pssi

10
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia merupakan sebuah organsasi yang menempatkan banyak komunitas di dalamnya. Seluruh pemain Indonesia dan berbagai klub di tanah air bernaung dibawah organisasi ini. Pada saat sekarang ini, sepakbola bukan hanya sebagai olahraga saja melainkan suatu bisnis yang melakukan perputaran ekonomi yang sangat besar. Nilai gaji pemain sampai nilai transfer sudah mencapai angka yang cukup tinggi. Namun PSSI yang menjadi induk organisasi sepakbola belum menunjukkan perubahan image mereka di masyarakat melalui logo organisasinya. Logo PSSI saat ini terlihat tidak mengikuti perkembangan jaman dan perubahan yang terjadi dalam tubuh organisasi mereka sendiri sehingga masih terlihat sebagai PSSI yang lama. Tidak ada perubahan visual logo yang terjadi di PSSI walaupun tubuh PSSI tersebut telah berubah dari bentuknya maupun fungsinya saat ini. Masa kelam PSSI dibawah Djohar Arifin 1. Hasil Kongres PSSI Terkait Jumlah Peserta Liga Primer Diingkarinya keputusan PSSI hasil kongres di Bali tanggal 22 januari 2011 pada era Nurdin Halid terkait jumlah peserta Liga Super merupakan salah satu pemicu kekisruhan PSSI jilid II. Pada saat kongres di Bali peserta kongres PSSI menetapkan bahwa peserta Liga Super hanya 18 klub, tetapi pada era Djohar Arifin peserta Liga Primer (Super) membengkak menjadi 24 peserta, dengan sistem kompetisi penuh. Sontak klub-klub yang bermodal kecil dan

Upload: nasherooy

Post on 31-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pssi

TRANSCRIPT

Page 1: pssi

    Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia merupakan sebuah organsasi yang menempatkan

banyak komunitas di dalamnya. Seluruh pemain Indonesia dan berbagai klub di tanah air

bernaung dibawah organisasi ini. Pada saat sekarang ini, sepakbola bukan hanya sebagai

olahraga saja melainkan suatu bisnis yang melakukan perputaran ekonomi yang sangat besar.

Nilai gaji pemain sampai nilai transfer sudah mencapai angka yang cukup tinggi.

            Namun PSSI yang menjadi induk organisasi sepakbola belum menunjukkan perubahan

image mereka di masyarakat melalui logo organisasinya. Logo PSSI saat ini terlihat tidak

mengikuti perkembangan jaman dan perubahan yang terjadi dalam tubuh organisasi mereka

sendiri sehingga masih terlihat sebagai PSSI yang lama. Tidak ada perubahan visual logo yang

terjadi di PSSI walaupun tubuh PSSI tersebut telah berubah dari bentuknya maupun fungsinya

saat ini.

Masa kelam PSSI dibawah Djohar Arifin

1.      Hasil Kongres PSSI Terkait Jumlah Peserta Liga Primer

Diingkarinya keputusan PSSI hasil kongres di Bali tanggal 22 januari 2011 pada era

Nurdin Halid terkait jumlah peserta Liga Super merupakan salah satu pemicu kekisruhan PSSI

jilid II. Pada saat kongres di Bali peserta kongres PSSI menetapkan bahwa peserta Liga Super

hanya 18 klub, tetapi pada era Djohar Arifin peserta Liga Primer (Super) membengkak menjadi

24 peserta, dengan sistem kompetisi penuh. Sontak klub-klub yang bermodal kecil dan mandiri

tanpa bantuan APBD meradang karena dengan peserta yang membengkak menggunakan

kompetisi penuh justru akan melambungkan biaya yang akan dikeluarkan klub untuk tiap

musimnya padahal pendapatan mereka sangat terbatas. Sebelumnya era Nurdin Halid pun sama

ketika jumlah klub belum membengkak PSSI saat itu juga kurang mencari solusi bagi klub yang

kesulitan mencari dana.

           

2.      Melakukan Perekrutan Peserta Klub Liga Primer yang Tidak Efektif

Direkrutnya beberapa klub diluar mekanisme kompetisi yang seharusnya, merupakan

bukti  perekrutan yang dilakukan PSSI tidak efektif untuk meredam kisruh jilid II . Misalnya

ketika Persema,Persibo,dan PSM Makassar telah dihukum degradasi ke divisi I karena mengikuti

Page 2: pssi

LPI ketika LSI di era Nurdin Halid telah digelar, namun saat ini klub tersebut kembali pada kasta

tertinggi Liga Primer tanpa harus mengikuti kompetisi di divisi I/Utama terlebih dahulu.

3.      Menciptakan Kompetisi yang Tidak Efektif dan Efisienya

Sebagai lanjutan dari poin pertama yang dipicu penggingkaran Statuta PSSI terkait

jumlah klub peserta Liga Primer , setidaknya jikalau PSSI era Djohar Arifin menjalankan

kompetisi dengan 24 klub, bisa dibayankan berapa lama kompetisi digelar?, berapa banyak

modal yang harus digelontorkan?,berapa banyak sponsor /investor yang sanggup mendanai

klub?, berapa klub yang harus dikorbankan?. Sepertinya setumpuk persoalan tersebut membuat

kompetisi no.1 di Indonesia tidak akan efektif dan efisien.

Sesungguhnya persoalan nyata yang harus dihadapi PSSI yaitu bagaimana menciptakan

kompetisi no. 1 di Indonesia ini menjadi kompetisi yang berkualitas bukan semata kuantitasnya.

Dengan menciptakan kompetisi yang efektif dan efisien tentunya akan mengahasilkan kompetisi

yang berkualitas dan hanya dari kompetisi yang berkualitas pula akan lahir pemain-pemain

nasional yang berkualitas pula. Muaranya dari terciptanya kompetisi yang efekti dan efisien

tentunya meningkatkan prestasi tim nasional yang saat ini berada dalam level yang

mengkhawatirkan.

4.       Amburadulnya Kompetisi

Terjadinya dualisme kompetisi dan dualisme klub merupakan bukti amburadulnya

kompetisi yang dibuat PSSI era Djohar Arifin. Dalam susunan klub peserta Liga Primer dan Liga

Super terlihat ada beberapa klub yang sama walau mereka berada pada satu kasta tertinggi di

Liga Indonesia. Misalnya Persija Jakarta, Arema Indonesia, PSMS . Terjadinya dua kubu seakan

seperti cara kolonial di negara kita pada masa perjuangan dahulu dengan melakukan politik adu

domba untuk menguasai suatu tujuan, namun yang terjadi saat ini PSSI mengadudombakan klub,

pengurus klub, maupun supporter.

Selain nampak adanya dualisme, amburadul pun terlihat dari tidak adanya promosi dan

degradasi atau reward and punishment yang dilakukan terhadap klub yang melanggar aturan atau

sebaliknya yang membuat prestasi. Misalnya seperti sudah dijelaskan pada poin dua ketika

Page 3: pssi

Persema,Persibo dan PSM Makassar telah didegradasi kedivisi I tetapi menjadi peserta Liga

Primer kembali tanpa melalui kompetisi divisi I sebagai sanksi yang harus dijalani. Contoh

lainya ketika Bontang F.C telah terdegradasi ke divisi utama di Liga Super tetapi menjadi peserta

Liga Primer.

5.      Mendzalimi Persipura

Sebagai bentuk tidak adanya reward and punishment yang diterapkan PSSI era Djohar

Arifin, hal ini telah membawa korban dan yang menjadi korbannya ialah Persipura. Seperti kita

ketahui bahwa Persipura adalah juara Liga Super musim 2010-2011 dengan demikian ia berhak

lolos untuk mengikuti kualifikasi Liga Champions Asia , namun sepertinya PSSI punya rencana

lain dengan tidak mendaftarkan Persipura sebagai wakil Indonesia untuk kualifikasi Liga

Champions Asia dengan alih-alih Persipura menjadi peserta LSI yang diilegalkan PSSI. Hal ini

pun menyulut amarah Official dan fans Persipura, merasa dirugikan akhirnya Persipura

melayangkan gugatan pada PSSI melalui Badan Arbitrase Olahraga atau Court of Arbitration for

Sports (CAS) dan hasilnya Persipura menang ,konsekuensinya PSSI harus membayar nilai

gugatan kepada Persipura sebesar US$ 1.982.000 atau sekitar Rp 10 -11 miliar disamping

Persipura berhak menjadi tim kuaifikasi LCA 2011-2012. Walau akhirnya gugatan itu tidak

diteruskan oleh Persipura.

6.      Diskriminasi Perekrutan Pemain Timnas Di segala Kelompok Umur

Diskriminasi terhadap perekrutan pemain timnas merupakan kekecewaan terbesar pecinta

timnas pada PSSI era Djohar Arifin. Hal ini diwujudkan dengan tidak dipanggilnya pemain-

pemain yang berkualitas tetapi mereka bermain di Liga Super. Kembali atas alih-alih Liga Super

Indonesia merupakan liga yang diilegalkan PSSI maka menurutnya pemain yang berlaga di Liga

Super haram untuk memperkuat timnas. Kekecewaan dirasakan para punggawa timnas yang

telah berpengalaman berlaga di pertandingan internasional seperti Pra Qualifikasi Piala Dunia

2014 maupun perhelatan regional lainya.

Lebih mencengangkan lagi bahwa diskriminasi ini telah diberlakukan juga di kelompok

umur usia dini timnas, padahal mereka adalah generasi penerus kebangkitan timnas dan regenersi

pemain.  Padahal siapapun, di liga manapun ia bermain selama memang pantas menjadi pemain

Page 4: pssi

timnas ia berhak mendapatkan hak yang sama untuk membela Negara. Apakah kesalahan mereka

sampai-sampai PSSI era Djohar Arifin sudah melarang hak warga negara untuk membela negara

dan mengembangkan talentanya?.

7.      Kekalahan Timnas Paling Memalukan

Setelah kekalahan  memalukan Timnas di Era Nurdin Halid saat melawan Suriah pada

2010, kini pada Rabu 29 Februari 2012 boleh  jadi menjadi hari yang kelam setelah tahun 1974

bagi persepakbolan nasional, pada hari itu timnas era Djohar Arifin membuat rekor buruk yang

fantastis dan tidak patut. Bayangkan di pertandingan itu telah terjadi sepuluh gol ke gawang

timnas, empat kali penalti dan dua kartu merah. Kekecewaan pun tidak saja datang dari para

pecinta sepakbola nasional, tetapi juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun turut angkat

bicara atas prestasi timnas akhir-akhir ini, bahkan Presiden SBY mengkritik PSSI yang sering

ribut-ribut yang tak pernah selesai tapi prestasi yang dikorbankan. Senada dengan Presiden SBY,

Menteri Olah Raga dan Pemuda Andy A.Mallaranggeng pun ikut mengkritik PSSI yang telah

diskriminasi terhadap perekrutan pemain timnas sehingga menyebabkan kekalahan memalukan

10 - 0.

Pantas saja timnas mengalami kekalahan yang paling memalukan dalam sejarah

persepakbolaan Republik Indonesia karena materi pemain yang diturunkan merupakan pemain

U-23 yang baru saja dibentuk  beberapa minggu itu pun hanya pemain yang bermain di Liga

Primer, dengan level pengalaman pertandingan internasional kurang. Tentu saja dengan materi

pemain seperti itu akan mudah ditebak hasilnya, pasti kekalahan memalukan yang akan dituai.

Bandingkan bila skuad timnas yang biasa mengisi best eleven tidak akan kebobolan sampai 10

gol.

Di level regional sama buruknya, baik di era Nurdin Halid maupun PSSI saat ini, liat saja

turnamen yang diadakan oleh Sultan Brunei itu. Pada Turnamen tersebut memang timnas U-21

berhasil menjadi runner up turnamen tersebut, tapi sangat disesalkan timnas kalah oleh tim yang

sebelumnya menjadi lumbung gol seperti Myanmar dan Brunei di turnamen AFF CUP (Piala

Tiger).

8.      Kebohongan Terkait Perekrutan Pemain Timnas

Page 5: pssi

Terkait diskriminasi pemain PSSI diera Djohar Arifin, rupanya PSSI telah melakukan

kebohongan terhadap publik. Alasan adanya larangan dari FIFA  terhadap pemain yang bermain

diluar Liga Primer dilarang untuk memperkuat timnas negaranya merupakan suatu kebohongan

PSSI untuk melakukan pembenaran atas diskriminasi perekrutan pemain timnas, setelah

ditelusuri nyatanya larangan itu tidak ada. Kebohongan lainya, PSSI telah melakukan

pembohongan dengan mengirim surat pada FIFA yang berisi bahwa 12 klub IPL merupakan

anggota 18 klub ISL, padahal jelas – jelas ISL merupakan kompetisi yang diharamkan menurut

PSSI di era Djohar Arifin.

Bukti bahwa pemain nasional negara lain yang bermain di Liga Super masih bisa bermain

untuk timnas mereka misalnya Safee Sali striker asal Malaysia yang sekarang bermain untuk

Pelita Jaya, kemudian Keith Kayamba Gumbs striker Sriwijaya F.C,  begitu pula Zahrahan,

playmaker Persipura yang keduanya masih bermain di timnas masing-masing tanpa adanya

larangan. Larangan ini selain bentuk diskriminasi, juga bentuk arogansi kepengurusan PSSI era

Djohar Arifin yang mengorbankan prestasi.

9.      Pengkhiatan Terhadap Klub/Pengprov Pendukung

Pembekuan terhadap 14 klub peserta ISL merupakan bentuk pengkhianatan terhadap klub

yang selama ini telah mendukung Djohar Arifin untuk menjadi orang nomor satu di PSSI.

Keempat belas klub tersebut dianggap telah melanggar Pasal 15 ayat a serta pasal 85 Statuta

PSSI.

Salah satu klub super liga yang menerima sanksi paling berat dari Komisi Disiplin PSSI yaitu

Persib Bandung. Klub asal Bandung peraih gelar liga Indonesia pertama kali ini dijatuhi sanksi

berupa denda Rp 1 miliar lantaran dinilai membelot dari Liga Prima. Selain itu, Persib dijatuhi

hukuman berupa diskualifikasi dari Indonesia Premier League musim 2011/ 2012, degradasi ke

divisi utama untuk musim 2012/ 2013. Juga sanksi mengembalikan kompensasi dana yang sudah

diterima dari PT Liga Prima Sportindo Indonesia dan larangan melakukan transfer di musim

2011/ 2012.

Selain pembekuan terhadap klub ternyata PSSI pusat juga melakukan pembekuan

terhadap Pengprov PSSI di berbagai Provinsi yang mendukung Kongres Luar Biasa PSSI.  Tak

tanggung – tanggung PSSI telah membekukan 27 Pengprov PSSI dari 33 Pengprov PSSI

Page 6: pssi

diseluruh Indonesia. Ironis karena diantara 27 Pengprov PSSI tentunya merupakan pendukung

Djohar Arifin semasa pemilihan Ketua Umum PSSI Periode 2011 – 2015 di Solo.

10.   Gagal Melakukan Rekonsiliasi

Di era kepemimpinan Djohar Arifin kepengurusan PSSI dirombak total sampai tak

terlihat lagi orang-orang yang selama ini menjadi pengurus pada era PSSI Nurdin Halid.  Padahal

kepemimpinan Nurdin Halid jika dibandingkan dengan kepemimpinan PSSI saat ini sedikit lebih

baik memang, walau PSSI di era Nurdin Halid juga sama tidak menghasilkan prestasi besar

apapun. Tak sampai disitu, ketika ada exco PSSI yang bersebrangan pendapat pun PSSI tak

segan-segan memecatnya walau bukan pendukung Nurdin Halid sekalipun pada PSSI eranya.

Perseteruan dua kubu kian merungcing disaat kongres tahunan PSSI yang akan

diselenggarakan di Palangkaraya Kalimantan Tengah pada 18 Maret 2012, di tanggal yang sama

tak ketinggalan Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) menggelar KLB di Jakarta.

Aroma perseturan pun sampai pada klaim-mengklaim jumlah peserta kongres yang sah. KPSI

misalnya mengklaim telah mendapat 2/3 jumlah anggota PSSI untuk mengadakan KLB dan

memutuskan ketua umum PSSI baru, sementara PSSI telah memastikan kongres tahunan akan

dihadiri 97 anggota PSSI.

Puncak dari kegagalan rekonsiliasi dalam menyelesaikan konflik interen dan perbedan

pandangan terkait kompetisi itu nampak pada terjadinya dualisme liga, dualisme klub dualisme

organisasi dan pembekuan terhadap 27 Pengprov PSSI yang mendukung Kongres Luar Biasa.

Tak sampai disitu kedua kubu baik PSSI maupun Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia

selaku pihak yang bersebrangan dengan Ketua Umum PSSI Djohar Arifin tidak kunjung

menunjukan itikad baik untuk menyelesaikan konflik dan perbedan pandangan diantara mereka.

Malah keduanya saling membenarkan kelompok masing-masing tanpa melihat lebih jauh

dampak buruk kedepannya. Disini baik PSSI maupun KPSI sudah dirasuki kepentingan non

sportivitas, hanya kepentingan politis yang dikedepankan. Bukan isapan jempol jika suatu saat

kegagalan PSSI dalam mengatasi konflik dan perbedaan pandangan ini akan membawa

kehancuran pada persepakbolaan nasional yang telah lama mengidamkan harumnya prestasi

berkelas dunia.