proses tebu.pdf
TRANSCRIPT
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Optimalisasi
Optimalisasi secara umum adalah sebuah proses untuk menghasilkan
nilai terbaik, dari beberapa faktor yang tersedia. Dalam matematika dan ilmu
komputer optimasi atau optimalisasi mengacu pada pemilihan elemen terbaik dari
beberapa set alternatif yang tersedia. Dalam kasus yang paling sederhana, ini
berarti memecahkan masalah-masalah untuk meminimalkan atau memaksimalkan
fungsi dengan sistematis dengan memilih nilai-nilai variabel integer atau real dari
dalam set yang diperbolehkan. Secara umum, pengertian optimalisasi adalah
pencarian nilai “terbaik dari yang tersedia” dari beberapa fungsi yang diberikan
pada suatu konteks.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa optimalisasi
berasal dari kata optimal artinya terbaik atau tertinggi. Mengoptimalkan berarti
menjadikan paling baik atau paling tinggi. Sedangkan optimalisasi adalah proses
mengoptimalkan sesuatu, dengan kata lain proses menjadikan sesuatu menjadi
paling baik atau paling tinggi (1990:682). Jadi, optimalisasi adalah suatu proses
mengoptimalkan sesuatu atau proses menjadikan sesuatu menjadi paling baik.
2.2 Rendemen Gula
Rendemen gula adalah tingkat persentase akhir produksi gula yang
dihasilkan, dibandingkan dengan tebu ataupun raw sugar awal yang di produksi.
Rendemen gula sangat penting dalam produksi gula ini, semakin tinggi
rendemennya maka semakin baik produksinya. Rendemen gula dihasilkan dari
rendemen tebu dan proses pengolahannya menjadi gula.
Di beberapa negara lain, tingkat rendemennya sudah di atas 10%,
Bahkan, di beberapa negara, seperti Brasil, Kuba dan sejumlah negara produsen
gula utama di dunia, kebanyakan pabrik gulanya sudah bisa mencapai rendemen
sekitar 14%. (www.agroindonesia.co.id, 2012). Dengan tingkat rendemen 7%,
Universitas Sumatera Utara
7
Indonesia mampu memproduksi gula sekitar 2,4 juta ton. Jika saja rendemen bisa
ditingkatkan lagi, misalnya menjadi minimal 10%, maka produksi gula Indonesia
bisa mencapai sekitar 3,5 juta ton. Apalagi jika rendemen bisa mencapai angka
14%, maka target swasembada gula akan bisa diraih.
Diantara faktor yang mempengaruhi tingkat rendemen gula yang
dihasilkan adalah kadar gula (sukrosa) pada tanaman tebu, proses panen dan pasca
panen tebu, hingga pengolahannya sampai menghasilkan gula. Pada pengolahan
tebu maupun raw sugar menjadi gula siap konsumsi, diperlukan teknologi
produksi yang tepat sehingga menghasilkan rendemen gula yang optimal, yang
dapat mengoptimalkan keuntungan bagi perusahaan.
Menurut literatur lain rendemen gula disebut juga dengan istilah
rendemen tebu. Dimana rendemen tebu adalah kadar kandungan gula didalam
batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10 %,
artinya ialah bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula akan
diperoleh gula sebanyak 10 kg. (www.kppbumn.depkeu.go.id, 2013). Ada 3
macam rendemen, yaitu: rendemen contoh, rendemen sementara, dan rendemen
efektif. Penjelasan ketiga rendemen tersebut adalah sebagai berikut:
1 Rendemen Contoh
Rendemen ini merupakan contoh yang dipakai untuk mengetahui apakah
suatu kebun tebu sudah mencapai masak optimal atau belum. Dengan kata lain
rendemen contoh adalah untuk mengetahui gambaran suatu kebun tebu berapa
tingkat rendemen yang sudah ada sehingga dapat diketahui kapan kapan saat
tebang yang tepat dan kapan tanaman tebu mencapai tingkat rendemen yang
memadai.
Rumus : Nilai nira x Faktor rendemen = Rendemen .
2 Rendemen Sementara
Perhitungan ini dilaksanakan untuk menentukan bagi hasil gula, namun
sifatnya masih sementara. Hal ini untuk memenuhi ketentuan yang
menginstruksikan agar penentuan bagi hasil gula dilakukan secepatnya setelah
Universitas Sumatera Utara
8
tebu petani digiling sehingga petani tidak menunggu terlalu lama sampai selesai
giling namun diberitahu lewat perhitungan rendemen sementara.
Cara mendapatkan rendemen sementara ini adalah dengan mengambil
nira perahan pertama tebu yang digiling untuk dianalisis di laboratorium untuk
mengetahui berapa besar rendemen sementara tersebut.
Rumus : Rendemen Sementara = Faktor Rendemen x Nilai Nira.
3 Rendemen Efektif
Rendemen efektif disebut juga rendemen nyata atau rendemen terkoreksi.
Rendemen efektif adalah rendemen hasil perhitungan setelah tebu digiling habis
dalam jangka waktu tertentu.Perhitungan rendemen efektif ini dapat dilaksanakan
dalam jangka waktu 15 hari atau disebut 1 periode giling sehingga apabila pabrik
gula mempunyai hari giling 170 hari, maka jumlah periode giling adalah 170/15 =
12 periode. Hal ini berarti terdapat 12 kali rendemen nyata/efektif yang bisa
diperhitungkan dan diberitahukan kepada petani tebu.
Tebu yang digiling di suatu pabrik gula jelas hanya sebagian kecil saja
yang akan menjadi gula. Kalau 1 kuintal tebu mempunyai rendemen 10 % maka
hanya 10 kg gula yang didapat dari 1 kuintal tebu tersebut. Data ini dapat diambil
dari bagian laboratorium pabrik yang mendata pada tiap harinya. Data yang
digunakan data sekitar tahun 2012 setelah mesin diperbaiki/diperbaharui.
2.3 Pemanfaatan Teknologi Produksi
Dunia usaha saat ini sangat membutuhkan kegiatan manajemen yang baik
juga disertai dengan kegiatan engineeringnya dalam menghadapi persaingan
global. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa keberhasilan suatu unit usaha
tidak hanya ditentukan oleh kemampuan merancang sistem usaha untuk
menghasilkan keluaran yang mempunyai nilai tambah dan mampu berkompetisi,
tetapi ternyata ditentukan pula oleh kemampuan manajerial mengantisipasi
lingkungan usaha.
Kemampuan dalam manajemen teknologi semakin diperlukan mengingat
lingkungan usaha yang selalu berubah yang pada gilirannya berakibat perlunya
Universitas Sumatera Utara
9
perubahan-perubahan baik yang berkaitan dengan faktor hardware, software,
brainware, organware, maupun infowarenya. Semua ini mendorong kita untuk
dapat memahami lebih baik tentang pentingnya peran Manajemen Teknologi.
Menurut Sinulingga, S. (2010) teknologi adalah transformasi
pengetahuan ilmiah dalam bentuk aplikasi untuk memecahkan masalah praktis.
Dengan perkataan lain teknologi adalah alat manusia untuk mengitervensi proses
alamiah untuk tujuan praktis.
Menurut Nazaruddin (2008) teknologi adalah cara dan metode untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal ini tidak mungkin hanya dikaitkan
dengan perangkat kerasnya saja, tetapi juga dikaitkan dengan teknologi yang
berupa perangkat lunak dalam bentuk kemampuan yang tertanam dalam diri
manusia, lembaga dan ilmu (body of knowledge), tidak mungkin dibeli melainkan
dikembangkan secara sistematik dengan memanfaatkan sumberdaya manusia dan
mengacu pada tata nilai dari dalam negeri sendiri.
Konsep manajemen teknologi terus berkembang dan sulit untuk
dirumuskan karena sifatnya yang multi disiplin. Menurut Nazaruddin (2008)
lingkup manajemen dapat dipandang dari suatu proses manajemen. Dengan kata
lain untuk mengurangi risiko dari kompleksitas dan ketidakpastian, perusahaan
perlu melakukan perencanaan teknologi, baik perencanaan jangka pendek maupun
jangka pandang (Babcock, Daniel L., 1996).
Salah satu rumusan yang dikemukakan oleh task force management
technology meneyebutkan bahwa : Manajemen teknologi merupakan disiplin yang
menjembatani bidang engineering dan science dengan bidang manajemen yang
ditujukan untuk perencanaan (planning), pengembangan (development), dan
implementasi (implementation) teknologi dalam rangka pencapaian sasaran
strategic dan operasional suatu organisasi.
Dari rumusan tersebut tercermin bahwa :
1. Manajemen Teknologi merupakan jembatan jurang pemisah antara
engineering /science di satu pihak dan manajemen di pihak lain.
2. Ruang lingkup manajemen teknologi meliputi kegiatan :
a. Pemilihan teknologi yang akan digunakan oleh suatu unit organisasi.
Universitas Sumatera Utara
10
b. Transfer data adaptasi teknologi
c. Implementasi teknologi
d. Pengembangan teknologi.
Keempat kegiatan tersebut membuat suatu siklus yang terjadi dalam suatu unit
organisasi.
Produksi adalah sebuah proses menghasilkan hasil akhir yang lebih
memiliki nilai (value added) dari sebelumnya. Teknologi produksi adalah sebuah
teknologi yang dibutuhkan untuk menghasilkan output yang optimal. Output yang
optimal dapat memaksimalkan keuntungan yang akan diperoleh oleh suatu
perusahaan.
Ada 7 (tujuh) stasiun dalam pengolahan pabrik gula, yaitu stasiun
pengumpulan tebu dan pencacahan tebu, stasiun penggilingan tebu, stasiun
pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan, stasiun putaran, dan stasiun
pengemasan dan penyimpanan. Masing-masing stasiun berkaitan satu dengan
lainnya. Adapun proses pengolahan tebu menjadi Gula pada umumnya adalah
seperti terlihat pada Gambar 2.1.
2.4 Pengolahan Tebu dan Raw Sugar menjadi Gula
Perbedaan produksi gula dari tebu dan raw sugar ini adalah proses
produksi pada raw sugar hanya dimulai dari stasiun masakan, sedangkan tebu di
mulai dari proses pemanenan, pengumpulan, penggilingan, pemurnian dan
penguapan terlebuh dahulu, selanjutnya prosesnya sama yaitu pemasakan/
kristalisasi, pemisahan di stasiun putaran, dan stasiun penyelesaian akhir
pengeringan, penyaringan ukuran, dan pengemasan.
Tujuan dari proses pengolahan di pabrik gula ini adalah untuk
mendapatkan produksi gula setinggi mungkin dan mengurangi kehilangan nira
sekecil mungkin selama dalam proses produksi. Untuk mendapatkan atau
memproduksi gula jadi (siap dipasarkan) dilakukan beberapa tahap pengolahan
dimulai dari proses pemanenan tebu dan digiling, sampai proses pengemasan dan
penyimpanan gula.
Universitas Sumatera Utara
11
Proses selengkapnya antara lain :
1) Pemanenan dan Pengumpulan Tebu
2) Penggilingan Tebu (Stasiun Gilingan)
3) Pemurnian Nira (Stasiun Pemurnian)
4) Penguapan Nira (Stasiun Penguapan)
5) Kristalisasi (Stasiun Masakan)
6) Pemisahan (Stasiun Putaran)
7) Penyelesaian (Pengeringan dan Pengemasan)
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Tebu.
2.4.1 Pemanenan dan Pengumpulan Tebu
Tebu yang siap panen, adalah tebu yang berusia 10 sampai 12 bulan,
bagian yang diambil adalah batang bawah sedekat mungkin dengan tanah sampai
Universitas Sumatera Utara
12
pada bagian batang atas, dengan menyisakan 30 cm dibawah batang pucuk tebu
tersebut. Tebu yang siap diproses haruslah tebu yang BSM yaitu Bersih, Segar
dan Matang/masak/manis. Tingkat toleransi kotoran tebu (daun, sampah, tanah,
ujung pucuk tebu) yang akan digiling adalah 5 % dari total bobot tebu yang
masuk, dan sebaiknya jarak waktu antara panen tebu sampai proses
penggilingannya adalah 24 jam. Selanjutnya tebu yang sudah berada di tempat
pengumpulan dibawa dengan truk, sorongan dozer, mapun cane handling ke
pencacahan tebu atau stasiun penggilingan tebu.
2.4.2 Penggilingan Tebu (Stasiun Gilingan)
Tujuan dari stasiun gilingan adalah untuk memisahkan nira dari sabut
atau ampas dengan hasil nira sebanyak – banyaknya dan kandungan saccarosa
dalam ampas sekecil mungkin. Dalam proses penggilingan ini juga dipakai air
imbibisi (air panas dengan suhu tertentu) yang digunakan untuk mengurangi kadar
nira yang masih ada dalam ampas. Pada prosesnya tebu dicacah dengan ukuran
yang sama, lalu di buka sel kulitnya dengan mesin ini, lalu dibawa untuk digiling
dan diperas air niranya.
2.4.3 Pemurnian Nira (Stasiun Pemurnian)
Proses ini menghilangkan kandungan kotoran dan bahan non sugar
dalam nira mentah dengan catatan gula reduksi maupun saccarosa jangan sampai
rusak selama perlakuan. Bahan non sugar yang dimaksud adalah :
1. Ion – ion organic yang nantinya menghambat pengkristalan dari saccarosa
2. Koloid yang menyebabkan sukarnya pengendapan serta penyaringan.
3. Zat warna yang mungkin terkandung dalam zat lain yang mungkin juga
terikut seperti tanah dan sisa daun.
Macam – macam proses pemurnian yang dilakukan pabrik gula di
Indonesia antara lain adalah:
1. Proses Defekasi
2. Proses Sulfitasi
3. Proses Karbonatasi
Universitas Sumatera Utara
13
2.4.4 Penguapan Nira (Stasiun Penguapan)
Stasiun penguapan ini ditunjukkan untuk menguapkan air pada nira
sampai dicapai tingkat kekentalan sekitar 64 brix sehingga didapat nira kental
yang telah berkurang 36 % kandungan airnya.
2.4.5 Kristalisasi (Stasiun Masakan)
Dalam stasiun masakan terhadap nira kental yang terlebih dahulu
disulfitasi dengan SO2 untuk pemucatan nira kental. Pengkristalan gula dan nira
kental dengan ukuran 0,9 – 1,1 mm.
2.4.6 Pemisahan (Stasiun Putaran)
Pada tahap pemisahan bertujuan untuk memisahkan atau mengambil
kristal – kristal dari larutan masakan dan dari stroop. Pemisahannya dipisahkan
dalam LGF (Low Grade Fugal) dan HGF (High Grade Fugal).
2.4.7 Penyelesaian (Pengeringan dan Pengemasan)
Pada stasiun penyelesaian ini dilakukan proses pengeringan gula yang
berasal dari stasiun putaran sehingga benar-benar kering. Pengeringan dilakukan
dengan penyemprotan uap panas dengan suhu ± 70OC, kemudian didinginkan
kembali karena gula tidak tahan pada temperatur yang tinggi. Tujuan pengeringan
adalah untuk menghindari kerusakan gula yang disebabkan oleh microorganisme,
agar gula tahan lama selama proses penympanan sebelum disalurkan kepada
konsumen.
Setelah kering gula diangkut dengan elevator dan disaring pada saringan
vibrating screen. Gula dengan ukuran standar SHS diangkut dengan sugar
conveyor yang diatasnya dipasang magnetic saparator untuk menarik logam (besi)
yang melekat pada kristal gula dengan menggunakan alat includit fan. Dari alat
pengering ini, gula produksi diangkut dengan elevator menuju saringan vibrating
screen, kadar moisture 0.05% dengan duhu 30-500c.
Kristal gula yang diturunkan dari putaran SHS melalui grasshoper
conveyor menuju jacob evaporator. Kemudian ditumpahkan ke sugar dryer dan
Universitas Sumatera Utara
14
cooler untuk dikeringkan karena gula hasil putaran hasil SHS masih basah, selain
itu menghindari kerusakan gula oleh jamur agar bisa disimpan lebih lama.
Pengeringan dilakukan dengan cara penghembusan udara panas dengan
temperatur 75oC. Kemudian gula tersebut diangkat ke saringan gula yang
mempunyai dua macam ukuran yang berbeda.
Gula halus dan kasar yang tidak memenuhi standar akan dilebur kembali.
Gula yang memenuhi standar akan melewati saringan yang dilengkapi dengan
magnet yang berguna untuk menangkap partikel-partikel logam yang mungkin
terikat dalam gula. Kemudian gula ditumpahkan ke belt konveyor menuju sugar
bin yang dilengkapi suatu mesin pengisi dan penimbang serta alat penjahit karung.
Dari sugar bin dikeluarkan gula yang beratnya 50 kg perkantongan yang
selanjutnya dengan belt konveyor disimpan kegudang penyimpanan gula.
2.5 Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Optimalisasi Rendemen Gula
Menurut Nazaruddin (2008) dalam Manajemen Teknologi, dalam suatu
proses transformasi, komponen teknologi yang diperlukan secara simultan. Tidak
ada proses transformasi yang dapat dilakukan tanpa salah satu dari komponen
tersebut. Keempat komponen dasar tersebut akan dijelaskan berikut ini:
1. Fasilitas rekayasa yang disebut technoware, merupakan object embodied
technology. Fasilitas rekayasa mencakup peralatan (tools), perlengkapan
(equipment), mesin-mesin (machine), alat pengangkutan (vehicles), dan
infrastructure).
2. Kemampuan insani, yang disebut humanware, merupakan person embodied
technology. Kemampuan insani ini mencakup pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skills), kebijakan (wisdom), kreativitas (creativity), dan
pengalaman (experience).
3. Informasi yang disebut infoware, merupakan document-embodied technology.
Informasi berkaitan dengan proses (proceses), prosedur (procedures), teknik
(techniques), metode (methods), teori (theory), spesifikasi (specifications),
pengamatan (observation), dan keterkaitan (relationship).
Universitas Sumatera Utara
15
4. Organisasi, yang disebut organware, merupakan institution-embodied
technology. Organisasi mencakup praktik-praktik manajemen (managements
practices), linkages, dan pengaturan organisasional (organizational
arrangements).
Dari empat faktor diatas, diketahui cara mengukur tingkat efektifitas
pemanfatan teknologi. Dengan pengamatan lapangan dan study literature serta
maka akan diketahui faktor apa yang bisa memaksimalkan/mengoptimalkan
rendemen gula melalui teknologi produksi dalam pemanfaatan teknologi.
Memadukan empat faktor dalam optimalisasi teknologi, perlu
diperhatikan. Untuk menghasilkan rendemen yang tinggi, setiap tahapan produksi
harus meminimalkan loses (kehilangan) gula/sukrosa pada tiap tahapannya.
Dengan menambah literature Pabrik Gula dari beberapa daerah sebagai
perbandingan, diharapkan dapat memberikan saran kepada PGSS sehingga output
dan value added yang dihasilkan dapat optimal.
Menurut Tarek Khalel (2000) dalam Management Of Technology, yang
jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, Teknologi adalah implementasi
praktis dari pengetahuan, sarana yang membantu usaha manusia. Hal umum untuk
teknologi adalah dari segi hardware, seperti mesin, komputer, atau gadget
elektronik yang sangat canggih. Namun, teknologi juga mencakup lebih banyak
dari sekedar mesin. Ada beberapa entitas teknologi selain perangkat keras
(hardware), termasuk juga perangkat lunak (software) dan keterampilan manusia.
Menurut Zeleny (1986) dalam hal teknologi apapun, terdiri dari tiga hal
yang saling ketergantungan, saling menentukan, dan sama pentingnya, hal
tersebut adalah
1. Peralatan yaitu struktur fisik dan tata letak logis dari peralatan atau mesin
yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas yang diperlukan.
2. Software yaitu pengetahuan tentang bagaimana menggunakan perangkat keras
untuk melaksanakan tugas-tugas yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
16
3. Brainware : alasan menggunakan teknologi dengan cara tertentu. Atau orang
yang menggunakan teknologi tersebut. Dengan cara ini juga dapat disebut
sebagai pengetahuan.
Sebuah organisasi dapat dianggap sebagai kendaraan untuk
memperkenalkan satu atau beberapa teknologi kepada masyarakat. Tujuannya
adalah untuk mencapai serangkaian tujuan. Teknologi yang ada dalam bisnis
adalah aset teknologi dari bisnis itu. Aset ini karena itu dapat mencakup
hardware. software, brainware, dan know-how. Mereka merupakan pengetahuan
kolektif dan kemampuan teknis dari organisasi, termasuk orang-orangnya,
peralatan, dan sistem.
Optimalisasi rendemen gula melalui pemanfaatan teknologi produksi
dapat dinilai dari keempat faktor tersebut diatas. Untuk mengetahui tingkat
pengaruh masing-masing dari keempat faktor ini maka diperlukan beberapa
definisi operasional dan indikator kinerjanya dengan suatu ukuran tertentu.
Penilaian kecanggihan teknologi terhadap dampak optimalisasi suatu
produksi membutuhkan pengetahuan yang mendalam mengenai teknik dan
spesifikasi performansi yang berkaitan. Kriteria umum yang dapat digunakan
sebagai acuan pemilihan pengukuran yang spesifik, perlu ditetapkan untuk
melakukan penilaian kecanggihan dari keempat komponen teknologi dari suatu
fasilitas transformasi.
2.5.1 Technoware
Menurut Nazaruddin (2008) fasilitas rekayasa yang disebut technoware,
merupakan object embodied technology. Fasilitas rekayasa mencakup peralatan
(tools), perlengkapan (equipment), mesin-mesin (machine), alat pengangkutan
(vehicles), dan infrastructure). Dari keterangan diatas technoware ataupun
hardware ini meliputi alat-alat yang dipakai dalam suatu produksi. Dengan
adanya pembelian alat baru dan perbaikan mesin lama di suatu pabrik diharapkan
dapat meningkatkan output yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
17
Penilaian technoware ini terlihat dari beberapa faktor misalnya:
1. Kompleksitas Operasi (Integrasi Teknologi)
2. Presisi
3. Penanganan Bahan
4. Pengendalian Proses
5. Konstribusi Fasilitas Rekayasa
Maksud dari kompleksitas operasi disini adalah penggunaan/pemakaian
mesin baru yang lebih praktis dan mudah digunakan. Juga dapat diartikan sejauh
mana keberagaman output suatu alat baru yang dioperasikan, atau dalam bahasa
lain, kompleksitas operasi yang dinilai dari beberapa aspek, seperti tingkat
keluaran, keragaman produk, keragaman masukan material, temperatur, dan
tekanan pada operasi. Dengan adanya beberapa stasiun dalam pengolahan disuatu
pabrik gula dengan berbagai mesin dan peralatan di setiap stasiun produksinya,
maka diperlukan integrasi/keterkaitan teknologi antar satu mesin dengan mesin
lainnya. Jika di satu stasiun memakai mesin lama dan lainnya mesin baru dengan
teknologi yang berbeda, maka integrasi teknologi akan sulit terwujud. Begitu juga
mesin yang diperbaiki maupun mesin yang baru dibeli juga memiliki integrasi
teknologi yang berbeda.
Presisi bisa diartikan tingkat toleransi spesifikasi yang diperbolehkan
yang berkaitan dengan dimensi, atribut material, parameter proses, atribut
komponen, dan lingkungan operasi. Presisi juga dapat diartikan bahwa dalam
penggunaan mesin ini diperlukan tingkat ketepatan yang tinggi dalam
pengoperasiannya. Dalam hal GKP (Gula Kristal Putih) sebagai output yang
dihasilkan bahan baku hanya diperoleh berasalkan tebu dan raw sugar dan
dimensi ukuran gula sudah diatur sesuai standar. Mesin baru ini memiliki tingkat
toleransi bahan baku yang akan diolah, dari berbagai bentuk dan dimensi. Begitu
juga dengan proses pengolahan dan komponen atribut dan lingkungan operasi
yang juga dengan proses yang tetap.
Faktor penilaian technoware lainnya adalah penanganan bahan, dimana
mesin baru ataupun mesin lama yang diperbaiki dinilai berdasarkan sifat-sifat
Universitas Sumatera Utara
18
fisik (status, mampu alir, ukuran unit, konfigurasi geometrik, kekasaran, tingkat
korositas, keawetan) dari material yang dipindahkan dan kebutuhan pemindahan
(rute, metode, kecepatan periodik) dengan memperhatikan material yang
dipindahkan), apakah mesin ini memiliki sifat yang awet dari material yang
mudah digunakan, otomatis kecepatannya (dapat disesuaikan dengan bahan yang
diolahnya dalam periode waktu tertentu), dan dapat digunakan dibergai metode
pengolahan produksi bahan baku, serta dapat digunakan dalam waktu yang lama
dan dapat disesuaikan dengan teknologi terbaru. Dalam penanganan bahan disini,
dapat diartikan bahwa bahan yang akan digunakan memiliki pengaruh dalam
proses produksi selanjutnya, karenanya perlu ditangani dengan baik, jika bahan
yang akan diolah terseleksi dengan baik maka hasil yang diharapkan juga output
yang akan dihasilkan dapat optimal.
Indikator kinerja lainnya adalah pengendalian proses dimana tingkat dan
kesulitan pengendalian pemeriksaan dengan memperhatikan peraturan
lingkungan, peraturan keselamatan, tingkat standarisasi, pemantauan kualitas,
pemantauan proses sudah ada pada alat baru ini. Dan yang terakhir adalah
konstribusi fasilitas rekayasa dimana kontribusi fasilitas rekayasa dalam
perencanaan, pembuatan, pengoperasian, dan pemasaran memiliki pengaruh besar
terhadap produksinya. Output yang dihasilkan atau yang diproduksi lebih besar,
proses produksinya lebih cepat, pengoperasiannya lebih mudah.
Selain kemampuan proses, faktor yang juga memegang peranan penting
dalam mendukung kelancaran proses adalah kondisi mesin dan peralatan. Kondisi
mesin dan peralatan yang baik akan dapat memperkecil tingkat kerusakan dan dapat
menekan jam henti dalam pabrik. Kerusakan mesin dapat diantisipasi dengan
mengetahui kekritisan mesin dan peralatan sehingga para pengambil keputusan dapat
menyusun jadwal perawatan dan perbaikan secara periodik baik selama masa giling
ataupun di luar masa giling. Perhitungan mesin kritis didasarkan pada pendapat para
pakar atau pihak yang berkompeten dalam bidang tersebut untuk pembobotan kriteria
dan indikatornya serta didukung oleh data yang didapat tentang kerusakan dan jam
henti selama masa giling. Identifikasi terhadap titik-titik kritis komponen pendukung
proses tersebut menggunakan metode ECR (Equipment Critically Rating).
Universitas Sumatera Utara
19
Ada beberapa parameter kinerja pada setiap stasiun di pengolahan gula
yang ada di Indonesia. Berikut disajikan parameter kinerja agar dapat mengukur
tingkat optimalisasi rendemen gula melalui pemanfaatan teknologi produksi di
sebuah Pabrik Gula.
2.5.1.1 Penimbangan Bahan Baku
Bahan baku tebu diangkut dari kebun dengan truk, sesampai di pabrik
akan ditimbang dan dipindahkan ke lori (kereta pengangkut tebu) menuju meja
tebu sebagai tempat dimulainya perlakuan pendahuluan pengolahan kristal gula
(Martoharsono, 1997). Menurut Soerjadi (1985) bahan baku tebu dari lori dibawa
ke meja tebu dan tebu tersebut akan mengalami perlakuan pendahuluan berupa
pengupasan dan pencacahan menjadi fraksi yang lebih kecil. Perlakuan
pendahuluan dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran nira saat pemerahan
nira di stasiun gilingan.
Tabel 2.1 Parameter Kinerja Stasiun Penimbangan Bahan Baku
PARAMETER
STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
Tingkat kemasakan tebu 24-40 %
Jumlah bahan pengotor (trash) ≤ 5 %
Kesegaran tebu ≤ 24 jam
Pol tebu ≤ 12 %
Kadar nira tebu ≥ 80 %
Kemurnian nira perahan pertama ≥ 85 %
Sumber: Cahyadi (2005)
2.5.1.2 Penggilingan
Tebu yang bentuknya kecil-kecil tersebut kemudian mengalami
penggilingan. Penggilingan ini dimaksudkan untuk mengambil nira mentah dari
batang tebu dan memisahkannya dari ampas (Soerjadi, 1985). Menurut Rianggoro
dan Daryanto (1984) hasil pemerahan tiap gilingan berbeda, semakin ke balakang
semakin kecil hasilnya, karena nira yang terperah sebagian ada pada bagian
parensia yang dengan penekanan sedikit saja akan terperah dengan %brix terbesar,
sedangkan untuk gilingan selanjutnya yang terperah adalah korteks dan epidermis.
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2.2 Parameter Kinerja Stasiun Penggilingan
PARAMETER
STANDAR
SYARAT
NILAI
Satuan PG.
Kecil
PG.
Sedang
PG.
Besar
Kadar sabut - 14 -16 %
Tingkat Pencacahan (Preparation
Index) > 90 %
Fibre Loading = 200 g/dm2
Imbibisi % sabut ≥ 200 %
Persentase nira mentah tebu ≥ 100 %
Persentase ekstraksi nira > 96 %
Kapasitas giling ≥ 1500 3000 4500 TCD
Sumber: Cahyadi (2005)
2.5.1.3 Pemurnian
Tujuan pemurnian adalah untuk membuang sebanyak-banyaknya zat bukan gula
sehingga diperoleh nira yang jernih dan mengusahakan agar kerusakan gula akibat
perlakuan proses pabrikasi minimal (Sartono, 1988). Pemurnian dengan susu kapur
dilakukan dalam peti defecator (bejana yang berfungsi untuk mencampurkan susu kapur
dengan nira mentah) dengan pH 10.
Sebelum dialirkan ke dalam peti defekator, nira mentah dipanaskan pada suhu
75o. Setelah reaksi akan terbentuk endapan Ca-phospat. Selanjutnya dilakukan pemurnian
dengan gas SO2 dalam peti sulfitasi sampai pH 7,2. Hasil reaksi berupa endapan CaSO3
yang akan menyelubungi endapan Ca-phospat sehingga akan menghasilkan endapan yang
kompak dan porous sehingga mudah ditapis. Hasil akhir pemurnian nira encer dengan
kotorannya melalui metode pengendapan dalam peti pengendap (Rianggoro dan
Daryanto, 1984).
Tabel 2.3 Parameter Kinerja Stasiun Pemurnian
PARAMETER
STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
Turbidity nira ≤ 50 ppm
Kadar CaO dalam nira ≤ 80 ppm
Jumlah bahan pengasingan bukan gula ≤ 14 %
Persentase pol blotong ≤ 2 % ≤ 2 %
Persentase blotong terhadap tebu ≤ 3 % ≤ 3 %
Sumber: Cahyadi (2005)
Universitas Sumatera Utara
21
2.5.1.4 Penguapan
Tujuan dari pengendapan adalah untuk memekatkan nira encer, sehingga
diperoleh nira dengan kepekatan yang diharapkan (64°Be) (Martoharsono, 1997).
Pada proses penguapan terkadang terjadi adanya pergerakan akibat dari kurang
sempurnanya proses pemurnian. Pembersihan secara teratur perlu dilakukan untuk
memperbaiki proses (Martoharsono, 1997). Parameter Kinerja Stasiun Penguapan
dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Parameter Kinerja Stasiun Penguapan
PARAMETER STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
Tingkat kekentalan nira ≥ 65 % brix
Warna nira kental Kuning
Kecoklatan
Suhu nira jernih ≥ 14 °C
Sumber: Cahyadi (2005)
2.5.1.5 Kristalisasi
Kristalisasi adalah proses peningkatan kejenuhan nira dan pembentukan
kristal. Tujuan kristalisasi adalah untuk mendapatkan gula kristal sebanyak
mungkin secara mudah, sederhana dan ekonomis. Kristalisasi menghasilkan
kristal gula dan tetes dalam bentuk campuran yang dapat dipisahkan di stasiun
putaran (Martoharsono, 1997).
Tabel 2.5 Parameter Kinerja Stasiun Kristalisasi
PARAMETER
STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
Kekentalan masakan - 93-94 %brix
Tingkat kemurnian masakan ≥ 85 %
Purity drop - 10 - 15 %
Kerataan kristal rata
Ukuran kristal - 0.8-1.1 Mm
Sumber: Cahyadi (2005)
2.5.1.6 Putaran
Pemutaran difungsikan untuk memisahkan kristal dengan larutannya
(stroop) menggunakan proses sentrifugasi dalam saringan sehingga massa akan
Universitas Sumatera Utara
22
terlempar. Kristal akan tertahan pada dinding saringan dan cairan akan menembus
lubang saringan. Masing-masing masakan diputar dalam alat putaran yang
berbeda (Soerjadi, 1985). Parameter kinerja stasiun putaran ada pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Parameter Kinerja Stasiun Putaran
PARAMETER
STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
Kadar air ≤ 1 % brix ≤ 1 %brix
Warna putih putih
Ukuran kristal - 0.8-1.1 mm - 0.8-1.1 Mm
Sumber: Cahyadi (2005)
2.5.1.7 Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan
Dalam alat pengering dan pendingin gula terdapat penghisap debu gula
untuk kemudian ditangkap dan dilebur kembali. Seteleh dingin dan kering, gula
disaring untuk memisahkan antara gula halus, gula kasar dan gula produk. Gula
halus dan gula kasar akan dilebur kembali sedangkan gula produk akan ditimbang
dan dikemas (Sartono, 1988). Pengemasan adalah usaha perlindungan terhadap
produk dari segala macam kerusakan dengan menggunakan wadah (Soerjadi,
1985).
Gula produk ditimbang dengan timbangan curah dengan skala yang
sudah diatur untuk berat bersihnya, dan langsung masuk ke karung dan dijahit
secara otomatis. Selanjutnya gula produk dibawa ke gudang yang memenuhi
syarat untuk disimpan dan didistribusikan ke konsumen (Martoharsono, 1997).
Adapun parameter kinerja stasiun pengeringan, pendinginan dan penyaringan
dapat dilihat pada table 2.7.
Tabel 2.7 Parameter Kinerja Stasiun Pengeringan, Pendinginan dan Penyaringan
PARAMETER STANDAR
SYARAT NILAI Satuan
Kadar air gula sentrifugal ≤ 1 %
Suhu gula sebelum masuk
karung ≤ 40 °C
Berat gula per karung = 50 kg
Kemasan
Karung plastik, inner
bag
Sumber: Cahyadi (2005)
Universitas Sumatera Utara
23
2.5.1.8 Produk
Agar dapat dikonsumsi secara lengsung, gula harus memenuhi syarat SNI
gula yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Beberapa parameter penilaian kinerja
produk ditampilkan dalam tabel 2.8.
Tabel 2.8 Parameter Kinerja Produk
PARAMETER
STANDAR
SYARAT NILAI
Satuan GKP 1 GKP 2 GKP 3
Warna kristal ≥ 70 65 60 % ≥ 70 65 60 %
Warna larutan (ICUMSA), IU ≤ 250 350 450 IU
Besar jenis butir - 0.8-1.2 0.8-1.2
0.8-1.2 % b/b - 0.8-1.2 0.8-1.2 0.8-1.2 % b/b
Susut pengeringan ≤ 0.1 0.15 0.2
mm b/b ≤ 0.1 0.15 0.2 mm b/b
Polarisasi (oZ, 20,oC) ≥ 99.6 99.5 99.4 % b/b
Gula reduksi ≤ 0.1 0.15 0.2 % b/b ≤ 0.1 0.15 0.2 % b/b
Abu kondukiviti ≤ 0.1 0.15 0.2
TCD ≤ 0.1 0.15 0.2 TCD
Zat tidak larut ≤ 5 5 5 derajat ≤ 5 5 5 derajat
Belerang dioksida ≤ 30 30 30 mg/kg
Timbal (Pb) ≤ 2 2 2 mg/kg ≤ 2 2 2 mg/kg
Tembaga (Cu) ≤ 2 2 2 mg/kg ≤ 2 2 2 mg/kg
Arsen (As) ≤ 1 1 1 mg/kg ≤ 1 1 1 mg/kg
Syarat SNI gula oleh pemerintah
2.5.2 Humanware
Kemampuan insani, yang disebut humanware, merupakan person
embodied technology. Kemampuan insani ini mencakup pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skills), kebijakan (wisdom), kreativitas (creativity),
dan pengalaman (experience). Indikator kinerja untuk mengukur tingkat peranan
humanware dalam meningkatkan rendemen gula dengan adanya peningkatan
teknologi adalah:
1. Kreativitas
2. Orientasi berprestasi
3. Orientasi bekerjasama
4. Orientasi melakukan efisiensi
5. Kedisiplinan
Universitas Sumatera Utara
24
Kreativitas pada pengguna teknologi sangat dibutuhkan untuk
menghasilkan output yang diinginkan. Kreativitas dapat dijelaskan dengan
kemampuan seseorang dalam berkreasi yang dinilai berdasarkan berbagai aspek
seperti kecerdasan, imajinasi, dan intuisi. Jika karyawan di suatu pabrik memiliki
kemauan untuk berkreasi yang tinggi maka akan dihasilkan hasil yang akan lebih
baik dari hasil sebelumnya. Tingkat pendidikan pada karyawan juga sangat
berpengaruh terhadap kemauan dan keberanian karyawan dalam berinovasi,
berimajinasi dan kepemilikan kecerdasan dan intuisi yang baik.
Orientasi berprestasi ini terlihat dari banyaknya keinginan karyawan
untuk mencapai target yang diinginkan bahkan melakukan hal yang lebih baik
lagi. Ada motivasi untuk berprestasi. Keinginan untuk mencapai prestasi yang
dinilai berdasarkan aspek-aspek seperti orientasi keberhasilan, keberanian, sifat
kompetitif, dan dinamika.
Orientasi bekerjasama adalah kemampuan bekerjasama, yang dinilai
berdasarkan aspek-aspek seperti semangat kelompok, penghargaan atas bantuan
orang lain, kepekaan sosial, dan penghargaan atas martabat tenaga kerja. Jika di
dalam suatu pabrik terdapat penghargaan bagi kerjasama kelompok, misalnya
berupa lomba dan pemberian hadiah maka diharapkan tingkat kekompakan dan
tingkat kerjasama dapat di capai.
Indikator penilaian humanware selanjutnya adalah orientasi melakukan
efisiensi, efisien mengandung pengertian sebagai penggunaan sumber daya
minimal untuk menghasilkan output dengan volume yang diharapkan (hasil yang
optimum), menggunakan sumber daya secara bijak dan hemat, pengoperasian
dengan sesuai sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang. Dalam hal indikator
penilaian humanware lainnya yaitu keinginan pengguna teknologi untuk
melakukan kerja secara efisien, dinilai berdasarkan aspek-aspek seperti kemauan
bekerja keras, kesadaran, dan kemauan menerima tanggung jawab.
Kemampuan menghadapi resiko dengan adanya teknologi baru.
Kecendrungan untuk mau menanggung resiko yang dinilai berdasarkan aspek-
Universitas Sumatera Utara
25
aspek seperti kemauan bereksperimen, kesediaan untuk berubah, dan kemauan
untuk mengambil inisiatif yang baik. Karyawan dituntut untuk siap berubah
kearah yang lebih baik dengan memiliki kemauan untuk berinisiatif dan
bereksperimen mau menggunakan dan mempelajari alat baru tersebut.
Indikator penilaian dalam humanware lainnya adalah kedisiplinan.
Misalnya karyawan menghargai waktu dan cenderung menggunakannya sebagai
sumber daya yang bernilai, yang terlihat dari berbagai aspek seperti pencapaian
sasaran berdasarkan waktu, dan fokus ke masa depan. Karyawan melaksanakan
tugasnya sesuaitarget dan waktu yang diinginkan. Menggunakan alat teknologi
sesuai petunjuk dan prosedur pemakaiannnya.
2.5.3 Infoware
Informasi yang disebut infoware, merupakan document-embodied
technology. Informasi berkaitan dengan proses (proceses), prosedur (procedures),
teknik (techniques), metode (methods), teori (theory), spesifikasi (specifications),
pengamatan (observation), dan keterkaitan (relationship). Indikator penilaian pada
faktor infoware adalah adanya ketersediaan informasi tentang sebuah teknologi
baru yang berkaitan tentang :
1. Informasi Pengenalan
2. Informasi Penggambaran
3. Informasi Pemilihan
4. Informasi Penggunaan
5. Informasi Pemahaman
6. Informasi Perbaikan
7. Informasi Penilaian
Informasi Pengenalan, dimana kemampuan informasi teknologi yang
baru yang tersedia tersebut, membuat pengenalan suatu produksi, seperti gambar,
model dan brosur yang membuat deskripsi dasar dengan jelas dan diperlukan.
Sehingga informasi pengenalan yang ada untuk dibeli disesuaikan dengan
kebutuhan yang ada. Informasi penggambaran yaitu tingkat kejelasan informasi
tentang prinsip dasar di belakang penggunaan dari dan mode operasi yang
Universitas Sumatera Utara
26
menarik, seperti deskripsi proses dan perlengkapan yang ada di dalam teknologi
baru tersebut.
Informasi pemilihan yaitu informasi yang memungkinkan untuk memilih
dan memasang fasilitas, contoh spesifikasi tentang perlengkapan, tata letak,
diagram alir, spesifikasi bahan mentah, sketsa teknik, blue print teknik, perincian
pabrikasi, dan sebagainya yang memang sudah ada di mesin yang baru ini.
Informasi penggunaan yaitu cara memakai atau menggunakan teknologi.
Informasi yang memungkinkan fasilitas yang ada dapat digunakan secara efektif,
contohnya tersedianya prosedur operasi standar, rincian setup perlengkapan,
petunjuk keselamatan, prosedur jaminan kualitas, dan prosedur perawatan.
Informasi pemahaman dapat dipahami dimana terdapat informasi yang
memungkinkan untuk memperbaiki rancangan dan penggunaan fasilitas,
contohnya pengembangan produk dan informasi perbaikan proses umum melalui
reserve engineering dan penelitian dan pengembangan. Informasi perbaikan dapat
dipahami dimana terdapat informasi yang memungkinkan untuk memperbaiki
rancangan dan penggunaan fasilitas, contohnya pengembangan produk dan
informasi perbaikan proses umum melalui reserve engineering dan litbang.
Informasi penilaian dapat dipahami dimana terdapat informasi kecanggihan
teknologi dengan kaitan ke fasilitas yang digunakan untuk tujuan spesifik,
contohnya informasi yang komprehensif pada pengembangan terakhir dari
perancangan, perbaikan, performansi, dan penggunaan fasilitas.
Pada teknologi proses pengolahan tebu menjadi gula, informasi yang
diperlukan adalah :
1. Informasi cara penggunaan alat/mesin baru
2. Informasi cara perawatan rutin/mmemperbaiki mesin/peralatan
3. Informasi SOP (Standard Opersional Prosedure)
4. Informasi hasil yang diharapkan pada tiap stasiun
5. Informasi tahapan dan cara yang akan di lakukan pada setiap stasiun
6. Informasi berbagai hasil produksi pada setiap stasiun
Universitas Sumatera Utara
27
2.5.4 Organware
Organisasi, yang disebut organware, merupakan institution-embodied
technology. Organisasi mencakup praktik-praktik manajemen (managements
practices), linkages, dan pengaturan organisasional (organizational
arrangements). Adapun indikator untu menentukan faktor organware ini memiliki
konstribusi terhadap optimalisasi rendemen gula melalui pemanfaatan teknologi
produksi adalah :
1. Efektivitas Kepemimpinan
2. Otonomi Kerja
3. Pengarahan Organisasi
4. Keterlibatan Organisasional
5. Orientasi terhadap Stakeholder
6. Iklim Inovasi
7. Integritas Organisasi
Efektivitas kepemimpinan dapat artikan kemampuan organisasi untuk
memotivasi karyawan melalui keputusan yang efektif yang terlihat dalam aspek-
aspek sasaran organisasi dan visibilitas manajemen puncak. Otonomi kerja dapat
diartikan tingkat kemandirian yang diberikan pada karyawan yang dinilai
berdasarkan aspek-aspek pendelegasian tugas, sistem kerja informal, dan usaha-
usaha untuk meningkatkan enterpreunership.
Pengarahan organisasi dapat artikan perusahaan yang secara keseluruhan
diberi arah seperti terlihat melalui perhatian pada perencanaan, pemikiran strate-
gik, umpan balik, dan pengenda- lian kerja yang seksama. Keterlibatan
organisasional dapat artikan karyawan dilibatkan dalam organisasi, seperti terlihat
pada aspek-aspek kebanggan dalam persahabatan, komunikasi dalam organisasi
yang baik, kesempatan untuk berkembang, dan penghargaan pada individu dan
kelompok.
Orientasi terhadap stakeholder dapat artikan bahwa organisasi
berkomitmen memenuhi harapan dari stakeholder (pelanggan, pemegang saham,
karyawan, pemasok, pemerintah, dan masyarakat umum). Iklim Inovasi dalam
organisasi, dinilai berdasarkan aspek-aspek seperti penilaian perbandingan
Universitas Sumatera Utara
28
kinerja, penelitian dan pengembangan yang terarah, perspektif internasional,
orientasi teknologi dan kepekaan untuk berubah dalam lingkungan bisnis.
Integritas dari tindakan organisasi, yang merupakan kesesuaian antara, rencana
atau komitmen dengan tindakan nyata organisasi, yang dapat dinilai dari aspek-
aspek seperti pelaksanaan etika bisnis dan penghargaan atas prestasi secara nyata.
2.6 Penelitian Terdahulu
Lohjayanti (2007) meneliti Pengendalian Proses Produksi Gula Kristal
di PT Rajawali II Unit Pabrik Gula Jati Tujuh-Majalengka, dengan menggunakan
Variabel Independen (Mesin dan Peralatan, Kemampuan Proses, SDM,
Manajemen, Faktor eksternal) dan Variabel Devenden untuk Peningkatan
Produksi Gula. Alat analisis yang digunakan adalah Metode AHP (Analitical
Hierarchy Process) Penyusunan hirarki Sistem Penunjang Keputusan
Pengendalian Proses. Nilai kepentingan mesin dan peralatan dilihat dari nilai ECR
masing-masing peralatan (model komponen kritis) dan nilai kepentingan
kemampuan proses dilihat dari keluaran model kemampuan proses. Sedangkan
untuk pembobotan faktor SDM, manajemen, dan eksternal dilakukan oleh pakar
yang berkompeten di bidang pergulaan.
Hasil penelitiannya adalah Produksi Gula Kristal Putih dengan
menggunakan metode AHP (Analitical Hierarchy Process) didapatkan bahwa
faktor yang mempengaruhi terkendalinya suatu proses produksi gula kristal antara
lain mesin dan peralatan (0,306), kemampuan proses (0,291), SDM (0,179),
manajemen (0,129), dan faktor eksternal (0,095). Kaitan penelitian terdahulu
dengan penelitian ini adalah faktor yang menyebabkan rendahnya proses produksi
gula di suatu pabrik gula. Dalam hal ini faktor technoware adalah mesin dan
peralatan, serta kemampuan proses, faktor humanware adalah SDM, faktor
organware adalah manajemen.
Dari penjelasan tentang landasan teori dan penelitian terdahulu, peneliti
memilih 4 (empat) faktor yang diduga mempengaruhi optimalisasi rendemen gula
melalui pemanfaatan teknologi produksi pada Pabrik Gula Sei Semayang PT
Perkebunan Nusantara II (Persero) yakni technoware, humanware, infoware, dan
Universitas Sumatera Utara
29
organware. Indikator technoware adalah integrasi teknologi, presisi, penanganan
bahan dan pengendalian proses. Indikator humanware adalah kreativitas, orientasi
berprestasi, orientasi bekerjasama, dan kedisiplinan. Indikator infoware adalah
informasi SOP, informasi penggunaan mesin, dan informasi hasil produksi .
Indikator organware adalah efektivitas kepemimpinan, otonomi kerja, dan
keterlibatan organisasional.
Universitas Sumatera Utara