proposal penelitian pengaruh obesitas terhadap tekanan darah dan kadar glukosa darah pada lansia
DESCRIPTION
boleh di copy tapi harus di sertakan di daftar pustakaTRANSCRIPT
1
PENGARUH OBESITAS TERHADAP TEKANAN DARAH DAN
KADAR GLUKOSA DARAH PADA LANSIA
“ Sebuah Penelitian Observasional pada Wanita Lanjut Usia Penderita Obesitas
”
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat guna memperoleh derajat Sarjana
Kedokteran pada program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
FADLI ROBBY AMSRIZA
20040310084
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2007
2
HALAMAN PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH
PENGARUH OBESITAS TERHADAP TEKANAN DARAH DAN KADAR
GLUKOSA DARAH PADA LANSIA
“Sebuah Penelitian Observasional pada Wanita Lanjut Usia Penderita Obesitas
”
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama : Fadli Robby Amsriza
No. Mhs : 20040310084
Telah diseminarkan dan disetujui pada tanggal : 18 Desember 2005
Dosen Pembimbing Karya Tulis Ilmiah
Dr. Ratna Indriawati, M.Kes
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dr. H. Erwin Santosa, Sp.A, M.Kes
3
MOTTO
“...Adakah sama orang-orang yang tidak mengetahui? Hanyalah orang-orang yang
berakal yang bisa menerima pelajaran”.
(Q.S Az-Zumar: 9)
“...Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambanya ialah orang
yang berilmu pengetahuan. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun”.
( Q.S Faathir: 28)
4
Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari harapan
hidup penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, dengan
perkembangannya yang cukup baik, maka diharapkan makin tinggi harapan
hidupnya diproyeksikan dapat mencapai lebih dari 70 tahun 2020 yg akan datang
(Darmojo, 1999).
Pada tahun 2020 jumlah orang lanjut usia diproyeksikan sebesar 11,34%
(BPS, 1992). Dari data USA Bureau of the Census, bahkan Indonesia diperkirakan
akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar seluruh dunia, antara tahun 1990
- 2025, yaitu sebesar 414% (Kinsella & Taeuber). Perubahan struktur penduduk
akibat penurunan mortalitas dan peningkatan usia harapan hidup yang bermula sejak
dasawarsa 70-an di negara-negara berkembang membawa konsekwensi
pembengkakan penduduk lanjut usia (Surapati & Prayitno, 1994).
Peningkatan upaya kesehatan di Indonesia sebagai hasil dari bertambah
baiknya keadan ekonomi dan taraf hidup masyarakat mengakibatkan, jumlah orang
yang berusia lanjut semakin bertambah. Di negara maju seperti Amerika Serikat
pertambahan usia lanjut mencapai 1000 orang perhari (Soeprapto, 1986)
Mencapai masa tua adalah suatu anugrah tersendiri dimana seseorang dapat
melalui tantangan kehidupan secara fisik, psikologis, sosial, biologis, dan ekonomi
yang telah dialami sebelumnya, serta dapat lebih mendekatkan diri dengan sang
5
pencipta yaitu ALLAH SWT. Seiring dengan pertambahan usia, apa lagi memasuki
masa lansia (lanjut usia), terjadi berbagai perubahan pada tubuh.
Penuaan identik dengan degenerasi berbagai jaringan dan organ tubuh,
Sehingga tubuh lebih rentan terhadap berbagai faktor yang dapat menyebabkan
penyakit, misalnya penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes mellitus dan
Obesitas. Penelitian pada tahun 1985 dan 1987 menunjukkanbahwa penyakit
kardiovaskuler merupakan penyakit dengan prevalensi utama, yaitu 28,9% dari
10,2% seluruh penyakit (Darmojo, 1991).
Penuaan dapat mengubah metabolisme tubuh, menyebabkan perubahan
komposisi tubuh dan perubahan pola makan. Jika dibandingkan dengan orang yang
lebih muda, lansia cenderung memiliki komposisi lemak tubuh yang lebih besar.
Komponen massa tubuh berupa lemak membutuhkan energi yang lebih sedikit untuk
memeliharanya dibandingkan massa tubuh berupa otot (Sinaga, 1994).
Dengan demikian, jika lansia makan dengan kuantitas yang sama seperti
orang yang masih muda, Maka kecenderungan untuk menjadi obesitas akan lebih
besar. Aktivitas fisik yang cenderung menurun seiring dengan bertambahnya usia
juga dapat mempertinggi risiko terjadinya obesitas (Sinaga, 1994).
Obesitas yang terjadi pada lansia dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya
beberapa penyakit, seperti hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular, diabetes
mellitus, kangker, dll. Nabi Muhammad SAW. Bersabda makanlah selagi lapar dan
berhentilah sebelum kenyang (HR. Bukhori & muslim). melalui hadist ini Islam
mengajarkan agar tidak makan berlebihan,karena jika makan berlebihan dapat
mengakibatkan obesitas
6
B. Perumusan masalah
Dengan meningkatnya jumlah penduduk lansia terutama dengan riwayat
obesitas, maka penyakit – penyakit yang timbul sebagai akibat dari proses penuaan
akan semakin banyak pula, seperti diabetes mellitus dan hipertensi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah; seberapa besarkah obesitas dapat berpengaruh terhadap tekanan darah dan
kadar glukosa darah pada lansia.
C. Keaslian penelitian
Penelitian yang berhubungan dengan obesitas, lansia, dan hipertensi antara
lain:
1. Penelitian Rahmatullah, (1999).
Tentang gambaran tekanan darah pada kasus – kasus obesitas.
Didapatkan hasil, kejadian hipertensi pada kelompok obesitas lebih tinggi
dari pada kelompok normal (Rahmatullah, 1999).
2. Penelitian Darmojo, (2000).
Tentang penyakit kardiovaskuler pada usia lanjut.
Didapatkan hasil bahwa pada populasi lansia memiliki tekanan darah yang
lebih tinggi daripada populasi yang lebih muda (Darmojo, 2000)
3. Penelitian Djojosoewarno, (2003).
Pengaruh menopause terhadap tekanan darah normal.
7
Didapatkan hasil bahwa pada wanita lansia yang telah menopause memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi daripada wanita muda yang belum
menopause (Djojosoewarno, 2003).
Namun, pada penelitian kali ini lebih di fokuskan pada efek obesitas terhadap
tekanan darah dan kadar glukosa darah pada wanita lanjut usia.
D. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum :
a. Mengetahui dan mengkaji prevalensi obesitas pada lansia.
b. Mengetahui dan mengkaji pengaruh obesitas terhadap kesehatan lansia.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengkaji hubungan hipertensi, hiperglycemi, dan obesitas, terhadap
lansia.
b. Mengetahui prevalensi jumlah penderita hipertensi pada lansia dengan
obesitas.
c. Mengetahui dan mengkaji pengaruh obesitas terhadap tekanan darah pada
lansia.
d. Mengetahui dan mengkaji pengaruh obesitas terhadap kadar glukosa
darah pada lansia.
E. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti, sebagai syarat kelulusan program study S1. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
8
2. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
informasi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut dalam rangka
pencegahan obesitas sebagai faktor resiko diabetes mellitus dan hipertensi
pada lansia.
9
Bab II
Tinjauan pustaka
A. Lanjut Usia (Lansia)
Definisi lansia menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Tua dapat dipandang dari tiga
segi yaitu segi kronologis, biologis, dan psikologis. Secara kronologis seseorang
disebut tua apabila umur sama atau telah melampaui usia 65 tahun. Tua biologis
merupakan penilaian seseorang berdasarkan perkembangan biologis yang umumnya
tampak pada penampilan fisik, sedangkan tua psikologis biasanya didasarkan atas
perilaku yang tampak pada diri seseorang (Rochmah, 2004).
B. Proses Menua
Proses menua adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat
menjadi seorang yang bersifat rapuh, dengan penurunan hampir seluruh sistem
fisiologis tubuh dan naiknya kerentanan terhadap penyakit dan kematian (Aswin,
2004). Proses menua dimulai sejak kehidupan janin sampai akhir segmen kehidupan.
Proses menua yang berlangsung sebelum usia 30 tahun, akan berjalan bersama
dengan proses tumbuh kembang, dan akan mengakibatkan perubahan anatomi,
fisiologi, dan biokimiawi menuju suatu titik kehidupan maksimal sebagai seorang
manusia pada puncak kehidupan produktif. Proses menua setelah melampaui usia 30
tahun, akan terjadi perubahan – perubahan yang meliputi jumlah, konfigurasi,
komposisi sel lemak, serta perubahan perbandingan komposisi tubuh. Perubahan -
10
perubahan yang terjadi mengakibatkan meningkatnya persentase jumlah sel lemak,
menurunnya jumlah sel solid, masa tulang, dan air dalam tubuh (Wasilah, 2004).
Karakteristik menua ditandai oleh kegagalan tubuh dalam mempertahankan
homeostasis tubuh terhadap suatu stress walaupun stress tersebut masih dalam batas -
batas fisiologis. Kegagalan dalam mempertahankan homeostasis tersebut selalu
menurunkan ketahanan tubuh untuk hidup dan mengakibatkan meningkatnya
kemudahan kerusakan pada diri seseorang. Semua orang akan mengalami tua, proses
menua dimulai dari memburuknya fungsi – fungsi sel, kemuadian organ, dan
kemudian organismenya, tetapi tidak menyebabkan berhentinya suatu fungsi
(Rochmah, 2004).
Manusia dapat dipandang sebagai suatu mesin dengan kehebatan
susunan dan ketahanannya; namun suatu mesin yang tanpa henti – hentinya
menunaikan tugas yang dibebankannya, cepat atau lambat akhirnya akan mengalami
penyusutan dan akhirnya cacat (Brocklehurst & Allen, 1987).
C. Batas-Batas Usia Lanjut
1. Batasan usia menurut WHO, 1997 meliputi :
a. usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun
c. lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun
d. usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun
2. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :
11
“Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah
yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima
nafkah dari orang lain”.
Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang
berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas.
D. Penyakit - Penyakit pada Lanjut Usia di Indonesia
1. Penyakit sistem kardiovaskuler
Pada lansia banyak dijumpai penyakit jantung koroner dan hipertensi.
Perubahan-perubahan yang dapat dijumpai pada penderita jantung koroner
adalah pada pembuluh darah jantung terjadi arteriosklerosis yang dapat
membendung aliran darah menuju otot – otot jantung. Masalah lain pada lansia
adalah hipertensi yang sering ditemukan dan menjadi faktor utama penyebab
stroke dan penyakit jantung koroner (Ismayadi, 2004).
2. Penyakit Saluran Pencernaan
Penyakit yang sering terjadi pada pencernaan lansia antara lain gastritis
dan ulkus peptikum, dengan gejala yang biasanya tidak spesifik, penurunan
berat badan, mual-mual, perut terasa tidak enak. Namun keluhan seperti
kembung, perut terasa tidak enak seringkali akibat ketidakmampuan mencerna
makanan karena menurunnya fungsi kelenjar pencernaan (Ismayadi, 2004).
12
3. Penyakit Sistem Urogenital
Pada pria berusia lebih dari 50 tahun bisa terjadi pembesaran kelenjar
prostat (hipertrofi prostat), yang mengakibatkan gangguan buang air kecil,
sedang pria lanjut usia banyak dijumpai kanker pada kelenjar prostat. Pada
wanita bisa dijumpai peradangan kandung kemih sampai peradangan ginjal
akibat gangguan buang air kecil. Keadaan ini disebabkan berkurangnya tonus
kandung kemih dan adanya tumor yang menyumbat saluran kemih (Ismayadi,
2004).
4. Penyakit Gangguan Endokrin (Metabolik)
Penurunan hormon tiroid dapat menyebabkan lansia tampak lesu dan
kurang bergairah. Kemunduran fungsi kelenjar endokrin lainnya seperti adanya
menopause pada wanita, sedang pada pria terjadi penurunan sekresi kelenjar
testis. Penyakit metabolik yang banyak dijumpai ialah diabetas melitus dan
osteoporosis (Ismayadi, 2004).
5. Penyakit pada Persendian Tulang
Penyakit pada sendi ini adalah akibat degenerasi atau kerusakan pada
permukaan sendi-sendi tulang yang banyak dijumpai pada lansia. Lansia sering
mengeluhkan linu-linu, pegal, dan kadang-kadang terasa nyeri. Biasanya yang
terkena adalah persendian pada jari-jari, tulang punggung, sendi-sendi lutut dan
panggul. Gangguan metabolisme asam urat dalam tubuh (gout) menyebabkan
nyeri yang sifatnya akut (Ismayadi, 2004).
Terjadinya osteoporosis menjadi penyebab tulang-tulang lanjut usia
mudah patah. Biasanya patah tulang terjadi karena lanjut usia tersebut jatuh,
13
akibat kekuatan otot berkurang, koordinasi anggota badan menurun, mendadak
pusing, penglihatan yang kurang baik, dan bisa karena cahaya kurang terang
dan lantai yang licin (Ismayadi, 2004).
6. Penyakit yang Disebabkan Proses Keganasan
Penyebab pasti belum diketahui, hanya nampak makin tua seseorang
makin mudah dihinggapi penyakit kanker. Pada wanita, kanker banyak
dijumpai pada rahim, payudara dan saluran pencernaan, yang biasanya dimulai
pada usia 50 tahun. Kanker pada pria paling banyak dijumpai pada paru-paru,
saluran pencernaan dan kelenjar prostat ismayadi, 2004).
7. Penyakit-Penyakit Lain
Penyakit saraf yang terpenting adalah akibat kerusakan pembuluh darah
otak yang dapat mengakibatkan perdarahan otak atau menimbulkan kepikunan
(Ismayadi, 2004).
E. Obesitas
Secara klinis obesitas dapat terjadi pada smua usia. Definisi obesitas menurut
kamus kedokteran dorland adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan
skelatal dan fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh.
Obesitas merupakan suatu kondisi dimana seseorang memiliki kelebihan
berat badan minimal 20% dari berat bada normal. Derajat obesitas dapat di tentukan
dengan menghitung indeks masa tubuh (IMT). Hasilnya didapat dari berat badan
dalam kilogram di bagi dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Nilai 25 – 29,9
14
dikategorikan sebagai overweight , sedangkan nilai > 30 dikategorikan sebagai
obesitas (Juanda, dkk, 2005).
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
1. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
2. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
3. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100%.
F. Penyebab Obesitas
Secara ilmiah obesitas terjadi karena adanya ketidak seimbangan sistematik
antara asupan kalori dengan pemakaian energy (Ma’ruf, 2005).
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor genetik.
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab
genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik
memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang (Herini,
1999).
2. Faktor lingkungan.
Faktor lingkungan seseorang memegang peranan yang cukup berarti.
Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup misalnya apa yang
dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya
(Salam, 1989).
3. Faktor psikis.
15
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi
kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap
emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi
diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak
wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang
berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan
sosial (Nasar, 1995).
4. Jenis kelamin.
Obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama mulai pada saat
remaja dan pada saat pasca menopause. Hal ini mumgkin disebabkan oleh
faktor endokrin dan perubahan hormonal (Salam, 1989).
5. Faktor kesehatan.
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:
a. Hipotiroidisme
b. Sindroma Cushing
c. Sindroma Prader-Willi
d. Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang
banyak makan.
(Anonim, 2004)
6. Obat-obatan.
Obat-obat tertentu bisa menyebabkan penambahan berat badan,
misalnya kortikosteroid (Anonim, 2004).
7. Faktor perkembangan.
16
Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-
kanak, bisa memiliki sel lemak sampak 5 kali lebih banyak dibandingkan
dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat
dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan
cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel (Syarif, 2004).
8. Aktivitas fisik.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu
penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah
masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih
sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya
lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami
obesitas (Herini, 1999).
G. Ciri – Ciri Obesitas
1. Sering terlihat dagu yang berganda (double chin).
2. Perut buncit dan dinding berlipat – lipat.
3. Kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian
dalam saling menempel.
4. Pada pria buah dada seolah – olah berkembang.
5. Pada pria penisnya terlihat kecil karena sebagian organ tersembunyi dalam
jaringan lemak pubis (Abdoerrachman,dkk, 1985).
H. Pemeriksaan Obesitas
17
Untuk menetukan apakah seseorang menderita overweight atau obesitas ada
berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan indeks berdasarkan berat badan
(kg) dibagi tinggi badan (m) pangkat 2, yang disebut indeks masa tubuh (IMT).
Rumus IMT : BB = kg/m2
TB2
Ket : IMT = index masa tubuh
BB = berat badan
TB = tinggi badan
Tabel 1. Klasifikasi IMT Asia (WHO, 2000)
Status Wanita Pria
Normal 17 – 23 18 – 25
Kegemukan 23 – 27 25 – 27
Obesitas > 27 > 27
Contoh wanita dengan TB = 161 cm, BB = 58 kg
IMT = 56 = 22,37 (normal)
1,61 x 1,61
Untuk mengetahui berat badan ideal dapat menggunakan rumus berocca
sebagai berikut : BB Ideal = (TB – 100) – 10% (TB – 100).
Batas ambang yang diperoleh adalah ± 10%. Bila > 10% dikatakan
kegemukan dan bila diatas > 20% dikatakan obesitas.
Contoh : Wanita dengan TB = 161 cm,BB = 58 kg
18
BB ideal = (161 – 100) – 10%(161 – 100)
=61 – 6,1 = 54,9 (55 kg)
BB 58 kg masih dalam batas ≥ 10%
Cara lain menilai obesitas dengan memeriksa lingkar pinggang (LP) tepat
dibawah titik tulang pinggul. Pria dengan LP ≥ 90 cm, dan wanita dengan LP ≥ 80
cm masuk kategori obesitas (Soegih, 2006). Bisa juga dilakukan pengukuran lingkar
lengan kiri atas, bila lingkar lengan kiri atas < 23,5 cm, orang tersebut menderita
kurang energi kronik (Azwar, 2004).
Pemeriksaan obesitas bisa juga dilakukan dengan mengukur komposisi lemak
tubuh dengan menggunakan alat skin Fold atau body fat analizer, wanita dikatakan
obesitas apabila komposisi lemak tubuhnya > 25% berat badan, sedangkan pria >
20% berat badan (Soegih, 2006).
I. Penatalaksanaan
Pembatasan asupan kalori dan peningkatan aktivitas fisik merupakan
komponen yang paling penting dalam pengaturan berat badan. Kedua komponen ini
juga penting dalam mempertahankan berat badan setelah terjadi penurunan berat
badan. Harus dilakukan perubahan dalam pola aktivitas fisik dan mulai menjalani
kebiasaan makan yang sehat.
Obat obatan yang dapat digunakan untuk mengatasi obesitas Ada dua jenis,
yaitu:
1. Obat yang mengurangi nafsu makan, contohnya fenfluramin,
deksfenfluramin, fentermin.
19
2. Obat yang menghalangi penyerapan zat gizi dari usus, contohnya orlistat
(menghalangi penyerapan lemak di usus).
J. Komplikasi
Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata tetapi merupakan dilema
kesehatan yang mengerikan. Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan
seseorang.
Obesitas meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit menahun seperti:
1. Diabetes tipe 2
2. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
3. Stroke
4. Serangan jantung (infark miokardium)
5. Gagal jantung
6. Kanker (jenis kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar)
7. Batu kandung empedu dan batu kandung kemih
8. Gout dan artritis gout
9. Osteoartritis
(Anonim, 2004)
K. Fisiologi tekanan darah
Tekanan darah sangat penting dalam sistem sirkulasi darah dan selalu
diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler
dan sistem vena, sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap. Jantung
20
bekerja sebagai pompa darah, karena ia dapat memindahkan darah dari pembuluh
vena kepembuluh arteri pada sirkulasi tertutup. Aktivitas pompa jantung berlangsung
dengan cara mengadakan kontraksi dan relaksasi, sehingga dapat menimbulkan
perubahan tekanan darah di dalam sistem sirkulasinya yang pada waktu sistole
ventrikel darah dipompa ke aorta dan arteri pulmonalis. Pada saat itu kenaikan
tekanan arteri sampai pada puncaknya yaitu sekitar seratus duapuluh milimeter air
raksa. Kenaikan tekanan ini menyebabkan aorta mengalami distensi, sehingga
tekanan didalamnya turun sedikit. Dan pada saat diastole ventrikel, maka tekanan
aorta cenderung menurun sampai sekitar delapan puluh milimeter air raksa. Dan
tekanan inilah yang pada pemeriksaan dikenal dengan tekanan diastoik. Jadi adanya
perubahan pada siklus jantung inilah yang menyebabkan terjadinya aliran darah di
dalam sistem sirkulasi tertutup pada tubuh manusia (Masud, 1989).
L. Hipertensi
Menurut kamus kedokteran Dorland, hipertensi adalah suatu peningkatan
tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan
tanpa gejala, dimana tekanan yang tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung
dan kerusakan ginjal (Makmun, 2004).
Tekanan darah biasanya dinyatakan dengan tekanan sistolik dan tekanan
diastolic. Tekanan sistolik yaitu pada saat ventrikel jantung berkontraksi atau
menguncup, sedangkan tekanan diastolic yaitu pada saat ventrikel jantung relaksasi
atau mengembang. tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring
21
tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmhg, dibaca seratus dua puluh per delapan
puluh (Martono, 2004).
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap manusia mengalami
kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan
tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang
secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tekanan darah arteri normal adalah
140/90 mmHg dan dinyatakan sebagai hipertensi bila tekanan darah arteri sama atau
lebih besar dari 160/96 mmHg (Mansjoer dkk, 1999).
M. Klasifikasi tekanan darah
Tabel 2. klasifikasi tekanan darah pada dewasa menurut JNC-VII, 2003
kategori
tekanan darah
sistolik
(mmHg)
tekanan darah
diastolik
(mmHg)
Normal < 120 < 80
normal tinggi 120-139 80-89
Stadium 1
(hipertensi ringan) 140-159 90-99
stadium 2
(hipertensi sedang) 160-179 100-109
stadium 3
(hipertensi berat) 180-209 110-119
stadium 4
(hipertensi maligna)
> 210 > 120
Klasifikasi hipertensi pada usia lanjut menurut JNC-VI (joint national
comittee on hypertension):
1. Hipertensi sistolik saja (isolated systolic hypertension), terdapat pada 6-12%
penderita si atas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insiden meningkat
dengan bertambahnya umur.
22
2. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension), terdapat antara 12-14%
penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada pria. Insiden menurun dengan
bertambahnya umur.
3. Hipertensi sistolik-diastolik, terdapat pada 6-8% penderita usia diatas 60
tahun, lebih banyak pada wanita. Insiden meningkat dengan bertambahnya
umur.
N. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu
hipertensi essensial (Primer) dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial (primer)
sampai saat ini belum diketahui penyebabnya, sedangkan hipertensi sekunder bisa
disebabkan oleh penyakit ginjal, kehamilan, penyakit jantung, dan penyakit endokrin
(Martono, 2004).
O. Pengendali tekanan darah
1. Ginjal
Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran
garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan
mengembalikan tekana darah ke normal. Dan jika tekanan darah menurun,
ginjal akan meningkatkan retensi garam dan air, sehingga volume darah
bertambah dan tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga bisa
meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin,
23
yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan
memicu pelepasan hormon aldosteron.
2. Sistem saraf simpatis.
Sistem saraf simpatis berfungsi untuk meningkatkan tekanan darah
selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar),
meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung, juga mempersempit
sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu
(misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak),
meningkatkan retensi air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan
volume darah dalam tubuh, melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan
norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah
untuk bekerja lebih cepat.
P. Patogenesis hipertensi pada lansia
Pada usia lanjut patogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit berbeda
dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada usia lanjut
terutama adalah:
1. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses
menua. Hal ini menyebabkan suatu sirklus vitiosus: hipertensi-glomerulo-
sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.
2. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya usia
makin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
3. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan
24
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan
mengakibatkan hipertensi sistolik saja (Djojosoewarno, 2004).
4. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel
yang berlanjut pada pembentukan beebagai sitokin dan substansi kimiawi lain
yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal,
meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifeer dan keadaan lain
yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.
Q. Manifestasi klinis:
1. Sakit kepala
2. Pusing
3. Mudah marah
4. Mata berkunang – kunang
5. Mudah lelah
R. Pemeriksaan
Untuk memeriksa tekanan darah seseorang dapat menggunakan alat
sphigmomanometer (tensi meter) digital, atau air raksa.
S. Komplikasi hipertensi
1. Stroke
2. Gagal ginjal
3. Atherosclerosis
25
4. Gagal jantung
5. Penyakit jantung koroner
6. Acute myocard infark
7. Retinopati hipertensi
T. Obat anti-hipertensi
1.Antagonis kalsium.
Efek obat ini adalah sebagai vasodilator pembuluh darah, sehingga dapat
mengurangi tahanan perifer yang akan berakibat menurunkan tekanan darah.
2.Penghambat ACE
ACE inhibitor membatasi pembentukan angiotensin II yang bersifat
vasokonstriktor terhadap endotel.
3.Diuretik
Diuretik bekerja mengurangi volume darah sehingga tekanan darah dapat
turun.
U. Pengobatan hipertensi pada lansia
Pertama tentukan dahulu stage, sebagai first line therapy adalah pemberian
diuretik. Karena hasil dari beberapa trial menunjukkan hasil yang baik dalam
menurunan tekanan darah. Kemudian dilihat stagenya kembali, bila perlu diberikan
terapi kombinasi dan selain itu dilihat secara individual keadaan pasien dan juga
memperhitungkan efek samping dari setiap obat terhadap kondisi pasien (Makmun,
2004).
26
V. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah kadar glukosa darah yang tinggi (Anonim, 2007).
Menurut kamus kedokteran dorland, hiperglikemia adalah peningkatan glukosa
secara abnormal di dalam darah, seperti pada diabetes melitus.
W. Pengaturan konsentrasi glukosa darah
Proses mempertahankan kadar glukosa yang stabil di dalam darah merupakan
salah satu mekanisme homeostatis yang diatur paling halus dan sangat berkaitan erat
dengan hormon insulin & glukagon. Insulin mempunyai efek meningkatkan ambilan
glukosa di jaringan seperti jaringan adiposa dan otot. Sekresi hormon ini dirangsang
oleh keadaan hiperglikemi, kerja insulin ini disebabkan oleh peningkatan transpor
glukosa (GLUT 4) dari bagian dalam sel ke membran plasma. Sedangkan kerja
glukagon berlawanan dengan kerja insulin, hormon glukagon menimbulkan
glikogenolisis dengan mengaktifkan enzim fosforilase. Glukagon bekerja dengan
menghasilkan cAMP. Baik glikogenolisis maupun glukoneogenesis di hati turut
menimbulkan hiperglikemia (Mayes, 2003).
27
Gambar 1. Glukagon & Insulin action
(Sumber : www.endocrineweb.com, 2007)
X. Homeostasis glukosa pada lansia
Secara garis besar kadar glukosa darah pada orang dewasa normal merupakan
manifestasi dari kemampuan sekresi insulin oleh pankreas dan kemampuan ambilan
glukosa oleh sel – sel jaringan sasaran.
Gangguan toleransi glukosa (GTG) adalah suatu keadaan perubahan
homeostasis glukosa sehingga didapatkan kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan
lebih tinggi dari 140mg/dl. Apabila kadar tersebut lebih tinggi atau sama dengan 200
mg/dl keadaan tersebut dimasukkan dalam kriteria diabetes melitus (Wasilah, 2004).
WHO menyebutkan bahwa tiap kenaikan 1 dekade umur, kadar glukosa darah
puasa akan naik sekitar 1 -2 mg/dl dan 5,6 – 13 mg/dl pada 2 jam sesudah makan.
Morrow & halter (1994), mengatakan bahwa KGD 2 jam sesudah pembebanan
glukosa sebanyak 75 gr akan naik 15 mg/dl tiap penambahan 1 dekade umur apabila
28
seseorang telah melampaui usia 30 tahun. Namun demikian morrow & halter
selanjutnya mengatakan bahwa patofisiologi gangguan toleransi glukosa pada usia
lanjut sampai saat ini belum jelas atau dapat dikatakan belum seluruhnya diketahui.
Selain faktor intrinsik, faktor ekstrinsik seperti menurunnya ukuran masa
tubuh dan naiknya lemak tubuh mengakibatkan kecenderungan timbulnya penurunan
aksi insulin pada jaringan sasaran (Wasilah, 2004). Para ahli menduga bahwa
gangguan intoleransi glukosa pada usia lanjut disebabkan karena menurunnya sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Sedangkan ahli – ahli lain menduga intoleransi
glukosa pada usia lanjut disebabkan oleh karena adanya resistensi insulin. Kedua
pendapat di atas merupakan pendapat yang bersifat kontroversial.
Umur memang sangat erat hubungannya dengan terjadinya kenaikan kadar
glukosa darah, sehingga pada golongan umur yang makin tua prevalensi gangguan
toleransi glukosa akan meningkat dan demikian pula prevalensi diabetes melitus
(Goldberg & coon, 1994).
Barbieri et al (2001), mendapatkan adanya penurunan resistensi insulin pada
usia lanjut dengan usia antara 90 – 100 tahun. Selanjutnya dikatakan bahwa
timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut karena 4 faktor yaitu : perubahan
komposisi tubuh, pola makan dan penurunan aktivitas fisik, perubahan neuro-
hormonal dan meningkatnya stress oksidatif.
Tabel 3. Status Gula darah (WHO, 1985)
Status Baik sekali Baik Buruk Sangat buruk
29
Glukosa darah
Gula darah
puasa
< 100mg/dl 100 - 119mg/dl 120 -139mg/dl ≥ 140mg/dl
Gula darah
sewaktu
< 120mg/dl 120 - 169mg/dl 170-199mg/dl ≥ 200mg/dl
Y. Kerangka Konsep
Z. Hipotesis
Lingkungan
Obat - obatan
Aktivitas fisik
Jenis kelamin
Pola makan
Genetik Psikis
Obesitas
Lansia
Hiperglikemi
Gangguan
ginjal
Resistensi
insulin
Penyakit
kardiovaskular
Menopause
Rokok
Penurunan
produksi
insulin
Intoleransi
glukosa
Kompikasi :
-Stroke
-Gagal ginjal
-Atherosclerosis
-Gagal jantung
-Infark myokard
-Jantung koroner
Kompikasi :
-Diabetes melitus
-Retinopati
-Neuropati
-Nephropati
Hipertensi
30
Dari kajian teori di atas, dapat diajukan hipotesis bahwa obesitas pada lansia
menyebabkan peningkatan tekanan darah dan glukosa darah, dan juga meningkatkan
faktor resiko hipertensi dan diabetes melitus.
Bab III
31
Metode Penelitian
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan
penelitian potong lintang (cross sectional). Penelitian ini dilakukan di kelurahan
Mrisen, Delanggu, Klaten. Jawa Tengah.
B. Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 30 orang wanita lanjut usia (60-74 tahun) yang
menderita obesitas (IMT >27).
C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria inklusi pada penelitian kali ini lansia wanita berusia 60-74 tahun
(elderly) penderita obesitas dengan IMT >27, sudah menopause, tidak
mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi dan anti diabetes.
2. Kriteria eksklusi pada penelitian kali ini adalah perokok, penderita penyakit
ginjal dan penderita penyakit jantung.
32
D. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di desa Gaden, kelurahan Mrisen, Delanggu,
Klaten. Jawa Tengah pada Agustus 2007.
E. Identifikasi variabel penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel
tergantung, variabel perancu.
1. Variabel bebas
Wanita usia 60-74 tahun penderita obesitas dengan IMT >27.
2. Variabel tergantung
Tekanan darah dan kadar glukosa darah.
3. Variabel perancu
Perokok, obat-obatan anti hipertensi dan anti diabetes.
F. Definisi Operasional
Wanita lanjut usia adalah seorang wanita yang mencapai usia 60 tahun keatas
(UU No. 13 tahun 1998)
Obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan skelatal
dan fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh (Dorland, 2002).
Dikatakan obesitas jika IMT (Indeks Massa Tubuh) >27.
33
Tekanan darah adalah tekanan di dalam pembuluh arteri ketika darah
dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Tekanan darah biasanya dinyatakan
dengan tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan sistolik yaitu pada saat
ventrikel jantung berkontraksi atau menguncup, sedangkan tekanan diastolic yaitu
pada saat ventrikel jantung relaksasi atau mengembang.
Kadar glukosa darah adalah jumlah kandungan glukosa di dalam darah, dapat
diukur menggunakan glukometer digital, hasilnya dengan satuan mg/dl.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Sphigmomanometer air raksa
2. Stetoskop
3. Glukometer digital
4. Kapas
5. Lancet
6. Alkohol
7. Kuesioner
8. Inform consent
34
H. Cara Kerja
Peneliti mendatangi rumah masing-masing sampel secara acak. Peneliti
meminta izin, menimbang dan mengukur tinggi badan calon sampel untuk
menentukan termasuk kriteria obesitas atau bukan.
Sampel mengisi inform consent Sebagai tanda persetujuan mengikuti
penelitian. Sampel juga harus mengisi kuesioner yang di berikan untuk mengetahui
identitas pasien, kebiasaan merokok, penyakit yang diderita, dan untuk mendapatkan
data tambahan lainnya.
Untuk memeriksa tekanan darah Peneliti menggunakan sphigmomanometer
dan stetoskop. Langkah pertama memasang manset pada lengan sampel, lalu
menempelkan stetoskop pada daerah vena mediana cubiti, lalu sphigmomanometer
dipompa dan di kempeskan secara perlahan-lahan untuk mengukur tekanan sistolik
dan diastolik. Catat hasil pengamatan dan rapikan perlengkapan.
Untuk mengukur kadar gula darah sewaktu pertama-tama Peneliti melakukan
disinfektan pada jari telunjuk sampel dan mengeluarkan darah perifer menggunakan
lancet. Peneliti memeriksa kadar glukosa darah menggunakan glukometer digital,
setelah itu di amati dan dicatat hasilnya.
35
Gambar 2. Bagan cara kerja
I. Analisis Data
Analisis data menggunakan paket program SPSS versi 15.00 (Evaluation) for
windows tahun 2007 dengan metode analisis chi-square.
Inform Consent
Setuju
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Identitas
Kebiasaan
Tinggi badan
Berat badan
Tekanan
darah
Glukosa
darah
Pelaksanaan
Sampe
l
Kelompok
perlakuan
Kelompok
kontrol
Glukosa darah
Tekanan darah
Tinggi badan
Berat badan
Mencatat hasil Analisis Data
36
Daftar Pustaka
Abdoerrachman, M.H., dkk. (1985). Buku kuliah ilmu kesehatan anak edisi 1.
Jakarta. Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Ainun, N. (2006). Perbedaan respon paparan dingin terhadap kenaikan tekanan darah
hipertensi dan non hipertensi. Skripsi strata satu, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Anonim. (2004). Informasi lengkap tentang hipertensi dan obesitas. Medicastore.
Diakses 19 April 2007, dari http://www.medicastore.com/cybermed
Anonim. (2006, 9 Desember). Obesitas Lampu Kuning Kesehatan. OTC Digest.
4.16-17.
Anonim. (2006, 9 Desember). Menghindari Obesitas. OTC Digest. 4.20 – 22.
Anonim. (2006, 9 Desember). Obesitas Mengundang Penyakit. OTC Digest. 4.18-19.
Anonim. (2006, 9 Oktober). Gemuk itu buruk. OTC Digest. 2.32 – 33.
Anonim. (2007). Normal Regulation of Blood Glucose. endocrineweb.com. diakses 2
mei 2007, dari http://www.endocrineweb.com/insulin.html
Arikan, E., Guldiken, S., Altum, B.U., Kara, M., Tugrul, A. (2004). The effects of
body mass index on the cardiovascular risk factors in the patiens with
essential hypertension. Turkish Journal of Endocrinology and Metabolism.
2 : 49-56.
Aswin, S., (2004). Perubahan struktural dan fungsional otak menua strategi
optimalisasi otak menua menuju hidup sehat. Dalam naskah lengkap kongres
nasional III dan temu ilmiah nasional II pergemi. Medika FK UGM.
Azwar, MPH. (2004). Tubuh sehat ideal dari segi kesehatan. Seminar kesehatan
obesitas. Senat mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat universitas
indonesia. jakarta. Kampus UI Depok.
Barbieri M, Rizzo MR, Manzella D, Paulisso G. Age-related insulin resistance: is it
an obligatory finding? The lesson from healthy centerians. Diabetes metab
Res Rev 2001: 17: 19-26.
37
Bender, R., Jokel, K.H., Richter, B., Spraul, M., Berger, M. (2002). Body weight,
blood pressure, and mortality in a cohort of obese patients. American Journal
of Epidemiologi, 158, 3.
Brocklehurst JC & Allen SC. Theory on nature of aging. Geriatric Medicine for
Student, 3rd
ed. Churchill Livingstone London New york 1987:3 – 12.
Darmojo, R.B., & Martono, H.H. (2004). Buku Ajar Geriatri. Jakarta. Balai penerbit
FKUI.
Darmojo, R.B., (2000). Penyakit kardiovaskular pada usia lanjut. Jurnal Kardiologi
Indonesia. Vol. XXV : 2.
Departement Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Peran Diit Dalam
Penanggulangan Diabetes. Jakarta.
Djojosoewarno, P., (2004). Pengaruh menopause terhadap tekanan darah normal.
Dalam naskah lengkap kongres nasional III dan temu ilmiah nasional II
pergemi. Medika FK UGM.
Dwi, F.A., (2007). Intensitas konsumsi fast food terhadap angka kejadian obesitas
pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi strata
satu,Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Goldberg, AP & Coon PJ. Diabetes Mellitus and Glucose Metabolism in the Elderly.
W.R. Hazzard, E.L. Biernab, J.P. Blass, W.H. Ettinger Jr., J.B. Halter (Eds.),
R. Andres (Ed.Em.) Principle of Geriatric Medicine and Gerontologi, 3rd
ed.
International Ed. McGraw-Hill, Inc. New york Paris Sydney Tokyo, 1994:
825-843.
Guyton, & Hall. (1997). Textbook of Medical Physiology (9th
ed). (Setiawan, I., dkk.,
Trans.). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 1996).
Hakim, L.H. (2003). Simposium pendekatan holistik penyakit kardiovaskular II.
Jakarta. Bagian penyakit dalam FKUI.
Hartanto, H., dkk. (2002). Kamus kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta. EGC.
Herini, ES. (1999). Karakteristik keluarga dengan anak obesitas. Berita kedokteran
masyarakat, volume ; XV (2).
Indra, M.R. (2005). Dasar genetik obesitas viseral. Jurnal Kedokteran Brawijaya.
Vol. XXII.
Ismayadi. (2004). Proses menua [Versi elektronik]. Perpustakaan digital Universitas
Sumatra Utara.
38
JNC 7 Express. (2003). Prevention Detection Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure. U.S. Department of Health and Human Sevices. USA.
Laboratorium Klinik Prodia. (2004). Mengendalikan hipertensi untuk mencegah
komplikasi [brosur].
Ma’ruf. A. (2005). Studi sekresi leptin sebagai dasar diet penurunan berat badan
secara fisiologis [Versi elektronik]. Airlangga University Digital Library.
1306.
Makmun, L.H., (2004). Penyakit serebro-kardio-vaskular pada usia lanjut
berdasarkan evidence. Dalam naskah lengkap kongres nasional III dan temu
ilmiah nasional II pergemi. Medika FK UGM.
Masud, I.M.S. (1989). Dasar-dasar fisiologi kardiovaskuler. Jakarta. EGC.
Mayes, Peter A., Murray, Robert K., dan Rodwell Victor W., (2003), Biokimia
Harper, edisi 25, EGC, Jakarta.
Morrow LA and Halter JB. Treatment of the Elderly with Diabetes Mellitus. CR
Kahn & CG Weir (Eds.) Joslin’s Diabetes Mellitus 13th
ed. Lea & Febringer
Philadelphia London Tokyo A Waverly Company, 1994: 552-559.
Pramono, N. (1998). Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Wanita Lanjut Usia.
Semarang. Balai penerbit FK Undip.
Prodjodisastro, S. Dkk. (1986). Permasalahan Kesehatan Dan Penanggulangannya
Pada Usia Lanjut. Jakarta. RSPAD Gatot Soebroto.
Rahmatullah, P. (1999). Gambaran tekanan darah pada kasus – kasus obesitas. Jurnal
Kardiologi Indonesia. Vol. XXIV.
Reaven, G. (1988). Syndrom X : The Risks of Insulin Resistance [Abstrak].
American Diabetes Association, 14, 654.
Salam, MA. (1989), epidemiologi dan patologi obesitas. Dalam obesitas
permasalahan dan penanggulangannya. Laboratorium farmakologi klinik, FK
UGM. Yogyakarta.
Sinaga, E. (2003, 15 Juli). Pola makan sehat untuk lansia [Versi Elektronik].
Republika Online.
Sjarif, D.R.(2004). Waspadai kegemukan pada anak. Keluarga Sehat. Diakses 26
April 2007, dari http://www.keluargasehat.com/keluarga-
ibuisi.php?news_id=874
39
Supit, A. (2007, Juni). Hipertensi pada lansia kontrol ketat cegah komplikasi [versi
elektronik]. Majalah Farmacia, Vol.6 No.1.
Terumo Corp. (2004). MedisafeTM
mini blood glukose reader guide book. Tokyo.
Wasilah, R. (2004). Diabetes melitus usia lanjut bagaimana mengelolanya. Dalam
naskah lengkap kongres nasional III dan temu ilmiah nasional II pergemi.
Medika FK UGM.
Wasilah, R. Gangguan toleransi glukosa pada usia lanjut laki-laki: kajian pengaruh
pembebanan glukosa terhadap sekresi insulin dan peran insulin dalam
ambilan glukosa oleh sel jaringan sasaran (in vivo). Desertasi, Universitas
Gajah Mada, 2002: Feb. 25.
Wikipedia Indonesia. (2007, 22 Oktober). ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Diakses 4 November 2007, dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi