pterigium

29
BAB I PENYAJIAN KASUS I. IDENTITAS Nama : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 74 tahun Alamat : Klender Pekerjaan : IRT Tanggal Masuk RS : 27 Februari 2015 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Mata kiri buram Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RS dengan keluhan mata kiri buram sejak 3 bulan yang lalu. Selain buram pasien merasakan mata kiri terasa perih dan kadang-kadang terlihat merah. Pasien juga merasakan mata kiri terasa mengganjal. Pasien menyangkal adanya gatal, kotoran pada mata, dan berair. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Hipertensi (+). Diabetes Mellitus disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga 1

Upload: annurianisa-luhur-pekerti

Post on 17-Jan-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: PTERIGIUM

BAB I

PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 74 tahun

Alamat : Klender

Pekerjaan : IRT

Tanggal Masuk RS : 27 Februari 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Mata kiri buram

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RS dengan keluhan mata kiri buram sejak 3 bulan

yang lalu. Selain buram pasien merasakan mata kiri terasa perih dan

kadang-kadang terlihat merah. Pasien juga merasakan mata kiri terasa

mengganjal. Pasien menyangkal adanya gatal, kotoran pada mata, dan

berair.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.

Hipertensi (+). Diabetes Mellitus disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga OS yang mengeluhkan hal yang sama

Riwayat Psikososial

OS setiap hari hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Riwayat Pengobatan

Sebelumnya OS tidak berobat ke dokter, hanya memberikan tetes

mata yang di jual bebas.

1

Page 2: PTERIGIUM

III. STATUS OFTALMOLOGIKUS

OD OS

Kedudukan / Gerak Bola Mata : Orthophoria ODS

Benjolan (-), udem (-),

Hiperemis (-), NT (-)

Palpebra Benjolan (-), udem (-),

Hiperemis (-), NT (-)

Tarsal : hiperemis (-),

folikel (-), membrane(-)

Bulbi : Injeksi (-),

jaringan fibrovaskular (-)

Konjungtiva Tarsal : hiperemis (-),

folikel (-), membrane(-)

Bulbi : Injeksi siliar (+),

jaringan fibrovaskular dari

nasal dengan puncak pada

limbus kornea dengan

panjang ± 5 mm

Infiltrat (-), sikatriks (-) Cornea Infiltrat (-), sikatriks (-)

Kedalaman sedang,

hipopion(-), hifema (-)

C.O.A Kedalaman sedang,

hipopion(-), hifema (-)

Warna coklat, sinekia (-) Iris Warna coklat, sinekia (-)

Bulat, regular, diameter 3

mm, RC (+)

Pupil Bulat, regular, diameter 3

mm, RC (+)

Katarak imatur Lensa Pseudopakia

(tidak dapat dilihat) Vitreous Humor (tidak dapat dilihat)

Visus dan Refraksi

OD : 6/40

OS : 6/40

2

Page 3: PTERIGIUM

IV. RESUME

Ny. S, usia 74 tahun, datang dengan keluhan buram pada mata kiri sejak 3

bulan yang lalu. Pasien juga merasa mata kiri terasa perih dan kadang-kadang

terlihat merah. Pasien juga merasa mengganjal pada mata kiri.

Pada pemeriksaan oftalmologikus ditemukan adanya jaringan

fibrovaskular dari nasal dengan puncak pada limbus kornea mata kiri dengan

panjang ± 5 mm, berwarna merah muda. Visus Os 6/40.

V. DIAGNOSIS : Pterigium Stadium II Okulus Sinistra

VI. DIAGNOSIS BANDING:

Pseudopterigium

VII. RENCANA PEMERIKSAAN :

Tes sonde

Tes fluoresein

VIII. TERAPI:

Non Medikamentosa : Memakai pelindung mata (mis. Kaca mata)

Medikamentosa

1. Obat

Over-the-counter (OTC) artificial tears/topical lubricating drops

Tetes mata Anti-inflamasi : Prednisolone acetate 1%

2. Operasi

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

3

Page 4: PTERIGIUM

BAB II

PEMBAHASAN

I. ANATOMI

Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak

mata bagian belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui

konjungtiva. Konjungtiva inimengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel

goblet.2

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar

digerakkan dari tarsus.

Konjungtiva bulbi, menutupi sclera dan mudah digerakan dari sclera

dibawahnya.

Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal

dengan konjungtiva bulbi. 2

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar

dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. 2

4

Page 5: PTERIGIUM

 Anatomi kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus

cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan. 2

Kornea terdiri dari lima lapis, yaitu :

1. Epitel

Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang

saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke

depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel

gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel

poligonal di depanya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini

menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan

barrier.

epitel berasal dari ektoderm permukaan.2

2. Membran Bowman

Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan

kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari

bagian depan stroma.

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.2

3. Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu

dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang

di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali

serat kolagen memakan waktu yang lama yang kadang-kadang sampai

15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan

fibroblas terletak di antara seratkolagen stroma. Diduga keratosit

membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio

atau sesudah trauma.2

4. Membrane descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea dihasilkan selendotel dan merupakan membran basalnya.

5

Page 6: PTERIGIUM

Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai

tebal 40µm.2

5. Endotel

Berasal dari mesotellium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-

40µm. endotel melekat pada membrane descement melalui

hemidesmosom dan zonula okluden.2

Kornea dipersyarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari

saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan

suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane bowman

melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada

kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin

ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah

limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.2

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan

system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi

edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenarasi.2

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola

mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana

40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh

kornea.2

6

Page 7: PTERIGIUM

II. PTERIGIUM

Definisi

Menurut kamus kedokteran Dorland, pterygium adalah bangunan mirip

sayap, khususnya untuk lipatan selaput berbentuk segitiga yang abnormal

dalam fisura interpalpebralis, yang membentang dari konjungtiva ke kornea,

bagian puncak (apeks) lipatan ini menyatu dengan kornea sehingga tidak dapat

digerakkan sementara bagian tengahnya melekat erat pada sclera, dan

kemudian bagian dasarnya menyatu dengan konjungtiva. 12

Menurut American Academy of Ophthalmology, pterygium adalah

poliferasi jaringan subconjunctiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah)

nasal konjuntiva bulbar yang berkembang menuju kornea hingga akhirnya

menutupi permukaannya. 13

Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk

segitiga, mirip daging yang menjalar ke kornea, pertumbuhan fibrovaskular

konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif .2

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada

lokasi geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang

dari 2% untuk daerah diatas 40olintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis

lintang 28-36o. Terdapat hubungan antara peningkatan prevalensi dan daerah

yang terkena paparan ultraviolet lebih tinggi di bawah garis lintang. Sehingga

dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di lintang atas dan peningkatan

relatif angka kejadian di lintang bawah.3

7

Page 8: PTERIGIUM

Mortalitas/Morbiditas

Pterygium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam

fungsi visual atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi

inflamasi sehingga menyebabkan iritasi okuler dan mata merah.3

Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :

1. Jenis Kelamin

Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih

banyak dibandingkan wanita.3

2. Umur 

Jarang sekali orang menderita pterygium umurnya di bawah 20 tahun.

Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang

tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40tahun dilaporkan

mempunyai insidensi pterygium yang paling tinggi.3

Etiologi

Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar

matahari, dan udara panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga

merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi.2

Pterygium diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet,

pengeringan dan lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang

menyebabkan pertumbuhan pterygium antara lain uap kimia, asap, debu dan

benda-benda lain yang terbang masuk ke dalam mata. Beberapa studi

menunjukkan adanya predisposisi genetik untuk kondisi ini. 12

Patofisiologi

Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak

dengan ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan

pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.6

Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai

kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan

kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal,

kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior.6

8

Page 9: PTERIGIUM

Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang

lebih banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di

samping kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra

violet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian

nasal konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium dibandingkan dengan

bagian temporal.6

Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik  kolagen

dan proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium,

Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan

basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat

dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang

sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase.3

Histologi, pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi

subepitel yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E

. Berbentuk ulat atau degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing

bergelombang dari jaringan yang degenerasi. Pemusnahan lapisan Bowman

oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal,

tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering

menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.9

9

Page 10: PTERIGIUM

Gejala Klinis

Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering

tanpa keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering

dialami pasien antara lain:

mata sering berair dan tampak merah

merasa seperti ada benda asing

timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium

tersebut, biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme

irreguler sehingga mengganggu penglihatan

pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan

aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun.10

Pemeriksaan Fisik  

Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata

(sclera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan

kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat

dari iritasi dan peradangan.11

A. Cap: Biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast , menginvasi dan

menghancurkan lapisan bowman pada kornea

B. Whitish: Setelah cap, lapisan vaskuler tipis yang menginvasi kornea

C. Badan: Bagian yang mobile dan lembut, area yang vesikuler pada konjunctiva bulbi, area paling ujung

10

Page 11: PTERIGIUM

Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke

kornea dan badan. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan

bagian kornea yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi

menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson ):

Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak

lebih dari 2 mm melewati kornea

Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak

melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter

pupil sekitar 3-4 mm)

Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil

sehingga mengganggu penglihatan.10

Diagnosa

Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah

satu atau kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi

ini mungkin telah ada selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar

perlahan-lahan, pada akhirnya menyebabkan penglihatan terganggu,

ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi. Sensasi benda asing dapat

dirasakan, dan mata mungkin tampak lebih kering dari biasanya. penderita juga

dapat melaporkan sejarah paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau

partikel debu.11

Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visus

terpengaruh. Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk

memvisualisasikan pterygium tersebut.11 Dengan menggunakan sonde

di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat dilalui oleh sonde seperti

pada pseudopterigium.10

Diagnosa Banding

1. Pinguekula 

Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang

berwarna kekuningan.6

11

Page 12: PTERIGIUM

2. Pseudopterigium

Pterigium umumnya didiagnosis banding dengan

pseudopterigium yang merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh

karena ulkus kornea. Pada pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk

di antara konjungtiva dan kornea.

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan

kornea yang cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan

dari ulkus kornea, dimana konjungtiva tertarik dan menutupi kornea.

Pseudopterigium dapat ditemukan dimana saja bukan hanya pada fissura

palpebra seperti halnya pada pterigium. Pada pseudopterigium juga dapat

diselipkan sonde di bawahnya sedangkan pada pterigium tidak. Pada

pseudopterigium melalui anamnesa selalu didapatkan riwayat adanya

kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea. Selain

pseudopterigium, pterigium dapat pula didiagnosis banding dengan pannus

dan kista dermoid.6

12

Page 13: PTERIGIUM

Beda pterigium dengan pseudopterigium

Pterigium Pseudopterigium

Sebab Proses degeneratif Reaksi tubuh

penyembuhan dari luka

bakar, GO, difteri, dll.

Sonde Tak dapat dimasukkan di

bawahnya

Dapat dimasukkan

dibawahnya

Kekambuhan Residif Tidak

Usia Dewasa Anak

Terapi

1. Konservatif 

Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-

2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata

kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.

Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan

pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan

pada kornea.10

2. Bedah

Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi

pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian

konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva

yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka

kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan

hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal

mungkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C

(MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat

komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.10

13

Page 14: PTERIGIUM

A. Indikasi Operasi

1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi

pupil

3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan

silau karena astigmatismus

4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.6

B. Teknik Pembedahan

Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah

kekambuhan, dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus

ke kornea. Banyak teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada

yang diterima secara universal karena tingkat kekambuhan yang

variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah

langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih

untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya.

Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut

yang minimal dan halus dari permukaan kornea.1

1. Teknik Bare Sclera

Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara

memungkinkan sclera untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan

tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah didokumentasikan

dalam berbagai laporan.1

2. Teknik Autograft Konjungtiva

Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan

setinggi 40 persen pada beberapa studi prospektif. Prosedur ini

melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva

bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di

eksisi pterygium tersebut. Komplikasi jarang terjadi, dan untuk

hasil yang optimal ditekankan pentingnya pembedahan secara

hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva dan penerima,

manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari

14

Page 15: PTERIGIUM

grafttersebut. LawrenceW. Hirst, MBBS, dari Australia

merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk eksisi

pterygium dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah

dengan teknik ini.1

3. Cangkok Membran Amnion

Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk

mencegah kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari

penggunaan membran amnion ini belum teridentifikasi, sebagian

besar peneliti telah menyatakan bahwa itu adalah membran

amnion berisi faktor penting untuk menghambat peradangan dan

fibrosis dan epithelialisai. Sayangnya, tingkat kekambuhan sangat

beragam pada studi yang ada,diantara 2,6 persen dan 10,7 persen

untuk pterygia primer dan setinggi 37,5 persen

untuk kekambuhan pterygia. Sebuah keuntungan dari teknik ini

selama autograft konjungtiva adalah pelestarian bulbar

konjungtiva. Membran Amnion biasanya ditempatkan di atas

sklera , dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma

menghadap ke bawah. Beberapa studi terbaru telah menganjurkan

penggunaan lem fibrin untuk membantu cangkok membran

amnion menempel jaringan episcleral dibawahnya. Lemfibrin

juga telah digunakan dalam autografts konjungtiva.1

C. Terapi Tambahan

Tingkat kekambuhan tinggi yang terkait dengan operasi terus menjadi

masalah, dan terapi medis demikian terapi tambahan telah dimasukkan

ke dalam pengelolaan pterygia. Studi telah menunjukkan bahwa

tingkat rekurensi telah jatuh cukup dengan penambahan terapi ini,

namun ada komplikasi dari terapi tersebut.1

 

MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena

kemampuannya untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan

15

Page 16: PTERIGIUM

iradiasi beta. Namun, dosis minimal yang aman dan efektif belum

ditentukan. Dua bentuk MMC saat ini digunakan: aplikasi

intraoperative MMC langsung ke sclera setelah eksisi pterygium, dan

penggunaan obat tetes mata MMC topikal setelah operasi. Beberapa

penelitian sekarang menganjurkan penggunaan MMC hanya

intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.1

 

Beta iradiasi juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan,

karena menghambat mitosis pada sel-sel dengan cepat dari pterygium,

meskipun tidak ada data yang jelas dari angka kekambuhan yang

tersedia. Namun, efek buruk dari radiasi termasuk nekrosis scleral ,

endophthalmitis dan pembentukan katarak, dan ini telah mendorong

dokter untuk tidak merekomendasikan terhadap penggunaannya.1

Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan

dengan pemberian:

1. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama

5 hari, bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1

tetes/hari kemudian tappering off sampai 6minggu.

2. Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari,

diberikan bersamaan dengan salep mata dexamethasone.

3. Sinar Beta.

4. Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1

tetes/ 3 jam selama 6minggu, diberikan bersamaan dengan salep

antibiotik Chloramphenicol, dan steroidselama 1 minggu.6

Komplikasi

1. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut

Gangguan penglihatan

Mata kemerahan

Iritasi

Gangguan pergerakan bola mata.

16

Page 17: PTERIGIUM

Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea

Dry Eye sindrom. 3

2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:

Infeksi

Ulkus kornea

Graft konjungtiva yang terbuka

Diplopia

Adanya jaringan parut di kornea. 3

Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan.

Eksisi bedah memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka

ini bisa dikurangi sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva

atau transplant membran amnion pada saat eksisi.3

Pencegahan

Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah seperti

nelayan, petani yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet

dianjurkan memakai kacamata pelindung sinar matahari.6

Follow up

Menilai adanya komplikasi post operasi, seperti diplopia akibat

terpotongnya musculus rectus oculi medial, ditemukan adanya perforasi

kornea, penilaian strabismus dari gerakan bola mata, pada graft konjuntivanya

ada yang terbuka atau tidaknya, dan tanda-tanda peradangan pada intraokuler

akibat otot terpotong.14

Prognosis

Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis

baik. Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes

mata atau beta radiasi.6

Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik.

Prosedur yang baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari

17

Page 18: PTERIGIUM

post operasi pasien akan merasa tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam

pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. . Pasien dengan pterygia yang

kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting dengan

konjungtiva / limbal autografts atau transplantasi membran amnion pada pasien

tertentu.3

18

Page 19: PTERIGIUM

BAB III

KESIMPULAN

Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata

dan merupakan yang tersering nomor dua di indonesia setelah katarak, hal ini di

karenakan oleh letak geografis indonesia di sekitar garis khatulistiwa sehingga

banyak terpapar oleh sinar ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab

dari pterigium.

Pterigium banyak diderita oleh laki-laki karena umumnya aktivitas laki-

laki lebih banyak di luar ruangan, serta dialami oleh pasien di atas 40 tahun

karena faktor degeneratif. Penderita dengan pterigium dapat tidak menunjukkan

gejala apapun(asimptomatik), bisa juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal,

merah, sensasi benda asing hingga perubahan tajam penglihatan tergantung dari

stadiumnnya..

Pterigium tumbuh dengan lambat dari arah limbus, tempat pemunculan

pertamanya. Pertumbuhannya berjalan tidak konstan. Terdapat periode klinis yang

tenang, dan periode pertumbuhan yang cepat. Secara umum progresifitas sangat

lambat. Pterigium yang progresif tumbuh dan menjalar sampai ke tengah kornea

sehingga dibutuhkan tindakan pembedahan. Pada fase awal yang berjalan lambat

tidak diperlukan pembedahan. Dengan pengecualian pasien meminta pembedahan

dengan alasan kosmetik. Pada tipe yang progresif pasien akan mengeluh tentang

irtitasi atau penglihatan yang terganggu akibat pertumbuhan pterigium tersebut.

Bila pterigium telah menjalar mendekati pupil, tindakan pembedahan harus

dilakukan

19

Page 20: PTERIGIUM

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD.

Management of Pterygium

http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm?

2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007.

hal:2-6, 116 – 117

3. Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009

http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview

4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach; Edisi 6.

Philadelphia:Butterworth Heinemann Elsevier. 2006 :242-244.

5. Miller SJH. Parson’s Disease of The Eye. 18th ed. London : Churchill

Livingstone ;1996. p.142

6. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III

penerbitAirlangga Surabaya. 2006. hal: 102 – 104

7. Voughan & Asbury. Oftalmologi umum , Paul Riordan-eva, John P.

Whitcher edisi 17Jakarta : EGC, 2009 Hal 119

8. www.en.wikipedia.org/wiki/Pterygium_(conjunctiva)

9. www.eyewiki.aao.org/Pterygium

10. www.inascrs.org/pterygium/

11. www.mdguidelines.com/pterygium18

12. Anderson, Dauglas M., et all. 2000. Dorland’s Illistrated Medical

Dictionary. 29th. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

13. American Academy of Ofthalmology. 2012. www.AAO.org

14. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. 2012.

Management of Pterygium.

http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm

20