proses penilaian dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan pada abk di sekolah dasar ... · 2019. 8....

147
i PROSES PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN YANG DILAKUKAN PADA ABK DI SEKOLAH DASAR INKLUSI : STUDI DESKRIPTIF SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Oleh : Frigitania Zindy Isadona NIM : 151134209 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 30-Jan-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    PROSES PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN YANG

    DILAKUKAN PADA ABK DI SEKOLAH DASAR INKLUSI : STUDI

    DESKRIPTIF

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

    Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

    Oleh :

    Frigitania Zindy Isadona

    NIM : 151134209

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

    JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2019

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini saya persembahkan kepada :

    1. Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang yang senantiasa memberikan

    kelancaran dan keberkahan selalu.

    2. Kedua orangtua saya, Bapak Kristi Juwono dan Ibu Suwartini yang selalu

    memberikan doa, motivasi, semangat, nasihat dan kasih sayang.

    3. Adik saya, Helgasakti Tegar Nirvanagaib yang selalu memberikan doa dan

    semangat.

    4. Orang-orang yang selalu mendukungku.

    5. Almamaterku, Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan berbagai ilmu

    dan pengalaman.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    MOTTO

    “ Yakinlah kau bisa dan kau sudah separuh jalan menuju ke sana”

    ( Theodore Roosevelt)

    “ Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan, dan saya

    percaya pada diri saya sendiri”

    ( Muhammad Ali)

    “ Sabar memiliki dua sisi, sisi yang satu adalah sabar, sisi yang lain adalah bersyukur

    kepada Allah”

    (Ibnu Mas Ud)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat

    karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan

    daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

    Yogyakarta, 10 Juli 2019

    Peneliti

    Frigitania Zindy Isadona

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

    PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

    NIM : Frigitania Zindy Isadona

    Nomor Mahasiswa : 151134209

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

    Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “PROSES PENILAIAN

    DAN EVALUASI PEMBELAJARAN YANG DILAKUKAN PADA ABK DI

    SEKOLAH DASAR INKLUSI : STUDI DESKRIPTIF”

    Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak

    untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk

    pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet

    atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

    memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

    Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di Yogyakarta

    Pada Tanggal: 10 Juli 2019

    Yang menyatakan

    Frigitania Zindy Isadona

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    ABSTRAK

    PROSES PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN YANG DILAKUKAN

    PADA ABK DI SEKOLAH DASAR INKLUSI : STUDI DESKRIPTIF

    Frigitania Zindy Isadona

    Universitas Sanata Dharma

    2019

    Pendidikan inklusi merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang

    memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan

    memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan

    atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama

    dengan siswa pada umumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    bagaimana proses penilaian dan evaluasi pembelajaran di SD Pagi Cerah, SD

    Cinta Kasih, SD Mekar Jaya and SD Harapan Mulia Kabupaten Sleman dan Kota

    Yogyakarta pada tahun ajaran 2018/2019.

    Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan

    menggunakan studi kasus. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, Guru

    Pendamping khusus (GPK), guru kelas atas dan guru kelas bawah di SD Pagi

    Cerah, SD Cinta Kasih, SD Mekar Jaya and SD Harapan Mulia. Teknik

    pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dengan wawancara, observasi dan

    dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan cara reduksi data,

    penyajian data dan penarikan kesimpulan.

    Hasil penelitian : (1) Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) bagi anak

    berkebutuhan khusus sama dengan siswa lainnya, hanya untuk kurikulum

    dimodifikasi indikatornya, (2) standar penilaian sama dengan anak lainnya tetapi

    bobot soal berbeda disesuaikan dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus,

    (3) Jenis evaluasi berupa tes tertulis, tes lisan, tanya jawab, observasi dan

    portofolio.

    Kata kunci : anak berkebutuhan khusus, proses penilaian dan evaluasi

    pembelajaran

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    ABSTRACT

    PROCESS OF VALUATION AND LEARNING EVALUATION FOR

    STUDENTS WITH SPECIAL NEEDS IN INCLUSIVE ELEMENTARY

    SCHOOL: A DESCRIPTIVE STUDY

    Frigitania Zindy Isadona

    Sanata Dharma University

    2019

    Inclusive education is education system holding to gave a chanced to all

    disabled students who had intellectual potential and special talent to joined

    learning activity in one place together with the normal students. This research

    aimed to find out how the process which are valuation and learning evaluation

    in SD Pagi Cerah, SD Cinta Kasih, SD Mekar Jaya and SD Harapan Mulia at

    Sleman regency and Yogyakarta City 2018/2019 school year.

    This research was a descriptive qualitative research using with case study

    method. The subject of this research was the headmaster, special assigned

    teacher, upper-grade teacher, and lower-grade teacher of in SD Pagi Cerah, SD

    Cinta Kasih, SD Mekar Jaya and SD Harapan Mulia. Steps of data analysis were

    data reduction, data presentation, and conclusion.

    Research overcome were: (1) the minimum pass value for the students with

    special needs is the same as normal students, but in curriculum the indicator is

    modified, (2) the valuation standard is the same as normal students, but the

    quality of the task is accustomed with the capability of the students with special

    needs, (3) the evaluation types are written test, listening test, question and

    answer test, , observation and portofolio.

    Keywords: children with special needs, process of valuation and learning

    evaluation.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-

    Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan dengam baik skripsi yang berjudul

    “Penerapan Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran bagi anak ABK di Sekolah Dasar

    Inklusi : Studi Deskriptif”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan

    dan memperoleh gelar sarjana. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil

    tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak karena itu, dengan segenap hati penulis

    mengucapkan terimakasih kepada ;

    1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd, M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

    2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru

    Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

    3. Kintan Limiansih, M.Pd, selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Sekolah

    Dasar, Universitas Sanata Dharma.

    4. Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi.,M.A selaku Dosen Pembimbing I yang telah

    membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran dalam perjalanan skripsi ini

    hingga selesai.

    5. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi selaku Dosen Pembimbing II yang telah

    membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran dalam perjalanan skripsi ini

    hingga selesai.

    6. Kepala Sekolah Sekolah Dasar Inklusi di SD Pagi Cerah Kabupaten Sleman yang

    telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi dengan lancar.

    7. Guru Sekolah Dasar dan Guru Pendamping Khusus (GPK) di SD Pagi Cerah

    Kabupaten Sleman yang sudah membantu dan bersedia menjadi responden dalam

    penelitian ini.

    8. Kedua orangtua saya, Bapak Kristi Juwono dan Ibu Suwartini yang selalu

    memberikan doa, motivasi, semangat, nasihat dan kasih sayang.

    9. Keluarga besar Suparno (Alm) dan Sugito (Alm) yang selalu memberikan dukungan,

    doa, nasihat dan semangat.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    10. Adik saya, Helgasakti Tegar Nirvanagaib yang selalu memberikan doa dan semangat.

    11. Teman-temanku tercinta: Putri Sekar Arum, Wulan Kartika Sari Antonia Ratna Wiji

    Rahayu, Elizabeth Ia Sudiro, Cicilia Sindhi Sitoresmi dan Margaretha Rossa yang

    selalu menghibur, saling memberikan motivasi, dukungan dan semangat.

    12. Teman-temanku dari semester 1, satu kelas dan seperjuangan, Afriyanda, Ardika Gea

    Prabawati dan Intan Nawangwulan selalu menghibur, selalu saling memotivasi dan

    saling memberi dukungan.

    13. Sahabatku tercinta, Rini Sri Rejeki, dan Betty Lestyawati yang selalu menghibur dan

    memberikan semangat.

    14. Adik Sepupuku, Oktania Nurussyfa yang selalu menghibur, memberi semangat dan

    doa.

    15. Teman-temanku seangkatan dan seperjuangan terutama kelas D yang tidak dapat

    disebutkan satu per satu.

    16. Almamterku , Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan berbagai ilmu dan

    pengalaman.

    Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak

    kekurangan. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca sekaligus menjadi

    sumber belajar bagi peneliti yang memiliki tujuan mengembangkan pendidikan

    inklusi.

    Yogyakarta, 10 Juli 2019

    Penulis

    Frigitania Zindy Isadona

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii

    HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................... iv

    HALAMAN MOTTO ................................................................................................... v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................................... vi

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

    PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................. vii

    ABSTRAK ................................................................................................................ viii

    ABSTRACT .................................................................................................................. ix

    KATA PENGANTAR .................................................................................................. x

    DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii

    DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xiv

    DAFTAR TABEL....................................................................................................... xv

    DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xvii

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

    A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 5

    C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5

    D. Manfaat Penelitian.............................................................................................. 6

    E. Asumsi Penelitian ............................................................................................... 6

    F. Definisi Operasional ........................................................................................... 7

    BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................................... 8

    A. Kajian Pustaka.................................................................................................... 8

    1. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ................................................................ 8

    2 Pendidikan Inklusi ........................................................................................ 16

    3. Sekolah Dasar Inklusi ................................................................................... 19

    4. Aspek Permasalahan Sekolah Inklusi ............................................................ 20

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    5. Penilaian Dan Evaluasi Pembelajaran untuk Pendidikan Inklusi .................... 26

    B. Penelitian yang Relevan ................................................................................... 34

    C. Kerangka Berpikir ............................................................................................ 36

    BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 37

    A. Jenis Penelitian ................................................................................................. 37

    B. Setting Penelitian ............................................................................................. 38

    C. Desain Penelitian .............................................................................................. 39

    D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 42

    E. Instrumen Penelitian ......................................................................................... 45

    F. Kredibilitas Dan Transferabilitas ...................................................................... 49

    G. Teknik Analisis Data ........................................................................................ 53

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 55

    A. Hasil Penelitian ................................................................................................ 55

    1. Deskripsi Penelitian ...................................................................................... 55

    2. Hasil Wawancara .......................................................................................... 59

    3. Hasil Observasi ............................................................................................. 74

    4. Hasil Dokumentasi ........................................................................................ 75

    B. Pembahasan ..................................................................................................... 75

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 83

    A. Kesimpulan ...................................................................................................... 83

    B. Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 84

    C. Saran ................................................................................................................ 84

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 86

    LAMPIRAN ............................................................................................................... 88

    BIOGRAFI PENELITI ............................................................................................. 128

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    DAFTAR BAGAN

    Halaman

    Bagan 2.1 Literature Map……………………………………………… 36

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 3.1 Instrumen Wawancara…………………………………………… 47

    Tabel 3.2 Instrumen Observasi………………………………………........... 49

    Tabel 3.3 Instrumen Dokumentasi…………………………………………. 49

    Tabel 4.1 Jadwal Wawancara SD Pagi Cerah……………………………… 57

    Tabel 4.2 Jadwal Wawancara SD Mekar Jaya……………………………... 57

    Tabel 4.3 Jadwal Wawancara SD Cinta Kasih……………………………... 57

    Tabel 4.4 Jadwal Wawancara SD Harapan Mulia………………………….. 57

    Tabel 4.5 Jadwal Observasi SD Pagi Cerah ……………………………….. 57

    Tabel 4.6 Jadwal Observasi SD Mekar Jaya ………………………………. 58

    Tabel 4.7 Jadwal Observasi SD Cinta Kasih ………………………………. 58

    Tabel 4.8 Jadwal Observasi SD Harapan Mulia …………………………… 58

    Tabel 4.9 Jadwal Dokumentasi SD Pagi Cerah…………………………….. 58

    Tabel 4.10 Jadwal Dokumentasi SD Cinta Kasih…………………………… 59

    Tabel 4.11 Jadwal Dokumentasi SD Harapan Mulia………………………... 59

    Tabel 4.12 Hasil Observasi………………………………………………….. 74

    Tabel 4.13 Hasil Dokumentasi………………………………………………. 75

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Surat Izin Penelitian………………………………………………... 89

    Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian……………………. 90

    Lampiran 3. Reduksi Hasil Wawancara…………………………………………. 91

    Lampiran 4. Reduksi Hasil Observasi…………………………………………… 123

    Lampiran 5. Hasil Dokumentasi………………………………………………… 124

    Lampiran 6. Display Data……………………………………………………….. 125

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Kaitan Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi..................……………. 30

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang

    memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan

    memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan

    atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama

    dengan siswa pada umumnya. Di Indonesia, pendidikan inklusi secara resmi

    didefinisikan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertkan anak

    berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler

    yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusi

    menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum,

    sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan

    dengan kebutuhan individu peserta didik (Ilahi, 2013: 16). Pendidikan inklusi

    ini dinilai dapat menjadi jembatan untuk mewujudkan pendidikan untuk semua

    (education for all), tanpa seorang pun yang tertinggal dari layanan pendidikan

    (Kemendikbud, 2012). Sekolah inklusi menyediakan program pendidikan yang

    layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap

    murid maupun keterampilan pengetahuan dan dukungan yang diberikan oleh

    para guru.

    Sekolah inklusi merupakan salah satu layanan pendidikan yang

    menempatkan anak berkebutuhan khusus dalam kelompok yang memiliki

    karakteristik tertentu. Anak-anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti

    program-program pembelajaran yang ada di sekolah bersama-sama dengan anak

    sebayanya. Ilahi (2013: 26) mengemukakan bahwa di Indonesia pendidikan

    inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak

    berkebutuhan khusus bersama dengan anak sebaya lainnya di sekolah reguler

    yang terdekat dari rumah sehingga anak berkebutuhan khusus sebisa mungkin

    tidak dipisahkan dengan lingkungannya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    Di dalam diri individu, keterbatasan fisik maupun mental dan

    keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan yang lainnya, seperti

    halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau agama. Hal ini harus diwujudkan

    dalam sistem pendidikan, Ilahi (2013: 39). Dengan adanya pendidikan inklusi,

    anak berkebutuhan khusus tersebut dapat memperoleh fasilitas pendidikan yang

    sama dengan anak-anak sebayanya, dan jika sekolah ditunjuk pemerintah untuk

    melaksanakan pendidikan inklusi maka sekolah tersebut harus mau untuk

    menerima peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus. Dalam proses belajar

    mengajar, guru merupakan faktor penting bahkan sebagai faktor utama dalam

    terciptanya sebuah pembelajaran yang kondusif untuk mewujudkan sebuah

    pendidikan inklusi yang ramah anak. Oleh karena itu, guru diharapkan agar

    memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan pengajaran sesuai

    dengan kebutuhan anak yang memiliki karakteristik bermacam-macam

    termasuk anak berkebutuhan khusus.

    Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-

    sama anak sebaya lainnya untuk mengoptimalkan segenap potensi dan

    keterampilan yang dimiliki. Paradigma pendidikan inklusif tentu saja menjadi

    langkah progresif dalam menopang kemajuan pendidikan demi terciptanya

    keterbukaan dan sikap saling menghargai bagi mereka yang memiliki

    keterbatasan fisik. Sikap terbuka dan saling menghargai merupakan

    implementasi dari pendidikan inklusif yang mencerminkan perjuangan untuk

    membantu hak-hak dasar mereka agar diterima di masyarakat biasa.

    Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat

    anak sebaya dan anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat dipisahkan sebagai

    suatu komunitas. Anak berkebutuhan khusus perlu diberi kesempatan dan

    peluang yang sama dengan anak sebayanya untuk mendapatkan pelayanan

    pendidikan di sekolah dasar (SD) terdekat. Sudah tentu SD terdekat perlu

    dipersiapkan segala sesuatunya. Pendidikan inklusi diharapkan dapat

    memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak

    berkebutuhan khusus selama ini.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    Saat ini sudah banyak sekolah reguler atau sekolah umum yang sudah

    menyelenggarakan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus karena

    sudah mendukung fasilitas sekolah dan pelayanan sekolah untuk anak

    berkebutuhan khusus untuk bisa belajar dan menempuh proses pembelajaran

    dengan anak normal lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat

    Statistik (BPS), jumlah anak berkebutuhan khusus mencapai 1,6 juta anak. Dari

    514 kabupaten/kota di seluruh tanah air, masih terdapat 62 kabupaten/kota yang

    belum memiliki SLB. Jumlah anak berkebutuhan khusus yang sudah mendapat

    layanan pendidikan baru mencapai angka 18% dari 1,6 juta anak. Sekitar 115

    ribu anak berkebutuhan khusus di Indonesia bersekolah di SLB, sedangkan ABK

    yang bersekolah di sekolah reguler pelaksana sekolah inklusi berjumlah sekitar

    299 ribu. Untuk memberikan akses pendidikan kepada ABK yang tidak

    bersekolah di SLB, kemendikbud menjalankan program sekolah inklusi. Di

    sekolah reguler, anak-anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak-anak

    reguler lainnya, dengan pendampingan khusus selama belajar mengajar. Saat ini

    terdapat 32 ribu sekolah reguler yang menjadi sekolah inklusi di berbagai daerah

    (kemdikbud.go.id).

    Seperti di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang

    menyelenggarakan pendidikan inklusif yang memberi kesempatan kepada

    semua anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda untuk belajar

    bersama. Sekolah reguler yang menerapkan inklusifitas tersebut sudah terdapat

    di beberapa daerah seperti di setiap kecamatan ataupun di setiap desa.

    Pemerintah dalam menerapkan sekolah inklusi di beberapa daerah dapat

    dilakukan secara merata dan memberikan pelayanan yang baik bagi anak

    berkebutuhan khusus dalam pendidikannya dan bisa menerapkan 8 prinsip

    sekolah inklusi dengan baik diantaranya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)

    yang mengakomodasi semua anak, identifikasi, assesmen, adaptasi kurikulum

    (kurikulum fleksibel), merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang

    ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, pengadaan dan pemanfaatan

    media pembelajaran adaptif serta penilaian dan evaluasi pembelajaran. Sekarang

    sudah banyak orang tua yang memiliki anak kebutuhan khusus menyekolahkan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    mereka di sekolah reguler dengan tujuan agar anak dapat belajar bersama seperti

    anak sebaya lainnya, bisa bergaul dan tidak merasa minder karena beberapa

    orangtua tidak mau menerima kenyataan bahwa anak mengalami kebutuhan

    khusus.

    Di Yogyakarta sekolah inklusi sudah menyebar di beberapa Kabupaten

    dan Kota seperti di Kabupaten Sleman, Kabupaten Sleman, Kabupaten

    KulonProgo, Kabupaten Bantul , Kabupaten Wonosari dan Kota Yogyakarta.

    Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Oktorima (2015) tentang

    penilaian hasil belajar anak berkebutuhan khusus di sekolah penyeleggaraan

    inklusi di SDN 01 Limau Manis, hasil dalam penelitian tersebut guru masih

    kurang dalam memahami aspek-aspek penilaian hasil belajar dan belum optimal

    dalam memperhatikan kriteria penilaian serta karakteristik penilaian hasil

    belajar. Pelaksanaan penilaian dan evaluasi pembelajaran juga harus mengetahui

    masing-masing kemampuan peserta didik dan masih perlu ditindaklanjuti.

    Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anisa Faradian pada

    tahun 2018 mengenai permasalahan delapan aspek penyelenggaraan inklusi

    menunjukkan bahwa ada beberapa aspek yang belum maksimal dalam

    pelaksanaannya dan peran orangtua yang kurang menyadari terhadap anaknya

    sendiri yang mengalami kebutuhan khusus. Aspek penilaian dan evaluasi

    pembelajaran menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan KKM antara ABK

    dengan peserta didik lainnya hanya modifikasi indikator dan soal dibuatkan yang

    lebih mudah atau jumlah soalnya dikurangi. Penelitian ini difokuskan penilaian

    dan evaluasi pembelajaran. Peneliti memilih aspek ini karena dari penelitian

    sebelumnya penerapan penilaian dan evaluasi belum dilaksanakan dengan baik

    seperti pihak sekolah yang tidak memahami mengenai modifikasi kurikulum dan

    guru belum melaksanakan rencana pembelajaran dengan baik.

    Penilaian itu sendiri dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang

    dilakukan untuk memperoleh informasi data dan informasi tentang proses dan

    hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar ini bertujuan mengetahui

    kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran sehingga dijadikan untuk

    pengambilan keputusan dan perbaikan proses pembelajaran yang telah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    dilakukan. Penilaian hasil belajar harus memperhatikan beberapa pertimbangan

    yaitu karakteristik anak berkebutuhan khusus di setting inklusi, kriteria penilaian

    hasil belajar, proses penilaian hasil belajar berdasarkan jenis-jenis penilaian,

    kendala yang terjadi dalam penilaian, dan usaha yang dilakukan agar tidak

    terjadi permasalahan dalam penilaian (Oktorima, 2015).

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan Oktorima (2015), penyebab

    terjadinya kesalahan dalam penilaian yaitu kurangnya pemahaman guru tentang

    teknik penilaian anak berkebutuhan khusus, kriteria ketuntasan minimal ABK

    harus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak. Guru juga harus mampu

    memperhatikan kondisi kesiapan anak pada saat melakukan penilaian. Penilaian

    hasil belajar untuk anak berkebutuhan khusus akan berjalan optimal jika guru

    mampu memahami pembelajaran dengan baik dan dapat menciptakan suasana

    yang nyaman.

    Dari permasalahan tersebut, peneliti fokus terhadap penilaian dan

    evaluasi pembelajaran di sekolah inklusi karena sangat penting dalam

    menentukan ketercapaian belajar anak berkebutuhan khusus. Peneliti

    mengangkat judul “Proses Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran Yang

    Dilakukan Pada ABK di Sekolah Inklusi : Studi Deskriptif”. Penelitian ini

    diharapkan dapat bermanfaat bagi sekolah, guru dan siswa.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, peneliti

    menentukan rumusan masalah tersebut yaitu : Bagaimana proses penilaian dan

    evaluasi pembelajaran yang dilakukan pada ABK di sekolah inklusi ?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini mengacu pada rumusan

    masalah. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penilaian

    dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan pada ABK di sekolah inklusi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    D. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pendidikan

    baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain

    sebagai berikut :

    1. Manfaat Teoritis

    Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

    penerapan salah satu aspek inklusi yaitu penilaian dan evaluasi pembelajaran

    dan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi yang lain.

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi Sekolah Dasar Inklusi

    Sekolah mendapatkan data mengenai proses penilaian dan

    evaluasi pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus yang merupakan

    salah satu aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.

    b. Bagi Guru

    Penelitian ini dapat memberikan informasi dan data mengenai

    proses penilaian dan evaluasi pembelajaran sehingga guru diharapkan

    dapat mengetahui teknik penilaian yang bisa menyesuaikan dengan

    kondisi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.

    c. Bagi Peneliti

    Peneliti dapat mendeskripsikan dan mengetahui pelaksanaan

    proses penilaian dan evaluasi pembelajaran yang merupakan salah satu

    aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.

    E. Asumsi Penelitian

    Dalam penilaian dan evaluasi pembelajaran, seorang pendidik harus

    memperhatikan jenis-jenis penilaian hasil belajar anak yaitu ulangan harian,

    tugas, pekerjaan rumah (PR) dan ulangan semester. Dalam memberikan

    penilaian pendidik juga harus memperhatikan bentuk penyesuaian waktu, cara

    dan penyesuaian materi. Penilaian dapat dilihat dari akademik ataupun non

    akademik anak.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    Dalam melakukan penilaian, guru juga harus memperhatikan

    keseimbangan antara kebutuhan anak berkebutuhan khusus dengan anak sebaya

    pada umumnya. Hal ini penting karena anak berkebutuhan khusus memiliki

    tingkat kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak sebayanya

    sehingga memerlukan keseriusan dari seorang guru dalam melakukan penilaian.

    Jadi, asumsi dari penelitian ini dari hasil penelitian terdahulu dalam

    menerapkan penilaian dan evaluasi pembelajaran, guru memberikan evaluasi

    untuk anak berkebutuhan khusus dengan membuat soal lebih mudah atau

    indikatornya diturunkan dari anak pada umumnya. Walaupun KKM untuk anak

    berkebutuhan khusus dengan anak pada umumnya sama, tetapi bobot soal yang

    berbeda disesuaikan dengan kemampuannya. Evaluasi dilakukan setelah akhir

    pembelajaran seperti saat ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan

    akhir semester. Setelah melaksanakan penilaian, guru akan memberikan evaluasi

    untuk anak berkebutuhan khusus dengan tujuan mengetahui kemampuannya

    sejauh mana dalam mencapai nilai KKM.

    F. Definisi Operasional

    1. Pendidikan Inklusi merupakan pelayanan pendidikan untuk anak-anak yang

    memiliki keterbatasan mental maupun fisik untuk belajar bersama dalam

    kelas regular tanpa membedakan fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa,

    atau kondisi-kondisi lain termasuk anak-anak disabilitas, anak-anak berbakat

    ( gifted children).

    2. Sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan reguler tingkat sekolah dasar

    selama enam tahun yang dapat menerima anak berkebutuhan khusus (ABK)

    dan anak yang tidak berkebutuhan khusus agar mereka dapat belajar bersama

    dan saling bertukar informasi yang didapat dari satu lingkungan sekolah

    yang sama dan dalam pelaksanaannya dapat memberikan layanan

    pendidikan yang tepat melalui kurikulum yang telah disesuaikan dengan

    karakteristik setiap anak berkebutuhan khusus (ABK).

    3. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki kesulitan

    maupun hambatan dalam belajarnya dan membutuhkan pelayanan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    pendidikan yang khusus sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing

    agar potensi dapat berkembang secara optimal.

    4. Penilaian adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi

    tentang prestasi atau kinerja anak setelah selesai mengikuti pembelajaran.

    5. Evaluasi adalah proses yang penting dalam pengambilan keputusan, memilih

    informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan

    pengambil keputusan dalam memilih di antara beberapa alternatif.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Kajian Pustaka

    1. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

    a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

    Anak berkebutuhan khusus adalah hasil pengalaman berinteraksi dengan

    anak-anak yang memiliki kesulitan belajar yang kompleks dan beragam selama

    bertahun-tahun. Hal tersebut menjadi kerangka manajemen inklusi dan ABK. Di

    dalam memberi penekanan pada anak berkebutuhan khusus lebih baik dengan

    cara bekerja sama dengan orang tua, mengupayakan partisipasi murid, dan cara

    melaksanakan kerja sama dengan pihak lain untuk memastikan ABK memiliki

    hak untuk belajar di sekolah umum Directgov (dalam Thompson, 2010: 3).

    Anak berkebutuhan khusus menurut Kustawan (2012: 23) adalah mereka karena

    suatu hal yang khusus (baik yang berkebutuhan khusus permanen dan yang

    bekebutuhan khusus temporer) membutuhkan pelayanan pendidikan khusus,

    agar potensinya dapat berkembang secara optimal. Anak berkebutuhan khusus

    memerlukan layanan pendidikan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak

    pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut

    dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barrier to learning and

    development). Mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan

    hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang dialami oleh masing-

    masing anak.

    Sejalan dengan sudut pendidikan, Atmaja (2017: 8) menjelaskan

    pengertian siswa berkebutuhan khusus adalah anak berkebutuhan khusus yang

    memerlukan pendidikan khusus dan pelayanan yang terkait, jika anak

    berkebutuhan khusus menyadari akan potensi penuh kemanusiaan dirinya. Cara

    belajar anak berkebutuhan khusus membutuhkan instruksi yang berbeda dari

    yang diperlukan para siswa, dapat mencakup bidang sensori, fisik, kognitif,

    emosi atau kemampuan komunikasi. Jenis anak berkebutuhan khusus bisa sangat

    berbeda dalam penyebab, tingkat keparahan, dampak bagi kemajuan pendidikan,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    dan dampak yang berbeda ini pun bisa bergantung pada usia seseorang, jenis

    kelamin, dan lingkungan hidupnya.

    Dari beberapa pendapat para ahli, anak berkebutuhan khusus adalah anak

    yang memiliki kesulitan maupun hambatan dalam belajarnya dan membutuhkan

    pelayanan pendidikan yang khusus sesuai dengan kemampuan mereka masing-

    masing agar potensi dapat berkembang secara optimal.

    b. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

    Atmaja (2018: 15) menjelaskan klasifikasi anak berkebutuhan khusus dibagi

    menjadi tiga di antaranya yaitu :

    1) Keterbatasan Fisik adalah keterbatasan yang timbul suatu keadaan pada fungsi

    tertentu. Akibat keterbatasan tertentu timbul suatu keadaan pada fungsi fisik dan

    tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal misalnya kelainan

    pada indra penglihatan (tunanetra), keterbatasan pada indra pendengaran

    (tunarungu), kelainan pada fungsi bicara (tunawicara) dll.

    2) Keterbatasan Mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan

    berfikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya dan dapat

    dikelompokkan menjadi anak mampu belajar dengan cepat (rapid learner), anak

    berbakat (gifted) dan anak genius (extremelly gifted).

    3) Keterbatasan Perilaku Sosial adalah mereka mengalami kesulitan untuk

    menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial, dll.

    Apabila diperinci lagi dan digolongkan berdasarkan karakteristik dan

    kebutuhannya, klasifikasi anak berkebutuhan khusus terbagi atas :

    a) Anak Tuna Netra

    Delphie (2006: 114) memaparkan tunanetra (partiallyseing and legally blind)

    atau disebut dengan anak yang mengalami hambatan dalam penglihatan untuk

    menggunakan indera penglihatannya. Tunanetra adalah anak yang mengalami

    gangguan penglihatan. Anak yang memiliki gangguan penglihatan dapat

    didefinisikan sebagai anak yang rusak penglihatannya, yang walaupun dibantu

    dengan perbaikan, masih mempunyai pengaruh yang merugikan bagi yang

    bersangkutan. Atmaja (2018: 23) mengemukakan klasifikasi anak tunanetra

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    berdasarkan kemampuan daya penglihatan, sebagai berikut: a) Tunanetra ringan

    (detective vision/lov vision) yakni mereka yang memiliki hambatan dalam

    penglihatan, tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan

    dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi

    penglihatan; b) Tunanetra setengah berat (partially sighted) yakni mereka yang

    kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca

    pembesar maupun mengikuti pendidikan biasa ataupun mampu membaca tulisan

    bercetak tebal; c) Tunanetra berat (totally blind) yakni mereka yang sama sekali

    tidak dapat melihat.

    b) Anak Tuna Rungu

    Secara umum, anak tunarungu dapat diartikan anak yang tidak dapat mendengar.

    Tidak dapat mendengar tersebut dapat dimungkinkan kurang dengar atau tidak

    mendengar sama sekali. Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak

    dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak yang

    menyandang ketunarunguan pada saat berbicara, anak tersebut berbicara tanpa

    suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan

    tidak berbicara sama sekali, anak tersebut hanya berisyarat (Atmaja, 2018: 61).

    c) Anak Tunagrahita

    Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh di

    bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan

    dalam komunikasi sosial. Anak berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal

    dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya.

    Akibatnya anak berkebutuhan khusus tunagrahita ini sukar untuk mengikuti

    pendidikan di sekolah biasa. Oleh karena itu, anak tunagrahita ini membutuhkan

    pelayanan pendidikan secara khusus, yaitu dengan cara memberikan pelayanan

    pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak tersebut. Anak tunagrahita

    bukan merupakan anak yang mengalami penyakit, melainkan anak yang

    mempunyai keterbatasan karena penyimpanan, baik dari segi fisik, mental,

    intelektual, emosi, sikap, maupun perilaku secara signifikan (Atmaja, 2018: 99).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    d) Anak Tunadaksa

    Anak tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota untuk melaksanakan

    fungsinya secara normal, sebagai akibat bawaan, luka penyakit, atau

    pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan

    pembelajarannya perlu layanan secara khusus. Anak tunadaksa sering disebut

    dengan istilah anak keterbatasan fisik tubuh, keterbatasan fisik, dan

    keterbatasan fisik ortopedi (Atmaja, 2018: 127) . Selanjutnya , Kirk (dalam

    Atmaja, 2018: 129) mengemukakan seseorang dikatakan anak tunadaksa jika

    kondisi fisik atau kesehatan mengganggu kemampuan anak untuk berperan

    aktif dalam kegiatan sehari-hari, sekolah atau rumah.

    e) Anak Tunalaras

    Tunalaras adalah ketidakmampuan seseorang menyesuaikan diri

    terhadap lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma

    yang berlaku. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunalaras sering disebut anak

    nakal sehingga dapat meresahkan atau mengganggu lingkungan keluarga,

    sekolah dan masyarakat (Atmaja, 2018: 161). Hal ini sejalan dengan batasan

    yang disampaikan oleh Departemen Pendidikan Kebudayaan (dalam Atmaja,

    2018: 163) , yaitu “Anak yang berumur 6-17 tahun dengan karakteristik bahwa

    anak tersebut mengalami gangguan atau hambatan emosi dan berkelainan

    tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap

    lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat”.

    f) Anak Tunaganda (Keterbatasan Majemuk)

    Anak Tunaganda atau Keterbatasan Majemuk adalah anak yang

    memiliki dua kelainan atau lebih. Misalnya anak yang mempunyai hambatan

    penglihatan dan pendengaran, anak yang mempunyai hambatan pendengaran,

    kecerdasan dan autis, dan sebagainya (Kustawan, 2013: 31).

    g) Anak Lamban Belajar

    Anak lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi

    intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita lebih

    lamban dibanding dengan peserta didik pada umumnya, mereka butuh waktu

    yang lebih lama dan berulang-ulang untuk menyelesaikan tugas akademik

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    maupun non akademik sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus

    (Kustawan, 2013: 29).

    h) Cerebral Palsy/ Cerebrum

    Istilah cerebrum merujuk pada otak, sedangkan palsy bermakna

    gangguan terhadap gerakan atau postur. Anak yang mengalami cerebral palsy

    tidak dapat menggunakan sebagian dari otot dalam tubuh merea dalam keadaan

    normal akibat kerusakan dalam otak. Kerusakan ini terjadi sebelum masa atau

    setelah kelahiran disebabkan oleh otak yang tidak berkembang dengan baik atau

    terjadi insiden yang menyebabkan kerusakan otak yang sedang berkembang,

    seperti akibat kecelakaan atau kekurangan oksigen (Muhammad, 2008: 110).

    i) Anak Berbakat

    Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi ataupun kemampuan

    yang tinggi dalam bidang akademik, selain dapat membuat suatu kreasi yang

    unik, kreatif, dan mengagumkan. Anak berbakat maupun anak genius dalam

    pengajaran dan pembelajaran juga membutuhkan pendekatan khusus untuk

    menghindari dari rasa bosan terhadap ajaran guru. Mereka sering salah dianggap

    sebagai murid yang nakal karena tidak menunjukan perhatian dalam kelas,

    padahal mereka memahami dan menguasai dengan baik semua yang diajarkan

    gurunya (Muhammad, 2008: 145).

    j) Anak Autisme

    Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang

    mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak

    mengalami keterbatasan diri dari segi komunikasi, interaksi sosial dan perilaku.

    Supratiknya (dalam Atmaja, 2018: 198) menyebutkan bahwa penyandang autis

    memiliki ciri-ciri, yaitu penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak

    kecil atau bayi, misalnya dengan tidak memberikan respons (tersenyum, dsb),

    bila di ‘liling’, diberi makanan dan sebagainya, serta seperti tidak menaruh

    perhatian terhadap lingkungan sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara,

    hanya mau mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang tidak jelas,

    tidak suka dengan stimuli pendengaran ( mendengarakan suara orang tua pun

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    menangis), senang melakukan stimuli diri, memukul-mukul kepala, kadang-

    kadang terampil memanipulasi objek, namun sulit menangkap.

    k) Anak Yang Memiliki Gangguan Motorik

    Anak yang memiliki gangguan motorik mempunyai hambatan yang berat

    dalam perkembangan koordinasi motorik, yang tidak disebabkan oleh retardasi

    mental, gangguan neurologis yang didapat maupun kongenital. Gangguan ini

    bisa bersamaan dengan kesulitas bicara. Misalnya bayi tidak bisa merangkak

    atau merangkak seperti merayap, anak yang berbeda atau aneh dari anak pada

    umumnya dilihat dari berjalan sering jatuh, tersandung dan menabrak. Anak

    yang memiliki gangguan motorik lambat belajar berlari, melompat dan naik

    turun tangga. Anak yang kesulitan dalam mengikat sepatu, melepas kancing,

    dan lain-lain (Kustawan, 2013: 30).

    l) Anak ADHD

    ADHD merupakan kependekan dari Attention Deficit Hyperaktivity

    Disorder atau dalam bahasa indonesia ADHD berarti gangguan pemusatan

    perhatian disertai hiperaktif. Istilah ini memberikan gambaran tentang suatu

    kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak,

    dimana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls,

    menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka. Secara

    umum ADHD merupakan kondisi yang memperlihatkan ciri kurang

    konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang dapat menyebabkan

    ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas mereka. ADHD merupakan suatu

    gangguan kronis (menahun) yang dapat dimulai pada masa bayi dan dapat

    berlanjut sampai dewasa (Atmaja , 2018: 235).

    m) Anak Yang Menjadi Korban Penyalahgunaan Narkoba, Obat Terlarang Dan Zat

    Adiktif Lainnya

    Anak yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zar-zat adiktif

    lainnya termasuk minuman keras diluar tujuan pengobatan atau tanpa

    sepengetahuan dokter yang berwenang. Anak yang pernah menyalahgunakan

    narkotika, psikokotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras,

    yang dilakukan sekali, lebih dari sekali atau coba-coba. Secara medik anak

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    tersebut sudah dinyatakan bebas dari ketergantungan obat oleh dokter yang

    berwenang (Kustawan, 2012: 31).

    n) Anak Berkesulitan Belajar Spesifik/Khusus

    Anak berkesulitan belajar spesifik/khusus ini dalam klasifikasi dibagi menjadi 3

    jenis :

    1) Anak Disleksia

    Disleksia adalah suatu kondisi pemrosesan input atau masukan informasi

    yang berbeda dari anak sebaya lainnya yang sering kali ditandai dengan

    kesulitan dalam membaca sehingga dapat mempengaruhi area kognisi,

    seperti daya ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan

    waktu, aspek koordinat, dan pengendalian gerak, Shaywitz (dalam Atmaja,

    2018: 258). Anak Disleksia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 3

    menjelaskan bahwa seseorang anak yang menderita gangguan pada

    penglihatan dan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan saraf pada

    otak sehingga anak mengalami kesulitan membaca, KBBI ( dalam Atmaja,

    2018: 259). Bryan dan Bryan (dalam Atmaja , 2018: 259) menjelaskan

    disleksia adalah suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari komponen-

    komponen kata dan kalimat, yang secara historis menunjukkan

    perkembangan bahasa yang lambat dan hampir selalu bermasalah dalam

    menulis dan mengeja serta kesulitan dalam mempelajari sistem

    representastional, misalnya berkenaan dengan waktu, arah dan masa.

    2) Anak Disgrafia

    Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa

    menuliskan atau mengekspresikan pikirannya ke dalam bentuk tulisan

    karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan

    mengoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada anak-

    anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak menulis. Kesulitan ini

    tidak bergantung pada kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih

    dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tetapi mempunyai

    kesulian menulis. Kesulitan dalam rangkaian gangguan belajar, terutama

    pada anak yang berbeda di tingkat SD (Atmaja, 2018: 271). Gejala disgrafia

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    biasanya anak mengalami kesulitan dalam menulis dengan baik padahal

    anak seusianya sudah mampu untuk menulis dengan baik. Tanda ini juga

    dapat terlihat dengan cara anak menulis, biasanya anak juga sangat sulit

    untuk memahami suatu pertanyaan karena lemahnya dalam

    pemahamannya. Tanda lain adalah biasanya si anak dalam menulis

    mencampur antara huruf besar dan huruf kecil dan posisi menulis mereka

    juga tidak konsisten (Atmaja, 2018: 273).

    3) Anak Diskalkulia

    Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar

    matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik

    dengan prasarat rata-rata normal atau sedikit di bawah rata-rata, tidak ada

    gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional

    primer, atau lingkungan yang kurang menunjang. Masalah yang dihadapi,

    yaitu sulit melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan

    pembagian yang disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf pusat pada

    periode perkembangan. Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak

    mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya

    tidak siap belajar (Atmaja, 2018: 280).

    Menurut Atmaja (2018: 282), matematika adalah bahasa simbolis yang

    fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif

    dan keruangan, sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan

    berfikir. Atmaja (2018: 283) mengatakan bahwa ada dua macam hasil

    belajar matematika yang harus dikuasai, yaitu perhitungan matematis

    (mathematics calculation) dan penalaran matematis (mathematics

    reasoning). Atmaja, (2018: 283) mengatakan bahwa belajar matematika

    mencakup tiga elemen, yaitu : (1) konsep matematika ; (2) keterampilan

    matematika ; (3) pemecahan masalah matematika.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    2. Pendidikan Inklusi

    a. Pengertian Pendidikan Inklusi

    Staub dan Peck (dalam Ilahi, 2013: 13), pendidikan inklusi adalah

    penempatan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan, sedang , dan berat

    secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler

    merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkebutuhan khusus, apa

    pun jenis kebutuhan khususnya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara

    itu, O’Neil (dalam Ilahi, 2013: 13) menyatakan bahwa pendidikan inklusif

    sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak

    berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler

    bersama-sama teman seusianya. Melalui pendidikan inklusif, anak

    berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak sebaya lainnya untuk

    mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Model pendidikan ini berupaya

    memberikan kesempatan yang sama kepada semua anak untuk belajar

    bersama, dimana semua anak memiliki akses yang sama ke sumber-sumber

    belajar tersedia, dan sarana yang dibutuhkan dapat terpenuhi dengan baik.

    Jika sekolah reguler dengan orientasi inklusi merupakan alat yang paling

    efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang

    ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai “Pendidikan

    Semua”(education for all). Pernyataan Salamanca dan Kerangka AKSI

    Dakar dan Kerangka Aksi Dakar paragraph 4 (dalam Ilahi, 2013: 13)

    menyatakan bahwa pendidikan inklusi ramah anak mempunyai arti bahwa

    pendidikan atau sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa

    mempedulikan keadaan fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau

    kondisi-kondisi lain, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus, anak-anak

    berbakat (gifted children), pekerja anak dan anak jalanan, anak di daerah

    terpencil, anak-anak dari kelompok etnik dan bahasa minoritas dan anak-

    anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan dari kelompok masyarakat.

    Dari beberapa pengertian menurut para ahli di atas, pendidikan inklusi

    dapat diartikan sebagai pelayanan pendidikan untuk anak-anak yang

    memiliki keterbatasan mental maupun fisik untuk belajar bersama dalam

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    kelas regular tanpa membedakan fisik, intelektual, sosial, emosional,

    bahasa, atau kondisi-kondisi lain termasuk anak-anak berkebutuhan khusus,

    anak-anak berbakat ( gifted children).

    b. Tujuan Pendidikan Inklusi

    Ilahi (2013: 38) memaparkan bahwa pendidikan inklusi ditujukan untuk

    anak berkebutuhan khusus yang kurang mendapatkan pendidikan yang

    layak. Anak berkebutuhan khusus juga mempunyai hak yang sama dalam

    mengenyam pendidikan tanpa harus ada pelabelan dan diskriminasi dalam

    dunia persekolahan. Kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus adalah

    tanggung jawab kita semua, bukan hanya dilimpahkan kepada pemerintah

    ataupun instansi saja. Di dalam pendidikan inklusi tersebut sudah menjadi

    prioritas utama dalam menyediakan layanan pendidikan yang sesuai dengan

    tingkat kebutuhan dan kecerdasan anak didik.

    Sama halnya dengan pendidikan inklusi yang merupakan paradigma baru

    setelah kegagalan sistem pendidikan segregasi dan integrasi, Sujarwanto

    (dalam Ilahi, 2013: 39). Beberapa hal yang perlu dicermati lebih lanjut

    tentang tujuan pendidikan inklusi, yaitu :

    1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta

    didik yang memiliki keterbatasan fisik, emosional, mental, dan sosial

    atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk

    memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan

    kemampuannya.

    2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai

    keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

    Menurut pendapat para ahli tersebut, tujuan pendidikan inklusi adalah

    membangun dan mengembangkan pendidikan inklusi yang mampu

    mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan seluruh anak sehingga

    memberikan kesempatan bagi seluruh anak untuk mendapatkan pendidikan

    yang bermutu tanpa adanya diskriminasi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    c. Karakteristik Pendidikan Inklusi

    Ilahi (2013: 43 ) menyatakan bahwa pendidikan inklusi tentu saja sangat

    terbuka dan menerima tanpa syarat anak Indonesia yang berkeinginan kuat

    untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan mereka dalam satu

    wadah yang sudah direncanakan dengan matang. Di sisi lain Direktorat

    Pendidikan Luar Biasa ( dalam Ilahi, 2013: 44) juga mengungkapkan bahwa

    pendidikan inklusi memiliki empat karakter makna, diantaranya ialah :

    1) Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara

    merespon keragaman individu.

    2) Mempedulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak

    dalam belajar.

    3) Anak kecil yang hadir di sekolah berpartisipasi dan mendapatkan hasil

    belajar yang bermakna dalam hidupnya.

    4) Diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong marginal

    ekslusif dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.

    Berdasarkan pernyataan pernyataan para ahli, karakteristik dari

    pendidikan inklusi adalah bersedia menerima siswa dengan kondisi dan

    latar belakang apapun. Hal tersebut sudah menjadi landasan bagi sekolah

    inklusi. Sekolah inklusi merupakan upaya layanan pendidikan yang

    mengutamakan anak-anak kurang beruntung baik dalam segi fisik, sosial,

    mental dan emosional sehingga menghambat proses belajarnya. Pendidikan

    inklusi berupaya untuk meruntuhkan hambatan-hambatan tersebut supaya

    seluruh anak Indonesia dapat memperoleh haknya dalam hal pendidikan

    yang berjalan terus-menerus.

    d. Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi

    Ilahi (2013: 48) mengemukakan bahwa prinsip pendidikan inklusi

    sebagai sebuah paradigma pendidikan yang menekankan pada keterbukaan

    dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus.

    Florian ( dalam Ilahi, 2013: 50) mengungkapkan pendapat lain bahwa

    prinsip pendidikan inklusi harus sejalan dengan Deklarasi Hak Asasi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    Manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai basis

    utama dalam membela anak berkebutuhan khusus. Ini karena, pendidikan

    inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya

    diperuntukkan untuk semua anak tanpa menghiraukan perbedaan yang ada,

    baik anak dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional,

    kultural, maupun bahasa.

    Dari kedua pernyataan yang telah disebutkan di atas, prinsip pendidikan

    inklusi adalah memberikan keterbukaan untuk anak berkebutuhan khusus

    tanpa adanya tekanan dalam mengikuti pendidikan di sekolah inklusi. Anak

    berkebutuhan khusus maupun anak yang dapat tumbuh dan berkembang

    sesuai dengan usianya dapat memperoleh pendidikan yang sama dan

    disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sebagai hak dasar mereka.

    3. Sekolah Dasar Inklusi

    Stainback dan Stainback (dalam Ilahi, 2013: 83) mengemukakan bahwa

    sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang

    sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,

    menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa,

    maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar

    anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat

    setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling

    membantu dengan guru dan teman sebayamya, maupun anggota masyarakat

    lain agar kebutuhan individunya terpenuhi.

    Pernyataan Salamanca (dalam Ilahi, 2013: 85) menyatakan bahwa kelas

    khusus, sekolah khusus, atau bentuk-bentuk lain pemisah anak

    berkebutuhan khusus dari lingkungan regulernya hanya dilakukan jika

    hakikat atau keterbatasan fisik maupun mentalnya sedemikian rupa

    sehingga pendidikan di kelas reguler dengan menggunakan alat-alat bantu

    khusus atau layanan khusus tidak dapat dicapai secara memuaskan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    Sedangkan menurut Ilahi (2013: 87) sekolah inklusi adalah sekolah reguler

    yang mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa

    penyandang cacat dalam program yang sama.

    Dari beberapa pengertian para ahli, sekolah inklusi adalah sekolah

    inklusi merupakan satuan pendidikan reguler tingkat sekolah dasar yang

    menampung atau menerima anak berkebutuhan khusus dan anak tidak

    berkebutuhan khusus agar mereka dapat belajar bersama dan saling bertukar

    informasi yang didapat dari satu lingkungan sekolah yang sama dan dalam

    pelaksanaannya dapat memberikan layanan pendidikan yang tepat sesuai

    dengan karakteristik dan kebutuhan setiap siswa.

    4. Aspek Permasalahan Sekolah Inklusi

    Kustawan (2013: 61) menjelaskan bahwa Sekolah Dasar (SD) dan

    Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang menyelenggarakan pendidikan inklusi akan

    terjadi perubahan praktis yang memberi kesempatan kepada semua anak

    dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda untuk belajar

    bersama. Dengan kondisi ini, anak berkebutuhan khusus merasa dihargai

    dan diuntungkan, dan keuntungan ini sebenarnya untuk semua warga

    sekolah dan masyarakat sekitarnya. Dengan begitu, anak berkebutuhan

    khusus memiliki rasa percaya diri dan memiliki kesempatan menyesuaikan

    diri serta memiliki kesiapan dalam menghadapi kehidupan yang nyata pada

    lingkungan pada umumnya. Selain itu, anak-anak yang dapat tumbuh dan

    berkembang sesuai dengan usianya memiliki rasa peduli terhadap kondisi

    anak yang memiliki kebutuhan khusus.

    Berdasarkan penelitian berupa deskriptif kualitatif, peneliti akan

    menjelaskan mengenai 8 aspek yang menyelenggarakan sekolah inklusi

    diantaranya :

    a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasi Semua

    Anak

    Kustawan (2017: 90) menyatakan bahwa Penerimaan Peserta

    Didik Baru (PPDB) di SD/MI pada setiap tahun pelajaran perlu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Sumber daya

    yang dimiliki sekolah antara lain : (1) sumber daya pendidik dan

    kependidikan, (2) sumber daya sarana dan prasarana, dan (3) sumber

    daya biaya. Dalam pelaksanaan penerima peserta didik baru, sekolah

    membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang dilengkapi

    dengan pendidik (guru pendidikan khusus dan/atau konselor) yang

    sudah memahami tentang pendidikan inklusif dan keberagaman

    karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Seorang anak dengan

    kebutuhan khusus yang dimilikinya akan diterima di sekolah inklusi

    dengan mempertimbangkan kuota penerimaan siswa baru dan seberapa

    besar tingkat kesulitan sekolah untuk pendampingan belajar tersebut.

    b. Identifikasi

    Kustawan (2013: 93) menyatakan bahwa identifikasi adalah

    upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk

    menemukan dan mengenali anak yang mengalami

    hambatan/kelainan/gangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional

    dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang

    disesuaikan dengan kebutuhan khusus lainnya.

    Lerner (dalam Kustawan ,2013: 95) mengemukakan bahwa

    identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan

    (screening), pengalihtanganan (referal), klasifikasi (classification),

    perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan

    kemajuan belajar (monitoring pupil progress).

    Kustawan (2013: 93-94) menjelaskan bahwa guru melaksanakan

    identifikasi berdasarkan gejala-gejala yang nampak atau dapat diamati

    atau diobservasi. Gejala-gejala tersebut yaitu gejala fisik, gejala perilaku

    dan gejala hasil belajar. Guru melaksanakan identifikasi dengan tujuan

    untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak yang

    mengalami kebutuhan khusus pertumbuhan/perkembangannya

    dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Hasil identifikasi

    dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran disesuaikan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    dengan kebutuhan khususnya dan untuk menyususn program dan

    pelaksanaan intervensi atau penanganan atau terapi berkaitan dengan

    hambatannya.

    Identifikasi bertujuan untuk mendapatkan data informasi

    mengenai berkebutuhan khusus. Identifikasi dilakukan dengan cara

    melihat gejala-gejala yang nampak pada anak. Setelah dilakukan

    identifikasi lalu anak yang berkebutuhan khusus tersebut dapat

    diberikan sebuah pendampingan dan penanganan sesuai dengan hasil

    identifikasinya.

    c. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)

    Ilahi (2013: 168) menjelaskan bahwa kurikulum merupakan

    bagian penting dari setiap perencanaan pendidikan yang

    mempengaruhi arah dan tujuan anak didik dalam lembaga pendidikan.

    Arah dan tujuan anak didik yang hendak dicapai tidak bisa terlaksana

    dengan sendirinya tanpa adanya perencanaan yang matang dan strategi

    pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka.

    Nasution (dalam Ilahi, 2013: 168) mengemukakan bahwa

    kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada lembaga

    pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan

    isi pengajaran, mengarahkan proses, mekanisme pendidikan, tolok-

    ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Pengembangan dan

    pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara

    berkesinambungan dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman.

    Kilpatrick (dalam Ilahi, 2013: 170) menjelaskan tiga prinsip utama

    dalam dalam suatu kurikulum di antaranya :

    1) Harus mampu meningkatkan kualitas anak didik pada jenjang

    sekolah.

    2) Harus menjadikan kehidupan aktual anak ke arah perkembangan

    dalam satu kehidupan yang integral.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    3) Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai sebuah uji

    coba atas keberhasilan sekolah sehingga anak didik mampu

    berkembang dalam mengembangkan potensi pribadinya.

    d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah Anak

    Kustawan (2013: 111) menjelaskan bahwa bahan ajar atau materi

    pembelajaran (instructional materials) fleksibel atau ramah anak

    secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap

    yang harus dipelajari anak berkebutuhan khusus yang disesuaikan

    dengan kebutuhannya atau hambatan dalam rangka mencapai standar

    kompetensi yang telah ditentukan.

    Di sisi lain Ilahi (2013: 47-48) mengemukakan bahwa sekolah

    inklusi bukanlah sekedar sekolah yang menerapkan konsep

    penyetaraan terhadap semua manusia dalam memperoleh pendidikan,

    melainkan pula membutuhkan setting keramahan. Setting ramah anak

    ini sangat membantu dan mendorong kemajuan perkembangan

    penerapan pendidikan inklusi di sekolah. Para anak berkebutuhan

    khusus sangat membutuhkan dukungan dan motivasi yang mampu

    mendorong mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Komponen

    utama yang paling mereka butuhkan di sekolah adalah sebuah

    keramahan, yang menerjemahkan pada mereka suatu penunjukan

    kondisi penerimaan terhadap diri mereka.

    e. Penataan Kelas Ramah Anak

    Kondisi ruang kelas anak memiliki peran besar pada proses dan

    hasil kegiatan anak. Kustawan (2013: 113) mengemukakan bahwa

    kelas sebagai lingkungan pembelajaran tidak terbatas pada ruang kelas

    saja. Anak dapat belajar di dalam dan di luar kelas. Kelas harus

    dirancang agar menyenangkan, nyaman dan aman serta dapat

    menimbulkan gairah atau motivasi anak untuk giat belajar. Di dalam

    kelas dan di luar kelas anak dapat belajar sesuai dengan kebutuhannya.

    Anak dapat belajar aktif dan mempraktekkan apa saja yang telah di

    pelajarinya sehingga memperoleh kemampuan atau kompetensi. Kelas

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    juga dapat diatur sehingga dapat digelarkan karpet mereka dapat

    duduk di karpet dan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang

    diharapkan.

    f. Assesmen

    Assesmen berbeda dengan identifikasi. Seperti yang dijelaskan

    pada Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (dalam

    Kustawan, 2013: 93) bahwa istilah identifikasi dimaknai sebagai proses

    penjaringan, sedangkan assesmen dimaknai sebagai suatu upaya

    seseorang (orang tua , guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk

    melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/

    penyimpangan (fisik, intelektual, sosial , emosional/ tingkah laku)

    dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai.

    Ada enam tahap dalam assesmen :

    (1) Screening

    Friend (2015: 210) mengemukakan bahwa screening meliputi

    keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa

    dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga

    patut untuk menerima perubahan, pengajaran, atau pada akhirnya

    assesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi

    disabilitas.

    (2) Diagnosis

    Friend (2015: 211) menjelaskan bahwa keputusan besar yang

    terkait dengan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan

    pendidikan khusus, pertimbangan berdasarkan ketentuan hukum

    bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap disabilitas atau tidak.

    (3) Penempatan Program

    Friend (2015: 215) mengungkapkan bagian utama dari keputusan

    penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi

    tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima

    siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang

    sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    (4) Penempatan Kurikulum

    Friend (2015: 216) mengemukakan bahwa penempatan kurikulum

    meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk

    memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai penempatan

    kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran

    bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa

    penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum.

    (5) Evaluasi Pengajaran

    Friend (2015: 217) menjelaskan keputusan dalam evaluasi

    pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah

    prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa. Keputusan

    ini dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat.

    (6) Evaluasi Program

    Friend (2015: 217) menjelaskan bahwa keputusan evaluasi

    program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan,

    atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa.

    g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif

    Kustawan (2013: 117) menjelaskan bahwa media pembelajaran

    adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang

    dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga

    dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan

    pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan

    tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan dan karakteristik anak akan

    sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil

    pembelajaran.

    Ilahi (2013: 175) menambahkan bahwa penggunaan media

    sebagai perantara dalam proses pembelajaran memiliki nilai dan fungsi

    yang amat berharga bagi terciptanya iklim pembelajaran yang

    kondusif. Melalui penggunaan media ini, anak didik dilatih untuk

    memperkuat kepekaan dan keterampilan secara optimal dengan

    ditopang oleh motivasi guru. Media yang dibutuhkan setiap anak

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    berkebutuhan khusus berbeda-beda. Maka dari itu, pemilihan media

    pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan setiap anak masing-

    masing.

    h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran

    Kustawan (2013: 125-126) menjelaskan bahwa penilaian adalah

    proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengetahui

    prestasi belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar tersebut oleh

    pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses

    belajar , kemajuan dan perbaikan hasil belajar yang bersifat akademik

    dan non akademik. Sedangkan evaluasi menurut Kustawan (2013: 124)

    merupakan proses penting dalam bidang pengambilan keputusan,

    memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis

    informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan

    pengambil keputusan dalam memilih diantara beberapa alternatif.

    Ilahi (2013: 189) menambahkan bagi anak berkebutuhan khusus,

    jenis evaluasi yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat

    kemampuan dan kecerdasannya dalam menerima materi pelajaran.

    Pada pendidikan regular, sekolah akan menetapkan sistem acuan yang

    sama untuk seluruh siswa. Sistem acuan yang ditetapkan oleh sekolah

    ini dapat disebut kriteria ketuntasan minimal (KKM). Sekolah yang

    menyelenggarakan pendidikan inklusi cocok menggunakan KKM

    berbeda untuk masing-masing peserta didik.

    5. Penilaian Dan Evaluasi Pembelajaran untuk Pendidikan Inklusi

    Ilahi (2013: 47 ) mengatakan dalam setting pendidikan inklusi , sistem

    penilaian yang diharapkan di sekolah, yaitu sistem penilaian yang fleksibel.

    Penilaian disesuaikan dengan kebutuhan anak termasuk anak berkebutuhan

    khusus. Sebagaimana ada model penilaian, yaitu tes dengan penilaian

    kualitatif dan kuantitatif. Dalam melakukan penilaian, seorang pendidik

    harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan anak berkebutuhan

    khusus dengan anak pada umumnya. Hal ini penting karena setiap anak

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    berkebutuhan khusus memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda

    dengan dibandingkan dengan anak sebaya pada umumnya sehingga

    memerlukan keseriusan dari seorang guru dalam melakukan penilaian.

    1) Kriteria Ketuntasan Minimal

    Kustawan (2013: 118-119) menjelaskan bahwa Kriteria ketuntasan

    minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang yang

    ditentukan oleh guru dan sekolah (SD/MI). Penentuan kelulusan mempunyai

    ukuran keberhasilan yang dikenal dengan istilah kriteria. Kriteria adalah

    sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu

    yang diukur dalam hal ini adalah penilaian proses/hasil belajar anak pada

    umumnya dan anak berkebutuhan khusus sehingga akan diketahui

    ketuntasan belajarnya. KKM menjadi acuan bersama guru bersama, anak

    pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus dan orang tua. Setiap SD/MI

    perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh

    anak pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus dan orang tuanya serta

    pihak terkait lainnya. KKM tersebut dicantumkan dalam Laporan Hasil

    Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar anak pada

    umumnya dan anak berkebutuhan khusus agar orang tua dapat mengetahui

    posisi prestasi atau kinerja putra/putrinya apakah dibawah KKM, sama

    dengan KKM atau di atas KKM.

    Penetapan nilai KKM dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar

    minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas atau

    kerumitan/kesulitan mata pelajaran, daya dukung sekolah, dan intake anak

    untuk mencapai ketuntasan KD dan SK.

    Berbeda dengan anak pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus

    yang memiliki hambatan penglihatan (tunanetra), hambatan pendengaran

    (tunarungu), hambatan fisik dan hambatan gerak (tunadaksa ringan) dan

    hambatan perilaku, emosi dan sosial (tunalaras) maka intake anak

    berkebutuhan khusus tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, tunadaksa

    sedang dan tunaganda dalam satu tingkatan kelas atau rombongan belajar

    sangat tidak mungkin untuk dirata-ratakan karena kemampuan yang sangat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    berbeda untuk setiap individu, hal ini karena keberagaman karakteristik anak

    tunagrahita yang sedemikian rupa. Oleh karena itu, KKM untuk masing-

    masing individu berdasarkan hasil assesmen dan baseline atau standar awal

    yang dilakukan oleh guru dengan timnya. Jadi, ketika guru menentukan

    KKM 65 maka untuk setiap anak berkebutuhan khusus tunagrahita deskripsi

    kemampuan atau kedalaman/keluasan materinya berbeda-beda dan hasilnya

    dibandingkan dengan standar awalnya (baseline). Kustawan dan Hermawan

    (2013:120) menjelaskan bahwa KKM bagi anak berkebutuhan khusus dapat

    ditetapkan berbeda dengan KKM bagi anak tidak berkebutuhan khusus, hal

    ini karena kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing anak berbeda.

    2) Pengukuran, penilaian dan evaluasi

    a. Pengukuran

    Kustawan (2013: 121) menjelaskan bahwa dalam pengukuran

    dilakukan proses pengumpulan data. Data tersebut digunakan untuk

    mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan yang telah

    ditetapkan. Arikunto (2012: 3) menjelaskan mengenai pengukuran dan

    sekaligus membedakannya dengan penilaian dan evaluasi, menyebutkan

    :

    1. Mengukur adalah membandingkan sesuai dengan satu ukuran.

    Pengukuran bersifat kuantitatif.

    2. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan

    baik buruk.

    3. Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni

    mengukur dan menilai.

    Mardapi (2017: 7) menjelaskan kegiatan evaluasi hasil belajar

    memerlukan data yang diperoleh melalui pengukuran. Kegiatan

    pengukuran memerlukan alat ukur atau instrument yang diharapkan

    menghasilkan data yang sahih dan andal. Kegiatan pengukuran

    dilakukan dalam bentuk tugas-tugas rumah, kuis, ulangan tengah

    semester, dan akhir semester dan hasilnya bersifat kuantitatif (bentuk

    skor).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    b. Penilaian

    Kustawan (2013: 122) memaparkan bahwa penilaian dilakukan

    untuk memperoleh informasi atau data yang tepat mengenai kinerja atau

    prestasi anak setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Pengertian

    penilaian menurut Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang standar

    penilaian “adalah standar penilaian nasional pendidikan yang berkaitan

    dengan mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar

    peserta didik”.

    Mardapi (2013: 10) menjelaskan penilaian mencakup semua cara

    yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang individu. Penilaian

    berfokus pada individu, sehingga keputusannya juga terhadap individu.

    Untuk menilai prestasi peserta didik, peserta didik mengerjakan tugas-

    tugas, mengikuti ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Jadi,

    proses penilaian meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian

    peserta didik. Bukti ini tidak selalu diperoleh melalui tes saja, tetapi bisa

    juga bisa dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri. Penilaian

    memerlukan data yang akurat, sedang data yang diperoleh dari kegiatan

    pengukuran, sehingga diperlukan alat ukur yang baik.

    Hasil penilaian ini selanjutnya digunakan untuk kegiatan

    evaluasi, yaitu untuk menentukan apakah program pembelajaran yang

    dilaksanakan berhasil atau tidak. Untuk itu, kriteria pencapaian yang

    ditetapkan oleh tim dengan mengacu ketentuan yang ada bertujuan untuk

    menentukan kualitas pembelajaran.

    c. Evaluasi

    Kustawan (2013: 124) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan

    proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih

    informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan

    pengambil keputusan akan memilih diantara beberapa alternatif. Adapun

    karakteristik evaluasi adalah :

    (1) Mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi.

    (2) Memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    (3) Menyediakan informasi yang berguna (ilmiah, reliabel, valid dan

    tepat waktu).

    (4) Melaporkan penyimpangan/kelemahan untuk memperoleh remediasi

    dari yang dapat diukur saat ini juga.

    Griffin (dalam Mardapi, 2013: 5) menjelaskan kegiatan

    pengukuran, assesmen, dan evaluasi adalah hirarki. Pengukuran

    membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, assesmen

    menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi

    adalah penetapan nilai atau implikasi suatu kebijakan atau putusan. Sifat

    hirarki ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan evaluasi melibatkan

    pengukuran dan assesmen.

    Berikut ini gambar mengenai kaitan pengukuran, penilaian, dan

    evaluasi :

    Gambar 2.1 Kaitan Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi

    3) Penilaian dan Evaluasi Setting Pendidikan Inklusi

    Kustawan (2013: 125-126) menjelaskan bahwa penilaian adalah

    prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau

    kinerja anak setelah selesai mengikuti pembelajaran. Hasil penilaian

    digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap ketuntasan belajar anak,

    efektivitas proses pembelajaran, dan umpan balik. Selain itu, hasil penilaian

    juga digunakan oleh guru untuk menilai kompetensi anak, bahan penyusunan

    pelaporan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Informasi

    tersebut digunakan oleh guru dan SD/MI untuk pencapaian kompetensi

    lulusan yang akan digunakan untuk menentukan kenaikan kelas dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    kelulusan anak dari SD/MI. Bagi anak berkebutuhan khusus, sebelum mulai

    pembelajaran dilakukan assesmen. Assesmen tersebut untuk mengetahui

    kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan standar awal (baseline) anak

    berkebutuhan khusus sehingga selanjutnya disusun rencana pembelajaran

    yang sesuai dengan kebutuhan khusus anak.

    Kustawan (2013: 127) menjelaskan ada 10 teknik penilaian yang

    dipergunakan oleh guru di SD/MI penyelenggara inklusi sebagai berikut :

    (1) Tes tertulis

    Tes Tertulis adalah teknik penilaian yang menuntut jawaban secara

    tertulis, baik berupa tes objektif dan uraian. Bentuk instrumennya antara

    lain pilihan ganda, menjodohkan, isian singkat, jawaban singkat dan

    uraian.

    (2) Observasi

    Observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan cara mencatat

    pengamatan terhadap objek tertentu. Instrumen yang digunakan dalam

    observasi tersebut dirancang dan di sesuaikan dengan situasi yang akan

    diobservasi. Sedangkan metode pencatatan, berapa lama dan berapa kali

    observasi dilakukan sesuai dengan tujuan observasi.

    (3) Tes Kinerja

    Tes kinerja adalah teknik penilaian yang menuntut peserta didik

    mendemonstrasikan kemahirannya dalam melakukan kegiatan sehari-

    hari. Tes kinerja dapat berupa produk tanpa melihat prosedur atau

    menilai produk beserta prosedurnya.

    (4) Penugasan

    Penugasan adalah suatu teknik penilaian yang menuntut peserta didik

    menyelesaikan tugas diluar kegiatan pembelajaran di kelas atau di

    laboratorium. Penugasan dapat dapat diberikan dalam bentuk individual

    atau kelompok dan dapat berupa tugas rumah atau projek.

    (5) Tes Lisan

    Tes lisan adalah peserta didik melakukan komunikasi langsung tatap

    muka dengan guru atau beberapa guru. Pertanyaan dan jawaban

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    dilakukan secara spontan dan lisan. Bentuk instrumen tes lisan yaitu

    daftar pertanyaan.

    (6) Penilaian Portofolio

    Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara

    menilai hasil karya anak dalam bidang tertentu yang diorganisasikan

    untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi atau kreativitas anak.

    (7) Jurnal

    Jurnal merupakan catatan pendidik selama proses pembelajaran yang

    berisi informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkait

    dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang dipaparkan secara

    deskriptif.

    (8) Inventori

    Inventori merupakan skala psikologis yang dipakai untuk

    mengungkapkan sikap, minat, emosi, motivasi, hubungan antar pribadi

    dan persepsi anak terhadap suatu objek psikologis yang dapat dilakukan

    melalui wawancara dan pemberian angket.

    (9) Penilaian Diri

    Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta anak

    untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dan beberapa

    hal.

    (10) Penilaian antarteman

    Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta

    peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya

    dalam hal tertentu.

    Anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan yang

    mengikuti pendidikan di SD/MI memiliki hambatan belajar yang

    bervariasi. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar mereka memerlukan

    adanya penyesuaian-penyesuaian yang sesuai dengan jenis hambatan

    yang dialami. Dalam Kustawan (2013: 129) menjelaskan ada tiga

    penyesuaian tersebut di antaranya :

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    a. Penyesuaian Waktu

    Penyesuaian waktu adalah penambahan waktu yang dibutuhkan oleh

    seorang anak berkebutuhan khusus dalam mengerjakan ulangan,

    ujian, tes dan tugas lain yang berhubungan dengan penilaian hasil

    belajar. Contohnya anak tunanetra memerlukan waktu lebih lama

    dalam mengerjakan ujian, baik dibacakan oleh orang lain maupun

    dengan membaca sendiri dengan menggunakan huruf braille.

    b. Penyesuaian Cara

    Penyesuaian cara adalah modifikasi cara yang dilakukan oleh guru

    dalam memberikan ulangan, ujian, tes dan tugas lain yang

    berhubungan dengan penilaian hasil belajar bagi seorang anak yang

    berkebutuhan khusus. Contohnya anak hiperaktif yang sulit sekali

    memusatkan perhatian pada satu objek dan mudah terganggu oleh

    stimulus eksternal. Oleh karena itu penilaian pada anak hiperaktif

    tidak mungkin dilakukan secara berkelompok, tetapi dilakukan secara

    individual. Penyesuaian cara dapat terjadi pada anak berkebutuhan

    khusus lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

    c. Penyesuaian Materi

    Penyesuaian materi adalah penyesuaian tingkat kesulitan bahan dan

    penggunaan bahasa dalam butir soal yang dilakuka