prosiding - repository.maranatha.edu. pola asimetri.pdfbudaya dan kearifan lokal untuk masa depan...
TRANSCRIPT
PROSIDING Seminar Nasional Unoflatu 2019 Budaya dan Kearifan Lokal untuk Masa Depan Kamis, 17 Oktober 2019 ISBN 978-623-92354-1-3 Diselenggarakan oleh: Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof.drg. Surya Sumantri, M.P.H. No.65 Bandung, 40164- Jawa Barat, Indonesia STEERING COMMITTEE
Dr. Krismanto Kusbiantoro, ST., MT. Dr. Dra. Ariesa Pandanwangi, M.Sn.
ORGANIZING COMMITTEE Seminar
Dr. Elizabeth Susanti, B.A., M.Ds. Carina Tjandradipura, S.Sn., M.Ds. Hendra Setiawan, B.F.A., M.A.
Sekretariat Wenny Anggraini Natalia, A.Md., S.Sn., M.Ds. Heldawati Bangun, S. H.
Publikasi Monica Hartanti, M.Ds.
Desain Sampul & Tata Letak R.A. Dita Saraswati Priono Putri, S.Ds., M.Ds. Faustine Josephine
Editor Drs. Rene Arthur Palit, M.Si.
Reviewer Dr. Dra. Christine Claudia Lukman, M.Ds. Dr. Ir. Lois Denissa, M.Sn. Dr. Elizabeth Susanti, B.A., M.Ds. Dr. Ismet Zainal Effendi, S.Sn., M.Sn. Dr. Andriyanto Wibisono, S.Sn., M.Ds. Dr. Astrid Kusumowidagdo, S.T., M. M
Penerbit Fakultas Seni Rupa Desain Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof.drg. Surya Sumantri, M.P.H. No.65 Bandung, 40164- Jawa Barat, Indonesia Tel: +62 022 2012186 extension 601 Fax: +62 022 2015154 Email: [email protected] Website: http://www.maranatha.edu
Cetakan pertama, Desember 2019 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulisan ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
DAFTAR ISI
DISRUPTIVE TECHNOLOGY IN ANGKLUNG BIOMIMICRY EXPERIMENTATION 1-17 BISMO JELANTIK JOYODIHARJO IDENTIFIKASI TIPOLOGI ARSITEKTUR PADA RUMAH TRADISIONAL BANGSAWAN THAILAND: PHRA TAMNAK DAENG, BANGKOK. 18-38 FERLINA SUGATA, YUMA CHANDRAHERA KEDALAMAN MAKNA BAJU PERANG DAN MASA DEPAN BUSANA NIAS 39-53 KEZIA CLARISSA LANGI, SETIAWAN SABANA, HAFIZ AZIZ AHMAD MEMPERTAHANKAN EKSITENSI KAMPUNG KOTA MELALUI MURAL DI ERA DISRUPSI 54-66 ERNEST IRWANDI, SETIAWAN SABANA, ANDRYANTO RIKRIK KUSMARA MATERI RANAH PSIKOMOTOR DALAM KONTEN VIDEO PEMBELAJARAN DARING 67-86 ANDREAS RIO ADRIYANTO, IMAM SANTOSA, ACHMAD SYARIEF PENGARUH BUDAYA GENERASI MILENIAL TERHADAP PEMILIHAN RUANG PADA PUSAT BELANJA 87-95 DWI SULISTYAWATI, IMAM SANTOSA, DEDDY WAHYUDI PENGEMBANGAN DESAIN MEBEL PORTABEL MULTIFUNGSI UNTUK PAMERAN DAN DEMO BATIK TULIS LASEM 96-105 YUNITA SETYONINGRUM POTENSI BATIK LASEM SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI KEBERAGAMAN DI TENGAH ERA DISRUPSI BANGSA 106-121 RENE ARTHUR PALIT, NANIWATI SULAIMAN STUDI KOMPARASI POLA ESTETIKA ASIMETRI TAMAN PEMANDIAN KERATON SUMENEP DENGAN KERATON YOGYAKARTA (STUDI KASUS TAMAN SARE DAN TAMAN SARI) 122-131 ANGGRI INDRAPRASTI, IMAM SANTOSA, PRASETYO ADHITAMA
Prosiding Seminar Nasional Unoflatu 2019, Bandung – Indonesia ISBN 978-623-92354-1-3 Anggri Indraprasti, Imam Santosa, Prasetyo Adhitama Pola Asimetri sebagai Konsep Estetika Visual Masyarakat Madura
122
POLA ASIMETRI SEBAGAI KONSEP ESTETIKA VISUAL MASYARAKAT MADURA (Studi Kasus Taman Sare Keraton Sumenep) Anggri Indraprasti, Imam Santosa, Prasetyo Adhitama (Email : [email protected])
Program Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung Jl. Ganecha No.10, Bandung, Indonesia
ABSTRAK Masyarakat Madura memiliki konsep unik dalam mencipta seni dan benda desain. Di antaranya adalah Taman Sare yang menjadi bagian dari Keraton Sumenep. Taman Sare memiliki keunikan yaitu bentuknya yang asimetri secara visual. Berbeda dengan Taman Sari di Keraton Yogyakarta yang memiliki bentuk simetri. Salah satu hal yang dapat mendasarinya adalah perbedaan kebudayaan dan karakteristik masyarakat Madura dan Jawa. Makalah ini menstudi hubungan antara Konsep Simetri-Asimetri dari kedua daerah, berikut karakter masyarakatnya. Sebuah hipotesa muncul bahwa karakter masyarakat Madura cenderung dinamis dalam mengekspresikan pola desain dibanding dengan masyarakat di Jawa. Makalah ini berakhir dengan mempertimbangkan kecenderungan karakter di antara kedua masyarakat dalam konteks budaya visual. Kata Kunci: asimetri; budaya visual; estetika; Taman Sare Keraton Sumenep ABSTRACT The Madurese have a unique concept in creating art and design objects. Among them is the Taman Sare which is part of the Sumenep Palace. Taman Sare is unique in its visual asymmetry. Unlike the Taman Sari in the Yogyakarta Palace which has a symmetrical structure. One thing that can underlie it is the cultural differences and characteristics of the people of Madura and Java. This paper examines the relationship between the Symmetry-Asymmetry Concept of the two regions and the character of the community. A hypothesis emerges that the character of Madurese people tends to be dynamic in expressing design patterns compared to people in Java. This paper ends by considering character trends between the two societies in the context of visual culture. Keywords: aesthetic; asymmetry; visual culture; Taman Sare Keraton Sumenep
Prosiding Seminar Nasional Unoflatu No. ISBN 978-623-92354-1-3 Anggri Indraprasti, Imam Santosa, Praasetyo Adithama Asimetri sebagai Konsep Estetika Visual Masyarakat Madura
123
PENDAHULUAN
Bangunan keraton seharusnya memiliki kecenderungan untuk memiliki struktur bangunan yang
simetris. Keseimbangan simetris terjadi ketika bangunan memiliki dua sisi desain yang identik
dengan titik pusat sumbu. Simetris sempurna dapat tercapai jika bobot visual kedua sisinya
sama. Desain simetris sangat terstruktur dan kaku, sehingga disebut memiliki keseimbangan
formal. Kemudian, keseimbangan asimetris akan tercapai jika desain bangunan memiliki
perbedaan di kedua sisi desain, namun masih terlihat seimbang. Walaupun asimetris, desain
bangunannya tetap harus memiliki bobot visual yang saling menyeimbangkan. Desain asimetris
dapat membangkitkan perasaan gerakan dan tampak lebih modern daripada desain simetris.
Bangunan yang memiliki desain asimetris adalah Taman Sare di Sumenep. Berdasar nilai estetika
formal, semua bangunan keraton sudah seharusnya memiliki komposisi visual secara simetris.
Perbandingannya adalah Taman Sari di Yogyakarta. Kebudayaan masyarakat bisa menjadi salah
satu alasan adanya perbedaan nilai visual dari sebuah wujud desain. Oleh karena itu, diperlukan
analisis untuk melihat perbedaan masyarakat Sumenep dan masyarakat Yogyakarta.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Keraton Sumenep di Kabupaten Sumenep. Daerah Kabupaten
Sumenep berada di daerah induk pulau Madura bagian timur. Kabupaten ini memiliki 332 desa,
22 kecamaatan dan 8 perwakilan kecamatan. Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian
ini adalah membandingkan Taman Sare dari Keraton Sumenep dan Taman Sari dari Keraton
Yogyakarta. Kemudian menghubungkannya dengan karakteristik masyrakat dari kedua daerah
tersebut. Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dan jenis objek, maka dipilih dua metode
peninjauan yakni metode historis dan metode deskriptif. Metode historis dilalui dengan mencari
jawaban melalui penelusuran sejarah atau kejadian masa lalu. Selain itu metode historis
dilakukan dengan survei pustaka dan wawancara dengan informan. Kemudian metode
deskriptif dilalui dengan menguraikan temuan di lapangan dan studi pustaka. Informan dalam
penelitian ini adalah Bapak Tadjul Arifin sebagai staf Cagar Budaya Keraton Sumenep dan
penulis sejarah budaya.
Prosiding Seminar Nasional Unoflatu No. ISBN 978-623-92354-1-3 Anggri Indraprasti, Imam Santosa, Praasetyo Adithama Asimetri sebagai Konsep Estetika Visual Masyarakat Madura
124
Gambar 1. Peta Keraton Sumenep (Wiryoprawiro, 1986)
PEMBAHASAN
SEJARAH TAMAN SARE SUMENEP Keraton Sumenep didirikan pada tahun 1781 oleh Tumenggung Ario Notokusumo atau dikenal
dengan Panembahan Sumolo. Putra dari Bendoro Saud dengan Kiai Essa dan merupakan putra
angkat dari Raden Ayu Tirtonegoro yang mengawini Bendoro Saud. Panembahan Sumolo
memerintah Sumenep pada tahun 1762— 1811. Raja Panembahan Sumolo dan penggantinya,
Raden Abdurakhman memiliki kedekatan dengan kompeni. Sehingga, atas izin Pemerintah
Kolonial Belanda komplek keraton diperluas. Bagian depan tapak keraton terdapat dua buah
tempat pemandian, di bagian timur pendopo dinamai Taman Sare khusus untuk keluarga
keraton dan di depan tapak terdapat pemandian yang lebih besar untuk masyarakat sekitar
(Wiryoprawiro, 1986).
Prosiding Seminar Nasional Unoflatu No. ISBN 978-623-92354-1-3 Anggri Indraprasti, Imam Santosa, Praasetyo Adithama Asimetri sebagai Konsep Estetika Visual Masyarakat Madura
125
Gambar 2. Pintu gerbang Taman Sare
Gambar 3. Taman Sare yang berada di timur Keraton Sumenep setelah pemugaran
Gambar 4. Sisi lain dari Taman Sare setelah pembangunan gazebo
Prosiding Seminar Nasional Unoflatu No. ISBN 978-623-92354-1-3 Anggri Indraprasti, Imam Santosa, Praasetyo Adithama Asimetri sebagai Konsep Estetika Visual Masyarakat Madura
126
Gambar 5. Taman Sare yang telah dicat biru pada bagian dindingnya
Gambar 6. Tampak atas dari Taman Sare
SEJARAH TAMAN SARI YOGYAKARTA
Telah diketahui bahwa keraton merupakan pusat politik, pusat budaya, dan pusat kekuasaan
kerajaan. Keraton merupakan bangunan monumental yang berestetika tinggi. Salah satu bagian
dari Keraton yang menarik perhatian adalah Taman Sari. Taman Sari adalah ruang yang
direncanakan untuk menyendiri dan mengasingkan diri, tempat untuk meningkatkan
keterampilan sihir, dan untuk mendapatkan energi radiasi yang memberikan kehidupan baru.
Sultan Hamengku Buwana I membuat tempat istirahat dan mandi di bagian barat daya istana.
Pada masa Belanda, situs itu sering disebut waterkasteel atau kastil di atas air. Taman Sari
didirikan dengan pertimbangan strategi militer. Sultan Hamengku Buwana I merancang Taman
Sari yang penuh dengan tujuan pertahanan pada masa peperangan dengan kerajaan Demak.
Taman Sari, dibangun pada tahun 1765, ditandai dengan candrasengkala di gerbang pintu
masuk yang tertulis "Lunging Sekar Sinesep Peksi" (Wardani dkk, 2013).
Prosiding Seminar Nasional Unoflatu No. ISBN 978-623-92354-1-3 Anggri Indraprasti, Imam Santosa, Praasetyo Adithama Asimetri sebagai Konsep Estetika Visual Masyarakat Madura
127
Untuk memasuki kompleks tempat mandi, orang akan melewati gerbang, lorong dan tangga
turun. Kolam pemandian dikelilingi oleh dinding yang tinggi dan tebal. Kolam dibagi menjadi
tiga bagian yang dilengkapi dengan ruang ganti. Di tengah berdiri menara dengan tiga tingkat
yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan raja dan tempat untuk mengawasi para istri dan
para putri yang sedang mandi. Sang raja Sultan Hamengku Buwana sangat menyukai TamanSari,
dimana beliau bisa berada di Taman Sari selama dua atau tiga bulan bersama permaisuri, puteri,
saudara perempuan, dan pelayan raja. Menurut cerita, ketika ada seorang putri yang memohon
pada Sultan, ia akan melemparkan bunga dari menara. Putri yang tertabrak bunga diizinkan
mandi di kolam khusus bersama Sultan (Wardani dkk, 2013).
Taman Sari saat ini dikenal sebagai Istana Air dengan Sumur Gumuling terletak di kolam besar
yang disebut Segaran. Di Sumur Gumuling, yang terletak di ruang bawah tanah, ditemukan
tempat wudhu dan tempat sholat seperti mighrab agar imam dapat memimpin shalat
berjamaah. Ini juga menunjukkan bahwa Taman Sari dibangun atas dasar pertimbangan nilai-
nilai Islam. Sementara itu, Segaran berfungsi sebagai reservoir air dan pengatur air untuk
mengisi seluruh kolam di kompleks Taman Sari. Segaran memiliki dua pintu air di selatan dan
barat. Pintu air selatan berfungsi untuk mengalirkan air dari kolam Segaran ke seluruh kolam di
Taman Sari, sedangkan pintu air barat mengalirkan air keluar dari Taman Sari untuk mengairi
pertanian masyarakat. Air adalah elemen kunci dalam kompleks Taman Sari yang diwujudkan
dalam bentuk saluran, sungai, dan kolam. Keberadaan jalan di bawah air dan saluran di ruang
bawah tanah menunjukkan sistem pengelolaan air, perencanaan, dan pengembangan
kompleks Taman Sari yang cermat, sekaligus sebagai tujuan strategis untuk pertahanan
(Wardani dkk, 2013).
Prosiding Seminar Nasional Unoflatu No. ISBN 978-623-92354-1-3 Anggri Indraprasti, Imam Santosa, Praasetyo Adithama Asimetri sebagai Konsep Estetika Visual Masyarakat Madura
128
Gambar 7. Taman Sari di Yogyakarta
Gambar 8. Taman Sari Yogyakarta dari tampak atas
DISKUSI Dasarnya kebudayaan masyarakat Madura adalah Kebudayaan Jawa. Masyarakat Madura
percaya bahwa mereka adalah keturunan orang Jawa. Beberapa kosakata di Madura dan Jawa
memiliki persamaan atau kemirimpan. Sehingga mereka menganggap bahwa masyarakat Jawa
merupakan leluhur yang patut untuk dihormati. Namun masyarakat Madura juga diwarnai oleh
kebudayaan Melayu, kebudayaan Eropa/Belanda dan kebudayaan Cina. Lapisan masyarakat atas
dan menengah yakni bangsawan tinggi dan bangsawan lainnya memiliki nilai-nilai budaya yang
cenderung berkiblat ke arah kebudayaan raja atau bangsawan Jawa. Contohnya adalah ukiran
Madura yang kini masih bertahan di desa Karduluk Sumenep diperkirakan merupakan
Prosiding Seminar Nasional Unoflatu No. ISBN 978-623-92354-1-3 Anggri Indraprasti, Imam Santosa, Praasetyo Adithama Asimetri sebagai Konsep Estetika Visual Masyarakat Madura
129
perkembangan dari ukiran Jepara di Jawa Tengah. Keduanya memiliki pola sangat mirip, yakni
agak kasar namun lebih dinamis. Hal itu amat berbeda dengan ukiran Majapahit, ataupun Bali
yang lebih lembut. Kebudayaan Madura disebut sebagai kebudayaan Islam yang berwajah dua.
Satunya menghadap pada kebudayaan Jawa dan lainnya menghadap pada kebudayaan Melayu.
Ini merupakan bentuk budaya yang ambivalensi.
Jika mengkaitkan dengan bentuk visual simetris dan asimetris dari Taman Sare Sumenep dan
Taman Sari Yogyakarta. Diketahui bahwa karakteristik budayanya berbeda. Walaupun tetap
berakar pada kebudayaan Jawa. Jika Taman Sari keraton Yogyakarta selalu mengikutu estetika
ningrat atau adiluhur, tidak dengan Taman Sare Keraton Sumenep yang tidak simetris namun
dinamis. Alasan yang peneliti temukan adalah keinginan dari masyarakat Madura untuk tampil
berbeda dari lainnya. Tidak mengikuti peraturan yang mengikat, namun tetap memiliki sisi
keunikan lainnya. Kemudian melihat alasan dibangunnya Taman Sare di Sumenep dan Taman
Sari di Yogyakarta. Taman Sare Sumenep dibangun khusus dijadikan sebagai tempat pemandian
putri keraton.
Sejarah mengatakan bahwa posisi Taman Sare keraton ditentukan oleh adanya sumber air di
pojok area kompleks keraton Sumenep. Belum ditemukan dokumentasi Taman Sare saat
pertama kali dibangun. Namun sejak tahun 1960, bentuk kolam sudah berbentuk berundak dan
memiliki 3 pintu. Pewarnaan dinding kolam merupakan kreasi dari pejabat yang membawahi,
sehingga tidak memiliki nilai filosofinya. Taman Sare yang memiliki 3 pintu ini, memiliki
kepercayaan tertentu yang dapat mengubah nasib.
Menurut informasi pihak keraton tidak diketahui kapan kepercayaan tersebut dimulai dan tidak
sepenuhnya menghendakinya karena dapat mengungdang perilaku syirik.
Berbeda dengan Taman Sare Sumenep, Taman Sari Yogyakarta selain sebagai tempat
pemandian, juga digunakan sebagai benteng pertahanan dari musuh. Bangunan didesain agar
memudahkan pemantauan musuh, sehingga dituntut untuk tetap mempertahankan bentuk
simetris yang dapat memudahkan fungsi ganda dari taman tersebut.
Bentuk simetri dari suatu bangunan akan menentukan identitas dari penghuninya. Definisi
"simetri" (dari bahasa Yunani "simetria" - "kecukupan") yang berarti suatu prinsip yang
Prosiding Seminar Nasional Unoflatu No. ISBN 978-623-92354-1-3 Anggri Indraprasti, Imam Santosa, Praasetyo Adithama Asimetri sebagai Konsep Estetika Visual Masyarakat Madura
130
menyangkut konservasi, pengulangan, "karakter tidak berubah" dari ciri-ciri tertentu dari objek
studi. Prinsip-prinsip simetri adalah universal, ada di mana-mana, objek simetris ada di sekitar
kehidupan masyarakat, tiap individu berinteraksi dengan pola visual simetri di mana-mana,
dimana ada segala macam keteraturan. Simetri dinilai sebagai keseimbangan, keteraturan,
keindahan dan kesempurnaan. Menurut teori matematika modern, simetri memiliki gagasan
tentang konservasi, menyoroti kesamaan dalam objek dan fenomena, membatasi jumlah varian
yang mungkin dari struktur dan varian yang mungkin dari perilaku sistem. Inilah sifat dari
prinsip-prinsip simetri. Simetri membantu mendefinisikan invarian di dunia yang terus berubah
- “titik dukungan” khusus. Simetri terhubung dengan ide-ide konservasi, kesamaan, kesetaraan,
dan kebutuhan. Nilai – nilai ini tercermin dari bentuk Taman Sari yang simetris.
Prosiding Seminar Nasional Unoflatu No. ISBN 978-623-92354-1-3 Anggri Indraprasti, Imam Santosa, Praasetyo Adithama Asimetri sebagai Konsep Estetika Visual Masyarakat Madura
131
PENUTUP
Penelitian ini adalah penelitian pendahuluan yang berusaha mencari fakta historis dan deskripsi
bangunan dari Taman Sare yang berbentuk asimetris. Kemudian membandingannya dengan
Taman Sari yang berada di Yogyakarta. Perbedaaan utama dari kedua taman tersebut adalah
budaya masyarakat Yogyakarta yang sangat kental dengan budaya Jawa dan memegang
peraturan pembangunan keraton, sedangkan masyarakat Sumenep memiliki ambivalensi
budaya, yakni budaya Jawa dan Melayu. sehingga, memberikan desain yang dinamis dan tidak
terkesan kaku. Namun tetap berdasarkan pada budaya Jawa. Kemudian tujuan pembangunan
dari kedua taman tersebut juga mempengaruhi bentuk bangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Wiryoprawiro Z.M. 1986. Arsitektur Tradisional Madura Sumenep dengan Pendekatan Historis dan
Deskriptif. Penerbit : Laboratorium Arsitektur Tradisional FTSP ITS Surabaya.
Wardani L.K, Soedarsono R.M, Haryono T, Suryo D.2013. City Heritage of Mataram Islamic
Kingdom in Indonesia (Case study of Yogyakarta Palace). The International Journal of Social
Sciences.