proposal kesehatan kerja

18
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat terjadi karena adanya sumber-sumber bahaya di lingkungan kerja. Sumber bahaya ini dapat berasal dari instalasi-instalasi, peralatan, gedung, proses, cara kerja, dan lingkungan kerja. Bahaya dari lingkungan kerja, dapat digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja serta penurunan produktifitas dan efisiensi kerja. Beberapa faktor yang mencakup dalam lingkungan kerja, antara lain faktor fisik, kimia, biologi, fisiologik, psikologik. Beberapa faktor yang mencakup dalam lingkungan kerja, antara lain: Dalam UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa rumah sakit 1

Upload: dianjijah

Post on 25-Nov-2015

15 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

PROPOSAL

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat terjadi karena adanya sumber-sumber bahaya di lingkungan kerja. Sumber bahaya ini dapat berasal dari instalasi-instalasi, peralatan, gedung, proses, cara kerja, dan lingkungan kerja. Bahaya dari lingkungan kerja, dapat digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja serta penurunan produktifitas dan efisiensi kerja. Beberapa faktor yang mencakup dalam lingkungan kerja, antara lain faktor fisik, kimia, biologi, fisiologik, psikologik. Beberapa faktor yang mencakup dalam lingkungan kerja, antara lain:

Dalam UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.

Rumah sakit mempunyai karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas seringkali menggunakan dan menyerahkan instrument benda-benda tajam tanpa melihat atau membiarkan orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat instrument atau asisten) dapat menjadi buruk. Hal ini dapat mempercepat dan menambah stress kecemasan, kelelahan, frustasi bahkan kemarahan. Pada akhirnya, paparan darah atau bahan-bahan lainnya seringkali terjadi tanpa sepengetahuan orang tersebut.Lingkungan fisik merupakan unsur yang selalu ada di lingkungan kita yang terjadi karena proses-proses kerja bila keberadaannya tidak diperhatikan atau dikembalikan maka akan menjadi sumber bahaya yang dapat mengakibatkan ganggguan-gangguan berupa penyakit atau kecelakaan bagi pekerja. Beberapa lingkungan kerja yang sering menjadi masalah kerja, antara lain kebisingan, penerangan, getaran, radiasi dan suhu.B. TUJUAN PENELITIAN

B1 . Tujuan UmumUntuk memantau faktor fisik lingkungan kerja (Hazard) di lingkungan RSUD Labuang Baji Makassar.B2 . Tujuan Khusus Untuk memantau kebisingan di RSUD Labuang Baji Makassar. Untuk memantau pencahayaan di RSUD Labuang Baji Makassar.. Untuk memantau getaran di RSUD Labuang Baji Makassar.. Untuk memantau radiasi di RSUD Labuang Baji Makassar. Untuk memantau suhu di RSUD Labuang Baji Makassar.BAB II

TINJAUAN PUSTAKATelah diuraikan diatas sebelumnya bahwa lingkungan dan kondisi kerja yang tidak sehat merupakan beban tambahan kerja bagi karyawan atau tenaga kerja. Sebaliknya lingkungan yang higienis disamping tidak menjadi beban tambahan, juga meningkatkan gairah dan motivasi kerja. Lingkungan kerja ini dibedakan menjadi 2, yakni lingkungan fisik dan lingkungan sosial dan kedua-duanya sangat berpengaruh terhadap kesehatan kerja. Lingkungan fisik mencakup pencahayaan, kebisingan dan kegaduhan, kondisi bangunan, dan sebagainya. Dibawah ini akan diuraikan beberapa lingkungan kerja yang sering menjadi permasalahan kerja.A. Kebisingan

Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik / komputer, mesin cetak, dan sebagainya. Namun sering bunyi-bunyi tersebut meskipun merupakan bagian dari kerja kita tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran, dan sebagainya. Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan.

Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel (dB). Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.Skala intensitasDesibelBatas dengar tertinggi

Menulikan101-120 dBHalilintar, meriam, mesin uap

Sangat hiruk81-100 dBJalan hiruk pikuk, perusahaan gaduh, peluit

Kuat61-80 dBKantor gaduh, jalan pada umumnya, radio

Sedang41-60 dBRumah gaduh, percakapan kuat, kantor pada umumnya

Tenang21-40 dBRumah tenang, percakapan biasa, kantor perorangan

Sangat tenang0-20 dBBisik, suara daun jatuh, tetesan air

Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain. Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.

Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB. Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risi adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.B. Penerangan atau Pencahayaan

Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja. Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi.Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.

Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.

Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan lampu-lampu tersendiri.

Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.

Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.

Pencegahan kesilauan dalam ruang kerja dapat dilakukan antara lain :

Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.

Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.

Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.

Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.

Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.

Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :

Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

Kelemahan mental.

Kerusakan alat penglihatan (mata).

Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.

Meningkatnya kecelakaan kerja.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan, antara lain: Jarak antara gedung dan bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya. Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan.

Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti dengan penerangan lampu yang cukup.

Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32 derajat celsius).

Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang. Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip.

C. GetaranGetaran atau vibrasi adalah faktor fisik yang ditimbulkan oleh subjek dengan getaran osilasi, misalnya mesin, peralatan atau perkakas kerja yang bergetar dan memajani pekerja melalui transmisi. Adapun besar getaran yang memajani tubuh ditentukan oleh:

Sifat getaran, yaitu frekuensi, intensitas/amplitudo, dan durasi dari vibrasi.

Mekanika input independen, yaitu tahanan yang diberikan oleh struktur tubuh terhadap getaran. Penyakit yang ditimbulkan akibat getaran dari ringan sampai berat antara lain:

Sistem peredaran darah, misalnya kesemutan pada jaringan tangan dan kadang-kadang ujung jari memucat yang disertai rasa nyeri.

Sistem tulang, sendi, dan otot. Gangguan ostevartikular terutama pada tulang-tulang karpal (tulang lunair dan navicula), sendi siku.

Sistem syaraf, yaitu kelainan syaraf sensoris yang menimbulkan paraestesia/kesemutan, menurunnya sensitivitas, gangguan membedakan (deterionity), selanjutnya atrofi. D. Radiasi

Radiasi adalah emisi dan penyebaran energi melalui ruang (media) dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel-partikel atau elementer dengan kinetic yang sangat tinggi yang dilepaskan dari bahan atau alat radiasi yang digunakan oleh instalasi di rumah sakit. Setiap rumah sakit yang memanfaatkan peralatan radioaktif, harus memperoleh izin dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (sesuai PP Nomor 64 Tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, pasal 2 ayat 1). Selain itu, sistim manajemen K3 terhadap radiasi diperlukan agar proses pemantauan dapat berjalan.

Sistem tersebut antara lain ada organisasi, peralatan proteksi, pemantauan dosis perorangan, pemeriksaan kesehatan, penyimpanan dokumen, jaminan kualitas, pendidikan dan pelatihan. Selain daripada itu, penanggulangan kecelakaan radiasi harus diupayakan juga. Jika terjadi, pengelola rumah sakit harus segera melaporkannya kepada Badan Pengawas dan instansi terkait lainnya. Penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang wajib mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara limbah radioaktif sebelum diserahkan kepada Badan Pelaksana. Pengelolaan limbah radioaktif pada unit kedokteran nuklir dilakukan pemilahan menurut jenis yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah radioaktif yang berasal dari luar negri tidak diizinkan untuk disimpan di wilayah Indonesia.

E. Suhu

Persyaratan suhu untuk masing-masing ruang atau unit seperti berikut: Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bangsal atau laboratorium perlu mendapat perhatian yang khusus, karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut.

Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (min. 0,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di rumah sakit.

Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedimikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban seperti dalam tabel berikut:

No.Ruang atau UnitSuhu (derajat selsius)Kelembaban (%)Tekanan

1Operasi19-2445-60Positif

2Poliklinik22-2645-60Positif

3Rehabilitasi22-2445-60Seimbang

4Pembersihan luka21-2445-60Seimbang

5Perawatan Bangsal22-2635-60Seimbang

6Fisioterapi24-2635-60Positif

7ICU22-2332-60Positif

8Penginderaan medis19-2445-60Seimbang

9Laboratorium22-2645-60Negatif

10Radiologi22-2645-60Seimbang

11Sterilisasi22-3035-60Negatif

12Dapur22-3035-60Seimbang

13Gawat darurat19-2445-60Positif

14Administrasi, pertemuan21-24-Seimbang

15Ruang Luka bakar24-2635-60Positif

Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara segar dalam ruangan harus cukup (mengikuti pedoman teknis yang berlaku).BAB IIILOKASI DAN PELAKSANAAN PENELITIANLOKASI

Kegiatan Walk Through Survey (Survey Jalan Sepintas) dilaksanakan di lima ruangan yaitu, instalasi gizi, laboratorium, perawatan Baji Dakka, Baji Ada, dan Baji Areng RSUD Labuang Baji, dengan alamat Jl. Dr. Ratulangi No. 81 Telp. 0411 872170, Contact Person Ext. 129.JADWAL

Waktu pelaksanaan yaitu 31 Maret-4 April 2008 dengan agenda sebagai berikut:No.TanggalKegiatan

1.

2.

3.

4.

5.12 Maret 2012 13 Maret 2012 14 Maret 2012 15 Maret 2012 16 Maret 2012 Melapor ke bagian K3 RS IBNU SINA Pengarahan kegiatan

Pembuatan Proposal

Walk Thru Survey

Walk Thru Survey

Pembuatan laporan Walk Thru Survey Presentasi laporan Walk Thru Survey

Pelaksana pekerjaan

Pelaksana pekerjaan Walk Through Survey (Survey Jalan Sepintas) dilaksanakan oleh mahasiswa kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Makassar. Pekerjaan tersebut dilakukan dalam waktu 2 hari yaitu pada tanggal 12-15 Maret 2012BIAYA

Swadaya mahasiswa kepaniteraan klinik.Daftar Pustaka

1. Notoatmodjo, Soekidjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. . Available from:www.blogspot.com/factor fisik dan lingkungan kerja.htm, accessed at 10 Maret 2008.

2. Laksmiarti, Maryani. Bahaya yang Ditimbulkan Akibat Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit. Available from : www.tempointeraktif.com/medika/arsip/112002/pus-1.htm, accessed at 10 Maret 2008.

3. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1024/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah sakit. 2004PAGE 1