protein

41
MODUL IV. PENGOLAHAN PRODUK KONSUMER BERBASIS BAHAN BERPROTEIN Materi 1. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari kacang tanah 2. Sifa-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari kedelai 3. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari gandum 4. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari telur 5. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari susu 6. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari daging 7. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari ikan 8. Teknologi pengolahan produk restrukturisasi Kompetensi dasar Mampu merancang, membuat dan mengevaluasi produk-produk consumer berbasis bahan berprotein. Ringkasan 1.Sifat-sifat asam amino dan protein terutama sifat kelarutan dan tingkat hidrasi dipengaruhi sumber protein, kondisi proses, kekuatan ionik 2. Untuk memperoleh sifat fungsional optimal sebaiknya protein dalam keadaan terlarut. 3. Kondisi proses mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein 4.untuk membuat produk pangan dari bahan berprotein, perlu mempertimbangkan sifat-sifat fungsional proteinnya dan hubungannya dengan kondisi dan macam proses yang digunakan. 1. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI KACANG TANAH Oil seed (biji-bijian berminyak) seperti kacang tanah, kedelai, biji bunga matahari, biji kapas dan wijen, selain sebagai sumber 91

Upload: bahtiar-qori

Post on 01-Feb-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

protein

TRANSCRIPT

Page 1: Protein

MODUL IV. PENGOLAHAN PRODUK KONSUMER BERBASIS BAHAN BERPROTEIN

Materi

1. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari kacang tanah

2. Sifa-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari kedelai

3. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari gandum

4. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari telur

5. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari susu

6. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari daging

7. Sifat-sifat protein dan teknologi pengolahan produk dari ikan

8. Teknologi pengolahan produk restrukturisasi

Kompetensi dasar

Mampu merancang, membuat dan mengevaluasi produk-produk consumer berbasis

bahan berprotein.

Ringkasan

1. Sifat-sifat asam amino dan protein terutama sifat kelarutan dan tingkat hidrasi

dipengaruhi sumber protein, kondisi proses, kekuatan ionik

2. Untuk memperoleh sifat fungsional optimal sebaiknya protein dalam keadaan terlarut.

3. Kondisi proses mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein

4. untuk membuat produk pangan dari bahan berprotein, perlu mempertimbangkan sifat-

sifat fungsional proteinnya dan hubungannya dengan kondisi dan macam proses yang

digunakan.

1. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI KACANG

TANAH

Oil seed (biji-bijian berminyak) seperti kacang tanah, kedelai, biji bunga matahari, biji

kapas dan wijen, selain sebagai sumber minyak juga dapat digunakan sebagai sumber

protein, namun untuk ekstraksi minyaknya diperlukan sanitasi yang baik dan higienis.

Ekstraksi minyaknya dapat dilakukan secara mekanis, khemis, kombinasi mekanis

dan khemis dan dengan cara simulta (aqueous process). Ekstraksi secara mekanis

diperlukan pengaturan kadar air (5-6%), ukuran dan jumlah bahan, besarnya tekanan, suhu

dan lama ekstraksi. Ekstraksi minyak secara khemis menggunakan pelarut organic seperti

heksan. Factor-faktor yang perlu diperhatikan pada ekstraksi minyak secara khemis adalah

ukuran partikel bahan, rasio bahan dengan pelarut dan suhu ekstraksi. Untuk menekan

91

Page 2: Protein

biaya ekstraksi dan untuk memperoleh produk dengan kandungan minyak minimal maka

digunakan ekstraksi secara mekanis dan diikuti dengan ekstraksi menggunakan pelarut.

Proses simultan adalah proses pengambilan minyak dan protein secara

serentak/bersama-sama. Factor-faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran partikel

bahan, rasio bahan dengan air, pH dan suhu. Keuntungan proses simultan, dapat

dilaksanakan pada pabrik skala kecil dengan investasi awal kecil, operasi labih aman dan

murah, protein dan minyak diekstraksi pada satu tahap proses, dihasilkan macam-macam

produk dengan sifat fungsional luas, proses secara batch, dilakukan inaktivasi aflatoksin,

meningkatkan daya guna protein dan lemak. Penggunaan proses simultan ini perlu

mengetahui pola kelarutan protein oleh kondisi pH.

Kacang tanah mengandung lemak 45-50% dan protein 22-30% (sebanyak 90%

terdapat pada keeping biji). Protein kacang tanah terdiri dari albumin, arakhin (63%) dan α

konarakhin (33%). Arakhin dan koanarakhin mempunyai profil asam amino sama kecuali

konarakhin mengandung methionin dan sistin yang lebih banyak. Asam amino pembatas

protein kacang tanah adalah methionin, lisin dan threonin. Kelarutan protein kacang tanah

ditunjukkan pada gambar 4.1. Daerah pH isoelektriknya 3-6 dengan minimal pada pH 4,

kelarutan tinggi pada pH 8 (>97% terekstrak). Adanya garam Na dan K kelarutan protein

naik pada pH<3, netral dan alkali.

(A) (B)

Gambar 4.1 Kelarutan protein kacang tanah (A) dalam air; (B) dalam 0,2 M NaCla. Total protein; b. arakhin; c. konarakhin II; d. konarakhin I (Zayas, 19970.

Produk-produk yang dihasilkan dari kacang tanah dengan memanfaatkan proteinnya

meliputi: (1) kacang tanah lemak rendah/protein tinggi, (2) tepung kacang tanah (peanut

flake) ada 4 jenis yaitu high fat peanut flake, low fat peanut flake, defatted peanut flake dan

peanut grits, (3) konsentrat protein, (4) isolat protein, (5) ground meat product (bakso dan

sosis), meat analog (extruded, textured protein product), (6) baby food, (7) dry canned food.

Untuk pembuatan produk-produk tersebut perlu dilakukan pra proses. Untuk proses

simultan, pra proses yang dilakukan adalah sortasi, pengambilan kulit ari dan lembaga

92

Page 3: Protein

(secara mekanis, dengan blanching), grinding. Untuk proses non simultan, pra proses yang

dilakukan meliputi sortasi, pengambilan kulit arid dan lembaga, pressing (pengambilan

minyak secara mekanis).

Kacang tanah lemak rendah/protein tinggi

Pembuatan kacang tanah lemak rendah menggunakan bahan dasar kacang tanah

dengan kulit ari ataupun sudah diblanching, dilakukan pre heating hingga kadar air 5-6%,

diekstraksi sebagian minyaknya dengan pressing secara dingin ataupun panas, direkontitusi

dengan merendam dalam air mendidih hingga kadar air 35-45%, penambahan bumbu dan

pengeringan/penggorengan dengan/tanpa minyak. Diagram alirnya ditunjukkan pada

gambar 4.2.

Gambar 4.2 Diagram alir pembuatan kacang tanah lemak rendah (Zayas, 1997).

Tepung kacang tanah

Kacang tanah diblanching dan dipisahkan kulit ari, lembaga dan keping biji. Keping

biji dipress untuk mengambil sebagian minyaknya (tingkat pengambilan minyak menentukan

jenis tepung yang dihasilkan). Press cake yang dihasilkan diekstraksi sisa minyaknya

menggunakan heksan, dan solven diuapkan dihasilkan defatted peanut meal. DPM digiling

dan dihasilkan DPF, LFPF, HFPF. Tepung kacang tanah yang baik berwarna putih, tidak

berasa (bland taste), tekstur berpasir (grity texture) dan stabil pada suhu ruang.

Konsentrat dan isolate protein kacang tanah

Pembuatan konsentrat protein proses pokoknya meliputi (1), leaching untuk

mengekstraksi komponen non protein (dapat menggunakan asam hingga pH isoelektris,

larutan organic, air panas), (2) pemisahan padatan dan cairan, (3) pengeringan padatan.

Pembuatan konsentrat protein secara simultan ditunjukkan pada gambar 4.3.

93

Page 4: Protein

Gambar 4.3 Diagram alir pembuatan konsentrat protein kacang tanah secara simultan

Pembuatan isolate protein proses pokoknya adalah (1) ekkstraksi protein

menggunakan larutan basa pada pH 8-9, (2) pemisahan padatan dan cairan, (3) cairan

dipresipitasi pada pH isoelektris (pH 4), (3) pemisahan padatan hasil presipitasi dan cairan,

(4) pengeringan padatan. Diagram alirnya ditunjukkan pada gambar 4.4.

Untuk menghasilkan konsentrat dan isolate protein yang bersifat netral, sebelum

proses pengeringan dilakukan netralisasi menggunakan larutan basa.

Gambar 4.4 Diagram alir pembuatan isolate protein kacang tanah secara simultan

Meat product and meat analogues

Jenis produk-produk tersebut yaitu ground meat product, meat analogues. Ground

meat product berbahan dasar tepung kacang tanah, grits, konsentrat dan isolate protein.

Meat analogues (textured protein product), merupakan produk dengan tekstur dan

citarasa mirip daging (daging ayam, sapi, kambing dll), ada 2 macam yaitu spun fiber,

extruded type product. Spun fiber, berbahan dasar isolate protein yang dibuat semacam

serat dan diberi pewarna dan flavor daging.

94

Page 5: Protein

Extruded type product berbahan dasar tepung kacang tanah sehingga lebih murah

daripada meat analogues. Dibuat dengan menggunakan proses ekstrusi hingga dihasilkan

chewy product yang cocok untuk manula dan makanan bayi.

2. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI KEDELAI

Kedelai mengandung protein 34,9% (terdiri 85% globulin, 15% albumin, proteosa dan

protein konjugasi), lemak 18,1%, karbohidrat 34,8% dan air 7,5%. Sifat kelarutan protein

kedelai ditunjukkan pada gambar 4.5, sedangkan komposisi protein kedelai larut air

ditunjukkan pada table 4.1.

Gambar 4.5 Dispersibilitas protein kedelai _______ : nitrogen; --------: resipitan (sumber: Fan and Sosulski, 1974)

Table 4.1 Komposisi protein kedelai larut air

Fraksi % Total Komponen BM

2 S

7S

11 S

15 S

22

37

31

11

Tripsin inh.

Sitokrom c

Hemaglutinin

Lipoksidase

Beta amilase

7S globulin

11 S globulin

8000 – 21500

12000

110000

102000

61700

18000-210000

350000

600000

Protein globulin 7S (globulin glicinin) dan 11S (β conglycinin) sangat berperanan

dalam pembentukan gel, misal dalam pembuatan tahu dan yoghurt. Gel protein kedelai

mempunyai kemampuan membentuk suatu matriks dan menyimpan /memerangkap lemak,

polisakarida, flavor dan komponen lain. Fraksi 7 S dan 11S mengalami gelasi induksi panas

setelah pemanasan 88 oC selama 42 menit. Mekanisme pembentukan gel protein kedelai

terutama ditentukan oleh asosiasi dan sisosiasi induksi panas protein-protein kedelai, yaitu

akibat terjadinya agregasi globulin 11S yang bersifat larut. Perbedaan kapasitas geling fraksi

95

Page 6: Protein

7 S dan 11S disebabkan oleh perbedaan karakteristik reaksi asosiasi/disosiasi dan

unfolding oleh panas. Campuran isolate protein kedelai 7S dan 11S mempunyai kapasitas

geling yang lebih baik daripada masing-masing fraksi secara individual, karena terjadi

disosiasi sub unit 7S dan 11S, kemudian berinteraksi dengan keduanya ataupun masing-

masing sub unit. Kapasitas geling ini berhubungan dengan interaksi termal antara fraksi 7 S

dan 11S, kekuatan gel dipengaruhi rasio fraksi 7S dan 11S.

Pembentukan gel diperoleh dari pemanasan larutan protein ≥ 7% pada suhu 100 oC

selama 30 menit atau 88 oC selama 42 menit . Pemebentukan gel juga dapat melalui

induksi dengan Ca, dan gel yang terbentuk mempunyai kekuatan lebih tinggi namun WHC

lebih rendah dibandingkan dengan cara induksi panas. Ikatan silang yang terbentuk pada

pembentukan gel adalah interaksi hidrofob, ikatan Hidrogen, dan disulfida.

Produk-produk protein kedelai berupa tepung kedelai, konsentrat protein, isolate

protein, texturized vegetable protein (TVP). Pembuatan produk-produk protein kedelai

secara garis besar ditunjukkan pada gambar 4.6.

Kelemahan pemanfaatan protein kedelai adalah adanya flavor pahit, grassy dan

beany off flavor. Flavor pahit, terbentuk oleh komponen non volatil, oksidasi asam lemak

oleh enzim lipoksigenase maupun secara autoksidasi, terjadinya ikatan antara fosfatidil

kholin dengan protein. Grassy flavor disebabkan oleh komponen alkohol dan karbonil dalam

kedelai.

Beany off flavor sulit dihilangkan atau ditutupi. Menggunakan metode khemis, maka

protein terdenaturasi dan terbentuk off flavor baru yaitu cooked off flavor atau toasted off

flavor. Penggunaan senyawa pengekstrak lemak tidak efektif, karena menurunkan sifat

fungsional dan terbentuk substansi racub selama perlakuan khemis. Metode fisik lebih

berhasil yaitu dengan memerangkap PEF (Pre Emulsified Fat).

Gambar 4.6 Diagram alir pembuatan produk-produk protein kedelai

Produk-produk protein kedelai yang berupa tepung, konsentrat dan isolate protein

banyak digunakan untuk fortifikasi (pada roti, menurunkan lemak bebas dari 60% menjadi

96

Page 7: Protein

40%), bahan pengikat (misal pada pembuatan sosis, untuk memperbaiki sifat emulsifikasi,

pengikatan lemak dan air, thickening, cohesiveness, adhesiveness dan gelasi), pembentuk

tekstur dan pembuatan TVP.

Alasan/dasar pertimbangan pembuatan TVP adalah dapat menyediakan kalori

tinggi, pengusahaan lebih cepat tanpa dirombak dulu menjadi protein hewani, dapat dibuat

sesuai keperluan konsumen (daging sapi, daging kambing, daging ayam), komposisi dibuat

sesuai kebutuhan, peningkatan nilai social bahan dasar, harga terjangkau dan penyediaan

konsumsi untuk vegetarian.

Pada pembuatan TVP, perlu diperhatikan pembuatan adonannya. Pembuatan

adonan dengan menambahkan alkali hingga pH 9-13, konsentrasi protein 10-30%, dan

viskositas 10000-20000 cp. Penambahan bumbu-bumbu, flavor, pewarna dan diekstrusi.

Garam (0,5-1,2%) selain sebagai pemantap rasa, juga agar protein menjadi tidak larut dan

meningkatkan elastisitas menjadi 50-400%. Untuk pembentukan tekstur (untuk meat

analogues ditambahkan binder (pati, CMC, gum) yang berfungsi sebagai perekat.untuk

menguatkan benang-benang protein yang dihasilkan dilakukan presipitasi menggunakan

asam (asam laktat, sitrai, asetat) 0,5-10%.

Produk-produk protein kedelai yang dibuat dari bahan dasar biji kedelai adalah tahu

dan kembang tahu. Pembuatan tahu pada prinsipnya adalah ekstraksi komponen-komponen

pada kedelai menggunakan air dan panas, penyaringan, koagulasi (dengan asam atau

garam bivalen, misalnya batu tahu/CaSO4) dan pencetakan.

Pembuatan kembang tahu dasar prosesnya adalah ekstraksi kedelai tanpa kulit ari

(diperoleh total padatan <6%) dan sebaiknya pH netral, Dilanjutkan pembentukan lapisan

dengan pemansan pada suhu 85 – 90 oC. Mekanisme pembentukan lapisan meliputi

denaturasi oleh panas dan polimerisasi indotermik, kemudian dehidrasi permukaan dan

interaksi protein-lemak dan protein-karbohidrat.

3. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI GANDUM

Sebagian besar produksi sereal (seperti gandum, jagung, padi, barley dan lain-lain),

digunakan untk konsumsi manusia, sisanya untuk pakan dan keperluan industri. Proporsi

kebutuhan protein sereal lebih dari setengah bagian kebutuhan protein dunia. Produksi susu

dan daging juga berbasis dari sereal, karena sereal digunakan sebagai pakan penghasil

susu dan daging. Karakteristik sereal, tinggi kandungan pati (65-80% db), relatif penting

kandungan protein (8-13% db), dan relatif rendah kandungan lemak (1-5% db). Komposisi

beberapa jenis sereal ditunjukkan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Komposisi beberapa jenis sereal (% db)

sereal protein lemak pati serat abu

97

Page 8: Protein

Gandum

Barley

Jagung

Sorgum

Padi

12,2

10,9

10,2

11,0

8,1

1,9

2,3

4,6

3,5

1,2

71,9

73,5

79,5

65,0

75,8

1,9

4,3

2,3

4,9

0,5

1,7

2,4

1,3

2,6

1,4

Protein sereal mempunyai citarasa tawar, tidak berikatan dengan komponen yang

tidak diinginkan seperti pigmen dan senyawa racun, mempunyai asam amino terbatas

(kekurangan beberapa jenis asam amino essensial, kandungan protein dan ekstrabilitasnya

rendah.

Ekstrakbilitas dan pemekatan protein sulit dilakukan karena biji tertutup, dan protein

banyak terdapat pada endosperm, banyak mengandung storage protein yang bersifat tidak

larut, struktur protein amorphous serta berikatan dengan molekul pati dan komponen lain.

Pemisahan biji secara mekanik menggunakan grinding dan air clarification kurang berhasil,

apabila menggunakan wet milling maka dirintangi oleh tidak terlarutnya storage protein

dalam pelarut air. Protein sereal diklasifikasikan berdasarkan morfologi, fungsi biologikal,

kelarutan dan komposisi kimia.

Berdasarkan morfologi:

a. Protein endosperm b. Protein aleuron c. Protein embrio.

Berdasarkan fungsi biologikal:

a. Protein sitoplasmik adalah protein yang mempunyai aktivitas metabolik, contohnya

enzim, protein membran, protein ribosom, protein regulator, dan lain-lain

b. Storage protein, protein dengan BM rendah dan BM tinggi. Storage protein, sejenis

dengan protein endosperm dan dalam jumlah kecil juga terdapat pada lapisan aleuron

dan embrio.

Berdasarkan kelarutannya:

a. Albumin b. globulin c. prolamin d. glutelin.

Berdasarkan komposisi kimianya:

a. protein sederhana

b. protein kompleks, contohnya lipoprotein, glikoprotein, nukleoprotein, dan lain-lain.

Ekstraksi protein sereal

Komposisi, struktur dan sifat protein sereal spesifik, sehingga untuk pemisahan dan

ekstraksi protein perlu hati-hati dan tidak terjadi perubahan kondisi yang drastis. Kesulitan-

problema dalam ekstraksi protein sereal disebabkan:

a. hampir semua protein sereal dalam keadaan anhidrous, mudah mengalami

penggumpalan dan mengering sebagian

98

Page 9: Protein

b. komposisinya sangat heterogen, yaitu mengandung beberapa komponen biokimia seperti

lemak, karbohidrat, enzim, asam nukleat, polifenol, dan lain-lain

c. keadaan biologikal jaringan hetergen, paling tidak terdapat dua bagian yang terpisah

yaitu embrio dan endosperm

d. ukuran sereal relatif kecil

e. antara kelarutan dan ekstrakbilitas tidak ada hubungan karakteristik yang sama, karena

komponen yang multikompleks, sehingga memungkinkan untuk ekstraksi menggunakan

campuran pelarut.

Oleh karena itu untuk ekstraksi protein sereal diperlukan pelarut tertentu atau

campuran pelarut yang mempunyai kemampuan untuk dispersi dan memecah (dispersing

and disrupting effect). Pelarut-pelarut yang memungkinkan digunakan untuk ekstraksi

protein sereal adalah:

a. alkohol, terutama etanol dan propanol

b. detergen (SDS, asetiltrimetilamonium

bromida, dan lain-lain)

c. garam asam lemak

d. agensia pereduksi (merkaptoetanol,

dithiotreitol)

e. asam lemah (asam asetat, asam laktat)

f. urea (mempunyai kemampuan tinggi untuk memecah ikatan hidrogen).

Sebelum proses ekstraksi dapat dilakukan deffating (pengambilan minyak) pada biji

sereal utuh atau dalam bentuk tepung, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya

pembentukan lipid-protein kompleks. Namun hal ini menyebakan terjadinya denaturasi

sehingga menurunkan kelarutan protein, dan ada jenis protein yang larut dalam pelarut

lemak (contohnya lipotionin). Kadang-kadang tidak dilakukan pengambilan minyak,

tergantung tujuannya.

Kandungan protein gandum berkisar 12,2% (db), yang terdiri dari albumin 6-12%,

globulin 5-11% dan gluten 85%, yang terdiri dari gliadin dan glutenin. Gliadin mempunyai

BM lebih rehdah, ikatan S-S bersifat intramolekul, apabila terhidrasi membentuk massa

viskus, mempunyai elastisitas dan viskositas tinggi. Glutenin mempunyai BM besar, ikatan

S-S bersifat intermolekul, apabila terhidrasi membentuk massa liat dan kohesif, mempunyai

elastisitas rendah. Molekul gliadin dan glutein ditunjukkan pada gambar 4.7 dan 4.8

99

Page 10: Protein

Gambar 4.7 (a) Molekul gliadin, (b) agregasi molekul gliadin bentuk fibril dan (c) agregasi molekul gliadin

(Lasztity, 1984).

Gambar 4.7 Molekul glutein (Lasztity, 1984).

Protein gandum merupakan bahan utama dalam adonan roti. Interaksi protein dan air sangat

penting karena menentukan tingkat hidrasi adonan kondisi pencampuran. Hidrasi semua

komponen dalam tepung gandum terutama protein dan pati sangat menentukan

pembentukan adonan roti. Kapasitas hidrasi tepung gandum 2,25 – 3,15 ml/g.

Oleh adanya hidrasi maka campuran gliadin dan glutenin membentuk adonan bersifat viskus

dan elastis seperti karet, yang mempunyai kemampuan menahan gas oleh adanya efek

ikatan kovalen, hidrogen dan interaksi hidrofob, bersifat viskoelastik dalam sistem, sifat efek

sifat kohesif dan elastik yang kuat dari gluten, serta mempunyai kemampuan ekstenbilitas.

Selama pencampuran (mixing), gluten menahan sejumlah air dalam strukturnya, hingga

kadar airnya mencapai 60%. Setelah mixing, gliadin dan glutenin berinteraksi dengan air

dan dengan molekul masing-masing, serta komponen-komponen lain seperti lemak, pati,

100

Page 11: Protein

gula, pentosan dan protein terlarut. Komponen adonan dan air membentuk struktur 3

dimensi, yaitu terbentuknya partikel gluten yang terperangkap dalam membran dan

menghalangi granula pati dan komponen lain. Di dalam jaringan 3 dimensi tersebut, C02

hasil fermentasi terperangkap dan mengembang selama pemanggangan karena gluten

bersifat viskoelastis. Sifat rheologi adonan ini dipengaruhi rasio protein dalam tepung dan

pembentukan ikatan selama mixing. Sifat rheologi gluten sangat kompleks, dipengaruhi

oleh:

a. kuantitas dan kualitas komponen protein dalam gluten kompleks. Untuk ini diperlukan

matriks protein tak larut untuk membentuk adonan yang bersifat kohesif, serta diperlukan

jumlah protein yang cukup untuk membentuk fase protein kontinyu oleh adanya pati dan

air.

b. Interaksi (ikatan S-S, ionik, hidrofobik) antar fraksi dalam gluten komplek

Gluten, tinggi kandungan asam glutamat dan prolin, rendah kandungan asam amino basa

(lisin, arginin, histidin), tingkat amidasi tinggi, kandungan sistin dan sistein cukup.

Dalam pembentukan adonan roti, ikatan-ikatan yang berperanan adalah:

a. Ikatan S-S (meliputi jumlah dan distribusi ikatan S-S, keseimbangan ikatan S-S inter dan

intra). Ikatan S-S ini terjadi perubahan selama mixing dan resting.

b. Ikatan H, yaitu dalam pembentukan gluten kompleks

c. Interaksi hidrofob, yang merupakan proses indotermis, sehingga menghasilkan stabilitas

panas protein.

Skema interaksi protein gandum dalam adonan ditunjukkan pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 model interaksi protein gandum dalam adonan (Lasztity, 1984).

101

Page 12: Protein

Selain dimanfaatkan sebagai tepung gandum, gandum juga diekstraksi proteinnya

dan dibuat tepung gluten. Cara pembuatan tepung gluten ada 3 macam yaitu cara kering

(air/dry processing), cara basah (wet processing) dan dengan non aqueous solvent.

Tepung dipisahkan berdasarkan perbedaan densitas partikel pati dan protein.

Tepung gluten yang dihasilkan mempunyai kadar protein 20-25%. Pembuatan gluten cara

basah berhubungan dengan produksi pati gandum. Tepung gandum dibuat adonan, dicuci

menggunakan air, pemisahan pati dan gluten, pati tercuci dan terbentuk massa seperti karet

yaitu gluten, dilanjutkan dengan pengeringan.

Tepung gluten yang baik mempunyai kadar protein 75-80%, absorpsi air 1,5-2 x

berat, kecepatan penggembungan (velocity of swelling 20-60 detik, dengan maksimum

absorpsi air dan amkasimum penggembungan harus tercapai.

Kegunaan gluten yaitu untuk peningkatan fortifikasi, sebagai pengikat (binder, missal

dalam pembuatan sosis), produksi protein hidrolisat (untuk makanan, dan meat flavor),

MSG, baking industry, breakfast food, meat analog.

Untuk memperbaiki sifat-sifat fungsional gluten dapat dilakukan modifikasi dengan

cara succinilasi dan asilasi yaitu untuk memperbaiki kelarutan, peningkatan

penggembungan, peningkatan kapasitas pennyerapan air; dengan cara hidrolisis enzimatis

yaitu untuk menghasilkan flavor daging dan makanan tertentu.

102

Page 13: Protein

4. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI TELURTelur banyak dimanfaatkan sebagai sumber protein, mempunyai komposisi ggizi

yang baik, dayacerna dan nilai gizi tinggi. Telur terdiri dari kulit (12,3%), bagian putih telur

(albumin= 5,8%), bagian kuning telur (13,9%) dan dipisahkan oleh membrane vetelline.

Komposisi telur ditunjukkan pada table 4.3.

Table 4.3 Komposisi telur (%)

Komponen Kulit Putih telur Kuning telur

Bahan anorganik 95,1 - -

Protein 3,3 12,0 17,0

Glukosa - 0,4 0,2

Lemak - 0,3 32,2

Garam - 0,3 0,3

Air 1,6 87,0 48,5

Sifat fungsional telur meliputi sebagai koagulating, pengemulsi, pembentuk buih dan untuk

perbaikan nutrisi.

Putih telur

Protein putih telur terdiri dari ovalbumin (54%), conalbumin (13%), ovomucoid (11%)

conalbumin, dan sisanya berupa G globulin, ovomucin, avidin dan lain-lain (% dari

albumin). conalbumin merupakan glikoprotein yang mengandung 3 molekul D glukosamin

dan 6 molekul D mannosa yang berikatan dengan asam aspartat. Conalbumin merupakan

ion logam multivalen, dan bersifat stabil apabila membentuk kompleks dengan ion logam.

Ovomucoid merupakan glikoprotein, mengandung 9% mannosa, galaktosa 3:1 dan

glukosamin 13%, tahan terhadap denaturan tetapi kehilangan sifat antitripsinnya. Lisosim

menyebabkan putih telur bersifat lekat dan bersifat antibakteri.

Sifat fungsional putih telur meliputi:

a. Gelling agent

Ovalbumin, kandungan –SH tinggi, adanya denaturasi gugus –SH reaktif menjadi S-S,

membentuk jaringan 3 dimensi dan mengalami agregasi memebentuk β sheet.

b. Foaming agent

Ovoglobulin berkontribusi pada volume buih, ovomucin pada stabilitas buih, karena

banyak mengandung ikatan S-S dan membentuk ikatan silang, ovalbumin banyak

mengandung karbohidrat sehingga meningkatkan viskositas.

Oleh adanya panas mudah terkoogulasi, membentuk protein network karena mudah

terjadi interaksi protein-protein melaluiikatan S-S dan memerangkap udara.

Adanya garam mempermudah pembentukkan buih karena sebagian air diikat garam.

c. Thickenner

103

Page 14: Protein

Adanya ovalbumin (tinggi kandungan karbohidrat), sehingg meningkatkan viskositas.

Kuning telur

Kuning telur mempunyai total padatan 53%, protein 33%, lemak 63% terdiri

trigliserida 41%, fosfolipida (lecitin 14,8%, cepalin 3,2%, spingomelin 0,5% dan cholesterol

3,5%), glukosa bebas 0,4%, komponen anorganik 2,1%, asam amino 1,5%. Protein kuning

telur terdidiri dari livetins (4-10%), phosvitin (5-6%), vitellin (4-15%) dan vitellenin (8-9%) (%

dari kuning telur).

Sifat fungsional kuning telur adalah sebagai pengemulsi, penstabil emulsi dan

foaming agent. Kuning telur banyak mengandung fosfolipida seperti lecitin, cepalin,

spingomelin, cholesterol. Lipovetellin, membantu aerasi dan foaming. Lipovetellin

menghambat aerasi namun membantu penahanan udara dalam whipping. Livetin

menurunkan tegangan antar muka.

Produk-produk telur

Produk-produk telur dapat berupa telur beku (putih telur, kuning telur ataupun

keseluruhan/whole eggs) dan tepung telur. Pengeringan menggunakan spray dryer (untuk

putih telur, kuning telur ataupun telur keseluruhan), menggunakan tray dryer (untuk putih

telur), menggunakan freeze dryer (untuk telur keseluruhan).

Tahap pra proses (sebelum pembekuan maupun pengeringan), meliputi tahap-tahap:

1. Sortasi: telur yang pecah, retak tidak digunakan

2. Pendinginan suhu 15 oC, kemudian dicuci menggunakan chlorin

3. Pemecahan telur, pemisahan antara putih dan kuning telur di ruang pemecahan apabila

diperlukan

Untuk telur keseluruhan dan kuning telur, dilakukan pencampuran dan pemisahan kulit ari

maupun pecahan kulit, parteurisasi dan segera diproses lebih lanjut yaitu dibekukan ataupun

dikeringkan. Untuk putih telur dilewatkan saringan halus untuk memecag gelatinous

structure dan segera diproses lebih lanjut. Pembekuan telur sebaiknya menghindari

adanya kristal-kristal air yang beku, karena dapat menghilangkan sifat-sifat fungsionalnya.

Dalam pembuatan tepung telur, gula harus diambil/dihilangkan (dilakukan desugering)

karena dapat menyebabkan terjadinya pencoklatan. Apabila terjadi pencoklatan maka

menyebabkan off odour dan off flavour, penurunan kelarutan dan sifat-sifat fungsional, dan

warna menjadi lebih gelap. Desugering dapat dilakukan secara fermentasi dan enzimatis

1. Fermentasi menggunakan Aerobacter aerogenes, maupun menggunakan yeast. Apabila

menggunakan yeast sisa gula kecil dan stabilitas buih baik.

2. Secaraenzimatis menggunakan glukosa oksidase-katalase-hidrogen peroksidase. Secara

enzimatis, sisa gula 5-6% dari total gula, dan volume buih lebik baik.

104

Page 15: Protein

5. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI SUSU

Definisi air susu adalah produk/cairan hasil pemerahan hewan ternak, dan dapat

digunakan sebagai pangan yang aman. Air susu merupakan emulsi minyak dalam air.

Kandungan airnya berkisar 87%, protein 4%, lemak 4% laktosa 4-4,8%, mineral 0,7-0,8%.

Contohnya ASI, air susu sapi, air susu kambing dan lain-lain. Komponen susu dikelompokan

menjadi 3 bagian/komponen yaitu krim (banyak mengandung lemak), skim (komponen

utama protein), dan whey adalah sisa pemisahan krim dan skim.

Protein susu dibedakan menjadi 2 macam yaitu kasein (80% dari protein susu), yang

merupakan hasil presipitasi raw skim milk dengan pengasaman maupun secara enzimatis

menggunakan enzim rennin, dan protein whey (0,5-0,7% protein terlarut). Protein susu

dItunjukkan pada gambar 4.9.

Gambar 4.9 Protein susu (sumber: Horton high biology)

Kasein terdiri α kasein (mengandung 20-30% dari total protein), β kasein

(mengandung 20-30% dari total protein) dan g kasein (mengandung 3-7% dari total

protein). Whey protein terdiri dari laktalbumin (mengandung 10% dari total protein) dan

laktoglobulin. Protein susu dimanfaatkan dari aspek sifat fungsionalnya, nutrisi dan sensoris.

Dalam dairy food untuk kebutuhan sifat fungsional 3,5-30%, dan sebagai ingredient 0,5-

10%. Sifat fungsional protein susu dikelompokan menjadi 3 sifat yaitu sebagai emulsifier

yang meliputi WHC dan OHC, sebagai foaming agent dan gelling agent.

Peranan protein susu dalam system pangan adalah untuk memperbaiki tekstur,

sebagai emulsifier, ekstender, meningkatkan mouthfeel, retensi flavor dan sebagai sumber

nutrisi. Consentrate milk powder (CMP) menyebabkan peningkatan fleksibilitas dan

penurunan processing losses. NFDM (non fat dry milk): untuk meperbaiki kelarutan, warna,

flavor dan stabilitas. WPC (whey protein consentrate): nilai gizi tinggi, banyak mengandung

asam amino essential, baik untuk emulsifier pada kisaran pH susu, mudah membentuk gel,

namun bersifat peka panas. Caseinate: penstabil emulsi, water binding dan meningkatkan

konsistensi.

105

Page 16: Protein

Pengolahan susu menyebabkan perubahan-perubahan sifat protein susu. Beberapa

jenis pengolahan di antaranya adalah penggunaan asam, enzim rennin, panas, pembekuan

dan pengeringan. Oleh adanya asam, maka terjadi pemutusan ikatan casein dengan Ca dan

terjadi presitipasi. Oleh adanya enzim rennin, (1) terjadi pemecahan α casein (pada ikatan

peptide antara fenil alanin dengan methionin (residu 105-106), menjadi para α casein, GMP

(gliko makropeptida), dan MP (makro peptida); (2) terjadi agregrasi missela membentuk

jaringan 3 dimensi; (3) oleh adanya panas, maka para α casein terkoagulasi.

Adanya pengaruh panas, maka protein susu mengalami denaturasi dan apabila

terdapat Ca, maka terbentuk agregat berukuran besar namun tidak tahan panas. Pengaruh

panas ini dipengaruhi oleh adanya garam konsentrasi tinggi, pH basa dan agensia

skuestran, merupakan fungsi konsentrasi padatan (solid).

Pada penyimpanan beku, protein susu mengalami presipitasi setelah thawing dan

laktosa mengalami kristalisasi. Oleh proses pengeringan, terjadi penurunan kelarutan

protein susu. Pada kadar padatan 60%, casein dengan cepat tidak larut, dan pada kadar

padatan 80%, protein susu mengalami instanious coagulation.

Homogenisasi merupakan tahap proses yang bertujuan untuk meningkatkan

stabilitas emulsi susu, karena terjadi pengecilan dan penyeragaman ukuran globula lemak.

Perubahan yang terjadi pada homogenisasi ditunjukkan pada gambar 4.10. Produk-produk

dari susu antara lain krim, skim milk, susu konsentrat, evaporated milk, susu bubuk, es

krim, mentega, keju, yoghurt dan lain-lain.

Gambar 4.10 Perubahan susu oleh proses homogenisasi (sumber: Pace, 1983)

Es krim

Es krim yang baik flavor kuat, kristal lembut (smooth body), mouthfeel, mencair di

mulut, warna menarik, over run 100-120%. Bahan pembuat es krim ditunjukkan pada tabel

4.4, mikrostrukturnya ditunjukkan pada gambar 4.11

106

Page 17: Protein

Tabel 4.4 Bahan pembuat es krim

Bahan Fungsi Contoh dan jumlah

NFMS/SNM Tekstur; nutrisiDitambahkan kondensed milk; NFMS bubuk

10% dalam adonan

fat Flavor, smooth body, tekstur, tahan melting 12-15%

gula Pemanis, penurunan titik beku, body dan teksturSukrosa, glukosa, gula invert10-16% dalam adonan

penstabil Meningkatkan tingkat hidrasi adonan, smooth textuer, body, penstabil emulsi

Gelatin 0,5%; Na alginat 0,2-0,3%

emulsifier Mensabilkan emulsi, mengemulsikan lemak Lesitin, kuning telur

Gambar 4.11 mikrostruktur es krim (sumber: Clarke, 2004)

Pembuatan es krim

Pembuatan es krim melalui beberapa tahap yaitu: pemansan awal, pasteurisasi,

homogenisasi, aging, pembekuan dan whipping. Skema pembuatan dan profil suhu

ditunjukkan pada gambar 4.12 .

Gambar 4.12 skema pembuatan eskrim dan profil suhu (sumber: Clarke, 2004)

1. Pemanasan awal, bahan cair dipanaskan pada 40-45 oC, ditambah gula dan penstabil

kemudian dilakukan mixing.

2. Pasteurisasi (67 oC, 30 menit; 80 oC, 25 detik)107

Page 18: Protein

3. Homogenisasi (dalam keadaan panas ≥35 oC), tujuan mencegah churning, mengurangi

waktu aging, memperolah viskositas, memperbaiki tekstur dan body (gambar 4.13)

4. Aging, didinginkan 4 oC selama 24 jam (tergantung stabilizer yang digunakan)

5. Pembekuan dan whipping (-10 oC dan cepat), terjadi 3 tahap proses yaitu pendinginan,

kristalisasi dan pembentukan over run. Setelah adonan mencapai konsentrasi tertentu

yaitu pada kondisi saturasi, apabila didinginkan/dibekukan akan mencapai supersaturasi

hingga terjadi kristalisasi. Dengan adanya tahap whipping, terjadi pemerangkapan udara

dan akan diperoleh over run tetrtentu.

6. Pengisian dengan cepat

7. Hardening dan penyimpanan (-20) sampai (-30 oC)

8. Packaging.

Gambar 4.13 homogenisasi susu (sumber: Clarke, 2004)

Besarnya over run menentukan kualitas es krim. Over run merupakan kenaikan

volume es krim. Selama proses whipping terjadi pemerangkapan udara sehingga terjadi

over run. Untuk memperoleh tekstur es krim yang baik, over run berkisar 100-120%. Adanya

NFMS, menyebabkan kenaikan over run, sedangkan gelatin dan lemak menyebabkan

penurunan over run.

Sifat mouthfeel diperoleh karena terjadinya ketidak stabilan parsial dari globula

lemak, sehingga terjadi penggabungan sebagian globula lemak disekitar gelembung udara,

terbebasnya lemak disekitar antar muka air-udara. Lemak yang terbebas ini yang

menyebakan sifat mouthfeel.

Mentega

Mentega merupakan massa kompak yang terbuat dari susu, merupakan massa yang

homogen dan uniform, fase kontinyu berupa lemak bebas dalam bentuk cair yang

mengandung kristal lemak bebas, globula lemak, granula curd, buih dan globula air,

permukaan tampak kering, tidak ada air bebas dan warna merata. Mentega ada 2 macam

yaitu table butter, mengandung garam± 3% dan desk/cooking butter, tanpa flaforing dan

tanpa pewarna. Bahan dasar yang digunakan adalah susu segar atau krim dari susu segar

atau sudah mengalami pasteurisasi. Pembuatan mentega melalui beberapa tahap yaitu: 108

Page 19: Protein

krimming, netralisasi, pasteurisasi, pendinginan dan aging, churning, working, pencetakan

dan wrapping, penyimpanan.

1. Kriming, menggunakan sentrifugal cream separator. Selama krimming dan pemisahan

krim yang dihasilkan mempunyai kadar lemak 30-33% dan lemak terekstrak 99,5%.

2. Netralisasi, bertujuan untuk mencegah off flavor dan mempertahankan kualitas selama

penyimpanan dingin.

3. Pasteurisasi

4. Pendinginan dan aging, dilakukan pada suhu 10 oC selama 12 jam atau 3-4 oC selama 3

jam. Tahap proses ini bertujuan mengontrol kristalisasi kandungan toal padatan dan

kristalisasi lemak

5. Churning, dilakukan pada suhu 5-10 oC dan dilakukan berulang 4-5 kali. Pada tahap ini

dilakukan pengadukan cepat sehingga emulsi tidak stabil dan globula lemak saling

bergabung, air terperangkap dalam lemak, membentuk buih dan akhirnya pecah..

Kemudian dilanjutkan dengan pemisahan fase air (butter milk) dan butter grain dicuci

dengan air dingin (chilled water) untuk membebaskan butter milk dan terbentuk butter

granula serta terjadi konversi emulsi. Pada tahap Churning dilakukan penambahan

garam untuk mendistribusikan sisa air dan memberi citarasa, hingga kadar garam pada

produk akhir 1,5-2%.

6. Working, merupakan pengadukan dengan kecepatan tinggi dan terjadi proses mixing,

kneading, spreading dan compacting. Tujuan proses working untuk menangkap

kelebihan lemak/lemak bebas, mendispersikan sisa air dan garam.

7. Pencetakan dan wrapping dan pengemasan

8. Penyimpanan, pada (-20) - (-25 oC), tahan beberapa bulan; (-10) - (-15 oC), tahan 1-2

bulan. Selama penyimpanan diperlukan pengaturan RH ruangan.

Perubahan membran globula lemak pada pembuatan mentega ditunjukkan pada gambar

4.14.

109

Page 20: Protein

Gambar 4.14 Perubahan membrane globula lemak pada pembuatan mentega (sumber: Pace, 1983)Keju

Keju diklasifikasikan berdasarkan teksturnya dan cara pemeraman. Berdasarkan

teksturnya, dalam hal ini berkaitan dengan kadar airnya, keju ada 4 macam yaitu keju

sangat keras (KA 25%), keras (KA 25-36%), agak keras (KA 36-40%) dan lunak (KA>40%).

Menurut cara pemeraman, ada 4 jenis yaitu berdasarkan jenis mikroba yang digunakan yaitu

jamur, bakteri, kombinasi jamur dan bakteri, tidak diperam. Keju camembert, menggunakan

bakteri Penicillium cambertii; keju swiss, menggunakan Propionibacterium shermanii.

Tahap pembuatan keju meliputi pasteurisasi dan evaporasi, clothing, pengetusan,

curd treatment, ripening/curing.

1. Pasteurisasi dan evaporasi

2. Clothing, untuk pembentukan workable curd. Tahap clothing dilakukan 2 tahap yaitu

pengasaman dengan inokulasi menggunakan bakteri asam laktat yang bertujuan untuk

menghambat pertumbuhan mikrobia yang tidak dikehendaki dan untuk mempercepat

koagulasi, dan terbentuk curd yang lunak. Curd yang dihasilkan ditambah enzim rennet,

renneting dilakukan selama 30 menit hingga terbentuk workable curd.

3. Pengetusan bertujuan untuk menghilangakan whey, Pada suhu 15-20 oC, selama 3-4

hari.

4. curd treatment, meliputi pemotongan curd dan penambahan garam 1-5%, untuk

Pembentukanelastisitas, tekstur, dan flavor.

5. Ripening dan curing, selama tahap ini terjadi hidrolisi protein dan lemak hingga terbentuk

flavor, odor, tekstur dan body.

6. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI DAGING

Daging mengandung protein berkisar 18,8%. Jenis protein daging ada 2 macam

yaitu protein globular (hemoglobin, G aktin dan miogen), dan protein fibril (miosin, 21-27%; F

aktin, 50%; dan kolagen. Miosin bersifat viskus, strukturnya heliks, banyak mengikat Ca dan

Mg. Aktin terdiri dari G aktin yang banyak mengandung prolin, R non polar, bersifat bulky

dan Faktin merupakan polimerisasi G aktin yang terdiri 13-15 sub unit.

Berdasarkan kelarutannya, protein daging terdiri dari protein sarkoplasmik (bersifat

sangat larut), protein miofibril (larut dalam garam), protein stroma/protein jaringan konektif

(bersifat sedikit larut air), terdiri protein struktur (sarkolemna, dan lain-lain) dan protein

jaringan konektif (kolagen, elastin, rektikulum).

Sifat fungsional protein daging meliputi sifat pengikatan air, pengikatan lemak,

pengemulsi dan WHC. Struktur dan protein daging dapat mengalami perubahan oleh

berbagai faktor seperti rigor, pengempukan, pembekuan, curing, pelumatan dan

pemanasan.

110

Page 21: Protein

Selama rigor, terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat, penurunan keasaman

dari 7,2 menjadi 5,5; pewarnaan gelap, penurunan WHC dan sistem menjadi inekstensibel.

Adanya aktivitas enzim proteolitik, tekstur daging menjadi lunak karena terjadi hidrolisis

protein daging. Daging yang disimpan dalam kondisi beku mengalami dehidrasi dan

denaturasi. Oleh proses curing, adanya garam NaCl menyebabkan peningkatan sifat WHc

protein daging, sedangkan adanya fosfat maka terjadi peningkatan sifat WHC, pemutusan

jembatan miosin dan pengikatan Ca. adanya proses pelumatan misalnya dalam pembuatan

sosis, maka protein daging terekstrak dan lemak teremulsikan. Pemanasan menyebabkan

terjadinya denaturasi, pengkerutan, dehidrasi dan pewarnaan gelap pada daging.

Perubahan protein daging secara rinci selama pemanasan ditunjukkan pada tabel 4.5

Tabel 4.5 perubahan protein daging selam pemanasan

SuhuPemanasan (oC)

Perubahan yang terjadi

30-50 Miofibril unfolding, crosslink, penurunan WHC Sarkoplasmik unfolding sebagian

50-55 Miofibril rearrangement, crosslink stabil Sarkoplasmik denaturasi lamjut

55-80 Miofibril dan protein globular terkoagulasi Kolagen mengkerut

>80 Terbentuk ikatan disulfide Terjadi reaksi maillard

Sterilisasi Beberapa asam amino rusak Terjadi reaksi maillard

Sosis

Salah satu produk olahan daging adalah sosis.. Sosis dibuat dari lumatan daging,

ditambah bumbu-bumbu dan dibentuk silinder. Sosis merupakan emulsi minyak dalam air

dengan pengemulsi protein, dan merupakan jaringan 3 dimensi dengan matriks protein-

protein, protein-air, protein-lemak. Macam-macam sosis meliputi fresh sausage, dry and

semi dry sausage, cooked sausage, cooked smoke sausage,uncooked smoke sausage,

cooked meat speciality. Komponen sosis meliputi daging, air es (20-30% dari daging), lemak

(maksimal 30%), garam (1-5%), agensia pemanis, bumbu-bumbu dan ekstender.

Air, berfungsi untuk mengekstraksi dan melarutkan protein pada daging, dan

melarutkan komponen-komponen lain, sebagai fase kontinyu emulsi, memberikan sifat

palatability (sifat keemepukan dan juiciness). Kadar air sosis yang baik adalah 4P+10 (P:

protein). Digunakan air es, agar suhu pelumatan rendah (3-11 oC), sehingga emulsi stabil.

Daging, sebagai sumber protein dan lemak. Macam jaringan pada dging menentukan rasio

kadar air dengan protein, jumlah lemak, jumlah pigmen, sifat pengikatan dan formulasi sosis.

Protein berfungsi untuk emulsifier dan memberikan sifat WHC. Kandungan kolagen

maksimal adalah 25% dari protein daging, agar tidak terbentuk sifat seperti jelly dan tidak

terjadi pengkerutan pada produk akhir. Lemak, berperanan sebagai pemberi rasa enak

yaitu memberikan sifat pengempukan dan juiciness, serta berfungsi sebagai fase

111

Page 22: Protein

diskontinyu dalam emulsi sosis. Kandungan lemak maksimal 30%. Garam berperanan

sebagi pelarut protein dan pemantap rasa.

Agensia pemanis yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah sukrosa dan

dekstrosa (banyak digunakan), laktosa dan corn syrup. Jumlah pemanis yang digunakan

tergantung jenis pemanis dan jenis sosis yang akan dibuat. Bumbu yang digunakan antara

lain bawang merah, bawang putih, lada, dan pala. Bumbu-bumbu berfungsi sebagai pemberi

citarasa, antioksidan dan pengawet.

Ekstender merupakan bahan bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan

sosis, dan tidak termasuk garam, pemanis dan pewarna. Fungsi ekstender dalam

pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, hasil pemasakan,

kenampakan irisan dan citarasa, sebagai pembentuk tekstur, dan untuk penghematan beaya

pengolahan. Penggunaan ekstender maksimum 3,5%, apabila lebih dari 3,5% disebut

dengan sosis imitasi. Macam-macam ekstender: (a) binder atau bahan pengikat,

merupakan bahan berprotein dan berfungsi untuk mengemulsikan lemak, (s) filler atau

bahan pengisi, merupakan bahan berpati, berfungsi untuk mengikat air dan sebagai

pembentuk tekstur, (c) pengemulsi, berperanan untuk mengemulsikan lemak dan

menstabilkan emulsi, serta sebagai pembentuk tekstur, (d) penstabil, sebagai penstabil

emulsi dan pembentuk tekstur. Casing/selongsosng sosis, berfungsi sebagai wrapping dan

pencetak dalam pembuatan sosis. Casing ada 2 macam yaitu jenis edible dan non edible

food. Contoh casing selulosa, kolagen dan plastic. Pembuatan sosis secara umum meliputi

persiapan emulsi sosis, pencetakan, pemasakan.

1. Persiapan emulsi sosis meliputi pelumatan daging dengan air es, garam, curing agent

dan bumbu-bumbu, yang bertujuan untuk melarutkan dan mengekstraksi protein daging

(yang berupa myofibril dan jenis protein lain).

2. Pencetakan, dengan dimasukkan dalam selongsong sosis (casing). Selongsong

berfungsi sebagai wrapping dan pencetak, serta dapat berupa edible maupun non edible

food. Bahan selongsong selulosa, kolagen dan plastik.

3. Pemasakan, dilakukan pada suhu 66-76 oC, yang bertujuan untuk:: (a) pembentukan

tekstur dengan terjadinya koagulasi/denaturasi dan dehidrasi parsial protein, serta

gelatinisasi pati, (b) pengembangan warna oleh terjadinya denaturasi mioglobin dan

pembentukan nitrosil hemochrome, (c) memperpanjang daya simpan karena proses

pasteurisasi, (d) pemebntukan citara

4. Pengasapan (untuk sosis yang diasap), bertujuan untuk memberi citarasa khas,

perbaikan kenampakan, sebagai antioksidan dan pengawet, mempermudah

pengambilan casing. Pengasapan dapat dilakukan secara tradisional maupun

menggunakan asap cair. Penggunaan asap cair lebih aman (safety) dibandingkan

112

Page 23: Protein

pengasapan secara tradisional. Suhu pengasapan sebaiknya diatur bertingkat yaitu dari

44-66 oC sampai 76-82 oC (kenaikan 10 oC per 15 menit), dan RH 35-45% yang bertujuan

untuk mempermudah pengambilan casing, mengurangi pengembangan proteinaceoeus

skin, mengurangi cooking time, mengurangi pengkerutan dan meningkatkan permiabilitas

casing terhadap asap. Namun kerugiannya yaitu mengurangi stabilitas emulsi dan

mengurabgi intensitas warna permukaan sosis.

Factor-faktor penting dalam pembuatan sosis adalah pemotongan hewan dilakukan

pada suhu maks -1 oC agar tidak terjadi tearing dan smearning, pelumatan menggunakan

air es suhu 3-11 oC, pemasakan suhu 68-78 oC, pengasapan menggunakan suhu bertahap

(untuk sosis asap).

7. SIFAT-SIFAT PROTEIN DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DARI IKAN

Ikan sebagai produk pangan, hanya dimanfaatkan pada bagian yang dapat dimakan

saja yaitu disebut fillet ikan. Jadi fillet ikan adalah daging ikan yang telah dipisahkan dari duri

dan tulangnya. Kandungan protein pada ikan (6-28%) terbesar kedua setelah kandungan

airnya. Kandungan lemak pada ikan berbeda dibandungkan lemak nabati dan lemak hewani

lain, dan perbedaan ini meliputi 2 aspek yaitu:

1. lemak nabati dan hewani non ikan, banyak mengandung asam lemak dengan rantai >18

atom C, sedangkan lemak pada ikan 1/3 bagiannya merupakan asam lemak di luar C18

dan sebagian besar merupakan asam lemak C20 dan C22

2. asam lemak dari minyak ikan lebih banyak mengandung ikatan rangkap dibandingkan

minyak nabati, dengan C20 kebanyakan berupa hexane.

Berdasarkan kelarutannya , protein ikan dibedakan menjadi: (a) albumin (10-20%),

bersifat larut dalam air, (b) globulin (70-90%), bersifat larut dalam larutan garam, (c) keratin

dan kolagen, dengan adanya air panas menjadi gelatin dan glues (bersifat lengket seperti

lem).

Berdasarkan strukturnya dikelompokan menjadi: (a) protein larut yaitu sarkoplasma

atau cairan interseluler, (b) myofibril. Komponen utama protein struktur aktomiosin,

topomiosin, dan aktin. Kelarutan protein ini dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu sifat alami

jaringan, sifat fisiologi ikan, tingkat pemecahan, kekuatan ionic larutan, keasaman dan lama

ekstraksi. Pada kekuatan ionic minimal, protein terlarut pada pH netral dengan kisaran 0,3-

0,4 tergantung spesies ikan. Aktomiosin l;ebih mudah diekstraksi dari otot merah

dibandingkan otot putih, karena otot merah lebah banyak mengandung ATP. Produk-produk

olahan ikan antara lain surimi, tepung ikan, FPC (fish protein consentrate), fish soluble

(condensed fish soluble), sosis ikan.

113

Page 24: Protein

Surimi

Surimi, merupakan produk setengah jadi dari ikan, merupakan myofibril protein yang

stabil yang dibuatn dari fillet ikan yang dicuci dengan air yang dicampur dengan

cryoprotectant. Surimi yang baik mempunyai sifat gel bagus, tidak berwarna dan tidak

berasa. Oleh karena selama penyimpanan daging ikan pada suhu rendah menyebabkan

penurunan elastisitas oleh terjadinya pelunakan dan denaturasi protein, maka teknologi

surimi harus mempertahankan dan meningkatkan elastisitas daging ikan dengan

pembentukan gel protein myofibril.

Elastisitas surimi ditentukan oleh: (a) konsentrasi dan kelarutan myofibril (hal ini

dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan pH), (b) suhu proses, pada suhu <50 oC terbentuk

gel suwari, suhu 60 oC terbentuk gel mudari dan >70 oC sifat gel yang terbentuk sangat baik.

Keuntungan pembuatan surimi adalah dapat membentuk gel oleh adanya garam dan pati,

mudah dimodifikasi, mudah dibentuk dan mudah mengikat bahan lain.

Pembuatan surimi (a) diawali dengan penyiapan fillet dan dicuci dengan air suhu 5-

10 oC, sebanyak 3-4 kali volume, (b) ditambahkan bahan pemutih (NaOH encer; H2O2),

polifosfat (STPP) dan bahan pembentuk gel.

Penyiapan fillet meliputi:

1. Heading, gutting , deboning. Pada tahap ini disertai dengan pencucian menggunakan air

es, untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak dikehendaki.

2. Mincing, untuk membersihkan fillet dari kulit yang masih ada.

Pencucian dan Dewatering

Pencucian merupakan salah satu tahap yang menentukan kualitas surimi. Warna,

rasa dan aroma yang tidak diinginkan dapat timbul/berkembang selama mincing, hal ini

dapat dihilangkan/ diminimalkan dengan pencucian yang baik. Pencucian untuk

menghilangkan darah, mioglobin dan lemak, sehingga yang tersisa (berkisar 2/3 bagian)

adalah protein myofibril yang berperanan dalam pembentukan jaringan 3 dimensi.

Pencucian menggunakan air suhu 5 o C, dan air dipisahkan menggunakan dehydrator atau

sentrifugasi hingga diperoleh solid 5-10%, pencucian diulangi lagi 2-3 kali. Dilanjutkan

dengan refining untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak dikehendaki seperti

hancuran tulang, duri, jaringan konektif, kemudian dilakukan pressing menggunakan screw

press hingga air yang hilang 82-85%. Pada umumnya digunakan campuran garam NaCl2

dan CaCl2 0,1-0,3%.

Volume air pencuci bervariasi tergantung spesies dan kesegaran ikan, tipe alat

pencuci, dan kualitas surimi yang diinginkan. Dalam system batch, rasio kebutuhan air

114

Page 25: Protein

pencuci dengan daging lumat (mince) adalah 5:1 – 10:1. air limbah pembuatan surimi

berkisar 29,1 kg per I kg surimi.

Cryoprotectant merupakan senyawa yang berperanan untuk stabilisasi surimi, yaitu

memaksimalkan sifat fungsional surimi beku karena terjadinya denaturasi protein akibat

poembekuan dan terjadinya agregasi. Cryoprotectant yang banyak digunakan adalah

sukrosa, sorbitol, atau campuran keduanya sebanyak sampai 9% (w/w). juga bisa

ditambahkan campuran 1:1 STPP dan tetrasodium polifosfat 0,2-0,3% yang berfungsi untuk

memberikan efek sinergisme dari cryoprotectan. Pencampuran cryoprotectant harus

dulakukan dengan cepat dan merata, serta suhu diatur tidak lebih dari 10 oC, agar sifat

fungsional protein tidak rusak. Kemudian dibekukan dengan pembekuan cepat (2,5 jam)

suhu di pusat sudah mencapai 25 oC

Tepung ikan

Pembuatan tepung ikan meliputi (a) pengecilan ukuran, pre cooking (100 oC, selama

15 menit), untuk ikan lemak rendah tanpa pre cooking, (c) pengepresan, untuk pengampilan

lemak, (d) pengeringan, untuk ikan lemak rendah dicampur dengan potongan ikan kering.

Pembuatan tepung ikan untuk konsumsi manusia, (a) digunakan fillet, (b) kandungan minyak

serendah mungkin, setelah pengepresan dilanjutkan ekstraksi menggunakan solven pada

suhu 80 oC, (c) sanitasi dan higienis diperhatikan.

FPC

FPC banyak digunakan untuk nutrifikasi. Pembuatan FPC dapat dilakukan dengan 3

cara yaitu cara khemis (vio bin process), cara biologi (dengan cara enzimatis dan

fermentasi), cara fisis. Pembuatan FPC secara khemis meliputi (a) pengecilan ukuran fillet

dan disuspensikan dalam etilin khlorida, (b) destilasi pada suhu 71 oC, (c) deodorisasi, (d)

pengeringan dan penggilingan.

Pembuatan FPC cara biologi, (a) diawali dengan hidrolisis protein, (b) pemisahan air

dan lemak secara fisik. FPC yang dihasilkan berupa protein rantai pendek, flavor khas dan

tak berasa.

Pembuatan FPC secara fisik ada 2 cara, (a) fillet dibuat slurry dan dilewatkan aliran

listrik, kemudian air dan padatan dipisahan menggunakan sentrifus; (b) sluryy fillet

didispersikan dalam solven non volatile pada tekanan vakum, kemudian dilanjutkan dengan

pemisahan secara filtrasi dan sentrifugasi.

Fish soluble (condensed fish soluble)

Pada pembuatan fish soluble ini dihasilkan 2 jenis produk yaitu fish solunel dan fish

meal. Pembuatan fish soluble: (a) precooking, (b) pengepresan, dihasilkan stick water dan

fish pulp, (c) stick water disentrufus pada pH 4,5 dan filtrate yang dihasilkan dipekatkan

115

Page 26: Protein

menggunakan evaporator , maka total padatan naik dari 5 % menjadi 50 % dan dihasilkan

fish soluble, (d) fish pulp dikeringkan dan digiling, dihasilkan fish meal.

Sosis ikan

Pembuatan sosis ikan hampir sama dengan sosis daging, digunakan fillet semi

thawing, dan dilumatkan dengan penambahan garam 3%, dan ditambah lemak maksimal

5%, untuk mengekstraksi protein ikan dan pembentukan gel dengan dengan mengatur

kadar garam dan pH (keasaman 6-7), penambahan polifosfat 0,2-0,3% dan pati 5-10%.

Setelah dihasilkan adonan sosis. Kemudian dimasukkan ke dalam casing dan dilanjutkan

dengan pemasakan.

8. TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK RESTRUKTURISASI

Restrukturisasi berarti pembentukan struktur kembali, yang dilakukan dengan

melekatkan atau menyatukan kembali potongan-potongan kecil menjadi ukuran besar. Hal

ini dapat dilakukan untuk buah-buahan maupun hasil hewani. Untuk hasil hewani,

restrukturisasi dilakukan pada hewan dan ikan berdaging sedikit, dapat pula berupa produk

seperti sosis, bakso, nugget dan surimi.

Tujuan restrukturisasi adalah untuk mempermudah konsumsi, memperluas

penggunaan dan untuk membuat variasi bentuk dan kenampakan. Restrukturisasi ada dua

cara yaitu secara thermal dan non thermal. Restrukturisasi secara thermal: menggunakan

panas dan bahan pembentuk gel, sifat bahan berubah, kandungan dan nilai gizi juga

berubah. Contoh produk hasil restrukturisasi thermal adalah sosis dan bakso.

Restrukturisasi secara non thermal: menggunakan panas, sifat bahan mendekati bahan

segarnya, penggunaan lebih luas dibandingkan produk restrukturisasi cara thermal, untuk

pembentukan gel menggunakan bahan pembentuk gel ataupun thickening agent dan garam

bivalen.

Pembuatan produk restrukturisasi non thermal meliputi penggilingan filet,

pencampuran dengan bahan pembentuk gel, garam kalsium dan STPP, pengemasan,

pendinginan pada 4 oC selama 18-20 jam dan dilanjutkan dengan pennyimpanan beku.

Mekanisme pembentukan gel/tekstur antara restrukturisasi thermal dan non thermal

berbeda. Pada restrukturisasi thermal, terjadi pembentukan agregat miosin/aktomiosin

(bagian kepala) melalui ikatan disulfida dan unfolding pada bagian ekor, kemudian terbentuk

jaringan 3 dimensi dari miosin melalui interaksi non kovalen (pada bagian ekor yang

mengalami unfolding). Apabila ditambahkan pati pada proses restrukturisasi ini maka gel

yang terbentuk lebih kuat.

116

Page 27: Protein

Pada restrukturisasi non thermal, yang berperanan adalah protein, bahan pembentuk

tekstur, garam kalsium dan STPP. Gel yang terbentuk melalui ikatan silang dengan

jembatan garam (jembatan ionik) 2 gugus karboksil dalam polimer dengan ion Ca. di

samping itu juga oleh terjadinya khelasi sebuah ion Ca dengan gugus hidroksil/karboksil

pada masing-masing pasangan rantai polimer.

Soal latihan

1. Factor/sifat protein apa yang perlu diketahui untuk membuat protein isolate dan

konsentrat dari biji-bijian berminyak.

2. Jelaskan perbedaan pokok pembuatan isolate dan konsentrat protein dari biji-bijian

berminyak.

3. Jelaskan peranan gluten dalam pembuatan roti

4. Sebutkan dan jelaskan factor-faktor yang mempengaruhi sifat rheologi gluten.

5. Jelaskan mengapa dalam pembuatan tepung telur perlu dilakukan desugering

6. Sebutkan dan jelaskan cara-cara desugering dalam pembuatan tepung telur.

7. Jelaskan mengapa casein merupakan emulsifier, foaming agent dan gelling agent yang

baik.

8. Jelaskan mekanisme terbentuknya curd pada susu secara enzimatis.

9. Sebutkan dan jelaskan tahap-tahap pembuatan mentega

10. Jelaskan peranan air es, garam, protein dan lemak dalam pembuatan sosis

11. Jelaskan peranan ekstender dalam pembuatan sosis, sebutkan jenisnya dan fungsi

masing-masing.

12. penggunaan cryoprotectans dan pembekuan cepat merupakan salah upaya untuk

menghasilkan surimi kualitas baik, jelaskan.

13. Jelaskan perbedaan restrukturisasi thermal dan non thermal produk hewani

14. jelaskan mekanisme pembentukan gel pada restrukturisasi thermal dan non thermal

produk hewani.

Acuan

Clarke, C. 2004. The Science of Ice Cream. RS. C.

Essien, E. 2003. Sausage Manufacture: Principles and Practice. CRC Press, New York.

Graham, H. D. 1977. Food Colloid. The AVI Publishing Co. Inc. Westport, Connecticut.

Hoogenkamp, H. W. 2005. Soy Protein and Formulated Meat Product.

Lasztity, R. 1984. The Chemistry of Cereal Proteins. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.

Law, B. A. and A. Y. Tamine. 2010. Technology of Cheesemaking. 2nd Ed. Wiley-Blackwell

Pace, C. N. 1983. Protein Conformations and Their Stability. JAOCS, vol. 60, no. 5: 970-

975.

117

Page 28: Protein

Park, J. W. 2005. Surimi and Surimi Sea Food. CRC Press.

Rhee, K. C., K. F. Mattil and M. Cater. 1973. Recover Protein from Peanuts. Food

Engineering. @Chilton Co.

Walstra, P. 1999. Dairy Technology: Principles of Milk Properties and Processes.

Zayas, J. F. 1997. Functionality of Proteins in Food. Springer, New York.

118