh para ahli epidemiologi

sebagai berikut.

1. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi penyakit dan

determinan yang mempengaruhi frekuensi penyakit pada kelompok

manusia. (Mac mahon, B & Pugh, T.F. 1970)

2. Epidemiologi adalah studi tentang faktor yang menentukan frekuensi dan

distribusi penyakit pada populasi manusia (Lowe C.R. & Koestrzewski.J.,

1973)

3. Epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari distribusi distribusi dan

determinan penyakit dan ruda paksa pada populasi manusia (Mausner J.S.

& Bahn, 1974)

4. Epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari distribusi penyakit atau

keadaan fisiologis pada penduduk dan determinan yang mempengaruhi

distribusi tersebut. (Lilienfeld A.M., & D.E. Lilienfeld, 1980)

5. Epidemiologi adalah suatu studi tentang distribusi dan determinan

penyakit pada populasi manusia (Barker, D.J.P., 1982)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah suatu

cabang ilmu kesehatan untuk menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah

kesehatan dalam suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab timbulnya

masalah dan gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun

penanggulangannya

Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC

B. SEJARAH PERKEMBANGAN EPIDEMIOLOGI

Dari catatan sejarah yang terkumpul menunjukan bahwa epidemiologi

merupakan ilmu yang telah dikenal sejak zaman dahulu bahkan berkembang

bersamaan dengan ilmu kedokteran karena kedua disiplin ilmu ini berkaitan satu

dengan yang lain. Misalnya, studi epidemiologi bertujuan mengungkan penyebab

1

Page 4: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

suatu penyakit atau program pencegahan dan pemberantasan penyakit yang

membutuhkan pengetahuan ilmu kedokteran seperti:

1. Ilmu faal

2. Biokimia

3. Patologi

4. Mikrobiologi, dan

5. Genetika

Hasil yang diperoleh dari studi epidemiologi dapat digunakan untuk

menentukan pengobatan suatu penyakit, melakukan pencegahan, atau meramalkan

hasil pengobatan.

Perbedaan antara ilmu kedokteran dan epidemiologi terletak pada cara

penanganan masalah kesehatan. Ilmu kedokteran lebih menekankan pelayanan

kasus demi kasus, sedangkan epidemiologi lebih menekankan pada kelompok

individu. Oleh karena itu, pada epidemiologi, selain membutuhkan ilmu

kedokteran juga membutuhkan disiplin ilmu lain, seperti:

1. Demografi 5. Lingkungan Fisik

2. Sosiologi 6. Ekonomi

3. Antropologi 7. Budaya, dan

4. Geologi 8. Statistika

Dari uraian diatas, jelaslah bahwa epidemiologi merupakan ilmu yang

kompleks. Walaupun epidemiologi telah dikenal dan dilaksanakan sejak zaman

dahulu, tetapi dalam perkembangan mengalami banyak hambatan hingga baru

pada beberapa dasawarsa terakhir ini epidemiologi diakui sebagai suatu disiplin

ilmu. Oleh karena itu, epidemiologi seolah-olah merupakan ilmu yang baru.

Salah satu penyebab hambatan tersebut adalah belum semua ahli bidang

kedokteran pada saat itu setuju dengan metode yang digunakan dalam

epidemiologi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan paradigma dalam menangani

masalah kesehatan antara ahli pengobatan dan metode epidemiologi, terutama

pada masa berlakunya paradigma bahwa penyakit disebabkan oleh roh jahat.

Keberhasilan menembus paradigma tersebut berkat perjuangan yang gigih

dari para sarjana seperti Hippocrates, John Graunt, John Snow, William Farr,

Robert Koch, James Lind, Lord Kelvin, Kuhn, dan Francies Galton.

2

Page 5: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Para sarjana itu telah meletakan konsep epidemiologi yang masih berlaku

hingga saat ini. Konsep-konsep tersebut adalah:

1. Pengaruh lingkungan terhadap kejadian penyakit

2. Penggunaan data kuantitatif dan statistik

3. Penularan penyakit, dan

4. Eksperimen pada manusia

Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC

C. TOKOH EPIDEMIOLOGI DUNIA

1. Hippocrates, dianggap sebagai epidemiologis yang pertama. Beliau

mengemukakan teori tentang penyebab penyakit. Ia berpendapat bahwa

penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup yang tidak

terlihat oleh mata dan penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal dan

internal. Ia juga menduga adanya hubungan antara berbagai penyakit dan

faktor tempat tinggal, geografis, kondisi air, iklim, kebiasaan makan yang

mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh. Ia juga memperkenalkan

istilah epidemik dan endemik.

2. Gallen, dianggap sebagai bapak fisiologi eksperimental. Ia

mengkolaborasi teori Hippocrates dan berpendapat bahwa cara hidup dan

kondisi cairan tubuh didua berhubungan dan mempengaruhi kesehatan

serta timbulnya penyakit.

3. Thomas Sydenham, dianggap Hippocratsnya inggris, ia menghubungkan

terjadinya penyakit dengan air, udara, dan tempat.

4. Noah Webster, ia berpendapat bahwa wabah berkaitan dengan faktor

lingkungan tertentu.

5. Hieronymous Fracastorious, ia berpendapat bahwa penyakit ditularkan

dari orang ke orang melalui partikel kecil yang tidak dapt dilihat.

6. Igmatz Semmelweis, ia menunjukkan bahwa “child bed fever” dapat

dikurangi jika dokter yang menolong persalinan membasuh tangannya.

Setelah diamati, dokter ini menarik kesimpulan bahwa dokter-dokter yang

setelah melakukan autopsi mayat apabila melakukan pertolongan

persalinan jarang melakukan cuci tangan sehingga kuman menular ke ibu

dan bayi yang ditolongnya pada saat persalinan (infeksi nosokomial)

3

Page 6: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

7. Edward Jenner, berjasa dalam penemuan vaksin cacar yang efektif

8. Louis Pasteur, mendemonstrasikan imunisasi rabies yang efektif

9. Robert Koch, berjasa dalam penemuan vaksin BCG

10. John Graunt, ia dikenal sebagai pencipta dasar statistik estimasi populasi

dan konstruksi life table.

11. William Farr, ia berhasil mengembangkan analisis dari statistik kematian

yang digunakan untuk mengevaluasi masalah kesehatan penduduk.

12. John Snow, Namanya sudah tidak asing dalam dunia kesmas dalam upaya

yang sukses mengatasi kolera yang melanda London. Yang perlu dicatat

disini bahwa John Snow, dalam analisis masalah penyakit kolera,

mempergunakan pendekatan epidemiologi dengan menganalisis faktor

tempat, orang, dan waktu.

13. P.L. Panum, ia berhasil melakukan penelitian dalam epidemiologi klasik

tentang campak.

14. Doll dan Hill, dua nama yang berkaitan dengan cerita hubungan merokok

dan kanker paru. Keduanya adalah peneliti pertama yang mendesain

penelitian yang melahirkan bukti adanya hubungan antara rokok dan

kanker paru. Keduanya adalah pelopor penelitian di bidang Epidemiologi

Klinik.

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa

Kebidanan. Jakarta: EGC

II. Manfaat kegiatan epidemiologi bagi pembangunan kesehatan, dan contoh

penggunaan epidemiologi di masyarakat dan institusi kesehatan

A. MANFAAT KEGIATAN EPIDEMIOLOGI

1. Mempelajari riwayat alamiah penyakit

Epidemiologi dapat digunakan untuk memahami kecenderungan dan

prediksi kejadian penyakit, dan bermanfaat untuk perencanaan dan pelayanan

kesehatan

2. Menentukan masalah komunitas

Dengan menjelaskan mengapa terjadi suatu masalah kesehatan, dan

mengetahui penyebabnya, dapat disusun langkah-langkah pencegahan dan

4

Page 7: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

penanggulangannya agar tidak meluas dan dapat dilakukan tindakan preventif

serta kuratif.

3. Melihat resiko dan pengaruhnya

Dengan menjelaskan masalah kesehatan yang terjadi, dapat pula diketahui

faktor resiko yang dapat mempengaruhi individu dan pengaruhnya pada

populasi yang ada.

4. Menilai dan meneliti

Kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui masalah kesehatan dan

melihat perkembangan masalah tersebut melalui penilaian dan penelitian.

5. Menyempurnakan gambaran penyakit

Epidemiologi dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan. Salah

satu kegiatannya adalah identifikasi dan proses diagnostik untuk meyakinkan

bahwa seseorang menderita penyakit tertentu.

6. Identifikasi sindrom

Salah satu kegiatan epidemiologi juga dapat membantu memantapkan dan

menyusun kriteria untuk mendefinisikan sindrom tertentu.

7. Menentukan penyebab dan sumber penyakit

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC

III. Pengertian Penyakit, Sakit, Sehat dan Teori Terjadinya penyakit

A. PENGERTIAN PENYAKIT, SAKIT, DAN SEHAT

Penyakit adalah suatu keadaan terdapat gangguan terhadap bentuk dan

fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan tidak normal.

Sehat adalah keadaan fisik, mental, dan sosial yang sempurna dan tidak

hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, serta memungkinkan setiap orang hidup

produktif secara sosial dan ekonomis (menurut WHO dan UU Kesehatan RI No

23 tahun 1992). Sedangkan Sakit adalah persepsi seseorang bila merasa

kesehatannya terganggu.

Batasan-batasan menganai sakit dan penyakit adalah sebagai berikut:

Disease adalah gangguan dan penyimpangan dari struktur dan fungsi

organ-organ tubuh

5

Page 8: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Illness adalah bagaimana seseorang mengartikan dan menerima arti

tentang penyakit yang di deritanya

Sickness adalah perilaku yg muncul dari diri org tersebut sebagai

tanggapan pengetiannya thd penyakitnya (illness )

B, Budioro. 1997. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

B. TEORI TERJADINYA PENYAKIT

1. Contagion Theory

Di Eropa, epidemi sampar, cacar dan demam tifus merajalela pada abad

ke-14 dan 15. Keadaan buruk yang dialami manusia pada saat itu telah

mendorong lahirnya teori bahwa kontak dengan makhluk hidup adalah

penyebab penyakit menular. Konsep itu dirumuskan oleh Girolamo Fracastoro

(1483-1553). Teorinya menyatakan bahwa penyakit ditularkan dari satu orang

ke orang lain melalui zat penular (transference) yang disebut kontagion.

Disebut juga teori cara penularan penyakit melalui zat penular. Konsep

kontagion muncul pada abad XVI oleh Giralomo Fracastoro (1478-1553).

Fracastoro dikenal sebagai salah satu perintis epidemiologi, ia juga dikenal

sebagai seorang sastrawan yang terkenal di mana salah satu tokoh pelakunya

bernama syphilis, yang hingga sekarang digunakan menjadi nama suatu

penyakit kelamin.

Fracastoro membedakan tiga jenis kontagion, yaitu:

Jenis kontagion yang dapat menular melalui kontak langsung, misalnya

bersentuhan, berciuman, hubungan seksual.

Jenis kontagion yang menular melalui benda-benda perantara (benda

tersebut tidak tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian

menularkan pada orang lain) misalnya melalui pakaian, handuk, sapu

tangan.

Jenis kontagion yang dapat menularkan pada jarak jauh.

Menurut konsep ini sakit terjadi karena adanya proses kontak

bersinggungan dengan sumber penyakit. Dapat dikatakan pada masa ini telah

ada pemikiran adanya konsep penularan. Pada waktu itu orang belum

mengenal kuman atau bakteri, namun mekanisme cara penularan menurut

6

Page 9: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

contagion tersebut mirip dengan cara yang dikenal sekarang dalam era

bakteriologi. Misalnya dengan contagion dikenal cara penularan melalui

kontak langsung (bersentuhan, berciuman, hubungan sex dll), melalui benda

perantara (pakaian, sapu tangan, handuk dll) dan melalui udara (jarak jauh)

Teori ini tentu dikembangkan berdasarkan teori penyakit pada masa itu

dimana penyakit yang melanda kebanyakan adalah penyakit yang menular

yang terjadi karena adanya kontak langsung. Teori ini bermula dari

pengamatan terhadap epidemik dan penyakit lepra di Mesir. Namun teori ini

pada jamannya tidak diterima dan tidak berkembang. Tetapi penemunya,

Fracastoro, tetap dianggap sebagai salah satu perintis dalam bidang

epidemiologi meskipun baru beberapa abad kemudian mulai terungkap bahwa

teori kontagion sebagai jasad renik.

2. Hipocratic Theory

Zaman Hippocrates (460-377 SM). Beliau dianggap bapak epidemiologi

pertama, karena beliaulah yang pertama kali melihat bahwa penyakit

merupakan fenomena massal dan menulis tiga buah buku tentang epidemi. Ia

juga menguraikan bahwa penyakit bervariasi atas dasar waktu dan tempat

sehingga pada saat itu ia sebetulnya sudah tahu adanya pengaruh faktor

alam/lingkungan yang ikut menentukan terjadinya penyakit. Dapat juga

dikatakan bahwa beliau sudah dapat melihat bahwa frekuensi penyakit

terdistribusi tidak merata atas dasar berbagai faktor seperti waktu, tempat,

atribut orang, dan atau faktor lingkungan lainya. Faktor-faktor demikianlah

yang ikut mempengaruhi terjadinya penyakit yang disebut faktor determinan

atau faktor penentu.

Hipocrates telah berhasil membebaskan hambatan-hambatan filosofis pada

zaman yang bersifat spekulatif dan superstitif (tahayul) dalam memahami

kejadian penyakit. Beliau mengemukakan teori tentang sebab musabab

penyakit, yaitu bahwa:

Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup, dan

Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal

seseorang. Teori itu dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters and

Places”.

7

Page 10: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Hippocrates mengatakan bahwa penyakit timbul karena pengaruh

Iingkungan terutama air, udara, tanah, dan cuaca (tidak dijelaskan kedudukan

manusia dalam Iingkungan).

Hippocrates sudah dikenal sebagai orang yang tidak pernah percaya

dengan tahayul atau keajaiban tentang terjadinya penyakit pada manusia dan

proses penyembuhannya. Dia mengatakan bahwa masalah lingkungan dan

perilaku hidup penduduk dapat mempengaruhi tersebarnya penyakit dalam

masyarakat. Yang dianggap paling mengesankan dari faham atau ajaran

Hippocrates ialah bahwa dia telah meninggalkan cara-cara berfikir mistis-

magis dan melihat segala peristiwa atau kejadian penyakit semata-mata

sebagai proses atau mekanisme yang alamiah belaka. Contoh kasus dari teori

ini adalah perubahan cuaca dan lingkungan yang merupakan biang keladi

terjadinya penyakit.

3. Miasmatic Theory

Teori Miasma, penyakit timbul karena sisa dari mahkluk hidup yang mati

membusuk, meninggalkan pengotoran udara dan Iingkungan. Kira-kira pada

awal abad ke-18 mulai muncul konsep miasma sebagai dasar pemikiran untuk

menjelaskan timbulnya wabah penyakit.

Konsep ini dikemukakan oleh Hippocrates. Miasma atau miasmata berasal

dari kata Yunani yang berarti something dirty (sesuatu yang kotor) atau bad

air (udara buruk). Miasma dipercaya sebagai uap yang dihasilkan dari sisa-sisa

makhluk hidup yang mengalami pembusukan, barang yang membusuk atau

dari buangan limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara, yang

dipercaya berperan dalam penyebaran penyakit.

Contoh pengaruh teori miasma adalah timbulnya penyakit malaria.

Malaria berasal dari bahasa Italia mal dan aria yang artinya udara yang busuk.

Pada masa yang lalu malaria dianggap sebagai akibat sisa-sisa pembusukan

binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-rawa. Penduduk yang bermukim di

dekat rawa sangat rentan untuk terjadinya malaria karena udara yang busuk

tersebut.

Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma, maka

ia akan terjangkit penyakit. Tindakan pencegahan yang banyak dilakukan

8

Page 11: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

adalah menutup rumah rapat-rapat terutama di malam hari karena orang

percaya udara malam cenderung membawa miasma. Selain itu orang

memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai salah satu upaya untuk

terhindar dari miasma tadi. Walaupun konsep miasma pada masa kini

dianggap tidak masuk akal, namun dasar-dasar sanitasi yang ada telah

menunjukkan hasil yang cukup efektif dalam menurunkan tingkat kematian.

Dua puluh tiga abad kemudian, berkat penemuan mikroskop oleh Anthony

van Leuwenhoek, Louis Pasteur menemukan bahwa materi yang disebut

miasma tersebut sesungguhnya merupakan mikroba, sebuah kata Yunani yang

artinya kehidupan mikro (small living).

4. Epidemiology Triangle

Teori ini di kemukakan oleh John Gordon pada tahun 1950 dan dinamakan

model Gordon sesuai dengan nama pencetusnya. Model gordon ini

menggambarkan terjadinya penyakit pada masyarakat, ia menggambarkan

terjadinya penyakit sebagai adanya sebatang pengungkit yang mempunyai titik

tumpu di tengah-tengahnya, yakni Lingkungan (Environment). Pada kedua

ujung batang tadi terdapat pemberat, yakni Agen (Agent) dan Pejamu (Host).

Dalam model ini A, P, L dianggap sebagai tiga elemen utama yang berperan

dalam interaksi ini.

A = agent/penyebab penyakit

P = host/populasi berisiko tinggi, dan

L = lingkungan

Interaksi di antara tiga elemen tadi terlaksana karena adanya faktor

penentu pada setiap elemen. Model ini mengatakan bahwa apabila pengungkit

tadi berada dalam keseimbangan, maka dikatakan bahwa masyarakat berada

dalam keadaan sehat, seperti gambar di bawah ini :

9

Page 12: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

5. The Wheel of Causation (Teori Roda)

Model ini menggambarkan hubungan manusia dan lingkungannya sebagai

roda. Roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetik pada bagian

intinya dan komponen lingkungan biologi, sosial, fisik mengelilingi pejamu.

Seperti halnya dengan model jaring-jaring sebab akibat, model roda

memerlukan identifikasi dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya

penyakit dengan tidak begitu menekankan pentingnya agen. Di sini

dipentingkan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya.

Besarnya peranan dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit

yang bersangkutan.

Teori ini merupakan pendekatan lain untuk menjelaskan hubungan antara

manusia dan lingkungan. Roda terdiri daripada satu pusat (pejamu atau

manusia) yang memiliki susunan genetik sebagai intinya. Disekitar pejamu

terdapat lingkungan yang dibagi secara skematis ke dalam 3 sektor yaitu

lingkungan biologi, sosial dan fisik.

Besarnya komponen-kompenen dari roda tergantung kepada masalah

penyakit tertentu yang menjadi perhatian kita. Untuk penyakit-peyakit bawaan

(herediter) inti genetik relatif lebih besar. Untuk kondisi tertentu seperti

campak, inti genetik relatif kurang penting oleh karena keadaan kekebalan dan

sektor biologi lingkungan yang paling berperanan. Pada model roda,

10

Page 13: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

mendorong pemisahan perincian faktor pejamu dan lingkungan, yaitu suatu

perbedaan yang berguna untuk analisa epidemiologi.

6. The Web of Causation (Jaring-jaring Sebab Akibat)

Teori jaring-jaring sebab akibat ini ditemukan oleh Mac Mohan dan Pugh

(1970). Teori ini sering disebut juga sebagai konsep multi factorial. Dimana

teori ini menekankan bahwa suatu penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai

faktor. Misalnya faktor interaksi lingkungan yang berupa faktor biologis,

kimiawi dan sosial memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit.

Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah

keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah atau berkurangnya

penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, suatu penyakit tidak

bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari

serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian maka timbulnya

penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong mata rantai pada

berbagai titik. Model ini cocok untuk mencari penyakit yang disebabkan oleh

perilaku dan gaya hidup individu.

Bustan, M.N. dan Arsunan. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kasjono, Heru Subaris. 2008. Intisari Epidemiologi. Jogjakarta : Mitra Cendekia.

11

Page 14: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Kasjono, Heru Subaris, dkk. 2006. Manajemen Epidemiologi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Murti, Bhisma. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Timmreck, Thomas C. 2001. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

IV. Riwayat Alamiah Penyakit, Pola kejadian penyakit di masyarakat,

Tingkatan pencegahan penyakit.

A. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

Perjalanan penyakit yang alami dan tanpa pengobatan apapun, yang terjadi

mulai dari keadaan sehat hingga timbul penyakit, disebut riwayat alamiah

penyakit. Tujuan memahami riwayat penyakit adalah untuk mengenali atau

mendeteksi penyakit atau masalah kesehatan secara umum melalui indikator dari

masalah tersebut.

Berdasarkan bagan diatas, riwayat perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi lima

kategori yaitu:

1. Tahap Prepatogenesis: Manusia (Host) masih dalam keadaan sehat, namun

pada tahap ini pula manusia telah terpajan dan beresiko terhadap penyakit

yang ada disekelilingnya, karena

a. Telah terjadi interaksi dengan bibit penyakit (agent)

b. Bibit penyakit belum masuk ke manusia (host/penjamu)

12

Page 15: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

c. Manusia masih dalam keadaan sehat belum ada tanda penyakit

d. Belum terdeteksi baik secara klinis maupun laboratorium

2. Tahap inkubasi: pada tahap ini bibit penyakit telah masuk ke manusia,

namun gejala belum tampak. Jika daya tahan pejamu tidak kuat akan

terjadi gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh.

3. Tahap penyakit dini: tahap ini mulai timbul gejala penyakit, sifatnya masih

ringan, dan umumnya masih dapat beraktivitas.

4. Tahap penyakit lanjut: Pada tahap ini penyakit makin bertambah hebat,

penderita tidak dapat beraktivitas sehingga memerlukan perawatan.

5. Tahap akhir penyakit: Pada tahap akhir perjalanan penyakit ini manusia

berada dalam lima keadaan yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,

carrier, kronis, atu meninggal dunia.

Walaupun pada unumnya riwayat perjalanan penyakit akan melalui tahap-

tahap seperti bagan diatas. Namun ada beberapa penyakit atau kejadian penyakit

yang tidak sesuai dengan bagan diatas sehingga dikenal istilah atau kejadian

dibawah ini:

1. Self limiting disease: proses penyakit berhenti sendiri, dan semua fungsi

tubuh normal kembali.

2. Penyakit inapparent: penyakit yang berlangsung tanpa gejala klinis,

penderita penyakit tertentu sudah mulai menularkan penyakitnya sebelum

masa inkubasi selesai atau penderita penyakit tertentu menularkan

penyakitnya setelah gejala klinis muncul.

3. Masa lantent: masa antara masuknya agent sampai penderita dapat

menularkan penyakitnya.

4. Periode menular: penderita mampu menularkan penyakit ketika keadaan

penderita pulih (konvalesens) dan pulih sesudah penyakit tidak

menunjukan gejala klinis (carrier).

5. Periode akut: penyakit berlangsung dalam waktu singkat.

6. Periode kronis: penyakit berlangsung beberapa tahun.

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC

13

Page 16: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

B. POLA KEJADIAN PENYAKIT

1. Penyakit menular atau infeksi

Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang

disebabkan oleh sebuah agen biologi seperti virus, bakteri, maupun parasit,

bukan disebbakan karena faktor fisik, seperti luka bakar atau kimia seperti

keracunan.

2. Penyakit tidak menular

Penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit noninfeksi adalah

suatu penyakit yang tidak disebabkan karena kuman melainkan

dikarenakan adanya masalah fisiologis atau metabolisme pada jaringan

tubuh manusia. Biasanya penyakit ini terjadi karena pola hidup yang

kurang sehat seperti merokok, faktor genetik, cacat fisik, penuaan/usia,

dan gangguan kejiwaan.

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC

C. TINGKATAN PENCEGAHAN PENYAKIT

Berdasarkan riwayat alamiah penyakit muncul usaha pencegahan

terjadinya penyakit. Leavel and Clarck membagi pencegahan penyakit ke dalam

lima tingkatan:

1. Peningkatan kesehatan

Melakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan

Memberi nutrisi yang sesuai standar

Meningkatkan kesehatan mental

Penyediaan perumahan yang sehat

Rekreasi yang cukup dan pekerjaan yang sesuai.

2. Perlindungan umum dan khusus

Pemberian imunisasi

Perlindungan sanitasi, kecelakaan, kecelakaan kerja, dan terhadap

bahan karsinogen

14

Page 17: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Kebersihan perorangan

Menghindari zat-zat alergen

Penggunaan nutrisi khusus

3. Diagnosis dini dan pengobatan segera

Mencari kasus sedini mungkin

Pemeriksaan umum secara rutin

Survei selektif penyakit khusus

Meningkatkan keteraturan pengobatan

Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap kasus.

4. Pembatasan ketidakmampuan

Penyempurnaan dan intensitas pengobatan lanjutan agar terarah dan

tidak menimbulkan komplikasi

Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan

Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk pengobatan dan

perawatan secara intensif

5. Rehabilitasi

Diperlukan sarana untuk pelatihan dan pendidikan dirumah sakit dan

ditempat-tempat umum.

Memamnfaatkan dan memelihara sebaik-baiknya kapasitas yang

tersisa pada seseorang

Melakukan pendidikan dan penyuluhan pada masyarakat umum dan

industri

Menyediakan tempat perlindungan khusus.

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC

V. Ukuran Frekuensi Penyakit untuk mlengetahui besar kejadian masalah

kesehatan masyarakat

1. Incidence Risk / Incidence cumulative

IC adalah parameter yang menunjukkan taksiran probabilitas

(risiko, risk) seseorang untuk terkena penyakit (untuk hidup) dalam suatu

jangka waktu. Dalam hal ini, pembilang merupakan bagian dari penyebut

sehingga insiden kumulatif merupakan individu sehat yang terkena

15

Page 18: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

penyakit selama periode tertentu dan merupakan nilai resiko rata-rata bagi

individu dalam populasi untuk terkena penyakit tertentu dalam periode

tertentu pula.

Dalam hal ini dimensi waktu sangat berpengaruh makin lama

periodenya makin tinggi nilai insiden kumulatifnya. Sedangkan pada

keadaan populasi keluar masuk dalam suatu periode waktu tertentu akan

mempersulit perhitungan.

IC= Jumlah orang yang terkena penyakit dalam jangka waktu tertentuJumlah semua orang yang dalam resiko

2. Insidence Rate

Insidence Rate adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan

kejadian (baru) penyakit pada populasi. Ada beberapa faktor utama yang

dapat menimbulkan kesalahan atau keterbatasan dalam menggunakan rate

insiden yaitu:

Validitas penyebut. Penyebut adalah mereka yang mengalami

resiko pada waktu tertentu dan besarnya nilai ini dapat dihitung

atau ditentukan.

Diagnosis penyakit dan cara klasifikasi penyakit yang erat

hubungannya dengan jumlah penderita.

Adanya faktor atau variabel tertentu yang dapat mempengaruhi

faktor resiko seprti umur, pekerjaan, dll, yang mungkin secara

proporsional berbeda anatara kelompok penduduk yang

dibandingkan. Untuk hal tersebut, dapat dilakukan standarisasi atau

penyesuaian.

Pada pengamatan yang berlangsung agak lama, ada anggota yang

mungkin drop out, meninggal, dll sehingga bila dijumpai hal

demikian ini dapat dilakukan perhitungan person years.

I D= Jumlah penderitabaruJumlah penduduk beresiko pada periode tertentu

3. Point Prevalence

16

Page 19: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Jumlah mereka yang masih sakit pada satu waktu tertentu. Dapat

dimanfaatkan untuk mengetahui mutu pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan.

PPR= Penderitalama danbaru saat ituJumlah penduduk saat itu

X K (100)

4. Periode Prevalence

Jumlah mereka yang pernah dan masih sedang menderita pada satu waktu

tertentu, termasuk penderita baru dan lama pada jangka waktu tersebut.

PPR= Jumalah penduduk lama dan baruJumlah penduduk pertengahan tahun

X K (100)

5. Ukuran-ukuran kematian

I. Angka kematian umum (CDR)

CDR= Jumlahseluruh kematifkandalam setahunJumlah penduduk pertengahan tahun

II. Angka kematian khusus

Angka Kematian Bayi (IMR)

IMR=Jumlah kematianbayi (¿1thn ) dalam satu tahun

Jumlah kelahiranhidup tahun yang sama

Angka Kematian Neonatal (NMR)

NMR=Jumlah kematian neonatus (¿29 hari ) dlm 1 thn

Jumlah kelahiranhidup tahun yang sama

Angka Kematian Perinatal

NMR= Jumlahkematian perinatal dlm 1 thnJumlah seluruh kelahiranthn ygsama

Angka Kematian Ibu

MMR= Jumlah kematianibu krnreproduksidlm 1 thnJumlahkelahiranhidup tahun yang sama

Angka Kematian Sebab Khusus

SCDR= Jumlah kematian krn1 sebabtertentu dlm 1 thnJumlah penduduk pertengahan tahun

Angka Kematian Pada Penyakit Tertentu

CFR= Jumlahkematian krn penyakit tertentuJumlah penderita penyakit tersebut pada

periode yang sama

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineke Cipta

17

Page 20: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Efendi,Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: salemba Medika

VI. Desain studi epidemiologi: macam/jenis, pengertian, kelebihan,

kekurangan, dan Contoh Aplikasi desain studi

1. STUDI DESKRIPTIF

Studi deskriptif adalah studi yang menggambarkan karakter umu

sebaran (distribusi) suatu penyakit, misalnya berhubungan dengan orang,

tempat, dan waktu.

a). Macam atau jenis Studi Deskriptif:

Case Report: Merupakan studi kasus yang bertujuan

mendeskripsikan manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan

prognosis kasus.

Case Series merupakan studi epidemiologi deskriptif tentang

serangkaian kasus, yang berguna untuk mendeskripsikan

spektrum penyakit, manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan

prognosis kasus.

Studi potong-lintang (cross-sectional study, studi prevalensi,

survei) berguna untuk mendeskripsikan penyakit dan paparan

pada populasi pada satu titik waktu tertentu. Data yang dihasilkan

dari studi potong-lintang adalah data prevalensi.

b). Kelebihan dan Kekurangan Studi Deskriptif

Kelebihan:

Relatif murah daripada studi Epidemiologi Analitik

Memberikan masukan tentang pengalokasian sumber daya

dalam rangka perencanaan yang efisien.

Memberikan petunjuk awal untuk merumuskan hipotesis bahwa

suatu variabel merupakan faktor resiko penyakit

Kekurangan:

Pada Case Report dan Case Series

- Tidak ada grup kontrol

- Tidak dapat dilakukan studi hipotesa

Pada Cross Sectional Study

18

Page 21: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

- Tidak tepat untuk meneliti hubungan kausal antara

penyakit dengan pemicunya karena penelitian

dilakukan pada satu waktu.

- Hanya akurat bila dilaksanakan pada individu yang

representatif

- Tidak dapat dilaksanakan pada semua kasus.

c). Contoh aplikasi desain studi

Contoh yang saya ambil adalah contoh dari Case Series dan Case

Report yaitu laporan kasus pada tahun 1961 tentang wanita berusia 40

tahun dalam premenopause menderita emboli paru 5 minggu setelah

mengkonsumsi pil kontrasepsi. Dengan mempelajari kasus tersebut kita

dapat lebih waspada tentang penggunaan pil kontrasepsi dan dapat

digunakan sebagai acuan dalam menyusun hipotesis ketika kita akan

meneliti lebih lanjut.

2. STUDI OBSERVASIONAL

Studi observasional adalah studi yang didasarkan pada peristiwa secara

alami tanpa suatu perlakuan khusus terhadap kelompok yang diteliti.

a). Macam atau Jenis Studi Observasional:

Cross Sectional : Suatu rancangan epidemiologi yang

mempelajari hubungan penyakit dan faktor prnyrbab yang

mempengaruhi penyakit tersebut secara serentak pada individu

atau kelompok dalam satu waktu

Rancangan Kasus Kontrol: rancangan studi epidemiologi yang

mempelajari hubungan antara penyebab suatu penyakit dan

penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok kasus

dan kelompok kontrol berdasarkan status penyebab penyakitnya.

Rancangan Kohort: Suatu rancangan studi epidemiologi yang

mempelajari hubungan antara penyebab dari suatu penyakit dan

penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok

terpajan dan kelompok yang tidak terpajan berdasarkan status

penyakitnya.

b). Kekurangan dan Kelebihan

19

Page 22: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Kekurangan:

Cross Sectional

- Sulit menentukan hubungan sebab akibat

- Jumlah subjek cukup banyak

- Tidak menggambarkan perjalanan penyakit

- Tidak praktis untuk kasus yang jarang

Rancangan Kasus Kontrol

- Validasi mengenai informasi kadang sukar

diperoleh

- Sukar untuk meyakinkan dua kelompok tersebut

sebanding

- Tidak dapat dipakai lebih dari satu variabel

dependen

Rancangan Kohort

- Memerlukan waktu yang lama

- Sarana dan biaya mahal

- Rumit

- Kurang efisien untuk kasus yang jarang

- Terancam drop out mengganggu analisis

- Menimbulkan masalah etika

Kelebihan:

Cross Sectional

- Memungkinkan penggunaan populasi dari

masyarakat umum

- Relatif mudah, murah, dan hasil cepat diperoleh

- Dapat meneliti banyak variabel

- Subjek jarang drop out

- Dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya

Rancangan Kasus Kontrol

- Merupakan satu-satunya cara untuk meneliti kasus

yang jarang atau masa latennya panjang

- Hasil dapat diperoleh dengan cepat

20

Page 23: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

- Biaya yang dibutuhkan relatif sedikit

- Subjek penelitian sedikit

Rancangan Kohort

- Merupakan desain terbaik dalam menentukan

insiden dan perjalanan penyakit atau efek yang

diteliti

- Desain terbaik dalam menerangkan dinamika

hubungan antara faktor resiko dengan efek secara

temporal

- Dapat meneliti beberapa efek sekaligus

- Baik untuk evaluasi pemajan yang jarang

- Dapat meneliti multiple efek dari satu pemajan

- Dapat menetapkan hubungan temporal

- Mendapatkan insidence rate

c). Contoh aplikasi desain studi

Contoh yang saya ambil adalah contoh dari Rancangan Kohort

yaitu Di dalam suatu populasi ingin diteliti apakah orang obesitas

menyebabkan hipertensi. Jika dalam 1 populasi terdapat 1000 penduduk.

Kemudian dari populasi tersebut ditentukan kelompok yang obesitas dan

kelompok yang tidak obesitas. Dari masing-masing kelompok diikuti

selama 1 tahun ke depan. Kemungkinannya, pada kelompok obesitas bisa

ditemukan hipertensi dan tidak hipertensi, pada kelompok tidak obesitas

juga dapat ditemukan hipertensi dan tidak hipertensi.

3. STUDI EKSPERIMENTAL

Suatu rancangan dimana peneliti melakukan kegiatan intervensi atau

perlakuan khusus pada objek atau sasaran yang diteliti.

a). Macam atau Jenis

Eksperimental Murni: Suatu bentuk rancangan yang

memperlakukan dan memanipulasi subjek penelitian dengan

kontrol secara ketat. Penelitian ini mempunyai ciri sebagai berikut

ada perlakuan, randominasi, dan semua variabel terkontrol

21

Page 24: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Eksperimen Semu: Eksperimen yang dalam mengotrol situasi

penelitian tidak terlalu ketat atau menggunakan rancangan tertentu

dan atau penunjukan subjek penelitian secara tidak acak untuk

mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat faktor penelitian. Ciri

dari eksperimen ini adalah tidak ada randominasi dan tidak semua

variabel terkontrol.

b). Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan:

Kelebihan penelitian eksperimental adalah memungkinkan untuk

dilakukan randomisasi dan melakukan penilaian penelitian dengan double-

blind. Teknik randomisasi hanya dapat dilakukan pada penelitian

intervensi dibandingkan penelitian observasional. Dengan teknik

randomisasi, peneliti bisa mengalokasikan sampel penelitian ke dalam dua

atau lebih kelompok berdasarkan kritieria yang telah ditentukan peneliti

lalu diikuti ke depan. Teknik randomisasi bertujuan untuk menciptakan

karakteristik antar kelompok hampir sama dalam penelitian. Kemudian,

desain ini juga memungkinkan peneliti melakukan double-blind, dimana

peneliti maupun responden tidak mengetahui status responden apakah

termasuk dalam kelompok intervensi atau non-intervensi. Kekuatan desain

ini bisa meminimalisir faktor perancu yang dapat menyebabkan bias dalam

hasil penelitian.

Kekurangan:

Kelemahan penelitian eksperimental berkaitan dengan masalah

etika, waktu dan masalah pengorganisasian penelitian. Intervensi biasanya

berkaitan dengan manusia, dan membutuhkan kerjasama dari responden

pada kelompok intervensi/non intervensi, tenaga kesehatan, peneliti,

laboran dan sebagainya terkait dengan penelitian, sehingga butuh

managemen yang tidak mudah karena melibatkan banyak pihak. Untuk

mengurangi isu etika, ketika kita melakukan intervensi baru pada satu

kelompok, kelompok lainnya sebaiknya diberikan intervensi standar

sehingga masalah etika bisa diminimalisir atau tanpa intervensi pada

kelompok kontrol.

22

Page 25: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC

VII. Klasifikasi/Pembagian Epidemiologi : epidemiologi deskriptif dan

epidemiologi analitik

A. EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF

Epidemiologi deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk

menentukan jumlah atau frekuensi dan distribusi penyakit di suatu daerah

berdasarkan orang, tempat, dan waktu.

Karakteristik Epidemiologi Deskriptif:

1. Karakteristik Orang: Perbedaan karakteristik Individu secara tidak

langsung dapat memberikan perbedaan pada sifat atau keadaan

keterpaparan maupun derajat resiko dan reaksi individu terhadap setiap

keadaan keterpaparan, sangat berbeda dapat dipengaruhi oleh berbagai

sifat karakteristik tertentu, yaitu:

Faktor genetis yang lebih bersifat tetap seperti jenis kelamin, ras,

data kelahiran, dll.

Faktor biologis yang berhubungan erat dengan kehidupan biologis

seperti umr, status gizi, kehamilan, dll.

Faktor perilaku yang berpengaruh seperti mobilitas, status

perkawinan, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, dsb.

Cara penilaian dan cara penerapan keterangan tentang orang dapat

mempengaruhi hasil analisis serta kesimpulan yang diambil dalam suatu

analisis situasi kesehatan dan derajat kesehatan suatu kelompok penduduk

atau masyarakat. Dalam hal ini beberapa kesalahan dapat terjadi dalam

sistem penilaian dan analisis, yaitu:

Kesalahan dalam pengukuran

Perbedaan pada variabel yang berhubungan langsung

Perbedaan pada lingkungan

Perbedaan pada konstruksi tubuh dan genetis

2. Sifat Karakteristik Tempat

Keterangan tentang tempat dapat bersifat:

23

Page 26: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Keadaan geografi umpamanya daerah pegunungan, pantai, dataran

rendah,dsb.

Batas administrasi atau politik umpamanya batas negara, provinsi,

kabupaten, dan seterusnya.

3. Sifat Karakteristik Menurut Waktu

Proses perubahan yang berhubungan dengan perjalanan waktu

membutuhkan pertimbangan tentang variabel ini dalam analisis berbagai

faktor yang berhubungan dengan tempat dan orang. Disamping itu, faktor

waktu merupakan faktor yang cukup penting dalam menentukan definisi

setiap ukuran epidemiologis dan merupakan komponen dasar dalam

konsep penyebab.

B. EPIDEMIOLOGI ANALITIK

Epidemiologi analitik adalah studi epidemiologi yang ditujukan

untuk mencari faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit atau mencari

penyebab terjadinya variasi yaitu tinggi rendahnya frekuensi penyakit pada

berbegai kelompok individu.

Dua konsep penting yang digunakan dalam epidemiologi analitik

adalah penyebab dan asosiasi. Penyebab adalah suatu faktor yang

mempengaruhi secara langsung kejadian atau peristiwa suatu penyakit.

Pengurangan atau eliminasi suatu faktor ini dalam suatu populasi akan

mengurangi atau mengeliminasi kejadian suatu penyakit dalam populasi

tersebut. Asosiasi adalah hubungan antara dua atau lebih variabel yang ada

secara statistik.

Dalam epidemiologi anlitik, hasil penelitian observasional

dianalisis untuk menentukan

1. Jika terdapat asosiasi antara faktor pajanan dan penyakit.

2. Kekuatan asosiasi tersebut jika memang terdapat asosiasi.

Ada tiga macam asosiasi statistik:

1. Artefaktual atau asosiasi palsu adalah suatu asosiasi salah yang terjadi

karena peluang atau beberapa bias dalam metode penelitian.

24

Page 27: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

2. Tidak langsung atau nonkausal adalah suatu asosiasi yang terjadi

antara suatu faktor dan suatu penyakit hanya karena dihubungkan

dengan beberapa kondisi yang mendasar.

3. Kausal faktor “A” benar benar menyebabkan faktor “B”. Hal ini terjadi

jika, dan hanya jika, A terjadi lebih dahulu daripada B.

VIII. Konsep Tentang Sebab Akibat dalam epidemiologi dan Kriteria

kausalitas (Bradford Hill)

Pada prinsipnya terdapat dua pendekatan dalam mendefinisikan kausasi

yaitu:

1. Pendekatan determinan menganggap antara variabel dependent

(penyakit)dan variabel independent (faktor penelitian) berjalan sempurna,

persis yang digambarkan dalam model matematika.

2. Pendekatan Probabilitas merupakan pemberian ruang

terhadapkemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan baik kesalahan

randommaupunmkesalahan sistematis yang dapat mempengaruhi hasil

kausalitas dari faktor kausal. Dalam pendekatan probabilitas digunakan

pendekatan statistik untuk meyakinkan apakah terdapat hubungan yang

valid antara faktor penelitian dengan penyakit

Berdasarkan definisi kausalitas epidemiologi membedakan lima definisi

kausa yaitu :

1. Produksi : Sesuatu yang menciptakan atau menghasilkan akibat. Kausa

dipandang sesuatu yang memproduksi hasil.

2. Neccessary Causa : Merupakan keadaan yang mutlak diperlukan untuk

terjadinya suatu akibat. Tanpa keadaan tersebut tidak dapat dihasilkan

suatu akibat.

3. Sufficient Component Causa : Kausa komponen mencukupi terdiri dari

sejumlah komponen, tak satupundiantaranya secara dini mencukupi

terjadinya suatu penyakit. Tetapi ketikasemua komponen hadir maka

terbentuklah suatu mekanisme kausal yang mencukupi.

4. Kausal probabilistic : Merupakan factor yang meningkatkan

probabilitas terjadinya akibat.Menurut definisi probabilistic kejadian

25

Page 28: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

suatu penyakit pada seseorang dapatdisebabkan karena kemungkinan

(peluang).

5. Kontra Faktual : Setiap orang berbeda antara satu dan lainya dalam

banyak hal. Skuenwaktu memainkan peranan yang penting untuk

terjadinya perubahan.

Sir Austin Bradford Hill pada tahun 1965 menerbitkan 10 faktor yang

dapat digunakan untuk mengkaji kausalitas penyakit dan KLB penyakit. Berikut

sepuluhkonsep kausalitas penyakit yang sudah dikembangkan dan diperbaharui.

1. Konsistensi : Jika variabel, faktor, atau peristiwa yang sama muncul

lagi dalam keadaan yang berbeda dan memiliki hubungan berulang

yang sama dengan penyakit.

2. Kekuatan : Jika hubungan menunjukan bahwa faktor tertentu

menyebabkan beberapa penyakit atau KLB penyakit lebih mungkin

terjadi akibat keberadaan satu faktor dibandingkan keberadaan faktor

atau peristiwa lain dan penyakit itu terjadi dalam tahap yang lebih

parah atau dalam jumlah yang lebih besar.

3. Spesifisitas : Jika hubungan sebab-akibat dari suatu KLB berhubungan

secara khusus dengan satu atau dua penyakit yang saling berkaitan.

4. Hubungan waktu: Jika hubungan sebab-akibat suatu kejadian atau

pajanan secara logis terjadi sebelum penyakit atau kondisi

berkembang, faktor waktu dipertimbangkan.

5. Kongruensi : Jika suatu hubungan sebab-akibat dicurigai, apakah

hubungan tersebut sesuai dengan pengetahuan yang ada dan apakah

observasi dan pengkajian yang logis secara ilmiah masuk akal.

6. Sensitivitas : Jika terjadi KLB apakah analisis sebab-akibat

mengandung kebenaran dan apakah pengkajian memiliki kemampuan

untuk mengidentifikasi dengan benar bahwa mereka yang sakit karena

penyakit, pada kenyataannya sakit akibat penyakit yang dicurigai.

7. Biologis atau medis : Jika hubungan didasarkan pada virulensi patogen

atau faktor resiko, kemampuan untuk menyebabkan penyakit atau

suatu kondisi, serta tingkat kerentanan host, hubungannya adalah

kausal.

26

Page 29: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

8. Plausibilitas (Kelogisan) : Hubungan harus dibuktikan sebagai

hubungan kausal dan didasarkan pada ilmu pengetahuan biologis,

kedokteran, dan pengetahuan ilmiah.

9. Eksperimen dan Penelitian : pengetahuan dan kesimpulan tentang

sebab-akibat yang didasarkan pada penelitian dan eksperimen

menambah bukti pendukung substansial dan bobot sifat kausal dari

hubungan tersebut.

10. Faktor Analogi : Jika hubungan yang sama ternyata bersifat kausal dan

memperlihatkan sebab-akibat, transfer pengetahuan harus berguna dan

secara analogis hubungan tersebut dapat dievaluasi sebagai hubungan

kausal.

Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori

dan Praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Timmreck, Thomas C. 2001. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

IX. Pengertian Surveilans Epidemiologi, latar belakang surveilans, tujuan

survailans, jenis sistem surveilans, Penggunaan Surveilans Epidemiologi dan

Hambatan surveilans

A. PENGERTIAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

Surveilans Epidemiologi adalah studi epidemiologi terhadap perjalanan

dinamis suatu penyakit yang meliputi ekologi agen penyakit, host, reservoir,

vektor, dan lingkungan serta mekanisme terjadinya penyebaran infeksi

tersebut. Surveilans Epidemiologi juga merupakan cara yang paling

efektif untuk mengontrol penyakit menular yang berjangkit di

masyarakat melalui suatu survei.

Budiman, Chandra. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas.

Jakarta. EGC

B. LATAR BELAKANG SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat ditentukan oleh ketersediaan

Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Dimana pembangunan sektor

kesehatan merupakan salah satu unsur penentu. Untuk mendapatkan Sumber

daya yang berkualitas, masyarakat harus bebas dari berbagai macam penyakit,

27

Page 30: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

termasuk malaria yang pada masa itu menjadi penyakit yang memberikan

kontribusi paling tinggi terhadap kematian.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban malaria tertinggi di

Asia Tenggara. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Program

Pemberantasan Malaria mengeluarkan kebijakan program meliputi beberapa

kegiatan terpadu, yaitu diagnosa dini dan pengobatan tepat, serta pemantauan,

pencegahan dan penanggulangan KLB malaria secara dini. Salah satu kegiatan

utama untuk mendukung keberhasilan program tersebut diperlukan adanya

suatu sistem surveilans yang baik yang dilaksanakan pada semua tingkat

administratif.

C. TUJUAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

Secara umum surveilans bertujuan untuk pencegahan dan

pengendalian penyakit dalam masyarakat sebagai upaya

deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar

biasa (KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi

perencanaan dalam hal pencegahan, penanggulangan

maupun pemberantasannya pada berbagai tingkat

administrasi (Depkes RI, 2004).

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu

tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan

faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons

pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus

surveilans, antara lain:

1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;

2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit,

untuk mendeteksi dini outbreak;

3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya

beban penyakit (disease burden) pada populasi;

4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu

perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi

program kesehatan;

28

Page 31: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program

kesehatan;

6. Mengidentifikasi kebutuhan riset (Giesecke, 2002).

TUJUAN SURVEILANS

Detekdi epidemic atau klb

Monitoring penyakit endemic

Evaluasi intervensi

Monitor kemajuan tujuan pengendalian penyakit

Monitor kinerja program

Prediksi epidemi atau klb

Estimasi dampak penyakit di masa yang akan

datang

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004a.

Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem

Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan Penyakit.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

2004b. Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan

Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Penyakit

Menular dan Tidak Menular Terpadu.

Giesecke, J. 2002. Modern Infectious Disease

Epidemiology. London:Arnold.

D. JENIS SISTEM SURVEILANS

Jenis penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah sebagai

berikut:

29

Page 32: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

1. Surveilans epidemiologi rutin terpadu, adalah

penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap

beberapa kejadian, permasalahan dan atau faktor resiko

kesehatan atau penyelenggaraan surveilans epidemiologi

terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau

faktor risiko kesehatan.

2. Surveilans epidemiologi terpadu penyakit. Menurut

Kepmenkes RI  No 1479/Menkes/SK/X/2003, Surveilans

Terpadu Penyakit (STP) adalah pelaksanaan surveilans

epidemiologi penyakit menular dan surveilans epidemiologi

penyakit tidak menular dengan metode pelaksanaan

surveilans epidemiologi rutin terpadu beberapa penyakit

yang bersumber data Puskesmas, Rumah Sakit,

Laboratorium dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

3. Surveilans epidemiologi sentinel, adalah penyelenggaraan

surveilans epidemiologi pada populasi dan wilayah terbatas

untuk mendapatkan sinyal adanya masalah kesehatan

pada suatu poupulasi atau wilayah yang lebih luas atau

suatu sistem yang dapat memperkirakan insiden penyakit

pada suatu negara yang tidak memiliki sistem surveilans

yang baik berbasis populasi tanpa melakukan survei yang

mahal. Tujuan dari surveilans sentinel adalah untuk

mendapatkan informasi (insiden CFR) yang tepat waktu

dengan cara yang relatif murah.

Menurut Gordis (2000) pendekatan surveilans

berdasarkan cara mendapatkan data dapat dibagi

menjadi dua jenis, yaitu:

1. Surveilans pasif

Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif,

dengan menggunakan data penyakit yang harus

30

Page 33: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas

pelayanan kesehatan. Ciri surveilans pasif yaitu:

a. Unit surveilans epidemiologi membiarkan

penderita melaporkan diri pada klinik/rumah

sakit/unit pelayanan yang berfungsi sebagai

unit-unit surveilans terdepan dalam

pengumpulan data surveilans.

b. Unit surveilans epidemiologi membiarkan

klinik/rumah sakit/unit pelayanan sebagai

unit surveilans terdepan melaporkan data

surveilans yang ada di tempatnya.

Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah

untuk dilakukan. Kekurangan surveilans pasif adalah

kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan

penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-

reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas

pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan

dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu

petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan

pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing.

Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan perlu

dibuat sederhana dan ringkas.

2. Surveilans aktif

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus

surveilans untuk kunjungan berkala kelapangan, desa-

desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis

lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan

tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau

kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan

konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans

aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab

dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk

31

Page 34: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans

aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan

surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk

dilakukan daripada surveilans pasif.

Gordis, L. 2000. Epidemiology. Philadelphia, PA: WB

Saunders Co.

Kadun, I Nyoman. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta :

Cv Infomedika.

E. PENGGUNAAN SISTEM EPIDEMIOLOGI DAN HAMBATANNYA

Dalam pelaksanaan kegiatan Surveilans Epidemiologi

terdapat berbagai komponen utama yaitu:

1. Pengumpulan atau pencatatan kejadian data yang

dapat dipercaya.

2. Pengelolaan data untuk dapat memberikan

keterangan yang berarti. Data yang diperoleh

biasanya masih dalam bentuk mentah yang perlu

disusun hingga mudah dianalisis. Kompilasi data

tersebut harus dapat memberikan keterangan yang

berarti.

3. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan

kegiatan. Data yang telah disusun dan dikompilasi,

selanjutnya dianalisis dan dilakukan interpretasi

untuk meberikan arti dan memberikan kejelasan

tentang situasi yang ada.

4. Penyebarluasan data (diseminasi) atau keterangan

termasuk umpan balik.penyebarluasan data

dilakukan dalam tiga arah meliputi:

Ditujukan ke tingkat administrasi yang lebih

tinggi sebagai informasi untuk dapat menentukan

kebijakan selanjutnya

32

Page 35: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Dikirim kepada instansi pelapor atau ke tingkat

asministrasi yang lebih rendah yang berfungsi

sebagai pengumpul dan pelapor dalam bentuk

umpan balik

Disebarluaskan kepada instansi terkait dan

kepada masyarakat luas.

5. Evaluasi data sistem surveilans yang selanjutnya

dapat digunakan untuk perencanaan

penanggulangan khusus dan program

pelaksanaannya.

hDalam pelaksanaan program epidemiologi surveilans,

dialami berbagai hambatan, yaitu:

a. Dibutuhkan sejumlah tenaga khusus dengan

kegiatan yang cukup intensif

b. Dibutuhkan waktu untuk tabulasi dan analisis data

c. Masih tebatasnya indikator kunci untuk berbagai

nilai-nilai tertentu dari hasil analisis sehingga sering

sekali mengalami kesulitan dalam membuat

kesimpulan hasil analisis, umpamanya indikator

kunci tentang peran aktif masyarakat, tingkat

pengetahuan dan motivasi masyarakat terhadap

kehidupan sehat, dll.

d. Untuk dapat melakukan analisis kecenderungan

suatu proses dalam masyarakt dibutuhkan waktu

beberapa tahun untuk pengumpulan data. Data

yang terbatas hanya satu atau dua tahun saja, sulit

untuk dijadikan patokan dalam membuat analisis

kecenderungan.

e. Untuk melakukan penilaian terhadap tingkat

keberhasilan suatu program, biasanya mengalami

kesulitan bila dilakukan pada populasi yang kecil,

33

Page 36: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

atau bila tidak ada populasi atau kelompok

pembanding (kontrol).

f. Sering sekali kita memperoleh laporan hasil

surveilans yang kurang lengkap sehingga sulit

membuat analisis maupun kesimpulan.

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineke Cipta

X. Pengertian Penyelidikan Epidemiologi (PE), Manfaat PE, Aplikasi PE

pada penyakit menular

A. PENGERTIAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI (PE)

Penyelidikan Epidemiologi adalah suatu rencana, struktur, dan strategi

untuk menjawab permasalahan epidemiologi yang mengotimasi validitas.

B. MANFAAT PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI

1. Sebagai alat untuk mencapai tujuan karena memilih suatu desain

berarti menetapkan macam atau jenis penelitian yang akan

dilaksanakan.

2. Sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian karena tiap macam

atau jenis rancangan mempunyai tatalaksan tersendiri.

C. APLIKASI PE PADA PENYAKIT MENULAR

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TB PARU

Diklasifikasikan. Berdasarkan tingkat keparahannya, TB Ekstra Paru

dibagi menjadi 2 yaitu

1. Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan

2. Tuberkulosis Ekstra Paru Berat

Gejala : Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih,

dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada,

badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang

enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,

demam meriang lebih dari satu bulan.

Pengobatan penyakit TB paru: Saat ini telah dapat dilakukan pengobatan

TBC secara efektif dan dalam waktu yang relatif singkat. Program

pengobatan tersebut dikenal dengan nama DOTS (Direct Observed

34

Page 37: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Treatment Shortcourse). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari

Rifampicin, Isoniazid, Pyrazinamid, Ethambutol, dan Streptomycin.

Pengobatan dilakukan dalam waktu 6-8 bulan secara intensif dengan

diawasi seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk meningkatkan

ketaatan penderita dalam minum obat.

Klasifikasi penyakit dan tipe penderita: Penentuan klasifikasi penyakit dan

tipe penderita TB memerlukan “definisi kasus” yang memberikan batasan

baku dari setiap klasifikasi dan tipe penderita. Ada empat hal yang perlu

diperhatikan dalam menentukan definisi kasus-yaitu:

1. Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru

2. Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung : BTA positif

atau BTA negative

3. Riwayat pengobatan sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati

4. Tingkat keparahan penyakit : penyakit ringan atau berat

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa

Kebidanan. Jakarta: EGC

Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, Jakarta: UI.

XI. Pengertian Screening, dasar pemikiran dari screening, Tujuan dan

Manfaat Screening, sasaran screening, lokasi screening, validitas/Kriteria

dalam menyusun program screening.

PENGERTIAN SCREENING

Screening atau uji tapis adalah suatu usaha mendeteksi atau menemukan

penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala atau tidak tampak dalam

suatumasyarakat atau kelompok penduduk tertentu melalui suatu tes atau

pemeriksaansecara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang

betul-betulsehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita

DASAR PEMIKIRAN SCREENING EPIDEMIOLOGI

35

Page 38: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

a. Yang diketahui dari gambaran spectrum penyakit hanya sebagian kecil

saja sehingga dapat diumpamakan sebagai puncak gunung es sedangkan

sebagian besar masih tersamar.

b. Diagnosis dini dan pengobatan secara tuntas memudahkan kesembuhan.

c. Biasanya penderita datang mencari mencari pengobatan setelah timbul

gejala atau penyakit telah berada dalam stadium lanjut hingga pengobatan

menjadi sulit atau bahkan tidak dapat disembuhkan lagi.

d. Penderita tanpa gejala mempunyai potensi untuk menularkan penyakit.

TUJUAN DAN MANFAAT SCREENING

Skrining mempunyai tujuan diantaranya:

1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu

penyakit sedini mungkinsehingga dapat dengan segera

memp eroleh pengobatan.

2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.

3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk

memeriksakan diri sedinimungkin.

4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas

kesehatan tentang sifat penyakit dan untuk selalu waspada

melakukan pengamatan terhadap gejaladini.

5. Mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi

klinis dan peneliti.

SASARAN SCREENING

a. Penderita penyakit Kronis

b. Infeksi bakteri ( Lepra,TBC, dll)

c. Infeksi Virus (hepatitis)

d. Penyakit non infeksi (Hipertensi, Diabetus miletus, Penyakit

jantung, Karsinoma serviks, Prostate, dan Glaukoma)

e. HIV-AIDS

LOKASI SCREENING

1. Lapangan

2. Rumah Sakit Umum

3. Rumah Sakit khusus

36

Page 39: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

4. Pusat pelayanan khusus

KRITERIA DALAM MENYUSUSN PROGRAM SCREENING

o Validitas

Validitas adalah kemampuan dari tes penyaringan untuk

memisahkan merekayang benar-benar sakit terhadap yang sehat. Validitas

merupakan petunjuk tentang kemampuan suatu alat ukur (test) dapat

mengukur secara benar dan tepatapa yang akan diukur. Validitas

mempunyai 2 komponen, yaitu:

- Sensitivitas: kemampuan untuk menentukkan orang sakit.

- Spesifisitas: kemampuan untuk menentukan orang yang tidak sakit

Disamping nilai sensitivitas dan nilai spesifisitas, dapat pula diketahui

beberapa nilai lainnya seperti:

a. True positive, yang menunjuk pada banyaknyak kasus yang benar-benar

menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.

b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang

sebenarnyatidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif

c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak

sakitdengan hasil test yang negatif pula.

d. False negative, yang menunjuk pada banyaknnya kasus yang

sebenarnyamenderita penyakit tetapi hasil test negatif.

o Reliabilitas

Bila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan hasil yangkonsisten,

dikatakan reliabel. Variliabilitas ini dipengaruhi oleh beberapafaktor berikut:

1. Variabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh:

Stabilitas reagen

Stabilitas alat ukur yang digunakan

Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil

reagendan alalt ukur, makin konsisten hasil pemeriksaan.Oleh karena itu,

37

Page 40: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

sebelumdigunakan hendaknya kedua hasil tersebut ditera atau diuji

ulangketepatannya.

2. Variabilitas orang yang diperiksa.

Kondisi fisik, psikis, stadium penyakitatau penyakit dalam masa tunas.

Misalnya: lelah, kurang tidur, marah, sedih, gembira, penyakit yang berat,

penyakit dalam masa tunas.Umumnya, variasi ini sulit diukurterutama faktor

psikis.

3. Variabilitas pemeriksa.

Variasi pemeriksa dapat berupa:

Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada hasil

pemeriksaanyang dilakukan berulang-ulang oleh orang yang sama.

Variasi eksterna ialah variasi yang terjadi bila satu sediaan

dilakukan pemeriksaan oleh beberapa orang.

o Yield

Yield merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati

sebagaihasil dari uji tapis. Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor

berikut:

- Sensitivitas alat uji tapis.

- Prevalensi penyakit yang tidak tampak.

- Uji tapis yang dilakukan sebelumnya.

- Kesadaran masyarakat.

Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineke Cipta

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.

XII. Pengertian KLB/Wabah, Kriteria KLB/Wabah, Klasifikasi KLB,

Penyakit potensial menimbulkan wabah, dan Prosedur tetap

Penanggulangan KLB/Wabah, Istilah-istilah yang berhubungan dengan

wabah, Macam- macam tipe wabah.

38

Page 41: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

A. PENGERTIAN KLB/WABAH

Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat berupa

penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau kejadian

lain yang berhubungan dengan kesehatan yang jumlahnya lebih banyak dari

keadaan biasa.

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya

kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan

daerah tertentu (Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman

Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB).

B. KLASIFIKASI KLB

Menurut Bustan, Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebab

dan sumbernya, yakni sebagai berikut:

1. Berdasarkan Penyebab

a.Toxin

Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio,

Kholera, Eschorichia, Shigella

Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,

Clostridium perfringens

Endotoxin

b. Infeksi (Virus, Bakteri, Protozoa, dan Cacing)

c. Toxin Biologis (Racun jamur, Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-

tumbuhan)

d. Toxin Kimia

Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain

cyanida, nitrit, pestisida.

Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.

2. Berdasarkan sumber

a. Sumber dari manusia

Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan seperti: Salmonella,

Shigella, hepatitis.

b. Bersumber dari kegiatan manusia

39

Page 42: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran

lingkungan.

c. Bersumber dari binatang

Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang mengerat.

d. Bersumber pada serangga (lalat, kecoa,dll)

Misalnya: Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus

e. Bersumber dari udara

Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus

f. Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat

Misalnya: Salmonella

g. Bersumber dari makanan dan minuman

Misalnya: keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

C. PENYAKIT POTENSIAL MENIMBULKAN WABAH

Penyakit karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow fever.

Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/

mempunyai memerlukan tindakan segera: DHF, campak, rabies, tetanus

neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.

Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting:

malaria, frambosia, influenza, anthrax, hepatitis, typhus abdominalis,

meningitis, keracunan, encephalitis, tetanus.

Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,

tetapi masuk program: kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe,

filariasis, dan lain-lain.

Sedangkan Karakteristik penyakit yang berpotensi wabah adalah:

1.Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.

2.Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.

3.Mempunyai masa inkubasi yang cepat.

4.Terjadi di daerah dengan padat hunian.

D. PROSEDUR PENANGGULANGAN WABAH

Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi:

1) Penyelidikan epidemilogis

40

Page 43: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk

mengetahui keadaan penyebab KLB dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang

berkontribusi terhadap kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku

sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan pengendaian yang efektif dan

efisien.

2) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan

karantina.

Tujuannya adalah:

Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan

mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan.

Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi

mengandung penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat

menularkan penyakit (carrier).

3) Pencegahan dan pengendalian

Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada

orang-orang yang belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit agar

jangan sampai terjangkit penyakit.

4) Pemusnahan penyebab penyakit

Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit

penyakit atau kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan atau benda yang mengandung

bibit penyakit.

5) Penanganan jenazah akibat wabah

Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan secara khusus

menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang

lain.

6) Penyuluhan kepada masyarakat

Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat

persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar mereka

mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari penyakit

tersebut dan apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain. Penyuluhan

41

Page 44: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan serta aktif dalam menanggulangi

wabah.

7) Upaya penanggulangan lainnya

Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus masing-

masing penyakit yang dilakukan dalam rangka penanggulangan wabah.

E. ISTILAH-ISTILAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN WABAH

Epidemi : Berjangkitnya suatu penyakit pada sekelompok orang di

masyarakat dengan jenis penyakit, waktu, dan sumber yang sama di luar

keadaan yang biasa (KLB)

Endemik: Suatu keadaan berjangkitnya prevalensi suatu jenis penyakit

yang terjadi sepanjang tahun dengan frekuensi yang rendah di suatu

tempat.

Sporadik: Jenis penyakit yang tidak tersebar merata pada tempat dan

waktu yang tidak sama, pada suatu saat dapat terjadi epidemi.

Pandemik: Jenis penyakit yang berjangkit dalam waktu cepat dan terjadi

bersamaan di berbagai tempat di seluruh dunia.

F. MACAM-MACAM TIPE WABAH

1. Berdasarkan Sifatnya:

Common Source Epidemic

Adalah suatu wabah penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya

sejumlah orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi

dalam waktu yang reatif singkat.

Propagated / Progresive Epidemic

Bentuk epidemik dengan penularan dari orang ke orang sehingga

waktu lebih lama dan masa tunas yang lebih lama pula. Propagated /

progresif epidemik terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang

baik langsung maupun melalui vektor, relatif lama waktunya dan lama

masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran

anggota masyarakat yang rentan serta morbilitas dari penduduk setempat,

masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita

dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal anggota masyarakat yang

42

Page 45: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan

urutan generasi kasus.

2. Berdasarkan Cara Transmisinya

Menurut transmisinya, wabah dibedakan atas :

Wabah dengan penyebaran melalui media umum (common vehicle

epidemics),yaitu:

o Ingesti bersama makanan atau minuman, misalnya

Salmonellosis.

o Inhalasi bersama udara pernafasan, misalnya demam Q (di

laboratorium).

o Inokulasi melalui intravena atau subkutan, misalnya

hepatitis serum.

Wabah dengan penjalaran oleh transfer serial dari pejamu ke pejamu

(epidemics propagated by serial transfer from host to host), yaitu :

o Penjalaran melalui rute pernafasan (campak), rute anal-oral

(shigellosis), rute genitalia (sifilis), dan sebagainya.

o Penjalaran melalui debu.

o Penjalaran melalui vektor (serangga dan arthropoda).

Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit

Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya

Penanggulangan. Jakarta: (tidak diterbitkan).

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa

Kebidanan. Jakarta: EGC

Rianti,Emy,DKK.2009. Buku Ajar Epidemiologi dalam Kebidanan

Jakarta:Trans Info Media.

43

Page 46: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

XIII. Pengertian Transisi Epidemiologi dan Latar belakang terjadinya

Transisi Epidemiologi, Macam/jenis transisi epidemiologi yang telah terjadi

sampai sekarang ini.

A. PENGERTIAN TRANSISI EPIDEMIOLOGI

Transisi epodemiologi yang dimaksud adalah perubahan distribusi dan

faktor-faktor penyebab terkait yang melahirkan masalah epodemiologi yang baru.

Keadaantransisi epidemiologi ini ditandai dengan perubahan pola frekuensi

penyakit.Transisiepidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks

dalam pola kesehatandan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi

penurunan prevalensipenyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non

infeksi (penyakit tidakmenular) justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring

dengan berubahnya gayahidup, sosial ekonomi dan meningkatnya umur harapan

hidup yang berartimeningkatnya pola risiko timbulnya penyakit degeneratif

seperti penyakit jantungkoroner, diabetes melitus, hipertensi, dan lain sebagainya.

B. LATAR BELAKANG TERJADINYA TRANSISI EPIDEMIOLOGI

Pada abad ke-20 terjadi transisi epidemiologi dimana terjadi perubahan

pola penyakit di masyarakat yaitu dari penyakit menular atau penyakit akut ke

penyakit kronis atau penyakit tidak menular hal ini dilatar belakangi oleh:

Perubahan struktur masyarakat yaitu dari agraris ke Industri

Perubahan struktur penduduk yaitu penurunan anak usia muda dan

peningkatan jumlah penduduk usia lanjut karena keberhasilan KB

Perbaikan dalam sanitasi lingkungan untuk menurunkan penyebaran

penyakit menular

Peningkatan tenaga kerja wanita karena emansipasi

Peningkatan pelayanan kesehatan dalam memberantas penyakit infeksi

dan meningkatkan umur harapan hidup.

Bila kita melihat keadaan kesehatan masyarakat di Indonesia dewasa ini

dan membandingkannya dengan masa sebelumnya maka jelas tampak adanya

kemajuan dan peningkatan pada berbagai bidang. Dan bila kita melihat ke depan,

timbul tanda tanya bagaimana bentuk keadaan kesehatan masyarakat di Indonesia

pada masa yang akan datang.

44

Page 47: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Masalah kesehatan masyarakat tidak hanya terkait dengan berbagai faktor

yang berhubungan langsung dengan penyakit, tetapi jauh lebih luas dan hampir

berkaitan erat dengan semua aspek kehidupan manusia. Dengan adanya kemajuan

pembangunan di berbagai bidang yang cukup berpengaruh dalam kehidupan

perorangan masyarakat yang disertai dengan timbulnya perubahan-perubahan

pada berbagai sektor sebagai akibat dari hasil pembangunan telah memberikan

pula pengaruh bagi masalah kesehatan masyarakat.

Adanya perubahan yang terjadi pada berbagai aspek kehidupan

masyarakat dapat memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung

terhadap sifat-sifat epidemiologis penyakit maupun gangguan kesehatan lainnya

yang pada dasarnya memberikan bentuk masalah kesehatan masyarakat pada masa

mendatang.

C. JENIS TRANSISI EPIDEMIOLOGI YANG TELAH TERJADI SAMPAI

SAAT INI

Transisi Demografi : Struktur kependudukan akan berubah, contohnya

struktur penduduk akan mengalami perubahan dengan berkurangnya

proporsi balita serta meningkatnya proporsi usia remaja maupun usia

produktif dan usia lanjut.

Transisi Ekonomi dan Sosial: Struktur ekonomi dan sosial yang telah ada

di masyarakat berubah. Contohnya berubahnya sistem ekonomi pedesaan

ke sistem ekonomi industri. Struktur ekonomi yang meningkat ini juga

dapat mempengaruhi nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat, dan

nantinya nilai-nilai sosial ini lama kelamaan akan mengalami perubahan.

Transisi Lingkungan: Struktur lingkungan juga akan berubah. Baik

lingkungan fisik, biologis, maupun lingkungan sosial budaya.

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineke Cipta

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul. 1988. Pengantar Epidemiologi Edisi Pertama. Jakarta : Bina Putra Aksara.

Budiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC

45

Page 48: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Budiman, Chandra. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta. EGCB, Budioro. 1997. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Bustan, M.N. dan Arsunan. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004a. Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan Penyakit.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004b. Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Penyakit Menular dan Tidak Menular Terpadu.

Efendi,Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: salemba Medika

Giesecke, J. 2002. Modern Infectious Disease Epidemiology. London:Arnold.

Gordis, L. 2000. Epidemiology. Philadelphia, PA: WB Saunders Co.

Kadun, I Nyoman. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta : Cv Infomedika.

Kasjono, Heru Subaris. 2008. Intisari Epidemiologi. Jogjakarta : Mitra Cendekia.

Kasjono, Heru Subaris, dkk. 2006. Manajemen Epidemiologi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Meehan Arias, Kathleen. 2009. Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta. EGC

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Jakarta: (tidak diterbitkan).

Murti, Bhisma. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

46

Page 49: Puji Sri Rahayuningtyas-25010114140361 (E-2014).docx

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineke Cipta

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC

Rianti,Emy,DKK.2009.Buku Ajar Epidemiologi dalam Kebidanan.Jakarta:Trans Info Media.

Soemirat, Juli. 2010. Epidemiologi, Wabah Penyakit, Lingkungan, Sumber Daya Alam. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Timmreck, Thomas C. 2001. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: UI.

47