puisi amir hamzah bukan sastra sufi

24
Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi Senin, 28 Juni 2010 | 14:45 WIB http://www.tempointeraktif.com/hg/sastra_dan_budaya/ 2010/06/28/brk,20100628-259138,id.html TEMPO Interaktif, Jakarta - Meskipun selama ini puisi-puisi sastrawan Pujangga Baru, Amir Hamzah, sering dimasukkan sebagai karya sufistik, pengamat sastra Arief Bagus Prasetyo cenderung menolaknya. "Amir Hamzah bahkan dimasukkan dalam antologi sastra sufi yang disusun oleh Abdul Hadi W.M.. Tapi, menurut saya, Amir Hamzah menjadi satu-satunya pengarang yang bukan sufi dalam antologi itu," kata Arif dalam diskusi "Mendaras Amir Hamzah" di Freedom Institute, Jakarta, Kamis (24/6) malam. Acara yang dipandu Nirwan Dewanto itu juga menghadirkan Sapardi Djoko Damono sebagai pembicara. Buku Sastra Sufi: Sebuah Atologi karya Abdul Hadi itu memuat karya- karya penyair mistikus dan filsuf Islam terkemuka, seperti Jalaludin Rumi, Al-Hallaj, Rabiah Al-Adawiyah, Hamzah Fansuri, Yasadipura I, Yasadipura II dan Raja Ali Haji. Arif juga mengutip pandangan Goenawan Mohamad yang menekankan keresahan Amir Hamzah dalam hubungannya dengan Tuhan sebagai masalah pokok dalam karya Amir. A Teeuw, kata Arif, juga mengakui hubungan Amir dengan kesastraan sufi. Namun, Arif menunjukkan bahwa ada kontras yang nyata antara puisi sufistik dan puisi Amir. Dia mengutip "Syair Perahu" karya Hamzah Fansuri yang menyatakan "Hamba dan Tuhan tiada berbeda sebagai ekspresi persatuan penuh antara Tuhan dan manusia. Tapi, puisi "Turun Kembali" karya Amir justru mempertanyakan persatuan mistis itu ("Adakah begini jadinya/aku hamba engkau penghulu") dan kemudian disangkal

Upload: bangmeto

Post on 27-Jun-2015

597 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi   Senin, 28 Juni 2010 | 14:45 WIB

http://www.tempointeraktif.com/hg/sastra_dan_budaya/2010/06/28/brk,20100628-259138,id.html

TEMPO Interaktif, Jakarta - Meskipun selama ini puisi-puisi sastrawan Pujangga Baru, Amir Hamzah, sering dimasukkan sebagai karya sufistik, pengamat sastra Arief Bagus Prasetyo cenderung menolaknya.

"Amir Hamzah bahkan dimasukkan dalam antologi sastra sufi yang disusun oleh Abdul Hadi W.M.. Tapi, menurut saya, Amir Hamzah menjadi satu-satunya pengarang yang bukan sufi dalam antologi itu," kata Arif dalam diskusi "Mendaras Amir Hamzah" di Freedom Institute, Jakarta, Kamis (24/6) malam. Acara yang dipandu Nirwan Dewanto itu juga menghadirkan Sapardi Djoko Damono sebagai pembicara.

Buku Sastra Sufi: Sebuah Atologi karya Abdul Hadi itu memuat karya-karya penyair mistikus dan filsuf Islam terkemuka, seperti Jalaludin Rumi, Al-Hallaj, Rabiah Al-Adawiyah, Hamzah Fansuri, Yasadipura I, Yasadipura II dan Raja Ali Haji.

Arif juga mengutip pandangan Goenawan Mohamad yang menekankan keresahan Amir Hamzah dalam hubungannya dengan Tuhan sebagai masalah pokok dalam karya Amir. A Teeuw, kata Arif, juga mengakui hubungan Amir dengan kesastraan sufi.

Namun, Arif menunjukkan bahwa ada kontras yang nyata antara puisi sufistik dan puisi Amir. Dia mengutip "Syair Perahu" karya Hamzah Fansuri yang menyatakan "Hamba dan Tuhan tiada berbeda sebagai ekspresi persatuan penuh antara Tuhan dan manusia. Tapi, puisi "Turun Kembali" karya Amir justru mempertanyakan persatuan mistis itu ("Adakah begini jadinya/aku hamba engkau penghulu") dan kemudian disangkal ("Aku dan engkau berlainan").

Menurut Arif, kumpulan puisi Nyanyi Sunyi karya Amir mengantisipasi lahirnya puisi-puisi yang disebut Afrizal Malna berspirit "teologi-tanpa-bersama-dewa" dalam khazanah sastra Indonesia. Sejak Amir, terbentang jalan panjang kesunyian teologis, suatu kontinum religiusitas penuh luka, yang dilalui banyak penyair, seperti Chairil Anwar, Surtardji Calzoum Bachri, dan Acep Zamzam Noor.

Adapun Sapardi menampilkan puisi Amir Hamzah sebagai puisi gelap. "Bukan karena puisi Amir sukar dipahami karena belum menguasai sepenuhnya bahasa Indonesia, tapi justru oleh penguasaan tingkat tinggi," kata penyair yang puisinya paling sering dikutip di kartu undangan perkawinan itu.

Sapardi mencontohkan puisi "Hanya Satu" karya Amir yang dimuat dalam antologi sajak "Puisi Baru" yang disusun Sutan Takdir Alisjahbana. Takdir merasa perlu memberi 10

Page 2: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

catatan kaki untuk puisi itu, terutama untuk arti kata yang dianggap sulit oleh pembaca karena arkhaik.

Page 3: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

AMIR HAMZAHPAHLAWAN ROMANTIS TRAGIS

http://sastra-indonesia.com/2010/10/amir-hamzah-pahlawan-romantis-tragis/

Posted by PuJa on October 5, 2010

Petrik Matanasi *

http://sejarah.kompasiana.com/

Biarlah daku tinggal disini. Sentosa diriku disunyi sepi.Tiada berharap tiada meminta. Jauh dunia disisi dewa.

Puisi itulah yang terukir pada nisan orang terkenal bernama Amir Hamzah. Serorang pujangga yang namanya terus disebut dalam sejarah, khususnya sejarah sastra di Indonesia. Pujangga Amir Hamzah telah memberikan sumbangan besarnya dalam dunia sastra Indonesia.

Amir Hamzah adalah pahlawan yang bernasib malang—seperti halnya Oto Iskandardinata—yang menemui ajal ditangan segelintir revolusioner buta diawal kemerdekaan sebuah negara bernama Republik Indonesia. Sentimen terhadap feodalisme diawal kemerdekaan Indonesia sangatlah wajar. Kebencian kaum kromo kepada kaum feodal yang bebrabad-abad menjadi sumber penderitaan kaum kromo. Bagaimanapun kematian Amir Hamzah di Kuala Begumit pada 20 Maret 1946—seperti juga Oto Iskandardinata—menjadi titik noda dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.

Amir Hamzah yang pahlawan Nasional itu tidak hanya hanya dikenal sebagai seorang pujangga besar di zamannya. Amir Hamzah, semasa belajar di Jawa pernah melibatkan diri dalam dunia pergerakan nasional Indonesia.

Sajak dan hidup Amir Hamzah

Amir Hamzah telah digolongkan dalam deretan penyair angkatan pujangga baru—Sutan Takdir Alisyahbana, Armin Pane juga Sanusi Pane—yang paling berpengaruh. Sebagai penyair—seperti judul buku H.B. Yassin—Amir Hamzah dinobatkan sebagai “Raja Penyair Pujangga Baru” yang menjadi bahan pembicaraan menarik bagi penikmat sastra Indonesia. Amir Hamzah dianggap sebagai simbol peralihan kebudayaan dan masyarakat aristokrat feodal ke aspirasi-aspirasi persamaan derajat dalam kehidupan Indonesia modern; ketegangan ini nampak pada konflik pribadi sekitar pernikahannya.

Tema dan sikap yang diusung Amir Hamzah dalam sajak-sajaknya, agak bersifat romantik. Sajak-sajak dalam kumpulan pertamanya, Buah Rindu, adalah kemurungan dan kerinduan seorang pemuda rantau dari Sumatra yang merindukan kampung halamannya. Nyanyian Sunyi, kumpulan sajaknya yang lain, adalah pergulatan seorang pemuda yang meninggalkan kesetiaannya dari dunia baru menuju sebuah dunia yang relijius.

Page 4: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

Menurut buku Amir Hamzah: Radja Penjair Pujangga Baru, Yassin menulis, Buah Rindu memuat 25 sajak, satu diantaranya terdiri dari 4 bagian dan satu dari dua bagian. Kumpulan ini ditandai oleh kata-kata: iba, menangis, duka, sendu, merana, rindu, air mata dan lainnya yang menyatakan kesedihan. Juga kata-kata yang menggambarkan suasana jiwanya seperti: kelana, merantau, cinta, asmara, ratap. Kata-kata seperti: duhai dan wahai dipakai sebagai seruan. Yassin menangkap ketidakimbangan jiwa sang penyair—Amir Hamzah—dalam sajak Berdiri Aku:

Dalam rupa maha sempurnaRindu sendu mengharu kalbuIngin datang merasa sentosaMengetjap hidup bertentu tudju.

Tertangkap dari sajak diatas penyair merindukan kehidupan yang bahagia dimasa depannya. Dalam sajak lainnya, Nyanyi Sunyi, Amir menggambarkannya kegoncangan jiwanya ketika dirinya terpaksa menikah dengan putri Sultan Langkat.

Amir yang dibiayai Sultan Langkat itu pernah jatuh cinta pada seorang gadis lain—Elik Sundari—dalam perantauannya hingga dengan paksa dinikahkan dengan putri yang mungkin tida dia cintai sepenuh hati itu. Amir yang sedang kuliah hukum di Recht Hoge School, Jakarta dipanggil pulang untuk menikah dan menggantikan ayahnya sebagai datuk bendahara di Langkat. Dalam sajak Selalu Sedih yang dimuat dalam Pujangga Baru edisi 7 Januari 1937 Amir menuliskan sajak—mungkin untuk Elik Sudari, kekasih yang ditinggalkannya—yang melukiskan dirinya yang tidakberdaya:

Hatiku sajang selalu sedihSelalu sendu semata salahSekedjap mengetjap kasihPaksa datang menjuruh lepas

Hidup badan tiada berdajaDalam genggaman orang lainKemana kata kesana maraBoneka daging tiada berasa

Dalam pergolakannya dia menikmati kesunyiannya itu, Amir menuliskan: “Sunyi itu duka. Sunyi itu kudus, Sunyi itu lupa, sunyi itu lampas.” Dalam sunyi Amir berhubungan dengan Tuhan-nya, menyelami rahasia hidup sampai akhirnya ia terperosok dalam filsafat mistik.

Kumpulan sajak Nyanyi Sunyi kemungkinan ditulis di Jakarta semasa menjadi mahasiswa sekolah tinggi hukum (1934-1936). Masa-masa dimana Amir dianggap sedang mempersiapkan diri menjadi seorang pegawai sebagai persiapan pualang ke Langkat setelah kematian ayahnya. Banyak yang menyebut: saat itu Amir sedangan mengalami krisis diri teramat dalam. Hal ini berpengaruh dalam puisi-puisinya. Tema utama Nyanyi Sunyi adalah pencarian penyelesaian masalah pribadi melalui pengalaman

Page 5: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

relijius; usaha mencapai kesatuan mistik dengan Tuhan—manunggaling kawulo Gusti—disela-sela ketidakmampuannya mengatasi kontradiksi antara cinta dan kekejaman. Keduanya merupakan sifat Tuhan dalam hubungannya dengan manusia.

Persatuan dengan hakikat ketuhanan terhalang oleh perasaan duniawi yang tidak bisa ditiadakan. Sifat-sifat Tuhan yang samar-samar itu tidak jarang berubah menjadi kekejaman yang angkuh. Seperti dalam “Padamu Jua” yang sering mendapat pujian, setidaknya pada generasi Pujangga Baru:

Habis kikisSegala cintaku hilang terbangPulang kembali aku padamuSeperti dahulu

Kaulah kandil kemerlapPelita jendela di malam gelapMelambai pulang perlahanSabar, setia selalu

Satu kekasihkuAku manusiaRindu rasaRindu rupa

Dimana engkau rupa tiadaSuara sayupMangsa aku dalam cakarmuBertukar tangkap dengan lepas

Nanar aku, gila dasarSayang berulang padamu juaEngkau pelik menarik inginSerupa dara dibalik tirai

Kasihmu sunyiMenunggu seorang diriLalu waktu—bukan gilirankuMati hari bukan kawanku….

Amir Hamzah pernah diangggap destruktif terhadap bahasa-bahasa lama disatu sisi dan secara gemilang dalam kemunculan bahasa-bahasa baru. Puisi Nyanyi Sunyi juga dianggap duistere poezie (puisi gelap). Menurut H.B. Yassin, sangat tidak mukngkin kita mengerti Amir Hamzah, jika kita membaca Nyanyi Sunyi tanpa membekali diri dengan pengetahuan sejarah dan agama (Islam).

Page 6: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

Ada pengaruh-pengaruh Melayu dalam sajak-sajak Amir Hamzah. Ini bukan hal aneh, Amir Hamzah—yang terlahir di tanah Melayu—didalam tubuhnya memang mengalir darah Melayu. Dalam penggunaan metafora terdapat pengaruh Persia dan India tanpa harus menghilangkan kemelayuannya. Contoh puisi Amir Hamzah yang memiliki corak Hinduisme terdapat dalam akhir puisi “Naik-naik.” Puisi itu terukir indah pada nisan makam penyairnya. Bagian dari puisi itu telah saya tulis diawal tulisan ini.

Riwayat Amir Hamzah Dalam pergerakan Nasional

Amir Hamzah alias Amir Hamzah Pangeran Indera Putra, terlahir—tanggal 28 Februari 1911 di Tanjung Pura, Langkat—sebagai putra Tengku Bendahara Paduka Radja Kerajaan Langkat. Langkat adalah Kesultanan kecil di pesisir timur Sumatra Utara. Keluarganya yang bangsawan telah memberinya kesempatan mempelajari banyak hal; mulai dari perdababn Islam di Melayu; juga peradaban barat.

Ayahnya, adalah penggemar sejarah dan sastra Melayu—seperti halnya orang-orang tua pada masa itu. hal ini kelak mempengaruhi Amir Hamzah. Sering kali ayahnya mengadakan malam-malam pertemuan dimana orang-orang membaca hikayat-hikayat Melayu lama seperti Hikayat Amir Hamzah, Bustanus-salatun dan lain sebagainya. Cerita yang paling diminati disana adalah cerita nabi-nabi, Qususul Anbia, namun dibacakan dalam bahasa Melayu. Tidak jarang Amir Hamzah juga disuruh membacakan hikayat-hikayat itu oleh ayahnya.

Amir Hamzah yang masih kecil ketika itu suka sekali dengan sastra-sastra Melayu, kendati hanya mendengarkan saja. Membacakannya mungkin sebuah kesenangan tersendiri bagi Amir Hamzah kecil.

Amir mulai menikmati pendidikan sekulernya di Hollandsche Inlandsche School Tanjung Pura—sekolah dasar pribumi untuk anak-anak orang terpandang—lantaran ayahnya orang penting di kesultanan Langkat. Setamat dari sana Amir melanjutkan ke sekolah menengah pertamanya—Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)—di Medan. Amir hanya menjalani sekolah menengahnya ditahun pertama saja. Di tahun kedua sampai tamat dia jalani di Christelijke MULO Mendjangan.

Bakat menulis Amir makin terasah ketika dia mengambil jurusan sastra timur di Algemene Middelbare School (AMS)—di Solo. Pendidikan tertinggi yang pernah diraihnya adalah di Recht Hoge School—sekolah tinggi Hukum zaman Belanda—di Jakarta, walau hanya samapai kandidat II.

Selama disekolah menengah-lah Amir Hamzah menerima pengaruh dari berbagai aliran sastra-sastra dunia. Amir Hamzah menerima semuanya tanpa harus kehilangan akarnya: kebudayaan Melayu. Tidak hanya Amir Hamzah saja yang menerima pengaruh kesusastraan dari luar ketika duduk di bangku sekolah-sekolah sekuler Belanda tingkat menengah seperti MULO atau AMS; Sutan Takdir, Armin Pane, Sanusi Pane. Hampir semua penyair yang pernah muda atau belajar di sekolah menengah Belanda model MULO atau AMS pada dekade 1930an, mulai mengenal sastra-sastra dunia dari sekolah

Page 7: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

menengahnya. Chairil Anwar yang bukan angkatan Pujangga Baru juga mengenal kesusastraan—modern barat—dari sekolah Belanda, kendati sekolahnya hanya sampai kelas II MULO.

Ketika belajar di RHS—bersama Sutan Takdir dan Armin Pane—ditahun 1933 mendirikan Majalah Pudjangga Baru. Majalah ini terbit teratur sampai masuknya Tentara Pendudukan Jepang di Indonesia. Tulisan Amir Hamzah yang pernah dimuat diantaranya terdapat terjemahan Setanggi Air dan Bhagawad Gita.

Kendati seorang bangsawan (Langkat) Sumatra, dirinya mau bergabung dengan Jong Java—Perkumpulan pemuda Jawa—yang tentu saja anggotanya pemuda dari Jawa. Amir Hamzah terbukti telah meninggalkan sifat kedaerahannya; jadi Amir layak dicap sebagai Nasionalis. Sebagai orang Melayu dirinya menganut: “dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.” Terbukti dia berhasil menyesuaikan diri dan bergaul dengan tokoh-tokoh Jawa macam: Raden Panji Singgih atau Kanjeng Raden Tumenggung Wedyodi. Di Solo, ketika masih belajar di AMS, Amir tergabung dalam Indonesia Muda bersama Armin Pane. Amir pernah mewakili Indonesia Muda cabang solo dalam Kongres Indonesia Muda yang diadakan di Solo dari tanggal 29 Desember 1930 sampai 2 Januari 1931.

Keterlibatannya pada dunia pergerakan tidak lepas dari pergaulannya dengan kawan-kawannya di sekolah. Solo, yang merupakan kota dengan masyarakat feodal, juga menerima pengaruh pergerakannya sendiri. Riwayat pergerakan Amir Hamzah dalam organisasi politik, tidaklah terlalu menonjol. Amir Hamzah lebih dikenal dalam keterlibatannya di majalah sastra Pujangga Baru maupun puisi-puisinya. Keterlibatan Amir Hamzah dalam dunia pergerakan nasinal tidak banyak yang mencatat. Nama Amir Hamzah sendiri lebih sering dicatat dalam buku-buku sastra atau pelajaran bahasa atau sastra Indonesia dari pada dalam buku yang mengulas dunia pergerakan nasional selama dekade 1930an.

Dunia pergerakan secara tidak langsung ditinggalkan ketika dirinya dipanggil pulang pada tahun 1936, sebelum kuliah hukumnya di RHS selesai. Sepulangnya di Langkat, Amir menikah dengan Putri Tuhara, anak perempuan dari Sultan Langkat waktu itu. Latar belakang-nya yang pernah kuliah di RHS, juga mempengaruhi kedudukan-nya di masyrakat. Dia menggantikan kedudukan ayahnya sebagai datuk bendahara kesultanan Langkat yang telah meninggal sebelum dipanggil pulangnya Amir. Tahap kehidupan Amir Hamzah di RHS, adalah tahap diri mempersiapkan diri menjadi pegawai dengan belajar ilmu hukum—termasuk hukum modern dan adat.

Kepulangannya ke Langkat—yang mungkin tidak dia inginkan itu—telah memisahkan dirinya dengan dunia pergerakan juga dengan gadis yang dia cintai. Dia harus menanggung hidup yang tidak dia ingini: menikahi putri Sultan Langkat—yang membiayai membiayai pendidikannya di Jawa, termasuk menemukan jati dirinya sebagai penyair.

Raja Penyair Pujangga Baru

Page 8: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

Semula Amir berkenalan dengan sastra Belanda melalui penguasaan bahasa Belanda-nya yang dipelajarinya di HIS dan MULO. Amir mengenal sastra Belanda sejak duduk di MULO Jakarta. Di AMS semakin mengasah kemampuan menulisnya. Amir juga mulai mengenal sastra-sastra timur (Asia). Penulisan Amir lebih kearah sastra. Beberapa karangannya tentang kesusastraan India, Arab dan Persia kemudian dimuat di Pudjangga Baru pada tahun 1934.

Kendati berkenalan dengan sastra Belanda, tidak ada bukti langsung yang mempengaruhi karya-karya Amir Hamzah. Walau demikian diantara penyair Pujangga Baru lainnya, hanya Amir yang saja yang mendekati hakekat romantik Eropa, yang menjadi tonggak budaya pada zaman itu. Namun atas dasar ini pula puisinya mengakui sepenuhnya tonggak budaya tradisonal. Dibanding yang lainnya pula puisi Amir Hamzah dianggap mampu menggabungkan dengan sempurna individualisme barat dengan persajakan Melayu tradisional. Amir gemar menggunakan metafora, namun untuk tujuan pembaharuannya. Dirinya juga menggunakan pola-pola penggubahan puisi tradisional, namun dia memfungsikannya untuk tujuan individualisme yang terdapat dalam tonggak budaya modern. Disatu sisi Amir menggunakan menggali kebudayaan melayu dimana dia berasal; kebudayaan modern barat yang diperolahnya disekolah-sekolah Belanda yang dia jalani dimasa perkembangannya; juga nasionalisme yang dia wakili dalam Indonesia Muda. Ketiganya adalah sebuah dialektika dalam kehidupan penyair Amir Hamzah. Puisinya menunjukan dinamisme budaya dan potensi kreatif yang terkandung dalam gerakan kebangsaan Indonesia masa pergerakan.

Amir Hamzah ,selain memberi sumbangan untuk dunia sastra Indonesia, juga kepada dunia sastra Melayu. Dari Amir Hamzah, bahasa Melayu mendapat suara dan lagu yang unik sampai saatb sekarang ini. Diakui dalam puisi Buah Rindu, terlihat bahwa Amir Hamzah telah memberikan warna modern dalam suara dan lagu pantun-pantun Melayu.

Judul buku H.B. Yassin: Amir Hamzah: Radja Penjair Pujangga Baru (1962) telah menobatkan Amir Hamzah sebagai Raja Penyair Pujangga Baru. Dalam dunia pergerakan nasional sendiri Amir Hamzah bukanlah orator handal seperti Sukarno. Belum ada bukti yang menyatakan Amir Hamzah adalah daftar incaran PID Belanda yang selalu menghantui kaum pergerakan. Amir Hamzah bukan pembuat petisi seperti Soetardjo. Amir Hamzah hanya seorang penyair pada zamannya yang memberi warna dalam dunia sastra Indonesia. Lebih bijak jika kita menyebut bahwa Amir Hamzah adalah pejuang kesusastraan di Indonesia—kala itu bernama Hindia Belanda—pada lapangan kesusastraan dengan karya-karyanya yang Indonesiasentris. Bersama penyair-penyair pada zamannya, Amir Hamzah telah memberi identitas baru bagi sastra Indonesia asli setelah pengembaraannya mereduksi pengaruh-pengarus sastra dunia, baik barat maupun timur.

*) Peziarah & Pemerhati Sejarah Nusantara. Asal Balikpapan, tinggal di Jogja. Kuliah sejarah 7 tahun di UNY. Bukan penulis handal, hanya saja suka menulis hal-hal yang humanis. Apapun yang saya tulis atau ucap, sulit sekali bagi saya untuk tidak Historis

Filed under: Canting

Page 9: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

   ► e-ti/    BIODATA

Nama:Tengku Amir

Hamzah Indera PuteraLahir:

Tanjung Pura, Langkat,

Sumatera Utara, 28 Februari

1911Meninggal:

Kuala Begumit, 20 Maret 1946

Ayah:Tengku

Muhammad Adil

Pendidikan:- Sekolah Menengah

Langkatsche School (HIS)- MULO di

Medan dandi Jakarta,

- Aglemeene Middelbare

School (AMS) jurusan Sastra Timur di Solo,

- Sekolah Tinggi Hukum

di Jakarta

Karir:Sasatrawan,

Penyair- Wakil

Pemerintah Republik

Indonesia untuk

 

Page 10: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

Langkat yang berkedudukan di Binjai, 29

Oktober 1945-20 Maret 1946

Karya:kumpulan sajak

Buah Rindu, Nyanyi Sunyi,

Setanggi Timur, Terjemah

Baghawat Gita

Penghargaan:Diangkat sebagai

Pahlawan Nasional pada

tahun 1975     

  AMIR HAMZAH HOME

► Selamat datang di situs gudang pengalaman ENSIKONESIA (ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA) ► Thank you for visiting the

experience site  ► NANTIKAN TAMPILAN BARU TOKOHINDONESIA.COM  ► Biografi Jurnalistik  

► The Excellent Biography  ► Database Tokoh Indonesia terlengkap yang tengah dikembangkan menjadi Ensiklopedi Tokoh Indonesia online  ►

Anda seorang tokoh? Sudahkah Anda punya "rumah pribadi" di Plasa Web Tokoh Indonesia?  ► Silakan

kirimkan biografi Anda ke Redaksi Tokoh Indonesia ► Dapatkan Majalah Tokoh Indonesia di

Toko Buku Gramedia, Gunung Agung, Gunung Mulia, Drug Store Hotel-Office & Mall dan Agen-

Agen atau Bagian Sirkulasi Rp.14.000 Luar Jabotabek Rp.15.000 atau Berlangganan

Rp.160.0000 (12 Edisi) ► Segenap Crew Tokoh Indonesia Mengucapkan Selamat Ulang Tahun

Kepada Para Tokoh Indonesia yang berulang tahun hari ini. Semoga Selalu Sukses dan Panjang Umur ►► Selamat datang di situs gudang pengalaman ENSIKONESIA (ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA) ► Thank you for visiting the

Page 11: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

experience site  ► NANTIKAN TAMPILAN BARU TOKOHINDONESIA.COM  ► Biografi Jurnalistik   ► The Excellent Biography  ► Database Tokoh Indonesia terlengkap yang tengah dikembangkan menjadi Ensiklopedi Tokoh Indonesia online  ► Anda seorang tokoh? Sudahkah Anda punya "rumah pribadi" di Plasa Web Tokoh Indonesia?  ► Silakan kirimkan biografi Anda ke Redaksi Tokoh Indonesia ► Dapatkan Majalah Tokoh Indonesia di Toko Buku Gramedia, Gunung Agung, Gunung Mulia, Drug Store Hotel-Office & Mall dan Agen-Agen atau Bagian Sirkulasi Rp.14.000 Luar Jabotabek Rp.15.000 atau Berlangganan Rp.160.0000 (12 Edisi) ► Segenap Crew Tokoh Indonesia Mengucapkan Selamat Ulang Tahun Kepada Para Tokoh Indonesia yang berulang tahun hari ini. Semoga Selalu Sukses dan Panjang Umur ►

web tokohindonesia Amir Hamzah, Tengku (1911-1946)

Sastrawan Pujangga Baru 

Tokoh Indonesia 28/02/2009: Amir Hamzah lahir sebagai seorang manusia penyair pada 28 Februari 1911 di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara. Ia seorang sastrawan Pujangga Baru. Pemerintah menganugerahinya Pahlawan Nasional. Anggota keluarga kesultanan Langkat bernama lengkap Tengku Amir Hamzah Indera Putera, ini wafat di Kuala Begumit, 20 Maret 1946 akibat revolusi sosial di Sumatera Timur.

 

Sebagai seorang keluarga istana (bangsawan), ia memiliki tradisi sastra yang kuat. Menitis dari ayahnya, Tengku Muhammad Adil, seorang pangeran di Langkat, yang sangat mencintai sejarah dan sastra Melayu. Sang Ayah (saudara Sultan Machmud), yang menjadi wakil sultan untuk Luhak Langkat Bengkulu dan berkedudukan di Binjai, Sumatra Timur, memberi namanya Amir Hamzah adalah karena sangat mengagumi Hikayat Amir Hamzah.

Sejak masa kecil, Amir Hamzah sudah hidup dalam suasana lingkungan yang menggemari sastra dan sejarah. Ia bersekolah di Langkatsche School (HIS), sekolah dengan tenaga pengajar orang-orang Belanda. Lalu sore hari, ia belajar mengaji di

Page 12: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

Maktab Putih di sebuah rumah besar bekas istana Sultan Musa, di belakang Masjid Azizi Langkat.

 

Setamat HIS, Amir melanjutkan studi ke MULO di Medan, tapi tidak sampai selesai. Ia pindah ke MULO di Jakarta. Di Jawa perkembangan kepenyairannya makin terbentuk. Apalagi sejak  sekolah di Aglemeene Middelbare School (AMS) jurusan Sastra Timur di Solo, Amir menulis sebagian besar sajak-sajak pertamanya. Di sini ia memperkaya diri dengan kebudayaan modern, kebudayaan Jawa, dan kebudayaan Asia lainnya.

 

Kegemaran dan kepiawian menulis saja itu berlanjut hingga saat ia melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta. Dalam kumpulan sajak Buah Rindu yang ditulis antara tahun 1928 dan t1935, tapak perubahan lirik pantun dan syair Melayunya menjadi sajak yang lebih modern.

Tahun 1931, ia telah memimpin Kongres Indonesia Muda di Solo. Pergaulannya dengan para tokoh pergerakan nasional itu telah mewarnai dunia kesusasteraannya. Sebagai sastrawan dan melalui karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia, Amir telah memberikan sumbangan besar dalam proses perkembangan dan pematangan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional Indonesia. Dalam suratnya kepada Armijn Pane pada bulan November 1932, ia menyebut bahasa Melayu adalah bahasa yang molek.

Bagi Amir, Bahasa Indonesia adalah simbol dari kemelayuan, kepahlawanan dan keislaman. Hal ini tercermin dari syair-syair Amir yang merupakan refleksi dari relijiusitas, dan kecintaannya pada ibu pertiwi serta kegelisahan sebagai seorang pemuda Melayu.

Secara keseluruhan ada sekitar 160 karya Amir yang berhasil dicatat. Di antaranya 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris asli, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa asli dan 1 prosa terjemahan. Karya-karyanya tercatat dalam kumpulan sajak Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, Setanggi Timur dan terjemah Baghawat Gita.

 

Ia memang seorang penyair hebat. Perintis kepercayaan diri para penyair nasional untuk menulis karya sastra dalam bahasa Indonesia, sehingga semakin meneguhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Amir seorang enyair besar Pujangga Baru, yang kepenyairannya membuat Bahasa Melayu-Indonesia mendapat suara dan lagu yang unik yang terus dihargai hingga saat ini. Ia penyair yang tersempurna dalam bahasa Melayu-Indonesia hingga sekarang.

 

Page 13: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

Amir adalah tiga sejoli bersama Armijn Pane dan SutanTakdir Alisyahbana, yang memimpin Pujangga Baru. Mereka mengelola majalah yang menguasai kehidupan sastera dan kebudayaan Indonesia dari tahun 1933 hingga pecah perang dunia kedua. 

Pemerintah RI kemudian mengapresiasi jasa dan sumbangsih Amir Hamzah ini dengan menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1975.

 

Selain itu, penghargaan atas jasa Amir Hamzah terlihat dari penggunaan namanya sebagai nama gedung pusat kebudayaan Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, dan nama masjid di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. 

Namun akhir hidup penyair yang juga pengikut tarekat Naqsabandiyah ini ternyata berakhir tragis. Setelah pada 29 Oktober 1945, Amir diangkat menjadi Wakil Pemerintah Republik Indonesia untuk Langkat yang berkedudukan di Binjai (saat itu Amir adalah juga Pangeran Langkat Hulu di Binjai), kemudian terjadi revolusi sosial pada Maret 2006. Sasarannya adalah keluarga bangsawan yang dianggap feodal dan kurang memihak kepda rakyat, termasuk Amir Hamzah.

 

Amir Hamzah meninggal akibat revolusi sosial di Sumatera Timur itu, justru pada awal kemerdekaan Indonesia. Kala itu, ia hilang tak tentu rimbanya. Mayatnya ditemukan di sebuah pemakaman massal yang dangkal di Kuala Begumit. Konon, ia tewas dipancung hingga tewas tanpa proses peradilan pada dinihari, 20 Maret 1946, dalam usia yang relaif mati muda, 35 tahun. Ia dimakamkan di pemakaman mesjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat. Di makamnya terukir dua buah syairnya.

 

Pada sisi kanan batu nisan, terpahat bait sajak;

Bunda, waktu tuan melahirkan betaPada subuh embang cempakaAdalah ibu menaruh sangkaBahwa begini peminta anakda

Tuan aduhai mega berarakYang meliputi dewangga rayaBerhentilah tuan di atas teratakAnak Langkat musafir lata

Pada sisi kiri batu nisannya, terpahat ukiran bait sajak:

Page 14: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

Datanglah engkau wahai mautLepaskan aku dari nestapaEngkau lagi tempatku berpautDi waktu ini gelap gulita

Sampaikan rinduku pada adindaBisikkan rayuanku pada juitaLiputi lututnya muda kencanaSerupa beta memeluk dia

 

Apa kesalahannya sehingga ia diperlakukan seperti itu? 'Kesalahannya' hanya karena ia lahir dari keluarga istana. Pada saat itu sedang terjadi revolusi sosial yang bertujuan untuk memberantas segala hal yang berbau feodal dan feodalisme. Banyak para tengku dan bangsawan istana yang dibunuh saat itu, termasuk Amir Hamzah.  ►tsl

 

*** TokohIndonesia.Com (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) 

Referensi:

- Abrar Yusra (ed), 1996. Amir Hamzah--1911-1946: Sebagai Manusia dan Penyair. Jakarta: Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin.- http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/hamzah.html

- http://personage.melayuonline.com/?a=UlZWL29QTS9VenVwRnRCb20%3D= - http://id.shvoong.com/social-sciences/1686930-amir-hamzah/- Amir Hamzah Penyair Besar Antara Dua Zaman oleh: Sutan Takdir Alisjahbana

- Wikipedia

Amir Hamzah 

 

Page 15: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

 

Dalam diri seorang penyair, ada dua aspek yang sering

diperbincangkan, yaitu realitasnya sebagai seorang manusia, dan

kapasitasnya sebagai seorang penyair. Dua realitas ini berjalan seiring,

saling mempengaruhi dan saling menjelaskan. Semua penyair adalah

manusia, namun, tidak semua manusia menjadi penyair. Amir Hamzah

adalah seorang manusia penyair. Karena kepenyairannya, ia menjadi

terkenal sebaliknya, karena sisi kemanusiaannya yang terlahir sebagai

seorang anggota keluarga kesultanan Langkat, ia kemudian dibunuh.

 

Ia terlahir sebagai putera dari seorang keluarga istana, sebuah posisi

politik yang tidak selamanya menguntungkan. Sebab ia tak kuasa

untuk memilih, apalagi menolak, apakah menjadi bagian dari rakyat

jelata, atau bangsawan istana. Lahir pada 28 Januari 1911 di Tanjung

Pura, Langkat, Sumatera Utara, Amir tumbuh dan berkembang dalam

suasana harmonis keluarga sultan. Sebagaimana kerajaan Melayu

lainnya, Langkat juga memiliki tradisi sastra yang kuat. Lingkungan

istana inilah yang pertama kali mengenalkan dunia sastra pada

dirinya. Ayahnya, Tengku Muhammad Adil adalah seorang pangeran di

Langkat yang sangat mencintai sejarah dan sastra Melayu. Pemberian

namanya sebagai Amir Hamzah disebabkan ayahnya yang sangat

mengagumi Hikayat Amir Hamzah.

 

Dalam lingkungan yang seperti itulah, kecintaan Amir terhadap

sejarah, adat-istiadat dan kesusasteraan negerinya tumbuh.

Lingkungan Tanjungpura juga sangat mendukung perkembangan

sastra Melayu, mengingat penduduknya kebanyakan berasal dari Siak,

Page 16: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

Kedah, Selangor dan Pattani. Dalam masa pertumbuhannya di

Tanjungpura, ia bersekolah di Langkatsche School, sebuah sekolah

dengan tenaga pengajar orang-orang Belanda. Di sore hari, ia belajar

mengaji di Maktab Putih di sebuah rumah besar bekas istana Sultan

Musa, di belakang Masjid Azizi Langkat. Setelah tamat HIS, Amir

melanjutkan studi ke MULO di Medan. Tidak sampai selesai, ia  pindah

ke MULO Jakarta.

 

Saat umurnya masih 14 tahun. Disamping lingkungan istana Langkat

dan kota Tanjungpura, perkembangan kepenyairan Amir Hamzah juga

banyak dibentuk selama masa belajarnya di Jawa, sejak sekolah

menengah di MULO Jakarta, Aglemeene Middelbare School (AMS)

jurusan Sastra Timur di Solo, hingga Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta.

Semasa studi di Jawa inilah, terutama ketika masih di AMS Solo, Amir

menulis sebagian besar sajak-sajak pertamanya.

 

Pada tahun 1931, ia pernah memimpin Kongres Indonesia Muda di Solo

ia bergaul dengan para tokoh pergerakan nasional dan telah

memberikan sumbangan tak ternilai pada dunia kesusasteraan. Ia

telah memberikan sumbangan tak ternilai dalam proses

perkembangan dan pematangan bahasa Melayu menjadi bahasa

nasional Indonesia, melalui karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa

Indonesia. Menurutnya, bahasa Melayu adalah bahasa yang molek,

yang tertera jelas dalam suratnya kepada Armijn Pane pada bulan

November 1932.

 

Page 17: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

Bahasa Indonesia bagi Amir adalah simbol dari kemelayuan,

kepahlawanan, dan juga keislaman. Syair-syair Amir adalah refleksi

dari relijiusitas, kecintaan pada ibu pertiwi dan kegelisahan sebagai

seorang pemuda Melayu. 

 

Selama hidupnya Amir telah menghasilkan 50 sajak asli, 77 sajak

terjemahan, 18 prosa liris asli, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa asli

dan 1 prosa terjemahan. Secara keseluruhan ada sekitar 160 karya

Amir yang berhasil dicatat. Karya-karya tersebut terkumpul dalam

kumpulan sajak Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, Setanggi Timur dan

terjemah Baghawat Gita. Dari karya-karya tersebutlah, Amir

meneguhkan posisinya sebagai penyair hebat. Amir adalah perintis

yang membangun kepercayaan diri para penyair nasional untuk

menulis karya sastranya dalam bahasa Indonesia, sehingga posisi

bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan semakin kokoh.

 

Penghargaan terhadap jasa dan sumbangsih Amir Hamzah terhadap

bangsa dan negara Indonesia baru diakui secara resmi pada tahun

1975, ketika Pemerintah Orde Baru menetapkannya sebagai Pahlawan

Nasional. Dalam tataran simbolik lainnya, penghargaan dan

pengakuan terhadap jasa Amir Hamzah ini bisa dilihat dari

penggunaan namanya sebagai nama gedung pusat kebudayaan

Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, dan

nama masjid di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

 

Amir Hamzah lahir dan besar di tengah revolusi, dan revolusi juga yang

telah menguburnya. Ia meninggal akibat revolusi sosial di Sumatera

Page 18: Puisi Amir Hamzah Bukan Sastra Sufi

Timur pada bulan Maret 1946, awal kemerdekaan Indonesia. Saat itu,

ia hilang tak tentu rimbanya. Mayatnya ditemukan di sebuah

pemakaman massal yang dangkal di Kuala Begumit. Ia tewas

dipancung tanpa proses peradilan pada dinihari, 20 Maret 1946, ia

meninggal dalam usia yang relaif mati muda, 35 tahun. Kesalahannya

saat itu adalah, ia lahir dari keluarga istana. Karena pada saat itu

sedang terjadi revolusi sosial yang bertujuan untuk memberantas

segala hal yang berbau feodal dan feodalisme. Sebagai korbannya,

banyak para tengku dan bangsawan istana yang dibunuh, termasuk

Amir Hamzah sendiri. Saat ini, di kuburan Amir Hamzah terpahat

ukiran dua buah sajaknya.