ptosis

10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Palpebra Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot dan jaringan fibrosa, yang berfungsi melindungi struktur- struktur mata yang rentan. Palpebra sangat mudah digerakkan karena kulitnya paling tipis diantara kulit di bagian tubuh yang lain. (vaughan) Palpebra berfungsi untuk melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sindar dan pengeringan bola mata. (sidarta) Palpebra terdiri atas palpebra superior dan inferior. Palpebra superior berakhir pada alis mata, dan palpebra inferior menyatu dengan pipi. Palpebra superior lebih besar dan lebih mudah digerakkan dibandingkan palpebra inferior. (vaughn) Di palpebra terdapat rambut halus, yang hanya tampak dengan pembesaran. Di bawah kulit terdapat jaringan aerolar longgar yang bisa mengembang pada kasus edema masif. Muskulus orbikularis okuli melekat pada kulit. Permukaan dalamnya dipersarafi nervus cranilallis fasialis (VII), dan fungsinya adalah untuk menutup palpebra. Otot ini terbagi atas bagian orbital, praseptal, dan pratarsal. Bagian orbital yan terutama berfungsi untuk menutup bola mata dengan kuat, adalah suatu otot sirkular tanpa insersio

Upload: tri-budy-santoso

Post on 28-Nov-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ptosis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Palpebra

Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot dan jaringan fibrosa, yang

berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebra sangat mudah digerakkan

karena kulitnya paling tipis diantara kulit di bagian tubuh yang lain. (vaughan) Palpebra

berfungsi untuk melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang

membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang

berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sindar dan pengeringan bola

mata. (sidarta)

Palpebra terdiri atas palpebra superior dan inferior. Palpebra superior berakhir pada alis

mata, dan palpebra inferior menyatu dengan pipi. Palpebra superior lebih besar dan lebih

mudah digerakkan dibandingkan palpebra inferior. (vaughn)

Di palpebra terdapat rambut halus, yang hanya tampak dengan pembesaran.

Di bawah kulit terdapat jaringan aerolar longgar yang bisa mengembang pada kasus

edema masif.

Muskulus orbikularis okuli melekat pada kulit. Permukaan dalamnya dipersarafi nervus

cranilallis fasialis (VII), dan fungsinya adalah untuk menutup palpebra. Otot ini terbagi

atas bagian orbital, praseptal, dan pratarsal. Bagian orbital yan terutama berfungsi untuk

menutup bola mata dengan kuat, adalah suatu otot sirkular tanpa insersio temporal. Otot

preseptal dan pratarsal memiliki caput mdial superfisial dan profundus yng berperan

dalam pemompaan air mata.

Persarafan Sensoris

Persarafan sensoris palpebra berasal dari divisi pertama dan kedua nervus trigeminus (V).

Nervus lacrimallis, supraorbitalis, supratrochealis, infrarochlearis, dan nasalis eksterna adalah

cabang-cabang divisi oftalmika nervus kranial kelima. Nervus infraorbitalis,

zygomaticofasialis, dan zygomaticotemporalis merupakan cabang-cabang divisi maksilaris

(kedua) nervus trigeminus. (vaughn)

Pembuluh Darah dan Limfe

Pasokan darah palpebra datang dari arteria lacrimalis dan oftalmika melalui cabang-cabang

palpebra lateral dan medialnya. Anastomosis di antara arteria palpebralis lateralis dan

medialis membentuk cabang-cabang tarsal yang terletak di dalam jaringan areolar

submuskular.

Page 2: ptosis

Drainase vena dari palpebra mengalir ke dalam vena oftalmika dan vena-vena yang

membawa darah dari dahi dan temporal. Vena-vena ini tersusun dalam pleksus pra dan

pascatarsal.

Pembuluh limfe segmen lateral palpebra berjalan dari dalam kelenjar getah bening ke dalam

kelenjar getah bening preaurikular dan parotis. Pembuluh linfe dari sisi medial palpebra

mengalirkan isinya ke dalam kelenjar getah bening.

2.2. Blefaroptosis

Blefaroptosis, atau yang lebih sering disebut “ptosis”, adalah posisi satu atau kedua

palpebra superior dianggap terlalu rendah dengan keadaan dimana kelopak mata atas tidak

dapat diangkat atau terbuka sehingga celah kelopak mata menjadi lebih kecil dibandingkan

dengan keadaan normal. Posisi normal palpebra superior adalah di pertengahan antara limbus

superior dan tepi atas pupil. (Vaughan dan sidarta)

Keadaan ini terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi muskulus levator palpebra,

lumpuhnya saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan

penyokong bola mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau

enoftalmos. (sidarta)

Penyebab ptosis adalah kelainan kongenital atau didapat (acquired ptosis). Bila ptosis

tersebut kongenital, biasanya terjadi pada kedua mata atau bilateral dan biasanya disebabkan

oleh kelainan pada saraf okulomor. Namun pada acquired ptosis biasanya mata yang terkena

hanya satu atau unilateral. Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan faktor neural, muskular,

atau mekanikal. (ptosis crutch)

2.3. Epidemiologi

Blefaroptosis dapat terjadi pada semua usia, namun belum ada cukup data statistik

mengenai prevalensi dan insiden dari ptosis secara global. Tidak diketahui predileksi etnik

ataupun jenis kelamin untuk peyakit ini. Namun, sudah ada beberapa studi epidemiologi

menganai ptosis. Penelitian yang dilakukan oleh Baiyeroju dkk, di sebuah sekolah dan klinik

di Nigeria, memeriksa 25 kasus blefaroptosis selama lima tahun dan mendapatkan 52% dari

pasien berusia kurang dari 16 tahun, sementara 8% merupakan pasien dengan usia lebih dari

50 tahun. Terdapat perbandingan rasio 1:1 antara pria dan wanita pada penelitian dengan

mayoritas pasien (68%) mengalami ptosis unilateral. Penyebab tersering dari blefaroptosis

pada penelitian tersebut adalah kongenital (56% dari pasien). Ptosis menjadi lebih mudah

dikenali pada populasi lanjut usia, biasanya setelah ekstraksi katarak atau pergantian lensa.

Page 3: ptosis

Hal ini mungkin diakibatkan karena pelonggaran atau terganggunya muskulus levator

palpebra ketika palpebra superior ditarik dengan menggunakan spekulum saat

berlangsungnya operasi. (22)

2.4. Klasifikasi

Klasifikasi penting agar pengobatan memadai. Skema Beard yang direvisi (Tabel 1) berusaha

menggolongkan ptosis menurut etiologinya.

Tabel 1: Klasifikasi ptosis Beard yang direvisi.

Kelainan perkembangan levator

Simpleks

Dengan kelemahan rectus superior

Ptosis miogenik lain

Sindrom blefarofimosis

Oftalmoplegia eksternal progresif kronik

Sindrom okulofaringeal

Distrofi muskular progresif

Miastenia gravis

Fibrosis kongenital otot-otot ekstraokuler

Ptosis aponeurotik

Ptosis senilis

Ptosis herediter berkembang-lambat

Stres atau trauma pada aponeurosis levator

Setelah operasi katarak

Setelah trauma lokal lain

Blefarokalasis

Berhubungan dengan kehamilan

Berhubungan dengan pnyakit Graves

Ptosis neurogenik

Ptosis akibat lesi pada nervus oculomotorius

Oftalmoplegia pascatrauma

Ptosis akibat “misdirected” nervus ketiga

Marcus Gunn jaw-winking syndrome

Sindrom Horner

Page 4: ptosis

Migrain oftalmoplegik

Sklerosis multipel

Ptosis mekanis

Tampak ptosis

Karena tidak adanya penyangga di bagian posterior palpebra

Karena hipotropia

Karena dermatokalasis

a. Kelainan Perkembangan Levator

Ptosis akibat kelainan perkembangan levator adalah akibat distrofi setempat pada otot

levator yang mempengaruhi kontraksi dan relaksasi serat-serat otot tersebut. Ptosis berada

pada posisi memandang primer; terdapat pengurangan gerak palpebra saat pasien memandang

ke atas dan gangguan peutupan saat melihat ke bawah. Keterlambatan gerak palpebra saat

memandang ke bawah adalah petunjuk penting diagnosis kelainan perkembangan levator.

Kelainan mata lain, seperti strabismus, kadang-kadang menyertai kelainan bentuk ptosis

kongenital ini. pada 25% kasus, musculus rectus superior mengalami perubahan distrofi yang

sama seperti levator, yang berakibat kelemaha pandangan ke atas. Kelainan ini harus

dikenali. Keberhasilan tindakan bedah pada kelainan yang disertai kelemahan rectus superior

ini ditentukan oleh reseksi yang lebih panjang pada levator.

Kelainan perkembangan levator harius dibedakan dari bentuk ptosis yang lain, hal ini

tidak selalu didapatkan dari anamnesis. Ptosis neurogenik dan ptosis miogenik lain bisa

ditemukan sejak lahir. Penerapan prinsip-prinsip bedah yang ditujukan bagi kelainan

perkembangan levator pada pasien dengan kedua jenis ptosis tersebut akan menghasilkan

koreksi yang berlebihan.

b. Jenis Ptosis Miogenik Lain

Blefarofimosis mencakup 5% kasus ptosis kogenital. Fungsi levator yang buruk dan ptosis

yang berat disertai dengan terlekantus, lipat epikantus, dan ektropion sikatrikal pada palpebra

inferior. Keadaan ini bersifat familial.

Oftalmoplegia eksternal progresif kronik, sejenis sitopati mitokondrial, adalah suatu penyakit

neuromuskular progresif lambat, yang biasanya mulai di pertengahan kehidupan. Walaupun

berhubungan dengan delesi pada DNA mitokondria, penyakit ini biasanya lebih bersifat

sporadik daripada herediter. Seluruh otot ekstraokuler, termasuk levator, dan otot-otot

ekspresi wajah terkena secara berangsur-angsur. Berbagai variasi gangguan neurodegeneratif

Page 5: ptosis

lain mungkin ditemukan. Pada sindrom Kearnssayre, tanda-tanda oftalmoplegia yaitu

retinopati pigmentasi dan blokade jantung ditemukan sebelum usia 15 tahun.

Distrofi okulofaringeal, suatu penyakit autosomal dominan pada individu keturunan Perancis-

Kanada, kebanyakan bermanifestasi dalam bentuk disfagia, tetapi dapat juga berupa

kelemahan otot wajah, ptosis, dan biasanya oftalmoplegia ringan. Ptosis dan kelemahan

wajah dapat pula ditemukan pada distrofi miotonik. Temuan lainnya adalah katarak, kelainan

pupil, botak di bagian frontal, atrofi testis, dan diabetes.

Ptosis yang berkaitan dengan fibrosis kongenital otot ekstraokular yang langka dan kadang-

kadang familial mungkin bersifat unilateral.

Ptosis dan diplopia sering terjadi pada miastenia gravis; salah satu atau keduanya merupakan

manifestasi awal yang sering ditemukan pada miastenia bentuk ocular maupun generalisata.

Musculus orbicularis oculi sering kali ikut terlibat. Kadang-kadang dijumpai kedutan

palpebra Cogan – saat mata bergerak cepat dari pandangan ke bawah ke posisi primer,

palpebra superior akan berkedut ke atas. Kelelahan palpebra, berupa memberatnya ptosis

setelah lama memandang ke atas, merupakan tanda yang lebih konsisten ditemukan. Ptosis

pulih dengan beristirahat atau dengan pemaikan es setempat. Diagnosis da[at dipastikan

dengan pemberian endrophonium intravena, yang secara temporer memulihkan blokade taut

neuromuskular yang mendasari kelemahan itu. Hal-hal yang bisa berguna untuk diagnosis,

antara lain: elektromiografi (EMG), terutama pada penelitian serat tunggal orbicularis oculi

kasus miastenia okular, atau adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AchR) di sirkulasi

atau muscle-spesific kinase (MuSK).

Penanganan medis dengan agen anti-kolinestrase, obat steroid sistemik, atau imunosupresan

lain biasanya efektif. Timektomi mungkin bermanfaat pada kasus-kasus tertentu.

c. Ptosis Aponeuretik

Suatu bentuk umum ptosis miogenik yang terjadi pada usia lanjut dan disebabkan oleh

disinsersi parsial atau putusnya aponeurosis levator dari lempeng tarsus. Umumnya, terdapat

“sisa” perlekatan ke tarsus yang memadai untuk mempertahankan pengangkatan palpebra

saat melihat ke atas. Tersisanya perlekatan aponeurosis levator (yang tertarik ke belakang) ke

kulit dan otot orbicularis menghasilkan lipatan palpebra yang sangat tinggi. Bisa juga terjadi

penipisan palpebra. Ptosis yang berhubungan dengan trauma, termasuk pascaoperasi mata,

blefarokalasis, kehamilan, dan penyakit Graves, biasanya juga disebabkan oleh disinsersi

aponeurosis levator. Varian herediter dikenal sebagai “ptosis herediter yang berkembang

lambat”.

d. Ptosis Neurogenik

Page 6: ptosis

Pada sindrom Marcus-Gunn (jaw-winking phenomenon), ptosis berkurang saat mandibula

terbuka atau saat mandibula berdeviasi ke sisi yang berlwanan; terjadi karena otot levatir

yang mengalami ptosis dipersarafi oleh cabang-cabang motorik nervus oculomotorius.

Kelumpuhan oculomotorius kongenital atau akibat trauma bisa dipersulit dengan

regenerasi aberan, menimbulkan gerakan-gerakan tak teratur bola mata, palpebra, dan pupil,

speerti elevasi palpebra saat melihat ke bawah. Palpebra yang menutup total pada masa

kanak-kanak akan menimbulkan ambliopia deprivasional, kecuali jika ptosisnya dikoreksi.

Apabila penyebabnya adalah paralisis nervus oculomotorius, ambliopia strabismus juga akan

berkembang, kecuali jika ditangani sungguh-sungguh sejak dini.

Paralisis otot Muller hampur selalu berkaitan dengan sindrom Horner dan biasanya

didapa. Ptosisnya jarang lebih dari 2 mm, dan ambliopia tidak pernah terjadi.

e. Ptosis Mekanis

Palpebra superior terhalang untuk membuka sempurna karena efek massa suatu

neoplasma atau efek tambatan akibat terbentuknya parut. Pemendekan horizontal yang

berlebihan pada palpebra superior merupakan penyebab umum ptosis mekanis. Bentuk

lainnya yaitu yang terlihat pasca-enukleasi; tidak adanya bola mata sebagai penunjang levator

membuat palpebra jatuh.

f. Tampak Ptosis

Hipotropian dapat memberikan gambaran ptosis. Ketika mata melihat ke bawah, palpebra

superior turun lebih jauh daripada palpebra inferior. Fissura palpebra yang menyempit dan

palpebra superior yang ptosis tampak jauh lebih jelas daripada bola mata yang hipotropik.

Namun, penutupan sebelah mata akan mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Pada

dermatokalasis berat, kulit dan suatu lipatan orbicularis pratarsal dapat “menyembunyikan”

tepian palpebra dan mengesankan tampilan blefaroptosis.