proposal pkl.doc

20
MANAJEMEN REPRODUKSI PADA KAMBING BETINA JONI’S BORR-GOAT FARM, DESA JERU, KECAMATAN TUMPANG, KABUPATEN MALANG Proposal Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang Disusun oleh : Ghani Soma NIM 115050107111003 FAKULTAS PETERNAKAN

Upload: bli-ghan-nie

Post on 26-Dec-2015

89 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal PKL.doc

MANAJEMEN REPRODUKSI PADA KAMBING BETINA JONI’S BORR-

GOAT FARM, DESA JERU, KECAMATAN TUMPANG, KABUPATEN

MALANG

Proposal Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang

Disusun oleh :

Ghani Soma

NIM 115050107111003

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: Proposal PKL.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan protein hewan masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus

meningkat sesuai dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran

masyarakat akan gizi seimbang yang didukung dengan ilmu teknologi dan

pengetahuan. Kondisi seperti ini menyebabkan permintaan konsumen akan daging

terus meningkat, karena daging mengandung protein hewani yang dibutuhkan oleh

manusia.

Kambing tergolong ruminansia keci, memamah biak dan merupakan hewan

mamalia yang menyusui anakny. Kambing selain sebagai penghasil daging, juga

menghasilkan kulit dan susu (Anonim, 2008). Kebutuhan konsumsi dalam negeri

sekitar 5,6 juta ekor tiap tahunnya, sementara data pada tahun 2007 menunjukkan

populasi ternak kambing nasional sekitar 14,9 juta ekor mengalami trend rata-rata

pertumbuhan 4,02% pertahun sejak 2003, sedangkan populasi kambing di Jawa

Timur terjadi peningkatan dari tahun 2004 sebanyak 2.359.375 ekor pada tahun 2005

sebanyak 2.382.969 ekor, sehingga ternak kambing mengalami potensi untuk

pemenuhan protein hewani masyarakat Indonesia (Anonim, 2004)

Budidaya ternak kambing dengan sifata alaminya sangat cocok di daerah

pedesaan yang sebagian besar penduduknya adalah petani mempunyai prospek

pengembangan yang sangat baik, dimana system pemeliharaannya tidak terlalu rumit

dan ternak kambing termasuk ternak yang cepat berkembangbiak. Beternak kambing

mempunyai prospek yang baik, disamping menghasilkan daging, ternak kambing

masih dapat memberikan hasil sampingan berupa susu dan pupuk kandang, maka

pemeliharaan kambing untuk meningkatkan produktifnya perlu lebih diperhatikan.

Ditinjau dari aspek perkembangan ternak kambing sangat potensial bila diusahakan

secara komersial (Kusmaningsih, 2005).

Page 3: Proposal PKL.doc

Kambing Peranakan Etawah (PE) adalh salah satu jenis kambing yang banyak

terdapat di pulau jawa. Kambing ini merupakan hasil persilangan antara Kambing

Kacang dan Kambing Etwah yang mempunyai bentuk tubuh dan sifat-sifat diantara

keduanya (Anonim, 2008). Kelebihan kambing PE dibandingkan dengan moyangnya

adalah kemampuan beradaptasi denagn lingkunagan, sehingga cenderung disukai oleh

peternak. Kambing PE merupaakn kambing dwiguna yang dapat menghasilkan

daging dan dapat juga diperah. Warna bulu belang hitam, merah coklat, dan kadang-

kadang putih. Muka cembung, daun telinga panjang dan terkuai ke bawah, tanduk

pendek dan kecil.

Joni’s Boer-Goat Farm yang berada di Desa Jeru, Kecamatan Tumpang,

Kabupaten Malang merupakan peternakan rakyat yang mengusahakan pembibitan

kambing. Inseminasi Buatan dilakukan pada calon induk yang di dapat oleh Bapak

Joni Susanto baik dari pasar kambing maupun dari peternak lain. Induk-induk bunting

tersebut, kemudian dipelihara hingga beberapa bulan dan dijual dan dijual kembali

dalam keadaan indukan bunting tua.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalah utama yang perlu dikaji lebih dalam dilokasi PKL adalah sejauh

mana managemen reproduksi Kambing PE yang terdapat di Joni’s Boer-Goat Farm di

Desa Jeru, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang

1.3 Tujuan

Tujuan dari PKL yang dilaksanakan adalah untuk mengetahui managemen

reproduksi kambing PE yang berada di Joni’s Boer-Goat Farm. Selain itu juga dapat

memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang managemen reproduksi kambing

dari peternak.

Page 4: Proposal PKL.doc

1.4 Manfaat

Hasil dari PKL ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa,

peternak dan pihak lain yang berkepentingan.

1. Manfaat bagi mahasiswa :

a. Menambah pengalaman, keterampilan dan wawasan dalam hal

managemen reproduksi ternak kambing.

b. Memperoleh data dan informasi yang selanjutnya dapat digunakan

dalam praktek-praktek yang berhubungan dengan reproduksi

ternak kambing.

2. Mnfaat bagi peternak sebagai petunjuk dalam pertimbangan lebih lanjut

dalam mengambil langjah-langkah berikutnya dalam hal reproduksi ternak

kambing.

3. Manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai informasi terkait

dan masukan dalam upaya penanganan reproduksi yang baik.

Page 5: Proposal PKL.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kambing Peranakan Etawah (PE)

Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing kacang dengan

kambing etawah. Kambing Etawah sendiri merupakan kambing yang berasal dari

Jamnapari India. Kambing PE merupakan ternak dwiguna yaitu penghasil daging dan

susu. Kambing PE telah dapat beradaptasi dengan kondisi dan habitat Indonesia.

Menurut Anonim (2008) kambing PE memiliki ciri-ciri antara kambing Kacang dan

Kambing Etawah, yaitu :

1. Bagian hidung keatas melengkung

2. Panjang telinga antara 15-30 cm, bunting kebawah dan sedikit kaku

3. Warna bulu bervariasi antara hitam dan coklat

4. Kambing jantanmemiliki bulu yang agak tebal dan agak panjang dibawah

leher dan pundak, sedangkan bulu kambing betina agak panjang terdapat ekor

keatas garis kaki

5. Bobot badan hidup kambing PE jantann sekitar 40 kg dan kambing PE betina

sekitar 35 kg.

Kambing PE juga disebut juga sebagai kambing potong unggul karena

memiliki cita rasa daging yang berkualitas baik, banyak disukai dan perkawinannya

tak kenal musim, sehingga dapat dikelola sepanjang tahun (Anonim, 2008). Kambing

betina mulai dewasa kelamin umur 6-8 bulan. Kambing pada usia tersebut sudah

dapat dikawinkan. Masa birahi kambing hanya terjadi beberapa saat, yaitu terjadi 24-

48 jam dan satu siklus estruskambing memerlukan waktu 20-21 hari. Satu ekor

pejantan dapat mengawini 20-25 ekor betina dalam sehari dan dapat melakukan

perkawinan 3-4 kali sebanyak 2-3 hari seminggu (Anonim, 2008)

2.2 Efisiensi Reproduksi

Efisiensi reproduksi adalah tingkat keefisienan penampilan reproduksi ternak

yang menyangkut semua aspek reproduktifitas (Hardjosubrono, 1994). Penampilan

Page 6: Proposal PKL.doc

reproduksi yang berupa efisiensi reproduksi seekor ternak dpengarui oleh tingka

kegagalan reproduksi. Kegagalan reproduksi dapat disebabkan oleh factor anatomic,

fisiologik dan factor manajemen (Toelihere, 1993)

Menurut Lindsay (1982) efisiensi reproduksi ternak dapat diukur melalui

sifat-sifat reproduksinya, antara lain :

Angka kawin per kebuntingan atau Service per Conception (S/C)

Angka kebuntingan atau Conception Rate (CR)

Angka kelahiran

Non Return Rate (NRR)

2.2.1 Angka Kawin Per Kebuntingan atau Service per Conception (S/C)

Service per Conception dapat menggambarkan tingkat kesuburan

ternak-ternak di suatu peternakan. (Anonimus, 2008) menyatakan bahwa agar

berlangsung konsepsi yang baik, perlu diketahui waktu yang tepat untuk

mengawinkan ternak. Waktuyang tepat untuk mengawinkan kambing adalah

pada waktu tercapainya masa subur yang optimal.

Menurut Toelihere (1993) nilai S/C makin rendah dari suatu kelompok

ternak, maka makin tinggi kesuburan kambing betina dalam kelompok

tersebut. Sebaliknya makin tinggi nilai S/C makin rendah kesuburan ternak

dalam kelompok tersebut. Menurut (Lindsay, 1982), S/C adalah jumlah

perkawinan atau inseminasi debagi jumlah terjadinya kebuntingan.

2.2.2 Angka Kebuntingan atau Concepion Rate

Angka kebuntingan adalah persentase kebunmtingan ternak betina

setelah perkawinan pertama melalui inseminasi pertama (Lindsay, 1982).

Patodiharjo (1992) menyatakan bahwa angka konsepsi yang baik sekitar 60%

pada inseminasi pertama atau 90% kambing bunting pada inseminasi ketiga.

Lindsay (1982) menyatakan bahwa CR yang baik adalah 80%. Angka

konsepsi ditentukan oleh tiga factor, yaitu : kesuburan pejantan, kesuburan

Page 7: Proposal PKL.doc

betina dan pelaksanaan perkawinan. Pengamatan terhadap birahi yang lebih

sering akan meningkatkan konsepsi, sebab beberapa ternak dapat

menunjukkan lama birahi yang singkat (Toelihere, 1993)

2.2.3 Angka Kelahiran

Angka kelahiran adalah persentase perkawinan kambing yang

menghasilkan anak dan memiliki kesempatan untuk menghasilkan anak yang

hidup secara optimal (Lindsay, 1982). Menurut pendapat Harjjopranjoto

(1994) kambing dianggap baik efisiensi reprosuksinya apabila angka

kelahiran 45-65%. Sedangkan menurut Lindsay (1982) angka kelahiran

kambing yang baik adalah sekitar 75%.

2.2.4 Non Return Rate (NRR)

Non Return Rate (NRR) adalah presentase jumlah ternak yang tidak

kembali estrus setelah dikawinkan dan merupakan kriteria umum yang

dipergunakan secara luas untuk penentuan kebuntingan, khususnya pada

peternak Kambing PE. Penentuan kebuntingan dengan melihat NRR terdapat

kelemahan, yaitu : tidak semua ternak dapat diamati secara teliti, sehingga

tidak semua terna yang dapat kembali estrus dapat diketahui. Ada juga

kejadian, ternak bunting dapat menunjukkan estrus (diagnosis Palsu Negatif)

dan kambing tidak bunting atau mengalami abortus menunjukkan anestrus

(Diagnosis Palsu Positif) (Lindsay, 1982).

2.3 Deteksi Birahi

Menurut Nuryadi (2000) periode birahi ditetapkan sebagai periode waktu

dimana ternak betina mau menerima kehadiran ternak jantan untuk kawin.

Pelaksanaan deteksi minimal dua kali sehar, karena deteksi birahi yang teratur dapat

diketahui awal birahi, sehingga dapat menentukan waktu yang optimal untuk

mengawinkan atau menginseminas.

Page 8: Proposal PKL.doc

2.4 Pelaksanaan Perkawinan

Pelaksanaan perkawinan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu alami dan

inseminasi buatan (IB). Menurut Toelihere (1993) kawin alam memberikan

kemudahan antara lain dapat dilakukan tanpa bantuan manusia dengan kemampuan

seekor pejantan mampu melayani 50 sampai 70 ekor dalam satu tahun dan dapat

digunakan untuk deteks birahi. Selain itu kawin alam juga relative lebih mudah bila

dibandingkan dengan inseminasi buatan.

2.5 Pemeriksaan Kebuntingan

Sesuai pendapat Toelihere (1993) yang menyatakan bahwa pemeriksaan

kebuntingan pada kambing secara palpasi abdominal merupakan salah satu cara yang

paling praktis dilaksanakan dilapangan. Bahaya keguguran lebih banyak terjadi pada

pemeriksaan kebuntingan mud, karena kantong amnion dapat pecah atau embrio

dapat rusak akibat tekanan yang berlebihan. Pemeriksaan kebuntingan dapat

dilakukan dengan tepat setelah kebuntingna berumur 60 hari.

2.6 Jarak Beranak

Interval beranak merupakan periode antara dua beranak yang beruntun, dan

terdiri atas periode perkawinan dan periode bunting. Lama kambing bunting

ditemukan konstanpada sekitar 146hari, meskipun kisaran yang dilaporkan antara 143

sampai 153 hari (Devendra dan Burn, 1994)

Selang beranak merupakan salah satu cara untuk mengukur kriteria efisiensi

ternak. Selang beranak adala periode antara dua waktu beranak yang berhasil,

merupakan jumlah waktu dari lama waktu kebuntingan dan lama kosong

(Lindsay,1982

BAB III

METODE KEGIATAN

Page 9: Proposal PKL.doc

3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan

Kegiatan PKL ini dilaksanakan pada tanggal 14 Juli sampai 14 Agustus 2015

di Joni’s Boer-Goat Farm, di Desa Jeru Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.

3.2 Khalayak Sasaran

Khalayak sasaran dalam PKL ini adalah Joni’s Boer-Goat Farm, di Desa Jeru

Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang dengan jumlah kambing betina sebanyak

75 ekor, tiga ekor anak dan tiga ekor kambing pejantan.

3.3 Metode Kegiatan

Penganbilan data pada pelaksanaan PKL ini dilakukan dengan metode

observasi partisipasi, yaitu pengambilan dilakukan dengan terlibat secara langsung

atau magang kerja di peternakan yang bersangkutan selama satu bulan dan

wawancara terhadap pimpinan peternak maupun pegawai kandang.

BAB IV

PEMBAHASAN

Page 10: Proposal PKL.doc

4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang

Lokasi pelaksanaan PKL adalah di Joni’s Boer-Goat Farm. Peternakan ini

terletak di Desa Jeru, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Kecamatan

Tumpang memiliki spesifikasi topografi dengan ketinggian sekitar 600mdpl, suhu

berkisar antara 24-30 derajat Celsius dan kelembapan antara 75-85%. Keadaan ini

sangat cocok untuk pemeliharaan kambing Etawah. Menurut (Anonim, 2008)

menyatakan bahwa kambingmerupakan ternak yang dijumpai dibeberapa daerah,

termasuk daearh tropis yang basah dan lembab. Selain itu, kambing mudah

beradaptasi dengan berbagai ;ingkungan dan mampu bertahan hidup dengan keadaan

paling buruk.

Ternak – ternak yang ada di lokasi pada saat pelaksanaan PKL, antara lain

berdiri dari 62 ekor Kambing PE bunting, 13 ekor Kambing PE dara, 3 ekor anak

Kambing dan 3 ekor pejantan.

4.2 Efisiensi Reproduksi

Efisiensi reproduksi adalah tingkat keefisiendisan penampilan reproduksi

ternak yang mengangkut semua aspek reproduktifitas (Hardjokusumo, 1994).

Penampilan reproduksi yang berupa efisiensi seekor ternak dipengaruhi oleh tingkat

kegagalan reproduksi.

Pengamatan sfisiensi reproduksi di lokaasi PKL antara lain :

Angka kawin per kebuntingan

Angka kebuntingan

Angka kelahiran

NRR

Tabel Penampakan Reproduksi Ternak Kambing

No Materi Hasil Puskata

Page 11: Proposal PKL.doc

1 S/C 1,42 1-3(Thoelihere, 1993)

2 CR 59% 60-90% (partodiharjo, 1992)

3 Angka kelahiran 59% 45-65 (Hardjopranjoto, 1994)

4 NRR 58% 45-65% (Toelihere, 1993)

4.3 Deteksi Birahi

Deteksi birahi yang digunakan di lokasi PKL adalah dengan cara pengamatan

visual. Pelaksanaan deteksi birahi dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari

bersama dengan pemberian pakan. Menurut nuryadi, 200 periode birahi detetapkan

sebagai periode waktu dimana ternak menerima kehadiran ternakjantan untuk kawin.

Pelaksanaan deteksi birahi minimal dua kali pada pagi dan sore hari, karena deteksi

birahi yang teratur dapat diketahui awal birahi, sehingga dapat menentukan waktu

yang optimal untuk mengawinkan atau untuk mengenminisasi.

Page 12: Proposal PKL.doc

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pelaksanaan analisis dan evaluasi tentang menajemen reproduksi pada

Kambing PE Jon’s Boer-Goat Farm. Peternakan ini terletak di Desa Jeru, Kecamatan

Tumpang, Kabupaten Malang dapat disimpulkan bahwa :

1. Evisiensi reproduksi kambing PE secara berurutan S/C, CR, angka kelahiran

dan NRR adalah 1,42; 59%; 59%; 58%

2. Deteksi birahi yang dilakukan oleh peternak sudah cukup baik, namun untuk

pengamatan silent head masih kurang teliti.

3. Kambing betina pada peternakan inin dikawinkan pada umur 10-12 bulan,

perkawinan dilakukan dengan cara IB

4. Kambing betikna yang habis beranak sudah dapat dikawinkan kembali

sesudah 90 hari atau sesudah menyapih anaknya

5.2 Saran

1. Kemampuan dan perhatian peternak mengenai pemeriksaan kebuntingan perlu

lebih ditingkatkan

2. Perlunya pemberian pakan yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas

ternak\

3. Perlu perbaikan recording reproduksi ternak betina bunting.

Page 13: Proposal PKL.doc
Page 14: Proposal PKL.doc

DAFTAR PUSTAKA

Anonym, 2008 Pemeliharaan Ternak Kambing di Pedesaan. Balai pengkajiandan

Pengembangan Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah 163.

Devenda, C dan M, Burn, 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. ITB.

Bandung

Hardjopranjoto, 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapang. Jakarta

Lindsay, 1982. Reproduksi Ternak Di Indonesia. Fakultas Peternakan dan

Perikanan Universitas Brawijaya. Malang

Nuryadi, 2000. Dasar-dasar Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas

Brawijaya. Malang

Partodihardjo, 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta

Thoilehere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Airlangga.

Jakarta