proposal tesis
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Upaya untuk meningkatkan produksi padi terus dilakukan seiring dengan
bertambahnya penduduk dan meningkatnya kebutuhan beras. Peningkatan produksi padi
dapat dilakukan dengan memperbaiki produktivitas pada daerah-daerah dimana cekaman
rendaman merupakan kendala utama dalam budidaya tanaman padi. Hasil panen rendah
dan resiko kegagalan tanam akibat banjir umum ditemui pada areal rawa pasang surut,
rawa lebak, dan tepian sungai. Selain itu potensi areal terkendala cekaman rendaman
untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian masih sangat luas, untuk areal pasang
surut diperkirakan seluas 9.53 juta ha dan rawa lebak seluas 13,3 juta ha (Nugroho dkk.,
1993, Widjaja-Adhi dkk., 1995).
Rendaman yang mengakibatkan cekaman terhadap tanaman padi di wilayah
Selatan dan Asia tenggara diperkirakan mencapai 15 juta hektar setiap tahunnya
(Septiningsih et al., 2008). Luas areal pertanaman padi yang mengalami cekaman
rendaman karena banjir diperkirakan akan semakin bertambah karena terjadi peningkatan
curah hujan dan kenaikan permukaan air laut akibat terjadinya pemanasan global
(CGIAR, 2006).
Meskipun padi merupakan tanaman yang dapat beradaptasi pada kondisi tanah
yang airnya berlebih, namun secara umum tanaman padi akan mati jika seluruh bagian
tanamannya terendam selama seminggu (Ito et al., 1999). Tanaman padi yang masih
muda biasanya lebih rentan terhadap cekaman rendaman (Jackson dan Ram, 2003).
Cekaman rendaman air terhadap tanaman terjadi akibat terhambatnya proses fotosintesis
dan respirasi, hal tersebut dikarenakan difusi gas di air lebih lambat 104 kali dibanding
dengan di udara (Armstrong and Drew, 2002) dan rendahnya penetrasi cahaya yang
dapat diterima oleh tanaman (Pierik et al., 2005).
1
Cekaman rendaman terhadap tanaman padi dapat dikelompokan berdasarkan
durasi dan ketinggian rendaman. Berdasarkan durasi cekaman rendaman dibedakan
menjadi rendaman sesaat (flash flood) dan rendaman stagnan (stagnant flood) (Maurya et
al., 1988). Rendaman sesaat biasanya terjadi jika tanaman padi terendam air kurang dari
dua minggu, kemudian air surut kembali. Jenis rendaman ini merupakan tipologi daerah-
daerah tadah hujan, pasang surut dan tepian sungai. Pada cekaman rendaman stagnan
ketinggian air relatif stabil selama lebih dari tiga minggu dengan ketinggian yang
bervariasi antara lokasinya. Jenis rendaman ini merupakan tipologi daerah rawa lebak
(Nugroho dkk., 1993). Berdasarkan ketinggian air yang merendam tanaman, rendaman
dikelompokan menjadi rendaman sebagian (partial submergence) jika 40-99% bagian
atas tanaman terendam air dan rendaman yang mengakibatkan seluruh bagian tanaman
terendam air (complete submergence) (Setter et al., 1987b). Terkadang banjir dapat
mencapai ketinggian air lebih dari 2 meter selama beberapa minggu yang mengakibatkan
tanaman padi terendam seluruh bagian tanamannya oleh air (Setter et al., 1995b;
Dwivedi dan HilleRisLambers, 1991).
Tanaman merespon terhadap kondisi cekaman rendaman dengan dua cara, yaitu
(a) pemanjangan buku-buku (internode) sehingga daun mampu menggapai permukaan
air, dan (b) mempertahankan proses fisiologi tanaman sehingga mampu bertahan dan
melanjutkan kehidupannya (Mackill et al., 1999). Catling (1992) mendefinisikan
tanaman padi toleran terhadap cekaman rendaman jika mampu melanjutkan
kelangsungan hidupnya setelah terendam seluruh bagian tanamannya selama 10-15 hari.
Genotipe-genotipe yang teridentifikasi toleran terhadap cekaman rendaman pada
umumnya merupakan varietas lokal yang telah beradaptasi lama pada lingkungan yang
selalu terendam (Mackill et al., 1993). Biasanya varietas lokal tersebut memiliki
kelemahan, yaitu produktivitas rendah, rentan terhadap hama dan penyakit,fotoperiode
2
sensitif dan berumur dalam. Program pemuliaan untuk merakit varietas yang tahan
rendaman dengan karakter-karakter yang diinginkan menjadi tujuan utama dalam
pengembangan daerah cekaman rendaman
Daerah-daerah untuk dijadikan pengembangan budidaya padi akan tetapi rentan
terhadap jenis cekaman rendaman stagnan masih cukup luas, rawa lebak dangkal seluas
4,17 juta hektar dan sebagian rawa air dalam seluas 6,08 juta hektar (Nugroho dkk.,.
1993). Daerah ini biasanya terendam air selama beberapa bulan dengan ketinggian air
yang selalu berubah. Petani biasanya menanam tanaman padi menggunakan varietas
lokal yang berdaya hasil rendah atau varietas popular seperti IR42 yang tidak toleran
terhadap cekaman rendaman. Teknik budidaya yang dilakukan petani untuk menghindari
cekaman rendaman di daerah rawa lebak Kalimantan (Balitbang Deptan, 2007) dan
Bangladesh (Azad dan Hossain, 2006) adalah melakukan pemindahan tanaman selama
beberapa kali ke tempat lain untuk menyesuaikan antara tinggi tanaman dengan
ketinggian air. Varietas-varietas toleran yang dirakit dengan memasukan gen toleransi
terhadap cekaman rendaman diharapkan akan membantu petani menghindari cekaman
rendaman stagnan pada daerah rawa lebak tanpa harus memindahkan tanaman.
3
1.2. Rumusan Masalah
International Rice Research Institute (IRRI) telah berhasil memasukan gen
toleransi terhadap cekaman rendaman dari varietas lokal FR13A ke dalam beberapa
varietas melalui metode konvensional dan bioteknologi (Mackill et al., 1993, Xu et al.,
2006, Neraja et al., 2007, Septiningsih et al., 2008). FR13A merupakan varietas lokal
berumur dalam dan berdaya hasil rendah berasal dari daerah Orissa, India yang
merupakan varietas padi paling toleran yang pernah teridentifikasi terhadap cekaman
rendaman (Mackill et al., 1993).
Gen Sub1 berasal dari varietas FR13A telah dipetakan dengan menggunakan
quantitative trait loci (QTL), gen ini memiliki pengaruh paling kuat dan terletak pada
kromosom 9 (Xu dan Mackill, 1996) dan berkait erat dengan dua RFLP marker pada
jarak 2.4 dan 4.9 cM (Xu et al., 2000) dan dua mikrosatelit marker RM219 dan
RM464A pada jarak 3.4 dan 0.7 cM (Xu et al., 2004). Gen Sub1 telah berhasil
dimasukkan dengan bantuan marker assisted backcrossing (MAB) kepada sejumlah
varietas yang ditanam di Asia lebih dari satu juta hektar antara lain IR64, Swarna,
Samba Mahsuri, TDK dan BR11. Tanaman toleran cekaman rendaman yang membawa
gen Sub1 serta mempunyai susunan locus homozigot seperti pada tetua recurrentnya
dapat diperoleh pada generasi BC3F2 dengan menggunakan metode MAB (Mackill,
2006, Septiningsih et al., 2008).
Galur-galur yang dihasilkan oleh IRRI yang membawa gen Sub1 telah diseleksi
pada lingkungan dengan cekaman terendam seluruh bagian tanaman selama 7 - 15 hari
dan menunjukkan hasil yang bervariasi. Hasil penelitian Supartopo et al. (2008)
menunjukkan galur-galur pembawa gen Sub1 yang diuji cekaman rendaman seluruh
bagian tanamannya selama 7 hari, mempunyai rata-rata tanaman hidup tanaman
4
bervariasi antara 76 – 95%, sedangkan galur-galur intoleran berkisar antara 31-55%.
Pada pengujian multilokasi yang dilakukan Haermansis et al. (2008) pada karakter hasil
gabah terdapat interaksi antara beberapa genotipe pembawa gen Sub1 dengan sejumlah
lingkungan pasang surut dan lebak. Demontrasi plot di IRRI (IRRI, 2008 data belum
dipublikasikan) menunjukkan bahwa pada hasil gabah terdapat interaksi antara beberapa
galur-galur pembawa gen Sub1 dengan cekaman rendaman sesaat dimana seluruh
tanaman terendam selama 12 hari dan rendaman stagnan dengan ketinggian air 15-20
cm selama 65 hari. Belum diketahui bagaimana galur-galur lain dari hasil persilangan
yang membawa gen Sub1 terhadap cekaman rendaman stagnan yang ketinggian airnya
lebih tinggi serta durasinya lebih lama.
Pada varietas FR13A tidak terjadi pemanjangan batang yang berlebih akibat
cekaman redaman air (Setter et al., 1997). Terdapat korelasi negatif antara persentase
hidup tanaman dengan pemanjangan batang pada kondisi tanaman padi tercekam
rendaman air selama beberapa hari (Setter and Laureles). Namun demikian di antara
galur-galur turunan FR13A ada yang memiliki kemampuan pemanjangan batang yang
cukup baik, seperti galur IR70213-9-CPA-12-UBN-2-1-3-1, yang juga toleran terhadap
cekaman rendaman sesaat (Supartopo dkk., 2008; Hairmansis et al., 2008). Galur yang
memiliki kemampuan memanjang batang yang baik dan toleran terhadap cekaman
rendaman sesaat diduga akan lebih toleran terhadap cekaman rendaman air yang
stagnan selama beberapa minggu. Hingga saat ini belum diketahui toleransi sejumlah
genotipe yang telah dirakit yang membawa gen Sub1 pada lingkungan cekaman
rendaman stagnan dengan durasi lebih dari tiga minggu dan pada ketinggian air yang
berbeda-beda.
Perbedaan level toleransi galur-galur pembawa gen Sub1 yang dilaporkan oleh
(Hairmansis dkk., 2008; Supartopo dkk., 2008; Septiningsih et al., 2008) hal tersebut
5
kemungkinan disebabkan adanya interaksi gen Sub1 dengan gen-gen lain pada tetua
recurrent yang memiliki latar belakang genetiknya luas yang berasal dari berbagai
negara. Hasil analisis QTL yang dilakukan oleh Nandi et al., (1997) menyebutkan
adanya lokus empat lokus yang terkait erat dengan gen Sub1 namun efeknya relatif kecil
terhadap level toleransi tanaman. Xu et al., (2006) melaporkan terdapat tiga alel Sub1,
yaitu Sub1A, Sub1B dan Sub1C, yang efek setiap alel terhadap level toleransi tanaman
berbeda-beda. Dari kenyataan-kenyataan di atas memungkinkan akan adanya
variabilitas genetik yang luas ketika gen Sub1 dimasukkan kedalam suatu varietas.
Galur-galur yang dirakit oleh IRRI yang membawa gen Sub1 hingga saat ini belum
dilakukan diketahui bagaimana variabilitas genetiknya.
Toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman air dikendalikan oleh gen
poligenik (Suprihatno dan Coffman, 1981; Mohanty dan Kush, 1985). Penelitian
molekuler dengan menggunakan QTL mengenai toleransi tanaman terhadap cekaman
rendaman telah banyak dilakukan tetapi masih sedikit penelitian mengenai estimasi nilai
dengan heritabilitas karkater-karakter yang berhubungan dengan toleransi tanaman
terhadap cekaman rendaman. Pada tanaman gandum yang tercekam rendaman nilai
estimasi heritabilitas karakter hasil rendah, sedangkan pada karakter kandungan klorofil,
berat malai dan jumlah malai adalah tinggi (Callaku dan Harrison, 2005). Hasil gabah
akibat cekaman rendaman merupakan fungsi dari kemampuan tanaman padi untuk
membentuk kapasitas lumbung (sink) diantaranya anakan produktif, ukuran malai dan
persentase gabah isi malai (Mallik et al., 2004). Informasi mengenai parameter
variabilitas genetik, heritabilitas dan korelasi antara karakter bermanfaat untuk
menentukan strategi dan kemajuan seleksi dalam program perakitan varietas tanaman
padi yang toleran terhadap cekaman rendaman.
6
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas maka disusun rumusan masalah
melalui pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana penampilan morfologi dan fisiologi beberapa genotipe cekaman
rendaman air sesaat selama 10-15 hari dan rendaman stagnan selama 70 hari dengan
ketinggian air 30 cm dan 50 cm.
2. Bagaimana variabilitas genetik, heritabilitas, dan korelasi antara karakter-karakter
morfologi dan fisiologi dengan hasil gabah genotipe-genotipe yang membawa gen
Sub1 pada cekaman rendaman air sesaat selama 10-15 hari dan rendaman stagnan
selama 70 hari dengan ketinggian air 30 cm dan 50 cm
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud
Maksud penelitian ini adalah melakukan pengujian 10 genotipe tanaman padi
yang membawa gen Sub1 pada cekaman rendaman air sesaat selama 10-15 hari dan
rendaman stagnan selama 70 hari dengan ketinggian air 30 cm dan 50 cm.
1.3.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan genotipe-genotipe toleran pada pada cekaman rendaman air sesaat
selama 10-15 hari dan rendaman stagnan selama 70 hari dengan ketinggian air 30
cm dan 50 cm.
2. Mendapatkan informasi mengenai penampilan morfologi dan fisiologi pada
lingkungan cekaman rendaman sesaat dan rendaman stagnan.
3. Mendapatkan informasi variabilitas genetik, heritabilitas, dan korelasi antara
7
karakter serta hubunganya dengan hasil gabah
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan adanya informasi genotipe-genotipe yang memiliki
penampilan baik pada semua lingkungan cekaman rendaman ataupun spesifik hanya
pada salah satu cekaman rendaman. Genotipe-genotipe tersebut dapat diusulkan sebagai
calon varietas untuk ditanam pada lahan yang terkendala cekaman rendaman.
Penampilan morfologi maupun fisiologi tanaman padi yang toleran terhadap cekaman
rendaman dapat dijadikan informasi awal mengenai tanggap suatu tanaman terhadap
cekaman rendaman, selama ini informasi mengenai penampilan tanaman padi terhadap
cekaman stagnan belum banyak diketahui, terutama berhubungan dengan hasil gabah.
Informasi mengenai variablitas genetik, heritabilitas dan korelasi antara karakter
bermanfaat untuk menentukan strategi dan keefektifan seleksi dalam program perakitan
varietas tanaman padi yang toleran terhadap berbagai lingkungan cekaman rendaman.
8
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Kondisi Cekaman Rendaman
Pada tanaman padi rendaman diberikan pada ketinggian tertentu untuk menjaga
kondisi tanah dan serangan gulma, namun pada beberapa spesies tanaman kelebihan air
merupakan faktor penghambat produksi (Jackson, 2004). Meskipun padi merupakan
tanaman yang dapat beradaptasi pada kondisi tanah berlebih air, namun secara umum
tanaman padi akan mati pada lingkungan dimana seluruh bagian tanaman terendam
secara keseluruhan selama lebih dari satu minggu (Ito et al, 1999). Cekaman rendaman
berpengaruh terhadap hasil biji sejumlah tanaman serealia (Setter dan Waters, 2003).
Pada lingkungan yang terendam air difusi gas lebih lambat 104 kali dibanding
dengan di udara (Armstrong dan Drew, 2002). Meskipun sejumlah gas seperti O2, CO2,
dan lainnya diproduksi oleh bagian tertetu tanaman saat tercekam rendaman, namun
konsumsi gas oleh tanaman menurun karena laju difusi yang rendah (Setter et al., 1987a,
b). Pada lingkungan terendam air transmisi cahaya menjadi rendah, yang mengakibatkan
laju fotosintesis berkurang. Penetrasi cahaya yang dapat ditangkap tanaman ketika
terendam sangat tergantung pada kekeruhan dan ketinggian rendaman. Palada dan
Vergara (1974) melaporkan persentase hidup bibit padi akan menurun setelah diberi
cekaman rendaman dengan turbulensi yang mengakibatkan air menjadi keruh sehingga
transmisi cahaya lebih rendah dari 40%. Di daerah India Timur, pada ketinggian
rendaman air 40 cm dari dasar tanah penetrasi radiasi matahari berkurang sampai 99%
(Setter et al., 1995b). Selain itu tingkat cekaman rendaman terhadap suatu tanaman juga
ditentukan oleh faktor lingkungan lainnya seperti turbulensi air, benturan fisik dengan
9
materi yang terbawa banjir dan kekeruhan air karena adanya kotoran, ganggang, serta
gulma air (Setter et al., 1995a; Ramakrishnayya et al., 1999; Jackson dan Ram, 2003;
Das et al., 2005).
Cekaman rendaman terhadap tanaman padi dapat dikelompokan berdasarkan
durasi dan ketinggian rendaman. Berdasarkan durasi cekaman rendaman dibedakan
menjadi rendaman sesaat (flash flood) dan rendaman stagnan (stagnant flood) (Maurya et
al., 1988). Rendaman sesaat terjadi jika tanaman padi terendam air selama kurang dari
tiga minggu kemudian air surut kembali. Jenis rendaman ini merupakan tipologi daerah-
daerah tadah hujan, pasang surut dan tepian sungai (Mackill et al., 1999). Pada cekaman
rendaman stagnan ketinggian air relatif stabil pada ketinggian yang bervariasi selama
lebih dari tiga minggu. Jenis rendaman ini merupakan tipologi daerah rawa lebak
(Nugroho dkk., 1993). Berdasarkan ketinggian air yang merendam tanaman, rendaman
dikelompokkan menjadi rendaman sebagian (partial submergence) jika 40-99% dari
bagian atas tanaman terendam air dan rendaman yang mengakibatkan seluruh bagian
tanaman terendam air (complete submergence) (Setter et al., 1987b). Terkadang banjir
dapat mencapai ketinggian air lebih dari 2 meter selama beberapa minggu yang
mengakibatkan tanaman padi terendam seluruh bagian tanamannya oleh air (Setter et al.,
1989a; Dwivedi dan HilleRisLambers, 1991).
Potensi areal terkendala cekaman rendaman untuk dikembangan menjadi areal
pertanian masih sangat luas, untuk lahan pasang surut saja diperkirakan seluas 9.53 juta
untuk daerah rawa lebak diperkirakan mencapai 13.5 juta hektar yang terdiri dari (1)
lebak dangkal yang genangan airnya kurang tiga bulan dan kedalaman air kurang dari 50
cm, seluas 4,17 juta hektar, (2) lebak tengahan yang genangan air 3-6 bulan dengan
kedalaman air 50-100 cm , seluas 6,08 juta hektar dan (3) lebak dalam yang genangan air
lebih dari 100 cm seluas 3,04 juta hektar (Nugroho dkk., 1993; Widjadja-Adhi, 1995).
10
2.1.2. Respon Morfologi
Pemanjangkan batang (shoot elongation) adalah respon morfologi paling umum
pada tanaman yang tercekam rendaman air (Vreizen et al., 2003, Harada et al., 2005,
Ookawara et al., 2005). Adanya pola kesamaan respon pemanjangan batang pada A.
thaliana antara yang ternaungi tanpa rendaman dengan yang terendam pada tanaman
amphibi Rumex palustris (Pierik et al., 2005). Setter dan Laureles (1996) melaporkan
terdapat korelasi negatif antara persentase hidup dengan kemampuan memanjang, hal ini
disebabkan dalam proses pemanjangan batang tanaman banyak kehilangan energi.
Pemanjangan batang pada lingkungan cekaman rendaman stagnan berdampak
positif karena batang yang memanjang mengakibatkan daun berada di permukaan air
sehingga memperoleh sinar matahari, O2 dan CO2 (Setter et al.,1987b; Setter et al.,
1995a). Khan et al. (1987) meneliti 14 genotipe padi yang memiliki kemampuan
pemanjangan batang berbeda-beda. Hasil penelitian mereka menunjukkan kecepatan
pemajangan batang berlangsung cepat pada awal perendaman dan menurun seiring
dengan waktu perendaman.
Hal menarik ditemukan oleh Supartopo et al. (2008) diantara galur toleran
terhadap cekaman rendaman terdapat perbedaan dalam kemampuan pemanjangan batang
ketika terendam, galur IR49830-7-1-2-2 memiliki kemampuan pemanjangan batang
rendah sehingga cocok untuk ditanam di daerah cekaman rendaman sesaat (pasang surut
atau pinggiran sungai), sedangkan IR70213-9-CPA-12-UBN-2-1-3-1 memiliki
pemanjangan batang yang baik sehingga galur-galur tersebut dapat dikembangkan pada
daerah cekaman rendaman stagnan (rawa lebak).
Data yang diperoleh dari IRRI (IRRI 2008, data belum dipublikasi) kehilangan
hasil pada varietas IR42 akibat cekaman rendaman stagnan dengan ketinggian air 40 cm
11
selama 100 hari dapat mencapai 94%. Mallik et al (2004) melaporkan penurunan hasil
gabah tanaman akibat adanya cekaman rendaman diakibat menurunnya kapasitas wadah
(sink), seperti jumlah malai, ukuran malai, dan meningkatnya kehampaan malai.
Klorosis pada daun varietas IR42 yang diberi perlakuan cekaman rendaman fase
bibit selama 6 hari dilaporkan oleh Jackson, et al. (1987). Ella dan Ismail (2006)
melaporkan persentase tanaman padi yang hidup berkorelasi dengan kandungan klorofil
a/b daun setelah rendaman. Armstrong dan Armstrong (2005b) membuktikaan dalam
penelitiannya bahwa oksigen dapat diregenerasi pada bagian batang tanaman alder
melalui pengunaan karbondioksida oleh sel klorofil. Siangliw et al. (2003) melaporkan
adanya korelasi positif antara persentase hidup tanaman padi setelah diberi cekaman
rendaman delapan hari dengan kemampuan menjaga daun agar tidak senesen.
2.1.3 Respon Fisiologi
Setter et al (1997) mencatat 17 karakter yang berperan dalam mengontrol
toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman. Secara garis besar mereka
menyimpulkan tiga hal yang penting dalam respon tanaman padi toleran terhadap
cekaman rendaman, yaitu : a) mempertahankan konsentrasi karbohidrat agar tetap tinggi
sebelum, pada saat dan sesudah rendaman, b) meningkatkan laju fermentasi alkohol c)
mempertahankan konversi energi dengan cara memperlambat laju pemanjangan batang.
Kandungan karbohidrat pada tanaman telah lama diketahui menjadi faktor
penting dalam toleransi tanaman terhadap cekaman rendaman (Setter et al., 1987a). Pada
varietas toleran FR13A konversi karbohidrat untuk pemanjangan batang berjalan lambat
sehingga kebutuhan karbohidrat dapat digunakan untuk tumbuh dan mempertahankan
proses fisiologis setelah cekaman rendaman berakhir (Penning de Vries et al., 1983).
Varietas intoleran IR42 yang diberi perlakuan rendaman selama 6 hari pada fase bibit
12
mengalami penurunan akumulasi bahan kering, penurunan karbohidrat terlarut dalam
batang lebih dari 75% (Jackson et al,1987). Malik et al. (1995) melaporkan terdapat
korelasi positif antara kandungan karbohidrat pada batang dengan hasil gabah tanaman
padi yang hidup pada lingkungan cekaman rendaman 12 hari. Ella dan Ismail (2006)
melaporkan konsentrasi karbohidarat pada batang sebelum rendaman berkorelasi positif
dengan persentase hidup tanaman padi setelah cekaman rendaman.
Akibat cekaman rendaman laju penambahan bobot kering varietas IR42 sebelum
dan setelah cekaman rendaman terhenti (Jackson et al., 1987). Terhentinya pertambahan
bobot kering tanaman akibat terhambatnya produksi asimilat dari proses fotosintesis.
Fotosintesis terhambat akibat rendahnya ketersediaan CO2 dan penetrasi cahaya (Setter et
al., 1987a, b).
Cekaman rendaman mengakibatkan perubahan fisiologi tanaman dari kondisi
aerob ke anaerob. Akibat gas O2 dan CO2 kurang tersedia di dalam air mengakibatkan
penurunan laju fotosintesis dan respirasi anaerob yang diikuti dengan meningkatnya
produksi protein anaerob, dan meningkatnya fermentasi alcohol (Ito et al., 1999). Ketika
tanaman mengalami cekaman rendaman glikolisis merupakan rangkaian proses penghasil
utama ATP yang kemudian dilanjutkan fermentasi alkohol yang berakibat meningkatnya
aktivitas enzim piruvat dekarboksilase (PDA) dan alkohol dehidrogenase (ADH)
(Reggiani et al.,1986, Mohanty dan Oong, 2003).
Cekaman rendaman menyebabkan meningkatnya produksi hormon etilen dan
asam giberelat pada tanaman (Raskin dan Kende, 1984, Setter et al, 1987). Hormon
etilen menyebabkan degradasi klorofil sehingga daun cepat senesen (Setter et al. 1987b,
Ella et al 2003). Indek pemanjangan batang yang tinggi terjadi pada tanaman yang
tercekam rendaman air akibat distimulasi oleh pembentukan hormon asam giberelat
(Khan et al., 1987).
13
Interaksi beberapa hormon yang mengatur ketahanan terhadap cekaman
rendaman pada tanaman Rumex palustris telah diteliti oleh Voesenek et al. (2003).
Mereka melaporkan akumulasi etilen pada bagian petiole yang terendam merupakan
sensor bagi tanaman untuk beradaptasi pada kondisi lingkungan hidupnya. Ketika terjadi
rendaman ada jalur transduksi yang mengakibatkan menurunya konsentrasi asam absisik
(ABA) endogen, serta adanya level konsentrasi tertentu bagi auksin dan gibberelin
sehingga memungkinkan untuk terjadinya pemanjangan petiole.
Armstrong dan Armstrong (2005a) mengamati adanya reaksi kimia reduksi sulfat
menjadi sulfida, pada kondisi yang lama sulfida akan menghambat pertumbuhan akar.
Kekurangan oksigen pada akar juga disebabkan oleh nitrate yang dibebaskan dari bahan
organik yang menghalangi oksigen yang dapat diserap oleh akar (Kirk dan Kronzucker,
2005).
2.1.4 Genetika dan Pemuliaan Varietas Toleran Rendaman Air
Secara umum tanaman padi tidak toleran jika seluruh bagian tanaman terendam
oleh air selama beberapa hari, namun ada beberapa varietas lokal yang berasal dari
daerah Asia Barat dan semenanjung Asia Tenggara antara lain FR13A, Kurkaruppan,
BKNFR dan Thavalu teridentifikasi toleran terhadap cekaman rendaman selama
beberapa hari (Mazaredo dan Vergara, 1982, Xu et al., 2006). Biasanya varietas lokal
tersebut memiliki kelemahan, yaitu produksinya rendah, rentan terhadap hama dan
penyakit, berumur panjang dan mutu berasnya tidak baik (Mackill et al., 1993).
Hasil analisis segregasi terhadap keturunan persilangan antara galur toleran dan
intoleran cekaman rendaman menunjukkan bahwa toleransi dikontrol oleh gen poligenik
dengan efek dominan parsial atau lengkap (Suprihatno dan Coffman, 1981). Karakter
yang mengatur toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman bersifat kuantitatif
14
(Mohanty dan Kush, 1985). Mackill et al. (1993) telah berhasil memperoleh sejumlah
galur dengan menggunakan metode pemuliaan konvensional dan galur elit toleran
rendaman yang pertama dihasilkan IRRI adalah IR49830(-7-1-2-2), telah dilepas sebagai
varietas di Kamboja dengan nama Popoul (Mackill et al., 1999). Perkembangan varietas
tersebut mengalami kendala karena memiliki karakteristik mutu beras yang kurang baik,
Dengan demikian untuk memperoleh varietas yang dapat diadopsi luas oleh petani maka
dilakukan perbaikan terhadap varietas yang sudah ditanam luas dengan memasukan gen
ketahanan terhadap cekaman rendaman (Mackill, 1999).
Penggunaan metode quantitative trait loci (QTL) telah berhasil mengidentifikasi
gen yang mengatur toleransi terhadap cekaman rendaman, Sub1, yang pengaruhnya
paling kuat ada pada kromosom 9 (Xu et al., 1996) dan berkait erat dengan dua marker
RFLP RZ698 and C1232 pada jarak 2.4 dan 4.9 cM (Xu et al., 2000) dan dua marker
mikrosatelit RM219 dan RM464A pada jarak 3.4 dan 0.7 cM (Xu et al. 2004). Semua
respon fisiologis dalam mengatasi cekaman rendaman yang diatur oleh gen Sub1 yang
merupakan tipe gen ethylene-response factor like genes (Xu et al., 2006).
Gen Sub1 telah berhasil dimasukkan ke beberapa varietas berdaya hasil tinggi di
Asia yang ditanam lebih dari satu juta hektar antara lain IR64, Swarna, Samba Mahsuri
BR11, TDK dan CR1009 (IRRI 2007a, Mackill 2007, Septiningsih et al., 2008). Metode
pemuliaan yang digunakan adalah metode silang balik dengan bantuan marka molekuler
atau marker assisted backcrossing (MAB). Dengan menggunakan metode MAB tanaman
toleran cekaman rendaman yang membawa gen Sub1 dapat diperoleh dalam waktu
singkat yaitu pada generasi BC3F2 dengan susunan locus homozigot seperti pada tetua
recurrentnya (Xu et al., 2006, Mackill, 2007, Septiningsih et al., 2008).
15
Gambar 1. Penampilan tetua Swarna dan IR48930 (pembawa gen Sub1) serta galur generasi BC3F2 hasil persilangan antara Swarna dengan IR48930 setelah diberi cekaman rendaman 14 hari pada umur bibit 14 hari. (Sumber : Xu et al., 2006)
Contoh aplikasi metode MAB adalah pada pembentukan varietas Swarna-Sub1
yang merupakan hasil persilangan antara varietas Swarna dengan IR48930 (pembawa
gen Sub1), pada generasi BC3F2 diperoleh galur toleran terhadap cekaman rendaman.
Hasil pengujian galur BC3F2 persilangan Swarna dengan IR48930 pada cekaman
rendaman selama 14 hari pada fase bibit dari, dapat dilihat pada Gambar 1 dimana
penampilan persentase tanaman hidup galur BC3F2 lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas pembanding intoleran Swarna. Hasil pengujian pada kondisi normal di IRRI
mengindikasikan tidak ada perbedaan yang nyata pada karakter gabah hasil (Swarna: 6.3
± 0.1 t.ha-1; Swarna- Sub1:6.4 ± 0.1 t.ha-1), tinggi tanaman (Swarna: 105 ± 1.4 cm;
Swarna-Sub1: 106 ±1.2 cm), indek panen (keduanya 0.35) dan kadar amilosa (Swarna:
26.4%; Swarna-Sub1: 25.9%) (Xu et al., 2006).
Penelitian molekuler mengenai toleransi tanaman terhadap cekaman rendaman
dengan menggunakan QTL telah banyak dilakukan tetapi masih sedikit penelitian
mengenai estimasi nilai heritabilitas karkater-karakter yang berhubungan dengan
16
cekaman rendaman. Karakter-karakter yang berhubungan dengan level toleransi terhadap
cekaman lingkungan biasanya diatur oleh sejumlah gen bersifat kuantitatif (Waters et al.,
1991). Pada tanaman gandum yang tercekam rendaman memiliki nilai estimasi
heritabilitas karakter hasil rendah, sedangkan pada karakter yang berhubungan dengan
hasil gabah seperti kandungan klorofil, berat malai dan jumlah malai adalah tinggi
(Callaku dan Harrison, 2005).
Terdapat keragaman genetik yang luas genotipe-genotipe tanaman padi yang
adaptif pada daerah-daerah cekaman rendaman, berdasarkan pola isoenzim genotipe-
genotipe padi tersebut digolongkan pada group III (Khush et al, 2003). Bose dan Pradhan
(2005) melaporkan bahwa karakter hasil, umur berbunga 50%, jumlah malai dan tinggi
tanaman memberikan kontribusi lebih dari 50% terhadap variablititas genetik pada 35
genotipe padi air dalam yang diberi cekaman rendaman.
Nandi et al (1997) melaporkan dari hasil analisi QTL terdapat empat lokus yang
berkait erat dengan gen Sub1 namun efeknya relatif kecil terhadap level toleransi
tanaman padi terhadap cekaman rendaman. Xu et al. (2006) melaporkan tiga alel yang
ada pada gen Sub1, yaitu Sub1A, Sub1B, dan Sub1C, setiap genotipe yang membawa
ketiga alel tersebut berbeda-beda, selain itu efek setiap gen terhadap level toleransi
tanaman juga berbeda.
Hasil pengujian daya hasil galur-galur pembawa gen Sub1 di daerah pasang surut
dan lebak di Indonesia ternyata memiliki daya hasil gabah yang tidak konsisten
(Hairmansis dkk., 2008). Hal ini menunjukkan adanya interaksi genotipe dengan
lingkungan. Rata-rata tanaman hidup varietas hasil introgesi gen Sub1 terhadap cekaman
seluruh bagian tanaman terendaman selama satu minggu bervariasi antara 76 – 95%,
sedangkan galur-galur intoleran berkisar antara 31-55% (Supartopo dkk., 2008).
17
2.2. Kerangka Pemikiran
Respon toleransi varietas FR13A terhadap cekaman rendaman adalah mampu
mempertahankan proses fisiologinya selama rendaman dan memulihkan diri saat
rendaman berhenti. Suplai karbohidarat pada batang dijaga dengan tidak berlebih dalam
pemanjangan batang yang sehingga mampu menyimpan energi untuk proses pemulihan
setelah cekaman rendaman berhenti. Selain itu tanaman yang toleran juga memiliki
kecepatan fermentasi alkohol sehingga mampu menyediakan energi tanpa proses
respirasi aerob (Vergara dan Ismail, 2006).
Hasil beberapa pengujian yang dilakukan di Indonesia (Hairmansis dkk., 2008,
Supartopo dkk., 2008, Septiningsih et al., 2008) dan di IRRI (IRRI, 2008 data belum
dipublikasikan) ternyata ada variasi pada persentase hidup genotipe-genotipe yang
membawa gen Sub1. Menurut Mackill et al. (1999) tingkat toleransi galur-galur yang
dimasuki gen Sub1 bervariasi disebabkan hasil pemetaan QTL gen Sub1 pengaruhnya
paling kuat ada pada kromosom 9 dan hanya mampu mengukur sekitar 70% variasi
fenotipe yang ada dengan nilai logarithm odd (LOD) lebih dari 35. Hasil analisis QTL
dilakukan oleh Nandi et al. (1997) menyebutkan adanya empat lokus yang terkait erat
dengan gen Sub1, namun efeknya kecil terhadap level toleransi tanaman. Dari kenyataan
di atas ada kemungkinan interaksi gen Sub1 dengan gen-gen lain yang dibawa oleh
varietas yang dimasuki oleh gen Sub1 sebagai tetua recurrent, sehingga menimbulkan
variabilitas genetik.
Varietas FR13A merespon terhadap cekaman rendaman dengan tidak mengalami
pemanjangan batang yang berlebih (Penning de Vries et al., 1983; Setter dan Laureles,
1996). Namun demikian, galur IR70213-9-CPA-12-UBN-2-1-3-1, yang merupakan
turunan FR13A, selain toleran terhadap cekaman rendaman juga mempunyai
kemampuan pemanjangan batang yang cukup baik dibandingkan dengan galur-galur lain
18
yang memiliki gen Sub1 (Supartopo dkk., 2008). Galur dengan karakteristik seperti ini
cocok dikembangkan untuk daerah yang mempunyai cekaman rendaman stagnan (rawa
lebak). Demonstrasi plot di IRRI pada musim kemarau 2007 (IRRI, 2008 data belum
dipublikasikan), pada karakter persentase hidup tanaman, umur dan hasil gabah terdapat
interaksi antara genotipe dengan lingkungan normal, cekaman rendaman sesaat 12 hari
dan cekaman stagnan 15-20 cm selama 65 hari. Adanya interaksi antara genotipe dan
lingkungan (macam kondisi cekaman) akan memunculkan genotipe terbaik yang
merespon pada lingkungan berbagai macam cekaman rendaman tersebut.
Toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman air dikendalikan oleh
sejumlah gen (Suprihatno dan Coffman, 1981; Mohanty dan Kush, 1985). Belum banyak
laporan mengenai estimasi nilai varibilitas genetik dan heritabilitas beberapa karakter
yang berkait erat dengan toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman. Karakter-
karakter yang berhubungan dengan level toleransi terhadap cekaman lingkungan
biasanya diatur oleh sejumlah gen bersifat kuantitatif (Waters et al., 1991). Pada tanaman
gandum yang tercekam rendaman nilai estimasi heritabilitas karakter hasil adalah rendah,
sedangkan pada karakter kandungan klorofil, berat malai dan jumlah malai adalah tinggi
(Callaku dan Harrison, 2005). Informasi mengenai variabilitas genetik, heritabilitas dan
korelasi antara karakter bermanfaat untuk menentukan strategi dan kemajuan seleksi
dalam program perakitan varietas tanaman padi yang toleran terhadap cekaman
rendaman.
Rendahnya hasil gabah tanaman padi akibat cekaman rendaman dikarenakan
berkurangnya populasi tanaman per satuan luas area, hal ini berkaitan dengan persentase
kemampuan hidup tanaman setelah diberi cekaman rendaman. Persentase kemampuan
hidup akibat cekaman rendaman berkorelasi erat dengan kandungan karbohidrat pada
19
batang (Setter et al., 1987a; Jackson et al. 1987; Ella dan Ismail, 2006), kandungan
klorofil a/b (Armstrong dan Armstrong, 2005b; Ella dan Ismail 2006) dan kemampuan
senesen daun (Jackson et al, 1987; Siangliw et al. 2003; Toojinda et al., 2003). Selain itu
rendahnya hasil gabah akibat cekaman rendaman terjadi akibat berkurangnya kapasitas
lumbung/sink antara lain, jumlah malai, ukuran malai dan persentase gabah isi malai
(Malik et al., 2004).
Penelitian mengenai cekaman rendaman stagnan selama beberapa bulan belum
banyak diteliti. Respon morfologi dan fisiologi antara cekaman seluruh bagian tanaman
terendaman selama beberapa minggu dan stagnan selama beberapa bulan dengan parsial
rendaman akan berbeda satu sama lain. Pada cekaman rendaman parsial tanaman masih
mempunyai kesempatan untuk berfotosintesis pada daun-daun yang berada di permukaan
air. Karakter-karakter morfologi dan fisiologi sebagai respon cekaman rendaman akan
berbeda pada kondisi jika rendaman terjadi pada seluruh bagian tanaman padi.
20
2.3. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dibuat hipotesis sebagai berikut :
1. Penampilan morfologi dan fisiologi genotipe-genotipe padi pembawa gen Sub1
yang diuji pada lingkungan normal, cekaman rendaman sesaat dan cekaman
rendaman stagnan akan berbeda-beda, sehingga akan memunculkan genotipe
terbaik pada kondisi lingkungan tertentu atau pada seluruh lingkungan cekaman.
2. Genotipe-genotipe pembawa gen Sub1 mempunyai latar belakang genetik yang
berbeda-beda sehingga variabilitas genetik karakter morfologi dan fisiologi pada
berbagai lingkungan cekaman rendaman adalah luas.
3. Nilai estimasi heritabilitas pada berbagai lingkungan cekaman rendaman untuk
karakter hasil gabah dan karakter morfologi dan fisiologi ada yang rendah, sedang
dan tinggi.
4. Karakter morfologi dan fisiologi yang berkorelasi dengan hasil gabah pada
berbagai kondisi cekaman rendaman adalah persentase tanaman hidup setelah
direndam, kecepatan pemanjangan batang, anakan produktif, penghambatan
senesen, kandungan klorofil daun, kecepatan laju tumbuh dan kandungan
karbohidrat dalam batang tanaman.
21
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Percobaan
Penelitian akan dilakukan di lapangan bak rendaman IRRI Los Banos Philipina
pada musim kemarau dari bulan November 2008 - Maret 2009.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih dari 14 genotipe
tanaman padi (nama genotipe pada lampiran 1), pupuk N (urea), pupuk K (KCl), pupuk P
(SP-36), pupuk seng (Zn2SO4), moluskasida saponin, insektisida karbofuran, insektisida
karbosulfan, fungsida heksakonazol, Aseton 80%, Etanol 80%, Nitrogen cair, larutan
buffer Na-fosfat.
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah: timbangan digital, mistar
pengukur, oven, kantong kertas,gunting, sabit, papan nama, buku catatan harian, light
meter (LI-COR 250, Lincoln, NE), moister tester, oksigen meter (Syland Scientific
GMBH Simplair F5 model 4000, Heppenheim, Germany), pH meter (ORION Model
230A, Beverly, MA), sentrifugasi, spektofotometer, pipet, tabung ukur, tabung reaksi,
tabung elemeyer.
3.3 Metode Penelitian
Percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan metode eksperimen yang
dilakukan pada empat lingkungan. Keempat lingkungan yang digunakan dalam
percobaan ini merupakan perlakukan rendaman air yang berbeda masing-masing
lingkungan, yaitu :
22
L1 : Tanaman diperlakukan dengan irigasi normal ketinggian air dari permukaan tanah
5 cm
L2 : Seluruh bagian tanaman direndam dengan tinggi rendaman 30 cm dari permukaan
tanah pada umur tujuh hari setelah bibit dipindah ke lapangan. Perendaman
diberikan sekitar 10-15 hari, jika 50% genotipe intoleran mati. Penghentian
rendaman dilakukan pada sore hari dengan cara air disurutkan sampai pada kondisi
normal.
L3 : Seluruh bagian tanaman direndam, perlakuan perendaman diberikan pada umur
tujuh hari setelah bibit dipindah ke lapangan seperti pada L2, ketinggian rendaman
tetap dipertahankan 30 cm dari permukaan tanah selama 70 hari.
L4 : Seluruh bagian tanaman direndam, perlakuan perendaman diberikan pada umur
tujuh hari setelah bibit dipindah ke lapangan seperti pada L2, ketinggian rendaman
dipertahankan setinggi 50 cm dari permukaan tanah selama 70 hari.
Sejumlah 14 genotipe digunakan sebagai perlakuan dalam setiap lingkungan
percobaan. Genotipe-genotipe tersebut di tata dalam rancangan acak kelompok (RAK)
dengan tiga ulangan (tata letak percobaan pada lampiran 2). Model linier untuk setiap
lingkungan percobaan menggunakan persamaan linier menurut Steel dan Torrie (1989):
Yijk = μ + g + r+ εgr
dimana :
Yijk = Besarnya nilai pengamatan pada ulangan ke-i dan genotipe ke-j
μ = Nilai rata-rata keseluruhan
g = Pengaruh aditif genotipe ke-g
r = Pengaruh ulangan ke-r
εgr = Error percobaan genotipe ke-g pada pengamatan ke-r
23
Berdasarkan model linier di atas dapat disusun daftar analisis varians, seperti
yang tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar analisis varians untuk setiap lingkungan percobaan
Sumber variasi
Derajat bebas Varians E(MS)
Replikasi (R)Genotipe (G)ErrorTotal
(r-1) (g-1) (g-1)(r-1) (r-1)(g-1)
M 3
M 2
M 1
σ2e + rσ2
g
σ2e
Untuk mengetahui homogenitas data keempat lingkungan percobaan, dilakukan uji
Bartllet yang berprinsip uji χ2 (Chi-square) mengikuti prosedur Steel dan Torrie (1989),
sebagai berikut :
χ2 = 2,306 {[Σ(ni -1)] log σ2- Σ (ni – 1) log σi2}
Faktor koreksi = 1+
χ2terkoreksi =
dimana:
σ2 = kuadrat tengah sumber variasi
ni = derajat bebas total
k = jumlah sumber variasi yang dianalisis
Jika nilai χ2 nyata artinya varians error pada lingkungan percobaan tidak
homogen, sehingga analisis varians gabungan semua lingkungan tidak dapat dilakukan.
Dengan demikian dilakukan analisis varians mandiri setiap lingkungan. Dan jika nilai χ2
tidak nyata artinya varians error pada lingkungan percobaan homogen, sehingga analisis
24
gabungan semua lingkungan dapat dilakukan. Dengan demikian model linier dari
rancangan acak kelompok gabungan empat lingkungan percobaan menjadi sebuah
persamaan liniar seperti pada Steel dan Torrie (1989) :
Yijk = μ + g + j+( )ij + εglr
dimana :
Yijk = Besarnya nilai pengamatan pada ulangan ke-i dan genotipe ke-j
μ = Nilai rata-rata keseluruhan
g = Pengaruh genotipe ke-i
l = Pengaruh lingkungan ke-j
( )gl = Pengaruh interaksi genotipe ke-i dengan lingkungan ke-j
εglr =Error percobaan genotipe ke-i dalam kelompok ke-k yang
dilaksanakan dilingkungan ke-j
Varians percobaan gabungan lingkungan dan genotipe dianalisis menggunakan
analisis varians gabungan mengikuti prosedur Fehr (1987), seperti yang tercantum pada
Tabel 2.
Tabel 2. Daftar analisis varians gabungan lingkungan
Sumber variasi Derajat Bebas Varians E(MS) Fhitung FtabelLokasi (L)Replikasi/LGenotipe (G)LxGErrorTotal
(l-1) (r-1)l (g-1) (l-1)(g-1) l(g-1)(r-1)glr-1
M 3
M 2
M 1
--σ2
e + r(σ2gl) + rl(σ2
g )
σ2e + r(σ2
gl)σ2
e
M3/M1
Apabila terjadi interaksi genotipe dengan lingkungan untuk mengetahui genotipe mana
yang berbeda nyata dengan varietas pembanding maka dilakukan uji least significant
25
increase (LSI) mengikuti prosedur Steel and Torrie (1989), dengan menggunakan
rumus :
dimana:
tα = nilai t- tabel eka arah
r = banyaknya ulangan genotipe yang diuji
c = banyaknya ulangan varietas pembanding
M1 = nilai kuadrat tengah error
Semua nilai rata-rata genotipe yang lebih besar dari , maka dinyatakan
berbeda nyata dengan varietas pembanding.
Untuk mengetahui perbedaan penampilan suatu genotipe terhadap masing-masing
lingkungan dilakukan uji perbandingan nilai rata-rata antar lingkungan dengan
menggunakan uji least significant different, menggikuti prosedur Steel dan Torrie
(1989):
M4 = kuadrat tengah
db r/l = derajat bebas jumlah ulangan dalam lingkungan.
Jika terdapat interaksi antara genotipe dengan lingkungan maka dapat dilakukan
analisis stabilitas karakter-karakter tertentu dari genotipe-genotipe pada keempat
lingkungan percobaan dengan menggunakan model Additive Mean Effect and
Multiplicative Interaction (AMMI), dengan model persamaan linier sebagai berikut
(Gauch, 1992).
26
dimana :
= penampilan karakter genotipe g pada lingkungan l dan ulangan r
= nilai rata-rata keseluruhan
= nilai rata-rata deviasi genotipe
= nilai rata-rata deviasi lingkungan
N = jumlah axis komponen utama yang terdapat dalam model
= nilai singular untuk sumbu komponen utama ke-n
= nilai singular vektor genotipe untuk sumbu komponen utama ke-n
= nilai singular vektor lingkungan untuk sumbu komponen utama ke-n
= sisa dari perhitungan AMMI
εgrl =Error percobaan genotipe ke-i dalam ulangan ke-r yang dilaksanakan
dilingkungan ke-l
Dari model linier AMMI maka interaksi genotipe dengan lingkungan dapat
dipecah menjadi komponen-kompenen utama interaksi (KUI), Setiap KUI
menggambarkan besaran varians genotipe dan lingkungan yang menyumbang terhadap
interaksi. Berdasarkan perhitungan KUI maka dapat dibuat suatu plot dengan
27
menumpangtindihkan vektor-vektor dalam ruang berdimensi dua (biplot). Biplot antara
nilai komponen utama pertama dengan nilai rata-rata suatu karakter disebut biplot
AMMI1 dan biplot antara komponen utama kedua dan nilai komponen pertama disebut
biplot AMMI2. Biplot AMMI1 menunjukkan bahwa genotipe yang mempunyai daya
adaptasi baik pada suatu lingkungan, jika genotipe dan lingkungan bertanda sama
(berinteraksi positif). Biplot AMMI2 menggambarkan pengaruh interaksi antara genotipe
dan lingkungan, semakin dekat jarak lokasi dengan genotipe, atau semakin kecil sudut
diantara keduanya, maka makin kuat interaksinya.
Jika keempat lingkungan untuk karakter tertentu tidak homogen maka untuk
mengetahui varians fenotipe dan genoitpe dianalisis dengan menggunakan Tabel 1.
Jika keempat lingkungan untuk karakter tertentu homogen dan terjadi terjadi interaksi
maka untuk mengetahui varians fenotipe dan genoitpe dianalisis dengan
menggunakan Tabel 2.
Standar deviasi genetik σ dan fenotipik σ diduga dengan rumus (Anderson
dan Bancroft, 1952) dikutip oleh Wahdah et al., (1997):
28
Dalam rangka menentukan luas dan sempit variabilitas genetik, maka nilai duga
variabilitas genetik dibandingkan dua kali standar deviasi dari varians genetik, hal sama
dilakukan untuk menentukan luas dan sempit variabilitas fenotipik.
Nilai heritabilitas dalam arti luas diestimasi mengikuti rumus yang digunakan
Fehr (1987):
Pengelompokan kriteria nilai duga heritabilitas karakter-karakter yang diamati mengikuti
Stansfield (1991), yaitu tinggi (1 - 0.5), sedang (0.2 - 0.5), dan rendah (0 - 0.2)
Nilai koefisien korelasi fenotipik dan genotipik antara karakter jika
keempat lingkungan percobaan tidak homogen dihitung menggunakan analisis kovarians
seperti pada Tabel 3.
29
Tabel 3. Daftar analisis kovarians untuk setiap lingkungan percobaan
Sumber variasi Derajat bebas Kuadrat tengah hasil kali (KTHK)
Nilai harapan hasil kali kuadrat tengah (NHKT)
Replikasi (R)Genotipe (G)ErrorTotal
(r-1) (g-1) (g-1(r-1) gr-1
K 2
K 1
-Koveij + r(Kovgl)Koveij
Kov gij=
Kov fij = Koveij + Kovgij
Jika keempat lingkungan homogen maka digunakan analisis kovarians gabungan
lingkungan seperti pada Tabel 4. Analisis kovarians dilakukan menggikuti prosedur
yang dikemukakan oleh Sing dan Chaudhary (1979) dalam Atlin dan Frey (1988):
Tabel 4. Daftar analsis kovarians gabungan lingkungan
Sumber variasi
Derajat Bebas
Kuadrat tengah hasil kali (KTHK)
Nilai harapan hasil kali kuadrat tengah (NHKT)
Lokasi (L)Replikasi/LGenotipe (G)LxGErrorTotal
(l-1) (r-1)l (g-1) (l-1)(g-1) l(g-1)(r-1)glr-1
K 3
K 2
K 1
--Koveij+ r(Kovglij) + rl(Kovgij )Koveij + r(Kovgl)Koveij
Kov gij=
Kov fij = Koveij + Kovgij
30
Dalam rangka mengetahui tingkat kebermaknaan koefisein korelasi genetik maupun
fenotipik dilakukan uji t dengan rumus :
t hitung t hitung
Jika t hitung lebih besar dari t tabel dengan db = n-2 maka korelasi dinyatakan bermakna.
Data yang diperoleh dari percobaan ditabulasi menggunakan program Microsoft
Exel 2007, sedangkan perhitungan analisis statistik akan dilakukan dengan bantuan
sofware Crop Stat (IRRI, 2007b).
3.4 Pelaksanaan Percobaan
Benih sebanyak 50 gram per genotipe per ulangan per lingkungan di semai pada
tempat pembibitan 1 m2. Setelah bibit berumur 21 hari kemudian dipindah tanam ke bak
percobaan di lapangan. Setiap genotipenya ditanam dua bibit dalam satu lubang pada
jarak tanam 20 cm x 20 cm dengan luasan plot 2m x 5m = 10 m2, sehingga jumlah
tanaman per genotipe per plot adalah 250 tanaman. Antara genotipe dalam satu ulangan
dan antara ulangan dalam satu lingkungan diberi jarak 20 cm, sehingga tidak ada jarak
antara di dalamnya.
Pengamatan variabel yang membutuhkan penghancuran tanaman diambil dari
tanaman yang berada dua baris dari pinggir plot. Tanaman yang akan dipanen hasil
31
gabah adalah tanaman-tanaman yang berada di dalam setelah dua baris dari pinggiran
plot, seluas 6 baris x 0,2 m x 4 m = 4,8 m2(lampiran 2).
Semua pupuk diberikan sebagai pupuk dasar adalah urea, SP-36, KCl, dan
Zn2SO4 dengan takaran masing-masing sebanyak 200 kg.ha-1, 100 kg.ha-1, 100 kg.ha-1
dan 5 kg.ha-1. Pencegahan serangan hama insekta dan keong pada pertanaman muda
dilakukan dengan memberikan Karbofuran dan Moluscasida saponin bersamaan dengan
pupuk dasar dengan dosis masing-masing 3 kg.ha-1 dan 2 kg.ha-1. Penyulaman dilakukan
seminggu setelah tanam sebelum perlakuan rendaman diberikan. Ganggang dan gulma
air yang tumbuh pada kolam perendaman selalu dibersihkan dengan menggunakan jaring
ikan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan insektisida dan
fungisida secara periodik dua minggu sekali.
Pemberian air untuk perlakuan rendaman diberikan dengan cara membuka
saluran irigasi ke arah bak percobaan dengan kecepatan air masuk disesuaikan sehingga
arus air masuk tidak mengganggu pertanaman padi yang ada di dalam bak percobaan.
Setelah rendaman mencapai ketinggian sesuai dengan perlakuan percobaan, ketinggian
air dipertahankan dengan cara memasukan air jika ketinggian berkurang dan
mengeluarkan air jika ketinggian air berlebih dengan melihat indikator tinggi air
perlakuan yang ditempatkan di tengah-tengah lingkungan percobaan.
3.5. Pengamatan
3.5.1. Pengamatan penunjang
Selama penelitian dilakukan pengamatan kondisi lingkungan bak rendaman dilakukan
setiap hari pukul 8.00 dan 13.00. Variabel lingkungan yang diamati antara lain:
1. Intensitas cahaya photosyntetically active radiation (PAR) dengan menggunakan
light meter.
32
2. Kelarutan O2 dan temperature diamati dengan oksigen meter.
3. pH rendaman diamati dengan pH meter
4. Kelembaban relatif di antara tanaman pada ketinggian 30 cm dari atas daun.
5. Hama dan penyakit yang menyerang pertanaman padi.
3.5.2. Pengamatan Utama
Luas plot netto untuk karakter yang diambil secara acak dari baris tanaman yang
paling dalam dengan ukuran plot 1,2 m x 4 m = 4,8 m2. Sampel yang digunakan untuk
variabel pengamatan diambil sebanyak 10 tanaman per plot atau 8.33% dari seluruh
populasi tanaman. Karakter yang diamati dari seluruh bagian tanaman (destruktif),
sampel tanaman diambil dari barisan kedua dari pinggir (lihat Lampiran 3). .
Variabel-variabel utama yang diamati dalam percobaan ini antara lain:
1. Persentase tanaman yang hidup
Persentase tanaman hidup dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang masih hidup
dalam satu plot setelah diberi cekaman rendaman dibagi dengan tanaman total
tanaman awal dalam satu plot. Tanaman mati yang tidak dihitung akan diketahui
dengan ciri-ciri daun berwarna coklat pucat dan tidak ada tahanan akar ketika
tanaman dicabut dari tanah. Perhitungan % tanaman hidup berdasarkan rumus :
2. Rata-rata kecepatan pemanjangan batang
Rata-rata kecepatan pemanjangan batang (cm/hari) diukur setiap seminggu sekali
setelah diberikan cekaman rendaman. Panjang batang diukur dari pangkal batang
sampai internode paling atas dihitung dengan rumus :
3. Tinggi tanaman
33
Tinggi tanaman diukur pada saat tanaman telah keluar malai. Tinggi diukur dari
pangkal batang sampai ujung gabah malai tertinggi, termasuk bulu gabah.
4. Jumlah anakan produktif
Jumlah anakan produktif dihitung berdasarkan anakan yang menghasilkan malai pada
saat sebelum panen.
5. Umur berbunga 50%
Dihitung berdasarkan umur tanaman (hari) dari mulai sebar sampai 50% dari seluruh
populasi tanaman dalam satu genotipe telah keluar bunga
6. Umur panen
Dihitung berdasarkan umur tanaman (hari) dari mulai sebar sampai 80% dari seluruh
populasi dalam satu genotipe tanaman telah matang.
7. Jumlah gabah total per malai
Malai utama tanaman sampel diambil, kemudian dihitung jumlah seluruh gabah yang
berisi maupun gabah yang hampa.
8. Persentase gabah isi
Dihitung berdasarkan perbandingan jumlah gabah yang berisi dengan total semua
gabah dalam satu malai.
9. Hasil gabah per plot
Hasil gabah merupakan hasil panenan gabah pada plot panen diluar dari pinggiran
dan sampel tanaman yang diamati secara dihancurkan. Luas tanaman yang dipanen
adalah 6 baris x 0.2 m x 4 m = 4.8 m2. Gabah ditimbang dan diukur kadar airnya
dengan moister tester dan di konversi kadar air 14%, dengan menggunakan rumus:
34
10. Laju tumbuh relatif
Laju tumbuh relatif merupakan laju penambahan bahan kering persatuan bahan
kering yang ada (g/g/hari). Seluruh bagian tanaman akar dan tajuk diambil dari
tanaman sampel destruktif sebanyak lima sampel secara acak. Setelah diambil dari
lapang bagian tanaman sampel dikering angin selama 2 hari setelah itu dimasukkan
kedalam oven pada temperature 45o C selama lima hari. Laju tumbuh relatif tanaman
dihitung berdasarkan rumus:
w1 = Bobot kering tanaman sebelum perlakuan rendaman (gram)
w2 = Bobot kering tanaman setelah perlakuan rendaman (gram)
t1 = Umur tanaman sebeum rendaman (hari)
t2 =Umur tanaman setelah rendaman (hari)
11. Kandungan klorofil
Kandungan klorofil diamati dari sampel tanaman destruktif yang daunnya masih
hijau pada saat tanaman sebelum diberi cekaman rendaman dan setelah rendaman
pada saat tanaman mulai pulih. Sampel berupa daun di gerus bersama dengan N2 cair,
setiap 100 mg sampel kemudian diektrak dengan 8 ml aceton 80% (v/v) dan 2.5 mm
Na-fosfat pada pH 7.8 selama 10 menit di ruangan gelap. Sampel disentifugasi 5000
G selama 10 menit. Supernatan klorofil dianalisis dengan spektofotometer pada
panjang gelombang 663 nm (Harbourne, 1987).
12. Senesen pada daun.
Senesen pada daun diamati sebelum dan setelah cekaman rendaman dengan
menggunakan alat SPAD-502 chlorophyll meter (Soil-Plant Analysis Development,
Minolta Camera Co, Osaka Japan) pada daun yang paling atas, setiap plot diamati 10
35
daun per tanaman dipangkal, ditengah dan diujung daun. Nilai rata-rata LS-SPAD
ditentukan sebesar 30 (Toojida et al 2003). Daun diatas nilai rata-rata berarti daun
tersebut mempunyai kandungan klorofil tinggi (non senesen) sedangkan daun yang
dibawah nilai rata-rata merupakan daun yang telah senesen.
13. Kandungan karbohidrat pada batang
Karbohidrat tanaman berupa karbohidrat terlarut dalam etanol dan pati diamati pada
saat sebelum dan sesudah rendaman. Sampel batang tanaman diambil kemudian
dibekukan dengan N2 cair. Sampel yang mengering diekstrak menggunakan etanol
80% untuk melarutkan karbohidarat terlarut, residu larutan kemudian dipisahkan
untuk menganalisis kandungan pati dengan metode Fales (1951) dalam Ella dan
Ismail (2006). Pati dihidrolisis menggunakan amyloglokosida (Sigma Chemicals, St.
Louis, MO) sedangkan gula bebas didegradasi dengan enzim glukosa oksida (Sigma
Chemicals, St. Louis, MO) seperti yang dilakukan oleh Kunst et al. (1988) dalam
Ella dan Ismail (2006).
36
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, J., and W. Armstrong. 2005a. Rice: sulfide-induced barriers to root radial oxygen loss, Fe2+ dan water uptake, dan lateral root emergence. Ann Bot 96: 625–638.
Armstrong, W., and J. Armstrong. 2005b. Stem photosynthesis not pressurised ventilation is responsible for light-enhanced oxygen supply to submerged roots of alder (Alnus glutinosa). Ann Bot 96: 591–612.
Armstrong, W, and M.C. Drew. 2002. Root growth dan metabolism under oxygen deficiency. In: Waisel Y, Eshel A dan Kafkafi U, eds. Plant roots: the hidden half, 3rd edn. New York: Marcel Dekker, 729–761
Atlin, Gary N, and Kenneth J. Frey. 1988. Predicting the relative effectiveness of direct versus indirect selection for oat yield in three types of stress environments. Euphytica 44(1):137-142
Azad, M. A. S., and M. Hossain. 2006. Double transplanting: economic assess ment of an indigenous technology for submergence avoidance in the flood-prone rice environment in Bangladesh. Contributed Paper Prepared for Presentation at the International Association of Agricultural Economists Conference, Gold Coast, Australia August 12-18, 2006.pp16.
Balitbang Deptan (Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian). 2007.Petunjuk teknnis pengelolaan tanaman terpadu padi lahan rawa lebak. Balitbang Deptan. Jakarta. pp42
Bose, L. K. and K.S. Pradhan. 2005. Genetic divergence in deepwater rice genotypes. Jour. Central european agr. 6 ( 4) :635-640
Collaku, A., and S. A. Harrison. 2005. Heritability of waterlogging tolerance in wheat. Crop Sci. 45:722–727
Catling, D. 1992. Rice in deep water. Manila: International Rice Research Institute.pp54
CGIAR (Consultative Group on International Agriculture Research). 2006. Intensified Research Effort Yields Climate-Resilient Agriculture To Blunt Impact of Global Warming, Prevent Widespread Hunger.Heat-tolerant Wheat, Flood-proof Rice, Satellites for Carbon Trading Among New Technologies.Press release.pp4
Das, K.K., R.K. Sarkar, and A.M. Ismail. 2005. Elongation ability dan non-structural carbohydrate levels in relation to submergence tolerance in rice. Plant Sci. 168:131–136
Dwivedi, J.L., and D. HilleRisLambers. 1991. Deepwater rice varietal improvement. IRRI, Los Banos, Philippines.
Ella, E.S., and A.M. Ismail. 2006. Seedling nutrient status before submergence Affects Survival after Submergence in Rice. Crop Sci. 46:1673-1681
Ella, E.S., N. Kawano, Y. Yamauchi, K. Tanaka, and A.M. Ismail. 2003. Blocking ethylene perception enhances flooding tolerance in rice seedlings. Funct. Plant Biol. 30:813–819.
37
Fehr Walter R. 1987. Principles of cultivar development. Vol 1: Theory and technique. Mc Graw-Hill. Inc. pp539
Gauch, H.G. 1992. Statistical Analysis of Regional Yield Trial. Elsevier Sci. Pub. Amsterdam, Netherlands. 278p
Hairmansis, A., B. Kustionto, Supartopo, I.Khairullah, dan Suwarno. INPARA3: Varietas unggul baru padi rawa toleran Rendaman. Seminar makalah penunjang Pekan Padi Nasional III. 22 Juli 2008. BB padi.Sukamandi.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Edisi ke-2. Penerjemah: Padmawinata, K dan I. Soediro. Penerbit ITB. Bandung
Harada, T., S. Satoh, T. Yoshioka, and K. Ishizawa. 2005. Expression of sucrose synthase genes involved in enhanced elongation of pondweed (Potamogeton distinctus) turions under anoxia. Ann Bot 96: 683–692
IRRI. 2007a. Responding to the needs of rice farmers in flash-flood-prone areas. Sub1 news1(1):2
IRRI.2007b. Cropstat for Windows Version 7. Tutorial Manual. Biometrics and Bioinformatics Unit, IRRI, Los Banos, Philippines.
IRRI. 2008. Enhancing productivity of rice in submergence-prone environments. Submergence project. IRRI-Indonesia. belum dipublikasi
Ito, O.,E. Ella, and N. Kawano. 1999. Physiological basis of submergence tolerance in rainfed lowland rice ecosystem. Field Crops Res 64:75-90
Jackson, M. B., I. Waters, T. Setter, H. Greenway.1987. Injury to rice plants caused by complete submergence: a contribution by ethylerie (ethene). Jour. Expe Bot. 38(196):1826-1838,
Jackson, M.B, and P.C. Ram. 2003. Physiological dan molecular basis of susceptibility dan tolerance of rice plants to complete submergence. Ann Bot 91: 227–241.
Jackson, M.B. 2004. The impact of flooding stress on plants dan crops. http://www.plantstress.com/Articles/waterlogging_i/waterlog_i.htm
Johnson, H.W., H.F. Robinson, and R.E Comstock.1955. Genotypic and fenotypic correlations in soybeans and their implications in selection. Agron j. 47:477-483
Khan, A. A., R. Thakur M. Akbar, D. HilleRisLambers, and D. V. Seshu. 1987. Relationship of ethylene production to elongation in deepwater rice. Crop Sci 27:1188-1196
Khush, G.S., 1984. Terminology for rice-growing environments. International Rice Research Institute, PO Box 933, Manila, Philippines, 35 pp
Khush, G.S, D.S Brar, P.S. Virk, S.X.Tang, S.S. Malik, G.A. Busto, Y.T. Lee, R. MacNally, L.N.Trinh, Y. Nang, and M.A.M Shata. 2003. Classifying rice germplasm by isozime polymorphism and origin of cultivated rice. Discussion paper. IRRI. pp 282
Kirk, G.J.D., and H.J. Kronzucker. 2005. The potential for nitrification dan nitrate uptake in the rhizosphere of wetland plants: a modelling study. Ann Bot 96: 639–646.
38
Kunst, A., B. Draeger, and J. Ziegenhorn. 1988. Colorimetric methods with glucose oxidase dan peroxidase. p. 178–185. In H.U. Bergemeyer (ed.) Methods of enzymatic analysis. Vol. VI. Metabolites I. Carbohydrates. Weinheim, Verlag-Chemie, Germany.
Mackill, D.J., M.M. Amante, B.S. Vergara, and S. Sarkarung. 1993. Improved semidwarf rice lines with tolerance to submergence of seedlings. Crop Sci 33: 749-753
Mackill, D.J., H.T. Nguyen, and Jingxian Zhang.1999.Use of molecular markers in plant improvement programs for rainfed lowland rice. Field Crops Res 64 : 177-185
Mackill, D.J. 2007. From genes to farmers’ fields: the practical application of gene discovery to develop submergence-tolerant rice will help farmers avoid the ravages of severe flooding. Rice Today, 5(4): 28-30.
Mallik S., S.N. Sen, S.D. Chatterjee, S. Nandi, A. Dutta, and S. Sarkarung.2004. Sink improvement for deep water rice. Curr sci. 87 (8):1042-1043.
Maurya, D.M, A. Bottrall, and J. Farrington.1988. Improved livelihoods, genetic diversity dan farmer participation: a strategy for rice breeding in rainfed areas of India. Exp Agri 24: 311-320
Mazaredo, AM., and B.S. Vergara. 1982. Physiological differences in rice varieties tolerant of dan susceptible to complete submergence. In: Proceedings of the 1981 International Deepwater Rice Workshop.Manila: International Rice Research Institute, 327-341.
Mohanty, H.K., and G.S. Khush, 1985. Diallel analysis of submergence tolerance in rice, Oryza sativa L. Theor. Appl. Genet. 70:467-473.
Mohanty, B., and Ong B Lian. 2003. Constracting effect in the light dan dark on piruvate decarboxilase activity I the root rice line differing submergence toleraces. Ann Bot 91: 291–300
Nandi SP, K. Subudhi, D. Senadhira, N.L. Manigbas, S. Sen-Mand, N. Huang. 1997. Mapping QTLs for submergence tolerance in rice by AFLP analysis dan selective genotyping. Mol dan Gen Genet 255: 1–8
Neeraja, C., R. Maghirang-Rodriguez, A. Pamplona, S. Heuer, B. Collard, E. Septiningsih, G. Vergara, D. Sanchez, K. Xu., and A Ismail., D. Mackill. 2007. A marker-assisted backcross approach for developing submergence tolerant rice cultivars. Theor Appl Genet 115:767-776.
Nugroho, K., A. Kusuma, Paidi, W. Wahdini, Abdurachman, H. Suhardjo dan IPG, Widjadja-Adhi. 1993. Peta areal untuk pengembangan pertanian lahan pasang surut dan pantai. Proyek Penelitian Sumber Daya Lahan. Pusat Penelitian Tanah dan AgroKlimat.Badan Litbang Pertanian.
Ookawara, R., S. Satoh, T. Yoshioka, and K. Ishizawa. 2005. Expression of -expansin dan xyloglucan endotransglucosylase/hydrolase genes associated with shoot elongation enhanced by anoxia, ethylene dan carbon dioxide in arrowhead (Sagittaria pygmaea Miq.) tubers. Ann Bot 96: 693–702
Palada, M., and Vergara, B.S., 1972. Environmental effect on the resistance of rice seedlings to complete submergence. Crop Sci. 12, 209-212.
39
Penning de Vries, F.W.T., H.H. van Laar, and M.C.M. Chardon. 1983. Bioenergetics of growth of seeds, fruits, dan storage organs. p. 37–59. In Potential productivity of field crops under different environments.IRRI, Manila.
Pierik, R., F.F. Millenaar, A.J.M. Peeters, and L.A.C.J. Voesenek. 2005. New perspectives in flooding research: the use of shade avoidance dan Arabidopsis thaliana. Ann Bot 96: 533–540
Reggiani, R, I. Brambilla, and A. Bertani. 1986. Effect of exogenous nitrate on anaerobic metabolism in excised rice roots. III. Glycolytic intermediates dan enzymatic activities. Jour Exp Bot 37: 1472-1478.
Septiningsih, E.M., A.M. Pamplona, D.L. Sanchez, C.N. Neeraja, G.V. Vergara, S Heuer, A.M Ismail, and D.J. Mackill. 2008 Development of submergence tolerant rice cultivars: The Sub1 locus dan beyond. Ann Bot:(in press)
Setter, T.L., G. Ramakrishnayya, P.C. Ram, and B.B. Singh. 1995a. Environmental characteristics of floodwater in eastern India: relevance to flooding tolerance of rice. Indian J. Plant Physiol. 38, 34-40
Setter,T.L., K.T. Ingram, and T.P. Tuong. 1995b. Environmental characterisation requirements for strategic research in rice grown under adverse conditions of drought, flooding, or salinity. In: Ingram, K.T. (Ed.), Rainfed Lowland Rice Agricultural Research for High-risk Environments. International Rice Research Institute, Manila, Philippines, pp. 3-18
Setter, T.L., I. Waters, B.J. Atwell, T. Kupkanchanakul, and H. Greenway. 1987a. Carbohydrate status of terrestrial plants during flooding. In: Crawford, R.M.M. (Ed.), Plant Life in Aquatic dan Amphibious Habitats. Special Publication No. 5 British Ecological Society. Blackwell Scientific Publications, Oxford, pp. 411-433.
Setter, T.L., M.B. Jackson, I. Waters, I. Wallace, and H. Greenway. 1987b. Floodwater carbon dioxide dan ethylene concentrations as factors in chlorosis development dan reduced growth of completely submerged rice. In: Proceedings of the 1987 International Deepwater Rice Workshop. International Rice Research Institute, Los Ban Äos, Philippines, pp. 301-310.
Setter, T. L., M. Ellis, E. V. Laureles, E. S. Ella, D. Senadhira, S. B. Mishra, S.Sarkarung and S. Datta.. 1997. Physiology dan genetics of submergence tolerance in rice. Ann. Bot. 79: 67–77
Setter TL, I. and Waters. 2003. Review of prospects for germplasm improvement for waterlogging tolerance in wheat, barley dan oats. Plant dan Soil 253: 1–34
Setter, T.L.,and E.V. Laureles. 1996. The beneficial effect of reduced elongation growth on submergence tolerance in rice. J. Exp.Bot. 47, 1551-1559.
Siangliw, M., T. Toojinda, S. Tragoonrung, and A. Vanavichit. 2003. Thai jasmine rice carrying QTLch9 (SubQTL) is submergence tolerant. Ann Bot 91: 255–261.
Singh, R.K., and B.D. Chaudary. 1979. Biometrical method on quantitative genetics analysis. Kalyani Pun. New Delhi. pp. 345
Stansfield, W.D. 1991. Theory and problem of genetics. 3th edition. Schaums outlines series. Mc Graw-Hill.Inc. pp 456.
40
Steel, R.G.D.,and J. Torrie. 1989. Principles and procedures of statistics. Mc Graw-Hill. New York. pp443
Supartopo, R. Hermanasari, Maulana, dan A. Haermansis. 2008. Uji rendaman galur-galur harapan rawa lebak. Prosiding seminar apresiasi hasil penelitian padi menunjang P2BN.pp. 697-704
Suprihatno, B, and W.R. Coffman. 1981. Inheritance of submergence tolerance of rice (Oryza sativa L.). Sabrao Jour 13: 98–108
Toojinda T, M. Siangliw, S. Tragoonrung, A. Vanavichit. 2003. Molecular genetics of submergence tolerance in rice: QTL analysis of key traits. Annals of Botany 91: 243–253
Vergara, G., and A. Ismail 2005. The mechanics of submergence tolerance. Rice Today. 5(4): 31.
Voesenek, LACJ, J.J. Benschop, J. Bou, M.C.H. Cox, H.W. Groeneveld, F.F. Millenaar, R.A.M. Vreeburg, and A..JM Peeters. 2003. Interactions between plant hormones regulate submergence-induced shoot elongation in the flooding-tolerant dicot Rumex palustris. Ann Bot 91: 205–211
Vreinzen, Z. Zhou, and D. Van der Straeten. 2003. Regulation of submergence-induced enhanced shoot elongation in Oryza sativa. Ann Bot. 91:263-270
Wahdah, R., A. Baihaki, dan R. Setiamihardja, G. Suryatmana.1996. Variabilitas dan heritabilitas laju akumulasi bahan kering pada biji kedelai.Zuriat 7(2):92-97.
Waters, P., J.C. Kuiper, E. Watkin, and H. Greenway. 1991. Effect . of anoxia in wheat seedlings. I. Interaction between anoxia and Tolerance of wheat (Triticum aestivum cvs. Gamenya and Kite) environmental factors. J. Exp. Bot. 42:1427–1435
Widjadja-Adhi, IPG. 1995. Potensi peluang dan kendala perluasanareal pertanian lahan rawa Kalimantan dan Irian Jaya. Makalah di sampaikan dalam Seminar Perluasan Areal Pertanian di KTI. Serpong 7-8 November 1995
Xu, Kenong, and Mackill David J. 1996. A major locus for submergence tolerance mapped on rice chromosome 9. Mol Bree 2: 219–224.
Xu, Kenong., X. Xu, P. C. Ronald, and D. J. Mackill. 2000.A high-resolution linkage map of the vicinity of the rice submergence tolerance locus Sub1. Mol Gen Genet 263: 681-689
Xu Kenong, Rashmi Deb, and David J. Mackill. 2004. A Microsatellite Marker dan a Codominant PCR-Based Marker for Marker-Assisted Selection of Submergence Tolerance in Rice. Crop Sci. 44:248–253
Xu Kenong., Xia Xu,Takeshi Fukao, Patrick Canlas,,Reycel Maghirang-Rodriguez,, Sigrid Heuer,Abdelbagi M. Ismai,Julia Bailey-Serres,Pamela C. Ronald, and David J. Mackill. 2006. Sub1A is an ethylene-response-factor-like gene that confers submergence tolerance to rice. Nature 442 : 705-708
41
Lampiran 1
Daftar genotipe yang digunakan
1. G1 : IR70213-9-CPA-12-UBN-2-1-3-1 (Varietas Inpara 3)
2. G2 : IR64-Sub1 (IR07F286)
3. G3 : IR64 (varietas pembanding 1)
4. G4 : Swarna-Sub1 (IR05F102)
5. G5 : Swarna (varietas pembanding 2)
6. G6 : Samba Mahsuri-Sub1 (IR07F101)
7. G7 : Samba Mahsuri (varietas pembanding 3)
8. G8 : BR11-Sub1 (IR07F290)
9. G9 : BR11 (varietas pembanding 4)
10. G10: IRRI 119 (PSB Rc68)
11. G11: IR49830-7-1-2-3
12. G12: IR70181-5-PMI-3-2-B-1
13. G13: IR70181-32-PMI-1-1-5-1
14. G14: FR13A
42
ul 1
ul 2
ul 3
ul 1
ul 2
ul 1
ul 2
ul 3
ul 1
ul 2
ul 3
Lampiran 2
Tata letak percobaan
43
Lingkungan 1 Lingkungan 2
1
G7
2
G5
3
G1
4
G6
5
G13
6
G4
7
G8
1
G7
2
G5
3
G1
4
G6
5
G13
6
G4
7
G8
8
G11
9
G3
10
G2
11
G10
12
G14
13
G9
14
G12
8
G11
9
G3
10
G2
11
G10
12
G14
13
G9
14
G12
15
G8
17
G12
18
G4
19
G1
20
G5
21
G7
22
G13
15
G8
17
G12
18
G4
19
G1
20
G5
21
G7
22
G13
23
G14
24
G10
25
G11
26
G3
27
G9
28
G2
29
G6
23
G14
24
G10
25
G11
26
G3
27
G9
28
G2
29
G6
30
G4
31
G13
32
G8
33
G6
34
G5
35
G1
36
G3
30
G4
31
G13
32
G8
33
G6
34
G5
35
G1
36
G3
37
G10
38
G2
39
G7
40
G11
41
G12
42
G14
43
G9
37
G10
38
G2
39
G7
40
G11
41
G12
42
G14
43
G9
Lingkungan 3 Lingkungan 4
1
G7
2
G5
3
G1
4
G6
5
G13
6
G4
7
G8
1
G7
2
G5
3
G1
4
G6
5
G13
6
G4
7
G8
8
G11
9
G3
10
G2
11
G10
12
G14
13
G9
14
G12
8
G11
9
G3
10
G2
11
G10
12
G14
13
G9
14
G12
15
G8
17
G12
18
G4
19
G1
20
G5
21
G7
22
G13
15
G8
17
G12
18
G4
19
G1
20
G5
21
G7
22
G13
23
G14
24
G10
25
G11
26
G3
27
G9
28
G2
29
G6
23
G14
24
G10
25
G11
26
G3
27
G9
28
G2
29
G6
30
G4
31
G13
32
G8
33
G6
34
G5
35
G1
36
G3
30
G4
31
G13
32
G8
33
G6
34
G5
35
G1
36
G3
37
G10
38
G2
39
G7
40
G11
41
G12
42
G14
43
G9
37
G10
38
G2
39
G7
40
G11
41
G12
42
G14
43
G9
Lampiran 3
Sampel tanaman yang akan dihancurkan dan plot yang akan dipanen untuk hasil gabah
* * * * * * * * * *
* o o o o o o o o *
* o o o o o o o o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o + + + + + + o *
* o o o o o o o o *
* * * * * * * * * *
Keterangan :
* = Tanaman pinggirano = Tanaman sampel yang dihancurkanx = Tanaman untuk panen hasil gabah
44