proposal gejala pleonasme
TRANSCRIPT
GEJALA KONTAMINASI DAN PLEONASME PEMBERITAAN ARTIS IBU
KOTA YANG MEMPENGARUHI DALAM SIKAP BAHASA
(SEBUAH PENDEKATAN SOSIOLINGUISTIK)
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa pemersatu bangsa Indonesia
yang terdiri dari kepulauan. Dalam berbagai bidang khususnya bidang keilmuaan
bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantarnya. Dengan begitu besarnya
peranan bahasa Indonesia dalam kehidupan masyarakat Indonesia, maka tak heran
perkembangan bahasa Indonesia sangat pesat seiring dengan perkembangan
manusianya (penuturnya).
Salah satu aspek kebahasaan yang belum banyak disinggung peneliti
linguistik adalah aspek bahasa dilihat dari segi struktural yang berdampingan dengan
aspek sosial dan psikis (kejiwaan), yaitu tentang kontaminasi dan pleonasme.
Kedua bentuk tersebut merupakan kekurangsempurnaan bahasa apabila ditinjau dari
sudut kebakuan gramatikalnya. Di antara keduanya memilki sifat yang berlawanan
dalam kekurangsempurnaan bahasa. Kontaminasi merupakan penggunaan bahasa
yang rancu akibat dari hilangnya sebagian atau beberapa segmen dari suatu tuturan.
Pleonasme merupaakan penggunaan tuturan yang berlebihan.
Kontaminasi dan pleonasme bahasa berhubungan dengan sikap bahasa. Sikap
bahasa merupakan sikap kejiwaan dan sikap pada umumnya. Ada tiga komponen
yang berhubungan dengan sikap bahasa yaitu komponen kognitif, komponen afektif,
dan komponen konatif. Komponen kognitif bertalian dengan proses berpikir penutur
(pemakai) bahasa dan bersifat mentalitas. Komponen afektif pemakaian bahasa
berhubungan dengan perasaan; kemudian komponen konatif berhubungan dengan
perilaku kebahasaan (Suwito, 1985:87). Sikap-sikap bahasa bagi penutur merupakan
hal yang fital bagi perkembangan bahasa itu sendiri, misalnya dalam upaya
standarisasi, pembakuan, atau pembentukan tata bahasa. Upaya-upaya yang demikian
berkaitan erat dengan fungsi bahasa dan sikap bahasa (Harimurti, 1984:42). Dengan
demikian sikap bahasa menentukan pengembangan kebahasaan.
Beberapa kendala sering muncul, yang bersifat kontras dengan sikap bahasa
yang baik. Diantaranya adalah kurang dikuasainya kaidah-kaidah kebahasaan yang
berlaku, atau ketidaktaatan pemakai bahasa terhadap kaidah kebahasaan yang
dikuasainya. Hal ini sering disadari oleh pemilik dan pemakai bahasa, sehingga
menghambat proses perkembangan bahasa.
Kerancuan bahasa lebih dikenal dengan kontaminasi, yang sering ditemukan
pada bahasa ragam lisan, walaupun tidak menutup kemungkinan terjadi pada ragam
tulis. Seorang penutur lisan biasa tidak menyadari apakah bahasa yang digunakan
sudah cukup baik menuangkan pikiran-pikirannya. Aspek penting selalu diperhatikan
penutur adalah aspek informatifnya, yaitu mitra tutur mampu menangkap topik
pembicaraan. Kadangkala seorang penutur secara naluri akan merasakan apabila
tuturan-turannya kurang sempurna, penutur akan selalu memperbaiki tuturan yang
dirasakan kurang lengkap itu. Dengan demikian aspek kejiwaan memperngaruhi
kebahasaan seseorang.
Kontaminasi dan pleonasme berhubungan erat. Dalam suatu gejala
kontaminasi sering didapati gejala pleonasme, walaupun dari segi bahasa kedua
istilah itu berlawanan, yaitu kurang lengkap (rancu) dan berlebihan. Contoh Para
Bapak-bapak, adalah gejala pleonasme, penggunaan kata yang berlebihan sehingga
kurang efektif. Untuk menunjukkan bapak secara jamak, dapat dikatakan (a) para
bapak atau (b) bapak-bapak sehingga lebih efektif. Para bapak-bapak, mungkin saja
merupakan kontaminasi dari dua frasa (a) dan (b), apabila dimaksudkan oleh penutur
penyebutan kedua frasa itu salah satunya untuk mengulang atau menegaskan yang
lain, tetapi pengucapannya tidak sempurna. Apabila tidak dimakasudkan demikian,
maka hal ini tidak termasuk kontaminasi.
Tanpa disadari oleh peneliti bahasa, perkembangan bahasa pada masyarakat
saat ini dapat dilihat pada acara infotainment khususnya pemberitaan artis.
Pemberitaan artis sering disebut dengan gosip. Gosip identik dengan suara atau isu
yang berkembang dan belum pasti kebenarannya. Namun, pada kenyataannya isu-isu
yang diberitakan pada infotainment merupakan hal nyata. Perkembangan
infotainment merupakan sebuah berita yang hanya menyuguhkan berita-berita artis
yang aktual pada waktunya. Adapun penggunaaan bahasa acara infotainment tidak
seperti pemakaian bahasa pada berita-berita yang resmi (misalya, Liputan6, metro
head line news, dsb), penggunaan bahsanya lebih santai dan seolah-olah bersifat
subjektif yaitu dengan memojokkan subjek yang diberitakan jika berita tersebut
bersifat negatif.
Setelah melakukan kroscek pada infotainment, peneliti mendapati sebuah hal
yang perlu digali dan dipahami pada pemakaian bahasa infotainment. Pembawa acara
infotainment pada umumnya menggunakan ragam tidak baku yaitu lisan dan tanpa
disadari terjadi gejala kontaminasi dan pleonasme. Mungkin mereka tidak menyadari
bahwa hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran kaidah bahasa baku Indonesia.
Gejala kontaminasi dan pleonasme tersebut merupakan bentuk sikap bahasa pada
lingkungan sosial tentang isi pemberitaan. Karena infotainment identik dengan
pemberitaan-pemberitaan yang menginformasikan permasalahan-permasalahan
pribadi artis yang cenderung negatif, meskipun tidak menutup kemungkinan
pemberitaan positif.
Adapun contoh bentuk kontaminasi dan pleonasme pada infotainment adalah,
“Arumi Bachsin telah mengakui semua kesalahan-kesalahan yang
diperbuatnya, dan ia membeberkan bahwa adanya pihak ketiga yang
memprovokatorinya untuk pergi dari rumahnya yang berulang kali.”
(C&R/061010/07)
Berdasarkan kutipan tersebut terjadi bentuk kontaminasi dan pleonasme.
Gejala pleonasme terjadi pada frasa semua kesalahan-kesalahan diperbuatnya,yang
dapat diringkas dengan semua kesalahan atau kesalahan-kesalahan. Selain itu, pada
kata berulang-kali yang sebenarnya berasal dari kata berulang-ulang. Dari gejala
pleonasme tersebut menjadikan kalimat di atas terjadi kontaminasi. Kontaminasi
terjadi karena satu kalimat yang terdiri dari beberapa anak kalimat dengan
ketidakefektifan bahasa. Maka terjadi keambiguan kalimat yaitu pada kata berulang
kali dapat diartikan bahwa berulang kali atas perlakukan pihak ketiga
memprovokatori Arumi Bachsin atau berulang kali pada kepergian Arumi Bachsin.
Adapun pembenarannya jika kata berulang kali untuk kepergian Arumi Bachsin
adalah.
“Arumi Bachsin telah mengakui semua kesalahannya, dan ia membeberkan
adanya pihak ketiga yang memprovokatorinya untuk pergi dari rumahnya yang
kesekian.”
Berdasarkan pembetulan tersebut dapat dipisahkan beberapa kalimat yang
ada di dalam satuan kalimat majemuk tersebut.
“Arumi Bachsin telah mengakui semua kesalahan.
Ia membeberkan adanya pihak ketiga yang memprovokatorinya
Ia pergi dari rumahnya.”
Terjadinya kerancuan sering timbul karena kemungkinan tidak dikuasainya
penggunaan bahasa yang tepat oleh penuturnya, atau sengaja karena terjadinya dua
bentukab yang sejajar yang timbul pada saat seseorang penutur akan mengemukakab
sesuatu (Badudu, 1987:51). Kemungkinan lain adalah karena adanya rasa grogi,
minder, gugup dan lain-lain sehingga hal yang diucapkan kurang lengkap. Di sisi
lain, Suroto (1985:12-13) membagi kontaminasi menjadi kontaminasi kata,
kontaminasi kelompok kata, dan kontaminasi kalimat.
Pada penelitian ini akan menggali unsur-unsur sosial yang mempengaruhi
pemakaian bahasa yang terdapat gejala kontaminasi dan pleonasme. Faktor-faktor
sosial dapat dilihat dari konteks sosial artis yang diberitakan, pembawa acara yang
cenderung melebih-lebihkan sebuah berita baik berita positif maupun negatif. Maka
perlu dipahami teori-teori sikap bahasa yang tepat guna membedah permasalahan
tersebut.
Adapun kajian pustaka yang berkaitan dengan penelitian tentang gejala
kontaminasi belum banyak ditemukan. Namun demikian ada beberapa penelitian
yang berhubungan dengan kesalahan berbahasa. Di antaranya adalah.
Sumarma (1989) melakukan penelitian yang berjudul Gejala kontaminasi
Morfosintaksis dalam Bahasa Indonesia Suatu Tinjauan Struktural. Penelitian ini
berupa skripsi sarjana Universitas Sebelas Maret yang menitikberatkan pada kajian
kontaminasi frasa ragam tulis (bahasa tulis), di dalamnya dideskripsikan ragam-
ragam kontaminasi beserta penyebabnya dengan analisis struktural yaitu dengan
melihat proses morfosintaksis meliputi afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan.
Sulastri (1998) dalam skripsinya berjudul Kesalahan berbahasa pada Media
Cetak Berbahasa Jawa. Penelitian tersebut membahas kesalahan berbahasa Jawa
yang terjadi pada media cetak disertai dengan faktir-faktor penyebabnya. Kemudian
hasil penelitian yang berjudul Pengkajian Sikap Generasi Muda terhadap Bahasa
Jawa Oleh Edi Subroto (1988/1989), dibahasa tentang kepositifan sikap generasi
muda di Jawa Tengah.
Dari uraian di atas, tampak bahwa kesalahan berbahasa pada pembawa acara
infotainment perlu diteliti. Penelitian ini akan menitik beratkan pada kesalahan
berbahasa yang mempengaruhi sikap bahasa oleh pembawa acara infotainment.
Untuk menjelaskan faktor-faktor sosial serta psikologis permasalahan pribadi artis
yang dapat menentukan perkembangan bahasa khususnya bahasa Indonesia.
B. Batasan Masalah
Sebagaimana telah diungkapkan bahwa pemakaian bahasa Indonesia yang
rancu dan berlebihan sering digunakan dalam proses komunikasi. Berbagai keunikan
bentuk kontaminasi dan pleonasme dalam infotainment merupakan sebuah gaya
tersendiri dalam penyampaian berita selebriti yang mengungkap kehidupan pribadi
selebiriti. Di dalam penyampaian tersebut banyak dibentuk gaya bahasa (style) yang
menambah indahnya tuturan. Akan tetapi justru gaya-gaya itu sebagian berkembang
kepada bentuk-bentuk yang salah dan tidak dibenarkan oleh tata bahasa baku. Di sisi
lain ada beberapa manfaat yang dapat dipetik, misalnya unsur estetika atau
diantaranya ada yang lebih komunikatif karena terbiasa didengar dan sebagainya.
Penelitian ini hanya bertumpu pada penjabaran tentang bentuk-bentuk bahasa
rancu dan berlebihan dalam beberapa tataran, kemudian fungsi-fungsinya dalam
proses komunikasi dan faktor-faktor penyebab terjadinya gejala tersebut sehingga
dalam mempengaruhi sikap bahasa pembawa acara yang dianalisis dengan
pendekatan sosiolinguistik.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus permasalahan di atas, dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa saja bentuk-bentuk kontaminasi dan pleonasme bahasa Indonesia dalam
infotainment?
2. Bagaimana fungsi kontaminasi dan pleonasme bahasa Indonesia dalam
infotainment?
3. Mengapa terjadi kontaminasi dan pleonasme yang mempengaruhi sikap bahasa
oleh pembawa acara infotainment?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut ada beberapa tujuan penelitian yang
akan diperoleh sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk pleonasme bahasa Indonesia dalam pemberitaan
artis ibu kota.
2. Menjelaskan fungsi-fungsi penggunaan kontaminasi dan pleonasme bahasa
Indonesia dalam infotainment.
3. Mengungkapkan proses atau latar belakang terjadinya gejala kontaminasi daan
pleonasme bahasa Indonesia dalam infotainment pengaruhnya pada sikap bahasa
pembawa acara.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat keilmuan yaitu pertama,
memberikan sumbangan berharga bagi penyempurnaan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Kedua, mengembangkan teori-teori yang berkenaan
dengan aspek kontaminasi dan pleonasme dalam bahasa Indonesia. Ketiga,
memberikan sumbangan ilmu khususnya penerapan ilmu sosiolinguistik bidang sikap
bahasa.
Adapun manfaat praktisnya penelitian ini adalah dapat membantu pembawa
acara infotainment memahami penggunaaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Strategi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Subroto (2007:5) menyatakan metode
(penelitian) kualitatif banyak digunakan untuk mengkaji masalah-masalah yang
termasuk ilmu-ilmu humaniora atau ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu bahasa atau
linguistik tergolong ilmu humaniora. Penelitian kualitatif lazim digunakan untuk
mengkaji dan mendalami masalah yang terdapat dalam bahasa, sastra, naskah atau
teks, sejarah, agama, dan pandangan hidup. Metode yang digunakan adalah metode
deskripsi.
Jenis penelitian ini dipandang tepat dalam mengkaji permasalahan bahasa
khususnya gejala kontaminasi dan pleonasme oleh pembawa acara atau penutur
infotainment. Penelitian kualitatif ini dikaji gejala, latar, perilaku dan konteks
penggunaan pleonasme pada aspek linguistik (kaidah bahasa) kemudian
dihubungkan dengan pendekatan sosiolinguistik khususnya pada penentuan sikap
bahasa.
Metode etnografi juga digunakan dalam penelitian ini karena dalam
mengumpulkan data dari informan, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk
mendapatkan data yang dirasa masih belum tercukupi dari sumber data utama. Data
yang dikumpulkan peneliti dari lapangan berupa konteks sosial masyarakat atau
permasalahan yang menjadi latar pemberitaan. Selanjutnya peneliti akan melakukan
interview yang mendalam kepada para informan yaitu pembawa acara ataupun pihak
redaksi khususnya infotainment.
Instrument penelitian ini adalah peneliti sendiri karena peneliti yang paling
memahami, memilih dan memilah sumber data atau data penelitian secara akurat
berdasarkan pendekatan yang telah dijelaskan sebelumnya.
Strategi penelitian yang digunakan adalah seperti berikut. Pertama, mengkaji
aspek teoretis untuk menjelaskan gejala kontaminasi dan pleonasme yang ada pada
infotainment. Pada tahap ini, bentuk-bentuk kontaminasi dan pleonasme ditelaah
dengan pengkajian kaidah bahasa yang baik dan benar khususnya efektivitas bahasa.
Kedua, menentukan fungsi penggunaan kontaminasi dan pleonasme yang
dihubungkan pada konteks dan latar sosial. Ketiga, menganalisis latar belakang
pengaruhnya pada sikap bahasa pada pemakaian kontaminasi dan pleonasme yang
berkaitan pada aspek-aspek sosiolinguistik.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah pada media massa elektonik. Khususnya pada
program infotainment (gosip) artis ibu kota. Dari program tersebut akan banyak
ditemukan gejala kontaminasi dan pleonasme karena kedua bentuk tersebut sering
muncul pada ragam lisan. Pemilihan program acara infotainment berdasarkan poling
infotainment terbaik dari stasiun televisi yang paling terfavorit di Indonesia yaitu
Insert (pagi, siang, investigasi) di TransTV, Go spot, Silet (intens), Cek dan Ricek di
RCTI, dan Was-was dan Hos spot di SCTV. Pemilihan program infotainment juga
didasarkan pada program terlama tayang dari masing-masing stasiun Televisi di
Indonesia yang dianggap memiliki jurnalis yang lebih meyakinkan dari pada yang
lain.
Adapun Participant dari penelitian ini adalah pembawa acara infotainment
pada infotainment yang dipilih yaitu Veny Rose, Lena Tan, Desy Novianti, Ersa
Mayori, Arzety, Endra Herlambang, Omesh dan pembawa acara lain yang ikut andil
sebagai pembawa acara program yang telah disebutkan di atas.
C. Sampel dan Teknik Sampling
Sampel adalah bagian dari representasi populasi yang akan diteliti. Sampel
penelitian ini ditentukan berdasarkan teknik purposif sampling (sampling bertujuan).
Sampel dipilih sesuai dengan tujuan untuk memperoleh data penelitian berupa
kalimat-kalimat (tuturan) Bahasa Indonesia yang mengandung gejala kontaminasi
dan pleonasme. Sampel penelitian ini adalah data yang menggambarkan gejala
kontaminasi dan pleonasme yang digunakan dalam pemberitaan artis dengan bentuk
implikatur yang ada di dalamnya.
Jadi, sampel penelitian ini adalah tuturan yang menggunakan bentuk-bentuk
kontaminasi dan pleonasme. Dengan demikian, data penelitian dipilih dengan
persyaratan sebagai berikut.
1. Tuturan yang mengalami kerancuan sehingga menimbulkan ambiguitas makna.
2. Tuturan yang berlebihan yang menyebabkan ketidakefektifan bahasa.
3. Tuturan yang mengandung kontaminasi dan pleonasme yang berkaitan dengan
konflik kehidupan artis sehingga mempengaruhi sikap bahasa oleh para pembawa
acara.
D. Data dan Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah tuturan pembawa acara infotainment ibu kota
dari bulan November 2010- Februari 2011. Pemilihan 4 bulan yaitu November 2010
- Januari 2011 karena dianggap mewakili perkembangan gejala kontaminasi dan
pleonasme pada saat ini. Selain itu bulan tersebut maraknya pemberitaan tentang
Bola di Indonesia yang masuk dalam ranah infotainment sehingga tuturan berlebihan
dan kontaminasi terjadi yang berfungsi untuk mengunggul-unggulkan Timnas
Indonesia.
Penelitian ini mempunyai dua macam jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer penelitian ini adalah tuturan kontaminasi dan pleonasme pada
hasil rekaman penyiaran infotainment atau tuturan yang telah ditranskripkan menjadi
naskah (script) pembawa acara. Selain itu, artikel atau berita dan hasil interview
dengan pembawa acara juga merupakan data primer penelitian ini.
Data sekunder dalam penelitian ini adalah rating atau daftar peringkat
infotainment yang dibuktikan dengan ajang-ajang bergengsi di sepanjang masa oleh
insan pertelevisian Indonesia. Misalnya piala panasonic awards, dan sebagainya,
E. Metode dan Teknik Penyediaan Data
Metode dan teknik penyediaan data pada penelitian ini adalah metode simak
dengan teknik dasar dan teknik lanjutan (Sudaryanto, 1993:131-137). Metode simak
itu berarti cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak
penggunaan bahasa. Dalam hal ini adalah menyimak tuturan pembawa acara dalam
infotainment. Penyediaan data dengan metode simak ini menggunakan teknik dasar
dan beberapa teknik lanjutan. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik sadap/
rekam dengan teknik lanjutannya adalah teknik simak bebas libat cakap. Artinya,
peneliti bebas (tidak ikut terlibat) dalam pembicaraan.
Teknik lanjutan berikutnya adalah teknik catat. Teknik catat diperlukan untuk
mentranskripsikan data yang berwujud rekaman kemudian dicatat pula dalam
pemilahan data yang dilanjutkan dengan klasifikasi atau pengelompokkan data.
Untuk melengkapi penelitian dalam penentuan sikap bahasa oleh pembawa
acara infotainment maka juga dibutuhkan teknik in-depth interview yaitu interview
yang mendalam. Tujuan dari teknik ini adalah untuk memperoleh informasi
mengenai latar sosial kebahasaan pada infotainment dalam kehidupan artis setuntas
mungkin yang tentunya belum bisa didapatkan dari teknik simak catat. Berarti
pembawa acara infotainment yang telah ditentukan di atas merupakan informan
utama dalam menentukan sikap bahasa.
F. Validitas data
Data yang valid merupakan hal penting untuk kegiatan analisis. Data yang
valid adalah data yang terdapat dalam tuturan dan lazim digunakan; dan tuturan
dalam teks seperti laporan, bacaan umum, teks ilmiah, teks pidato, buku. Artinya,
tuturan yang mengandung kontaminasi dan pleonasme serta konteks permasalahan
kehidupan artis dinyatakan di atas merupakan data yang valid.
Adapun macam trianggulasi data yang digunakan peneliti adalah trianggulasi
sumber data dan trianggulasi metode.
Trianggulasi sumber data dilakukan dengan cara pengambilan sumber data
yang berbeda. Sumber data dari penelitian ini adalah transkrip pembawa acara dalam
memberitakan informasi selebriti dan informasi informan yang akan menentukan
konteks sosial yang melatarbelakangi terjadinya kontaminasi dan pleonasme. Sumber
data yang kedua, yakni informan akan digunakan untuk meng-cross-check tentang
tuturan yang diucapkannya apakah mengandung maksud tertentu yang pada akhirnya
adalah penentuan sikap bahasa pembawa acara dalam memberitakan suatu kasus.
Namun jika data penelitian keberadaannya sudah meyakinkan dalam penentuan
maksudnya maka tidak perlu dicekkan pada informan.
G. Analisis data
Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara induktif
sesuai dengan ciri metode penelitian kualitatif yang datanya dikumpulkan satu-
persatu untuk menyusun teori yang utuh. Content analysis diaplikasikan dalam
tahapan analisa data dalam penelitian ini. Content analysis merupakan tahapan
pengumpulan, pengelompokan dan penganalisaan data yang berdasarkan pada
pendekatan yang dipakai dalam sebuah penelitian. Tahapan analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini diambil dari tahapan analisis data menurut pendapat
Spredley yang meliputi domain, taxonomy, componential dan finding cultural values.
Pada tahapan analisis domain, data yang telah dicatat dikumpulkan dari
sumber data kemudian dipilih dan dipilahkan pada berita positif dan negatif yang
tentunya berdasarkan pendekatan yang telah ditentukan.
Tahapan analisis taxonomy berfungsi untuk mengklasifikasikan semua data
yang telah terkumpul menjadi kategori-kategori berdasarkan pendekatan yang
digunakan. Semua data yang telah diklasifikasikan dikelompokkan dengan
pendekripsian kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam tuturan tersebut dan cara
pembenarannya. Pembenarannya disesuaikan dengan kaidah bahasa yang baik dan
benar (aspek linguistik).
Kemudian mengidentifikasi fungsi-fungsi tuturan yang mengadung gejala
kontaminasi dan pleonasme dalam berbagai kasus, dengan memaparkan juga konteks
yang ada. Konteks dapat berupa permasalahan yang diberitakan. Fungsi-fungsi
tersebut dihubungkan dengan sosial kebahasaan.
Pada tahapan analisis componential, data yang sudah dikelompokkan
dianalisi kualitas keberterimaan dan keakuratan makna. Pada tahap ini dapat terjadi
perubahan identitas gramatikal secara sintaksis dan secara morfologis yang pada
intinya mempertahankan makna yang ingin disampaikan oleh pembawa acara.
Tahapan analisis finding cultural values akan menganalisis mengapa gejala
kontaminasi dan pleonasme sering digunakan dalam pemberitaan artis baik berita
positif atau negatif tentang artis. Kemudian juga dapat menentukan sikap bahasa
seorang pembawa acara infotaiment dalam menyikapi pemberitaan yang
pengaruhnya sangat kuat akan tuturan yang diucapkannya.
H. Prosedur Analisis Data
Tahap analisa pertama adalah analisa domain. Pada tahap ini, data dikumpulkan
dari sumber data yang berupa transkrip rekaman yang diklasifikasikan dengan bentuk
berita negatif dan positif. Karena berita positif dan negatif menentukan kadar atau
tingkat pleonasme dan kontaminanasi yang pada hakekatnya menentukan sikap
bahasa pembawa acara.
Contoh data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut.
1. Konteks: permasalahan Aril tentang pornografi
Desy Novianty: Aril lebih memilih diam membisu dari pada menjawab
pertanyaan rekan wartawan.
(DN/Ins/c/221110/03)
2. Konteks: Perseteruan Ahmad Dhani dan Maia Estianti
Veny Rose: “Bagaimana tindakan Maia selanjutnya? Sebagai mantan istri ia
ingin menjalin silahturohmi tetap terjaga kembali dengan Ahmad
Dhani pendiri RCM (Republik Cinta Manajemen) itu. Namun apa
mau dikata Dhani nampaknya enggan untuk lebih bersahabat
dengan mantan istrinya itu dalam mendidik ketiga anaknya.”
(VR/Sil/061210/05)
Analisis pada tahap satu hanya menentukan jenis tuturan pada setiap data.
Kemudian pada tahap kedua adalah menganalisis pada tingkat kesalahan bahasanya.
Adapun analisis pada tahap dua adalah, Contoh data 1 yaitu merupakan frasa
diam membisu dan kata rekan merupakan bentuk pleonasme yaitu berlebihan dengan
menambahkan kata membisu pada kata diam dan penambahan rekan pada kata
wartawan. Pada contoh 1 tersebut hanya terjadi gejala pleonasme saja. Adapun
pembetulannya adalah.
“Aril lebih memilih diam dari pada menjawab pertanyaan wartawan.”
Pada contoh 2 yaitu merupakan data yang mengandung gejala kontaminasi dan
pleonasme. Gejala pleonasme terdapat pada kata “Ahmad Dhani pendiri RCM
(Republik Cinta Manajemen) itu” dan “Namun apa mau dikata Dhani nampaknya
enggan untuk lebih bersahabat dengan mantan istrinya itu dalam mendidik ketiga
anaknya”. Yaitu dengan penjelasan status seorang Ahmad Dhani yang diaggap tidak
penting kehadiran penjelas tersebut. Kemudian apa mau dikata sekadar kata
pengantar yang dirasa tidak perlu. Adapun gejala kontaminasi pada kalimat “Sebagai
mantan istri ia ingin menjalin silahturohmi tetap terjaga kembali dengan Ahmad
Dhani pendiri RCM (Republik Cinta Manajemen) itu. Namun apa mau dikata Dhani
nampaknya enggan untuk lebih bersahabat dengan mantan istrinya itu dalam
mendidik ketiga anaknya.” Kalimat tidak efektif karena adanya kata-kata yang
berlebihan. Pembenarannya adalah “Sebagai mantan istri ia ingin menjalin
silahturohmi kembali dengan Ahmad Dhani. Namun Dhani enggan untuk bersahabat
dengan mantan istrinya itu dalam mendidik ketiga anaknya.”
Tahap ketiga analisa data adalah pemberian kode kepada setiap data untuk
memudahkan analisa dan pencarian data. Adapun cara pengkodean data, ditentukan
sebagai berikut,
3. Konteks: Putri Ayu memenangkan perlombaan di IMB
Omesh: Penampilan Putri Ayu tadi malam memang sungguh menajubkan
sekali.
(OM/Ins/b/071110/15)
Data berkode (OM/Ins/b/071110/15)
1. OM : Singkatan nama pembawa acara yaitu Omesh
2. Ins : Insert
3. b : Menunjukkan waktu tayangan yaitu insert siang (a: insert pagi, c:
Insert sore)
4. 071110 : Edisi tayangan infotainment yang ditandai dengan tanggal,
bulan, dan tahun.
5. 15 : Nomor urut data tuturan.
Tahap selanjutnya adalah membuat tabulasi data yang menunjukkan
hubungan antara data dengan konteks dalam penentuan fungsi pleonasme dan
kontaminasi. Contoh tabel tabulasi data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Tabulasi data kesalahan berbahasa
Konteks Kesalahan
Berbahasa
Frekusensi Program infotainment
Hot
spot
Silet Go
spot
Cek
dan
Rice
k
Insert
pagi
(a)
Insert
siang
(b)
Insert
investigasi
(c)
Was-
was
Perceraian
KD
Kontamina
si
1 - 3 2 - - 2 1
Pleonasme - 3 3 1 - 1 3 -
Arumi
Bachsin
melarikan
diri dari
rumah
Kontamina
si
1 3 2 3 3 1 2 1
Pleonasme 2 2 3 3 1 - 2 1
Setelah tahapan pengelompokan data berdasarkan jenisnya, yang termasuk
tahapan analisa taksonomi, tahapan berikutnya adalah tahapan analisa componential.
Pada tahapan analisa componential ini, data- data yang sudah ditabulasi akan dilihat
Perubahan gramatikalnya. Selain itu untuk memahami apa makna dibalik kesalahan
berbahasa tersebut.
Daftar Pustaka
Badudu, JS. 1987. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: C.V Pustaka Prima.
Badudu, JS. 1989. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: PT. Gramedia.
Harimurti Kridalaksana. 2003. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Subroto, D Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian Struktural. Surakarta: UNS
Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Suroto. 1985. Gejala dan Gaya Bahasa. Surakarta. Tiga Serangkai.
Sutopo, Heribertus. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Suwito. 1985. Sosiolingistik. Surakarta. Herary Offset.