pterigium
DESCRIPTION
PTERIGIUMTRANSCRIPT
REFLEKSI KASUS
PTERYGIUM
Disusun Untuk Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian
Stase Ilmu Kesehatan Mata Di RSUD Tidar Magelang
Diajukan Kepada :
dr. Sri Yuni Hartati, Sp.M
Disusun Oleh :
Hendra Setyawan
2008.031.0066
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA
2012
1
LAPORAN PRESENTASI KASUS
A. KASUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN:
Nama pasien : Bp. P
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pendidikan : Lulusan S1
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Gaten, Magelang Selatan
II. ANAMNESIS :
Keluhan Utama :
Pasien merasa mata kiri ada selaput.
Keluhan Tambahan :
Mata kiri sedikit kabur, terasa mengganjal. Terasa perih ketika terpapar
angin. Kadang terasa gatal. Pasien juga mengeluh ada selaput putih di
mata.
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pasien mengeluh sejak + 1 tahun yang lalu tetapi belum mengganggu
penglihatan. Namun sejak + 3 bulan yang lalu timbul selaput tersebut
mulai mengganggu penglihatan. Mata kiri juga terasa mengganjal, dan
kadang juga terasa gatal.
2
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :
Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita sakit serupa. Riwayat
alergi (-).
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Diabetes Melitus : (-) Disangkal.
Hipertensi : (-) Disangkal.
III. KESAN :
Kesadaran : Compos Mentis.
Keadaan Umum : Baik .
OD : Tampak jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga
yang puncak di bagian sentral, + 0,5 mm dari tepi
limbus bagian nasal ke sentral
OS : Tampak jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga
yang puncak di bagian sentral, + 2mm dari tepi
limbus bagian nasal ke sentral
IV. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
PEMERIKSAAN OD OS
Visus Jauh 20/25 20/25
Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visus Dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi Sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Persepsi Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3
V. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
PEMERIKSAAN OD OS PENILAIAN
1. Sekitar mata
(supersilia)
N N Kedudukan alis baik, jaringan
parut (-), simetris (+)
1. Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Keterbatasan gangguan gerak
(-), nyeri (-)
- Lebar rima 10 mm 10 mm Nilai Normal : 9 mm - 15 mm
- Kulit N N Inflamasi (-), Edema (-)
- Tepi kelopak N N Hordeolum (-), kalazian (-)
2. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar gland.
lakrimalis
N N Dakrioadenitis (-)
- Sekitar sakus
lakrimalis
N N Dakriosistitis (-)
- Uji flurosensi - - Tidak Dilakukan
- Uji regurgitasi - - Tidak Dilakukan
3. Bola mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N
+ +
+ +
+ +
N
+ +
+ +
+ +
Tidak ada gangguan
gerak (syaraf dan otot
penggerak bola mata
normal)
4
- Ukuran N N Makroftalmos (-)
Mikroftalmos (-)
5. TIO N N Palpasi kenyal (tidak
ada peningkatan dan
penurunan TIO)
1. Konjungtiva
- Palpebra superior Hiperemi (-)
Hordeolum (-)
Hiperemi (-)
Hordeolum (-)
- Forniks Hiperemi (-) Hiperemi (-)
- Palpebra inferior Hiperemi (-)
Hordeolum (-)
Hiperemi (-)
Hordeolum (-)
- Bulbi Tampak
jaringan
fibrovaskular
berbentuk
segitiga yang
puncak di
bagian sentral,
+ 0,5 mm dari
tepi limbus
bagian nasal ke
sentral
Tampak
jaringan
fibrovaskular
berbentuk
segitiga yang
puncak di
bagian sentral,
+ 2mm dari
tepi limbus
bagian nasal ke
sentral
7. Sclera Ikterik (-) Ikterik (-) Tidak ikterik
8. Kornea
5
- Ukuran 11 mm
horizontal
11 mm
horizontal
- Kecembungan N N Lebih cembung dari
sclera
- Limbus Tampak
selaput
menutupi
limbus
Tampak
selaput
menutupi
limbus
- Permukaan Tampak
selaput putih ±
0,5 mm dari
limbus
menutupi
kornea bagian
nasal ke
sentral
Tampak
selaput putih
± 2 mm dari
limbus
menutupi
kornea bagian
nasal ke
sentral
- Medium Jernih Jernih
- Dinding
Belakang
Jernih Jernih
- Uji flurosensi (-) (-) Tidak dilakukan
- Placido Ireguler Ireguler
9. Kamera Okuli anterior
- Ukuran N N COA dalam
- Isi N N Jernih
6
10.Iris
- Warna Cokelat Cokelat
- Pasangan Simetris Simetris
- Gambaran Baik Baik
- Bentuk N N Bulat
11. Pupil
- Ukuran 4 mm 4 mm
- Bentuk Bulat Bulat Isokor
- Tempat Di tengah Di tengah
- Tepi Reguler Reguler
- Refleks direct (+) (+)
- Refleks indrect (+) (+)
12. Lensa
- Ada/tidak Ada Ada
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Di tengah, belakang iris
Di tengah, belakang iris
-Warna kekeruhan Tidak ada Tidak ada
13.Korpus Vitreum Jernih Jernih
14.Refleks fundus (+) (+)
VI. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
7
Visus 20/25, Pada konjungtiva bulbi
tampak jaringan fibrovaskular
berbentuk segitiga yang puncak di
bagian sentral, + 0,5 mm dari tepi
limbus bagian nasal ke sentral
Visus 20/25, Pada konjungtiva bulbi
tampak jaringan fibrovaskular
berbentuk segitiga yang puncak di
bagian sentral, + 2 mm dari tepi
limbus bagian nasal ke sentral
VII. DIAGNOSIS
OD : Pterigium
OS : Pterigium
VIII. TERAPI
Diberikan steroid tetes (jika terjadi peradangan)
Dilakukan tindakan terapi konservatif pembedahan
IX. PROGNOSIS
Visum (Visam) : Baik
Kesembuhan (Sanam) : Baik
Jiwa (Vitam) : Baik
Kosmetika (Kosmeticam) : Baik
8
A. MASALAH YANG DIKAJI
1. Apa saja diagnosis banding untuk kasus pterigium?
2. Bagaimana penatalaksanaan untuk kasus pterigium?
1. DIAGNOSIS BANDING
a. Pseudopterigium
Pseudopterigium dapat terjadi akibat ulkus kornea perifer dan
inflamasi permukaan ovular seperti konjungtivitis sikatrik, trauma kimia,
dan dapat terjadi karena iritasi mekanik kronis dari pergerakan lensa
kontak yang berhubungan dengan kurangnya pelumasan permukaan
kornea.
Gejala klinis pseudopterigium antara lain:
9
- Penempelan konjungtiva ke kornea perifer
- Dapat terjadi pada semua kuadran kornea
- Penempelan pada struktur di bawahnya tidak terlalu kuat (hanya
apexnya yang menempel), dan kadang-kadang mempunyai tepi yang
luas di permukaan kornea
- Penemuan di atas membedakan pseudopterigium dari pterigium
b. Pinguecuela
Pinguecuela adalah degenerasi jinak pada konjungtiva bulbi
interpalpebral yang sering terjadi, berhubungan dengan paparan
terhadap sinar matahari dan mata kering. Pinguecuela muncul sebagai
area penebalan kekuningan dengan dasar segitiga pada arah jam 3 atau
6 di limbus. Ketika pinguecuela berkembang, dia dapat menebal dan
meluas, tetapi umumnya tidak mencapai kornea. Pinguecuela dapat
asimptomatik atau dapat menyebabkan iritasi. Seringkali pinguecuela
yang meninggi dapat mengering dan berwarna merah, bahkan dapat
menjadi ulkus. Gejala dapat diringankan sementara dengan tetes air
mata buatan atau dekongestan. Bedah eksisi dapat dilakukan jika
gejala tidak berkurang dengan obat tetes atau untuk alasan kosmetik.
10
Perbedaan pesudopterigium, penguikula dan pterigium
Pembedaan Pterigium Pinguekula Pseudopterigium
Definisi Jaringan fibrovaskular konjungtiva bulbi berbentuk segitiga
Benjolan pada konjungtiva bulbi
Perlengketan konjungtiba bulbi dengan kornea yang cacat
Warna Putih kekuningan Putih-kuning keabu-abuan
Putih kekuningan
Letak Celah kelopak bagian nasal atau temporal yang meluas ke arah kornea
Celah kelopak mata terutama bagian nasal
Pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya
♂:♀ ♂ > ♀ ♂ = ♀ ♂ = ♀
Progresif Sedang Tidak Tidak
Reaksi kerusakan permukaan kornea sebelumnya
Tidak ada Tidak ada ada
11
Pembuluh darah konjungtiva
Lebih menonjol menonjol Normal
Sonde Tidak dapat diselipkan
Tidak dapat diselipkan
Dapat diselipkan di bawah lesi karena tidak melekat pada limbus
Puncak Ada pulau-pulau Funchs (bercak kelabu)
Tidak ada Tidak ada (tidak ada head, cap, body)
Histopatologi Epitel ireguler dan degenerasi hialin dalam stromanya
Degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva
Perlengketan
2. PENATALAKSANAAN
a. Non Farmakologis
Sarankan pasien untuk melindungi diri dari sinar UV: memakai
topi, memakai kacamata anti sinar UV. Hal ini dapat mengurangi
resiko progesifitas pterigium dan terjadinya inflamasi dan iritasi
Monitor progress, ukur dan gambar diagram pertumbuhan
pterigium
Rujuk ke dokter spesialis mata jika: aksis visual terkena, terjadi
astigmatisme yang menyebabkan gangguan visus, iritasi tidak
mereda dengan pengunaan obat tetes, gangguan kosmetik tidak
dapat ditoleransi
Kompres dingin ketika terjadi inflamasi
b. Farmakologis
12
Pasien dengan pterigium hanya diobservasi kecuali lesi telah
mencapai kornea atau ada gejala kemerahan, ketidaknyamanan, dan
perubahan fungsi visual yang signifikan. Terapi farmakologis untuk
pterigium antara lain tetes air mata buatan (artificial tears ) dan tetes mata
kortikosteroid jika terjadi peradangan.
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium
derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes
mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.
Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan
pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan
pada kornea.10
c. Tindakan Operatif
Indikasi untuk eksisi antara lain adalah gangguan penglihatan
karena pertumbuhan jaringan ke kornea, astigmatisme, keterbatasan gerak
mata, penampakan atipik yang menjurus ke arah neoplasma skuamosa,
iritasi mata signifikan yang tidak mereda dengan terapi farmakologis,
gangguan kosmetik. Tujuan pembedahan pada pterigium adalah untuk
mencegah kekambuhan dan pengembalian intregitas permukaan okular.
Indikasi Operasi
a. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
b. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi
pupil
13
c. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan
silau karena astigmatismus
d. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.6
Jenis Operasi pada Pterygium antara lain :
1. Bare Sklera
Pterygium diambil, lalu dibiarkan, tidak diapa-apakan. Tidak dilakukan
untuk pterygium progresif karena dapat terjadi granuloma → granuloma
diambil kemudian digraph dari amnion.
2. Subkonjungtiva
Pterygium setelah diambil kemudian sisanya dimasukkan/disisipkan di
bawah konjungtiva bulbi → jika residif tidak masuk kornea.
3. Graf
Pterygium setelah diambil lalu di-graf dari amnion/selaput mukosa
mulut/konjungtiva forniks.
Eksisi pterigium umunya dilakukan dengan setting rawat jalan
dibawah anastesi topical atau local, dan jika diperlukan dengan sedasi.
Sebuah penelitian tentang eksisi pterigium dengan pemberian mitomycin C
dan amniotic graft (untuk mencegah kekambuhan), mendapatkan hasil
bahwa sel endotelial yang dapat dihilangkan dengan metode bare sclera
sebanyak 3,4% dan dengan metode subkonjungtiva sebanyak 4.8 %.
Penggunaan mitomycin C dalam konsentrasi rendah (0,01%) tidak
14
menimbulkan komplikasi yang serius dan efektif untuk mencegah
kekambuhan. Setelah operasi, mata ditutup semalam, dan diberi antibotik
topical dan tetes mata anti inflamasi.
Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan
dengan pemberian:
a. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5
hari, bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1
tetes/hari kemudian tappering off sampai 6 minggu.
b. Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari,
diberikan bersamaan dengan salep mata dexamethasone.
c. Sinar Beta
d. Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/
3 jam selama 6 minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik
Chloramphenicol, dan steroid selama 1 minggu.
15
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, 2007, Buku Saku Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata, FK UGM,
Yogyakarta.
Ilyas S, 2008, Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Vaughan D.G, Asbury T, Riordan P, 2002, Oftalmologi Umum, Edisi ke-14,
Widya Medika, Jakarta
16