prospektif lembaga hakim pemeriksa pendahuluan …digilib.unila.ac.id/54348/3/tesis tanpa bab...

89
PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN SEBAGAI SARANA PENJAMIN HAK ASASI MANUSIA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TESIS Oleh : QUEEN SUGIARTO PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: truongthu

Post on 26-Jul-2019

240 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN

SEBAGAI SARANA PENJAMIN HAK ASASI MANUSIA DALAM

SISTEM PERADILAN PIDANA

TESIS

Oleh :

QUEEN SUGIARTO

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 2: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

ABSTRAK

PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN

SEBAGAI SARANA PENJAMIN HAK ASASI MANUSIA DALAM

SISTEM PERADILAN PIDANA

Oleh

QUEEN SUGIARTO

Lembaga Praperadilan di dalam KUHAP merupakan suatu lembaga penjaminan

terhadap hak asasi tersangka maupun terdakwa di dalam Sistem Peradilan Pidana

Indonesia. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terdapat kelemahan-kelemahan

yang tidak dapat melindungi hak asasi tersangka maupun terdakwa secara

efekktif. Kemudian muncul suatu gagasan untuk menggantikan lembaga

Praperadilan tersebut dengan lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan di dalam

RUU KUHAP. Mengapa perlu adanya lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan

dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia dan bagaimanakah prospektif

lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia

dapat melindungi Hak Asasi Manusia pada tersangka ?

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif

namun ditunjang dengan menggunakan data primer yang didapatkan melalui

wawancara sebagai data penunjang. Pengumpulan data dilakukan dengan studi

pustaka, studi literatur, dan wawancara. Analisis data dilakukan secara deskriptif

kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukan : lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan

menunjukan kontribusi positif dalam mewujudkan keterpaduan Sistem Peradilan

Pidana (Intergrated Criminal Justice System) yang lebih baik jika dibandingkan

dengan lembaga Praperadilan. Hal ini berdasarkan kewenangan yang dimiliki

lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan akan lebih mampu menjalankan fungsi

pengawasan pada tahap pemeriksaan pendahuluan serta menegaskan dominasi

kekuasaan kehakiman. Dengan kewenangan yang dimiliki lembaga Hakim

Pemeriksa Pendahuluan ini, maka eksistensi lembaga Hakim Pemeriksa

Pendahuluan dalam Sistem Peradilan Pidana dapat melindungi hak asasi tersangka

maupun terdakwa lebih baik dibandingkan dengan lembaga Praperadilan.

Saran penelitian : RUU KUHAP agar dapat segera disahkan agar keterpaduan

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia dapat terwujud dengan adanya lembaga

Hakim Pemeriksa Pendahuluan serta perlindungan hak asasi tersangka maupun

terdakwa akan lebih terjamin.

Kata Kunci : Praperadilan, Hakim Pemeriksa Pendahuluan, Hak Asasi

Manusia

Page 3: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

ABSTRACT

PROSPECTIVES OF HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN

INSTITUTION AS A MEANS OF HUMAN RIGHTS GUARANTEE IN

THE CRIMINAL JUSTICE SYSTEM

By

QUEEN SUGIARTO

Praperadilan Institution in KUHAP (Indonesian criminal procedural law) is a

guarantee institution of the suspect or defendant’s right in the Indonesian Criminal

Justice System. Still, in the process of the implementation there are some

shortcomings which can not protected the suspect or defendant’s right effectively.

Furthermore, an idea emerged to replace the Praperadilan institution with the

Hakim Pemeriksa Pendahuluan institution in the Criminal Procedure Draft. Why

is there a need for the Hakim Pemeriksa Pendahuluan institution in the Criminal

Justice System of Indonesia and how is the prospective of Hakim Pemeriksa

Pendahuluan institution in the Indonesian Criminal Justice System can protect

human rights on suspects or defendants?

The study was conducted by using normative juridical research methods but

supported by using primary data obtained through interviews as supporting data.

Data collection was carried out with literature studies and interviews. Data

analysis was carried out in a qualitative descriptive manner.

The result of the study showed that the Hakim Pemeriksa Pendahuluan Institution

showed a positive contribution in realizing the Integrated Criminal Justice System

which is better than Praperadilan institution. This is based on the authority

possessed by the Hakim Pemeriksa Pendahuluan Institution which will be better

to carry out the supervisory function at the preliminary examination stage and

affirm the domination of the judicial power. With the authority possessed by the

Hakim Pemeriksa Pendahuluan institution, the existence of the Hakim Pemeriksa

Pendahuluan institution in the Criminal Justice System can provide a better

protect to the rights of suspects and defendants compared to Praperadilan

institutions.

This research suggests that RUU KUHAP (the law draft of the Indonesian

criminal procedure) can be immediately ratified, so that the integration of the

Criminal Justice System in Indonesia can be realized with the existence of the

Hakim Pemeriksa Pendahuluan Institution, and the protection of the rights of

suspects and defendants will be more assured.

Keywords: Praperadilan, Hakim Pemeriksa Pendahuluans, Human Rights

Page 4: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN

SEBAGAI SARANA PENJAMIN HAK ASASI MANUSIA DALAM

SISTEM PERADILAN PIDANA

Oleh :

QUEEN SUGIARTO

Tesis

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

MAGISTER HUKUM

Pada

Jurusan Sub Program Hukum Pidana

Program Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 5: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,
Page 6: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,
Page 7: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,
Page 8: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Tengah pada tanggal 19 Juli

1995, penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara

dari pasangan Bapak Reno Sugiarto, S.H., M.H. dan Sri

Palupi, S.Tr.Keb.

Penulis memulai pendidikan pada Taman Kanak-Kanak di Ramuslimat NU 01

Desa Tanjung Harapan Kec. Seputih Banyak Kab. Lampung Tengah yang

diselesaikan Pada Tahun 2000, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di

Sekolah Dasar Negeri 3 Seputih Banyak Lampung Tengah yang diselesaikan pada

tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Al-

Kautsar Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2009, setelah itu penulis

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandar Lampung

dan diselesaikan pada tahun 2012. Pada tahun 2012, penulis terdaftar sebagai

mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung dan lulus sebagai Sarjana

Hukum Pada 22 Februari 2016. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan pada

Program Studi Magister Ilmu Hukum Univesitas Lampung dan mengambil

konsentrasi Hukum Pidana.

Page 9: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

MOTTO

““Tidak ada rasa bersalah yang dapat mengubah masa lalu dan Tidak

ada kekhawatiran yang dapat mengubah masa depan”.

(Umar bin Khattab. ra)

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

(QS.Al Insyirah 94:5-6)

Page 10: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan dari segala

Alam, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah Nya, maka dengan

segala ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan jerih payah

yang selama ini telah dilakukan, dengan ini aku persembahkan sebuah karya

kepada:

Papa dan Mama tercinta yang telah membesarkanku hingga saat ini

smpai berada di tingkat pendidikan perguruan tinggi.

Terima Kasih untuk dukungannya secara moril maupun materiil, motivasinya,

perhatiannya serta pengarahannya.

Adik-adik tercintaku, terimakasih telah memberikan kakak kebahagiaan dengan

canda-tawa kalian.

Keluarga besarku terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

Para guru serta dosen yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepadaku

Sahabat-sahabat dan teman-temanku yang selalu menemani untuk memberikan

semangat.

Almamaterku Tercinta

Page 11: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

SANWACANA

Puji syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T., atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis

dengan judul “Penegakan Hukum Penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor

2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah

Denda Dalam KUHP” sebagai salah satu syarat mencapai gelar Magister di

Pascasarjana Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

Penulis menyadari dalam penulisan Tesis ini tidak terlepas dari bimbingan,

bantuan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:

1. Bapak Armen Yasir, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi

Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

3. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H., selaku Ketua Sub Program Hukum

Pidana Pascasarjana Magister Ilmu Hukum dan selaku Dosen Pembahas II

yang senantiasa memberikan waktu, masukan dan saran selama penulisan

Tesis ini.

Page 12: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

4. Bapak Prof. Sunarto. DM, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang

telah banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran yang

sungguh luar biasa dalam membimbing Penulis selama penulisan Tesis ini.

5. Ibu Dr. Maroni, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran yang sungguh

luar biasa serta kesabarannya dalam membimbing Penulis selama

penulisan Tesis ini.

6. Bapak Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah

memberikan waktu, masukan, dan saran selama penulisan Tesis ini.

7. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan nasehat dan bantuannya selama proses pendidikan Penulis di

Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

8. Seluruh dosen, staff dan karyawan Pascasarjana Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas bantuannya

selama ini.

9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno

Sugiarto, S.H., M.H. dan Sri Palupi, S.Tr.Keb. yang selalu memberikan

dukungan, motivasi dan doa kepada Penulis, serta menjadi pendorong

semangat agar Penulis terus berusaha keras mewujudkan cita-cita dan

harapan sehingga dapat membanggakan bagi mereka berdua.

10. Teristimewa pula kepada adik-adikku, Edelweis Sugiarto, Caesar Moreno,

dan Elang Ramadhan yang senantiasa mendoakanku, memberiku

Page 13: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

dukungan semangat dan motivasi, nasehat serta pengarahan dalam

keberhasilanku dalam menyelesaikan studi maupun kedepannya.

11. Teman-teman Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung Frisca T.M.

Fanhar, S.H., Fiona Salfadila, S.H., Albar Diaz, S.H., Yonefki, S.H., M.

Tegar Mandala Sakti, S.H., Aisyah Muda Cemerlang, S.H., Dora

Hasibuan, S.H., Lerry Primadhino, S.H., dan semua teman-teman angkatan

2016 Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

tidak dapat Penulis sebutkan semuanya. Terima Kasih atas pertemanan

yang terjalin selama ini sukses buat kita semua.

12. Untuk Almamaterku Tercinta, Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih Semoga Allah SWT memberikan

balasan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dan

semoga Tesis ini dapat bermanfaat untuk menambah dan wawasan keilmuan bagi

pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya.

Bandar Lampung, 06 September 2018

Penulis,

Queen Sugiarto, S.H.

Page 14: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

0

DAFTAR ISI

HALAMAN

I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ................................................................. 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................................... 10

D. Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 11

E. Alur Pikir Penelitian ....................................................................................... 21

F. Metode Penelitian ........................................................................................... 21

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 27

A. Sistem Peradilan Pidana ................................................................................. 27

B. Hak-Hak Tersangka dalam Sistem Peradilan Pidana ..................................... 33

C. Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana ...................................... 36

D. Praperadilan .................................................................................................... 39

E. Hakim Pemeriksa Pendahuluan ...................................................................... 56

III. PEMBAHASAN ............................................................................................ 68

A. Urgensi Lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam Sistem Peradilan

Pidana ............................................................................................................. 68

B. Prospektif Lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan demi

Perlindungan HAM ...................................................................................... 108

IV. PENUTUP .................................................................................................... 139

A. Simpulan ....................................................................................................... 139

B. Saran ............................................................................................................. 140

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara hukum, dimana hal ini dinyatakan secara

tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum, Indonesia berkewajiban untuk

memberikan perlindungan hukum bagi masyarakatnya. Perlindungan hukum yang

diberikan negara kepada masyarakat ini haruslah setara atau tidak boleh dibedakan

(equality before the law).

Indonesia sebagai negara hukum memiliki tiga prinsip dasar, yaitu supremasi

hukum (supremacy of law), kesetaraan dihadapan hukum (equality before the

law), dan penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum

(due process of law). Salah satu prinsip penting yang harus dimiliki suatu negara

hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan lembaga peradilan

yang merdeka, bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial.1

Hal itu diperlukan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

ketertiban, keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum yang mampu memberikan

1 Sudikno Mertokusumi, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 2005, hlm.

135.

Page 16: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

2

pengayoman dan rasa aman kepada masyarakat.2 Apabila seseorang yang

melakukan suatu tindak pidana, kepadanya dilakukan proses hukum yang sesuai

dengan hukum positif atau hukum yang berlaku di negara tersebut, dalam hal ini

hukum nasional Indonesia.

Penegakan hukum di Indonesia haruslah sesuai dengan ideologi negara yakni

Pancasila, serta tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 sebagai sumber

hukum tertinggi Negara Indonesia. Salah satu hal yang harus terpenuhi dalam

penegakan hukum adalah mengenai perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).

Perlindungan HAM di Indonesia telah tertuang dalam Pasal 28A sampai dengan

Pasal 28J UUD 1945. Selain itu, negara Indonesia sebagai salah satu anggota dari

Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) mempunyai kewajiban untuk mewujudkan

tujuan PBB sebagaimana tercantum dalam mukadimah Universal Declaration of

Human Rights (UDHR), antara lain :

“Deklarasi universal bersama bagi seluruh rakyat dan semua bangsa … Agar

setiap perorangan dan setiap bagian dari masyarakat … Untuk meningkatkan rasa

hormat pada hak-hak dan kebebasan ini dan dengan berusaha secara keras baik

melalui pendidikan dan pengajaran meningkatkan terhadap hak-hak dan

kebebasan baik nasional maupun internasional untuk menjamin pengakuan dan

ketaan yang universal dan efektif.”3

Pengertian mengenai HAM terdapat dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia, yaitu seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

2 Ahmad Mujahidin, Peradilan Satu Atap di Indonesia, Bandung : PT Refika Aditama, 1983,

hlm. 10. 3 Kadri Husin dan Budi Rizki Husin, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Lampung :

Universitas Lampung, 2012, hlm. 167.

Page 17: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

3

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya

yang wajib dihormati, di junjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,

pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan

martabat manusia.

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, maka hendaklan proses penegakan

hukum di Indonesia tidak melanggar HAM. Dimana hal ini secara tegas

dinyatakan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yakni “Setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan

yang sama dihadapan hukum”. Penegasan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945

tersebut memiliki arti bahwa perlindungan HAM dalam proses penegakan hukum

juga mencakup perlindungan HAM tersangka.

Sistem Peradilan Pidana Indonesia (SPPI) mengenal adanya hak-hak tersangka,

yang tertuang dalam Bab VI Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) yang terdiri atas Pasal 50 sampai dengan Pasal 68. Seseorang yang

melakukan kesalahan dalam hal ini tersangka yang disangkakan melakukan suatu

tindak pidana sepantasnya untuk diproses sesuai dengan aturan dan ketentuan

yang berlaku serta tidak melanggar HAM yang melekat padanya. Apabila terdapat

dugaan seseorang melakukan tindak pidana, negara melalui organ-organnya,

dalam hal ini aparat penegak hukum, mulai dari polisi, jaksa, hingga hakim wajib

melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga mengadili perkara

tersebut sebagaimana diamanatkan undang-undang.4 Seseorang yang disangkakan

4 Ratna Nurul Afiah, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, Jakarta : Akademika Pressindo,

1986, hlm. 1.

Page 18: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

4

melakukan suatu tindak pidana harus menjalani proses peradilan pidana

berdasarkan KUHAP.

KUHAP telah mengangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam

kedudukan yang “berderajat”, sebagai makhluk Tuhan yang memiliki harkat

derajat kemanusiaan yang utuh. Tersangka atau terdakwa telah ditempatkan

KUHAP dalam posisi his entity and dignity as human being, yang harus

diperlakukan sesuai dengan nilai-nalai luhur kemanusiaan.5 Namun dalam

pelaksanaan penegakan hukum terhadap tersangka atau terdakwa tidak jarang

terjadi pelanggaran terhadap hak asasi mereka sebagai manusia. Dalam proses

pemeriksaan tidak jarang penyidik maupun penuntut umum akan melakukan

upaya paksa terhadap orang tersebut. Upaya paksa yang dilakukan ini pada

dasarnya merupakan suatu pembatasan atau pengurangan HAM. Tindakan yang

dimaksud terwujud dalam kewenangan untuk melakukan upaya paksa baik berupa

penangkapan, penahanan, penyitaan maupun penggeledahan.6 KUHAP berfungsi

untuk membatasi kekuasaan negara dalam bertindak terhadap warga masyarakat

yang terlibat dalam proses peradilan pidana dan bertugas untuk melaksanakan

hukum pidana materiil,7

KUHAP mengenal adanya lembaga Praperadilan, dimana lembaga Praperadilan

dibentuk untuk melakukan pengawasan terhadap perlindungan HAM tersangka

5 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kemabali, Jakarta : Sinar Grafika, 2000,

hlm. 1 6 Ibid., hlm. 3.

7 Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan Asas

Persamaan Kedudukan dalam Hukum pada Peradilan Pidana Indonesia, Bandung : Alumni, 2003,

hlm. 6.

Page 19: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

5

atau terdakwa yang dimana terkadang demi kepentingan pemeriksaan perkara

diperlukan adanya pengurangan – pengurangan HAM bagi tersangka atau

terdakwa. Upaya paksa yang dilakukan dalam tahap penyidikan maupun tahap

penuntutan oleh lembaga yang berwenang dapat dilakukan kontrol melalui

lembaga Praperadilan. Tujuan dibentuknya lembaga Praperadilan agar hak-hak

tersangka dapat dilindungi terutama dalam hal penangkapan maupun penahanan

yang tidak sah serta adanya penghentian penyidikan maupun penuntutan. Namun

dalam aplikasinya, lembaga Praperadilan masih memiliki beberapa kelemahan

baik dalam formulasinya maupun dalam penerapannya di pengadilan sehingga

kurang adanya perlindungan hak asasi manusia bagi tersangka maupun terdakwa.

Banyaknya kelemahan yang terdapat pada praperadilan dalam KUHAP yang

berlaku saat ini telah diperbaiki dengan adanya beberapa putusan Mahkamah

Konstitusi (MK) mengenai Praperadilan tersebut. Salah satu putusan MK yang

memperluas kewenangan lembaga Praperadilan adalah Putusan Nomor 21/PUU-

XII/2014, dimana dalam putusan tersebut MK memperluas kewenangan lembaga

Praperadilan dengan mencakup sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan,

dan penyitaan.

Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tersebut bukan merupakan putusan yang

bulat, dari 9 (sembilan) majelis hakim terdapat 3 (tiga) hakim yang melakukan

Dissenting Opinion (pendapat berbeda). Menurut 3 (tiga) hakim tersebut

penetapan tersangka tidaklah harus dimasukkan kedalam objek kewenangan

praperadilan dengan alasan sebagai berikut :

1. Adanya asas praduga tak bersalah dalam hukum pidana Indonesia sehingga

sudah cukup untuk melindungi hak asasi manusia tersangka atau terdakwa

Page 20: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

6

2. Pemeriksaan praperadilan tidak dapat disamakan dengan pemeriksaan

pendahuluan sebagaimana dipraktekan negara-negara ango saxon, karena

tugas dan kewenangannya berbeda

3. Penambahan objek kewenangan praperadilan tentang sah tidaknya

penetapan status tersangka akan menimbulkan ketidakadilan karena dalam

penegakkan hukum pidana yang dilindungi ada 2 (dua) kepentingan, yaitu

kepentingan publik dan kepentingan individu (tersangka atau terdakwa).

Sehingga jika dilakukan penambahna objek tersebut akan menimbulkan

ketidakseimbangan perlindungan kepentingan

4. Tidak menambahkan sah tidaknya penetapan tersangka dalam objek

kewenangan praperadilan tidak dapat dipersalahkan menurut hukum

internasional (Internationally Wrongful Act) yang dapat dijadikan dasar

untuk menuntut adanya tanggung jawab negara, khususnya berkaitan

dengan adanya ICCPR ( konvensi tentang hak hak sipil dan politik ).

5. Kewenangan mahkamah konstitusi adalah memberikan penafsiran

terhadap pasal –pasal dalam perundang-undang sesuai dengan undang-

undang dasar 1945, sedangkan penambahan objek kewenangan

praperadilan tentang sah tidaknya penetapan tersangka hal tersebut bukan

menjadi bagian dari kewenangan mahkamah konstitusi karena hal tersebut

merupakan bagian dari penerapan hukum sehingga itu merupakan bagian

dari kewenangan institusi lain. 8

Perluasan wewenang Praperadilan telah terjadi bahkan sebelum adanya Putusan

MK Nomor 21/PUU-XII/2014, dimana dalam hal mengadili penetapan tersangka.

Adanya “perluasan” wewenang Praperadilan dalam hal mengadili penetapan

tersangka ini dilakukan oleh Hakim Sarpin Rizaldi dalam Putusan Praperadilan

No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Dalam amar putusannya, hakim Sarpin Rizaldi

mengabulkan sebagian permohonan Budi Gunawan : “Menyatakan penetapan

tersangka atas diri Pemohon (Budi Gunawan) tidak sah dan tidak berdasar

hukum”. Kemudian sebagai contoh permohonan Praperadilan mengenai sah

tidaknya penetapan tersangka setelah adanya Putusan MK Nomor 21/PUU-

XII/2014 adalah kasus Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai ketua Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Saat ia ditetapkan sebagai

8 Bayunugraha S.P., Analisi Yuridis Putusan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tentang

Permohonan Praperadilan Diluar Ketentuan Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP, Karya Ilmiah,

hlm. 11

Page 21: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

7

tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi Kartu

Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), Setya Novanto mengajukan permohonan

Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapan dirinya sebagai

tersangka. Permohonan praperadilan Setya Novanto atas tidak sahnya penetapan

dirinya sebagai tersangka dikabulkan oleh Hakim Cepi Iskandar dalam Putusan

Praperadilan No. 97/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel dengan pertimbangan bahwa

penetapan tersangka Setya Novanto tidak berdasarkan prosedur dan tata cara yang

diatur dalam Undang-Undang KPK, KUHAP, serta peraturan perundang-

undangan lainnya.

Berdasarkan contoh-contoh kasus diatas dapat diketahui bahwa hingga saat ini

bahkan setelah adanya Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 mengenai perluasan

kewenangan Praperadilan tidak menjamin adanya perlindungan HAM bagi

tersangka atau terdakwa. Dimana aparat penegak hukum disini terkesan tergesa-

gesa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka demi pengumpulan barang

bukti, dimana hal ini bertentangan dengan Pasal 1 angka 14 KUHAP yang

menyatakan bahwa tersangka adalah seseorang yang karena perbuatanya atau

keadaanya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak

pidana. Jadi berdasarkan hukum pidana formil atau KUHAP, harus adanya bukti

permulaan terlebih dahulu barulah penyidik dapat menetapkan seseorang sebagai

tersangka.

Upaya untuk memperbaiki kelemahan yang terdapat dalam praperadilan sudah

dilakukan sejak pembentukan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara

Pidana (RUU-KUHAP) 2008 dan RUU-KUHAP 2010. Dimana baik dalam RUU-

Page 22: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

8

KUHAP 2008 maupun RUU-KUHAP 2010 lembaga Praperadilan digantikan

dengan lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Pada dasarnya kewenangan

Hakim Pemeriksa Pendahuluan sama saja dengan kewenangan praperadilan,

hanya saja Hakim Pemeriksa Pendahuluan memiliki kewenangan yang lebih luas.

Hal menarik yang timbul dengan adanya Hakim Pemeriksa Pendahuluan adalah

persoalan penjaminan HAM bagi tersangka atau terdakwa dalam Sistem Peradilan

Pidana Indonesia. Pelanggaran yang didapatkan oleh tersangka atau terdakwa

pada proses pemeriksaan perkara pidana merupakan pelanggaran HAM. Hal

tersebut menjadi perhatian karena proses tersebut merupakan gerbang pintu dalam

penegakan hukum pidana yang dikenal sebagai keadilan prosedural (procedural

justice).

Pada tahap ini dituntut untuk ditegakannya asas-asas hukum agar tidak ada

pelanggaran pada hak-hak tersangka. Sedangkan keadilan substantif (substantive

justice) sangat bergantung kepada proses dan hasil dari keadilan prosedural.

Sehingga dapat diartikan bahwa prosedur yang adil yang diatur dalam hukum

acara pidana atau hukum pidana formil yang ditegakan merupakan syarat agar

terwujudnya keadilan subtansial yang yang diatur dalam hukum pidana materil.

Begitupun sebaliknya, jika keadilan prosedural tidak tercapai maka keadilan

susbtansialpun tidak akan tercapai.

Pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan sendiri bertujuan untuk menutupi

kelemahan yang terdapat dalam Praperadilan agar dapat lebih menjamin

penegakan hukum dan perlindungan HAM. Namun masuknya konsep Hakim

Pemeriksa Pendahuluan menimbulkan pro dan kontra pada berbagai kalangan

Page 23: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

9

dengan argumen hukum mereka masing-masing. Masuknya Hakim Pemeriksa

Pendahuluan ke dalam RUU KUHAP tersebut melahirkan pendapat yang pro dan

kontra dengan argumen hukum yang berbeda-beda. Pada umumnya, kalangan

aparat penegak hukum dari unsur penyidik (kepolisian) yang paling keberatan,

karena dapat menghambat proses penegakan hukum yang menunutut kecepatan

dan ketepatan atau proses yang cepat, sedangkan jika harus melalaui Hakim

Pemeriksa Pendahuluan, prosesnya akan memakan waktu lebih lama dan

birokratis. Hal ini dinilai oleh berbagai kalangan tidak sesuai dengan ketentuan

KUHAP yang menuntut penyelesaian perkara yang cepat dengan biaya yang

ringan.9

Adanya pro kontra mengenai Hakim Pemeriksa Pendahuluan tersebut merupakan

hal wajar, karena dengan lahirnya Hakim Pemeriksa Pendahuluan berarti merubah

tatanan Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Selain itu, salah satu persoalan yang

mendasar dalam Praperadilan yang ada pada saat ini yaitu dimana praperadilan

cenderung hanya memperhatikan kebenaran formil saja dan kurang

memperhatikan kebenaran materiil. Oleh karena itu muncul wacana untuk

menghapus lembaga Praperadilan dan menggantikannya dengan lembaga Hakim

Pemeriksa Pendahuluan dengan harapan bahwa lembaga ini akan lebih mampu

memenuhi keadilan substansial, tidak semata keadilan formal semata karena pada

prinsipnya hukum pidana mencari kebenaran materiil. Dengan adanya Hakim

Pemeriksa Pendahuluan ini diharapkan akan memberikan jaminan yang lebih

terhadap HAM kepada tersangka saat menjalani proses peradilannya.

9 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Pemeriksa Pendahuluan dalam Sistem Peradilan

Pidana di Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 2.

Page 24: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

10

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian dalam thesis yang berjudul :

Prospektif Lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebagai Sarana

Penjamin Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengapa perlu adanya lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia ?

b. Bagaimanakan prospektif lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam

Sistem Peradilan Pidana Indonesia dapat melindungi Hak Asasi Manusia

pada tersangka ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada kajian bidang hukum pidana khususnya

mengenai perspektif penjaminan Hak Asasi Manusia (HAM) tersangka oleh

lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam Sistem Peradilan Pidana

Indonesia.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Menganalisis mengapa perlu adanya lembaga Hakim Pemeriksa

Pendahuluan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia.

Page 25: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

11

b. Menganalisis bagaimana prospektif lembaga Hakim Pemeriksa

Pendahuluan dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia dapat melindungi

Hak Asasi Manusia pada tersangka.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini terdiri dari kegunaan teoritis dan kegunaan

praktis, yaitu :

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemikiran dalam pemikiran mengenai lembaga pengawasan pada tahap

pemeriksaan pendahuluan untuk mewujudkan perlindingan Hak Asasi

Manusia (HAM) bagi tersangka.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjukan

kelemahan lembaga Praperadilan sebagai lembaga pengawasan pada tahap

pemeriksaan pendahuluan serta untuk mewujudkan perlindungan Hak

Asasi Manusia (HAM) bagi tersangka pada tahap pemeriksaan

pendahuluan.

D. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan

Page 26: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

12

identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relavan oleh peneliti.10

Beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :

a. Teori Kebijakan Formulasi

Kebijakan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang

pelaku atau oleh sekelompok politik dalam usaha memilih tujuan – tujuan

dan cara untuk mencapai tujuan – tujuan itu. Pengambilan keputusan

sebagai konsep pokok dari politik menyangkut keputusan – keputusan

yang diambil secara kolektif dan yang mengikat seluruh lapisan

masyarakat.11

Kebijakan hukum pidana lazim juga diberi istilah sebagai kebijakan

kriminal atau politik kriminal terkait dengan pembentukan hukum

pidana.12

Definisi kebijakan atau politik kriminal menurut Marc Ancel

yaitu suatu usaha rasional dari masyarakat dalam menanggulangi

kejahatan.

Menurut Marc Ancel, kebijakan hukum pidana (penal policy) adalah suatu

ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk

memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan

untuk memberikan pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang,

tetapi juga kepada pengadilam yang menerapkan undang-undang, dan juga

kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan.13

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Bandung : UI Press Alumni, 1986, Hlm

125. 1111

M. Hamdan, Politik Hukum Pidana, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 3. 12

Marwan Effendy, Teori Hukum dari Perspektif Kebijakan, Perbandingan, dan Harmonisasi

Hukum Pidana, Ciputat : Referensi, 2014, hlm. 225 13

Ibid., hlm. 226

Page 27: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

13

Kemudian menurut Prof. Sudarto, penal policy adalah usaha mewujudkan

peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan

situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datamg.14

Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa kebijakan hukum pidana (penal

policy) pada hakikatnya juga merupakan kebijakan penegakan hukum

pidana (penal law enforcement policy). Kebijakan penegakan hukum

pidana merupakan serangkaian proses yang terdiri dari tiga tahap

kebijakan, yaitu antara lain :15

1. tahap kebijakan formulatif atau tahap kebijakan legislatif, yaitu tahap

penyusunan atau perumusan hukum pidana

2. tahap yudikatif atau aplikatif, yaitu tahap penerapan hukum pidana

3. tahap kebijakan eksekutif atau administrasi, yaitu tahap pelaksanaan

atau eksekusi hukum pidana.

Proses legislasi atau formulasi merupakan tahap perencanaan awal yang

sangar strategis dari proses penegakan hukum “in concerto”. Roeslan

Saleh pernah menyatakan bahwa undang-undang merupakan bagian dari

suatu kebijaksanaan tertentu, ia tidak hanya alat untuk melaksanakan

kebijaksanaan, tetapi juga menentukan, menggariskan atau

merancanangkan suatu kebijaksanaan.16

Kebijakan formulasi (formula policy) dapat diartikan sebagai sesuatu yang

menjadi garis besar dan dasar rencana atau arah tindakan yang memiliki

14 Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Bandung : Sinar Baru, 1983,

hlm.93 15

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Formulasi Ketentuan Pidana dalam Peraturan Perundang-

Undangan, Semarang : Pustaka Magister, 2012, hlm. 9. 16

Ibid., hlm. 10.

Page 28: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

14

maksud dan tujuan yang ditetapkan oleh suatu lembaga yang berwenang

dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dalam pemerintahan

serta dalam mengatasi suatu permasalahan atau suatu pembaharuan di

sautu negara.17

Menurut Barda Nawai Arief, tahap yang paling strategis dari upaya

pencegahan dan penanggulangan kejahatan adalah tahap formulasi, oleh

karena itu kesalahan atau kelemahan kebijakan legislatif merupakan

kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat upaya pencegahan dan

penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi.18

Oleh karena

itu dalam konstruksi upaya memperbaharui hukum pidana ke depan, baik

yang menyangkut masalah perumusan tindak pidana masalah

pertanggungjawaban pidana maupun masalah pemidanaannya, kiranya

patut direnungi apa yang dikemukakan Gustav Radbruch, yakni

pembaharuan hukum pidana bukan sekedar memperbaiki hukum pidana,

akan tetapi menggariskannya dengan yang lebih baik.19

Kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam melakukan revisi terhadap

KUHAP adalah merupakan suatu wujud penegakan hukum di Indonesia.

Garis besar penegakan hukum adalah terletak pada kegiatan menyerasikan

hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap

dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai

17 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm. 334.

18 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, Bandung Citra Aditya, 2002, hlm. 73. 19

Marwan Effendy, Op.Cit., hlm. 238.

Page 29: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

15

tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan

kedamaian pergaulan hidup.20

Penggunaan teori kebijakan formulasi ini sebagai pisau analisis berada

pada tahap kebijakan formulatif yang berkaitan dengan perumausan

Rancangan Undang-Undang KUHAP dan kebijakan yudikatif yang

berkaitan dengan tahap penyidikan dan penuntutan dalam penerapan

Praperadilan.

b. Teori Perlindungan Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (HAM) secara teoritis dapat diartikan sebagai

seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya

yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara,

hukum, pemerintah, dan setipa orang demi kehormatan serta perlindungan

harkat dan martabat manusia.21

Marshall menyatakan bahwa hak warga

negara adalah hak untuk membela diri dan menuntut hak-haknya dengan

pengakuan atas kebersamaan kedudukannya di dalam hukum (equality

before law) dan dengan melalui proses hukum yang adil (due process of

law). Due Process of Law diartikan antara lain sebagai seperangkat

prosedur yang diisyaratkan oleh hukum sebagai standar beracara yang

berlaku universal. Setiap prosedur dalam due process of law menguji 2

(dua) hal, yakni :

20 Andi Hamzah, Op.Cit., hlm. 334.

21 Andi Hamzah, Op.Cit., hlm. 4

Page 30: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

16

1. Apakah penuntut umum telah menghilangkan kehidupan, kebebasan,

dan hak milik tersangka tanpa prosedur.

2. Jika menggunakan prosedur, apakah prosedur yang ditempuh sudah

sesuai dengan due process.22

Sering keliru pengertian proses hukum yang adil (due process of law)

hanya dikaitkan dengan penerapan aturan – aturan KUHAP terhadap

tersangka atau terdakwa. Pertama – tama harus dipahami bahwa proses

hukum yang adil adalah lawan dari proses hukum yang sewenang-wenang,

yang hanya berdasarkan kuasa apparat penegak hukum (arbitrary process).

Kedua, bahwa makna dan hakekat proses hukum yang adil tidak hanya

berupa penerapan hukum atau peraturan perundang-undangan (yang

diasumsikan adil) secara formal, tetapi juga mengandung jaminan akan ha

katas kemerdekaan dari seseorang warga negara.

Kembali ke proses hukum yang adil dalam KUHAP, maka dasar pemikiran

beikut ini kiranya dapat membantu. Meskipun seorang warga negara telah

melakukan suatu perbuatan yang tercela atau sangat tercela (sehingga

menimbulkan keresahan dalam masyarakat), hak-haknya sebagai warga

negara tidaklah hapus atau hilang (baik sebagai tersangka, terdakwa,

maupun narapidana).23

Hak Asasi Manusia yang juga sebagai hak asasi tersangka adalah hak bagi

setiap tersangka yang menjalani proses peradilan agar tidak dianggap

bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam putusan

22 Eddy O.S. Hiariej, Teori & Hukum Pembuktian, Jakarta : Erlangga, 2012, hlm. 30-31.

23 Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta :

Pusat Pelayanan Hukum dan Keadilan, 2007, hlm. 49.

Page 31: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

17

pengadilan. Ini menjadi hal yang sangat penting, karena apabila setiap

tersangka mengerti akan hak serta kewajiban sebagai subyek hukum maka

hal itu dapat memperkecil kemungkinan diri seseorang menjadi korban

akibat kesalahan–kesalahan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum

tersebut, maka untuk memperoleh kepastian dan menghindari kesewenang-

wenangan aparat penegak hukum dibentuklah KUHAP.

c. Teori Keadilan

Beberapa konsep keadilan yang dikemukakan oleh Filsuf Amerika di akhir

abad ke-20, John Rawls, seperti A Theory of Justice, Political Liberalism,

dan The Law og Peoples yang memberikan pengaruh pemikiran cukup

besar terhadap diskursus nilai-nilai keadilan. Rawls dalam bukunya yang

berjudul Theory of Justice mengembangkan teori keadilan sebagai justice

as fairness. Menurut Rawls ada 2 (dua) prinsip keadilan, yaitu :

1. Keadilan formal (formal justice, legal justice), yaitu merupakan

keadilan yang sama bagi setiap orang sesuai dengan bunyi peraturan.

Fungsi hakim hanya sebagai corong undang-undang.

2. Keadilan yang substantif (substantial justice), yaitu melihat keadilan

lebih daripada keadilan formal saja, karena menerapkan hukum itu

berarti mencari keadilan yang hakiki, dan dalam melaksanakan

keadilan yang subtantif ini harus didukung oleh rasa keadilan sosial,

Page 32: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

18

keadilan yang mengandung hak-hak dan kewajiban yang diterima oleh

masyarakat umum.24

Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsip-

prinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep ciptaannya

yang dikenal dengan “posisi asli” (original position) dan “selubung

ketidakadilan” (veil of ignorance). Pandangan Rawls memposisikan

adanya situasi yang sama dan sederajat antara tiap-tiap individu di dalam

masyarakat. Tidak ada pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi

lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan

yang lainnya dapat melakukan kesepakatan yang seimbang, itulah

pandangan Rawls sebagai suatu “posisi asli” yang bertumpu pada

pengertian ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri rasionalitas

(rationality), kebebasan (freedom), dan persamaan (equality) guna

mengatur struktur dasar masyarakat (basic structure of society).

Sementara konsep “selubung krtidaktahuan” diterjemahkan oleh John

Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh fakta dan

keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial dan

doktrin tertentu, sehingga membuatkan adanya konsep atau pengetahuan

tentang keadilan yang tengah berkembang. Dengan konsep itu Rawls

menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip persamaan yang adil

dengan teorinya disebut sebagai “justice as fairness”.

24 Herman Bakir, Filsafar Hukum : Desain dan Arsitektur Kesejarahan, Jakarta : Refika

Aditam, 2007, hlm. 34.

Page 33: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

19

Lebih lanjut John Rawls menegaskan pandangannya terhadap keadilan

bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah

memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu pertama memberi hak dan

kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas

kebebasan yang sama bagi setiap orang, kedua mampu mengatur kembali

kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi

keuntungan yang bersifat timbal balik. Dengan demikian prinsip perbedaan

menurut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga

kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan,

otoritas diperuntukan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang

beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal,

pertama melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan

yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial,

ekonomi, dan politik yang memberdayakan, kedua, setiap aturan harus

memposisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-

kebijakan untuk mengoreksi ketidakadilan yang dialami kaum lemah.

2. Kerangka Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan

dalam melaksanakan penelitian. Kerangka konseptual adalah kerangka yang

menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang mempunyai arti-

arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti atau diketahui.25

Beberapa konsep

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

25 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 132

Page 34: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

20

a. Prospektif adalah ada prospeknya, dapat (mungkin) terjadi, ada harapan

(baik).26

b. Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan

memutus menurut acara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas

permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa

tersangka

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan

atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan

3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitas oleh tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak

diajukan ke pengadilan. 27

c. Hakim Pemeriksa Pendahuluan adalah pejabat yang diberi wewenang

menilai jalannya penyidikan dan penuntutan. Hakim Pemeriksa

Pendahuluan berwenang menetapkan atau memutuskan :

1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,

atau penyadapan;

2. pembatalan atau penangguhan penahanan;

3. bahwa keterangan yang dibuat oleh tersangka atau terdakwa dengan

melanggar hak untuk tidak memberatkan diri sendiri;

4. alat bukti atau pernyataan yang diperoleh secara tidak sah tidak dapat

dijadikan alat bukti

5. ganti kerugian dan/atau rehabilitasi untuk seseorang yang ditangkap

atau ditahan secara tidak sah atau ganti kerugian untuk setiap hak milik

yang disita secara tidak sah;

6. tersangka atau terdakwa berhak untuk atau diharuskan untuk

didampingi oleh pengacara;

7. bahwa penyidikan atau penuntutan telah dilakukan untuk tujuan yang

tidak sah;

8. penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang tidak

berdasarkan asas oportunitas;

9. layak atau tidaknya suatu perkara untuk dilakukan penuntutan ke

pengadilan.

10. pelanggaran terhadap hak tersangka apapun yang lain yang terjadi

selama tahap penyidikan. 28

d. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya

yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,

hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan

harkat dan martabat manusia.29

26 Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/prospektif, diakses pada 10 Juli 2018.

27 Pasal 1 angka 10 KUHAP

28 Pasal 110 RUU KUHAP

29 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Page 35: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

21

Perlindungan HAM

Tersangka

e. Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan

yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum

pidana materil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana.

Namun demikian kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam

kerangka atau konteks sosial. Dengan demikian demi apa yang dikatakan

sebagai precise justice, maka ukuran-ukuran yang bersifat materiil, yang

nyata-nyata dilandasi oleh asas-asas keadilan yang harus diperhatikan

dalam penegakan hukum.30

E. Alur Pikir Penelitian

F. Metode Penelitian

Menurut Sunarti Hartono, metode penelitian adalah cara atau jalan atau proses

pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan berpikir

yang logis-analitis, berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus, dan teori-teori suatu

ilmu (atau beberapa cabang ilmu) tertentu, untuk menguji kebenaran (atau

mengadakan verifikasi) suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau

30 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Bandung : Binacipta, 1996, hlm. 2

RUU-KUHAP

Pemeriksaan

Pendahuluan

Pemeriksaan

Pendahuluan

Keadilan

Prosedural

Keadilan Substansial

Page 36: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

22

peristiwa alamiah, peristiwa sosial, atau peristiwa hukum tertentu.31

Dalam

penelitian hukum,metode penelitian yang digunakan di dalam suatu penelitian

memainkan suatu peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-

temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualisasinya.32

Metode penelitian adalah suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu /

beberapa gejala, dengan jalan menganalisa dan mengadakan penelitian yang

mendalam terhadap fakta untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta itu.33

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah

melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian34

.

Penulisan ini hanya menggunakan metode penelitian yuridis normatif namun

ditunjang dengan menggunakan data primer yang didapatkan melalui wawancara

sebagai data penunjang. Dimana metode penelitian yuridis normatif adalah

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melihat dan menelaah mengenai

Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang diatur dalam RUU-KUHAP 2008 dan RUU-

KUHAP 2010 sebagai pengganti lembaga praperadilan. Sementara wawancara

akan dilakukan terhadap pihak yang dianggap kompeten memberikan keterangan

mengenai objek yang diteliti. Wawancara dalam hal ini dilakukan dalam rangka

mendapatkan pemahaman dan analisis yang komprehensif mengenai penelitian ini

31 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 5.

32 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang : Bayumedia

Publishing, 2006, hlm. 28. 33

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 1991, hlm. 8-

9. 34

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,

2004, hlm. 112

Page 37: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

23

yang dimana sering kali tidak cukup hanya dengan melakukan studi kepustakaan

(studi literatur).

2. Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder

yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka, yang terdiri dari bahan hukum

primer, sekunder, dan tersier.35

Berikut merupakan uraian mengenai bahan hukum tersebut :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan – bahan hukum yang mengikat.

Dalam hal ini yang menjadi bahan hukum primer adalah Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder penelitian ini

meliputi RUU-KUHAP 2008 dan RUU-KUHAP 2010.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang berguna untuk memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder berupa pendapat para sarjana dalam berbagai literatur, dokumen,

dan sumber internet.

35 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 52.

Page 38: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

24

3. Penentuan Narasumber Penelitian

Narasumber adalah orang yang memberi atau mengetahui secara jelas atau

menjadi sumber informasi. Adapun narasumber sebagai bahan hukum penunjang

dalam penelitian ini adalah :

a. Badan Pembinaan Hukum Nasional : 1 Orang

b. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 Orang

c. Dosen Magister Hukum Universitas Lampung : 1 Orang

d. Advokat : 1 Orang

+

Total Jumlah Responden : 4 Orang

4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dengan studi pustaka, studi

literatur, dan wawancara.

1. Studi Pustaka

Studi pustaka ini dilakukan dengan cara mempelajari serta memahami

peraturan perundang-undangan serta literatur hukum yang berkaitan

dengan lembaga Praperadilan dan lembaga Hakim Pemeriksa

Pendahuluan.

2. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan cara menelaah dan mengidentifikasi

literature yang berhubungan dengan Hakim Pemeriksa Pendahuluan.

Page 39: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

25

Teknik yang digunakan adalah dengan membaca dan memahami isi

ketentuan tersebut yang dapat memudahkan proses pengolahan data.

3. Wawancara

Dilakukan dengan pihak-pihak yang memahami dengan permasalahan

yang sedang diteliti. Hal ini dilakukan sebagai data pendukung dengan

mengajukan pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan

pedoman pertanyaan secara tertulis.

b. Pengolahan Data

Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya pengolahan sehingga data

yang didapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti

yang pada umumnya dilakukan dengan cara36

:

a) Indentifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan

dengan pembahasan yang akan dilakukan yaitu dengan menelaah

peraturan, buku atau artikel yan berkaitan dengan judul yang akan dibahas.

b) Klasifikasi data, yaitu identifikasi yang selanjutnya diklasifikasikan atau

dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.

c) Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah

ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam

menginterpretasikan data.

d) Interpretasi data, yaitu memberikan pendapat atau pandangan secara

pteoritis terhadap suatu data.

36 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005, Hal.66.

Page 40: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

26

5. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Pada penulisan penelitian ini, penulis

menganalisis data yang diperoleh dengan analisis data secara deskriptif kualitatif,

yaitu cara menginterpretasikan data kedalam kalimat-kalimat yang tersusun secara

sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai jawaban dari

permasalahan. Dalam mengambil kesimpulan analisis dari data, digunakan cara

berfikir deduktif. Proses berfikir induktif yaitu proses mencari suatu kesimpulan

yang bersifat umum dari berbagai fakta atau kasus yang bersifat khusus.

Page 41: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

27

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Peradilan Pidana

Penanggulangan kejahatan melalui sarana penal secara oprasional dilakukan

dengan melalui langkah-langkah perumusan norma-norma hukum pidana baik

hukum pidana materiil (substantive criminal law), hukum pidana formil

(procedure criminal law) maupun hukum pelaksana pidana. Perumusan norma

hukum pidana yang di dalamnya mengandung elemen-elemen substantif,

struktural, dan kutural dari masyarakat dimana sistem hukum itu diberlakukan.

Sistem hukum pidana selanjutnya akan beroperasi melalui suatu jaringan yang

disebut Sistem Peradilan Pidana atau Criminal Justice System37

. Apabila

difokuskan dalam bidang hukum pidana, dapatlah dikatakan bahwa Sistem

Peradilan Pidana atau Criminal Justice System pada hakikatnya merupakan sistem

penegakan hukum pidana yang pada hakikatnya juga identik dengan Sistem

Kekuasaan Kehakiman di bidang Hukum Pidana.38

Mardjono Reksodiputro, memberikan pendapat yang dimaksud dengan Sistem

Peradilan Pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-

37 Erna Dewi dan Firganefi, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bandar Lampung : Fakultas

Hukum Unila, 2013, hlm. 8 38

Barda Nawawi Arief, Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum) Di

Indonesia, Semarang : Badan Penerbit Undip, 2011, hlm. 3.

Page 42: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

28

lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan terpidana. Pusat

perhatian dari lembaga-lembaga ini tentunya adalah kejahatan. Pada umumnya

masyarakat beranggapan mengetahui apa yang diartikan dengan perilaku jahat

atau kejahatan itu.39

Muladi mengemukakan bahwa, sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan

(network) peradilan yang menggunakan hukum pidana materiil, hukum pidana

formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun, kelembagaan ini harus dilihat

dalam konteks social. Sifat yang terlalu formal jika hanya dilandasi untuk

kepentingan kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa

ketidakadilan.40

Muladi menegaskan bahwa makna Integrated Criminal Justice System adalah

sinkronisasi atau keserempakan dan keselarasan yang dapat dibedakan adalah :

a. Sinkronisasi struktural (structural syncronozation) adalah keserempakan

dan keselarasan dalam rangka hubungan antar lembaga penegak hukum

b. Sinkronisasi substansial adalah keserempakan dan keselarasan yang

bersifat vertikal dan horizontal dalam kaitannya dengan hukum positif

39 Kadri Husin dan Budi Rizki Husin, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Bandar Lampung

: Penerbit Unila, 2012, hlm. 13 40

Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Jakarta : Prenadamedia

Group, 2013, hlm. 5-6.

Page 43: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

29

c. Sinkronisasi kultural adalah kerempakan dan keselarasan dalam

menghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap, dana falsafah-falsafah

yang secara menyeluruh mendasari jalannya sistem peradilan pidana.41

Dalam sistem peradilan pidana dikenal tiga bentuk pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan normatif

Memandang keempat aparatur penegak hukum (kepolisian, kejaksaan,

pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksana

peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur

tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penegakan

hukum semata-mata

2. Pendekatan administratif

Memandang keempat aparatur penegak hukum sebagai suatu organisasi

manajemen yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang besifat

horizontal maupun yang bersifat vertikal sesuai dengan struktur organisasi

yang berlaku dalam organisasi tersebut. Sistem yang digunakan adalah

sistem organisasi.

3. Pendekatan sosial

Memandang keempat aparatur penegak hukum merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial sehingga masyarakat secara

keseluruhan ikut bertanggungjawab atas keberhasilan atau

41 Muladi, Kapita Selekta Peradilan Pidana, Semarang : Badan Penerbit UNDIP, 1995, hlm.

1-2.

Page 44: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

30

ketidakberhasilan dari keempat aparatur penegak hukum tersebut dalam

melaksanakan tugasnya. Sistem yang digunakan adalah sistem sosial.42

Sistem peradilan pidana sebagi suatu sistem pada dasarnya merupakan sistem

terbuka atau open system dalam arti suatu sistem yang dalam usahanya untuk

mencapai tujuan dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat serta bidang-bidang

kehidupan manusia yang berakibat bahwa sistem peradilan pidana dalam

pelaksanaannya akan mengalami kontak dengan lingkungan dalam level-level:

masyarakat, ekonomi politik, pendidikan, dan teknologi serta subsistem-subsistem

dari sistem peradilan pidana.43

Sistem peradilan pidana dapat digambarkan secara singkat sebagai suatu sistem

yang bertujuan untuk “menanggulangi kejahatan”, saah satu usaha masyarakat

untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi

yang dapat diterimanya. Sistem dianggap berhasil apabila sebagian besar dari

laporan dan keluhan masyarakat bahwa mereka telah menjadi korban dari suatu

kejahatan dan diselesaikan dengan diajukannya pelaku ke muka sidang pengadilan

dan menerima pidana. Gambaran diatas adalah memang tugas utama dari sistem

ini, tetapi merupakan keselurah tugas sistem. Masih merupakan bagian tugas

sistem adlaah mencegah terjadinya korban kejahatan maupun mencegah bahwa

mereka yang sedang ataupun telah selesai menjalani pidana tidak mengulangi lagi

perbuatan mereka yang melanggar hukum itu.44

42 Geoffrey Hazard Jr., Encyclopedia of Crime and Justice, Stanford Kadish, 1982, hlm. 450.

43 Erna Dewi dan Firganefi, Op.Cit., hlm. 13

44 Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Pusat

Pelayanan Hukum dan Keadilan, 2007, hlm. 140.

Page 45: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

31

Menurut Mardjono Reksodiputro, tujuan Sistem Peradilan Pidana adalah :45

1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan

2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas

bahwa keadilan telah didengarkan dan yang bersalah dipidana

3. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak

mengulangi lagi kejahatannya

Mardjono Reksodiputro mengemukakan bahwa empat komponen dalam sistem

peradilan pidana (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga

Pemasyarakatan) diharapkan dapat bekerja sama dan dapat membentuk suatu

“Integrated Criminal Justice System”. Apabila ketepaduan dalam bekerjanya

sistem tidak dilakukan, diperkirakan akan terdapat 3 (tiga) kerugian, yaitu sebagai

berikut :46

1. Kesukaran dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan masing-

masing instasi, sehubungan dengan tugas mereka bersama

2. Kesulitan dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok masing-

masing instansi ( sebagai subsistem dari sistem peradilan pidana )

3. Karena tanggungjawab masing-masing instansi sering kurang jelas terbagi,

maka setiap instansi tidak perlu terlalu memperhatikan efektifitas

menyeluruh dari sistem peradilan pidana.

Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan (tugas pertama), bukan saja

tanggungjawab kepolisian. Pengadilan dan kejaksaan turut bertanggung jawab

melalui putusan yang dirasakan adil oleh masyarakat. Putusan yang tidak adil,

45 Erna Dewi dan Firganefi, Op.Cit., hlm. 9

46 Erna Dewi danFirganefi, Op.CIt., hlm. 9

Page 46: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

32

mapun tidak berhasilnya pengadilan memberikan pidana terhadap pelaku, akan

menggoyangkan kepercayaan masyarakat kepada hukum. Selanjutnya hal ini

dapat mendorong para pelaku kejahatan untuk lebih berani melakukan

perbuatannya. Pemasyarakatanpun dapat membantu ketidakpercayaan pada

hukum ini apabila eksterpidana gagal berintegrasi kembali kep ada masyarakat.

Keterkaitan keberhasilan masing-masing instansi satu pada yang lainnya, juga

berlaku pada tugas-tugas “menyelesaikan laporan kegiatan” maupun “pembinaan

terpidana agar tidak menjadi residivis” (tugas kedua dan ketiga). Dampak hasil

kerja instansi yang satu pada instansi lainnya, karena itu tidak dapat diabaikan.47

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membedakan tugas dan

wewenang dari setiap tingkatan pemeriksaan sejak dari penyidikan , penuntutan,

dan pemeriksaan di persidangan serta mmberikan sekat terhadap tugas dan

wewenang penyidik, penuntut umum, dan hakim. Menurut Mardjono

Reksodiputro di dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya tersebut tidak boleh

mengganggu usaha adanya suatu kebijakan penyidikan dan penuntutan yang

merupakan pedoman kerja bersmaa dalam proses peradilan pidana.48

Pembagian kewenangan tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan tugas penegakan

hukum dapat menjadi fokus, sehingga tidak terjadi diplikasi kewenangan, tetapi

terintegrasi karena antara institusi pengak hukum dengan yang lainnya secara

fungsional ada hubungan sedemikian rupa di dalam proses penyelesaian pidana.

Pola ini dikenal dengan sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal

47 Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Pusat

Pelayanan Hukum dan Keadilan, 2007, hlm. 142. 48

Marwan Effendy, Op.Cit., hlm. 395

Page 47: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

33

justice system). 49

Sistem peradilan pidana yang digariskan KUHAP merupakan

sistem terpadu (integrated criminal justice system). Sistem tepadu tersebut

diletakkan diatas landasan prinsip diferensiasi fungsional di antara aparat penegak

hukum sesuai dengan tahap proses kewenangan yang diberikan undang-undang

kepada masing-masing. Tujuan pokok gabungan fungsi dalam kerangka SPP

adalah untuk menegakkan, melaksanakan atau menjalankan, dan memutuskan

hukum pidana.50

B. Hak-Hak Tersangka dalam Sistem Peradilan Pidana

Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku bagi tersangka / terdakwa dalam

proses peradilan pidana, hak asasi terhadapnya tetap dijamin oleh hukum.

Ketentuan yang mengatur jaminan tersebut adalah didasarkan pada suatu asas

praduga tak bersalah (preasumption of innocent). Secara eksplisit asas ini terdapat

dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

sebagai berikut :

setiap orang yang disangka, ditangkap, ditaham, dituntut atau dihadapkan

di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya

putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.

Oleh karena itu, seorang yang menjadi tersangka / terdakwa dalam proses

peradilan pidana harus diberikan hak-hak sebagai bentuk perlindungan dan

jaminan terhadap hak asasi yang dimilikinya. Di dalam Undang-Undang No. 8

49 Ibid.

50 M. Yahya Harapah, Op.Cit., hlm.90.

Page 48: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

34

Tahun 1981 tentang KUHAP, hak tersangka / terdakwa dicantumkan baik secara

eksplisit yang menyebutkan haknya atau secara implisit dimana dalam pasal

tertentu terkandung makna adanya hak tersangka / terdakwa tersebut. Di samping

itu berdasarkan tahapan proses peradilan pidana hal tersangka / terdakwa dapat

dibagi hak yang berkaitan di dalam proses pra-adjudikasi (proses penyelidikan dan

penyidikan), hak yang berkaitan dalam proses adjudikasi (proses penuntutan dan

pemeriksaan di persidangan), hak yang berkaitan dengan posr-adjudikasi (proses

setelah dijatuhi hukuman tetapi belum mempunyai kekuatan hukum yang pasti).

Hak tersangka yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 diatur dalam

Pasal 50, Pasal 52, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal

58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66,

Pasal 67 jo. 233, Pasal 68 jo. 95 jo. 97, Pasal 79, Pasal 213, Pasal 244, Pasal 259,

dan Pasal 263. Berdasarkan pasal-pasal tersebut yang mengatur hak tersangka /

terdakwa dalam proses peradilan pidana dalam KUHAP yang dinyatakan secara

eksplisit terdapar dalam Pasal 58 – 60, Pasal 95 dan Pasal 97. Adapun mengenai

hak tersangka / terdakwa yang ternuat secara implisit terdapat dalam Pasal 79,

Pasal 213, Pasal 233, Pasal 244, Pasal 259, dan Pasal 263.

Jika hak-hak tersangka / terdakwa yang di atur di dalam KUHAP baik yang

dinyatakan secara eksplisit maupun implisit dikaitkan dengan proses atau tahapan

peradilan pidana, maka dapat dibagi sebagai berikut :

a. Hak-hak tersangka / terdakwa terjadi dalam proses pendahuluan atau pra-

adjudikasi, yaitu dalam KUHAP diatur dalam Pasal 50-63 dan Pasal 739.

Page 49: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

35

b. Hak-hak tersangka / terdakwa dalam proses adjudikasi, yaitu dalam

KUHAP diatur dalam Pasal 64 – 68, Pasal 213, Pasal 233, dan Pasal 244.

c. Hak-hak tersangka / terdakwa dalam proses post-adjudikasi, yaitu dalam

KUHAP diatur dalam Pasal 95 jo. 97, Pasal 259, dan Pasal 263.

Ketentuan-ketentuan tersebut adalah hak-hak normatif dari tersangka /terdakwa.

Dalam mewujudkan hak-hak tersebut harus ada usaha konkret dari pihak pencari

keadilan dalam proses peradilan pidana. Usaha konkret mana tentunya

memerlukan suatu perjuangan yang gigih untuk menghilangkan kesenjangan

antara hak secara normatif (the original legal spirit) dalam penegakan hukum

dengan hak secara nyata (the actual legal spirit).

Tujuan utama adanya hak-hak tersangka / terdakwa adalah untuk mengakui dan

menjamin terhadap harkat dan martabat manusia (human dignity), baik selaku

individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pengakuan dan jaminan terhadap

harkat dan martabat tersebut merupakan HAM baik bersifat nasional maupun

bersifat universal atau internasional. Pengakuan terhadap harkat dan martabat

yang selanjutnya disebut HAM tersebut, tidak terbatas dalam arti politik, ekonomi

tetapi juga dalam arti hukum umumnya, dan kehidupan hukum pidana khususnya

(dalam proses peradilan pidana). Dikatakan sebagai pengakuan dan jaminan HAM

dalam sistem peradilan pidana, karena bilamana seseorang sekalipun ia melakukan

tindak pidana, selama ia dalam proses peradilan pidana tetap diakui harkat dan

martabatnya dalam bentuk adanya asas praduga tak bersalah.

Pengakuan atau penjaminan hak-hak tersangka / terdakwa tersebut menimbulkan

konsekuensi perlunya pengaturan atas hak-hak tersangka / terdakwa di dalam

Page 50: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

36

seluruh tahapan proses peradilan pidana dalam KUHAP. Jaminan tersebut tidak

hanya bersifat normatif, tetapi juga bersifat empiris. Di samping itu hak-hak

tersangka / terdakwa dapat juga dikatakan memiliki tujuan untuk membatasi

kekuasaan atau sebagai rintangan (obstacle) bagi penegak hukum (law

enforcement officials) yang berbentuk represif dalam proses penegakan hukum

dimana dilakukan secara sewenang-wenang atau melawan hukum. Perbuatan

melawan hukum diartikan segala bentuk pelaksanan kekuasaan yang merendahkan

harkat dan martabat manusia dalam bentuk penyiksaan, pelecehan, perampasan,

pembatasan hak dan penguasaan oleh aparat penegak hukum terhadap pelanggar

hukum juga pada hakikatnya merupakan pelanggaran terhadap HAM. Pelanggaran

HAM atas hak-hak tersangka / terdakwa karena perbuatan sewenang-wenang

aparat penegak hukum dapat menyebabkan negara harus mengganti rugi atau

rehabilitasi terhadap mereka yang diperlakukan demikian.

Untuk mendukung perlindungan hak-hak tersangka / terdakwa terhadap

pelangaran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dalam KUHAP telah

dimuat lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 – 83 KUHAP.

C. Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana

Memahami HAM tidak terlepas dari sejarah hak asasi tersebut yang dimulai sejak

abad ke XII, dimana lahirnya Magna Charta di Inggris. Lahirnya HAM

dilatarbelakangi oleh keinginan yang bersifat politik dimana rakyat Inggris pada

waktu itu menginginkan agar King John tidak sewenang-wenang memungut pajak

untuk kepentingan dirinya. Sejak saat itu dapat dianggap adanya pengakuan hak-

Page 51: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

37

hak individu oleh negara terhadap warganegaranya. Dalam perkembangan lebih

lanjut HAM dikembangkan melalui dokumen-dokumen internasional antara lain :

1. Universal Declaration of Human Rights

2. International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights

3. International Covenant on Civil and Political Rights

4. Optional Protocol to the International Covnant on Civil and Political

Rights

Negara Indonesia mengenal dan mengakui HAM, hal ini dapat dilihat pada sila

kedua dari Pancasila, yaitu sila kemanusiaan yang adil dan beradab, maupun

dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Pengakuan terhadap harkat dan

martabat manusia (human dignity) dapat dilihat dari makna sila kemanusiaan yang

adil dan beradab apabila dihubungkan dengan TAP MPR No. II/MPR/1978, dalam

hal mana dijelaskan :

Dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab, manusia diakui dan

diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk

Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajat, yang sama hak dan kewajiban

asasinya, tanpa membedakan suku, keturunan, agama, dan

kepercayaannya, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan

sebagainya.

Pengakuan HAM dalam UUD 1945 memang tidak secara eksplisit menyebutkan

hak individual, tetapi menggunakan istilah hak warganegara. Namun demikian

eksistensi hak individu tidaklah hilang sama sekali karena berdasarkan historis

Page 52: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

38

terbentuknya hak tersebut dikaitkan kehidupan manusia bernegara dan tetap

mengakui hak-hak individual. HAM menuntut implementasinya dalam negara

hukum yang dianggap sebagai salah satu unsur asas-asas umum negara demokrasi

(the element of the general principles of democracy) yang mencakup keterlibatan

warganegaranya dalam pengambilan keputusan politik, tingkatan tertentu dari

persamaan, tingkatan tertentu dari keabsahan atau kemerdekaan dan perlindungan

terhadap martabat kemanusiaan.

Rumusan UDHR oleh PBB pada tanggal 10 Desenber 1948, membuat Indonesia

sebagai salah satu anggota PBB mempunyai kewajiban untuk mewujudkan tujuan

PBB sebagaimana tercantum dalam mukadimah UDHR tersebut, antara lain :

Deklarasi universal bersama bagi seluruh rakyat dan semua bangsa …..

Agar setiap perorangan dan setiap bagian dari masyarakat ….. Untuk

meningkatkan rasa hormat pada hak-hak dan kebebasan ini dan dengan

berusaha secara keras baik melalui pendidikan dan pengajaran

meningkatkan terhadap hak-hak dan keabsahan baik nasional maupun

internasional untuk menjamin pengakuan dan ketaatan yang universal dan

efektif.

Perhatian PBB terhadap HAM dalam kaitan dengan pengadilan pidana agar

ditingkatkan pelaksanaannya menyebabkan PBB memiliki kepedulian terhadap

masalah-masalah yang menyangkut pencegahan kejahatan dan hukum pidana,

sehingga didirikan suatu komisi yang bernama Commision on Crime Prevention

and Criminal Justice (ECOSOC) yang berkedudukan di Wina. Pada tahun 1950,

untuk pertama kalinya PBB mengasumsikan adanya tanggungjawab global dalam

Page 53: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

39

bidang pencegahan kejahatan dan perlakuan terhadap para pelaku kejahatan. Sejak

saat itu PBB telah melakukan kongres-kongres menyangkut pencegahan

kejahatan, peradilan pidana, perlakuan terhadap pelaku kejahatan yang

dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sejak 1955 sampai 1995.

Pemantauan terhadap pelaksanaan HAM dilakukan oleh ECOSOC sebagai bagian

dari PBB. Secara operasional pengawasan tersebut dilakukan oleh Komisi Hak-

Hak Asasi Manusia (The Commision on Human Rights) yang didirikan oleh

ECOSOC. Di Indonesia dalam rangka pengawasan terhadap adanya pelanggaran

atas HAM dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

yang didirikan berdasarkan Kepres No. 59 Tahun 1993. Disamping itu dalam

rangka pengawasan atas adanya pelanggaran HAM, juga dilakukan melalui proses

peradilan pidana yaitu Praperadilan, atau melalui peradilan perdata atas dasar

melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaan (abuse

of power).

D. Praperadilan

1. Latar Belakang Terbentuknya Lembaga Praperadilan dalam KUHAP

Lembaga Praperadilan merupakan suatu hal yang baru dalam Sistem Peradilan

Pidana di Indonesia. Lembaga Praperadilan muncul setelah disahkannya Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang No. 8 Tahun 1981).

KUHAP yang merupakan hukum acara pidana diberlakukan mulai tahun 1981

untuk menggantikan hukum acara pidana yang terdapat dalam HIR 1941 (het

Herzeine Inlandsch Reglement) yang diterjemahkan sebagai Reglemen Indonesia

Page 54: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

40

yang Diperbaharui (R.I.B.).51

Praperadilan dalam KUHAP ditempatkan dalam

Bab X, Bagian Kesatu, sebagai salah satu bagian ruang lingkup wewenang

mengadili bagi Pengadilan Negeri.52

Praperadilan itu tidak merupakan badan

tersendiri, tetapi merupakan suatu wewenang saja dari pengadilan.53

Praperadilan merupakan suatu lembaga baru dalam KUHAP yang mendekati

pengertian lembaga Hakim Komisaris atau “rechter commissaris” si negeri

Belanda dan “judge d’Instruction” di Prancis, kedua-duanya merupakan suatu

lembaga pemeriksaan pendahuluan.54

Rechter Commissaris mengawasi apakah

upaya paksa dilakukan dengan sah atau tidak dan dalam melakukan tindakan

sebagai eksekutif mereka berhak untuk memanggil dan mengadakan penahanan.55

Di Eropa, keaktifan hakim mempunyai posisi penting, ia mempunyai wewenang

untuk menangani upaya paksa (dwang middlen), yang meliputi penahanan,

penyitaan, penggeledahan badan, rumah dan pemeriksaan suart-surat.56

Praperadilan merupakan suatu kontrol terhadap tindakan penyidik maupun

penuntut umum dalam menjalankan tugas wewenangnya dalam proses peradilan

pidana apakah telah dilakukan dengan benar atau tidak.

Lahirnya lembaga Praperadilan dikarenakan adanya dorongan bahwa tidak

terdapatnya pengawasan dan penilaian upaya paksa yang menjamin Hak Asasi

51 Mardjono Reksodiputro, Bunga Rampai Permasalahan dalam Sistem Peradilan Pidana

Kumpulan Karangan Buku Kelima, Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum,

2007, hlm. 10-11. 52

M. Yahya Harahap, Pembahasan…., Op.CIt., hlm. 1. 53

S Tanusubroto, Penanan Praperadilan dalam Hukum Acara Pidana, Bandung : Alumni,

1983, hlm. 73. 54

Kadri Husin dan Budi Rizki Husin, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Op.Cit., hlm.

119. 55

Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,

2007, hlm. 91-92. 56

Oemar Seno Adjie, Hukum, Hakim Pidana, Jakarta : Erlangga, 1980, hlm. 88.

Page 55: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

41

Manusia dalam Herzien Inlandsch Reglement (HIR), yang dibentuk dengan

berorientasi atas kekuasaan zaman penjajahan Kolonial Belanda. Lembaga

Praperadilan bertujuan untuk melakukan pengawasan horizontal atas segala upaya

paksa yang dilakukan aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan

perkara pidana agar benar – benar tindakan tersebut tidak bertentangan dengan

peraturan hukum dan perundang-undangan disamping adanya pengawasan secara

vertikal dalam perangkat aparat itu sendiri.

Gagasan mengenai lembaga praperdilan terinspirasi dari adanya hak Habeas

Corpus Act dalam sistem peradilan Anglo Saxon yang memberikan hak pada

seseorang untuk melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut (menantang)

pejabat yang melakukan penahanan atas dirinya (polisi atau jaksa) membuktikan

bahwa penahanan tersebut adalah tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya

benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.57

Habeas Corpus Act (1679) yang di tandatangani oleh Raja Charles II

menitikberatkan akan hak – hak asasi seseorang dihadapan hukum, yang

menentukan :

a. Penangkapan atau penahanan seseorang mesti berdasarkan alas an hukum

yang sah dan lengkap ;

b. Orang yang ditangkap atau ditahan harus diperiksa selambat – lambatnya

dua hari dari tanggal penangkapan atau penahanan ;

57 Adnan Buyung Nasution, Beberapa Catatan tentang Praperadilan versus Pemeriksa

Pendahuluan, disampaikan dalam acara Diskusi Tematik Pembaharuan Hukum Acara Pidana, FH

UI, 24 Maret 2010, hlm. 2.

Page 56: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

42

c. Jika seseorang telah dibebaskan dari suatu perkara, orang tersebut tidak

boleh lagi ditangkap dan diperiksa atas dasar perkara dari mana ia telah

dibebaskan (nebis in idem). 58

Prinsip dasar habeas corpus ini memberikan inspirasi untuk menciptakan suatu

forum yang memberikan hak dan kesempatan kepada seseorang yang sedang

menderita karena dirampas atau dibatasi kemerdekaannya untuk mengadukan

nasibnya sekaligus menguji kebenaran dan ketepatan dari tindakan kekuasaan

berupa penggunaan upya paksa (dwang middelen), baik penangkapan, penahanan,

penggeledahan, penyitaan maupun pembukaan surat-surat yang dilakukan oleh

pihak kepolisian ataupun kejaksaan ataupula kekuasaan lainnya. Hal ini

dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi saat itu dimana sering terjadi perkosaan

hak asasi tersangka atau terdakwa oleh penyidik dan jaksa penuntut umum, karena

tidak adanya suatu lembaga atau mekanisme yang dapat menilai dan menguji

apakah tindakan upaya paksa yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan

hukum atau tidak. Seorang tersangka atau terdakwa yang ditangkap atau ditahan,

seolah-olah berada dalam suatu “ruangan gelap” dan tidak berdaya sama sekali

(helpless). Sehingga memunculkan pemikiran mengenai perlunya suatu forum

terbuka yang memberi hak berupa upaya hukum pada seseorang untuk melawan

atau menggugat tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh penguasa

sehingga lahirlah Praperadilan.59

58 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Penyidikan dan

Penuntutan, Jakarta : Sinar Grafika, 2014, hlm. 69-70. 59

Adnan Buyung Nasution, Beberapa Catatatn tentang Praperadilan Versus Pemeriksa

Pendahuluan, Op.Cit., hlm. 2-3.

Page 57: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

43

2. Pengertian Lembaga Praperadilan

Melihat dari istilah yang digunakan oleh KUHAP terhadap Praperadilan, maka

istilah tersebut terdiri dari 2 (dua) suku kata, yaitu pra berarti sebelum, sedangkan

peradilan berarti suatu proses pemeriksaan atas tersangka, saksi-saksi, dan barang-

barang bukti oleh pengadilan guna mencari kebenaran materiil untuk kemudian

memutus perkara dengan menjatuhkan pidana atau membebaskan terdakwa atau

melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.60

Secara harfiah, Praperadilan

berarti dilakukan sebelum proses pemeriksaan perkara di pengadilan. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa Praperadilan adalah suatu proses pemeriksaan

sebelum pemeriksaan terhadap pokok perkara berlangsung di pengadilan. Perkara

pokok dimaksud adalah suatu sangkaan atau dakwaan tentang telah terjadinya

suatu tindak pidana yang sedang dalam tahap penyidikan atau penuntutan.61

Ditinjau dari segi struktur dan susunan peradilan, Praperadilan bukan lembaga

pengadilan yang berdiri sendiri. Bukan pula sebagai instansi tingkat peradilan

yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu kasus peristiwa

pidana. Praperadilan hanya suatu lembaga baru yang ciri dan eksistensinya :

a. berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada Pengadilan Negeri dan

sebagai lembaga pengadilan hanya dijumpai pada tingakat Pengadilan

Negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari Pengadilan Negeri

60 H.A.K. Mochamad Anwar, Chalimah Suyanto dan Sunanto, Praperadilan, Jakarta : IND-

HILL-CO, 1989, hlm. 25. 61

Darwan Prindt, Praperadilan dan Perkembangannya di dalam Praktek, Bandung : Citra

Aditya Bakti, 1993, hlm. 1.

Page 58: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

44

b. dengan demikian Praperadilan bukan berada diluar atau disamping

maupun sejajar dengan Pengadilan Negeri, tapi hanya merupakan divisi

dari Pengadilan Negeri

c. administratif yustisial, personil, peralatan, dan finansial bersatu dengan

Pengadilan Negeri dan berada dibawah pimpinan serta pengawasan dan

pembinaan Ketua Pengadilan Negeri

d. tata laksana fungsi yustisialnya merupakan bagian dari fungsi yustisial

Pengadilan Negeri itu sendiri.

Kemudian KUHAP telah memberikan pengertian menganai Praperadilan yang

terdapat dalam Pasal 1 angka 10, Praperadilan adalah wewenang Pengadilan

Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut acara yang diatur dalam undang-

undang ini, tentang :

a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas

permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa

tersangka

b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan

atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan

c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitas oleh tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak

diajukan ke pengadilan.

Dari gambaran tersebut, eksistensi dan kehadiran Praperadilan bukan merupakan

lembaga peradilan tersendiri. Tetapi hanya merupakan pemberian wewenang dan

Page 59: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

45

fungsi baru yang dilimpahkan KUHAP kepada setiap Pengadilan Negeri sebagai

wewenang dan fungsi tambahan Pengadilan Negeri yang telah ada selama ini.62

3. Kewenangan Praperadilan

Praperadilan memiliki kewenangan yang telah diatur dalam Pasal 77 jo. Pasal 1

angka 10 KUHAP. Namun ada lagi kewenangan lain yakni memeriksa dan

memutuskan tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 95 dan Pasal 97 KUHAP. Tetapi karena undang-undang memang

belum mengatur secara tegas mengenai hal tersebut, pemberlakuan pasal-pasal ini

seringkali dianggap sebagai bentuk perluasan objek Praperadilan sehingga masih

terus menimbulkan perdebatan.

Untuk lebih jelasnya, berikut merupakan rincian wewenang yang diberikan

KUHAP kepada Praperadilan :

a. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan

Berdasarkan Pasal 1 angka 20 KUHAP, penangkapan adalah suatu

tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan

tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup alat bukti guna

kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Yang dapat

melakukan penangkapan berdasarkan Pasal 16 KUHAP adalah penyidik

62 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Op.Cit., hlm. 1.

Page 60: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

46

dan penyidik pembantu dalam rangka melakukan penyidikan serta

penyelidik atas perintah penyidik dalam rangka melakukan penyelidikan.

Terkait pelaksanaan penangkapan ini dikenal adanya syarat formil dan

syarat materil penangkapan yang akan menjadi parameter untuk

menentukan apakah suatu penangkapan dilakukan secara sah atau tidak.

Dengan kata lain untuk melakukan penangkapan harus terpenuhi 2 (dua)

syarat sebagai berikut :

1) Syarat formil penangkapan :

a) Dilakukan oleh penyidik atau polisi atas perintah dari penyidik atau

polisi

b) Dilengkapi surat tugas dari yang berwenang (surat perintah

penangkapan)

c) Menyerahkan surat perintah penangkapan kepada tersangka dan

tembusannya kepada keluarganya

d) Kecuali dalam hal tertangkap tangan penangkapan dapat dilakukan

oleh setiap orang.

2) Syarat materil penangkapan :

a) Ada bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHAP)

b) Penangkapan paling lama untuk 1 (satu) hari (1 X 24 jam) (Pasal

19 ayat (1) KUHAP).63

63 Darwan Prinst, Op.Cit., hlm. 15-16.

Page 61: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

47

b. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penahanan

Berdasarkan Pasal 1 angka 21 KUHAP, penahanan adalah penempatan

tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut

umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini. Penahanan pada prinsipnya

berkaitan erat dengan penangkapan karena seorang tersangka yang telah

ditangkap baru boleh ditahan apabila telah memenuhi persyaratan

sebagaimana diatur dalam undang-undang. Dengan demikian, pada

prinsipnya penangkapan merupakan langkah awal dari perampasan

kemerdekaan tersangka atau terdakwa.64

Yang dapat melakukan

penahanan berdasarkan Pasal 20 KUHAP adalah pertama pada tahap

penyidikan yang berwenang adalah penyidik dan penyidik pembantu,

kedua pada tahap penuntutan adalah penuntut umum, dan yang ketiga pada

tahap pemeriksaan di sidang pengadilan adalah hakim.

Terkait pelaksanaan penahanan ini, Prof. Moeljatno membagi syarat

penahanan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

1) syarat subjektif, yaitu syarat yang tergantung pada orang yang

memerintahkan dilakukannya penahanan, yaitu berupa :

a) tersangka atau terdakwa diduga keras melakukan tindakan pidana

b) dugaan tersebut didasarkan pada bukti yang cukup

64 Ratna Nurul Afiah, Op.Cit., hlm. 35-36.

Page 62: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

48

c) adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka

atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan

alat bukti, dan mengulangi tindak pidana.

2) syarat objektif, yaitu syarat yang dapat diuji oleh orang lain, yaitu

berupa :

a) tindak pidana itu diancan dengan pidana penjara 5 (lima) tahun

atau lebih

b) tindak pidana yang ancaman hukumannya kurang dari 5 (lima)

tahun yang dalam hal ini ditentukan secara limitatif oleh undang-

undang.

Menganai masa atau jangka waktu penahanan, pada tahap penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di persidang memiliki batas yang berbeda-

beda.

No Pihak yang berwenang

melakukan Penahanan

Jangka Waktu Perpanjangan

Waktu

1 Penyidik 20 hari 40 hari

2 Penuntut Umum 20 hari 30 hari

3 Hakim 30 hari 60 hari

Kemudian di dalam KUHAP dikenal adanya jenis-jenis tahanan yang

tercantum dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Menurut ketentutan ini, jenis

penahanan dapat berupa :

1. penahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan)

2. penahanan rumah

3. penahanan kota.65

65 M. Yahya Harahap , Pembahasan Permaslahan dan Penerapakan KUHAP : Penyidikan

dan Penuntutan, Jakarta : SInar Grafika, 2014, hlm. 169-170.

Page 63: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

49

c. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidikan adalah serangkaian

tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan alat bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi guna

menemukan tersangkanya. Kemudian berdasarkan Pasal 1 angka 1

KUHAP, pihak yang berwenang melakukan penyidikan adalah pejabat

polisi republik Indonesia dan pegawai negeri sipil tertentu yang diberi

wewenang oleh undang-undang.

Syarat yang harus terpenuhi untuk melakukan tindakan penyelidikan

maupun penyidikan oleh penyelidik atau penyidik adalah :

1) Tertangkap tangan (Pasal 1 angka 19 KUHAP)

2) Laporan (Pasal 1 angka 24 KUHAP)

3) Pengaduan (Pasal 1 angka 25 KUHAP)

4) Mengetahui sendiri atau dengan cara lain.

Dalam pelaksanaan penyidikan, setelah menerima laporan atau pengaduan

atau tertangkap tangan atau mengetahui secara langsung tentang suatu

peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib segera melakukan

penyidikan. Penyidikan dapat dilakukan berdasarkan berita acara

penyelidikan. Kemudian tindakan yang dapat dilakukan penyidik antara

lain meneruskan penyidikan atau menghentikan penyidikan. Menghentikan

penyidikan dapat dilakukan apabila :

1) Tidak terdapat cukup bukti

2) Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana

Page 64: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

50

3) Penyidikan dihentikan demi hukum.

Kemudian penyidik berdasarkan kewenangannya menghentikan

penyidikan dan memberitahu penuntut umum beserta alasan-alasan dan

seluruh hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Penyidik juga

memberitahukan kepada tersangka dan keluarganya.

d. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penuntutan

Berdasarkan Pasal 1 angka 7 KUHAP, penuntutan adalah tindakan

penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri

yang berwenang supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang

pengadilan. Kemudian berdasarkan Pasal 137 KUHAP penuntut umum

berwenang melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya

dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.

Penututan dapat dilakukan setelah penuntut umum menyatakan berkas

penyidikan yang diberikan penyidik lengkap (P21). Namun terdapat 2

(dua) kemungkinan sikap penuntut umum terhadap berkas perkara yang

telah disidik, yaitu :

1) Melakukan penuntutan

Setelah berkas perkara lengkap, penuntut umum memberitahukan

kepada penyidik dengan disertai permintaan supaya tersangka dan

barang bukti diserahkan kepadanya. Dalam hal penuntut umum

berpendapat bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia

dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.

Page 65: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

51

2) Menghentikan penuntutan

Penuntut umum dapat melakukan penghentian penuntutan apabila :

a) Tidak terdapat cukup bukti

b) Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana

c) Perkara ditutup demi hukum dengan alasan :

i. Ne bis in idem (Pasal 76 KUHAP)

ii. Terdakwa meninggal dunia (Pasal 76 KUHAP)

iii. Kadarluasa (Pasal 78 KUHAP)

Mengenai penghentian penuntutan diatur dalam Pasal 140 ayat (2)

KUHAP yang menegaskan penuntut umum “dapat menghentikan

penuntutan” suatu perkara. Dalam arti, hasil pemeriksaan penyidikan

tindak pidana yang disampaikan penyidik tidak dilimpahkan penuntut

umum ke sidang pengadilan.66

e. Memeriksa dan memutus permohonan ganti kerugian dan rehabilitasi

Berdasarkan Pasal 1 angka 22 KUHAP, ganti kerugian adalah hak

seseorang untuk mendapat pemenuhan atau tuntutannya yang berupa

imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili

tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan

mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang. Pasal 95 mengatur tuntutan ganti kerugian yang

66 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Penyidikan dan

Penuntutan, Op.Cit., hlm. 436.

Page 66: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

52

diajukan tersangka, keluarganya, atau penasehat hukumnya kepada

Praperadilan. Tuntutan ganti kerugian diajukan berdasarkan alasan :

a. Karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah

b. Atau oleh penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan dengan

ketentuan hukum dan undang-undang

c. Karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti ditangkap,

ditahan atau diperiksa.67

Berdasarkan Pasal 1 angka 22, Pasal 95 ayat (1) dan (2), serat Pasal 77

huruf b KUHAP, maka hal-hal yang dapat digunakan sebagai dasar alasan

untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian adalah :

1) Tindakan penangkapan yang tidak sah

2) Tindakan penahanan yang tidak sah

3) Tindakan lain tanpa alasan berdasarkan undang-undang berupa :

i. Pemasukan rumah yang tidak sah menurut hukum

ii. Penggeledahan yang tidak sah

iii. Penyitaan yang tidak sah menurut hukum

4) Penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang sah

5) Dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang.68

Berdasarkan Pasal 1 angka 23 KUHAP, rehabilitasi adalah hak seseorang

untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan

67 M. Yahya Harap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Pengajuan Kembali, Op.Cit., hlm. 6. 68

HMA Kauffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang : UMM Press, 2008,

hlm. 307-309.

Page 67: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

53

harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan,

penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun

diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena

kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini. Rehabilitasi dapat diberikan dalam

hal :

1) Seseorang diadili oleh pengadilan diputus bebas (vrijspraak) atau

diputus lepas (onslag van alle rechtsvervolging)

2) Seseorang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan

yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai

orangnya atau hukum yang diterapkan.

Ruang lingkup Praperadilan sejatinya telah dibatasi dalam ketentuan Pasal 77

KUHAP, namun ternyata perkembangan hukum 5 (lima) tahun terakhir telah

menerobos batasan-batasan tersebut bahkan mendahului pembahasan Rancangan

KUHAP. Perkembangan hukum merupakan wujud nyata dari implementasi teori

responsif yang menguraikan hukum sebagai suatu sarana respon terhadap

ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi-aspirasi masyarakat.69

Perluasan ruang lingkup kewenangan Praperadilan terjadi setelah adanya Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014. Dimana dalam Putusan MK No.

21/PUU-XII/2014 tersebut menyatakan bahwa penetapan tersangka,

penggeledahan, dan penyitaan sebagai objek dari Praperadilan. Selain itu, dalam

69 Riki Perdana R.W., Praperadilan Pasca 4 Putusan MK,

https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/index.php/peraturan/6-artikel/artikel-hakim-

agung/1449-praperadilan-pasca-4-putusan-ma-dr-riki-perdana-raya-waruwu-s-h-m-h, diakses pada

28 Mei 2018.

Page 68: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

54

putusan tersebut, MK menyatakan bahwa frasa „bukti permulaan‟, „bukti

permulaan yang cukup‟, dan „bukti yang cukup‟ yang terdapat dalam Pasal 1

angka 14 jo. Pasal 17 jo. Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sebagai

minimum dua alat bukti secara kualitatif, kecuali dalam hal keterangan saksi.

4. Proses Pemeriksaan Praperadilan

Tata cara atau proses pemeriksaan sidang Praperadilan diatur oleh KUHAP dalam

Bab X, Bagian Kedua, mulai dari Pasal 79 sampai dengan Pasal 83. Berdasarkan

ketentuan pasal-pasal tersebut telah diatur tata cara pengajuan dan proses

pemeriksaan di sidang Praperadilan.

a. Yang berhak mengajukan permohonan

Yang dapat mengajukan permintaan pemeriksaan Praperadilan adalah

sebagai berikut :

1) Tersangka, Keluarganya, atau Kuasanya

2) Penuntut Umum dan Pihak Ketiga yang Berkepentingan

3) Penyidik atau Pihak Ketiga yang Berkepentingan

4) Tersangka, Ahli Warisnya, atau Kuasanya

5) Tersangka atau Pihak Ketiga yang Berkepentingan Menuntut Ganti

Rugi.

b. Acara Praperadilan

Terkait acara pemeriksaan Praperadilan di dalam KUHAP diatur beberapa

hal sebagai berikut :

1) Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang

ditunjuk melakukan sidang (Pasal 82 ayat (1) KUHAP)

Page 69: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

55

2) Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan

atau penahanan sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan,

permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi akibat tidak sahnya

penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau

penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat

pembuktian, hakim mendengar keterangan baik tersangka atau pemohon

maupun dari pejabat yang berwenang (Pasal 82 ayat (1) KUHAP)

3) Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7

(tujuh) hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya (Pasal 82 ayat (1)

KUHAP)

4) Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri,

sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum

selesai maka permintaan tersebut gugur (Pasal 82 ayat (1) KUHAP)

5) Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan

untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat

pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru

(Pasal 82 ayat (1) KUHAP)

6) Putusan hakim dalam acara pemeriksaan peradilan dalam ketiga hal

tersebut di muka harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya (Pasal 82

ayat (2) KUHAP)

7) Selain daripada itu, putusan hakim itu memuat pula :

a) dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau

penahanan tidak sah maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada

tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan

tersangka

b) dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan

atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap

tersangka wajib dilanjutkan

c) dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penagkapan atau

penahanan tidak sah maka dalam putusan dicantumkan jumlah

besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan

dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah

dan tersangkanya tidak ditahan makan dalam putusan dicantumkan

rehabilitasnya

d) dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang

tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan dicantumkan

bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka

atau dari siapa benda itu disita.70

70 Andi Hamzah, Op.Cit., hlm. 191-193.

Page 70: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

56

E. Hakim Pemeriksa Pendahuluan

Istilah Hakim Pemeriksa Pendahuluan merupakan suatu penyebutan atau istilah

baru yang lahir dalam RUU KUHAP 2012, dimana sebelumnya pada RUU

KUHAP 2010 istilah yang digunakan adalah Hakim Komisaris. Pengaturan

mengenai Hakim Komisaris maupun Hakim Pemeriksaan Pendahuluan tidak

mengalami perubahan baik dalam RUU KUHAP 2010 maupun RUU KUHAP

2012, yang mengalami perubahan hanyalah istilah penyebutan dari lembaga

tersebut. Hakim Komisaris bukan merupakan suatu hal yang bari di Indonesia.

Hakim Komisaris pernah dimasukan ke dalam RUU-KUHAP 1974 pada masa

Prof. Oemar Seno Adjie, S.H. menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Hakim

Komisaris ini bukan hanya bertindak sebagai hakim pengawas dalam tahap

pemeriksaan pendahuluan, akan tetapi juga bertindak aktif dalam pelaksanaan

upaya paksa selama pemeriksaan pendahuluan.71

Hakim Komisaris mempunyai

wewenang sebagai berikut :

1. Melakukan pengawasan upaya paksa (dwang middlen) sudah dilaksanakan

sesuai dengan hukum

2. Menetapkan siapa yang akan melakukan penyidikan jika terdapat sengketa

antara polisi dan jaksa dalam hal melakukan penyidikan

3. Bertindak secara eksekutif, antara lain turut serta memimpin pelaksanaan

upaya paksa

71 Loebby Luqman, Pra-Peradilan di Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990, hlm. 29-30.

Page 71: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

57

4. Megambil keputusan atas pengaduan yang diajukan oleh pencari

keadilan.72

Kehadiran Hakim Komisaris dalam RUU-KUHAP 1974 ini menimbulkan

berbagai tanggapan. Adanya pihak yang menyetujui dan ada pihak yang

menolaknya. Keberatan datang dari kalangan Kejaksaan yang beranggapan bahwa

kewenangan pengawasan pada pemeriksaan pendahuluan ada pada Kejaksaan

sesuai dengan Undang-Undang Pokok Kepolisian maupun Undang-Undang Pokok

Kejaksaan. Disamping itu, hadirnya Hakim Komisaris ini akan menambahkan

hambatan birokrasi yang negatif mengingat banyaknya instansi yang sudah

berperan pada tahap pemeriksaan pendahuluan yang telah melibatkan baik

Kepolisian maupun Kejaksaan.

Sedangkan yang menyetujui adanya Hakim Komisaris berpendapat bahwa

memang dalam tahap pemeriksaaan pendahuluan tidak cukup apabila hanya ada

pengawasan secara vertikal saja, yakni pengawasan yang dilakukan baik oleh

Kepolisian sendiri secara struktural maupun Kejaksaan sebagaimana pengaturan

dalam HIR maupun Undang-Undang Pokok Kejaksaan, akan tetapi masih

diperlukan suatu pengawasan horizontal, yaitu pengawasan dari Hakim Komisaris

tersebut. Hal ini dilatarbelakangi seiring terjadinya pelanggaran dalam

pelaksanaan upaya paksa, dan dalam hal ini Hakim Komisaris yang diharapkan

dapat menjalankan fungsi pengawasan dalam fase pemeriksaan pendahuluan,

khususnya dalam pelaksanaan upaya paksa.

72 Ibid., hlm 30

Page 72: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

58

Pembicaraan menganai RUU-KUHAP 1974 terhenti disebabkan oleh adanya

pergantian Menteri Kehakiman dimana semula dijabat oleh Prof. Oemar Seno

Adjie, S.H. yang kemudian diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung.

Pembicaraan menganai pembentukan KUHAP mulai timbul kembali semenjak

Menteri Kehakiman dijabat oleh Mudjono, S.H. Akan tetapi rancangan yang

digunakan untuk menyusun KUHAP bukanlan RUU-KUHAP 1974, namun

diajukan RUU-KUHAP 1979. Dalam rancangan tersebut tidak ada lembaga

Hakim Pemeriksa Pendahuluan.73

Dalam RUU-KUHAP 1979 tersebut, apabila adanya pelanggaran-pelanggaran

yang terjadi pada tahap pemeriksaan pendahuluan tidaklah ditangani oleh suatu

badan tertentu, akan tetapi ditangani oleh Pengadilan Negeri, dan ternyata lebih

dikhususkan dalam kesalahan penangkapan dan penahanan saja, sedangkan

pelanggaran terhadap pelaksanaan upaya paksa lainnya tidak ditemui dalam

rancangan ini. Telah dilakukan perubahan mendasar terhadap RUU-KUHAP 1979

ini sehingga terciptalah suatu lembaga hakim yang telah aktif dalam pemeriksaan

pendahuluan yang dikenal dengan Praperadilan. Dan setelah disahkan menjadi

KUHAP lembaga Praperadilan inilah yang melakukan pengawasan terhadap

upaya paksa yang dilakukan penyidik ataupun penuntut umum.

Kembali munculnya gagasan lembaga Hakim Komisaris dalam RUU-KUHAP

2010 dilatarbelakangi oleh persoalan terkait kewenangan Praperadilan yang tidak

memadai dan juga terkait persoalan hak untuk mengajukan permohonan

Praperadilan (legal standing). Lembaga Hakim Komisaris yang terdapat dalam

73 Loebby Luqman, Op.Cit., hlm. 37

Page 73: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

59

RUU-KUHAP 2010 sama sekali bukan tiruan atau sama dengan Rechter

Commissaris di Netherland atau juge d’instruction di Prancis atau inschungrichter

di Jerman yang sudah di hapus, guidice istructtore di Italia yang sudah di hapus

juga. Rechter Commissaris di Netherland sama dengan juge d’instruction di

Prancis memimpin penyidikan. Di Perancis, penyidikan delik yang diancam

dengan pidana 5 (lima) tahun ke atas yang disebut crime, dipimpin oleh juge

d’instruction, yang diancam dengan pidana kurang dari lima tahun disebut delit,

dipimpin oleh jaksa. Hakim Komisaris versi RUU-KUHAP 2010 sama sekali

tidak ada hubungan dengan penyidikan. Jadi, jika rechter-commisaris di

Nederland atau juge d’instruction di Perancis disebut dalam bahasan Inggris

investigating juge (hakim penyidik), maka Hakim Komisaris versi RUU-KUHAP,

tidak mungkin diterjemahkan sebagai investigating juge. Oleh karena itu Mr

Robert Strang yang banyak membantu antara lain studi banding di Amerika dan

Malaysia, memakai istilah commissioner juge untuk Hakim Komisaris versi RUU-

KUHAP.74

Wewenang Hakim Komisaris versi RUU-KUHAP 2010 sama dengan

Praperadilan sekarang, namum ditambah dengan wewenang memperpanjang

penahanan dan yang memutuskan layak tidaknya suatu perkara diajukan ke

pengadilan atas permintaan jaksa. Istilah Praperadilan tidak digunakan karena

peradilan pidana itu dimulai dari penyidikan sampai terpidana keluar dari penjara.

74 Andi Hamzah, Penjelasan Beberapa Hal dalam RUU Hukum Acara Pidama, Makalah,

disampaikan pada Sosialisasi NA RUU HAP di Jakarta, 1 November 2010.

Page 74: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

60

Jadi, tidak mungkin ada hakim pra penyidikan. Istilah lain yang dapat dipakai

ialah hakim pra sidang (pre trial).75

Perbedaan lain antara praperadilan dan Hakim Komisaris versi RUU-KUHAP

2010 yang tercantum dalam naskah akademiknya adalah sebagai berikut:

1. Hakim Komisaris dilepaskan dari organisasi pengadilan negeri dan berdiri

sendiri dan independen di luar struktur pengadilan negeri, walaupun

hakimnya direkrut secara ketat dari hakim pengadilan negeri melalui

seleksi PANSEL di Pengadilan Tinggi, karena dibutuhkan hakim yang

jujur, berpengalaman, berani dan mempunyai hati nurani untuk

kepentingan nusa dan bangsa.

Alasan: Jika wewenang memperpanjang penahanan yang tersangka harus

dibawa secara fisik ke hakim untuk dilakukan penahanan, sesuai dengan

ketentuan Pasal 9 International Covenant on Civil and Political Rights

yang sudah diratifikasi dan telah diundangkan oleh Indonesia dengan

Undang-undang No. 12 Tahun 2005, dilakukan oleh hakim (praperadilan)

di Pengadilan Negeri, maka betapa sibuknya hakim di Pengadilan Negeri

menerima dan memeriksa secara fisik tersangka, saksi, yang dihadiri oleh

polisi, jaksa dan penasihat hukum setiap hari. Dapat dibayangkan yang

sekarang rata-rata 30 orang tahanan baru dimasukkan ke lembaga Salemba

oleh Jaksa. Jika perpanjangan penahanan dengan surat saja tanpa dilihat

secara fisik tersangka dan tanpa tanya jawab seperti perpanjangan

penahanan sekarang yang dilakukan oleh jaksa tanpa melihat secara fisik

75 Ibid.

Page 75: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

61

dan duduk perkara secara mendetail, memang tidak perlu dibentuk hakim

khusus.

Untuk memperpanjang penahanan oleh hakim sesuai dengan Covenant,

maka tersangka harus dibawa (secara fisik) segera (promptly) ke hakim

untuk dilakukan penahanan. Untuk itu, di Perancis dibentuk hakim khusus

yang namanya juge des liberte et de la detention (hakim pembebasan dan

penahanan). Hakim ini duduk setiap hari kerja menunggu tersangka

dibawa kepadanya oleh polisi dan jaksa. Sebelum menandatangani surat

perintah penahanan hakim itu menanyakan beberapa hal mengenai duduk

perkara. Ruang hakim ini tidak lebih dari empat meter persegi dengan

perabotan ala kadarnya. Penasihat hukum boleh hadir dan memohon

dengan alasan agar tersangka tidak ditahan. Lamanya penahanan 400 hari

sampai sidang pengadilan hingga ke Mahkamah Agung selesai. Di

Nederland yang memperpanjang penahanan tetap rechter-commisaris yang

juga tersangka dibawa secara fisik. Perbedaan dengan Perancis, sidang

penahanan di Nederland tertutup dengan semua pintu terkunci secara

elektronik sedangkan di Perancis terbuka untuk umum. Pemeriksaan

sebelum penandatanganan surat perintah penahanan oleh rechter-

commisaris bahkan dapat mendengar keterangan saksi termasuk saksi di

luar negeri melalui tanya-jawab teleconference (ruangan sidang penahanan

di Nederland penuh dengan peralatan elektronik). Lamanya penahanan

oleh rechter-commisaris hanya 14 hari yang dapat diperpanjang oleh

hakim majelis selama 3 kali 30 hari. Penahanan oleh penyidik (polisi)

hanya enam jam kecuali perkara serius seperti pembunuhan dan terorisme

Page 76: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

62

selama 3 kali 24 jam. Di Perancis penahanan oleh penyidik (polisi) hanya

enam jam kecuali perkara serius seperti pembunuhan dan terorisme selama

3 kali 24 jam. Di Perancis penahanan oleh penyidik (polisi) hanya satu

kali 24 jam yang dapat diperpanjang jaksa selama satu kali 24 jam sebelum

dibawa secara fisik ke hakim pembebasan dan penahanan.

Penahanan yang dilakukan penyidik berdasarkan Rancangan ialah lima

kali 24 jam. Jangka waktu paling lama bagi negara yang menandatangani

covenant. Penahanan yang dilakukan oleh polisi Malaysia hanya satu kali

24 jam, yang selanjutnya harus dibawa ke hakim. Di Thailand, ada hakim

piket 24 jam selama seminggu untuk menandatangani surat perintah

penahanan.

2. Perbedaan wewenang yang lain antara Hakim Praperadilan dan Hakim

Komisaris versi Rancangan ialah hakim praperadilan hanya menunggu

adanya tuntutan dari pihak yang berkepentingan sedangkan Hakim

Komisaris dapat proaktif menentukan suatu penghentian penyidikan

misalnya, tidak sah. Saling menuntut ke praperadilan antara penyidik dan

penuntut umum ditiadakan, karena dipandang antara penyidik dan

penuntut umum merupakan satu pihak berhadapan dengan

tersangka/penasihat hukum di pihak lain.

3. Hakim Komisaris juga berwenang memutus suatu perkara layak atau tidak

layak diajukan ke pengadilan, suatu hal yang sejak lama diperjuangkan

oleh Adnan Buyung Nasution.

Page 77: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

63

4. Kantor Hakim Komisaris di atau dekat Rutan agar tahanan langsung

dimasukkan ke tahanan tanpa dibawa lagi pulang.

Sebagai catatan atas adanya alasan lain menolak adanya Hakim Komisaris

karena akan memakan biaya besar yang setiap kota/kabupaten ada Hakim

Pemeriksa Pendahuluan, dapat dikemukakan bahwa:

Sebelum terbentuk Hakim Komisaris, wewenangnya dilaksanakan oleh

Wakil Ketua Pengadilan. Jadi, pembentukan Hakim Komisaris

bertahap. Kantornya pun dapat meminjam sementara ruangan (ukuran

cukup dengan 3 kali 4 meter persegi) di dekat ruangan Kepala Lapas.

Hanya dia ruangan yang dibutuhkan, satu ruang sidang yang

merangkap ruangan hakim itu. Dia duduk di belakang meja pada hari

kerja dari jam 8.00 sampai dengan jam 16.00 menunggu tahanan

dibawa kepadanya. Ruangan lain untuk panitera dan pegawai lain.

Ruangan rechter-commissaris di Nederland memang mewah penuh

dengan perlengkapan elektronik dan ada ruangan tahanan. Memang

mereka sibuk sekali karena selain memperpanjang penahanan juga

memimpin penyidikan. Berbeda dengan ruangan sidang juge des

liberté et de la detention di Perancis yang sederhana. Memang

tugasnya hanya memperpanjang penahanan.

Secara tidak sengaja, justru wewenang Hakim Komisaris versi

Rancangan mirip dengan wewenang guidice perle indagini preliminary

(Hakim Pemeriksa Pendahuluan) di Italia yang baru dibentuk. Justru

gudice istructtore yang sama dengan rechter-commossaris di

Page 78: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

64

Nederland dan juge d’instruction di Perancis, dihapus di Italia. Begitu

pula di Jerman, hakim investigasi itu telah dihapus, kerna dipandang

bersifat inquisitoir. Betapa bodohnya jika Tim RUU KUHAP meniru

lembaga yang justru telah dihapus di negara lain. Agar tidak ada

kesalahpahaman dan alergi, maka saya mengusulkan kepada mantan

anggota Tim RUU (RUU secara resmi telah diserahkan kepada Menteri

Hukum dan HAM, Andi Mattalatta sebelum pemilu yang lalu) agar

istilah Hakim Komisaris dalam Rancangan diganti dengan Hakim

Pemeriksa Pendahuluan (sama dengan Italia: guidice per le indagini

preliminary) atau hakim prasidang.

Pendeknya sama dengan praperadilan sekarang yang wewenangnya

diperluas dan berdiri sendiri terlepas dari organisasi Pengadilan Negeri,

tidak berada di bawah pimpinan ketua pengadilan negeri. tidak setiap

kasus harus ditunjuk hakim praperadilan.

Catatan lain tentang Hakim Pemeriksa Pendahuluan:

a) Pro Aktif Meneliti Sah Tidaknya Penahanan, Penghentian

Penyidikan.

b) Pembatalan Atau Penangguhan Penahanan

c) Perpanjangan Penahanan 25 Hari

d) Menyatakan Bahwa Keterangan Yang Dibuat Oleh Tersangka Atau

Terdakwa Melanggar Hak Untuk Tidak Menjawab

e) Menyatakan Alat Bukti Atau Pernyataan Yang Diperoleh Secara

Tidak Sah Tidak Dapat Dijadikan Alat Bukti

f) Ganti Kerugian Dan/Atau Rehabvilitasi Untuk Seorang Yang

Ditangkap Atau Ditahan Secara Tidak Sah Atau Ganti Kerugian

Untuk Setiap Hak Milik Yang Disita Seacara Tidak Sah.

g) Tersangka Atau Terdakwa Berhak Untuk Atau Diharuskan Untuk

Didampingi Oleh Pengacara

h) Bahwa Penyidikan Atau Penuntutan Telah Dilakukan Untuk

Tujuan Tidak Sah

Page 79: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

65

i) Penghentian Penyidikan Atau Penghentian Penuntut Yang Tidak

Berdasarkan Asas Oportunitas

j) Layak Atau Tidak Layaknya Suatu Perkara Diajukan Ke

Pengadilan (Pretrial)

k) Pelanggaran Terhadap Hak Tersangka Apapum Yang Lain Yang

Terjadi Selama Tahap Penyidikan

Berdasarkan hal yang diuangkapkan poin ke 4 (empat) tersebut, maka dalam RUU

KUHAP 2010 sudah tidak lagi digunakan istilah Hakim Komisaris, tetapi

digunakan istilah Hakim Pemeriksa Pendahuluan.

1. Kewenangan Hakim Pemeriksa Pendahuluan

Lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan memiliki kewenangan yang lebih luas

jika dibandingkan dengan Praperadilan. Salah satu wewenang Hakim Pemeriksa

Pendahuluan dalam RUU-KUHAP 2012 adalah menentukan layak tidak layaknya

suatu perkara diajukan ke Pengadilan atas permohonan Jaksa (pretrial). Dengan

demikian, jika Jaksa tidak menuntut dan terjadi desakan masyarakat awam, Jaksa

dapat menunjuk putusan Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Namun demikian, jika

kemudian ditemukan bukti baru, dapat diajukan lagi ke Hakim Pemeriksa

Pendahuluan agar penuntutan dapat dilakukan. Dalam pemeriksaan itu, tersangka

dan saksi dapat didengar keterangannya begitu pula konklusi penuntutan.76

Wewenang Hakim Pemeriksa Pendahuluan diatur dalam Bab IX Bagian Kesatu

Pasal 111 ayat (1) RUU-KUHAP 2010, dimana Hakim Pemeriksa Pendahuluan

berwenang menetapkan atau memutuskan :

a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,

atau penyadapan;

b) pembatalan atau penangguhan penahanan;

76 Marwan Effendy, Op.Cit., hlm. 373.

Page 80: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

66

c) bahwa keterangan yang dibuat oleh tersangka atau terdakwa dengan

melanggar hak untuk tidak memberatkan diri sendiri;

d) alat bukti atau pernyataan yang diperoleh secara tidak sah tidak dapat

dijadikan alat bukti

e) ganti kerugian dan/atau rehabilitasi untuk seseorang yang ditangkap atau

ditahan secara tidak sah atau ganti kerugian untuk setiap hak milik yang

disita secara tidak sah;

f) tersangka atau terdakwa berhak untuk atau diharuskan untuk didampingi

olehpengacara;

g) bahwa penyidikan atau penuntutan telah dilakukan untuk tujuan yang

tidak sah;

h) penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang tidak

berdasarkan asas oportunitas;

i) layak atau tidaknya suatu perkara untuk dilakukan penuntutan ke

pengadilan.

j) pelanggaran terhadap hak tersangka apapun yang lain yang terjadi selama

tahap penyidikan.

Dari ketentuan Pasal 111 RUU-KUHAP 2010 tersebut dapat dilihat bahwa Hakim

Pemeriksa Pendahuluan memiliki wewenang yang lebih luas dibandingkan dengan

Praperadilan. Dengan demikian tindakan Hakim Pemeriksa Pendahuluan di tahap

pemeriksaan pendahuluan bersifat aktif, dan berfungsi baik sebagai examinating

judge maupun investigating judge.77

2. Pihak yang Berhak Mengajukan Permohonan kepada Hakim Pemeriksa

Pendahuluan

Pemeriksaan yang dilakukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan dapat dilakukan

berdasarkan Pasal 111 ayat (2) dan ayat (3), yaitu sebagai berikut :

a) Atas permohonan tersangka atau penasehat hukumnya atau Penuntut

Umum

b) Hanya atas permohonan Penuntut Umum (khusus mengenai layak atau

tidaknya penuntutan suatu perkara ke pengadilan

77 Luhut M.P. Pangaribuan, Pembaharuan Hukum Acara Pidana : Surat- Surat Resmi di

Pengadilan oleh Advokat, Jakarta : Djambatan, 2008, hlm. 68.

Page 81: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

67

c) Inisiatifnya sendiri

3. Proses Pemeriksaan oleh Hakim Pemeriksa Pendahuluan

RUU-KUHAP 2012 mengatur mengenai tata cara pemeriksaan oleh Hakim

Pemeriksa Pendahuluan dalam Pasal 112, yaitu sebagai berikut :

a) Hakim Pemeriksa Pendahuluan memberikan keputusan dalam waktu

paling lambat 2 (dua) hari terhitung sejak menerima permohonan

b) Hakim Pemeriksa Pendahuluan memberikan putusan berdasarkan hasil

penelitian salinan dari surat perintah penangkapan, penahanan, penyitaan,

atau catatan lainnya yang relevan

c) Hakim Pemeriksa Pendahuluan dapat mendengar keterangan dari

tersangka atau penasehat hukumnya, penyidik, atau penuntut umum

d) Apabila diperlukan, Hakim Pemeriksa Pendahuluan dapat meminta

keterangan dibawah sumpah dari saksi yang relevan dan alat bukti surat

yang relevan

e) Permohonan sebagaimana dimaksud tidak menunda proses penyidikan.

Di dalam KUHAP yang berlaku saat ini, terdapat ketentuan apabila suatu perkara

sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri, sedangkan pemeriksan terhadap

permohonan Praperadilan belum selesai, permohonan Praperadilan tersebut akan

gugur secara otomatis. Dalam RUU-KUHAP ini tidak diatur ketentuan mengenai

gugurnyanya permohonan yang diajukan kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan.

Page 82: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

139

IV. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, dan

setelah melakukan pembahasan terhadap data-data yang diperoleh, maka dalam

Bab IV dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Dominasi kekuasaan kehakiman melalui Hakim Pemeriksa Pendahuluan

ini terlihat dari kewenangannya untuk melakukan pengawasan atas

tindakan penyidik dan penuntut umum dalam pemeriksaan pendahuluan.

Lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan akan lebih mampu menjalankan

fungsi pengawasan pada tahap pemeriksaan pendahuluan. Dimana hal ini

menunjukan kontribusi positif lembaga baru ini dalam mewujudkan

keterpaduan SPP (Integrated Criminal Justice System / ICJS) yang lebih

baik jika di bandingkan dengan lembaga Praperadilan.

2. Penjaminan HAM tersangka atau terdakwa akan terwujud lebih baik

dengan adanya lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan bila dibandingkan

dengan lembaga Praperadilan. Hal ini dikarenakan wewenang yang di

miliki oleh lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan lebih luas dan

Page 83: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

140

lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan ini dapat bertindak aktif

memeriksa dan mengawasi upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik.

B. Saran

Berdasarkan simpulan tersebut, maka penulis menyarankan agar Rancangan

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) agar dapat segera

disahkan, hal ini dikarenakan KUHAP yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai

dengan kebutuhan hukum bangsa Indonesia saat ini. Selain itu dalam RUU-

KUHAP lembaga Praperadilan yang dalam praktiknya ditemukan ketidak

efektifannya telah digantikan dengan lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan

yang memiliki wewenang lebih luas. Selain itu dengan wewenang yang dimiliki

lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan ini akan lebih terwujudnya keterpaduan

sistem peradilan pidana (Intergrated Criminal Justice System / ICJS) di Indonesia,

serta penjaminan Hak Asasi Manusia milik tersangka atau terdakwa akan lebih

terwujud dengan hadirnya lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan ini.

Page 84: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

141

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adji, Indriyanto Seno. KUHAP dalam prospektif, Jakarta : Sinar Grafika, 2011

Adji, Oemar Seno. Hukum, Hakim Pidana, Jakarta : Erlangga, 1980.

---------- Peradilan Bebas Negara Hukum, Jakarta : Erlangga, 1980.

Afiah, Ratna Nurul. Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, Jakarta : Akademika

Pressindo, 1986.

Anwar, H.A.K. Mochamad. Chalimah Suyanto dan Sunanto, Praperadilan,

Jakarta : IND-HILL-CO, 1989.

Asmawie, M. Hanafi. Ganti Rugi dan Rehabilitasi Menurut KUHAP, Jakarta :

Pradnya Paramita, 1990.

Asshidique, Jimly. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, Jakarta :

BIP, Kelompok Gramedia, 2007, Hlm. 521.

Atmasasmita, Romli. Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Jakarta :

Prenadamedia Group, 2013.---------- Sistem Peradilan Pidana, Bandung :

Binacipta, 1996.

Bakir, Herman. Filsafar Hukum : Desain dan Arsitektur Kesejarahan, Jakarta :

Refika Aditam, 2007

Page 85: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

142

Dewi , Erna dan Firganefi, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bandar Lampung :

Fakultas Hukum Unila, 2013.

Effendy, Marwan. Teori Hukum dari Perspektif Kebijakan, Perbandingan, dan

Harmonisasi Hukum Pidana, Ciputat : Referensi, 2014.

Hamdan, M. Politik Hukum Pidana, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997.

Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

---------- Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia dalam Hukum Acara Pidana,

Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2010.

Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permaslahan dan Penerapakan KUHAP :

Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta : SInar Grafika, 2014.

---------- Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kemabali, Jakarta :

Sinar Grafika, 2000.

Hiariej, Eddy O.S. Teori & Hukum Pembuktian, Jakarta : Erlangga, 2012.

Husin, Kadri. dan Budi Rizki Husin, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia,

Lampung : Universitas Lampung, 2012.

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang :

Bayumedia Publishing, 2006.

Jr., Geoffrey Hazard. Encyclopedia of Crime and Justice, Stanford Kadish, 1982.

Kaligis, O C. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan

Terpidana, Bandung : Alumni, 2006.

Kauffal, HMA. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang : UMM Press,

2008.

Luqman, Loebby. Pra-Peradilan di Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990.

Page 86: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

143

Mertokusumi, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty,

2005.

Muhammad, Rusli. Hukum Acara Pidana Kontemporer, Bandung : PT. Citra

Aditya Bakti, 2007.

Mujahidin, Ahmad. Peradilan Satu Atap di Indonesia, Bandung : PT Refika

Aditama, 1983.

Muladi, Kapita Selekta Peradilan Pidana, Semarang : Badan Penerbit UNDIP,

1995.

Nasional, Badan Pembinaan Hukum. Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jakarta, 2011.

Nawawi Arief, Barda Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1998.

---------- Kebijakan Formulasi Ketentuan Pidana dalam Peraturan Perundang-

Undangan, Semarang : Pustaka Magister, 2012.

---------- Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,

Bandung : Citra Aditya, 2002.

---------- Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum) Di Indonesia,

Semarang : Badan Penerbit Undip, 2011.

Pangaribuan, M.P. Lay Judges & Hakim Ad Hoc : Suatu Studi Teoritis mengenai

Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta : FH Pasca Sarjana UI, 2009.

---------- Pembaharuan Hukum Acara Pidana : Surat- Surat Resmi di Pengadilan

oleh Advokat, Jakarta : Djambatan, 2008

Prinst, Darwan. Praperadilan dan Perkembangannya di dalam Praktek, Bandung

: Citra Aditya Bakti, 1993.

Page 87: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

144

Purnomo, Pokok-Pokok Tata Cara Peradilan Pidana Indonesia dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981, Yogyakarta : Liberty, 1993.

Rawls, John. Teori Keadilan : Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan

Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995.

Reksodiputro, Mardjono. Bunga Rampai Permasalahan dalam Sistem Peradilan

Pidana Kumpulan Karangan Buku Kelima, Jakarta : Pusat Pelayanan

Keadilan dan Pengabdian Hukum, 2007.

---------- Hak Asasi dalam Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku

Ketiga, Jakarta : Pusat Pelayanan Hukum dan Keadilan, 2007.

---------- Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Pusat

Pelayanan Hukum dan Keadilan, 2007.

---------- Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Pusat Pelayanan

Hukum dan Keadilan, 2007.

---------- Menuju pada suatu Kebijakan Kriminal dalam HAM dalam SPP, Jakarta

: Pusat Pelayanan Hukum dan Keadilan, 1993.

Salam, F. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Bandung : Mandar

Maju, 2001.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Bandung : UI Press Alumni,

1986.

Steenhuis, D. W. Individual Rights and Collective Interest in the Application of

Criminal Law, dikutip dari “Criminologi in the 21th Century”, 1990.

Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Bandung : Sinar Baru,

1983.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005.

Page 88: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

145

Tanusubroto, S. Penanan Praperadilan dalam Hukum Acara Pidana, Bandung :

Alumni, 1983.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika,

1991.

Wisnubroto, Al. dan G. Widiartama, Pembaharuan Hukum Acara Pidana,

Bandung : Citra Aditya, 2005.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang – Undang Nomor 81 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Indonesia

(Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana)

C. Makalah

Hamzah, Andi. Penjelasan Beberapa Hal dalam RUU Hukum Acara Pidama,

Makalah, disampaikan pada Sosialisasi NA RUU HAP di Jakarta, 1

November 2010.

Nasution, Adnan Buyung. Beberapa Catatan tentang Praperadilan versus Hakim

Pemeriksa Pendahuluan, disampaikan dalam acara Diskusi Tematik

Pembaharuan Hukum Acara Pidana, FH UI, 24 Maret 2010.

Reksodiputro, Mardjono. Rekonstruksi SIstem Peradilan Pidana Indonesia,

Makalah, disampaikan pada Seminar Komisi Hukum Nasional pada 9

Desember 2009.

Page 89: PROSPEKTIF LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN …digilib.unila.ac.id/54348/3/TESIS TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 9. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Bapak Reno Sugiarto,

146

S.P., Bayunugraha. Analisi Yuridis Putusan Nomor 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel

tentang Permohonan Praperadilan Diluar Ketentuan Pasal 1 angka 10 jo. Pasal

77 KUHAP, Karya Ilmiah.

Setiabudhi, I. K. Rai. Terkait Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

disampaikan dalam acara dengar pendapat dengan DPR RI terkait dengan

RUU KUHP dan KUHAP di Provinsi Bali, 20 Juni 2013.

D. Internet

Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/prospektif.

Penelitin KHN : Praperadilan Memang Mengandung Banyak Kelemahan,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b29bab9ef3a7/penelitian-khn-

%20praperadilan-mengandung-banyak-kelemahan.

R.W., Riki Perdana. Praperadilan Pasca 4 Putusan MK,

https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/index.php/peraturan/6-

artikel/artikel-hakim-agung/1449-praperadilan-pasca-4-putusan-ma-dr-riki-

perdana-raya-waruwu-s-h-m-h.

E. Lain – lain

Naskah Akademik Rancangan Undang – Undang Hukum Acara Pidana oleh Tim

Perancang Undang – Undang KUHAP

Rancanagn Undang – Undang Hukum Acara Pidana Tahun 2010

Rancanagn Undang – Undang Hukum Acara Pidana Tahun 2012