psikologi olahraga
TRANSCRIPT
TUGAS PSIKOLOGI OLAHRAGA
SELF EFFICACY DALAM PENINGKATAN KONDISI
PSIKOLOGIS ATLET PENCAK SILAT
BAKHTIAR CITRA WARDANA
110610107
PSIKOLOGI OLAHRAGA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2010
“Pencak silat bukanlah melawan musuh dan menjatuhkan
musuh, pencak silat adalah mengalahkan diri sendiri”
LATAR BELAKANG
Mengapa penting dampak psikologis ditingkatkan pada cabang olahraga
pencak silat.
Pada kegiatan olahraga, apapun bentuk olahraga tersebut tentu memiliki
banyak faktor yang perlu ditingkatkan untuk mendapatkan hasil maksimal.
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah:
a. sarana/prasarana olahraga
b. sistem pembinaan
c. kondisi fisik atlet
d. keterampilan atlet/skill
e. taktik dan strategi
f. faktor psikologis
tidak terkecuali pada cabang olahraga pencak silat, faktor psikologis sangat
memegang peranan penting dalam olahraga ini, sebab faktor psikologis juga
meliputi beberapa hal diantaranya adalah:
1. rasa keyakinan diri (Self efficacy)
2. motivasi
3. disiplin
4. rasa aman
5. dll
Pada olahraga pencak silat, banyak aspek yang mendasari bagaimana
nantinya atlet tersebut mampu mendapatkan juara pada turnamen atau
kejuaraan. Kondisi para atlet itu sendiri juga dapat dipengaruhi oleh kondisi
psikologis terutama pada aspek keyakinan diri (self efficacy).
Sebab pada umumnya ketika seorang atlet bertanding dalam sebuah
turnamen atau kejuaraan mereka harus berhadapan dengan musuh. Bahkan
harus berhadapan dengan diri sendiri yang merupakan sebuah kondisi
psikologis dimana seorang atlet merasa kurang memiliki keyakinan diri yang
kuat dalam bertanding.
Tentunya hal ini berdampak pada aspek kemampuan yang dikeluarkan
oleh atlet di lapangan. Faktor psikologis inilah yang jarang diperhatikan oleh
pelatih khususnya pelatih olahraga yang hanya mementingkan skill atau
kemampuan fisik para atlet binaannya. Hal inilah yang menjadi latar belakang
saya dalam mengambil judul “Self Efficacy dalam Peningkatan Kondisi
Psikologis Atlet Pencak Silat untuk Berprestasi”. Karena bagi seorang atlet
pencak silat, keyakinan diri adalah senjata utama dalam menghadapi lawan
yang ada dalam turnamen.
Fakta bahwa selama ini usaha meningkatkan aspek tersebut masih
sangat kurang
http://hariansib.com/?p=105008
by Redaksi on Desember 31st, 2009
Jakarta (SIB)Jika melihat sasaran utama yang hendak dicapai adalah
mempertahankan gelar juara umum di SEA Games 2009 Laos dan menjadikan
event lain sebagai sasaran antara, maka hasil yang diperoleh di Vientiane
merupakan pukulan telak bagi PB IPSI.Setelah kembali merebut gelar juara
umum di SEA Games 2001 di Kuala Lumpur dan 2007 di Nakhon Ratchasima,
Thailand, pencak silat Indonesia mengalami masa paling kelam pada SEA Games
2009 karena terpuruk di peringkat keempat setelah hanya mampu membawa
pulang dua medali emas, tiga perak dan tiga perunggu.Inilah peringkat paling
rendah yang pernah dialami Indonesia yang sekarang tidak hanya kalah bersaing
dengan musuh kebuyutan Vietnam, tapi juga sudah dibawah Malaysia dan
Thailand.SEA Games 2009 yang berlangsung 9-18 Desember lalu di Vientiane,
Laos, bagai mimpi buruk tim silat Indonesia karena dari awal sudah bertekad
untuk mempertahankan gelar juara umum yang kembali direbut dua tahun
sebelumnya di Nakhon Ratchasima.Pencak silat pada awalnya juga diharapkan
menjadi tambang medali emas bagi kontingen Indonesia, selain bulutangkis,
atletik dan angkat besi.Namun yang terjadi di Lao International Trade and
Exhibition Center (ITEC) sungguh diluar dugaan siapa pun.Bahkan Menpora
Andi Malarangeng, Ketua KONI-KON Rita Subowo dan Ketua Kontingen Alex
Noerdin yang datang memberi dukungan langsung, hanya bisa menyaksikan satu
persatu pesilat Indonesia berguguran di final.Akhirnya, dari total 17 nomor yang
dipertandingkan, pencak silat Indonesia hanya membawa dua medali emas, tiga
perak dan tiga perunggu. Vietnam yang dua tahun sebelumnya sempat terlempar
ke posisi ketiga, kembali bangkit dengan meraup enam emas, empat perak dan
satu perunggu, disusul oleh Malaysia dengan empat emas dan enam perak.
Thailand berada di peringkat ketiga dengan dua emas, empat perak dan empat,
perunggu unggul selisih perak dengan Indonesia yang juga meraih dua emas, tapi
tiga perak dan tiga perunggu.Dua emas tersebut diperoleh oleh I Komang Wahyu
Purbayasari di kelas 70kg putra serta kategori seni ganda putra (M. Yusuf dan
Hamdani).Sukses tampil sebagai juara umum di Asian Martial Arts Games
(AMAG) di Bangkok, September sebelumnya dengan meraih empat emas dan dua
perak, ternyata tidak bisa menjamin sukses di Laos.Kondisi tersebut membuat
manajer tim Bambang Rus Effendi merasa perlu untuk secara khusus
menyampaikan permintaan maafnya kepada seluruh masyarakat Indonesia,
terutama masyarakat silat yang sudah banyak berharap.“Memang inilah yang
dapat kita perbuat dan semua atlet sudah tampil maksimal. Saya menyampaikan
permintaan maaf karena tim pencak silat tidak berhasil mencapai target yang
diharapkan,” kata Bambang yang juga salah satu ketua di Pengurus Besar Ikatan
Pencak Silat Seluruh Indonesia (PB IPSI).Faktor Non-teknisFaktor non-teknis,
yaitu hal-hal yang tidak berhubungan dengan teknis pertandingan, seperti faktor
wasit, kembali dituding sebagai biang kegagalan.Seperti yang diakui oleh pelatih
Catur Indro, PB IPSI kurang memperhatikan faktor non-teknis yang dialami
atletnya saat tampil dalam SEA Games XXV Laos.“Gagal memenuhi target dari
KONI pada SEA Games XXV Laos, bukan lantaran prestasi para atlet silat
Indonesia mengalami penurunan. Namun semua itu karena terbentur faktor non-
teknis, “ujar Indro Catur di Jakarta, Selasa.Menanggulangi faktor non-teknis,
katanya, diperlukan kepekaan bagi semua pengurus inti PB IPSI yang
mendampingi atletnya menuju multievent ASEAN. Namun kendala itu dibiarkan
begitu saja tanpa ada pembelaan yang mampu membantu atlet nasional.Seperti
halnya faktor wasit dan juri yang dipermainkan oleh tiga negara serangkai, yaitu
Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Hal itu yang membuat atlet Indonesia sulit
mengejar target lima medali emas di Laos.Hasil pertandingan cabang silat sangat
subyektif dan bisa dipermainkan oleh wasit dan juri. Bila wasit dan juri tidak
bersifat netral, maka kemenangan tipis bagi pesilat Indonesia bisa berbalik
menjadi sebuah kekalahan.Kesuksesan Indonesia untuk menjadi juara umum di
event Asian Martial Art Games atau Asian Indoor Games sebelumnya menurut
Indro membuat saingan terberat seperti Vietnam dan Malaysia menjadi tidak
percaya diri bila berhadapan dengan pesilat Indonesia.Bahkan Vietnam kemudian
mencoba mengajak Indonesia untuk membagi kemenangan di SEA Games 2009
Laos dan ajakan tersebut ditolak kubu Indonesia yang menginginkan pertarungan
secara sportif.Pengakuan serupa juga pernah disampaikan oleh Oong Maryono,
pelatih asal Indonesia yang dipercaya sebagai pelatih Laos.Indonesia menurut
Oong menjadi korban persekongkolan antara Vietnam, Thailand dan Malaysia.
Hasil persekongkolan tersebut akhirnya berbuah kesepakatan ketika Vietnam
akhirnya tampil sebagai juara umum, disusul Malaysia dan Thailand.Masalah
non-teknis lain yang juga diyakini sebagai penyebab kegagalan Indonesia adalah
situasi pemusatan latihan yang tidak kondusif, seperti yang diakui oleh Tulus
Priadi, pelatih lainnya.Adanya pelatnas yang secara terpisah dikelola oleh KONI
Pusat serta pelatnas oleh Program Atlet Andalan (PAL) bentukan Kantor
Menpora, ternyata menimbulkan kecemburuan sosial di antara atlet.“Ada
kecemburuan sosial karena atlet dari PAL mendapat uang saku yang lebih besar,
yaitu Rp5 juta sebulan, sementara pelatnas oleh KONI setengahnya, padahal
pelatih dan programnya sama,” kata Tulus. (Ant/m)
Permasalahan
Dari kasus yang telah dijelaskan di atas, sudah jelas prestasi olahraga pencak silat
di Indonesia mulai menurun, banyak hal yang mempengaruhi prestasi para atlet
diantaranya adalah faktor teknis dan nonteknis. Apabila kita melihat dari segi
faktor non-teknis jelas bukan masalah lagi apabila kita melihat dari segi
pengalaman para atlet pencak silat Indonesia yang notabene Indonesia adalah
Negara asal olahraga pencak silat. Namun apabila kita melihat dari aspek
psikologis maka tentu self efficacy para atlet menjadi sorotan penting. Sebab hal
tersebutlah yang mampu secara dominan mempengaruhi performa para atlet
ketika berlaga di kejuaraan. Tentunya self efficacy merupakan modal awal yang
harus dimiliki oleh semua orang, tak terkecuali bagi seorang atlet sekalipun.
Self efficacy yang dimiliki seorang atlet pencak silat, akhir-akhir ini mulai banyak
kemunduran, hal itu bisa dikarenakan belum adanya peningkatan dan perhatian
dari pelatih maupun atlet itu sendiri mengenai pentingnya aspek psikologis
terutama tentang self efficacy.
TEORI TERKAIT ASPEK PSIKOLOGIS
Teori-teori yang terkait dengan Self Efficacy
Pengertian self-efficacy
Wood dan Bandura (dalam Mitchel dkk., 1994:506) menyatakan bahwa
self-efficacy menunjuk pada keyakinan individu akan kemampuannya untuk
menggerakkan motivasi, sumber-sumber kognitif, dan serangkaian tindakan yang
diperlukan untuk menghadapi tuntutan situasi. Sementara itu menurut Kanfer,
self-efficacy menunjuk pada pertimbangan kognitif yang kompleks tentang
kemampuannya di masa mendatang, mengorganisasikan dan melakukan tindakan
yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Lebih lanjut Kanfer menjelaskan bahwa
efficacy mencerminkan pemahaman individu tentang kemampuannya berdasarkan
performansi masa lalu dan atribusi terhadap performansi tersebut dan intensinya
untuk alokasi usaha. Meskipun sangat tergantung pada kemampuan (ability dan
capability) yang dimaksud oleh definisi efficacy juga mencerminkan prediksi
tentang seberapa keras individu akan berusaha dan mengintegrasikan kedua factor
tersebut.
Efficacy adalah konstruk yang spesifik dan berbeda dengan konstrak self-
concept yang bersifat umum (Schunk, 1991:121). Self-efficacy merupakan
penilaian seseorang tentang kompetensinya dalam situasi tertentu (Hofman dkk.,
1994:252). Dengan kata lain efficacy berbeda untuk situasi yang berbeda.
Bandura (dalam Mitchel dkk., 1994:506) juga menjelaskan bahwa self-
efficacy merupakan keyakinan individu terhadap kemampuannya melakukan tugas
spesifik. Bandura (dalam Watson & Trap, 1991:43) menegaskan bahwa keyakinan
self-efficacy adalah penaksiran diri sendiri akan ketrampilannya sendiri dalam
menghadapi suatu tugas. Self-efficacy bukan keyakinan umum tentang diri sendiri,
melainkan sebuah keyakinan khusus yang mengarah pada sutau tugas tertentu.
Semua definisi self-efficacy di atas menunjukkan keyakinan individu
bahwa dirinya mampu melakukan tugas tertentu atau keyakinan dapat melakukan
sesuatu dalam situasi tertentu dengan berhasil. Dengan demikian dapat dilihat
bahwa self-efficacy tidak sama dengan pengharapan akan hasil (outcome
expectation). Self-efficay adalah pengharapan keunggulan atau penguasaan diri
(personal mastery expectation), sedangkan harapan akan hasil adalah
pertimbangan tentang kemungkinan konsekuensi yang akan dihasilkan oleh
perilaku (Bandura, 1986:391).
Fungsi dan pengaruh self-efficacy
Mekanisme self-efficacy memuat penjelasan bagaimana self-efficacy
bekerja atau bagaimana berlangsungnya self-efficacy pada individu. Menurut
Bandura (1986:393) persepsi diri atas efficacy yang berlangsung dalam diri
individu keberadaannya sebagai satu fungsi yang menentukan dalam cara
bagaimana perilaku individu , pola pikirnya, dan reaksi emosional yang mereka
alami. Secara lebih rinci, pengaruh dan fungsi self-efficacy tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Pemilihan perilaku
Pengambilan keputusan tentang tindakan yang dilakukan dan seberapa
lama tindakan itu dilakukan. Keputusan tersebut melibatkan pilihan aktivitas dan
lingkungan sosial yang sebagiannya ditentukan oleh pertimbangan efficacy
personalnya. Individu cenderung menghindari tugas-tugas dan situasi-situasi yang
diyakini melebihi kapabilitasnya, akan tetapi menyetujui dan mendukung aktivitas
yang diyakini dapat dilakukannya. Persepsi diri yang menguntungkan tentang self-
efficacy akan mendukung perkembangan pengayaan aktivitas sehingga
mempertinggi pertumbuhan kecakapan. Sebaliknya persepsi diri yang inefficacy
akan mengarah pada pengabaian pengayaan aktivitas dari lingkungan dan
tindakan (Bandura, 1986:393).
Bandura dkk. (1982:5) menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari,
orang harus membuat keputusan untuk mencoba berbagai tindakan dan seberapa
lama menghadapi kesulitan-kesulitan. Teori belajar sosial menyatakan bahwa
permulaan dan pengaturan transaksi dengan lingkungan sebagian ditentukan oleh
penilaian self-efficacy.
b. Besar usaha dan ketekunan
Keyakinan yang kuat tentang efektivitas kemampuan seseorang sangat
menentukan usahanya untuk mencoba mengatasi situasi yang sulit. Keyakinan
self-efficacy tersebut menentukan jenis coping behavior, seberapa keras usaha
yang dilakukan untuk mengatasi persoalan atau menyelesaikan tugas dan seberapa
lama ia akan mampu berhadapan dengan hambatan-hambatan atau pengalaman-
pengalaman yang tidak diinginkan (Bandura, 1986:344). Pertimbangan efficacy
juga menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukan dan seberapa lama
akan bertahan dalam menghadapi tantangan. Semakin kuat self-efficacynya maka
semakin dalam dan bertahan dalam usahanya (Bandura dkk. Dalam Bandura,
1986:394).
Penilaian efficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang dikeluarkan
dan seberapa lama individu bertahan dalam menghadapi rintangan dan
pengalaman yang menyakitkan. Semakin kuat persepsi self-efficacy , semakin giat
dan tekun usaha-usahanya. Ketika menghadapi kesulitan, individu yang
mempunyai keraguan diri yang besar akan kemampuannya, akan mengurangi
usaha-usahanya atau menyerah sama sekali. Sedangkan mereka yang mempunyai
perasaan efficacy yang kuat, menggunakan usaha yang lebih besar untuk
mengatasi tantangan (Bandura, 1986:394, Bandura dkk., 1982:5).
Persepsi efficacy yang lemah merupakan hambatan internal menuju
kemajuan dan menghalangi kemampuan untuk mengatasi hambatan eksternal
secara efektif. Self-efficacy yang rendah dapat menghalangi usaha meskipun
individu memiliki ketrampilan dan menyebabkan mudah putus asa (Gist, 1998:73-
74).
c. Pola berpikir dan reaksi emosional
Penilaian individu tentang kemampuannya juga mempengaruhi pola
berpikir dan reaksi emosional mereka. Individu yang menilai dirinya inefficiency
dalam menghadapi tuntutan lingkungan akan mengalami defisiensi personal dan
berpikir tentang potensi kesulitan yang lebih besar daripada yang sebenarnya
(Beck dkk. Dalam Bandura, 1986:394).
Dalam memecahkan masalah yang sulit, individu mempunyai efficacy
tinggi cenderung mengatribusikan kegagalannya pada usaha-usaha yang kurang,
sedangkan individu yang mempunyai efficacy rendah menganggap kegagalan
berasal dari kurangnya kemampuan (Bandura, 1986:395).
Keyakinan bahwa seseorang dapat menyelesaikan tugas tidak dengan
sendirinya menggugurkan kesulitan-kesulitan atau kemustahilan-kemustahilan.
Akan tetapi keyakinan diri itu mendorong usaha lebih keras untuk mengatasi
semua kesulitan dan membuat yang mustahil jadi serba mungkin, dan
memampukannya memecahkan masalah tanpa tekanan emosional (Watson &
Trap, 1991:124-134).
Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy
Menurut Bandura (1997) dalam Tesis yang berjudul Goal Orientantion, Self
Efficacy dan Prestasi Belajar pada Siswa Peserta dan Non Peserta Program
Pengajaran Intensif di Sekolah oleh Retno Wulansari tahun 2001, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi self efficacy yaitu:
a. Pengalaman Keberhasilan (mastery experiences)
Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan self efficacy yang
dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan self efficacynya.
Apabila keberhasilan yang didapat seseorang seseorang lebih banyak karena
faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap
peningkatan self efficacy. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan
dengan melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangannya sendiri,
maka hal itu akan membawa pengaruh pada peningkatan self efficacynya.
b. Pengalaman Orang Lain (vicarious experiences)
Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu
dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan self efficacy
seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Self efficacy tersebut didapat
melalui social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang
pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang untuk
melakukan modeling. Namun self efficacy yang didapat tidak akan terlalu
berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki kemiripan atau berbeda
dengan model.
c. Persuasi Sosial (Social Persuation)
Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang
yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia
cukup mampu melakukan suatu tugas.
d. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and emotional states)
Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas
sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung
akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh
ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya.
Self efficacy biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan kecemasan
sebaliknya self efficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan
yang tinggi pula.
Cara untuk memiliki self efficacy bagi seorang Atlet
1. motivasi tinggi (high-motivated)
motivasi tinggi datang dari: 1) keinginan kuat ingin menjadi juara; 2)keinginan
menjadi lebih baik, dan; 3) keberadaan pesaing-pesaing/rival yang harus
dikalahkan.
Cara terbaik untuk memperolehnya adalah: menetapkan target juara yang ingin
kau capai. Kalau kau setia pada target itu, kau akan betah berlatih seberat apapun
latihannya.
2. fokus atau konsentrasi (focus)
mampu memilah pikiran, memusatkan pikiran dan menghilangkan pikiran yang
tak perlu. Saat tiba di tempat latihan, yang kau pikirkan hanyalah: berlatih.
Masalah kuliah, pacar, dll singkirkan dulu.
Kunci untuk fokus adalah: Mengahayati suasana. Menikmati, meskipun latihan itu
berat, tegang, rame, sepi, cuaca buruk dsb. Atau “sadar sepenuhnya pada saat ini
aku sedang melakukan apa”. Kalau kau bisa merasakan semua itu, artinya sudah
mulai fokus.
Untuk membantu agar fokus dalam berlatih, tetapkan target sebelum berangkat
berlatih. Misalnya “hari ini aku ingin melatih tendangan kiri 100 kali”,”hari ini
aku ingin belajar sirkel”, “hari ini sprint 100m harus masuk 10 detik”, dll.
3. percaya diri (self-confident)
yakin pada kemampuanmu sendiri! Jangan pernah berpikir “tidak bisa” atau
“sulit”. Gantinya pikirkan “saat ini memang belum bisa, tapi besok aku pasti
bisa!”.
Bersyukurlah bila pelatih selalu memberimu porsi latihan yang berat, karena
sebenarnya hal itu menimbulkan rasa percaya diri. Saat kau bisa bertahan, setelah
latihan selesai kau bisa mengatakan pada diri sendiri: “wah, ternyata aku kuat,
ternyata aku bisa!”, dan saat pertandingan kau akan berpikir:”Aku tidak takut, aku
kan sudah latihan, latihannya berat lagi,.. so what gitu loh?!”.
4. kuat bertahan di bawah tekanan (ability under pressure )
Intinya adalah: tidak gentar oleh apapun dan pantang menyerah. Latihan dapat
berjalan keras namun bila kau bisa mempertahankan pikiranmu tetap jernih
(fokus), kau juga akan tetap tenang dalam bertanding. Kau dapat melihat setiap
peluang untuk mengambil poin dan tidak gampang down. Dan semua usaha lawan
untuk menekanmu, dari dalam atau luar gelanggang, tidak akan mempan.
Jangan menuruti pikiranmu yang menyuruhmu untuk menyerah. Tantang batas-
batas dalam dirimu sendiri, buktikan kau bisa berkembang lebih baik, miliki harga
diri yang kuat, buktikan kau itu tangguh, kau pantang menyerah. Never give up!
5. mampu bangkit dari kesalahan dan kegagalan (reboundability)
tidak terpaku pada kesalahan dan kegagalan. Misalnya kau berbuat kesalahan
melakukan suatu teknik, atau kecolongan poin terus saat latihan sparring, atau
gerakanmu salah saat berlatih jurus: jangan pikirkan. Tetap fokus, tetap berusaha,
jangan biarkan emosi menguasai.
Demikian juga kalau kau pernah mengalami kekalahan. Jangan tenggelam dalam
kekalahan itu, bangkitlah dan berlatih lagi lebih keras! Perjuangan yang
sebenarnya adalah saat kita berusaha bangkit dari kegagalan.
KAITAN METODE DAN PSIKOLOGIS
Manfaat Self EfficacySebagaimana dikatakan dalam tesis yang berjudul Goal
Orientantion, Self Efficacy dan Prestasi Belajar pada Siswa Peserta dan Non
Peserta Program Pengajaran Intensif di Sekolah oleh Retno Wulansari tahun 2001,
bahwa ada beberapa fungsi dari self efficacy yaitu :
a. Pilihan perilakuDengan adanya self efficacy yang dimiliki, individu akan
menetapkan tindakan apa yang akan ia lakukan dalam menghadapi suatu tugas
untuk mencapai tujuan yang diiinginkannya.
b. Pilihan karirSelf efficacy merupakan mediator yang cukup berpengaruh
terhadap pemilihan karir seseorang. Bila seseorang merasa mampu melaksanakan
tugas-tugas dalam karir tertentu maka biasanya ia akan memilih karir tesebut.
c. Kuantitas usaha dan keinginan untuk bertahan pada suatu tugasIndividu yang
memiliki self efficacy yang tinggi biasanya akan berusaha keras untuk
menghadapi kesulitan dan bertahan dalam mengerjakan suatu tugas bila mereka
telah mempunyai keterampilan prasyarat. Sedangkan individu yang mempunyai
self efficacy yang rendah akan terganggu oleh keraguan terhadap kemampuan diri
dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas.
d. Kualitas usahaPenggunaan strategi dalam memproses suatu tugas secara lebih
mendalam dan keterlibatan kognitif dalam belajar memiliki hubungan yang erat
dengan self efficacy yang tinggi. Suatu penelitian dari Pintrich dan De Groot
menemukan bahwa siswa yang memiliki self efficacy tinggi cenderung akan
memperlihatkan penggunaan kognitif dan strategi belajar yang lebih bervariasi.
Sebuah penelitian telah menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara self
efficacy dan orientasi sasaran (goal orientasi). Self efficacy dan achievement
siswa meningkat saat mereka menetapkan tujuan yang spesifik, untuk jangka
pendek, dan menantang. Meminta siswa untuk menetapkan tujuan jangka panjang
adalah hal yang baik seperti: “Saya ingin malanjutkan ke perguruan tinggi”, tetapi
akan sangat lebih baik kalau mereka juga membuat tujuan jangka pendek tentang
apa yang harus dilakukan seperti: “Saya harus mendapatka nilai A untuk tes
matematika yang akan datang”. II.I.D
Pengukuran Self EfficacyMenurut Bandura (1977) sebagaimana dikatakan dalam
tesis yang berjudul Goal Orientantion, Self Efficacy dan Prestasi Belajar pada
Siswa Peserta dan Non Peserta Program Pengajaran Intensif di Sekolah oleh
Retno Wulansari tahun 2001, pengukuran self efficacy yang dimilki seseorang
mengacu pada tiga dimensi, yaitu:a. Magnitude, yaitu suatu tingkat ketika
seseorang meyakini usaha atau tindakan yang dapat ia lakukanb. Strength, yaitu
suatu kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang yang dapat ia wujudkan
dalam meraih performa tertentu.c. Generality, diartikan sebagai keleluasaan dari
bentuk self efficacy yang dimiliki seseorang untuk digunakan dalam situasi lain
yang berbeda.
LANGKAH-LANGKAH DALAM MENINGKATKAN SELF EFFICACY
Untuk meningkatkan self efficacy atlet, ada beberapa strategi yang dapat kita
lakukan (Stipek, 1996) yaitu :
a. Mengajarkan Atlet suatu strategi khusus sehingga dapat meningkatkan
kemampuannya untuk fokus pada tugas-tugasnya.
a. Memandu Atlet dalam menetapkan tujuan, khususnya dalam membuat tujuan
jangka pendek setelah mereka mebuat tujuan jangka panjang.
b. Memberikan reward untuk performa Atlet
c. Mengkombinasikan strategi training dengan menekankan pada tujuan dan
memberi feedback pada Atlet tentang hasil pembelajarannya.
d. Memberikan support atau dukungan pada Atlet. Dukungan yang positif dapat
berasal dari pelatih seperti pernyataan “kamu dapat melakukan ini”, orang tua dan
peers.
e. Meyakinkan bahwa siswa tidak terlalu aroused dan cemas karena hal itu justru
akan menurunkan self efficacy atlet.
f. Menyediakan siswa model yang bersifat positif seperti adult dan peer.
Karakteristik tertentu dari model dapat meningkatkan self efficacy atlet.
Modelling efektif untuk meningkatkan self efficacy khususnya ketika atlet
mengobservasi keberhasilan teman peer nya yang sebenarnya mempunyai
kemampuan yang sama dengan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
http://hariansib.com/?p=105008
http://deckymotivator.blogspot.com/2009_07_01_archive.html
http://psychemate.blogspot.com/2007/12/self-efficacy.html