prosedur generalized spatial two stage least...

9
1 PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST SQUARES UNTUK MENGESTIMASI MODEL SPATIAL AUTOREGRESSIVE WITH AUTOREGRESSIVE DISTURBANCES Studi Kasus Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur Maslim Rajab Syafrizal 1 , Setiawan 2 , Sutikno 3 1 Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Statistika, FMIPA-ITS, Surabaya 2, 3 Jurusan Statistika, FMIPA-ITS, Surabaya 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected] Abstract In spatial autoregressive model with autoregressive disturbances, the spatially lagged dependent variable is typically correlated with the disturbances term. The ordinary least squares estimator is typically not consistent in such situations. Generalized spatial two stage least squares procedure can be used to estimate spatial autoregressive model with autoregressive disturbances. This procedure produces consistent estimator. The purpose of this research is to create a spatial model of economic growth in East Java and implement GS2SLS for estimating the parameters. Spatial weights matrix used is rook contiguity, queen contiguity and customized based on country as a center of economic growth. Rook and queen contiguity produces the same matrix. Lagrange Multiplier test results show that spatially autoregressive model (SAR) is an appropriate model for modeling the economic growth of East Java. SAR model with customized weight produces R 2 =91.82% with significant variables are labor force participation (TPAK), unemployment rate (TPT) and the general fund (DAU). While the SAR model with rook/queen contiguity produces R 2 =76.17% with significant variables are general allocation fund (DAU) and capital government expenditure. Keywords: economic growth, GS2SLS, , rook contiguity, SAR Abstrak Pada model spatial autoregressive with autoregressive disturbances variabel respon yang mengandung spasial lag saling berhubungan dengan residualnya. Hal ini berakibat OLS menghasilkan penduga yang tidak konsisten. Prosedur generalized spatial two stage least squares (GS2SLS) dapat digunakan untuk menduga parameter model spatial autoregressive with autoregressive disturbances. Prosedur ini akan menghasilkan penduga parameter yang konsisten. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model spasial pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur dan menerapkan prosedur GS2SLS untuk menduga parameter model. Matriks penimbang spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah rook contiguity, queen contiguity dan customized yang didasarkan pada kabupaten/kota yang dijadikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Rook dan queen contiguity menghasilkan matriks yang sama. Hasil uji Lagrange Multiplier menunjukkan bahwa model spasial autoregressive (SAR) adalah model yang sesuai untuk memodelkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Model SAR dengan penimbang customized memodelkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dengan koefisien determinasi sebesar 91,82% dengan variabel yang signifikan meliputi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Sedangkan model SAR dengan penimbang rook/queen menghasilkan R 2 sebesar 76,17% dengan variabel yang signifikan meliputi

Upload: nguyendung

Post on 30-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-18997-Paper-1798162.pdfModel yang melibatkan beberapa persamaan yang saling terkait dapat dibangun

1

PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST SQUARES UNTUK MENGESTIMASI MODEL SPATIAL AUTOREGRESSIVE WITH

AUTOREGRESSIVE DISTURBANCES Studi Kasus Pemodelan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur

Maslim Rajab Syafrizal1, Setiawan2, Sutikno3

1Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Statistika, FMIPA-ITS, Surabaya

2, 3Jurusan Statistika, FMIPA-ITS, Surabaya

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstract

In spatial autoregressive model with autoregressive disturbances, the spatially lagged dependent variable is typically correlated with the disturbances term. The ordinary least squares estimator is typically not consistent in such situations. Generalized spatial two stage least squares procedure can be used to estimate spatial autoregressive model with autoregressive disturbances. This procedure produces consistent estimator. The purpose of this research is to create a spatial model of economic growth in East Java and implement GS2SLS for estimating the parameters. Spatial weights matrix used is rook contiguity, queen contiguity and customized based on country as a center of economic growth. Rook and queen contiguity produces the same matrix. Lagrange Multiplier test results show that spatially autoregressive model (SAR) is an appropriate model for modeling the economic growth of East Java. SAR model with customized weight produces R2=91.82% with significant variables are labor force participation (TPAK), unemployment rate (TPT) and the general fund (DAU). While the SAR model with rook/queen contiguity produces R2=76.17% with significant variables are general allocation fund (DAU) and capital government expenditure.

Keywords: economic growth, GS2SLS, , rook contiguity, SAR

Abstrak Pada model spatial autoregressive with autoregressive disturbances variabel respon yang mengandung spasial lag saling berhubungan dengan residualnya. Hal ini berakibat OLS menghasilkan penduga yang tidak konsisten. Prosedur generalized spatial two stage least squares (GS2SLS) dapat digunakan untuk menduga parameter model spatial autoregressive with autoregressive disturbances. Prosedur ini akan menghasilkan penduga parameter yang konsisten. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model spasial pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur dan menerapkan prosedur GS2SLS untuk menduga parameter model. Matriks penimbang spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah rook contiguity, queen contiguity dan customized yang didasarkan pada kabupaten/kota yang dijadikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Rook dan queen contiguity menghasilkan matriks yang sama. Hasil uji Lagrange Multiplier menunjukkan bahwa model spasial autoregressive (SAR) adalah model yang sesuai untuk memodelkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Model SAR dengan penimbang customized memodelkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dengan koefisien determinasi sebesar 91,82% dengan variabel yang signifikan meliputi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Sedangkan model SAR dengan penimbang rook/queen menghasilkan R2 sebesar 76,17% dengan variabel yang signifikan meliputi

Page 2: PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-18997-Paper-1798162.pdfModel yang melibatkan beberapa persamaan yang saling terkait dapat dibangun

2

Dana Alokasi Umum (DAU) dan belanja modal pemerintah.

Kata kunci : GS2SLS, pertumbuhan ekonomi, rook contiguity, SAR

1. Pendahuluan

Pada umumnya, pembangunan nasional maupun daerah lebih ditekankan pada pembangunan di bidang ekonomi yang pada pada hakekatnya dilaksanakan untuk meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat. Pemahaman yang spesifik mengenai karakteristik dan potensi daerah menjadi sangat penting dalam mengimplementasikan pembangunan ekonomi baik pada tingkat nasional maupun daerah. Karakteristik dan potensi yang berbeda-beda antar daerah menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Setiap daerah dituntut harus mampu mengidentifikasi karakteristik dan potensi yang ada secara cermat agar tujuan pembangunan ekonomi dapat tercapai dan tepat sasaran.

Model yang melibatkan beberapa persamaan yang saling terkait dapat dibangun dengan ekonometrika. Model ini bertujuan untuk menguji kebenaran teorema-teorema ekonomi berupa hubungan antarvariabel ekonomi secara kuantitatif. Penelitian ekonometrika terdahulu seringkali tidak menyertakan pengaruh kewilayahan dalam modelnya. Padahal keterkaitan antar wilayah dalam fenomena ekonomi merupakan hal yang sudah lazim terjadi. Model ekonometrika yang melibatkan pengaruh keterkaitan wilayah dinamakan model ekonometrika spasial.

Ekonometrika spasial digunakan untuk menganalisis keberadaan spatial effect yang meliputi spatial dependence dan spatial heterogeneity yang sebenarnya merupakan fenomena yang terjadi pada data spasial. Fenomena ini tidak dapat digambarkan oleh metode ekonometrika lainnya. Interaksi variabel-variabel penjelas dan variabel respon di suatu daerah dan variabel-variabel penjelas dan variabel respon di daerah lain akan diuji pada analisis spasial. Spatial dependence terjadi akibat adanya dependensi dalam data cross-section. Sedangkan spatial heterogeneity terjadi akibat adanya perbedaan antara satu region dengan region lainnya (efek region random). Menguji keberadaan efek region random dalam model regresi sangat penting karena mengabaikan kedua hal tersebut akan menyebabkan estimasi menjadi tidak efisien dan kesimpulan yang diperoleh menjadi tidak tepat [1].

Salah satu ciri khas yang terdapat pada model regresi spasial adalah adanya saling ketergantungan antar wilayah yang menyebabkan estimasi model menjadi lebih kompleks. Jika unit observasi pada variabel respon saling berhubungan antarlokasi maka dikatakan terdapat spasial lag pada model. Suatu model regresi spasial yang mengandung spatial lag biasa disebut juga dengan model spasial autoregressive (SAR) atau model spasial lag. Jika error antar lokasi saling berhubungan satu sama lain, maka model regresi spasial yang terbentuk disebut model spasial error (SEM). Pada model spatial autoregressive with autoregressive disturbances, variabel respon yang mengandung spatial lag saling berkorelasi dengan residual-nya. Kondisi ini mengakibatkan estimasi parameter dengan ordinary least square (OLS) menghasilkan penduga yang tidak konsisten. Estimasi parameter dengan menggunakan prosedur generalized spatial two stage least square (GS2SLS) dapat digunakan untuk mengestimasi model regresi spasial yang mengandung spasial lag sekaligus spasial error. Estimasi dengan prosedur ini akan menghasilkan estimator yang konsisten [2].

Suatu analisis pemodelan regresi spasial untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah adalah sangat penting. Ada kecenderungan pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan di lokasi lain. Diharapkan model regresi spasial yang dibangun mampu menghasilkan model pertumbuhan ekonomi yang lebih informatif yaitu suatu model yang mengandung interaksi spasial (interaksi wilayah). Penelitian ini bertujuan untuk membuat model pertumbuhan ekonomi di

Page 3: PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-18997-Paper-1798162.pdfModel yang melibatkan beberapa persamaan yang saling terkait dapat dibangun

3

Provinsi Jawa Timur dengan pendekatan regresi spasial. Parameter model akan diestimasi dengan menggunakan prosedur GS2SLS .

2. Metode

Model Regresi Spasial Anselin (1988) mengembangkan model spasial dengan menggunakan data cross section.

Spesifikasi model regresi spasial umum yang dikembangkan oleh Anselin adalah sebagai berikut [1]:

(2) dimana

Pada model ini, merupakan vektor variabel respon yang berukuran 1 dan adalah matriks variabel penjelas yang berukuran 1 , adalah matrik parameter yang berukuran ( 1 1, adalah koefisien spasial autoregressive, merupakan koefisien spasial error. Sedangkan dan adalah matrik penimbang berukuran yang menunjukkan keterkaitan variabel respon dan error antar wilayah. Model spasial yang dapat dikembangkan dari model regresi spasial umum adalah Jika, 0 dan 0, Regresi linier . Jika, 0 dan

0, SAR: . Jika, 0 dan 0, SEM: . Jika, 0 dan 0, spatial autoregressive with autoregressive disturbances Identifikasi Efek Spasial

Menguji keberadaan efek region random untuk membangun model regresi spasial sangat penting. Jika diabaikan maka akan mengakibatkan penduga parameter yang diperoleh menjadi tidak efisien sehingga kesimpulan yang dihasilkan menjadi tidak tepat [1]. Uji identifikasi efek spasial dilakukan melalui uji Lagrange Multiplier. Adapun hipotesis yang diajukan adalah: (i). model spasial autoregressive, H :λ 0 hipotesis alternatifnya H :λ 0 dengan statistik uji LM R D T . (ii). Model spasial error, : 0 lawan H :ρ 0 dengan statistik uji 1/T R . dimana : 

/

/

vektor residual

Keputusan : Tolak jika LM > , yang berarti terdapat efek spasial pada model. Dari uji LM ini, bisa diketahui model regresi spasial mana yang dapat dibangun. Jika kedua hipotesis di atas ditolak keduanya, maka model yang akan terbentuk adalah model spatial autoregressive with autoregressive disturbances.

Estimasi Parameter dengan Generalized Spatial Two-Stage Least Squares

Ada 3 tahapan dalam melakukan estimasi parameter dengan generalized spatial two stage least squares (GS2SLS), Yaitu [2]: i) Tahap 1 : Estimasi parameter model spasial autoregressive

Pada model regresi spasial umum, elemen spasial autoregressive yaitu vektor saling berhubungan dengan residual ( ). Hal ini berakibat tidak dapat diduga secara konsisten dengan OLS karena 0. Sehingga diduga dengan metode 2SLS.

Page 4: PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-18997-Paper-1798162.pdfModel yang melibatkan beberapa persamaan yang saling terkait dapat dibangun

4

′ ′ dimana , , dan ′ ′

Estimasi dengan metode 2SLS membutuhkan variabel instrumen . variabel instrumen yang digunakan berupa gabungan antara dan atau , . Pada tahap ini dihasilkan model taksiran spasial autoregressive : . Dari model ini, dapat dihitung nilai residual tiap pengamatan yang hasilnya akan digunakan untuk memperoleh penduga parameter spasial error pada tahap kedua. ii) Tahap 2 : Estimasi Parameter

Parameter akan diduga dengan menggunakan generalized moment method (GMM). Dari model yang diperoleh pada tahap 1, akan diperoleh nilai residual yang dinotasikan dengan . Nilai ini akan digunakan sebagai vektor pengamatan untuk variabel random u pada model spasial error. Dari persamaan (1) diperoleh , misalkan maka :

(5) Jika kedua ruas pada persamaan (5) dikalikan dengan M, maka:

(6)

dimana dan . Dengan melakukan manipulasi persamaan (5) dan persamaan (6) yaitu dengan

mengkuadratkan masing-masing persamaan (5) dan persamaan (6), kemudian mengalikan persamaan (5) dengan (6) dan membagi setiap persamaan dengan n, maka diperoleh tiga persamaan hasil manipulasi sebagai berikut :

2 ′ ′ ′ ′ 2 ′ ′ ′ ′

′ ′ ′ ′ ′ (7)

Persamaan (7) dapat dibentuk menjadi persamaan momen sebagai berikut:

2 ′ 2 E ′ ′ = 0

′ ′ (8) dimana:

′ ′

′ ′

0 sehingga diperoleh:

2 ′ 2 E ′ ′

′ ′ 0 (9)

Persamaan (9) dapat disajikan dalam bentuk matriks sebagai berikut:

2 ′ 12 E ′

′ ′ 0′ (10)

Page 5: PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-18997-Paper-1798162.pdfModel yang melibatkan beberapa persamaan yang saling terkait dapat dibangun

5

merupakan vektor yang berisi parameter spasial error, dimana . Nilai

parameter dapat diduga dengan:

′ (11)

Nilai penduga parameter spasial error ini akan digunakan untuk melakukan transformasi Cochran Orcutt pada tahap ketiga. Transformasi dilakukan untuk memperoleh ∗, ∗ dan ∑

∗; yang untuk estimasi model akhir. Adapun transformasi Cochran Orcutt yang

digunakan adalah sebagai berikut:

∗ ∑ ; ∗ ∑ ;

∑∗

; ∑ ; ∑ ;

iii) Tahap 3 : Estimasi Model Akhir Tahapan terakhir pada prosedur GS2SLS adalah pendugaan model akhir. Estimasi dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS. Pada tahap ini variabel yang digunakan adalah variabel hasil transformasi Cochran orcutt. merupakan penduga generalized spatial two stage least square atau penduga GS2SLS, yang diperoleh melalui formula ∗ ∗ ∗ ∗ dimana, ∗ ∗; ′ ′,

∗ ∗ ∗

∗ merupakan variabel instrumen yaitu ∗, ∗ .

Setelah diperoleh, maka model spatial autoregressive with autoregressive disturbances dapat dibentuk dengan mengembalikan variabel transformasi ke bentuk semula.

Matriks Penimbang Spasial Matriks penimbang spasial (W) biasanya ditentukan berdasarkan informasi atau kedekatan

antara satu wilayah dengan wilayah lain (neighborhood). Pada penelitian ini matriks dan yang digunakan sama. Ada beberapa metode untuk mengukur kedekatan dengan menggunakan asas persinggungan (contiguity) diantaranya Linear contiguity (persinggungan tepi), Rook contiguity (persinggungan sisi), Bishop contiguity (Persinggungan sudut), dan Queen contiguity (Persinggungan sisi sudut) [3].

Dalam penelitian ini digunakan metode rook contiguity, queen contiguity dan customized. Matriks penimbang customized merupakan matriks penimbang dengan kabupaten/kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Kabupaten/kota yang bertetangga langsung dengan kabupaten/kota pusat pertumbuhan ekonomi akan diberi kode 1. Sedangkan kabupaten/kota yang tidak bertetangga langsung akan diberi kode 0. Kabupaten/kota yang dijadikan pusat pertumbuhan ekonomi meliputi: Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Probolinggo, Kabupaten Jember, Kabupaten Bojonegoro, dan Kabupaten Sumenep [4].

Page 6: PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-18997-Paper-1798162.pdfModel yang melibatkan beberapa persamaan yang saling terkait dapat dibangun

6

Gambar 1. Peta kabupaten/kota dengan matrik penimbang customized

Gambar 1 merupakan peta kabupaten/kota dengan matrik penimbang customized. daerah yang berwarna hijau merupakan kabupaten/kota yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Sedangkan wilayah yang berwarna biru merupakan kabupaten/kota yang bertetangga langsung dengan kabupaten/kota pusat pertumbuhan ekonomi.

Penelitian ini menggunakan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan sebagai variabel respon. Sedangkan variabel penjelas yang digunakan adalah kepadatan penduduk, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Angka Buta huruf (ABH), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan belanja modal pemerintah.

3. Hasil

Uji LM autoregressive menghasilkan Nilai statistik uji LM autoregressive untuk penimbang

rook/queen contiguity dan customized masing-masing sebesar 24,4557 dan 12,5177 dengan nilai p-value untuk kedua model sebesar 0,0000 dan 0,0004. Karena nilai p-value labih kecil dari α yang telah ditetapkan (5%), maka keputusannya adalah menolak H yang berarti ada keterkaitan antar wilayah atau terdapat efek spasial autoregressive. Dari hasil uji LM error diperoleh nilai statistik uji untuk penimbang rook contiguity/queen contiguity sebesar 0,1304 dan penimbang customized sebesar 0,3544 dengan nilai p-value masing-masing sebesar 0,718 dan 0,5516. Karena nilai p-value labih besar dari α yang telah ditetapkan (5%) maka keputusannya adalah gagal menolak H yang berarti tidak ada keterkaitan error antar wilayah atau dengan kata lain tidak ada efek spasial error pada model. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil uji Lagrange Multiplier untuk model SAR penimbang rook contiguity/queen

contiguity dan customized

Matriks Penimbang Jenis Statistik Uji Nilai P-value

Rook/Queen LM autoregressive 24,4557 0,0000 LM error 0,1304 0,7180 Customized LM autoregressive 12,5177 0,0004 LM error 0,3544 0,5516

Page 7: PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-18997-Paper-1798162.pdfModel yang melibatkan beberapa persamaan yang saling terkait dapat dibangun

7

Berdasarkan hasil uji LM maka model regresi spasial yang dapat diterapkan untuk pemodelan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur adalah model spasial autoregressive (SAR). Pengolahan untuk mendapatkan model regresi spasial dilakukan dengan menggunakan program aplikasi GS2SLS. Tabel 2 merupakan estimasi parameter model regresi spasial SAR dengan matriks penimbang rook/queen dan customized.

Dari Tabel 2 terlihat bahwa dengan tingkat kepercayaan (α = 0,05), variabel penjelas DAU X dan belanja modal X signifikan pada model SAR penimbang rook/queen. Sedangkan pada model SAR penimbang customized variabel yang signifikan meliputi TPAK X , TPT X , DAU X .

Tabel 2 Estimasi parameter model SAR berdasarkan matriks penimbang rook contiguity/queen contiguity dan customized

Variabel Penjelas Rook contiguity Customized contiguity

Koefisien P-value Koefisien P-value

Konstanta 0,0009 0,4999 0,0123 0,4987 Kepadatan Pddk 0,0000 0,5836 0,0001 0,3197

TPAK -0,0169 0,6746 0,1508 0,0013* TPT 0,0800 0,2289 0,3116 0,0120* ABH -0,0017 0,5311 0,0240 0,1925 PAD -0,0012 0,7293 -0,0011 0,6833 DAU 0,0043 0,0000* 0,0043 0,0000* Belanja Modal 0,0019 0,0475* 0,0015 0,1374 Lambda 0,8601 0,0087 0,0354 0,0350

Keterangan: *) signifikan pada α = 0,05

Model SAR yang terbentuk berdasarkan matriks penimbang dapat disajikan sebagai berikut: Model SAR penimbang rook/queen:

y 0,0009 0,8601∑ ; y 0,0043X 0,0019X i 1, 2, … ,38 R 76,17%

(4.2)

Model SAR penimbang Customized: y 0,0123 0,0354∑ ; y 0,1508X 0,3116X 0,0043X i 1, 2, … ,38 R 91,82%

(4.3)

Model spatial autoregressive with autoregressive disturbance customized

0,0110 0,0382∑ ; 0,0054∑ ; 0,0001 0,1513 +

0,2963 0,0292 0,0013 0,0042 0,0014

Page 8: PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-18997-Paper-1798162.pdfModel yang melibatkan beberapa persamaan yang saling terkait dapat dibangun

8

0,0002∑ ; 0,0215∑ ; 0,0421∑ ;

0,0042∑ ; 0,0002∑ ; 0,0006∑ ;

0,0002∑ ; (4.5)

i 1, 2, … ,38

R 86,86%

Keterangan variabel-variabel pada model: : merupakan variabel penjelas ke-k di kabupaten/kota ke-i.

∑ : merupakan penjumlahan PDRB terboboti dari kabupaten/kota ke-j yang terletak di sekitar kabupaten/kota ke-i.

∑ : merupakan penjumlahan variabel penjelas ke-k terboboti kabupaten/kota ke- j yang terletak di sekitar kabupaten/kota ke- i.

∑ : merupakan penjumlahan PDRB terboboti 2 kali dari kabupaten/kota ke- j yang terletak di sekitar kabupaten/kota ke-i.

Model spatial autoregressive with autoregressive disturbances merupakan model gabungan antara model SAR dan SEM. Model ini terbentuk apabila variabel respon antar wilayah dan error antar wilayah terjadi secara bersama. Hasil pengolahan menunjukkan tidak ada variabel yang signifikan pada model. Model ini menghasilkan nilai koefisien deteminasi sebesar 86,86%. Interpretasi Model

Model SAR dengan matriks penimbang rook/queen menghasilkan nilai koefisien determinasi sebesar 76,17% dengan variabel penjelas yang signifikan meliputi DAU ( dan belanja modal ( . Kedua variabel ini berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunan (2009) bahwa pengeluaran pemerintah dalam hal ini belanja modal pemerintah mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi [5]. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi akan meningkat seiring dengan meningkatnya DAU dan belanja modal pemerintah. Belanja modal pemerintah merupakan suatu investasi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Investasi ini tidak berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan perekonomian masyarakat, tetapi memberikan sarana dan prasarana bagi kelancaran investasi oleh pihak swasta. Investasi pihak swasta inilah yang akan berpengaruh secara langsung terhadap perekonomian masyarakat.

DAU merupakan dana yang dialokasikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bermanfaat untuk mengurangi ketimpangan keuangan antar daerah karena sumberdaya yang tidak merata antar daerah. DAU diharapkan dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatan pelayanan kepada masyarakat sehingga dapat mempercepat pembangunan dan pemerataan hasil pembangunan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DAU ( merupakan variabel penjelas yang signifikan dan berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi baik pada model SAR dengan matriks penimbang rook/queen maupun customized. Pada kedua model SAR, koefisien regresi DAU yang dihasilkan adalah sebesar 0,0043. hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan DAU sebesar 1 miliar rupiah maka PDRB akan meningkat sebesar exp(0,0043) yaitu 1,0043 miliar rupiah.

Model SAR dengan matriks penimbang customized menghasilkan koefisien determinasi sebesar 91,82% dengan variabel-variabel penjelas yang signifikan, meliputi TPAK ( , TPT ( , dan DAU ( . Ketiga variabel ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jawa timur secara positif. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sitompul (2007) bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena tenaga kerja merupakan faktor produksi yang menggerakkan perekonomian. Selain itu tenaga kerja juga berkontribusi terhadap penerimaan

Page 9: PROSEDUR GENERALIZED SPATIAL TWO STAGE LEAST …digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-18997-Paper-1798162.pdfModel yang melibatkan beberapa persamaan yang saling terkait dapat dibangun

9

daerah baik dari sektor pajak atau perannya sebagai konsumen [6]. Teori ekonomi menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pengangguran maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Hal ini berkaitan dengan kontribusi penduduk yang bekerja dalam menghasilkan barang dan jasa sementara pengangguran tidak berkontribusi. hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori pertumbuhan ekonomi yang ada. Terlihat bahwa terjadi perubahan arah hubungan antara korelasi TPAK – PDRB (Tabel4.2) dengan koefisien regresi spasial model SAR penimbang customized untuk variabel TPAK. Hal ini diduga karena ada pengaruh multikolinieritas pada data.

5. Kesimpulan

Hasil pengujian dependensi spasial dengan menggunakan uji Lagrange Multiplier

menunjukkan bahwa model yang sesuai untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah model spasial autoregressive (SAR). Pada model SAR rook/queen contiguity, Dana Alokasi Umum (DAU), dan belanja modal merupakan variabel yang signifikan dan berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Sementara itu, pada model SAR dengan penimbang customized, variabel yang signifikan adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Ketiga variabel ini berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Model SAR dengan penimbang rook/queen contiguity menghasilkan R2 sebesar 76,17%. Sedangkan model SAR dengan penimbang customized menghasilkan koefisien determinasi (R2) sebesar 91,82%.

Daftar Pustaka [1] Anselin, L. (1988). Spatial Econometrics: Method and Model. Kluwer Academic Publisher. [2] Kelejian, H. H., & Prucha, I. R. (1998). A Generalized Spatial Two Stage Least Squares

Procedure for Estimating a Spatial Autoregressive Model with Autoregressive Disturbance. Journal of Real Estate Finance and Economics, Vol. 17:1, 99-121.

[3] Draper, N., & Smith, H. (1998). Applied Regression Analysis. New york: John Wiley & Son Inc.

[4] LeSage, J. P. (1999). The Theory and Practice of Spatial Econometrics. http://www.econ.utoledo.edu. Diunduh tanggal 06 Agustus 2011.

[5] Arifin, Z. (2008). Penetapan Kawasan Andalan dan Leading Sector sebagai Pusat Pertumbuhan pada Empat Koridor di Propinsi Jawa Timur. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang

[6] Yunan. (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Tesis: Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

[7] Sitompul, N. (2007). Analisis Pengaruh Investasi dan tenaga Kerja Terhadap PDRB Sumatera Utara. Tesis: Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.