proposal-evaluasi kesiapan pengguna dalam implementasi enterprise resource planning menggunakan...
TRANSCRIPT
1. JUDUL
Evaluasi Kesiapan Pengguna Dalam Implementasi Enterprise Resource Planning
Menggunakan Metode Technology Readiness Index.
2. BIDANG ILMU
Teknik Informatika
3. PENDAHULUAN
Hasil survei Panorama Consulting Group dalam “2011 ERP Report” (2011) menunjukkan
kegagalan implementasi Enterprise Resource Planning (ERP) mencapai angka yang cukup tinggi.
Kegagalan ini didefinisikan oleh Krigsman (2011) sebagai keterlambatan dalam proyek ERP,
pembengkakan biaya melebihi anggaran dan sistem ERP tidak memberikan manfaat maupun
keuntungan seperti yang direncanakan. Kegagalan tersebut menyebabkan organisasi tidak
mendapatkan manfaat yang maksimal dan value dari implementasi sistem ERP, sebaliknya sistem
ERP menjadi beban bagi organisasi.
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa 61,1% proyek ERP mengalami keterlambatan pada
tahun 2010 dan 35,5% pada tahun 2009. Keterlambatan ini di antaranya disebabkan karena
perencanaan yang tidak realistis mengenai waktu untuk menyelesaikan implementasi sistem ERP,
keterbatasan sumber daya yang dialokasikan untuk proyek ERP dan kustomisasi software ERP yang
sesuai dengan bisnis organisasi seringkali lebih rumit dan mengalami kendala (Kimberling, 2009).
Kegagalan karena terjadi pembengkakan biaya melebihi anggaran sebesar 74,1% pada tahun
2010 dan 51,4% pada tahun 2009. Salah satu alasan terjadi pembengkakan biaya karena organisasi
yang mengimplementasikan ERP mengurangi anggaran sebanyak mungkin sebelum implementasi
berjalan (Consulting, 2011). Pemotongan ini berdampak secara signifikan terhadap pelaksanaan
proyek ERP. Tanpa dukungan sumber dana dan alokasi dana yang cukup proyek ERP bisa
dipastikan tersendat penyelesaiannya. Sayangnya, seringkali eksekutif organisasi meremehkan
masalah biaya implementasi ERP. Anggaran biaya hanya dianggarkan sebatas pengadaan
infrastruktur ERP, sementara anggaran non-infrastruktur seperti pelatihan dan konsultasi diabaikan
sehingga sangat wajar pada pelaksanaan implementasi terjadi pembengkakan biaya sebagai akibat
penganggaran yang sangat minim.
Kegagalan terakhir karena sistem ERP dianggap tidak memberikan manfaat dan keuntungan
seperti yang diharapkan sebesar 48,0% pada tahun 2010 dan 67,0% pada tahun 2009. Hal ini
selaras dengan apa yang diungkapkan Govindraju, dkk (2010), kebanyakan implementasi sistem
ERP tidak dapat memenuhi harapan. Banyak perusahaan yang telah mengeluarkan biaya besar
untuk implementasi sistem ERP akan tetapi tidak berhasil memperoleh manfaat dan keuntungan dari
implementasi sistem ERP tersebut. Kegagalan memperoleh manfaat dari implementasi sistem ERP
salah satunya disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan perusahaan dalam menentukan sistem
yang tepat untuk menyelesaikan masalah bisnis dan kebutuhan yang sebenarnya (Brynjolfsson, dkk.,
1993 dalam Amaranti (2006)). Artinya, organisasi tidak siap dan tidak mampu mendefinisikan
kebutuhannya.
Hal lain yang menyebabkan tidak diperolehnya manfaat dan keuntungan dari sistem ERP
adalah adanya keengganan dan penolakan dari user dan ketidakmampuan perusahaan-perusahaan
untuk menentukan perubahan pada desain dan struktur organisasi sesuai dengan manfaat teknologi
yang dipilih (Ethie dan Madsen, 2005 dalam Amaranti (2006)). Dengan demikian, agar sistem ERP
bisa berhasil diimplementasikan dalam organisasi diperlukan pilihan sistem ERP yang tepat dan
kesiapan yang memadai.
Indonesia sendiri, angka kegagalan implementasi ERP masih sangat tinggi, merujuk pada
penelitian Dantes dan Hasibuan (2011), kegagalan implementasi ERP di Indonesia mencapai
83,33%. Salah satu faktor penyebab kegagalan implementasi ERP menurut penelitian Sheu dan Kim
(2008) karena rendahnya tingkat kesiapan pengguna. Kesiapan pengguna menurut hasil penelitian
Sheu dan Kim merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya dalam keberhasilan proyek
Sistem Informasi (SI) di antara faktor-faktor lain. Jadi semakin tinggi tingkat kesiapan pengguna
berkorelasi positif terhadap keberhasilan implementasi SI. Berdasar fakta-fakta yang telah disebutkan
menjadi penting untuk melakukan evaluasi kesiapan terhadap organisasi yang akan
mengimplementasikan SI termasuk ERP.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi kesiapan organisasi dalam implementasi
ERP diukur dari sudut pandang kesiapan pengguna dalam menerima dan menggunakan teknologi
baru (technology readiness) dengan mengadopsi metode Technology Readiness Index (TRI) yang
dikembangkan oleh Parasuraman (2000). Metode ini dipilih karena (1) TRI mampu membedakan
dengan baik antara pengguna dan bukan pengguna sebuah teknologi, (2) TRI mampu
mengelompokkan pengguna berdasarkan keyakinan positif dan negatif terhadap teknologi yang lebih
kompleks dan lebih futuristik, dan (3) TRI mampu mengidentifikasi kelompok-kelompok pengguna
yang memiliki rasa ketidaknyamanan dan ketidakamanan secara signifikan karena TRI dibentuk oleh
empat variabel kepribadian: optimism, innovativeness, discomfort, dan insecurity. Sementara, metode
lain cenderung mengevaluasi organisasi mencakup semua aspek aktivitas dan hasil organisasi
sehingga tidak bisa digunakan untuk mengukur kesiapan individu secara personal dan
mengelompokkan pengguna.
Beranjak dari latar belakang yang ada pada dasarnya permasalahan yang dihadapi adalah
bagaimanakah kesiapan organisasi dalam implementasi sistem ERP, setelah diketahui tingkat
kesiapan organisasi dalam implementasi sistem ERP, kemudian direkomendasikan langkah-langkah
untuk mendukung implementasi sistem ERP.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesiapan organisasi dalam implementasi sistem
ERP dengan pendekatan kesiapan pengguna dan memberikan rekomendasi berdasar hasil evaluasi.
4. TINJAUAN PUSTAKA
Hasil survei Panorama Consulting Group dalam “2011 ERP Report” (2011) menunjukkan
bahwa kegagalan implementasi ERP mencapai angka yang cukup tinggi. Kegagalan ini didefinisikan
oleh Krigsman (2011) sebagai keterlambatan dalam proyek ERP, pembengkakan biaya melebihi
anggaran dan sistem ERP tidak memberikan manfaat maupun keuntungan seperti yang
direncanakan. Kegagalan tersebut menyebabkan organisasi tidak mendapatkan manfaat yang
maksimal dan value dari implementasi sistem ERP, sebaliknya sistem ERP menjadi beban bagi
organisasi
Hasil survei yang dilakukan Panorama Consulting Group (Tabel 3.1) tersebut menyebutkan
bahwa kegagalan implementasi ERP akibat keterlambatan sebesar 61,1% pada tahun 2010 dan
35,5% pada tahun 2009, akibat pembengkakan biaya sebesar 74,1% pada tahun 2010 dan 51,4%
pada tahun 2009, dan akibat tidak mendapatkan manfaat dan keuntungan dari sistem ERP yang
diimplementasikan sebesar 48,0% pada tahun 2010 dan 67,0% pada tahun 2009 (Consulting, 2011).
Tabel 1. Kegagalan implementasi ERP
Risk Factor 2010
Average
2009
Average
% Take Longer Than Expected 61,1% 35,5%
% Cost Exceeds Budget 74,1% 51,4%
% Benefit Realization < 50% 48,0% 67,0%
Tingginya kegagalan implementasi SI termasuk didalamnya ERP diidentifikasi oleh Shafaei
dan Dabiri (2008) karena implementasi ERP adalah proses yang sangat kompleks, tidak hanya
pembaharuan dalam banyak aspek yang berbeda yang membutuhkan pertimbangan pada saat yang
sama tetapi juga karena dampak dari sistem baru terhadap organisasi. Sementara, Ptak dan
Schragenheim (2004) berpendapat bahwa salah satu alasan kegagalan implementasi ERP adalah
kurangnya kesiapan organisasi dalam hal kedewasaan proses bisnis, aspek budaya, teknologi dan
organisasi sehingga menyebabkan proses implementasi ERP memakan waktu lebih lama dari yang
direncanakan dan menyebabkan tim implementasi ERP kehilangan semangat.
Pendapat Ptak dan Schragenheim (2004) tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sheu dan
Kim (2008), dalam penelitian yang melibatkan 50 organisasi sebagai obyek penelitian menyatakan
bahwa tingkat kesiapan yang rendah menjadi sebab kegagalan proyek SI, khususnya kesiapan
pengguna yang paling dominan berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi SI. Penelitian
tersebut juga menunjukkan bahwa faktor kesiapan pengguna lebih kuat pengaruhnya terhadap
keberhasilan proyek SI dibandingkan dengan keterlibatan pengguna dalam proyek SI.
Penelitian Sheu dan Kim (2008) tidak menyebutkan bagaimana cara melakukan evaluasi dan
pengukuran terhadap kesiapan pengguna pada 50 organisasi yang diteliti, sehingga tidak diketahui
metode yang digunakan untuk melakukan evaluasi dan pengukuran tingkat kesiapan pengguna
dengan jelas.
Peneliti lain yang melakukan evaluasi dan pengukuran terhadap kesiapan dalam
implementasi ERP adalah Shafaei dan Dabiri (2008). Kedua peneliti tersebut mengembangkan
framework untuk melakukan evaluasi dan pengukuran tingkat kesiapan implementasi ERP dengan
menggunakan pendekatan Model European Foundation for Quality Management (EFQM), EFQM
Excellence Model, yaitu sebuah framework manajemen untuk mengukur dan menilai tingkat
efektivitas dari besar-kecilnya fungsi-fungsi kerja, sektor, struktur dan tingkat kematangan
organisasional kerja (Hidayat, 2007), dikembangkan oleh EFQM. Model EFQM dikembangkan untuk
membantu organisasi dalam usaha memenangkan persaingan.
Shafaei dan Dabiri (2008) melakukan pengukuran kesiapan organisasi dengan merelasikan
CSF yang mempunyai dampak signifikan terhadap keberhasilan dalam implementasi ERP,
direlasikan dengan kriteria-kriteria dalam Model EFQM. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa
kriteria enabler dalam Model EFQM berelasi secara signifikan dan dapat digunakan untuk melakukan
evaluasi kesiapan organisasi dalam implementasi sistem ERP.
4.1 Technology Readiness (TR) dan Technology Readiness Index (TRI)
Parasuraman (2000) mendefinisikan technology readiness (TR) sebagai “people’s propensity
to embrace and use new technology for accomplishing goal in home life and at work”, sedang TRI
merupakan indeks untuk mengukur kesiapan pengguna terhadap teknologi baru. TRI menggunakan
serangkaian pernyataan kepercayaan dalam melakukan survei untuk mengukur secara menyeluruh
tingkat kesiapan teknologi dari individu, dan merupakan alat dalam studi adopsi teknologi.
Merujuk Parasuraman (2000), TRI digunakan untuk mengukur kesiapan pengguna dalam
menggunakan teknologi baru dengan indikator empat variabel kepribadian yaitu: (1) optimism
(optimisme), sikap pandang positif terhadap teknologi dan percaya bahwa teknologi akan
meningkatkan kontrol, fleksibilitas, dan efisiensi dalam kehidupan; (2) innovativeness (inovasi), sikap
tendensi untuk yang pertama menggunakan produk maupun layanan teknologi baru; (3) discomfort
(ketidaknyamanan), memiliki sikap sulit mengontrol dan cenderung kewalahan/tidak percaya diri
ketika berhadapan dengan teknologi baru; dan (4) insecurity (ketidakamanan), memiliki kecurigaan
terhadap keamaanan teknologi dan alasan keamanan data pribadi.
Optimisme dan inovasi merupakan kontributor dan variabel bebas yang dapat meningkatkan
kesiapan seseorang, sementara ketidaknyamanan dan ketidakamanan merupakan inhibitor dan
variabel bebas yang dapat menekan tingkat kesiapan seseorang (Gambar 1). Kesiapan seseorang
dalam penelitian ini adalah sebagai variabel terikat. Jadi seseorang yang optimis dan berinovasi,
serta memiliki sedikit rasa tidak nyaman dan tidak aman akan lebih siap menggunakan teknologi baru
(Parasuraman, 2000).
Technology Readiness
Optimisme Inovasi
Ketidaknyamanan Ketidak-amanan
Kontributor
Inhibitor
Gambar 1 Penggerak Technology Readiness (Ling dan Moi, 2007)
4.2 Enterprise Resource Planning (ERP)
Tidak ada pengertian mengenai ERP yang diterima secara umum oleh praktisi maupun
penulis ERP (Klaus, Rosemann, and Gable, 2000 dalam Shanks, dkk. (2003)), akan tetapi Shanks,
dkk. mendefinisikan ERP berdasarkan laporan dari Deloitte Consulting sebagai berikut.
“An Enterprise Resource Planning system is a packaged business software system that
allows a company to: automate and integrate the majority of its business processes; share common
data and practices across the entire enterprise; produce and access information in a real-time
environment.”
Nah (2002) mendefinisikan ERP sebagai berikut.
“Enterprise Resource Planning (ERP) refers to large commercial software packages that promise a
seamless integration of information flow through an organization by combining various sources of
information into a single software application and a single database.”
Davenport (2000) memberikan pengertian terhadap ERP sebagai “packages of computer
application that support many, even most, aspect of a company's (or a nonprofit organization's,
university's, or government agency's) information needs.”
Pengertian lain merujuk Wikipedia (2011) bahwa perencanaan sumber daya perusahaan,
atau sering disingkat ERP dari istilah bahasa Inggrisnya, enterprise resource planning, adalah sistem
informasi yang diperuntukkan bagi perusahaan manufaktur maupun jasa yang berperan
mengintegrasikan dan mengotomasikan proses bisnis yang berhubungan dengan aspek operasi,
produksi maupun distribusi di perusahaan bersangkutan.
Enterprise Resource Planning menurut Lee (2003) dalam Wijayanti (2008), merupakan suatu
metode bagi industri dalam mengupayakan proses bisnis yang lebih efisien dengan membagi
informasi di dalam dan antar bisnis proses dan menjalankan bisnis secara elektronik.
Pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ERP adalah sebuah paket
perangkat lunak SI yang digunakan untuk otomasi dan mengintegrasikan keseluruhan proses bisnis
dalam sebuah perusahaan maupun organisasi. Sistem ERP berusaha mengintegrasikan semua
fungsi dan bagian di dalam perusahaan dalam suatu sistem komputer berdasarkan satu database
pusat. Jadi tidak ada lagi database yang dikembangkan oleh masing-masing bagian atau fungsi dan
tidak ada lagi berbagai sistem atau perangkat lunak yang dikembangkan oleh masing-masing bagian
dan fungsi. Sistem tersebut dikembangkan sehingga tidak hanya dapat menghubungkan dan
mengkaitkan semua bagian, tetapi juga memuaskan semua bagian tersebut (Indrajit dan
Djokopranoto). Jadi hanya ada satu sistem yang terintegrasi, hanya ada satu database, dan hanya
ada satu perangkat lunak.
Integrasi tersebut digambarkan sebagai satu-kesatuan solusi industri dalam arsitektur dengan
database terpusat seperti pada Gambar 2 (Indrajit dan Djokopranoto). Database pusat berisi semua
informasi dan transaksi dari semua fungsi yang ada dalam organisasi meliputi fungsi sumber daya
manusia (SDM), fungsi keuangan dan akuntansi, fungsi penjualan dan distribusi, fungsi persediaan
dan manufaktur. ERP juga diharapkan bisa terhubung dan menjangkau kebutuhan pelanggan dan
pemasok.
SOLUSI INDUSTRI
Database
Pusat
Sumber Daya
Manusia
Keuangan &
Akuntasi
Persediaan &
Manufaktur
Penjualan &
Distribusi
PemasokPelanggan
Tersambung Tersambung
ARSITEKTUR
Gambar 2 Sistem ERP
Pada perkembangannya, ERP berevolusi dari Material Requirement Planning (MRP),
Manufacturing Resource Planning (MRP II), dan closed loop MRP. ERP muncul karena MRP, MRP II
dan closed loop MRP dinilai tidak dapat menyampaikan informasi ke seluruh fungsi yang ada dalam
perusahaan dengan cepat dan akurat (Indrajit dan Djokopranoto).
4.3. Manfaat dan Kelebihan ERP
ERP adalah sebuah sistem informasi perusahaan yang dirancang untuk mengkoordinasikan
semua sumber daya, informasi dan aktifitas yang diperlukan untuk proses bisnis lengkap. Sistem
ERP didasarkan pada database pada umumnya dan rancangan perangkat lunak yang bersifat
modular. ERP merupakan software yang mengintegrasikan semua departemen dan fungsi suatu
perusahaan ke dalam satu sistem yang dapat melayani semua kebutuhan perusahaan, baik dari
departemen penjualan, SDM, produksi dan keuangan.
Manfaat yang bisa didapatkan dari implementasi sistem ERP antara lain: penurunan waktu
siklus sehingga pengiriman produk ke pelanggan menjadi lebih cepat, transaksi informasi lebih cepat,
pengelolaan finansial lebih baik dan pengetahuan proses yang sulit dipahami menjadi lebih jelas dan
mudah dipahami sehingga memudahkan proses transfer pengetahuan (Davenport, 2000).
Maity (2009) menyatakan andaikan sistem ERP tidak ada maka organisasi atau perusahaan
besar akan menggunakan banyak perangkat lunak, yang mana antar perangkat lunak tersebut tidak
bisa saling berkomunikasi atau terhubung secara efektif, sehingga akan menyulitkan dan
membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan satu siklus informasi secara utuh.
Berdasar pengertian dan tujuan ERP, ERP memiliki kelebihan-kelebihan antara lain: data
keuangan menjadi terintegrasi sehingga memudahkan top management dalam mengelola keuangan,
adanya standarisasi proses dalam organisasi dan terjadinya standarisasi data dan informasi sehingga
memudahkan dan cepat dalam perolehan informasi serta menghindari redundansi data (Wijayanti,
2008).
4.4. Permasalahan dan kekurangan ERP
Permasalahan pada implementasi sistem ERP terutama disebabkan karena investasi yang
tidak memadai dalam proses pelatihan terhadap tenaga TI yang terlibat, termasuk dalam
implementasi dan testing hasil kustomisasi, serta tidak adanya kebijakan perusahaan dalam
melindungi integritas data dalam sistem ERP dan cara penggunaannya (Maity, 2009). Menurut Nah
(2002) permasalahan implementasi ERP tidak hanya biaya paket aplikasi ERP yang sangat mahal
tetapi juga proses implementasi sistem ERP seringkali over budget karena adanya biaya yang
tersembunyi. Permasalahan lain antara lain: gagal dalam mendesain ulang proses bisnis agar sesuai
dengan paket aplikasi yang diimplementasikan, rendahnya dukungan dari top management,
rendahnya tingkat pelatihan terhadap pengguna, tidak adanya standarisasi data, dan kurangnya
integrasi di semua area fungsional bisnis.
Kekurangan yang dimiliki oleh ERP adalah kemungkinan terjadinya ketidakkonsistenan data sebagai
akibat sistem tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena permasalahan-permasalahan yang
timbul. Kekurangan lain menurut Maity (2009) antara lain: kustomisasi software ERP sangat terbatas,
re-engineering proses bisnis agar sesuai dengan paket aplikasi ERP bisa menjadi sebab utama
hilangnya competitive advantage, ERP seringkali sangat kaku dan sangat sulit untuk diadopsi oleh
perusahaan dengan proses bisnis spesifik dan secara teknis resiko kehilangan data sangat besar
manakala terjadi gangguan karena database terpusat.
4.5. Critical Success Factors ERP
Implementasi ERP berarti sebuah organisasi telah melakukan otomisasi sistem pada hampir
seluruh fungsi yang ada. Dengan fungsi otomisasi, ERP diharapkan dapat memberikan keuntungan
pada organisasi seperti pengambilan keputusan yang cepat, penurunan biaya produksi dan
pengendalian organisasi secara komprehensif. Namun demikian, sebagai suatu sistem, ERP juga
memiliki resiko yang harus dihadapi, di antaranya, ketidaksiapan sumber daya manusia dan
organisasi itu sendiri, proses bisnis yang tidak kompatibel dengan kebutuhan organisasi dan
infrastruktur jaringan pada organisasi. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan penerapan ERP
menjadi sangat rumit.
Sistem ERP agar dapat mencapai tujuannya, dibuatlah sebuah CSF, yang diharapkan akan
memandu perusahaan dalam pencapaian hal tersebut. Ada beberapa metode dan penelitian
lapangan untuk menentukan CSF dengan hasil yang beragam sesuai dengan karakter organisasi dan
tergantung pada sudut pandang orang yang mendefinisikan (Moohebat dkk., 2010), hal ini yang
menyebabkan hasil yang didapatkan sangat beragam dalam analisis sistem yang sama.
4.6. Structural Equation Modeling (SEM)
Structural Equation Modeling (SEM) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate yang
memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive
maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model
(Ghozali dan Fuad, 2008). SEM mengakomodasi kemampuan dari berbagai teknik statistik yang telah
dikenal sebelumnya yaitu menggabungkan antara kemampuan teknik path analysis dengan factor
analysis. Secara umum, jika pada suatu model SEM terdapat beberapa variabel laten yang saling
berpengaruh dan variabel-variabel laten tersebut hanya diukur dengan satu indikator, maka model
tersebut termasuk ke dalam kasus path analysis. Di lain pihak, suatu model SEM dengan variabel
laten yang diukur dengan beberapa indikator tetapi tidak memiliki hubungan sebab-akibat dengan
variabel laten lain merupakan kasus confirmatory factor analysis.
SEM tidak seperti analisis multivariate biasa, dia dapat menguji secara bersama-sama model
measurement dan model struktural. Model measurement mewakili hubungan antara setiap variabel
laten dengan indikatornya, seperti pada teknik factor analysis. Model struktural mewakili hubungan
antara tiap konstruk, seperti pada teknik path analysis. Variabel-variabel yang terdapat dalam model
SEM juga dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu variabel eksogen dan variabel endogen. Variabel
eksogen adalah variabel yang bersifat bebas, sedangkan variabel endogen adalah variabel yang
bersifat terikat atau variabel yang berperan sebagai mediator.
Langkah pemodelan SEM, pertama adalah menentukan variabel bebas yang akan
mempengaruhi variabel terikat dengan menggunakan tujuan penelitian dan teori-teori pendukungnya.
Beberapa hubungan sebab-akibat dari beberapa variabel akan menghasilkan model struktural,
dengan sifat alaminya yang memungkinkan variabel terikat pada suatu hubungan dapat menjadi
variabel bebas pada hubungan yang lain. Selanjutnya, hubungan-hubungan tersebut akan
diterjemahkan menjadi rangkaian persamaan. Kemudian peneliti melakukan pemilihan jenis matriks
input dan estimasi model yang akan digunakan dalam penelitian. Selanjutnya seluruh perhitungan
dilakukan dan siap untuk dievaluasi kelayakannya dan diinterpretasi hasilnya (Sanusi, 2011). Jika
SEM diterapkan secara benar akan menghasilkan pembuktian yang kuat atas berbagai hubungan
sebab-akibat antar variabel.
Mengembangkan model berbasis teori
Mengembangkan Path Diagram untuk
menunjukkan hubungan kausalitas
Konversi Path Diagram ke dalam
serangkaian persamaan struktural dan
spesifikasi model pengukuran
Pemilihan matriks input dan teknik
estimasi atas model yang dibangun
Menilai problem identifikasi
Evaluasi model
Interpretasi dan modifikasi model
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 3 Langkah pemodelan SEM
Keunggulan-keunggulan SEM jika dibandingkan dengan beberapa teknik statistik lain seperti
pada Tabel 2.
Tabel 2 Keunggulan SEM
Teknik Statistik Kesamaan dengan SEM Keunggulan SEM
Multiple regression
Variabel terikat di dalam suatu model SEM merupakan hasil penjumlahan dari setiap variabel bebas yang dikalikan dengan koefisien masing-masing ditambah nilai error.
Menggabungkan beberapa kasus multiple regression secara bersamaan dalam satu model.
Setiap variabel dapat diukur dari beberapa indikator.
Analisa untuk kelompok responden yang berbeda.
Tampilan lebih representatif.
Path Analysis
Memperhatikan pengaruh langsung dan tidak langsung dari variabel-variabel bebas terhadap variabel-variabel terikat.
Setiap variabel dapat dijadikan variabel laten yang diukur dari beberapa variabel manifest sebagai indikatornya.
Confirmatory Factor Analysis
Terdapat variabel laten yang diukur dari beberapa indikator.
Dapat menggambarkan hubungan antara variabel laten.
5. KONTRIBUSI PENELITIAN
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kegunaan sebagai berikut.
1. Konfirmasi penerapan model TRI dalam evaluasi terhadap kesiapan organisasi dalam
implementasi teknologi baru mirip dengan penelitian Ling dan Mo (2007) dan Chen dan Li (2010).
2. Untuk mengetahui tingkat kesiapan organisasi dalam implementasi ERP berdasarkan tingkat
kesiapan pengguna, sehingga dapat diketahui sejauh mana keberhasilan organisasi apabila
mengimplementasikan sistem ERP dan dapat dijadikan sebagai gambaran awal atau
pertimbangan bagi eksekutif untuk menyamakan persepsi dalam rangka menyusun langkah-
langkah untuk mendukung keberhasilan implementasi sistem ERP.
3. Referensi kepada peneliti lain dalam bidang penelitian kesiapan organisasi dalam implementasi
teknologi baru.
6. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap penelitian agar lebih jelas dan terarah,
tahapan penelitian adalah sebagai berikut.
1. Tahap persiapan. Pada tahap ini peneliti melakukan kajian pustaka dari berbagai literatur dan
hasil penelitian terdahulu dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah dan menetapkan topik
penelitian, serta mengumpulkan konsep-konsep yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti.
Konsep yang dikaji dijadikan landasan teori penelitian oleh peneliti sebagai dasar dalam
melaksanakan penelitian.
2. Tahap pelaksanaan penelitian. Tahap kedua penelitian meliputi: pengumpulan data, dilakukan
dengan menyebarkan kuesioner yang diadopsi dari kuesioner TRI yang dikembangkan oleh
Parasuraman (2000); pengolahan dan analisis data dengan menggunakan model SEM; dan
pengujian model.
3. Tahap penyusunan laporan. Pada tahap ini dilakukan penyusunan kesimpulan penelitian dan
rekomendasi untuk disusun dalam sebuah laporan penelitian.
Penyusunan
Kesimpulan dan
Rekomendasi
Tahap Persiapan
Studi
Literatur
Penetapan
Topik
Identifikasi
Masalah
Penentuan
Hasil
Akhir
Tahap Pelaksanaan
Pengumpulan
Data
menggunakan
kuesioner
mengadopsi
kuesioner TRI
Pengolahan
dan Analisis
Data dengan
SEM
Uji Model
Gambar 4 Jalan Penelitian