proposal-evaluasi kesiapan pengguna dalam implementasi enterprise resource planning menggunakan...

10
1. JUDUL Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning Menggunakan Metode Technology Readiness Index. 2. BIDANG ILMU Teknik Informatika 3. PENDAHULUAN Hasil survei Panorama Consulting Group dalam “ 2011 ERP Report” (2011) menunjukkan kegagalan implementasi Enterprise Resource Planning (ERP) mencapai angka yang cukup tinggi. Kegagalan ini didefinisikan oleh Krigsman (2011) sebagai keterlambatan dalam proyek ERP, pembengkakan biaya melebihi anggaran dan sistem ERP tidak memberikan manfaat maupun keuntungan seperti yang direncanakan. Kegagalan tersebut menyebabkan organisasi tidak mendapatkan manfaat yang maksimal dan value dari implementasi sistem ERP, sebaliknya sistem ERP menjadi beban bagi organisasi. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa 61,1% proyek ERP mengalami keterlambatan pada tahun 2010 dan 35,5% pada tahun 2009. Keterlambatan ini di antaranya disebabkan karena perencanaan yang tidak realistis mengenai waktu untuk menyelesaikan implementasi sistem ERP, keterbatasan sumber daya yang dialokasikan untuk proyek ERP dan kustomisasi software ERP yang sesuai dengan bisnis organisasi seringkali lebih rumit dan mengalami kendala (Kimberling, 2009). Kegagalan karena terjadi pembengkakan biaya melebihi anggaran sebesar 74,1% pada tahun 2010 dan 51,4% pada tahun 2009. Salah satu alasan terjadi pembengkakan biaya karena organisasi yang mengimplementasikan ERP mengurangi anggaran sebanyak mungkin sebelum implementasi berjalan (Consulting, 2011). Pemotongan ini berdampak secara signifikan terhadap pelaksanaan proyek ERP. Tanpa dukungan sumber dana dan alokasi dana yang cukup proyek ERP bisa dipastikan tersendat penyelesaiannya. Sayangnya, seringkali eksekutif organisasi meremehkan masalah biaya implementasi ERP. Anggaran biaya hanya dianggarkan sebatas pengadaan infrastruktur ERP, sementara anggaran non-infrastruktur seperti pelatihan dan konsultasi diabaikan sehingga sangat wajar pada pelaksanaan implementasi terjadi pembengkakan biaya sebagai akibat penganggaran yang sangat minim. Kegagalan terakhir karena sistem ERP dianggap tidak memberikan manfaat dan keuntungan seperti yang diharapkan sebesar 48,0% pada tahun 2010 dan 67,0% pada tahun 2009. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan Govindraju, dkk (2010), kebanyakan implementasi sistem ERP tidak dapat memenuhi harapan. Banyak perusahaan yang telah mengeluarkan biaya besar untuk implementasi sistem ERP akan tetapi tidak berhasil memperoleh manfaat dan keuntungan dari implementasi sistem ERP tersebut. Kegagalan memperoleh manfaat dari implementasi sistem ERP salah satunya disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan perusahaan dalam menentukan sistem yang tepat untuk menyelesaikan masalah bisnis dan kebutuhan yang sebenarnya (Brynjolfsson, dkk., 1993 dalam Amaranti (2006)). Artinya, organisasi tidak siap dan tidak mampu mendefinisikan kebutuhannya.

Upload: mangaras-yanu-florestiyanto

Post on 29-Jul-2015

263 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal-Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning Menggunakan Metode Technology Readiness Index

1. JUDUL

Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning

Menggunakan Metode Technology Readiness Index.

2. BIDANG ILMU

Teknik Informatika

3. PENDAHULUAN

Hasil survei Panorama Consulting Group dalam “2011 ERP Report” (2011) menunjukkan

kegagalan implementasi Enterprise Resource Planning (ERP) mencapai angka yang cukup tinggi.

Kegagalan ini didefinisikan oleh Krigsman (2011) sebagai keterlambatan dalam proyek ERP,

pembengkakan biaya melebihi anggaran dan sistem ERP tidak memberikan manfaat maupun

keuntungan seperti yang direncanakan. Kegagalan tersebut menyebabkan organisasi tidak

mendapatkan manfaat yang maksimal dan value dari implementasi sistem ERP, sebaliknya sistem

ERP menjadi beban bagi organisasi.

Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa 61,1% proyek ERP mengalami keterlambatan pada

tahun 2010 dan 35,5% pada tahun 2009. Keterlambatan ini di antaranya disebabkan karena

perencanaan yang tidak realistis mengenai waktu untuk menyelesaikan implementasi sistem ERP,

keterbatasan sumber daya yang dialokasikan untuk proyek ERP dan kustomisasi software ERP yang

sesuai dengan bisnis organisasi seringkali lebih rumit dan mengalami kendala (Kimberling, 2009).

Kegagalan karena terjadi pembengkakan biaya melebihi anggaran sebesar 74,1% pada tahun

2010 dan 51,4% pada tahun 2009. Salah satu alasan terjadi pembengkakan biaya karena organisasi

yang mengimplementasikan ERP mengurangi anggaran sebanyak mungkin sebelum implementasi

berjalan (Consulting, 2011). Pemotongan ini berdampak secara signifikan terhadap pelaksanaan

proyek ERP. Tanpa dukungan sumber dana dan alokasi dana yang cukup proyek ERP bisa

dipastikan tersendat penyelesaiannya. Sayangnya, seringkali eksekutif organisasi meremehkan

masalah biaya implementasi ERP. Anggaran biaya hanya dianggarkan sebatas pengadaan

infrastruktur ERP, sementara anggaran non-infrastruktur seperti pelatihan dan konsultasi diabaikan

sehingga sangat wajar pada pelaksanaan implementasi terjadi pembengkakan biaya sebagai akibat

penganggaran yang sangat minim.

Kegagalan terakhir karena sistem ERP dianggap tidak memberikan manfaat dan keuntungan

seperti yang diharapkan sebesar 48,0% pada tahun 2010 dan 67,0% pada tahun 2009. Hal ini

selaras dengan apa yang diungkapkan Govindraju, dkk (2010), kebanyakan implementasi sistem

ERP tidak dapat memenuhi harapan. Banyak perusahaan yang telah mengeluarkan biaya besar

untuk implementasi sistem ERP akan tetapi tidak berhasil memperoleh manfaat dan keuntungan dari

implementasi sistem ERP tersebut. Kegagalan memperoleh manfaat dari implementasi sistem ERP

salah satunya disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan perusahaan dalam menentukan sistem

yang tepat untuk menyelesaikan masalah bisnis dan kebutuhan yang sebenarnya (Brynjolfsson, dkk.,

1993 dalam Amaranti (2006)). Artinya, organisasi tidak siap dan tidak mampu mendefinisikan

kebutuhannya.

Page 2: Proposal-Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning Menggunakan Metode Technology Readiness Index

Hal lain yang menyebabkan tidak diperolehnya manfaat dan keuntungan dari sistem ERP

adalah adanya keengganan dan penolakan dari user dan ketidakmampuan perusahaan-perusahaan

untuk menentukan perubahan pada desain dan struktur organisasi sesuai dengan manfaat teknologi

yang dipilih (Ethie dan Madsen, 2005 dalam Amaranti (2006)). Dengan demikian, agar sistem ERP

bisa berhasil diimplementasikan dalam organisasi diperlukan pilihan sistem ERP yang tepat dan

kesiapan yang memadai.

Indonesia sendiri, angka kegagalan implementasi ERP masih sangat tinggi, merujuk pada

penelitian Dantes dan Hasibuan (2011), kegagalan implementasi ERP di Indonesia mencapai

83,33%. Salah satu faktor penyebab kegagalan implementasi ERP menurut penelitian Sheu dan Kim

(2008) karena rendahnya tingkat kesiapan pengguna. Kesiapan pengguna menurut hasil penelitian

Sheu dan Kim merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya dalam keberhasilan proyek

Sistem Informasi (SI) di antara faktor-faktor lain. Jadi semakin tinggi tingkat kesiapan pengguna

berkorelasi positif terhadap keberhasilan implementasi SI. Berdasar fakta-fakta yang telah disebutkan

menjadi penting untuk melakukan evaluasi kesiapan terhadap organisasi yang akan

mengimplementasikan SI termasuk ERP.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi kesiapan organisasi dalam implementasi

ERP diukur dari sudut pandang kesiapan pengguna dalam menerima dan menggunakan teknologi

baru (technology readiness) dengan mengadopsi metode Technology Readiness Index (TRI) yang

dikembangkan oleh Parasuraman (2000). Metode ini dipilih karena (1) TRI mampu membedakan

dengan baik antara pengguna dan bukan pengguna sebuah teknologi, (2) TRI mampu

mengelompokkan pengguna berdasarkan keyakinan positif dan negatif terhadap teknologi yang lebih

kompleks dan lebih futuristik, dan (3) TRI mampu mengidentifikasi kelompok-kelompok pengguna

yang memiliki rasa ketidaknyamanan dan ketidakamanan secara signifikan karena TRI dibentuk oleh

empat variabel kepribadian: optimism, innovativeness, discomfort, dan insecurity. Sementara, metode

lain cenderung mengevaluasi organisasi mencakup semua aspek aktivitas dan hasil organisasi

sehingga tidak bisa digunakan untuk mengukur kesiapan individu secara personal dan

mengelompokkan pengguna.

Beranjak dari latar belakang yang ada pada dasarnya permasalahan yang dihadapi adalah

bagaimanakah kesiapan organisasi dalam implementasi sistem ERP, setelah diketahui tingkat

kesiapan organisasi dalam implementasi sistem ERP, kemudian direkomendasikan langkah-langkah

untuk mendukung implementasi sistem ERP.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesiapan organisasi dalam implementasi sistem

ERP dengan pendekatan kesiapan pengguna dan memberikan rekomendasi berdasar hasil evaluasi.

4. TINJAUAN PUSTAKA

Hasil survei Panorama Consulting Group dalam “2011 ERP Report” (2011) menunjukkan

bahwa kegagalan implementasi ERP mencapai angka yang cukup tinggi. Kegagalan ini didefinisikan

oleh Krigsman (2011) sebagai keterlambatan dalam proyek ERP, pembengkakan biaya melebihi

anggaran dan sistem ERP tidak memberikan manfaat maupun keuntungan seperti yang

Page 3: Proposal-Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning Menggunakan Metode Technology Readiness Index

direncanakan. Kegagalan tersebut menyebabkan organisasi tidak mendapatkan manfaat yang

maksimal dan value dari implementasi sistem ERP, sebaliknya sistem ERP menjadi beban bagi

organisasi

Hasil survei yang dilakukan Panorama Consulting Group (Tabel 3.1) tersebut menyebutkan

bahwa kegagalan implementasi ERP akibat keterlambatan sebesar 61,1% pada tahun 2010 dan

35,5% pada tahun 2009, akibat pembengkakan biaya sebesar 74,1% pada tahun 2010 dan 51,4%

pada tahun 2009, dan akibat tidak mendapatkan manfaat dan keuntungan dari sistem ERP yang

diimplementasikan sebesar 48,0% pada tahun 2010 dan 67,0% pada tahun 2009 (Consulting, 2011).

Tabel 1. Kegagalan implementasi ERP

Risk Factor 2010

Average

2009

Average

% Take Longer Than Expected 61,1% 35,5%

% Cost Exceeds Budget 74,1% 51,4%

% Benefit Realization < 50% 48,0% 67,0%

Tingginya kegagalan implementasi SI termasuk didalamnya ERP diidentifikasi oleh Shafaei

dan Dabiri (2008) karena implementasi ERP adalah proses yang sangat kompleks, tidak hanya

pembaharuan dalam banyak aspek yang berbeda yang membutuhkan pertimbangan pada saat yang

sama tetapi juga karena dampak dari sistem baru terhadap organisasi. Sementara, Ptak dan

Schragenheim (2004) berpendapat bahwa salah satu alasan kegagalan implementasi ERP adalah

kurangnya kesiapan organisasi dalam hal kedewasaan proses bisnis, aspek budaya, teknologi dan

organisasi sehingga menyebabkan proses implementasi ERP memakan waktu lebih lama dari yang

direncanakan dan menyebabkan tim implementasi ERP kehilangan semangat.

Pendapat Ptak dan Schragenheim (2004) tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sheu dan

Kim (2008), dalam penelitian yang melibatkan 50 organisasi sebagai obyek penelitian menyatakan

bahwa tingkat kesiapan yang rendah menjadi sebab kegagalan proyek SI, khususnya kesiapan

pengguna yang paling dominan berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi SI. Penelitian

tersebut juga menunjukkan bahwa faktor kesiapan pengguna lebih kuat pengaruhnya terhadap

keberhasilan proyek SI dibandingkan dengan keterlibatan pengguna dalam proyek SI.

Penelitian Sheu dan Kim (2008) tidak menyebutkan bagaimana cara melakukan evaluasi dan

pengukuran terhadap kesiapan pengguna pada 50 organisasi yang diteliti, sehingga tidak diketahui

metode yang digunakan untuk melakukan evaluasi dan pengukuran tingkat kesiapan pengguna

dengan jelas.

Peneliti lain yang melakukan evaluasi dan pengukuran terhadap kesiapan dalam

implementasi ERP adalah Shafaei dan Dabiri (2008). Kedua peneliti tersebut mengembangkan

framework untuk melakukan evaluasi dan pengukuran tingkat kesiapan implementasi ERP dengan

menggunakan pendekatan Model European Foundation for Quality Management (EFQM), EFQM

Excellence Model, yaitu sebuah framework manajemen untuk mengukur dan menilai tingkat

efektivitas dari besar-kecilnya fungsi-fungsi kerja, sektor, struktur dan tingkat kematangan

Page 4: Proposal-Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning Menggunakan Metode Technology Readiness Index

organisasional kerja (Hidayat, 2007), dikembangkan oleh EFQM. Model EFQM dikembangkan untuk

membantu organisasi dalam usaha memenangkan persaingan.

Shafaei dan Dabiri (2008) melakukan pengukuran kesiapan organisasi dengan merelasikan

CSF yang mempunyai dampak signifikan terhadap keberhasilan dalam implementasi ERP,

direlasikan dengan kriteria-kriteria dalam Model EFQM. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa

kriteria enabler dalam Model EFQM berelasi secara signifikan dan dapat digunakan untuk melakukan

evaluasi kesiapan organisasi dalam implementasi sistem ERP.

4.1 Technology Readiness (TR) dan Technology Readiness Index (TRI)

Parasuraman (2000) mendefinisikan technology readiness (TR) sebagai “people’s propensity

to embrace and use new technology for accomplishing goal in home life and at work”, sedang TRI

merupakan indeks untuk mengukur kesiapan pengguna terhadap teknologi baru. TRI menggunakan

serangkaian pernyataan kepercayaan dalam melakukan survei untuk mengukur secara menyeluruh

tingkat kesiapan teknologi dari individu, dan merupakan alat dalam studi adopsi teknologi.

Merujuk Parasuraman (2000), TRI digunakan untuk mengukur kesiapan pengguna dalam

menggunakan teknologi baru dengan indikator empat variabel kepribadian yaitu: (1) optimism

(optimisme), sikap pandang positif terhadap teknologi dan percaya bahwa teknologi akan

meningkatkan kontrol, fleksibilitas, dan efisiensi dalam kehidupan; (2) innovativeness (inovasi), sikap

tendensi untuk yang pertama menggunakan produk maupun layanan teknologi baru; (3) discomfort

(ketidaknyamanan), memiliki sikap sulit mengontrol dan cenderung kewalahan/tidak percaya diri

ketika berhadapan dengan teknologi baru; dan (4) insecurity (ketidakamanan), memiliki kecurigaan

terhadap keamaanan teknologi dan alasan keamanan data pribadi.

Optimisme dan inovasi merupakan kontributor dan variabel bebas yang dapat meningkatkan

kesiapan seseorang, sementara ketidaknyamanan dan ketidakamanan merupakan inhibitor dan

variabel bebas yang dapat menekan tingkat kesiapan seseorang (Gambar 1). Kesiapan seseorang

dalam penelitian ini adalah sebagai variabel terikat. Jadi seseorang yang optimis dan berinovasi,

serta memiliki sedikit rasa tidak nyaman dan tidak aman akan lebih siap menggunakan teknologi baru

(Parasuraman, 2000).

Technology Readiness

Optimisme Inovasi

Ketidaknyamanan Ketidak-amanan

Kontributor

Inhibitor

Gambar 1 Penggerak Technology Readiness (Ling dan Moi, 2007)

4.2 Enterprise Resource Planning (ERP)

Page 5: Proposal-Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning Menggunakan Metode Technology Readiness Index

Tidak ada pengertian mengenai ERP yang diterima secara umum oleh praktisi maupun

penulis ERP (Klaus, Rosemann, and Gable, 2000 dalam Shanks, dkk. (2003)), akan tetapi Shanks,

dkk. mendefinisikan ERP berdasarkan laporan dari Deloitte Consulting sebagai berikut.

“An Enterprise Resource Planning system is a packaged business software system that

allows a company to: automate and integrate the majority of its business processes; share common

data and practices across the entire enterprise; produce and access information in a real-time

environment.”

Nah (2002) mendefinisikan ERP sebagai berikut.

“Enterprise Resource Planning (ERP) refers to large commercial software packages that promise a

seamless integration of information flow through an organization by combining various sources of

information into a single software application and a single database.”

Davenport (2000) memberikan pengertian terhadap ERP sebagai “packages of computer

application that support many, even most, aspect of a company's (or a nonprofit organization's,

university's, or government agency's) information needs.”

Pengertian lain merujuk Wikipedia (2011) bahwa perencanaan sumber daya perusahaan,

atau sering disingkat ERP dari istilah bahasa Inggrisnya, enterprise resource planning, adalah sistem

informasi yang diperuntukkan bagi perusahaan manufaktur maupun jasa yang berperan

mengintegrasikan dan mengotomasikan proses bisnis yang berhubungan dengan aspek operasi,

produksi maupun distribusi di perusahaan bersangkutan.

Enterprise Resource Planning menurut Lee (2003) dalam Wijayanti (2008), merupakan suatu

metode bagi industri dalam mengupayakan proses bisnis yang lebih efisien dengan membagi

informasi di dalam dan antar bisnis proses dan menjalankan bisnis secara elektronik.

Pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ERP adalah sebuah paket

perangkat lunak SI yang digunakan untuk otomasi dan mengintegrasikan keseluruhan proses bisnis

dalam sebuah perusahaan maupun organisasi. Sistem ERP berusaha mengintegrasikan semua

fungsi dan bagian di dalam perusahaan dalam suatu sistem komputer berdasarkan satu database

pusat. Jadi tidak ada lagi database yang dikembangkan oleh masing-masing bagian atau fungsi dan

tidak ada lagi berbagai sistem atau perangkat lunak yang dikembangkan oleh masing-masing bagian

dan fungsi. Sistem tersebut dikembangkan sehingga tidak hanya dapat menghubungkan dan

mengkaitkan semua bagian, tetapi juga memuaskan semua bagian tersebut (Indrajit dan

Djokopranoto). Jadi hanya ada satu sistem yang terintegrasi, hanya ada satu database, dan hanya

ada satu perangkat lunak.

Integrasi tersebut digambarkan sebagai satu-kesatuan solusi industri dalam arsitektur dengan

database terpusat seperti pada Gambar 2 (Indrajit dan Djokopranoto). Database pusat berisi semua

informasi dan transaksi dari semua fungsi yang ada dalam organisasi meliputi fungsi sumber daya

manusia (SDM), fungsi keuangan dan akuntansi, fungsi penjualan dan distribusi, fungsi persediaan

dan manufaktur. ERP juga diharapkan bisa terhubung dan menjangkau kebutuhan pelanggan dan

pemasok.

Page 6: Proposal-Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning Menggunakan Metode Technology Readiness Index

SOLUSI INDUSTRI

Database

Pusat

Sumber Daya

Manusia

Keuangan &

Akuntasi

Persediaan &

Manufaktur

Penjualan &

Distribusi

PemasokPelanggan

Tersambung Tersambung

ARSITEKTUR

Gambar 2 Sistem ERP

Pada perkembangannya, ERP berevolusi dari Material Requirement Planning (MRP),

Manufacturing Resource Planning (MRP II), dan closed loop MRP. ERP muncul karena MRP, MRP II

dan closed loop MRP dinilai tidak dapat menyampaikan informasi ke seluruh fungsi yang ada dalam

perusahaan dengan cepat dan akurat (Indrajit dan Djokopranoto).

4.3. Manfaat dan Kelebihan ERP

ERP adalah sebuah sistem informasi perusahaan yang dirancang untuk mengkoordinasikan

semua sumber daya, informasi dan aktifitas yang diperlukan untuk proses bisnis lengkap. Sistem

ERP didasarkan pada database pada umumnya dan rancangan perangkat lunak yang bersifat

modular. ERP merupakan software yang mengintegrasikan semua departemen dan fungsi suatu

perusahaan ke dalam satu sistem yang dapat melayani semua kebutuhan perusahaan, baik dari

departemen penjualan, SDM, produksi dan keuangan.

Manfaat yang bisa didapatkan dari implementasi sistem ERP antara lain: penurunan waktu

siklus sehingga pengiriman produk ke pelanggan menjadi lebih cepat, transaksi informasi lebih cepat,

pengelolaan finansial lebih baik dan pengetahuan proses yang sulit dipahami menjadi lebih jelas dan

mudah dipahami sehingga memudahkan proses transfer pengetahuan (Davenport, 2000).

Maity (2009) menyatakan andaikan sistem ERP tidak ada maka organisasi atau perusahaan

besar akan menggunakan banyak perangkat lunak, yang mana antar perangkat lunak tersebut tidak

bisa saling berkomunikasi atau terhubung secara efektif, sehingga akan menyulitkan dan

membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan satu siklus informasi secara utuh.

Berdasar pengertian dan tujuan ERP, ERP memiliki kelebihan-kelebihan antara lain: data

keuangan menjadi terintegrasi sehingga memudahkan top management dalam mengelola keuangan,

adanya standarisasi proses dalam organisasi dan terjadinya standarisasi data dan informasi sehingga

memudahkan dan cepat dalam perolehan informasi serta menghindari redundansi data (Wijayanti,

2008).

Page 7: Proposal-Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning Menggunakan Metode Technology Readiness Index

4.4. Permasalahan dan kekurangan ERP

Permasalahan pada implementasi sistem ERP terutama disebabkan karena investasi yang

tidak memadai dalam proses pelatihan terhadap tenaga TI yang terlibat, termasuk dalam

implementasi dan testing hasil kustomisasi, serta tidak adanya kebijakan perusahaan dalam

melindungi integritas data dalam sistem ERP dan cara penggunaannya (Maity, 2009). Menurut Nah

(2002) permasalahan implementasi ERP tidak hanya biaya paket aplikasi ERP yang sangat mahal

tetapi juga proses implementasi sistem ERP seringkali over budget karena adanya biaya yang

tersembunyi. Permasalahan lain antara lain: gagal dalam mendesain ulang proses bisnis agar sesuai

dengan paket aplikasi yang diimplementasikan, rendahnya dukungan dari top management,

rendahnya tingkat pelatihan terhadap pengguna, tidak adanya standarisasi data, dan kurangnya

integrasi di semua area fungsional bisnis.

Kekurangan yang dimiliki oleh ERP adalah kemungkinan terjadinya ketidakkonsistenan data sebagai

akibat sistem tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena permasalahan-permasalahan yang

timbul. Kekurangan lain menurut Maity (2009) antara lain: kustomisasi software ERP sangat terbatas,

re-engineering proses bisnis agar sesuai dengan paket aplikasi ERP bisa menjadi sebab utama

hilangnya competitive advantage, ERP seringkali sangat kaku dan sangat sulit untuk diadopsi oleh

perusahaan dengan proses bisnis spesifik dan secara teknis resiko kehilangan data sangat besar

manakala terjadi gangguan karena database terpusat.

4.5. Critical Success Factors ERP

Implementasi ERP berarti sebuah organisasi telah melakukan otomisasi sistem pada hampir

seluruh fungsi yang ada. Dengan fungsi otomisasi, ERP diharapkan dapat memberikan keuntungan

pada organisasi seperti pengambilan keputusan yang cepat, penurunan biaya produksi dan

pengendalian organisasi secara komprehensif. Namun demikian, sebagai suatu sistem, ERP juga

memiliki resiko yang harus dihadapi, di antaranya, ketidaksiapan sumber daya manusia dan

organisasi itu sendiri, proses bisnis yang tidak kompatibel dengan kebutuhan organisasi dan

infrastruktur jaringan pada organisasi. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan penerapan ERP

menjadi sangat rumit.

Sistem ERP agar dapat mencapai tujuannya, dibuatlah sebuah CSF, yang diharapkan akan

memandu perusahaan dalam pencapaian hal tersebut. Ada beberapa metode dan penelitian

lapangan untuk menentukan CSF dengan hasil yang beragam sesuai dengan karakter organisasi dan

tergantung pada sudut pandang orang yang mendefinisikan (Moohebat dkk., 2010), hal ini yang

menyebabkan hasil yang didapatkan sangat beragam dalam analisis sistem yang sama.

4.6. Structural Equation Modeling (SEM)

Structural Equation Modeling (SEM) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate yang

memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive

maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model

(Ghozali dan Fuad, 2008). SEM mengakomodasi kemampuan dari berbagai teknik statistik yang telah

dikenal sebelumnya yaitu menggabungkan antara kemampuan teknik path analysis dengan factor

Page 8: Proposal-Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning Menggunakan Metode Technology Readiness Index

analysis. Secara umum, jika pada suatu model SEM terdapat beberapa variabel laten yang saling

berpengaruh dan variabel-variabel laten tersebut hanya diukur dengan satu indikator, maka model

tersebut termasuk ke dalam kasus path analysis. Di lain pihak, suatu model SEM dengan variabel

laten yang diukur dengan beberapa indikator tetapi tidak memiliki hubungan sebab-akibat dengan

variabel laten lain merupakan kasus confirmatory factor analysis.

SEM tidak seperti analisis multivariate biasa, dia dapat menguji secara bersama-sama model

measurement dan model struktural. Model measurement mewakili hubungan antara setiap variabel

laten dengan indikatornya, seperti pada teknik factor analysis. Model struktural mewakili hubungan

antara tiap konstruk, seperti pada teknik path analysis. Variabel-variabel yang terdapat dalam model

SEM juga dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu variabel eksogen dan variabel endogen. Variabel

eksogen adalah variabel yang bersifat bebas, sedangkan variabel endogen adalah variabel yang

bersifat terikat atau variabel yang berperan sebagai mediator.

Langkah pemodelan SEM, pertama adalah menentukan variabel bebas yang akan

mempengaruhi variabel terikat dengan menggunakan tujuan penelitian dan teori-teori pendukungnya.

Beberapa hubungan sebab-akibat dari beberapa variabel akan menghasilkan model struktural,

dengan sifat alaminya yang memungkinkan variabel terikat pada suatu hubungan dapat menjadi

variabel bebas pada hubungan yang lain. Selanjutnya, hubungan-hubungan tersebut akan

diterjemahkan menjadi rangkaian persamaan. Kemudian peneliti melakukan pemilihan jenis matriks

input dan estimasi model yang akan digunakan dalam penelitian. Selanjutnya seluruh perhitungan

dilakukan dan siap untuk dievaluasi kelayakannya dan diinterpretasi hasilnya (Sanusi, 2011). Jika

SEM diterapkan secara benar akan menghasilkan pembuktian yang kuat atas berbagai hubungan

sebab-akibat antar variabel.

Mengembangkan model berbasis teori

Mengembangkan Path Diagram untuk

menunjukkan hubungan kausalitas

Konversi Path Diagram ke dalam

serangkaian persamaan struktural dan

spesifikasi model pengukuran

Pemilihan matriks input dan teknik

estimasi atas model yang dibangun

Menilai problem identifikasi

Evaluasi model

Interpretasi dan modifikasi model

1

2

3

4

5

6

7

Gambar 3 Langkah pemodelan SEM

Page 9: Proposal-Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning Menggunakan Metode Technology Readiness Index

Keunggulan-keunggulan SEM jika dibandingkan dengan beberapa teknik statistik lain seperti

pada Tabel 2.

Tabel 2 Keunggulan SEM

Teknik Statistik Kesamaan dengan SEM Keunggulan SEM

Multiple regression

Variabel terikat di dalam suatu model SEM merupakan hasil penjumlahan dari setiap variabel bebas yang dikalikan dengan koefisien masing-masing ditambah nilai error.

Menggabungkan beberapa kasus multiple regression secara bersamaan dalam satu model.

Setiap variabel dapat diukur dari beberapa indikator.

Analisa untuk kelompok responden yang berbeda.

Tampilan lebih representatif.

Path Analysis

Memperhatikan pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel-variabel bebas terhadap variabel-variabel terikat.

Setiap variabel dapat dijadikan variabel laten yang diukur dari beberapa variabel manifest sebagai indikatornya.

Confirmatory Factor Analysis

Terdapat variabel laten yang diukur dari beberapa indikator.

Dapat menggambarkan hubungan antara variabel laten.

5. KONTRIBUSI PENELITIAN

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kegunaan sebagai berikut.

1. Konfirmasi penerapan model TRI dalam evaluasi terhadap kesiapan organisasi dalam

implementasi teknologi baru mirip dengan penelitian Ling dan Mo (2007) dan Chen dan Li (2010).

2. Untuk mengetahui tingkat kesiapan organisasi dalam implementasi ERP berdasarkan tingkat

kesiapan pengguna, sehingga dapat diketahui sejauh mana keberhasilan organisasi apabila

mengimplementasikan sistem ERP dan dapat dijadikan sebagai gambaran awal atau

pertimbangan bagi eksekutif untuk menyamakan persepsi dalam rangka menyusun langkah-

langkah untuk mendukung keberhasilan implementasi sistem ERP.

3. Referensi kepada peneliti lain dalam bidang penelitian kesiapan organisasi dalam implementasi

teknologi baru.

6. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap penelitian agar lebih jelas dan terarah,

tahapan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Tahap persiapan. Pada tahap ini peneliti melakukan kajian pustaka dari berbagai literatur dan

hasil penelitian terdahulu dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah dan menetapkan topik

penelitian, serta mengumpulkan konsep-konsep yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti.

Konsep yang dikaji dijadikan landasan teori penelitian oleh peneliti sebagai dasar dalam

melaksanakan penelitian.

2. Tahap pelaksanaan penelitian. Tahap kedua penelitian meliputi: pengumpulan data, dilakukan

dengan menyebarkan kuesioner yang diadopsi dari kuesioner TRI yang dikembangkan oleh

Parasuraman (2000); pengolahan dan analisis data dengan menggunakan model SEM; dan

pengujian model.

Page 10: Proposal-Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning Menggunakan Metode Technology Readiness Index

3. Tahap penyusunan laporan. Pada tahap ini dilakukan penyusunan kesimpulan penelitian dan

rekomendasi untuk disusun dalam sebuah laporan penelitian.

Penyusunan

Kesimpulan dan

Rekomendasi

Tahap Persiapan

Studi

Literatur

Penetapan

Topik

Identifikasi

Masalah

Penentuan

Hasil

Akhir

Tahap Pelaksanaan

Pengumpulan

Data

menggunakan

kuesioner

mengadopsi

kuesioner TRI

Pengolahan

dan Analisis

Data dengan

SEM

Uji Model

Gambar 4 Jalan Penelitian