proposal gejala pleonasme

23
GEJALA KONTAMINASI DAN PLEONASME PEMBERITAAN ARTIS IBU KOTA YANG MEMPENGARUHI DALAM SIKAP BAHASA (SEBUAH PENDEKATAN SOSIOLINGUISTIK) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa pemersatu bangsa Indonesia yang terdiri dari kepulauan. Dalam berbagai bidang khususnya bidang keilmuaan bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantarnya. Dengan begitu besarnya peranan bahasa Indonesia dalam kehidupan masyarakat Indonesia, maka tak heran perkembangan bahasa Indonesia sangat pesat seiring dengan perkembangan manusianya (penuturnya). Salah satu aspek kebahasaan yang belum banyak disinggung peneliti linguistik adalah aspek bahasa dilihat dari segi struktural yang berdampingan dengan aspek sosial dan psikis (kejiwaan), yaitu tentang kontaminasi dan pleonasme. Kedua bentuk tersebut merupakan kekurangsempurnaan bahasa apabila ditinjau dari sudut kebakuan gramatikalnya. Di antara keduanya memilki sifat yang berlawanan dalam kekurangsempurnaan bahasa. Kontaminasi merupakan penggunaan bahasa yang rancu akibat dari hilangnya sebagian atau beberapa segmen dari suatu

Upload: moena-riswati

Post on 01-Jul-2015

984 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROPOSAL Gejala pleonasme

GEJALA KONTAMINASI DAN PLEONASME PEMBERITAAN ARTIS IBU

KOTA YANG MEMPENGARUHI DALAM SIKAP BAHASA

(SEBUAH PENDEKATAN SOSIOLINGUISTIK)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa pemersatu bangsa Indonesia

yang terdiri dari kepulauan. Dalam berbagai bidang khususnya bidang keilmuaan

bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantarnya. Dengan begitu besarnya

peranan bahasa Indonesia dalam kehidupan masyarakat Indonesia, maka tak heran

perkembangan bahasa Indonesia sangat pesat seiring dengan perkembangan

manusianya (penuturnya).

Salah satu aspek kebahasaan yang belum banyak disinggung peneliti

linguistik adalah aspek bahasa dilihat dari segi struktural yang berdampingan dengan

aspek sosial dan psikis (kejiwaan), yaitu tentang kontaminasi dan pleonasme.

Kedua bentuk tersebut merupakan kekurangsempurnaan bahasa apabila ditinjau dari

sudut kebakuan gramatikalnya. Di antara keduanya memilki sifat yang berlawanan

dalam kekurangsempurnaan bahasa. Kontaminasi merupakan penggunaan bahasa

yang rancu akibat dari hilangnya sebagian atau beberapa segmen dari suatu tuturan.

Pleonasme merupaakan penggunaan tuturan yang berlebihan.

Kontaminasi dan pleonasme bahasa berhubungan dengan sikap bahasa. Sikap

bahasa merupakan sikap kejiwaan dan sikap pada umumnya. Ada tiga komponen

yang berhubungan dengan sikap bahasa yaitu komponen kognitif, komponen afektif,

dan komponen konatif. Komponen kognitif bertalian dengan proses berpikir penutur

(pemakai) bahasa dan bersifat mentalitas. Komponen afektif pemakaian bahasa

berhubungan dengan perasaan; kemudian komponen konatif berhubungan dengan

perilaku kebahasaan (Suwito, 1985:87). Sikap-sikap bahasa bagi penutur merupakan

hal yang fital bagi perkembangan bahasa itu sendiri, misalnya dalam upaya

standarisasi, pembakuan, atau pembentukan tata bahasa. Upaya-upaya yang demikian

Page 2: PROPOSAL Gejala pleonasme

berkaitan erat dengan fungsi bahasa dan sikap bahasa (Harimurti, 1984:42). Dengan

demikian sikap bahasa menentukan pengembangan kebahasaan.

Beberapa kendala sering muncul, yang bersifat kontras dengan sikap bahasa

yang baik. Diantaranya adalah kurang dikuasainya kaidah-kaidah kebahasaan yang

berlaku, atau ketidaktaatan pemakai bahasa terhadap kaidah kebahasaan yang

dikuasainya. Hal ini sering disadari oleh pemilik dan pemakai bahasa, sehingga

menghambat proses perkembangan bahasa.

Kerancuan bahasa lebih dikenal dengan kontaminasi, yang sering ditemukan

pada bahasa ragam lisan, walaupun tidak menutup kemungkinan terjadi pada ragam

tulis. Seorang penutur lisan biasa tidak menyadari apakah bahasa yang digunakan

sudah cukup baik menuangkan pikiran-pikirannya. Aspek penting selalu diperhatikan

penutur adalah aspek informatifnya, yaitu mitra tutur mampu menangkap topik

pembicaraan. Kadangkala seorang penutur secara naluri akan merasakan apabila

tuturan-turannya kurang sempurna, penutur akan selalu memperbaiki tuturan yang

dirasakan kurang lengkap itu. Dengan demikian aspek kejiwaan memperngaruhi

kebahasaan seseorang.

Kontaminasi dan pleonasme berhubungan erat. Dalam suatu gejala

kontaminasi sering didapati gejala pleonasme, walaupun dari segi bahasa kedua

istilah itu berlawanan, yaitu kurang lengkap (rancu) dan berlebihan. Contoh Para

Bapak-bapak, adalah gejala pleonasme, penggunaan kata yang berlebihan sehingga

kurang efektif. Untuk menunjukkan bapak secara jamak, dapat dikatakan (a) para

bapak atau (b) bapak-bapak sehingga lebih efektif. Para bapak-bapak, mungkin saja

merupakan kontaminasi dari dua frasa (a) dan (b), apabila dimaksudkan oleh penutur

penyebutan kedua frasa itu salah satunya untuk mengulang atau menegaskan yang

lain, tetapi pengucapannya tidak sempurna. Apabila tidak dimakasudkan demikian,

maka hal ini tidak termasuk kontaminasi.

Tanpa disadari oleh peneliti bahasa, perkembangan bahasa pada masyarakat

saat ini dapat dilihat pada acara infotainment khususnya pemberitaan artis.

Pemberitaan artis sering disebut dengan gosip. Gosip identik dengan suara atau isu

yang berkembang dan belum pasti kebenarannya. Namun, pada kenyataannya isu-isu

yang diberitakan pada infotainment merupakan hal nyata. Perkembangan

infotainment merupakan sebuah berita yang hanya menyuguhkan berita-berita artis

Page 3: PROPOSAL Gejala pleonasme

yang aktual pada waktunya. Adapun penggunaaan bahasa acara infotainment tidak

seperti pemakaian bahasa pada berita-berita yang resmi (misalya, Liputan6, metro

head line news, dsb), penggunaan bahsanya lebih santai dan seolah-olah bersifat

subjektif yaitu dengan memojokkan subjek yang diberitakan jika berita tersebut

bersifat negatif.

Setelah melakukan kroscek pada infotainment, peneliti mendapati sebuah hal

yang perlu digali dan dipahami pada pemakaian bahasa infotainment. Pembawa acara

infotainment pada umumnya menggunakan ragam tidak baku yaitu lisan dan tanpa

disadari terjadi gejala kontaminasi dan pleonasme. Mungkin mereka tidak menyadari

bahwa hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran kaidah bahasa baku Indonesia.

Gejala kontaminasi dan pleonasme tersebut merupakan bentuk sikap bahasa pada

lingkungan sosial tentang isi pemberitaan. Karena infotainment identik dengan

pemberitaan-pemberitaan yang menginformasikan permasalahan-permasalahan

pribadi artis yang cenderung negatif, meskipun tidak menutup kemungkinan

pemberitaan positif.

Adapun contoh bentuk kontaminasi dan pleonasme pada infotainment adalah,

“Arumi Bachsin telah mengakui semua kesalahan-kesalahan yang

diperbuatnya, dan ia membeberkan bahwa adanya pihak ketiga yang

memprovokatorinya untuk pergi dari rumahnya yang berulang kali.”

(C&R/061010/07)

Berdasarkan kutipan tersebut terjadi bentuk kontaminasi dan pleonasme.

Gejala pleonasme terjadi pada frasa semua kesalahan-kesalahan diperbuatnya,yang

dapat diringkas dengan semua kesalahan atau kesalahan-kesalahan. Selain itu, pada

kata berulang-kali yang sebenarnya berasal dari kata berulang-ulang. Dari gejala

pleonasme tersebut menjadikan kalimat di atas terjadi kontaminasi. Kontaminasi

terjadi karena satu kalimat yang terdiri dari beberapa anak kalimat dengan

ketidakefektifan bahasa. Maka terjadi keambiguan kalimat yaitu pada kata berulang

kali dapat diartikan bahwa berulang kali atas perlakukan pihak ketiga

memprovokatori Arumi Bachsin atau berulang kali pada kepergian Arumi Bachsin.

Adapun pembenarannya jika kata berulang kali untuk kepergian Arumi Bachsin

adalah.

Page 4: PROPOSAL Gejala pleonasme

“Arumi Bachsin telah mengakui semua kesalahannya, dan ia membeberkan

adanya pihak ketiga yang memprovokatorinya untuk pergi dari rumahnya yang

kesekian.”

Berdasarkan pembetulan tersebut dapat dipisahkan beberapa kalimat yang

ada di dalam satuan kalimat majemuk tersebut.

“Arumi Bachsin telah mengakui semua kesalahan.

Ia membeberkan adanya pihak ketiga yang memprovokatorinya

Ia pergi dari rumahnya.”

Terjadinya kerancuan sering timbul karena kemungkinan tidak dikuasainya

penggunaan bahasa yang tepat oleh penuturnya, atau sengaja karena terjadinya dua

bentukab yang sejajar yang timbul pada saat seseorang penutur akan mengemukakab

sesuatu (Badudu, 1987:51). Kemungkinan lain adalah karena adanya rasa grogi,

minder, gugup dan lain-lain sehingga hal yang diucapkan kurang lengkap. Di sisi

lain, Suroto (1985:12-13) membagi kontaminasi menjadi kontaminasi kata,

kontaminasi kelompok kata, dan kontaminasi kalimat.

Pada penelitian ini akan menggali unsur-unsur sosial yang mempengaruhi

pemakaian bahasa yang terdapat gejala kontaminasi dan pleonasme. Faktor-faktor

sosial dapat dilihat dari konteks sosial artis yang diberitakan, pembawa acara yang

cenderung melebih-lebihkan sebuah berita baik berita positif maupun negatif. Maka

perlu dipahami teori-teori sikap bahasa yang tepat guna membedah permasalahan

tersebut.

Adapun kajian pustaka yang berkaitan dengan penelitian tentang gejala

kontaminasi belum banyak ditemukan. Namun demikian ada beberapa penelitian

yang berhubungan dengan kesalahan berbahasa. Di antaranya adalah.

Sumarma (1989) melakukan penelitian yang berjudul Gejala kontaminasi

Morfosintaksis dalam Bahasa Indonesia Suatu Tinjauan Struktural. Penelitian ini

berupa skripsi sarjana Universitas Sebelas Maret yang menitikberatkan pada kajian

kontaminasi frasa ragam tulis (bahasa tulis), di dalamnya dideskripsikan ragam-

ragam kontaminasi beserta penyebabnya dengan analisis struktural yaitu dengan

melihat proses morfosintaksis meliputi afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan.

Sulastri (1998) dalam skripsinya berjudul Kesalahan berbahasa pada Media

Cetak Berbahasa Jawa. Penelitian tersebut membahas kesalahan berbahasa Jawa

Page 5: PROPOSAL Gejala pleonasme

yang terjadi pada media cetak disertai dengan faktir-faktor penyebabnya. Kemudian

hasil penelitian yang berjudul Pengkajian Sikap Generasi Muda terhadap Bahasa

Jawa Oleh Edi Subroto (1988/1989), dibahasa tentang kepositifan sikap generasi

muda di Jawa Tengah.

Dari uraian di atas, tampak bahwa kesalahan berbahasa pada pembawa acara

infotainment perlu diteliti. Penelitian ini akan menitik beratkan pada kesalahan

berbahasa yang mempengaruhi sikap bahasa oleh pembawa acara infotainment.

Untuk menjelaskan faktor-faktor sosial serta psikologis permasalahan pribadi artis

yang dapat menentukan perkembangan bahasa khususnya bahasa Indonesia.

B. Batasan Masalah

Sebagaimana telah diungkapkan bahwa pemakaian bahasa Indonesia yang

rancu dan berlebihan sering digunakan dalam proses komunikasi. Berbagai keunikan

bentuk kontaminasi dan pleonasme dalam infotainment merupakan sebuah gaya

tersendiri dalam penyampaian berita selebriti yang mengungkap kehidupan pribadi

selebiriti. Di dalam penyampaian tersebut banyak dibentuk gaya bahasa (style) yang

menambah indahnya tuturan. Akan tetapi justru gaya-gaya itu sebagian berkembang

kepada bentuk-bentuk yang salah dan tidak dibenarkan oleh tata bahasa baku. Di sisi

lain ada beberapa manfaat yang dapat dipetik, misalnya unsur estetika atau

diantaranya ada yang lebih komunikatif karena terbiasa didengar dan sebagainya.

Penelitian ini hanya bertumpu pada penjabaran tentang bentuk-bentuk bahasa

rancu dan berlebihan dalam beberapa tataran, kemudian fungsi-fungsinya dalam

proses komunikasi dan faktor-faktor penyebab terjadinya gejala tersebut sehingga

dalam mempengaruhi sikap bahasa pembawa acara yang dianalisis dengan

pendekatan sosiolinguistik.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus permasalahan di atas, dapat

dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Apa saja bentuk-bentuk kontaminasi dan pleonasme bahasa Indonesia dalam

infotainment?

Page 6: PROPOSAL Gejala pleonasme

2. Bagaimana fungsi kontaminasi dan pleonasme bahasa Indonesia dalam

infotainment?

3. Mengapa terjadi kontaminasi dan pleonasme yang mempengaruhi sikap bahasa

oleh pembawa acara infotainment?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut ada beberapa tujuan penelitian yang

akan diperoleh sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk pleonasme bahasa Indonesia dalam pemberitaan

artis ibu kota.

2. Menjelaskan fungsi-fungsi penggunaan kontaminasi dan pleonasme bahasa

Indonesia dalam infotainment.

3. Mengungkapkan proses atau latar belakang terjadinya gejala kontaminasi daan

pleonasme bahasa Indonesia dalam infotainment pengaruhnya pada sikap bahasa

pembawa acara.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat keilmuan yaitu pertama,

memberikan sumbangan berharga bagi penyempurnaan penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan benar. Kedua, mengembangkan teori-teori yang berkenaan

dengan aspek kontaminasi dan pleonasme dalam bahasa Indonesia. Ketiga,

memberikan sumbangan ilmu khususnya penerapan ilmu sosiolinguistik bidang sikap

bahasa.

Adapun manfaat praktisnya penelitian ini adalah dapat membantu pembawa

acara infotainment memahami penggunaaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Page 7: PROPOSAL Gejala pleonasme

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Strategi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Subroto (2007:5) menyatakan metode

(penelitian) kualitatif banyak digunakan untuk mengkaji masalah-masalah yang

termasuk ilmu-ilmu humaniora atau ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu bahasa atau

linguistik tergolong ilmu humaniora. Penelitian kualitatif lazim digunakan untuk

mengkaji dan mendalami masalah yang terdapat dalam bahasa, sastra, naskah atau

teks, sejarah, agama, dan pandangan hidup. Metode yang digunakan adalah metode

deskripsi.

Jenis penelitian ini dipandang tepat dalam mengkaji permasalahan bahasa

khususnya gejala kontaminasi dan pleonasme oleh pembawa acara atau penutur

infotainment. Penelitian kualitatif ini dikaji gejala, latar, perilaku dan konteks

penggunaan pleonasme pada aspek linguistik (kaidah bahasa) kemudian

dihubungkan dengan pendekatan sosiolinguistik khususnya pada penentuan sikap

bahasa.

Metode etnografi juga digunakan dalam penelitian ini karena dalam

mengumpulkan data dari informan, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk

mendapatkan data yang dirasa masih belum tercukupi dari sumber data utama. Data

yang dikumpulkan peneliti dari lapangan berupa konteks sosial masyarakat atau

permasalahan yang menjadi latar pemberitaan. Selanjutnya peneliti akan melakukan

interview yang mendalam kepada para informan yaitu pembawa acara ataupun pihak

redaksi khususnya infotainment.

Instrument penelitian ini adalah peneliti sendiri karena peneliti yang paling

memahami, memilih dan memilah sumber data atau data penelitian secara akurat

berdasarkan pendekatan yang telah dijelaskan sebelumnya.

Strategi penelitian yang digunakan adalah seperti berikut. Pertama, mengkaji

aspek teoretis untuk menjelaskan gejala kontaminasi dan pleonasme yang ada pada

infotainment. Pada tahap ini, bentuk-bentuk kontaminasi dan pleonasme ditelaah

Page 8: PROPOSAL Gejala pleonasme

dengan pengkajian kaidah bahasa yang baik dan benar khususnya efektivitas bahasa.

Kedua, menentukan fungsi penggunaan kontaminasi dan pleonasme yang

dihubungkan pada konteks dan latar sosial. Ketiga, menganalisis latar belakang

pengaruhnya pada sikap bahasa pada pemakaian kontaminasi dan pleonasme yang

berkaitan pada aspek-aspek sosiolinguistik.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah pada media massa elektonik. Khususnya pada

program infotainment (gosip) artis ibu kota. Dari program tersebut akan banyak

ditemukan gejala kontaminasi dan pleonasme karena kedua bentuk tersebut sering

muncul pada ragam lisan. Pemilihan program acara infotainment berdasarkan poling

infotainment terbaik dari stasiun televisi yang paling terfavorit di Indonesia yaitu

Insert (pagi, siang, investigasi) di TransTV, Go spot, Silet (intens), Cek dan Ricek di

RCTI, dan Was-was dan Hos spot di SCTV. Pemilihan program infotainment juga

didasarkan pada program terlama tayang dari masing-masing stasiun Televisi di

Indonesia yang dianggap memiliki jurnalis yang lebih meyakinkan dari pada yang

lain.

Adapun Participant dari penelitian ini adalah pembawa acara infotainment

pada infotainment yang dipilih yaitu Veny Rose, Lena Tan, Desy Novianti, Ersa

Mayori, Arzety, Endra Herlambang, Omesh dan pembawa acara lain yang ikut andil

sebagai pembawa acara program yang telah disebutkan di atas.

C. Sampel dan Teknik Sampling

Sampel adalah bagian dari representasi populasi yang akan diteliti. Sampel

penelitian ini ditentukan berdasarkan teknik purposif sampling (sampling bertujuan).

Sampel dipilih sesuai dengan tujuan untuk memperoleh data penelitian berupa

kalimat-kalimat (tuturan) Bahasa Indonesia yang mengandung gejala kontaminasi

dan pleonasme. Sampel penelitian ini adalah data yang menggambarkan gejala

kontaminasi dan pleonasme yang digunakan dalam pemberitaan artis dengan bentuk

implikatur yang ada di dalamnya.

Page 9: PROPOSAL Gejala pleonasme

Jadi, sampel penelitian ini adalah tuturan yang menggunakan bentuk-bentuk

kontaminasi dan pleonasme. Dengan demikian, data penelitian dipilih dengan

persyaratan sebagai berikut.

1. Tuturan yang mengalami kerancuan sehingga menimbulkan ambiguitas makna.

2. Tuturan yang berlebihan yang menyebabkan ketidakefektifan bahasa.

3. Tuturan yang mengandung kontaminasi dan pleonasme yang berkaitan dengan

konflik kehidupan artis sehingga mempengaruhi sikap bahasa oleh para pembawa

acara.

D. Data dan Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah tuturan pembawa acara infotainment ibu kota

dari bulan November 2010- Februari 2011. Pemilihan 4 bulan yaitu November 2010

- Januari 2011 karena dianggap mewakili perkembangan gejala kontaminasi dan

pleonasme pada saat ini. Selain itu bulan tersebut maraknya pemberitaan tentang

Bola di Indonesia yang masuk dalam ranah infotainment sehingga tuturan berlebihan

dan kontaminasi terjadi yang berfungsi untuk mengunggul-unggulkan Timnas

Indonesia.

Penelitian ini mempunyai dua macam jenis data, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer penelitian ini adalah tuturan kontaminasi dan pleonasme pada

hasil rekaman penyiaran infotainment atau tuturan yang telah ditranskripkan menjadi

naskah (script) pembawa acara. Selain itu, artikel atau berita dan hasil interview

dengan pembawa acara juga merupakan data primer penelitian ini.

Data sekunder dalam penelitian ini adalah rating atau daftar peringkat

infotainment yang dibuktikan dengan ajang-ajang bergengsi di sepanjang masa oleh

insan pertelevisian Indonesia. Misalnya piala panasonic awards, dan sebagainya,

E. Metode dan Teknik Penyediaan Data

Metode dan teknik penyediaan data pada penelitian ini adalah metode simak

dengan teknik dasar dan teknik lanjutan (Sudaryanto, 1993:131-137). Metode simak

itu berarti cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak

penggunaan bahasa. Dalam hal ini adalah menyimak tuturan pembawa acara dalam

infotainment. Penyediaan data dengan metode simak ini menggunakan teknik dasar

Page 10: PROPOSAL Gejala pleonasme

dan beberapa teknik lanjutan. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik sadap/

rekam dengan teknik lanjutannya adalah teknik simak bebas libat cakap. Artinya,

peneliti bebas (tidak ikut terlibat) dalam pembicaraan.

Teknik lanjutan berikutnya adalah teknik catat. Teknik catat diperlukan untuk

mentranskripsikan data yang berwujud rekaman kemudian dicatat pula dalam

pemilahan data yang dilanjutkan dengan klasifikasi atau pengelompokkan data.

Untuk melengkapi penelitian dalam penentuan sikap bahasa oleh pembawa

acara infotainment maka juga dibutuhkan teknik in-depth interview yaitu interview

yang mendalam. Tujuan dari teknik ini adalah untuk memperoleh informasi

mengenai latar sosial kebahasaan pada infotainment dalam kehidupan artis setuntas

mungkin yang tentunya belum bisa didapatkan dari teknik simak catat. Berarti

pembawa acara infotainment yang telah ditentukan di atas merupakan informan

utama dalam menentukan sikap bahasa.

F. Validitas data

Data yang valid merupakan hal penting untuk kegiatan analisis. Data yang

valid adalah data yang terdapat dalam tuturan dan lazim digunakan; dan tuturan

dalam teks seperti laporan, bacaan umum, teks ilmiah, teks pidato, buku. Artinya,

tuturan yang mengandung kontaminasi dan pleonasme serta konteks permasalahan

kehidupan artis dinyatakan di atas merupakan data yang valid.

Adapun macam trianggulasi data yang digunakan peneliti adalah trianggulasi

sumber data dan trianggulasi metode.

Trianggulasi sumber data dilakukan dengan cara pengambilan sumber data

yang berbeda. Sumber data dari penelitian ini adalah transkrip pembawa acara dalam

memberitakan informasi selebriti dan informasi informan yang akan menentukan

konteks sosial yang melatarbelakangi terjadinya kontaminasi dan pleonasme. Sumber

data yang kedua, yakni informan akan digunakan untuk meng-cross-check tentang

tuturan yang diucapkannya apakah mengandung maksud tertentu yang pada akhirnya

adalah penentuan sikap bahasa pembawa acara dalam memberitakan suatu kasus.

Namun jika data penelitian keberadaannya sudah meyakinkan dalam penentuan

maksudnya maka tidak perlu dicekkan pada informan.

Page 11: PROPOSAL Gejala pleonasme

G. Analisis data

Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara induktif

sesuai dengan ciri metode penelitian kualitatif yang datanya dikumpulkan satu-

persatu untuk menyusun teori yang utuh. Content analysis diaplikasikan dalam

tahapan analisa data dalam penelitian ini. Content analysis merupakan tahapan

pengumpulan, pengelompokan dan penganalisaan data yang berdasarkan pada

pendekatan yang dipakai dalam sebuah penelitian. Tahapan analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini diambil dari tahapan analisis data menurut pendapat

Spredley yang meliputi domain, taxonomy, componential dan finding cultural values.

Pada tahapan analisis domain, data yang telah dicatat dikumpulkan dari

sumber data kemudian dipilih dan dipilahkan pada berita positif dan negatif yang

tentunya berdasarkan pendekatan yang telah ditentukan.

Tahapan analisis taxonomy berfungsi untuk mengklasifikasikan semua data

yang telah terkumpul menjadi kategori-kategori berdasarkan pendekatan yang

digunakan. Semua data yang telah diklasifikasikan dikelompokkan dengan

pendekripsian kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam tuturan tersebut dan cara

pembenarannya. Pembenarannya disesuaikan dengan kaidah bahasa yang baik dan

benar (aspek linguistik).

Kemudian mengidentifikasi fungsi-fungsi tuturan yang mengadung gejala

kontaminasi dan pleonasme dalam berbagai kasus, dengan memaparkan juga konteks

yang ada. Konteks dapat berupa permasalahan yang diberitakan. Fungsi-fungsi

tersebut dihubungkan dengan sosial kebahasaan.

Pada tahapan analisis componential, data yang sudah dikelompokkan

dianalisi kualitas keberterimaan dan keakuratan makna. Pada tahap ini dapat terjadi

perubahan identitas gramatikal secara sintaksis dan secara morfologis yang pada

intinya mempertahankan makna yang ingin disampaikan oleh pembawa acara.

Tahapan analisis finding cultural values akan menganalisis mengapa gejala

kontaminasi dan pleonasme sering digunakan dalam pemberitaan artis baik berita

positif atau negatif tentang artis. Kemudian juga dapat menentukan sikap bahasa

seorang pembawa acara infotaiment dalam menyikapi pemberitaan yang

pengaruhnya sangat kuat akan tuturan yang diucapkannya.

Page 12: PROPOSAL Gejala pleonasme

H. Prosedur Analisis Data

Tahap analisa pertama adalah analisa domain. Pada tahap ini, data dikumpulkan

dari sumber data yang berupa transkrip rekaman yang diklasifikasikan dengan bentuk

berita negatif dan positif. Karena berita positif dan negatif menentukan kadar atau

tingkat pleonasme dan kontaminanasi yang pada hakekatnya menentukan sikap

bahasa pembawa acara.

Contoh data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut.

1. Konteks: permasalahan Aril tentang pornografi

Desy Novianty: Aril lebih memilih diam membisu dari pada menjawab

pertanyaan rekan wartawan.

(DN/Ins/c/221110/03)

2. Konteks: Perseteruan Ahmad Dhani dan Maia Estianti

Veny Rose: “Bagaimana tindakan Maia selanjutnya? Sebagai mantan istri ia

ingin menjalin silahturohmi tetap terjaga kembali dengan Ahmad

Dhani pendiri RCM (Republik Cinta Manajemen) itu. Namun apa

mau dikata Dhani nampaknya enggan untuk lebih bersahabat

dengan mantan istrinya itu dalam mendidik ketiga anaknya.”

(VR/Sil/061210/05)

Analisis pada tahap satu hanya menentukan jenis tuturan pada setiap data.

Kemudian pada tahap kedua adalah menganalisis pada tingkat kesalahan bahasanya.

Adapun analisis pada tahap dua adalah, Contoh data 1 yaitu merupakan frasa

diam membisu dan kata rekan merupakan bentuk pleonasme yaitu berlebihan dengan

menambahkan kata membisu pada kata diam dan penambahan rekan pada kata

wartawan. Pada contoh 1 tersebut hanya terjadi gejala pleonasme saja. Adapun

pembetulannya adalah.

“Aril lebih memilih diam dari pada menjawab pertanyaan wartawan.”

Pada contoh 2 yaitu merupakan data yang mengandung gejala kontaminasi dan

pleonasme. Gejala pleonasme terdapat pada kata “Ahmad Dhani pendiri RCM

(Republik Cinta Manajemen) itu” dan “Namun apa mau dikata Dhani nampaknya

enggan untuk lebih bersahabat dengan mantan istrinya itu dalam mendidik ketiga

anaknya”. Yaitu dengan penjelasan status seorang Ahmad Dhani yang diaggap tidak

Page 13: PROPOSAL Gejala pleonasme

penting kehadiran penjelas tersebut. Kemudian apa mau dikata sekadar kata

pengantar yang dirasa tidak perlu. Adapun gejala kontaminasi pada kalimat “Sebagai

mantan istri ia ingin menjalin silahturohmi tetap terjaga kembali dengan Ahmad

Dhani pendiri RCM (Republik Cinta Manajemen) itu. Namun apa mau dikata Dhani

nampaknya enggan untuk lebih bersahabat dengan mantan istrinya itu dalam

mendidik ketiga anaknya.” Kalimat tidak efektif karena adanya kata-kata yang

berlebihan. Pembenarannya adalah “Sebagai mantan istri ia ingin menjalin

silahturohmi kembali dengan Ahmad Dhani. Namun Dhani enggan untuk bersahabat

dengan mantan istrinya itu dalam mendidik ketiga anaknya.”

Tahap ketiga analisa data adalah pemberian kode kepada setiap data untuk

memudahkan analisa dan pencarian data. Adapun cara pengkodean data, ditentukan

sebagai berikut,

3. Konteks: Putri Ayu memenangkan perlombaan di IMB

Omesh: Penampilan Putri Ayu tadi malam memang sungguh menajubkan

sekali.

(OM/Ins/b/071110/15)

Data berkode (OM/Ins/b/071110/15)

1. OM : Singkatan nama pembawa acara yaitu Omesh

2. Ins : Insert

3. b : Menunjukkan waktu tayangan yaitu insert siang (a: insert pagi, c:

Insert sore)

4. 071110 : Edisi tayangan infotainment yang ditandai dengan tanggal,

bulan, dan tahun.

5. 15 : Nomor urut data tuturan.

Tahap selanjutnya adalah membuat tabulasi data yang menunjukkan

hubungan antara data dengan konteks dalam penentuan fungsi pleonasme dan

kontaminasi. Contoh tabel tabulasi data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 14: PROPOSAL Gejala pleonasme

Tabel 1. Tabulasi data kesalahan berbahasa

Konteks Kesalahan

Berbahasa

Frekusensi Program infotainment

Hot

spot

Silet Go

spot

Cek

dan

Rice

k

Insert

pagi

(a)

Insert

siang

(b)

Insert

investigasi

(c)

Was-

was

Perceraian

KD

Kontamina

si

1 - 3 2 - - 2 1

Pleonasme - 3 3 1 - 1 3 -

Arumi

Bachsin

melarikan

diri dari

rumah

Kontamina

si

1 3 2 3 3 1 2 1

Pleonasme 2 2 3 3 1 - 2 1

Setelah tahapan pengelompokan data berdasarkan jenisnya, yang termasuk

tahapan analisa taksonomi, tahapan berikutnya adalah tahapan analisa componential.

Pada tahapan analisa componential ini, data- data yang sudah ditabulasi akan dilihat

Perubahan gramatikalnya. Selain itu untuk memahami apa makna dibalik kesalahan

berbahasa tersebut.

Page 15: PROPOSAL Gejala pleonasme

Daftar Pustaka

Badudu, JS. 1987. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: C.V Pustaka Prima.

Badudu, JS. 1989. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: PT. Gramedia.

Harimurti Kridalaksana. 2003. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Subroto, D Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian Struktural. Surakarta: UNS

Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian

Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press.

Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Suroto. 1985. Gejala dan Gaya Bahasa. Surakarta. Tiga Serangkai.

Sutopo, Heribertus. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

Suwito. 1985. Sosiolingistik. Surakarta. Herary Offset.