proposal tesis

Upload: t-galang-adil-au

Post on 16-Oct-2015

76 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

31

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF TIPE PETA PIKIRAN (MIND MAPPING) TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA SMA (Studi Eksperimen Pada Kelas X SMA Negeri 5 Banda Aceh)

PROPOSAL TESIS

Oleh:Zukya Rona Islami(120721522275)

UNIVERSITAS NEGERI MALANGPROGRAM PASCASARJANAPROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFIJUNI 2013

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi guru dengan siswa untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Interaksi yang dimaksud sebagai upaya mengarahkan siswa ke dalam proses belajar sehingga guru berperan menciptakan kondisi yang nyaman bagi siswa.Hal ini bertujuan agar siswa mampu mengembangkan potensi yang dimiliki melalui kegiatan belajar.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menginginkan pembelajaran berbasis kompetensi dan prinsip dasar ketuntasan individu untuk setiap kompetensi dasar yang ada. Proses pembelajaran berbasis pada kompetensi lebih menekankan siswa untuk melibatkan diri guna mengembangkan potensi yang ada seperti kemampuan berpikir dan kemampuan mengaplikasikan ilmu sesuai dengan kompetensi dasar. Sehingga siswa mampu mengorientasikan disiplin ilmu yang diperolehnya di sekolah dengan kenyataan yang dialami di masyarakat (Depdikbud 2003).Berdasarkan kondisi di atas, maka diperlukan pengkajian ulang serta pembaharuan dalam proses pembelajaran guna melihat kesesuaian antara hakikat pembelajaran geografi dengan perkembangan siswa. Penyesuaian ini diharapkan dapat membawa warna dalam praktek pendidikan geografi khususnya di lingkungan sekolah. Salah satu anjuran bagi guru pada saat melaksanakan pembelajaran geografi adalah menempatkan aktifitas nyata terhadap objek yang dipelajari siswa. Guru harus memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk bersentuhan langsung dengan objek yang dipelajarinya. Siswa dibimbing untuk melakukan analisis masalah, mencari berbagai penjelasan mengenai fenomena yang mereka lihat, mengembangkan kemampuan motorik serta menggunakan penalaran untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.Geografi merupakan bagian dari ilmu social. Keberadaan geografi dalam struktur program pengajaran di SMA sangat penting untuk diajarkan. Geografi memberi pengetahuan, pembentukan nilai dan sikap serta keterampilan kepada siswa yang secara langsung berinteraksi dengan lingkungan. Pada jenjang ini siswa mulai diajak untuk melakukan kajian materi menurut kaidah keilmuwan geografi yaitu; mengobservasi lingkungan sekitar, mengumpulkan data, menganalisis dan menuangkan hasilnya dalam bentuk peta,tabel dan diagram (Siskandar, 2002)Pembelajaran geografi yang dilaksanakan selama ini cenderung mengarah kepada pembahasan tematik teoritik dan text book oriented. Pembelajaran terkesan bahwa bidang ini hanya terdiri dari materi hafalan belaka. Sejalan dengan adanya perubahan paradigma dalam pengembangan kurikulum dari kurikulum yang berbasis pada materi ke kurikulum yang berbasis kompetensi. Sehingga mengharuskan adanya perubahan metode dan pendekatan baru dalam pembelajaran geografi (Gunawan, 2005)Pada kenyataannya masih banyak pembelajaran geografi yang hanya berorientasi pada upaya mengembangkan dan menguji daya ingat siswa sehingga kemampuan berpikir siswa hanya sekedar memahami sebagai kemampuan untuk mengingat (Harsanto, 2005). Hal ini juga mengakibatkan siswa tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif (Sugiarto, 2004). Pendidikan formal yang berlangsung sekarang cenderung terjebak hanya berkutat mengasah aspek mengingat (remembering), dan memahami (understanding), yang merupakan low order of thinking. Hamalik (2006) mengemukakan bahwa pendidikan tradisional dengan Sekolah Dengar-nya tidak mengenal, bahkan sama sekali tidak menggunakan asas aktivitas dalam proses pembelajaran. Siswa diminta menelan saja hal-hal yang disampaikan oleh guru. Kegiatan pembelajaran dengan sistem tuang dapat menyebabkan terjadinya pengerdilan potensi siswa. Setiap siswa lahir dengan membawa potensi yang luar biasa. Sekiranya demikian, maka yang terjadi adalah rote learning bukan meaningfully learning. Kondisi siswa yang belum memiliki cara belajar yang efektif mendukung lemahnya konsep penguasaan siswa terhadap konsep-konsep geografi. Sumber belajar seperti buku paket dan LKS menjadikan siswa merasa tenang karena merasa sudah memiliki catatan yang lengkap. Akibatnya siswa hampir tidak pernah membuat catatanya sendiri sebagai alat bantu untuk mengorganisasikan informasi dalam kegiatan pembelajaran.Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang telah diajarkan. Hamalik (2006) mengatakan bahwa hasil belajar adalah bila seseorang setelah belajar keberhasilan kegiatan belajar mengalami perubahan tingkah laku. Misalnya, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Lebih lanjut Usman (2000) menyatakan bahwa indikator yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan kegiatan pembelajaran adalah: 1). Daya serap terhadap pelajaran yang disampaikan mencapai hasil yang tinngi: 2). Perilaku yang tercantum pada tujuan khusus telah tercapai, baik secara individu maupun kelompok. Variasi model pembelajaran bagi guru geografi adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi bahkan merupakan keharusan.Hasil Belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah diajarkan. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar.Kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah diajarkan dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh guru. Salah satu upaya mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar siswa itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam proses belajar adalah hasil belajar yang diukur melalui tes.Selain beberapa permasalahan di atas, jumlah mata pelajaran yang demikian banyak ditambah lagi dengan jumlah bahan yang harus dipelajari untuk setiap mata pelajaran telah menjadi salah satu faktor utama yang menghambat dalam peningkatan mutu pendidikan. Akibatnya proses belajar dan mengajar tidak dapat berjalan dengan optimal karena guru hanya akan berusaha untuk mengajarkan seluruh bahan yang telah ditentukan dalam selang waktu yang sangat terbatas sementara itu siswa juga akan dipaksa untuk menerima sedemikian banyak bahan tanpa memiliki waktu yang cukup untuk mendalamlinya.Hal-hal semacam ini juga terjadi di SMA Negeri 5 Banda Aceh, siswa belum mampu memehami konsep dengan baik. Mereka sering kewalahan dengan banyaknya materi pembelajaran geografi sehingga tidak mampu mengingatnya dengan baik. Wawancara dengan beberapa siswa kelas X di sekolah ini dapat disimpulkan bahwa siswa cenderung kewalahan dengan banyaknya materi geografi yang harus mereka pelajari, banyak materi-materi yang menuntut mereka untuk menghafal sedangkan masih banyak mata pelajaran lain yang juga harus diikuti mengakibatkan mereka jenuh sehingga pelajaran non eksak yang dianngap tidak terlalu penting diabaikan, sehingga ikut mempengaruhi hasil belajar siswa. Berdasarkan fenomena di atas, salah satu alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah mengubah model pembelajaran menjadi lebih menarik bagi siswa salah satu model pembelajaran konstruktif yang dapat melibatkan kedua belahan otak. Model yang dimaksud adalah model mind mapping. Mind mapping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran kita (Buzan, 2009). Catatan yang dibuat tersebut membentuk gagasan yang saling berkaitan, dengan topik utama di tengah dan sub topik serta perincian mejadi cabang-cabangnya. Hal tersebut dapat menjadikan siswa merasa senang dan tidak bosan dalam mengikuti pelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar (Wicoff, 2005).Peta pikiran merupakan metode mencatat yang dikembangkan oleh Tony Buzan sejak tahun 1970-an sebagai alat yang menolong orang untuk mencatat secara lebih efektif. Selama menggunakan alat ini, Buzan menyadari bahwa dia tidak saja telah menemukan cara mencatat yang lebih baik, melainkan cara baru untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa-siswanya. Penggunaan peta pikiran ini didasarkan pada riset tentang bagaimana cara kerja otak yang sebenarnya (Buzan dalam Sumarmi, 2012). Buzan (2009) menjelaskan bahwa model pembelajaran mind mapping memungkinkan kita menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja alami otak dilibatkan sejak awal, sehingga dalam mengingat informasi otak akan lebih mudah dan lebih bisa diandalkan daripada menggunakan teknik pencatatan tradisional.Menurut Windura (2008), mind mapping adalah suatu teknis grafis yang dapat menyelaraskan proses belajar dengan cara kerja alami otak. Mind mapping melibatkan otak kanan sehingga proses pembuatannya menyenangkan, dan mind mapping merupakan cara paling efektif dan efisien untuk memasukkan, menyimpan, dan mengeluarkan data dari otak kita.Lebih lanjut Windura (2008) menambahkan khusus dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, kegunaan dan aplikasi mind mapping sangat banyak, antara lain untuk meringkas, mengkaji ulang (review), mencatat, mengajar, bedah buku, presentasi, penelitian dan manajemen waktu (time management).Sumarmi (2012:76) mengatakan bahwaKelebihan peta pikiran dibandingkan dengan peta konsep adalah pada warna, cabang, dan gambar. Prinsip peta pikiran disesuaikan dengan prinsip kerja otak, yaitu menghubungkan kemampuan otak kiri (kata, logika) dengan otak kanan (warna, gambar) sehingga seseorang lebih mudah memahami dan mengimgat sesuatu pengetahuan. Oleh karena gambar mengandung seribu makna maka seseorang lebih mampu mengingat gambar daripada kata.pikiran seseorang dapat diungkapkan dengan tulisan, gambar, atau poster sehingga peta pikiran lebih tepat digunakan untuk mengungkapkan pikiran seseorang . selain itu juga dapat digunakan untuk mempermudah seseorang mengingat dan mengembangkan pengetahuan.Pemikiran gurn sebagai pemberi pengetahuan berbeda dengan pikiran siswa sebagai penerima pengetahuan. Jika siswa membuat peta pikiran sesuai dengan apa yang mereka pahami, maka guru dapat menilai sejauh mana pemahaman siswa tersebut terhadap materi pelajaran yang diajarkan. Sehingga dapat dikatakan guru adalah mediator bagi siswa karena siswa membangun pengetahuannya sendiri (Sumarmi, 2012) Catatan adalah instrumen penting dalam belajar pada seluruh jenjang pendidikan. Dahulu sebelum tugas pendidik sebanyak sekarang banyak yang menempatkan aktivitas memeriksa catatan sebagai kegiatan penting untuk mengukur kesungguhan siswa belajar. Namun, sekarang setelah pendidik makin sibuk dengan kewajiban mengelola administrasi pembelajaran dan sumber belajar yang siswa gunakan semakin variatif, banyak sekolah yang kurang peduli terhadap catatan siswa.. Masalahnya adalah banyak sekolah yang kurang menyadari betapa pentingnya melatih dan memperhatikan peserta didik agar lebih kreatif dalam menyusun catatan belajar yang efektif.untuk itu siswa dapat menggunakan mind map sebagai catatai alternatif seperti yang telah dipaparkan Buzan (dalam Sumarmi (2012:83), keunggulan pembelajaran dengan menggunakan peta pikiran daripada pembelajaran tanpa peta pikiran dapat dirincikan sebagai berikut: a. pemetaan pikiran merupakan aktivitas yang dapat meningkatkan keaktifan dan kreativitas berpikir siswa. Hal ini menimbulkan sikap kemandirian belajar yang lebih pada siswa. b. Peta pikiran secara sistematis memberi semangat dan kertetarikan pada siswa. c. Peta pikiran memberikan kesan visual sebagai gambaran besar tentang materi yang diajarkan. Peta pikiran dapat membantu siswa melihat makna materi pelajaran secara lebih komprehensif dalam setiap komponen subjek-subjek dan mengenali hubungan antara objek tersebut.d. Pemetaan pikiran juga dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas belajar siswa dibandingkan dengan car belajar yang lain. e. Tidak seperi teks linier, peta pikiran tidak hanya menunjukkan fakta tetapi juga menunjukkan hubungan antar fakta-fakta tersebut. Peta pikiran memberikan pemahman yng lebih mendalam kepada siswa mengenai subjek.

Dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa, pendidik mestinya dapat mengembangkan kreativitas dan daya inovasinya dalam merancang pemberdayaan catatan siswa. Hal ini penting dalam mencari solusi perbaikan mutu siswa saat menghadapi ujian dengan jumlah mata pelajaran yang banyak, materi yang harus siswa kuasai juga banyak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dengan memetakan pikiran dalam bentuk mind map dapat membantu siswa mengelola informasi yang luas dalam catatan yang praktis dan efisien..Mind map atau pemetaan pikiran merupakan satu bentuk metode belajar yang efektif untuk memahami kerangka konsep materi pelajaran. Keragaman materi pada berbagai mata pelajaran dikemas dalam disain pikir yang artistik dan kreatif. Lebih menari perhatian.Mind map juga dapat guru latihkan agar siswa belajar tentang yang guru ajarkan. Masalahnya, tanpa model ini dapat terjadi siswa mempelajari yang bukan guru sedang ajarkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Michael Michaliko (dalam Buzan, dalam Sumarmi (2012:83) melalui peta pikiran dapat menjadikan:a. mengaktifkan seluruh kerja otak.b. Membereskan akal dari kekusutan mentalc. Memungkinkan untuk focus pada pokok bahasand. Menunjukkan hubungan-hubungan antara informasi yang terpisahe. Memberikan gambaran yang jelas terhadap suatu perincianf. Membantu mengelompokkan konsep dan membandingkannyag. Mensyaratkan untuk memusatkan perhatian pada pokok bahasan yang I membantu mengalihkan informasi dari ingatan yang pendek ke ingatan yang panjang.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa dengan menggunakan peta pikiran siswa akan lebih mudah memahamu dan mengingat materi pelajaran dalam jangka waktu yang lama. Dengan peta pikiran siswa juga dapat berpikir kreatif, menyampaikan ide-ide dalam bentuk gambar, dan catatan pelajaran terlihat menyenangkan untuk dibaca ulang dan diharapkan akan mempengaruhi hasil belajar siswa.Ada beberapa penelitian terdahulu yang telah membuktikan pengaruh model pembelajaran peta pikiran terhadap hasil belajar siswa diantaranya Yuniati (2012) menyatakan bahwa teknik mind mapping berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Kotagede I Yogyakarta tahun ajaran 2011/ 2012, Muhammad Chomsi Imaduddin dan Unggul Haryanto Nur Utomo (2012) menyatakan bahwa metode mind mapping berpengaruh positif yang sangat signifikan terhadap peningkatan prestasi belajar fisika, Soedjanarto dan Mamik Nur Farida (2009) menyatakan bahwa model pembelajaran mind mapping memiliki efek positif pada hasil belajar siswa, I Wayan Sarman (2007) menyatakan bahwa hasil belajar siswa pada materi pokok larutan penyangga lebih cocok melalui implementas diagram alir dan peta pikiran baik siswa dengan kemampuan awal tinggi maupun kemampuan awal rendah.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran peta pikiran (mind mapping) terhadap hasil belajar geografi kelas X pada pokok bahasan perubahan atmosfer serta dampaknya di SMA Negeri 5 Banda Aceh?.

C. Hipotesis PenelitianHipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran peta pikiran (mind mapping) terhadap hasil belajar geografi siswa kelas X SMA Negeri 5 Banda Aceh.

D. Kegunaan PenelitianManfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut1. Bagi siswaa. memberikan pengalaman belajar yang lebih memberdayakan penggunaan otak kiri dan otak kanan.b. Dapat meningkatkan perolehan hasil belajar siswa.2. Bagi Guru Geografia. Dapat menjadi masukan bagi guru sebagai pengelola kelas dalam melaksanakan pembelajaran yang bervariasib. Dapat menjadi masukan bagi guru sebagai fasilitator, mediator, dan motivator di dalam suatu pembelajaran.c. Memberikan informasi kepada guru tentang model pembelajaran peta pikiran yang mampu memadukan kerja otak kiri dan otak kanan.3. Bagi Peneliti Lanjutana. Sebagai hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

E. Asumsi PenelitianPenelitian ini dilakukan dengan asumsi sebagai berikut:1. siswa kedua kelas (kelas eksperimen dan kelas kontrol) ditinjau dari kemampuan akademiknya mempunyai kemampuan yang sama atau relative sama (homogenn)2. Kemampuan siswa dalam menjawab soal yang diberikan menunjukkan pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan3. Pretest yang diberikan pada awal pembelajaran menggambarkan kemampuan awal siswa sedangkan posttest yang diberikan pada akhir proses pembelajaran menunjukkan keberhasilan belajar siswa F. Definisi OperasionalUntuk menghindari salah penafsiran variabel dalam penelitian ini, perlu diberikan beberapa definisi sebagai berikut: 1. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengikuti pembelajaran. Hasil yang akan dicapai siswa setelah proses belajar yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini aspek yang diukur adalah aspek kognitif. Aspek yang dinilai pada ranah kognitif meliputi: mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Tes hasil belajar menggunakan soal pilihan ganda.2. Peta pikiran merupakan proses mengingat konsep melalui keterlibatan mental dengan cara menempatkan teks atau gambar yang dilengkapi dengan warna untuk menemukan hubungan antar sub konsep sehingga tergambar jalinan konsep secara keseluruhan Keberhasilan membuat peta pikiran didefinisikan dalam tujuh langkah: (1) menempatkan kata kunci di tengah lembar kertas secara horizontal: (2) menambah kata-kata penting sesuai kata kunci sehingga ditemukan hubungan antar sub konsep: (3) memberikan tanda panah untuk menunjukkan hubungan: (4) memberikan simbol yang berbeda sebagai ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik: (5) memberi warna berbeda pada tiap cabang: (6) mempresentasikan rancangan yang telah dibuat: (7) memperbaiki rancangan yang telah dipresentasikan.

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. Hasil BelajarBelajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seorang guru sebagai pengajar.Menurut Bloom (dalam Sudjana, 2005) menyebutkan ada tiga ranah belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan keluaran dari suatu pemprosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatannya atau kinerja. Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu pengetahuan dan keterampilan. Masih menurut Sumarni (2007), pengetahuan terdiri dari 4 kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, dan (4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri atas empat kategori, yaitu (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dan (4) keterampilan berinteraksi.Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar dalam kerangka studi ini meliputi kawasan kognitif, afektif, dan kemampuan/kecepatan belajar seorang pelajar. Sedangkan Keller (dalam Abdurrahman, 1999), mengemukakan hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha (perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar) yang dilakukan oleh anak.Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelahia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalahperubahan mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris yang berorientasipada proses pembelajaran yang dialami siswa (Sudjana, 2005). Sementara menurut Gronlund (1985) hasil belajar adalah suatu bagian pelajaran misalnya suatu unit, bagian ataupun bab tertentu mengenai materi tertentu yang telah dikuasai oleh siswa. Sudjana (2005) mengatakan bahwa hasil belajar itu berhubungan dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar yang dialami siswa.Sistem pendidikan nasional dan rumusan tujuan pendidikan; baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional pada umumnya menggunakan klasifikasi hasil belajar Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman), aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua. aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri atas enam aspek, yakni: gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2005).Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada kognitif, afektif dan konatif sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami siswa baik berupa suatu bagian, unit, atau bab materi tertentu yang telah diajarkan. Dalam penelitian ini aspek yang di ukur adalah perubahan pada tingkat kognitifnya saja.Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasikepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajarnyamelalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusundan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelasmaupun individuPernyataan tentang tingkat keberhasilan siswa sebagai hasil kegiatanbelajar, biasanya dilihat dari kemampuan kognitif yang berhubungan denganpengetahuan dan ingatan yang dimiliki baik yang berasal dari pengalamanmaupun proses pembelajaran yang telah dilakukan, kemampuan psikomotorikyang berhubungan dengan keterampilan dan bakat yang dimiliki masing-masingsiswa, dan kemampuan afektif yang berhubungan dengan sikap dan perilaku siswadalam melakukan interaksi dengan orang lain. Seluruh kemampuan tersebutdigunakan untuk mengetahui pencapaian kompetensi para siswa.Definisi hasil belajar terkait dengan penelitian ini adalah hasil yangdiperoleh siswa setelah mengalami interaksi proses pembelajaran yang berupanilai tes, yang mengukur kemampuan kognitif para siswa. Siswa dapat mencapaihasil yang maksimal sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki, serta siswadapat mengatasi berbagai macam kesulitan belajar yang mereka alami. Khususnyadalam aspek kognitif yang menuntut pengetahuan yang dimiliki oleh para siswa.Untuk mengukur hasil belajar teknik yang biasa digunakan oleh guru adalahteknik tes. Teknik tes dapat berupa tes pilihan ganda, tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Pada akhirnya guru dapat mengetahui hasil belajar para siswa dari nilaiyang mereka peroleh setelah mengikuti tes.Djamarah (2003) menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya seseorangdalam belajar disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu danfaktor dari luar individu. Clark (dalam Sabri 2005) mendukung hal tersebutdengan menyatakan bahwa 70% hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi olehkemampuan siswa dan 30% dipengaruhi lingkungan.Slameto (2010) menyatakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor dalam terdiri dari: (1) jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), (2) psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), (3) dan kelelahan. Faktor luar yaitu: (1) keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), (2) sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), (3) dan masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).

B. Peta Pikiran Pada dasarnya peta pikiran dipahami sebagai sebuah diagram yang digunakan untuk mewakili kata-kata, ide, dan item-item lain yang dihubungkan dan diatur oleh kata kunci yang berpusat di tengah. Peta pikiran digunakan untuk mengeneralisasikan, menvisualisasikan, membentuk struktur, mengklasifikasi dan menjadi alat bantu untuk belajar, memecahkan masalah, membuat keputusan dan juga menulis (Wikipedia:2008). Belajar didefinisikan sebagai semua perubahan pada kapabilitas dan perilaku organisme, baik secara mental maupun fisik, yang diakibatkan oleh pengalaman (Yovan, 2008). Kemampuan belajar merupakan alat andalan dalam mempertahankan kehidupan. Menurut Potter (2002), ada dua kategori umum tentang bagaimana kita belajar, yaitu pertama, bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah (modalitas), dan kedua cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak). Dengan demikian, cara belajar merupakan kombinasi dari bagaimana menyerap, lalu mengatur, dan mengolah informasi. Fakta yang harus disadari, bahwa dunia pembelajaran bagi siswa saat ini dibanjiri dengan informasi yang up to date setiap saat. Ketidakmampuan memroses informasi secara optimal di tengah arus informasi menyebabkan banyak siswa yang mengalami hambatan dalam belajar. Menurut Yovan (2008), hambatan pemrosesan informasi terletak pada dua hal utama, yaitu proses pencatatan dan proses penyajian kembali. Keduanya merupakan proses yang saling berhubungan satu sama lain. Dalam hal pencatatan, seringkali siswa tanpa disadari membuat catatan yang tidak efektif. Sebagian besar melakukan pencatatan secara linear, bahkan tidak sedikit pula yang membuat catatan dengan menyalin langsung seluruh informasi yang tersaji pada buku atau penjelasan guru. Hal ini mengakibatkan hubungan antar ide/informasi menjadi sangat terbatas dan spesifik, sehingga berujung pada minimnya kreativitas yang dapat dikembangkan setelahnya. Selain itu, bentuk pencatatan seperti ini juga memunculkan kesulitan untu mengingat dan menggunakan seluruh informasi tersebut dalam belajar (Yovan, 2008).Sedangkan dalam hal penyajian kembali informasi, kemampuan yang paling dibutuhkan adalah memanggil ulang (recalling) informasi yang telah dipelajari. Pemaggilan ulang merupakan kemampuan menyajikan secara tertulis atau lisan berbagai informasi dan hubungannya, dalam format yang sangat personal. Hal ini merupakan salah satu indikator pemahaman siswa atas informasi yang diberikan. Dengan demikian, proses pemanggilan ulang sangat erat hubungannya dengan proses pengingatan atau remembering (Yovan, 2008). Salah satu hal yang berperan dalam pengingatan adalah asosiasi yang kuat antarinformasi dengan interpretasi dari informasi tersebut. Kondisi ini, hanya bisa terjadi ketika informasi tersebut memiliki representasi mental di pikiran. Contohnya, jika seseorang ingin mengingat awan, maka sebelumnya ia perlu merepresentasikan hujan dalam pikirannya, mungkin berupa gambar, bentuk, jenis atau proses terjadi. Hubungan tersebut perlu dipahami secara personal, sehingga setelahnya tercipta representasi mental yang lebih mudah diingat. Bentuk pencatatan yang dapat mengakomodir berbagai maksud di atas adalah dengan Peta Pikiran (Mind Map). Dengan peta pikiran, siswa dapat mengantisipasi derasnya laju informasi dengan memiliki kemampuan mencatat yang memungkinkan terciptanya hasil cetak mental (mental computer printout). Hal ini tidak hanya dapat membantu dalam mempelajari informasi yang diberikan, tapi juga dapat merefleksikan pemahaman personal yang mendalam atas informasi tersebut. Selain itu Mind mapping juga memungkinkan terjadinya asosiasi yang lebih lengkap pada informasi yang ingin dipelajari, baik asosiasi antarsesama informasi yang ingin dipelajari ataupun dengan informasi yang telah tersimpam sebelumnya di ingatan (Yovan, 2008). Buzan (1993) dalam Djohan (2008) mengemukakan, bahwa A Mind mapping is powerful graphic technique which provides a universal key to unlock the potential of the brain. It harnesses the full range of cortical skills word, image, number, logic, rhythm, colour and spatial awareness in a single, uniquely powerful manner. In so doing, it give you a freedom to roam the infinite expanses of your brain. Dari pengertian tersebut, Djohan (2008) menyimpulkan bahwa Peta Pikiran merupakan suatu teknik grafik yang sangat ampuh dan menjadi kunci yang universal untuk membuka potensi dari seluruh otak, karena menggunakan seluruh keterampilan yang terdapat pada bagian neo-korteks dari otak atau yang lebih dikenal sebagai otak kiri dan otak kanan.Ditinjau dari segi waktu Mind mapping juga dapat mengefisienkan penggunaan waktu dalam mempelajari suatu informasi. Hal ini utamanya disebabkan karena Mind mapping dapat menyajikan gambaran menyeluruh atas suatu hal, dalam waktu yang lebih singkat. Dengan kata lain, Mind mapping mampu memangkas waktu belajar dengan mengubah pola pencatatan linear yang memakan waktu menjadi pencatatan yang efektif yang sekaligus langsung dapat dipahami oleh siswa.Menurut Yovan (2008), keutamaan metode pencatatan menggunakan Mind mapping, antara lain: 1. tema utama terdefenisi secara jelas karena diletakkan di tengah.2. Informasi utama atau informasi yang lebih penting diletakkan dengan tema utama.3. hubungan masing-masing informasi secara mudah dapat segera dikenali.4. lebih mudah dipahami dan diingat.5. informasi baru setelahnya dapat segera digabungkan tanpa merusak keseluruhan struktur Mind mapping, sehingga mempermudah proses siswa mengingat.6. masing-masing Mind mapping sangat unik, sehingga mempermudah proses pengingatan.7. mempercepat proses pencatatan karena hanya menggunakan kata kunci.

Mind mapping bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang telah dipelajari. Berikut ini disajikan perbedaan antara catatan tradisional (catatan biasa) dengan catatan pemetaan pikiran (Mind mapping).

Tabel 2.1. Perbedaan Catatan Biasa danMind MappingCatatan BiasaMind mapping

hanya berupa tulisan-tulisan sajaberupa tulisan, simbol dan gambar

hanya dalam satu warnaberwarna-warni

untuk mereview ulang memerlukan waktu yang lamauntuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek

waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lamawaktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif

Statismembuat individu menjadi lebih kreatif.

Sumber: (Yovan (2008) Dari uraian tersebut, Mind mapping adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Mind mapping memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Mind mapping yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi pada setiap materi. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap saat. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Dengan demikian, guru diharapkan dapat menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan Mind mapping. Proses belajar yang dialami seseorang sangat bergantung kepada lingkungan tempat belajar. Jika lingkungan belajar dapat memberikan sugesti positif, maka akan baik dampaknya bagi proses dan hasil belajar, sebaliknya jika lingkungan tersebut memberikan sugesti negatif maka akan buruk dampaknya bagi proses dan hasil belajarMenurut Djohan (2008), proses pembuatan sebuah Mind map secara step by step dapat dibagi menjadi empat langkah yang harus dilakukan secara berurutan yaitu:i. Menentukan Central Topic yang akan dibuatkan Mind mappingp-nya, untuk buku pelajaran Central Topik biasanya adalah Judul buku atau Judul bab yang akan dipelajari dan harus diletakkan ditengah kertas serta usahakan berbentuk image/gambar.ii. Membuat Basic Ordering Ideas BOIs untuk Central Topik yang telah dipilih, BOIs biasanya adalah judul Bab atau Sub-Bab dari buku yang akan dipelajari atau bisa juga dengan menggunakan 5WH (What, Why, Where, When, Who dan How).iii. Melengkapi setiap BOIs dengan cabang-cabang yang berisi data-data pendukung yang terkait. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting karena pada saat inilah seluruh data-data harus ditempatkan dalam setiap cabang BOIs secara asosiatif dan menggunakan struktur radian yang menjadi ciri yang paling khas dari suatu Mind mapping.iv. Melengkapi setiap cabang dengan Image baik berupa gambar, simbol, kode, daftar, grafik dan garis penghubung bila ada BOIs yang saling terkait satu denganlainnya. Tujuan dari langkah ini adalah untuk membuat sebuah Mind mappingmenjadi lebih menarik sehingga lebih mudah untuk dimengerti dan diingat.

Dalam membuat Mind mapping, Tony Buzan telah menyusun sejumlah aturan yang harus diikuti agar Mind mapping yang dibuat dapat memberikan manfaat yang optimal. Berikut adalah ringkasan dari Law of Mind mapping: 1. Kertas: polos dengan ukuran minimal A4 dan paling baik adalah ukuran A3 dengan orientasi horizontal (Landscape). Central Topic diletakkan ditengah-tengah kertas dan sedapat mungkin berupa Image dengan minimal 3 warna.2. Garis: lebih tebal untuk BOIs dan selanjutnya semakin jauh dari pusat garis akan semakin tipis. Garis harus melengkung (tidak boleh garis lurus) dengan panjang yang sama dengan panjang kata atau image yang ada di atasnya. Seluruh garis harus tersambung ke pusat.3. Kata: menggunakan kata kunci saja dan hanya satu kata untuk satu garis. Harus selalu menggunakan huruf cetak supaya lebih jelas dengan besar huruf yang semakin mengecil untuk cabang yang semakin jauh dari pusat.4. Image: gunakan sebanyak mungkin gambar, kode, simbol, grafik, table dan ritme karena lebih menarik serta mudah untuk diingat dan dipahami. Kalau memungkinkan gunakan Image yang 3 Dimensi agar lebih menarik lagi.5. Warna: gunakan minimal 3 warna dan lebih baik 56 warna. Warna berbeda untuk setiap BOIs dan warna cabang harus mengikuti warna BOIs.6. Struktur: menggunakan struktur radian dengan sentral topic terletak di tengah-tengah kertas dan selanjutnya cabang-cabangnya menyebar ke segala arah. BOIs umumnya terdiri dari 27 buah yang disusun sesuai dengan arah jarum jam dimulai dari arah jam 1

Gambar 2.1 .Law of Mind mapping (Sumber: Djohan, 2008)Dalam tahap aplikasi, Berdasarkan Tony Buzan terdapat empat langkah yang harus dilakukan proses pembelajaran berbasis Mind mapping, yaitu: 1. Overview: Tinjauan Menyeluruh terhadap suatu topik pada saat proses pembelajaran baru dimulai. Hal ini bertujuan untuk memberi gambaran umum kepada siswa tentang topik yang akan dipelajari. Khusus untuk pertemuan pertama pada setiap awal Semester, Overview dapat diisi dengan kegiatan untuk membuat Master Mind mapping yang merupakan rangkuman dari seluruh topik yang akan diajarkan selama satu Semester yang biasanya sudah ada dalam Silabus. Dengan demikian, sejak awal siswa sudah mengetahui topik apa saja yang akan dipelajarinya sehingga membuka peluang bagi siswa yang aktif untuk mempelajarinya lebih dahulu di rumah atau di perpustakaan.2. Preview: Tinjauan Awal merupakan lanjutan dari Overview sehingga gambaran umum yang diberikan setingkat lebih detail daripada Overview dan dapat berupa penjabaran lebih lanjut dari Silabus. Dengan demikian, siswa diharapkan telah memiliki pengetahuan awal yang cukup mengenai sub-topik dari bahan sebelum pembahasan yang lebih detail dimulai. Khusus untuk bahan yang sangat sederhana, langkah Preview dapat dilewati sehingga langsung masuk ke langkah Inview.3. Inview: Tinjauan Mendalam yang merupakan inti dari suatu proses pembelajaran, di mana suatu topik akan dibahas secara detail, terperinci dan mendalam. Selama Inview ini, siswa diharapkan dapat mencatat informasi, konsep atau rumus penting beserta grafik, daftar atau diagram untuk membantu siswa dalam memahami dan menguasai bahan yang diajarkan.4. Review: Tinjauan Ulang dilakukan menjelang berakhirnya jam pelajaran dan berupa ringkasan dari bahan yang telah diajarkan serta ditekankan pada informasi, konsep atau rumus penting yang harus diingat atau dikuasai oleh siswa. Hal ini akan dapat membantu siswa untuk fokus dalam mempelajari-ulang seluruh bahan yang diajarkan di sekolah pada saat di rumah. Review dapat juga dilakukan saat pelajaran akan dimulai pada pertemuan berikutnya untuk membantu siswa mengingatkan kembali bahan yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya

C. Pengaruh Model Pembelajaran Peta Pikiran Terhadap Hasil BelajarMind Mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tingkat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan. Peta pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak monoton karena memadukan fungsi kerja otak secara bersamaan dan saling berkaitan satu sama lain. Dengan demikian, akan terjadi keseimbangan kerja kedua belahan otak. Otak dapat menerima informasi berupa gambar, simbol, citra, musik dan lain lain yang berhubungan dengan fungsi kerja otak kanan.Model pembelajaran Mind Mapping ini dapat membuat suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tentunya dapat mambangkitkan ketertarikan peserta dalam mengikuti pembelajaran geografi. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran geografi dibutuhkan tingkat penguasaan materi yang luas, sehingga dibutuhkan suatumodel pembelajaran yang dapat digunakan oleh siswa secara efektif untuk membantu mereka agar lebih mudah dalam menyerap materi yang diberikan. Dalam penerapanmodel ini, siswa didorong untuk menggunakan kemampuan kedua belah otaknyauntuk membuat Mind Map yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh setiapsiswa, membuat mereka tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Dan yangterpenting adalah mereka dapat meningkatkan daya ingatnya pada materi yangtelah dipelajari dan dapat memahami materi dengan lebih menyeluruh.Penggunaan model pembelajaran yang sesuai sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Dengan model pembelajaran yang sesuai, siswa dapat mencapai hasil belajar yang tinggi dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan dalam dirinya. Proses belajar siswa sangat dipengaruhi oleh emosi di dalam dirinya. Emosi dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar apakah hasilnya baik atau buruk. Pembelajaran berbasis peta pikiran, berusaha menggabungkan kedua belahan otak yakni otak kiri yang berhubungan dengan hal yang bersifat logis (seperti belajar) dan otak kanan yang berhubungan dengan keterampilan (aktivitas kreatif). Dengan demikian, adanya model pembelajaran Mind mapping atau pemetaan pikiran patut diduga dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa.

D. Kerangka BerpikirPada pembelajaran geografi sering ditemukan permasalahan tentang kurangnya ketertarikan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Kebanyakan dari siswa menganggap bahwa mata pelajaran geografi membosankan karena banyaknya hafalan-hafalan materi yang perlu dikuasai oleh para siswa.. Hal ini salah satunya disebabkan oleh guru kurang kreatif dalam mengembangkan model pembelajaran, dan dalam proses pembelajaran cenderung guru yang lebih aktif dan siswa hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Pembelajaran dengan model konvensional seperti itu membuat siswa kurang tertarik dan kesulitan dalam memahami materi yang dipelajari, sehingga hasil belajar yang dicapai menjadi rendah. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar adalah model pembelajaran.Penggunaan model pembelajaran Mind Mapping akan mempengaruhi hasil belajar siswa, siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran karena model ini membuat suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan siswa dapat memahami secara keseluruhan materi yang dipelajari melalui Mind Mapping yang dibuatnya sendiri. Dengan ketertarikan yang tinggi, tentunya akan berpengaruh dengan hasil belajar yang diperoleh, karena ketertarikan untuk mempelajari materi yang diberikan. Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka pemikiran dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema itu adalah sebagai berikut:

Mind mapping meyeimbangkan penggunaan otak kiri dan otak kanan

Mengembangkan kreatifitasv siswaMeningkatkan ketertarikan siswa pada pembelajarammeningkatkan daya ingat siswa

Meningkatkan hasil belajar

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

E. Penelitian Yang RelevanTabel 2.2 PenelitianTerdahulu yang Relevan dengan Penelitian Ini.NoNama dan TahunJudul PenelitianHasil

1Yuniati, 2012Pengaruh Penggunaan Teknik Mind mapping Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V Sd Negeri Kotagede I Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/ 2012

Berdasarkan nilai rata-rata, range,dan standar deviasi kelas eksperimen dan kelas kontrol maka mencatat menggunakan teknik mind mapping berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Kotagede I Yogyakarta tahun ajaran 2011/ 2012.

2Muhammad Chomsi Imaduddin dan Unggul Haryanto Nur Utomo. 2012 Efektifitas Metode Mind mapping Untuk meningkatkan Prestasi Belajar Fisika pada Siswa Kelas Viii

Ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata (mean) hasil posttestantara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (t= 2,144; p= 0,020).Hasil penelitian menunjukkan metode mind mapping sangat efektif dalammeningkatkan prestasi belajar fisika..

3Risa Nursanti, 2012Pengaruh penggunaan pembelajaran quantum teaching dengan teknik mind mapping terhadap motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas VIII SMPN 18 Malang pada materi sistem dalam kehidupan tumbuhan 1. ada perbedaan motivasi belajarbiologi siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran QuantumTeaching dengan teknik Mind mappingdan yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran Konvensional. Motivasi belajar siswa di kelas eksperimen lebih tinggi 5,56% dibanding dengan siswa kelas kontrol;2. ada perbedaan hasil belajar biologi siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran Quantum Teaching dengan teknik Mind mappingdan yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran Konvensional. Hasil belajar kognitif siswa di kelas eksperimen ebih tinggi 13,57% dibanding dengan siswa kelas kontrol. Sedangkan hasil belajar psikomotor siswa kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata klasikal lebih tinggi yakni sebesar 82 dibandingkan dengan kelas kontrol yang sebesar 76.

4Soedjanarto dan Mamik Nur Farida. 2009Model Pembelajaran Konstruktivis Dengan Teknik Peta Pikiran (Mind mapping) Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Siswa SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo

penelitian ini membuktikan bahwa model pembelajaran mind mapping memiliki efek positif pada hasil belajar siswa

5I Wayan Sarman, 2007Pengaruh Pembelajaran Diagram Alir (Flow Diagram) Peta Pemikiran (Mind mapping) dan Kemampuan Awal Terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI SMP Negeri 5 Malang Pada Pokok Larutan Penyannga1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran dengan yang diberi metode ceramah2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar antara kelompok siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi pada implementasi model pembelajaran daripada kelompok siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi pada metode ceramah3. Ada perbedaan yang signifikan akibat pengaruh antara interaksi model pembelajaran dengan kemampuan awal4. Terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan berpikir kritis antara kelompok siswa diberi perlakuan model pembelajaran daripada kelompok siswa dengan metode ceramah5. Terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan berpikir kritis antara kelompok siswa kemampuan awal tinggi menggunakan model pembelajaran daripada kelompok siswa kemampuan awal tinggi menggunakan metode ceramah6. Ada perbedaan signifikan keterampilan berpikir kritis sebagai akibat pengaruh interaksi antara implementasi model pembelajaran dengan kemampuan awal.

Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada mata pelajaran, materi pelajaran, dan lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada mata pelajaran geografi dengan materi Perubahan atmosfer serta dampaknya yang berlokasi di SMA Negeri 5 Banda Aceh.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahrancangan eksperimen semu untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimen. Rancangan eksperimen semu yang digunakan adalah rancangan nonequivalent control group-design. Dengan menggunakan satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen. Menurut Enzir (2007) dalam Hadi (2007), melalui nonequivalent control group-design kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dibandingkan, meskipun kelompok tersebut dipilih dan ditempatkan tanpa randomisasi. Prosedur dalam rancangan ini adalah: (1) pemilihan subjek penelitian tidak secara random, (2) selanjutnya perlakuan khusus hanya diberikan pada kelas eksperimen yaitu dengan penggunaan model peta pikiran sedangkan pada kelas kontrol tidak diberi perlakuan apa-apa, proses belajar-engajar berjalan seperti biasa, (3) pretest maupun posttest masing-masing diberikan kepada kelas eksperimen maupun kelas kontrol, secara ringkas rancangan penelitian seperti terlihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Model Rancangan Nonequivalent Control Group DesignSubjekKemampuan AwalPerlakuanKemampuan Akhir

A01X02

B03X004

Sumber (Sugiyono, 2010)Keterangan:A= Kelas EksperimenB= Kelas KontrolX = Perlakuan dengan model peta pikiranX0 = Pembelajaran seperti biasa (ceramah,diskusi kelompok, dan tanya jawab)O1 = Observasi awal awal sebelum diberi perlakuan kelompok model peta pikiranO2 = Observasi akhir setelah diberi perlakuan kelompok model peta pikiranO3 = Observasi awal kelompok dengan pembelajaran seperti biasa (ceramah, diskusi kelompok, dan tanya jawab)O4 = Observasi akhir kelompok yang dengan pembelajaran seperti biasa (ceramah, diskusi kelompok, dan tanya jawab)

B. Subjek PenelitianSubjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 5 Kota Banda Aceh Tahun Ajaran 2013/2014. Kelas eksperimen adalah kelas X-1 dan kelas kontrol adalah kelas X-2. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan keadaan yang hampir homogen antara kedua kelas tersebut yang memiliki nilai ujian semester satu yang relative sama. Kelas eksperimen pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Mind Mapping dan kelas kontrol pembelajaran seperti biasa dengan metode ceramah dan diskusi kelompok.

C. Variabel PenelitianSecara garis besar dalam penelitian ini melibatkan 2 macam variabel yaitu variabel bebas dan variable terikat yaitu:1. Variabel bebas, variable bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran peta pikiran2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa.

D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:1. tes hasil belajarUntuk mengukur hasil belajar kognetif peneliti menggunakan tes. Dalam penelitian ini tes yang digunakan adalah tes uraian. Tes dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada awal dan akhir pembelajaran. Sebelum instrument diuji coba, terlebih dahulu divalidasi oleh dosen pembimbing kemudian instrumen diuji cobakan pada kelas di luar subjek penelitian yang telah menerima kompetensi dasar yang akan diteliti.Setelah instrumen diuji coba maka selanjutnya diukur validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda untuk mengetahui kelayakan dari tes tersebut.

a. ValiditasUji validitas instrument dilakukan dengan menguji validitas tes dengan uji coba instrumen. Rumus yang digunakan adalah korelasi product moment (Arikunto, 2008).Rumus korelasi product moment Keterangan:rxy = Koefisien korelasi antara variable X dan variable Y, dua variable yang dikorelasikan (x= X-X dan y = Y-Y)xy = jumlah perkalian x dengan yx2 = kuadrat dari xy2 = kuadrat dari y

Tabel 3.2 Kriteria Validitas TesKoefisien KorelasiKlasifikasi

0,800 1,000,600 0,7990,400 0,5990,200 0, 3990,00 0,199Sangat validValidCukup validKurang validTidak valid

Sumber:(Purwanto, 2005)b. Reabilitas TesTes dinyatakan reliabel jika dapat memberikan hasil yang tetap jika diteskan berkali-kali. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari reabilitas soal adalah dengan menggunakan koofisien alpha, sebagai berikut

(Sumber: Arikunto, 2008)

Keterangan :k= Jumlah soalp= Jumlah proporsi yang menjawab benar q= Proporsi subjek yang menjawab salah (1-P)t2= Varian jumlah skor

Tabel 3.3 Kriteria Reabilitas Instrumen Butir SoalKoefisien KorelasiKlasifikasi

0,800 1,000,600 0,7990,400 0,5990,200 0, 3990,00 0,199Sangat reliabelReliabelCukup reliabelKurang reliabelTidak reliabel

Sumber: Purwanto, 2005c. Tingkat Kesakaran Butir SoalInstrumen yang baik adaiah yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar, Soal yang terlau mudah tidak memotivasi siswa untuk berusaha memecahkan masalah. Sebaliknya soal yang terlalu sukar menyebabkan siswa putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba iagi karena diluar kemampuannya (Arikunto, 2008).Tingkat kesukaran butir soal ditentukan berdasarkan banyaknya siswa yang menjawab dengan benar dibagi dengan jumlah seluruh siswa. Rumus yang digunakan adaiah: (Arikunto, 2008)Keterangan:P = Indeks kesukaranB = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benarJS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 3.4 Kriteria Taraf KesukaranHarga PTaraf Kesukaran

0.00 0.30Sukar

0.30 0.70Sedang

0.70 1.00Mudah

Sumber: Arikunto, 2008Butir soal yang baik adaiah butir soal yang mempunyai indeks kesukaran 0,30 sampai dengan 0,70 d. Daya Beda SoalDaya beda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menujukkan besarnya daya beda disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Indeks diskriminasi ini berkisar antara 0,00 - 1,00 (Arikunto, 2008: 211). Daya beda soal dari item-item soal digunakan dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal tersebut dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Langkah-langkah untuk menghitung daya beda soal adalah sebagai berikut:a.Merangking skor hasil tes uji coba, yaitu megurutkan hasil tes siswa mulai dariskor tertinggi sampai dengan skor terendah.b.Mengelompokkan seluruh peserta tes menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok atasdan kelompok bawah.Rumus yang digunakan untuk menentukan daya beda soal adalah :Kriteria indeks daya beda soal adalah sebagai berikut:

Keterangan: Skb = Jumlah salah kelas bawah Ska = Jumlah salah kelas atas nka = Jumlah siswa kelas atas nkb = Jumlah siswa kelas bawah(Sumber: Purwanto, 2005)Tabel 3.5 Kriteria Indeks Daya Beda SoalKriteriaKlasifikasi

0,7 1,000,40 0,690,2 0,390,00 0,19Baik sekaliBaikCukupJelek

Sumber: Purwanto, 2005

E. Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yang berupa skor minat hasil belajar. Data untuk hasil belajar diperoleh dari pretest dan posttest yang dilakukan sebelum dan sesudah seluruh materi diberikan pada standar kompetensi yang telah ditentukan.

F. Analisis Data Untuk mengolah data dalam penelitian ini menggunakan metode statistik. Berdasarkan masalah-masalah yang telah dirumuskan dan hipotesis-hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini, analisis statistik yang digunakan adalah statistik inferensial dengan menggunakan uji t Penggunaan uji t ini untuk mengetahui perbedaan dua macam perlakuan penelitian dan mengetahui pengaruh dari perlakuan tersebut yang hasilnya digunakan untuk menarik kesimpulan. Sebelum menggunakan uji t terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat meliputi uji normalitas dan uji homogenitas data. Perhitungannya dilakukan dengan bantuan SPSS 16 For Windows

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrahman (1999) Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi.2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Ed Revisi. Jakarta: Bumi Aksara

Benyahia ,F, 2006, Enabling Students to Cope With Information Overload: The Mind mapping Technique in Secondary and Higher Education . (Online), (http://www.engg.uaeu.ac.ae/farid,benyahia, diakses 29 Januari 2013)

Buzan, T. (2009). Buku Pintar Mind mapping. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Depdikbud. 2003. Standart Kompetensi Mata Pelajaran SMP/MTs. Jakarta: Depdikbud

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Azwan. 2003. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Rinneka Cipta

Djohan. 2008. Aplikasi Real-time Buzan Mind mappingping. Indomindmap Learning Center ILC. Applied RT-MM pdf

Gunawan, Totok. 2005. Langkah-langkah Efektif Kualitas Pembelajaran Geografi di Sekolah dan Perguruan Tinggi Makalah disajikan padaSeminar Nasional Model Pembelajaran Geografi Dalam Konteks Era Global, Semarang: Jurusan Geografi FIS-UNNES, 17 Desember 2005

Hadi, Sutrisno. 2007. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.

Hamalik, O. 2006. Proses Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara

Harsanto. (2005). Melatih anak berpiki analisis,kritis,dan kreatif.Jakarta: Gramedia

Muhammad Chomsi Imaduddin , Unggul Haryanto Nur Utomo .2012. Efektifitas Metode Mind mappingUntuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika pada Siswa Kelas X. Humanitas, Vol. IX No.1 Januari 2012

Nursanti, Risa. 2012. Pengaruh penggunaan pembelajaran quantum teaching dengan teknik mind mapping terhadap motivasi dan hasil belajar biologi siswa kelas VIII SMPN 18 Malang pada materi sistem dalam kehidupan tumbuhan. Tesis Tidak diterbitkan. Universitas Negeri Malang

Porter, B dan Hernacki, M. 2002. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.

Purwanto, Edy.2005. Evaluasi Proses dan Hasil dalam Pembelajaran: Aplikasi dalam Bidang Studi Geografi. Malang:FPIPS IKIP Malang

Sabri, Ahmad. (2005). Strategi Pembelajaran dan Microteaching. Jakarta: Ciputat Press

Sarman, I Wayan (2007). Pengaruh Pembelajaran Diagram Alir (Flow Diagram) Peta Pemikiran (Mind mapping) dan Kemampuan Awal Terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI SMP Negeri 5 Malang Pada Pokok Larutan Penyannga. Tesis. Universitas Negeri Malang

Siskandar. 2002. Pemantapan Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Geografi SD,SLTP, SLTA Dalam Rangka Menyongsong Kurikulum 2004, Makalah Disajikan dalam SEMLOK Nasional, Jurusan Geografi FIS UNNES 20 Maret 2002

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rinneka Cipta.

Soedjanarto dan Mamik Nur Farida. 2009. Model Pembelajaran Konstruktivis Dengan Teknik Peta Pikiran (Mind mapping) Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Siswa Smk Negeri 2 Buduran Sidoarjo. Jurnal Pendidikan Ekonomi: Universitas Negeri Surabaya.

Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyarto, T & E. Ismawati. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP/MTs Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Sugiyono, Dr. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, PenerbitALFABETA

Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Malang: AM Publishing

Usman. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya

Wicoff, J. (2005). Menjadi Super Kreatif Melalui Metode Pemetaan Pikiran.Bandung : Kaifa.

Wikipedia. 2008. Problem-Based Learning. (Online).

Windura, S. (2008). Be An Absolute Genius. Jakarta: Elex Media Komputindo.Yovan, P. 2008. Memori dan Pembelajaran Efektif. Jakarta: Yrama Widya.

Yuniati, Dwi (2012) Pengaruh Penggunaan Teknik Mind mapping Terhadap Hasil Belajar Ips Siswa Kelas V Sd Negeri Kotagede I Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/ 2012. thesis, Universitas Negeri Yogyakarta.