proposal modalitass kunthi
TRANSCRIPT
PROPOSAL
TERAPI MODALITAS
DI WISMA KUNTHI UPT PSLU MAGETAN
OLEH
KELOMPOK 5
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2013
PROPOSAL
TERAPI MODALITAS
DI WISMA KUNTHI UPT PSLU MAGETAN
Oleh :
KELOMPOK 5
1. Anjar Dwi
2. Ayu K
3. Amelia P
4. Anita Y
5. Aprilyanto A
6. Iswantoro
7. Lia Naimatus S
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2013
PROPOSAL
TERAPI MODALITAS
DI WISMA KUNTHI UPT PSLU MAGETAN
Hari : Senin
Tanggal : 18 Pebruari 2013
Waktu : 09.00-10.00 WIB (60 menit)
Tempat : Di Wisma Kunthi
Topik kegiatan : Terapi Modalitas
A. LATAR BELAKANG
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang
diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada
akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari
sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan
progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat
irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu : masa kanak-kanak, masa
remaja, dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun
psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan
bersifat individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak
dipengaruhi oleh riwayat maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait
dengan faktor biologis, psikologis, spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan
sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi sistem tubuh tersebut diyakini
memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan homeostasis sehingga
lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke,
Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis dapat
menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit
kronis, atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh
individu. Stres tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu,
selanjutnya dapat terjadi akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila
menimbulkan penyakit fisik.
Pada dasarnya pelayanan sosial lanjut usia (Lansia), selalu mengacu kepada
terpenuhinya kebutuhan lanjut usia (Lansia) yang meliputi kebutuhan biologis,
psikologis, sosial, intelektual dan spiritual serta kegiatan pengisian waktu luang.
Selain itu, dapat bermanfaat untuk memperpanjang usia harapan hidup dan
produktivitas lanjut usia serta terwujudnya kesejahteraan sosial lanjut usia yang
diliputi rasa tenang, tenteram, bahagia, dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Sampai saat ini, pelayanan sistem Panti atau institusi masih menjadi salah satu
alternatif pelayanan lanjut usia, khususnya bagi lanjut usia yang kurang mampu
secara sosial ekonomi. Pelayanan sistem institusi dalam banyak hal menjadi
model pelayanan yang dapat diadopsi oleh keluarga dan masyarakat dalam
menyelenggarakan pelayanan sosial lanjut usia. Disadari, bahwa kehidupan dalam
institusi terkadang monoton dan rutinitas sehingga membuat para lanjut usia
merasa jenuh atau bosan tinggal dan hidup selamanya di dalam Panti atau
institusi.
Kondisi tersebut sangat berpengaruh pada upaya pengembangan bakat, minat
dan potensi lanjut usia, maka oleh sebab itu perlu diadakan berbagai kegiatan
positip untuk mengisi waktu-waktu luang, dan perlu dirancang berbagai kegiatan
atau aktivitas yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan lanjut usia
(lansia).
Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan
suatu instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi
lansia, sehingga mudah untuk menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi
tentunya parameter tersebut harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana
lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali, dan apabila dipaksakan
justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam keadaan ini maka
upaya pencegahan berupa latihan-latihan atau terapi yang sesuai harus dilakukan
secara rutin dan berkesinambungan.
B. TUJUAN
a. Tujuan umum
Setelah mengikuti terapi modalitas diharapkan lansia dapat mengisi
waktu luang untuk suatu kegiatan yang berguna.
2. Tujuan khusus
Setelah diberikan terapi modalitas, lansia dapat :
a. Mengisi waktu luang bagi lansia
b. Meningkatkan kesehatan lansia
c. Meningkatkan produktifitas lansia
d. Meningkatkan interaksi sosial antar lansia
C. PESERTA
1. Lansia yang masih kooperatif di wisma kunthi UPT PSLU Magetan
2. Lansia yang tinggal di wisma kunthi
3. Lansia yang sering menggunakan waktu senggangnya di kamar.
D. PEMBAGIAN TUGAS
1. Leader : Ayu Kkoronia P
2. Co Leader : Anita Y
3. Observer : Anjar Dwi
4. Dokumentasi : Lia Naimatus s
5. Fasilitator : Amelia p
6. Seksi Humas : aprilianto
7. Seksi Perlengkapan : iswantoro
E. URAIAN TUGAS
1. Leader
a. Memimpin jalanya Terapi Modalitas Orientasi Realita.
b. Merencanakan, mengontrol dan mengendalikan jalanya terapi.
c. Membuka acara.
d. Menjelaskan aturan main (cara permainan dan waktu permainan).
e. Memimpin terapi modalitas.
f. Menutup acara diskusi.
2. Co Leader
a. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktivitas klien.
b. mengingatkan leader jika kegiatannya menyimpang.
3. Fasilitastor
a. Memfalisitasi pasien dalam terapi modalitas orientasi realita.
b. Mengarahkan pasien yang kurang kooperatif.
4. Observer
a. Mengobservasi jalannya terapi modlitas orientasi realita, mulai dari
persiapan, proses dan penutup dengan format evaluasi perilaku.
b. Menilai aspek kemampuan pasien dalam memperkenalkan diri.
F. LANGKAH-LANGKAH
1. Tahap pre interaksi ( 5 menit ):
Leader memberikan salam terapeutik, memperkenalkan diri, menjelaskan
tujuan serta peraturan kegiatan dalam kelompok.
2. Tahap Orientasi ( 10 menit ):
a. Leader mengevaluasi perasaan klien
b. Leader melakukan kontrak (waktu,tempat, topik).
c. Leader menjelaskan tujuan dan prosedur terapi.
3. Tahap Kerja :
a. Leader : Memimpin pelaksanaan serta mendemonstrasikan kegiatan terapi
modalitas.
b. Fasilisator : Memfasilitasi klien untuk melaksanakan kegiatan terapi
modalitas.
c. Observer : Mengobservasi kemampuan klien dalam pelaksanaan terapi
modalitas.
4. Tahap Terminasi :
a. Mengevaluasi perasaan klien.
b. Beri pujian atas keberhasilan klien.
c. Kontrak yang akan datang :
- Topik : sepakati kegiatan yang akan datang.
- Waktu: sepakati waktu pertemuan yang akan datang.
- Tempat : sepakati tempat pertemuan yang akan datang
G. TATA TERTIB
1. Peserta bersedia mengikuti kegiatan terapi modalitas okupasi.
2. Berpakaian rapi dan bersih.
3. Peserta tidak diperkenankan makan dan merokok selama terapi.
4. Peserta tidak meninggalkan kegiatan sebelum kegiatan selesai.
5. Peserta hadir 5 menit sebelum kegiatan dimulai
H. METODE
Demonstrasi
I. RENCANA EVALUASI KEGIATAN
1. Evaluasi Struktur :
a. Rencana peserta hadir 70%
b. Panitia bekerja sesuai jobdisc masing-masing
2. Evaluasi Proses
a. Tempat : wisma kunthi UPT PSLU Magetan
b. Peserta yang aktif dan kreativitas 50
3. Evaluasi Hasil
Peserta dapat menghias membuat tasbih dengan baik.
LAMPIRAN MATERI
1.1 Pengertian
Terapi modalitas adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu
luang bagi lansia.
1.2 Tujuan
a. Mengisi waktu luang bagi lansia
b. Meningkatkan kesehatan lansia
c. Meningkatkan produktifitas lansia
d. Meningkatkan interaksi sosial antar lansia
1.3 Jenis Kegiatan
1. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih
sesuai dengan masalah lansia.
2. Terapi aktivitas kelompok ( TAK )
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan,
bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk
terlaksananya terapi ini dibutuhkan Leader, Co-Leader, dan fasilitator.
Misalnya : cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.
3. Terapi Musik
Bertujuan untuk mengibur para lansia seningga meningkatkan gairah
hidup dan dapat mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong,
musik dengan gamelan.
4. Terapi Berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan
waktu luang. Misalnya : penanaman kangkung, bayam, lombok, dan lain-
lain.
5. Terapi dengan binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari
sepinya dengan bermain bersama binatang. Misalnya : mempunyai
peliharaan kucing, ayam, dan lain-lain.
6. Terapi okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan
produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang
telah disediakan. Misalnya : membuat kipas, membuat keset, membuat sulak
dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat (pelepah
pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian, dll), menjahit dari kain, merajut
dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan
lingkungan sekitar, menjemur kasur, dan lain-lain).
7. Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti menggadakan cerdas
cermat, mengisi TTS, tebak-tebakan, puzzle, dan lain-lain.
8. Life review terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan
menceritakan pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya.
9. Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan
rasa bosan, dan melihat pemandangan. Misalnya : mengikuti senam lansia,
posyandu lansia, bersepeda, rekreasi ke kebun raya bersama keluarga,
mengunjungi saudara, dan lain-lain.
10. Terapi keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan
meningkatkan rasa nyaman. Seperti menggadakan pengajian, kebaktian,
sholat berjama’ah, dan lain-lain.
11. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota
keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga
adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran
utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa
melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan
diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap
munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu
masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di
keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk
kemudian mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan
meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang
seharusnya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian),
fase 2 (kerja), dan fase 3 (terminasi). Di fase pertamaperawat dan klien
mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi,
dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase kedua atau fase
kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha
mengubah pola interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan
kompetensi masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-
batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi
keluarga diakhiri difase terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses
yang selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara
mengatasi isu yang timbul. Keluarga juga diharapkan dapat
mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.
1.4 Pembuatan tasbih ( Terapi Okupasi )