proposal
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan,
keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan
informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan
pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara
hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan
masyarakat. PHBS merupakan wujud keberadaan masyarakat yang sadar, mau dan
mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (Dinkes, 2008). Peningkatan
PHBS dilaksanakan melalui 5 tatanan, diantaranya adalah tatanan rumah tangga.
Terdapat 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga, salah satunya adalah ketersediaan
jamban sehat.
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang
dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat
tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit dan tidak mengotori permukaan
(Kusnoputranto, 1997). Sementara itu menurut Josep Soemadri (1999) pengertian
jamban adalah pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak
menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu
estetika. Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari
fasilitas kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah penularan berbagai
penyakit yang berbasis saluran pencernaan, salah satunya adalah diare yang
disebabkan oleh faktor kotoran manusia yang tidak dikelola dengan baik.
Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan
konsistensi tinja, melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak lebih
dari biasanya (umumnya tiga atau lebih dalam sehari). Penyakit diare menjadi salah
satu penyakit yang mendapat perhatian serius dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya
karena sifatnya yang menular, cepat menyebar dan jumlah kesakitan yang cukup
tinggi. Tingginya jumlah kesakitan karena diare disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain kondisi kesehatan lingkungan yang masih belum memadai, keadaan gizi
buruk, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung
ataupun tidak langsung memengaruhi peningkatan kejadian diare.
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan
dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia
bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama
terjadi pada bayi dan anak balita. Diare lebih dominan menyerang balita karena daya
tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap
penyebaran virus penyebab diare. Di dunia terdapat 6 juta balita yang meninggal tiap
tahunnya karena penyakit diare dan sebagian kematian tersebut terjadi di negara
berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). Penyakit diare pada balita di
Kota Surabaya pada tahun 2010 sebanyak 32.990 kasus. Apabila dibandingkan
dengan kejadian diare balita di tahun 2009 sebanyak 18.940 kasus, maka kasus diare
balita tahun 2010 mengalami kenaikan (Dinkes, 2010). Dan berdasarkan data dari
Puskesmas Tambelangan Kabupaten Sampang kejadian diare balita yang terjadi pada
tahun 2011 disepuluh desa antara lain Desa Tambelangan 166 kasus, Desa Samaran
245 kasus, Desa Karang Anyar 268 kasus, Desa Batu Rasa 221 kasus, Desa Mambulu
253 kasus, Desa Beringin 349 kasus, Desa Barunggaga 230 kasus, Desa Benjerbila
133 kasus, Desa Somber 165 kasus dan Desa Birem 135 kasus, maka kasus diare pada
balita tertinggi tahun 2011 adalah di Desa Beringin. Selain itu, dari 10 penyakit
tertinggi yaitu penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat (penyakit tulang dan
sendi rematik), infeksi akut lain pada saluran nafas atas, diare, penyakit lainnya,
penyakit kulit alegi, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit kulit infeksi (pyo atau
scabies), gastritis, asthma, penyakit kulit karena jamur maka penyakit diare
menempati urutan ke 3. Penyakit diare dapat digolongkan penyakit ringan, tetapi jika
terjadi secara mendadak dan tidak mendapatkan perawatan yang tepat maka diare
dapat berakibat fatal terutama apabila diare tersebut terjadi pada anak-anak. Resiko
terbesar diare adalah dehidrasi karena dapat kehilangan sampai lima liter air setiap
hari, termasuk juga zat mineral (elektrolit utama yaitu natrium dan kalium yang
penting untuk fungsi tubuh normal).
Oleh karena itu pemanfaatan jamban sehat keluarga sangat penting karena
jamban sehat secara prinsip mampu memutuskan hubungan antara tinja dan
lingkungan antara lain mencegah kontaminasi badan air, mencegah kontak antara
manusia dan tinja, membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga serta
binatang lainnya, dan mencegah bau yang tidak sedap. Pemanfaatan ketersediaan
jamban sehat keluarga juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan kebiasaan
masyarakat agar tidak membuang tinja ditempat terbuka melainkan membangun
jamban untuk diri sendiri dan keluarga.
Sehingga masalah ketersediaan jamban (kepemilikan jamban rumah tangga)
dan higiene (kebersihan jamban) merupakan hal yang perlu diperhatikan karena
termasuk salah satu faktor dalam 10 indikator perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
tatanan rumah tangga. Karena masih banyak masyarakat yang berperilaku buang air
besar secara sembarangan atau terbuka serta higiene perorangan yang masih rendah
misalnya tidak mencuci tangan setelah membersihkan tinja, sebelum makan, sebelum
memberi makan pada balita dan sebelum menyiapkan makanan. Kondisi inilah yang
dapat memengaruhi tingkat kejadian diare, tetapi dengan adanya keasadaran untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) misalnya dengan upaya penyehatan
pembuangan kotoran bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan
masyarakat, penyediaan dan pemanfaatan sarana pembuangan kotoran yang
memenuhi syarat kesehatan serta mempunyai kesadaran untuk meningkatkan higiene
perorangan guna penigkatan derajat kesehatan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengadakan penelitian dengan
judul “Pengaruh Ketersediaan Jamban dan Penggunaannya Sebagai Salah Satu
Aspek Pendukung Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terhadap Kejadian
Diare Anak dibawah Lima Tahun (Balita) di Desa Karang Anyar Kecamatan
Tambelangan Kabupaten Sampang”.
B. Rumusan Masalah
Adakah pengaruh ketersediaan jamban dan penggunaannya sebagai salah satu
aspek pendukung PHBS terhadap kejadian diare anak dibawah lima tahun (balita) di
Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ketersediaan jamban dan
penggunaannya sebagai salah satu aspek pendukung PHBS (Ketersediaan Jamban
Sehat) terhadap kejadian diare anak dibawah lima tahun (balita) di Desa Karang
Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengaruh penggunaan jamban terhadap kejadian diare pada balita
di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
b. Mengetahui pengaruh kebersihan jamban terhadap terhadap kejadian diare
pada balita di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
c. Mengetahui pengaruh perilaku mencuci tangan setelah membersihkan tinja
dan sebelum menyuapi balita terhadap kejadian diare pada balita di Desa
Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
d. Mengetahui pengaruh kepemilikan jamban terhadap kejadian diare pada balita
di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
e. Mengetahui pengaruh jenis jamban terhadap kejadian diare pada balita di Desa
Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
f. Mengetahui pengaruh jarak sumur resapan jamban dengan sumber air terhadap
kejadian diare pada balita di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan
Kab.Sampang
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat
Memberikan informasi tentang salah satu aspek PHBS (Ketersediaan Jamban
Sehat) yang mempengaruhi kejadian diare pada balita sehingga masyarakat dapat
melakukan upaya pencegahan kasus diare secara memadai.
2. Bagi instansi terkait
Untuk memecahkan masalah diare Puskesmas Tambelangan.
3. Bagi instansi lain
Dapat diterapkan di wilayah instansi lain yang memiliki karakteristik sama dengan
daerah penelitian.
4. Bagi penulis lain
Sebagai data awal dalam penelitian lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Diare
Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi
yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair.
(Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998) Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi
buang air besar sudah lebih dari empat kali, sedangkan untuk bayi berumur satu bulan
dan anak, bila frekuensi lebih dari tiga kali.
Pada bayi yang masih mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih
dari 3-4 kali sehari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, melainkan masih bersifat
fisiologis atau normal. Kadang-kadang seorang anak defekasi kurang dari tiga kali
sehari, tetapi konsistensinya sudah encer, keadaan ini sudah dapat disebut diare.
B. Penyebab Diare
Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan, efek
obat, imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu. (Mansjoer et al, 2000).
1. Infeksi
Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi
saluran pencernaan dan infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar
alat pencernaan. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998). Mikroorganisme
yang menjadi penyebabnya antara lain Aeromonas, Compylobacter,
Clostridiumdifficile, Escherechiacoli, Enterotoxigenic, Shigella, Salmonella,
Vibrio cholera, Enteroinvasive (Mansjoer et al, 2000).
2. Makanan
Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas, makanan yang
mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap makanan tertentu seperti susu
sapi, terjadi malabsorbsi karbohidrat, disakarida, lemak, protein, vitamin dan
mineral. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)
3. Imunodefisiensi
Defisiensi imun terutama Sig A (Secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan berlipat gandanya bakteri, flora usus, jamur, terutama Candida.
(Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)
4. Terapi obat
Obat-obat yang dapat menyebabkan diare diantaranya antibiotik, antasid. (Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)
5. Keadaan tertentu
Keadaan lain yang menyebabkan seseorang diare seperti gangguan psikis
(ketakutan, gugup), gangguan saraf. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)
C. Patofisiologi Diare
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi berikut, yakni
gangguan osmotik, gangguan sekretorik dan gangguan motilitas usus.
1. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare.
2. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare.
Patogenesis Diare Akut
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung.
2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)
4. Akibat tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Patogenesis Diare Kronis
Lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya telah infeksi bakteri,
parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.
D. Manifestasi Klinis Diare
Mula-mula anak balita menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai
lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena
tercampur empedu, karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja
makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa
yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum
dan atau sesudah diare. (Mansjoer et al, 2000). Anak-anak yang tidak mendapatkan
perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada keadaan-keadaan seperti dehidrasi,
gangguan keseimbangan asam-basa, hipoglikemia, gangguan gizi, gangguan sirkulasi.
1. Dehidrasi
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air.
Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan berat
badan. Derajat dehidrasi menurut kehilangan berat badan, diklasifikasikan
menjadi empat, dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel II.1: Derajat Dehidrasi Berdasarkan Kehilangan Berat Badan
Derajat dehidrasi Penurunan berat badan (%)
Tidak dehidrasi < 2 ½
Dehidrasi ringan 2 ½ - 5
Dehidrasi sedang 5 – 10
Dehidrasi berat 10
Sumber : Buku ajar diare, 1998
2. Gangguan keseimbangan asam-basa
Gangguan keseimbangan asam basa yang biasa terjadi adalah metabolik asidosis.
Metabolik asidosis ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja,
terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan, produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh
ginjal, pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraselular.
(Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)
3. Hipoglikemia
Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori
protein (KKP). Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun sampai 40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala
hipoglikemia tersebut dapat berupa lemas, apatis, tremor, berkeringat, pucat, syok,
kejang sampai koma. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)
4. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat
terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan
karena makanan sering dihentikan oleh orang tua. Walaupun susu diteruskan,
sering diberikan pengenceran. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna
dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik. (Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI, 1998)
5. Gangguan Sirkulasi
Gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau shock hipovolemik. Akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera
ditolong penderita dapat meninggal. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998)
E. Komplikasi Diare
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia ( dengan gejala meterorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan pada elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktosa karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalani kelaparan.
F. Pengobatan Diare
Prinsip penatalaksanaan diare:
Menurut Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman Prinsip penatalaksanaan siare antara lain dengan rehidrasi,
nutrisi, medikamentosa (Markum,AH.2000)
1. Rehidrasi
Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang
telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan
yang hilang melalui keringat, urin, pernapasan dan ditambah dengan banyaknya
cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung.
Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing
anak atau golongan umur.
2. Nutrisi
Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk
menghindarkan efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak
dengan diare dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang
mempengaruhi keadaan gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai
berikut yakni, pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam
pertama, makanan cukup energi dan protein, makanan tidak merangsang, makanan
diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam
porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi,
pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral
dalam jumlah yang cukup. Khusus untuk penderita diare karena malabsorbsi
diberikan makanan sesuai dengan penyebabnya, antara lain : Malabsorbsi lemak
berikan trigliserida rantai menengah, Intoleransi laktosa berikan makanan rendah
atau bebas laktosa, Panmalabsorbsi berikan makanan rendah laktosa, parenteral
nutrisi dapat dimulai apabila ternyata dalam 5-7 hari masukan nutrisi tidak
optimal (Markum,AH.2000)
3. Medikamentosa
Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin. Obat-obat anti diare
meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, opium, adsorben
seperti Norit, kaolin, attapulgit. Anti muntah termasuk prometazin dan
klorpromazin.
Rencana pengobatan
Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi
tiga, yakni rencana pengobatan A, B dan C.
Rencana pengobatan A
Digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare di
rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga
yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair (sup, air tajin), air matang. Gunakan
larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel II.2: Kebutuhan Oralit Perkelompok Umur
Umur Jumlah oralit yang diberikan tiap BAB
Jumlah oralit yang disediakan di rumah
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari (2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
Sumber : Buku ajar diare, 1998
Rencana pengobatan B
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang,
dengan cara ; dalam 3 jam pertama, berikan 75 ml/KgBB. Berat badan anak tidak
diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:
Tabel II.3: Jumlah Oralit yang Diberikan Pada 3 Jam Pertama
Umur < 1 tahun 1-5 tahun >5tahun
Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1200 ml
Sumber : Buku ajar diare, 1998
Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk
meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan
juga 100-200 ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan
bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B atau C untuk melanjutkan
pengobatan.
Rencana pengobatan C
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi berat. Pertama-tama
berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah cukup baik
maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah
rencana pengobatan yang sesuai.
G. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Timbulnya Kejadian Diare pada Balita
1. Penggunaan Jamban
Dalam kehidupan biologiknya setiap makhluk selalu membuang bahan yang tidak
diperlukan atau ekskreta. Manusia membuang bahan ini dalam bentuk semi padat
dengan apa yang disebut tinja (faeces). Tinja adalah bahan buangan yang
dikeluarkan oleh tubuh, yaitu sekitar 27 gram berat kering per orang per hari,antar
dengan rerata 150 gram berat basah per orang per hari. Tinja mengandung sekitar
2 milyar fecal coliform dan 450 juta fecal Streptococci (Prof.H.Didik Sarudji,
M.Sc.2010). Masalah pembuangan tinja manusia merupakan masalah pokok
karena tinja manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks.
Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus,
diare, disentri, kolera, bermacam-macam cacing seperti: cacing gelang, kremi,
tambang, pita, schistosomiasis. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector
Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih
berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.
Dengan masih rendahnya tingkat kesadaran akan penggunaan jamban oleh
masyarakat akan menyebabkan pencemaran tinja terhadap lingkungan yang dapat
menimbulkan terjadinya diare.
2. Kebersihan Jamban
Menurut Depkes RI (2007), dalam menjaga jamban tetap sehat dan bersih
kegiatan keluarga yang dapat dilakukan adalah:
a. Bersihkan dinding, lantai dan pintu ruang jamban secara teratur
b. Bersihkan jamban secara rutin
c. Cuci dan bersihkan tempat duduk (jika ada) dengan menggunakan sabun dan
air bersih
d. Perbaiki setiap celah, retak pada dinding, lantai dan pintu
e. Jangan membuang sampah di lantai
f. Selalu sediakan sabun untuk mencuci tangan
g. Yakinkan bahwa ruangan jamban ada ventilasinya
h. Tutup lubang ventilasi jamban dengan kasa anti lalat
i. Beritahukan pada anak-anak cara menggunakan jamban yang benar
j. Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir setelah
menggunakan jamban.
3. Cuci Tangan Setelah Membersihkan Tinja dan Sebelum Menyuapi Balita
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah perilaku mencuci tangan dengan sabun
setelah membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita yang termasuk dalam
aspek perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Berdasarkan studi Basic Human
Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci
tangan adalah (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi
dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14%, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%,
dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%. Kondisi tersebut berkontribusi
terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia (Prof.H.Didik Sarudji,
M.Sc.2010).
4. Kepemilikan Jamban
Jamban adalah sarana pembuangan kotoran manusia yang menjamin kesehatan
dan tidak mencemari lingkungan. Tempat pembuangan kotoran manusia
merupakan hal yang sangat penting dan harus mempunyai kualitas jamban yang
baik karena jamban bermanfaat untuk mencegah terjadinya penularan penyakit
dan kotoran manusia. Dan pada kenyataannya masih banyak rumah tangga di
Indonesia yang belum memiliki fasilitas pembuangan tinja sehingga pembuangan
kotoran disembarang tempat akan dapat menyebabkan gangguan kesehatan
melalui vektor serangga atau binatang penular penyakit diantaranya diare.
5. Jenis Jamban
a) Jamban Cemplung (Pit Latrine)
Menurut Tarigan, E,. 2008, jamban cemplung ini banyak dipedesaan
tapi kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban. Jenis jamban ini,
kotoran langsung masuk kejamban dan tidak terlalu dalam karena akan
mengotori air tanah. Dalamnya sekitar 1,5-3 meter.
b) Jamban Cemplung Berventilasi
Menurut Tarigan, E,. 2008, jamban ini mirip dengan jamban cemplung,
bedanya lebih lengkap yaitu memakai ventilasi pipa yang terbuat dari bahan
bambu untuk pertukaran udara.
c) Jamban Empang
Menurut Tarigan, E,. 2008, dalam jamban ini dibangun diatas empang,
bedanya disini terjadi daur ulang, yakni tinja bisa langsung dimakan ikan, ikan
dimakan orang, lalu orang mengeluarkan tinja, dan seterusnya. Jamban ini
berfungsi mencegah tercemarnya lingkungan oleh tinja, juga menambah
protein bagi nelayan penghasil ikan.
d) Jamban Pupuk (compost privy)
Menurut Tarigan, E,. 2008, jamban ini seperti kakus cemplung, dan
lebih dangkal galiannya. Fungsinya membuang kotoran, sampah dan daun-
daunan.
(1) Mula-mula membuat jamban cemplung biasa
(2) Lapisan bawah sendiri ditaruh sampah daun-daunan
(3) Diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran hewan setiap hari
(4) Setelah 20 inchi, ditutup dedaunan sampah dan diberi kotoran sampai
penuh
(5) Setelah penuh ditimbun tanah, dan dibuat jamban baru. Lebih kurang 6
bulan digunakan untuk pupuk tanaman baru
6. Jarak Sumur Resapan Jamban dengan Sumber Air
Jarak sumur resapan jamban dengan sumber air dianjurkan setidak-tidaknya
berjarak 50 kaki antara resapan jamban dengan sumber air (Ehler and Steel,
1958). Namun di Indonesia jarak tersebut 10 meter untuk tanah berpasir atau 15
meter tanah kapur atau tanah liat yang memungkinkan adanya celah rongga.
Karena bakteri E-coli patogen (bersifat anaerob) penyebab diare biasanya
mempunyai usia harapan hidup selama tiga hari. Sedangkan kecepatan aliran air
dalam tanah berkisar 3 meter per hari (rata-rata kecepatan aliran air dalam tanah
di pulau jawa 3 meter/hari), sehingga jarak ideal antara sumur resapan dengan
sumber air 3 meter per hari x 3 hari = 9 meter, akan tetapi ditambah satu meter
sebagai jarak pengaman.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Gambar III.1: Kerangka Konsep Pengaruh Jamban dan Penggunaannya terhadap Kejadian Diare
Faktor PHBS1. Persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan2. Memberi ASI eksklusif3. Menimbang bayi dan balita4. Menggunakan air bersih5. Mencuci tangan dengan air bersih
dan sabun
6. Menggunakan jamban sehat
7. Membrantas jentik nyamuk di rumah
8. Makan buah dan sayur setiap hari9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari10. Tidak merokok di dalam rumah
1. PHBSa. Penggunaan jambanb. Kebersihan jambanc. Cuci tangan setelah
membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita
2. Pendukung PHBSa. Kepemilikan jambanb. Jenis jambanc. Jarak sumur resapan jamban
dengan sumber air
Kejadian Diare anak dibawah lima tahun di Desa Karang Anyar Kecamatan Tambelangan Kabupaten Sampang
Keterangan
: Aspek atau variabel yang
tidak diteliti
: Aspek atau variabel yang
diteliti
6. Menggunakan jamban sehat
Penjelasan
1. Penggunaan Jamban
Tinja dapat menimbulkan rangsangan lalat yang berperan sebagai vektor penyakit
saluran cerna, seperti diare. Upaya penyehatan pembuangan kotoran bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam penyediaan
dan penggunaan sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat kesehatan.
Dengan adanya jamban dan penggunaan yang tepat maka lingkungan akan
terhindar dari pencemaran tinja yang dapat menimbulkan terjadinya diare.
2. Kebersihan Jamban
Penyakit diare dapat ditularkan melalui kotoran manusia, semua orang dalam
keluarga harus menggunakan jamban dan jamban harus dalam keadaan bersih agar
terhindar dari serangga yang dapat menularkan atau memindahkan penyakit pada
makanan. Penggunaan jamban yang sehat dan menjaga kebersihan jamban dapat
menurunkan resiko penyakit diare.
3. Cuci Tangan Setelah Membersihkan Tinja dan Sebelum Menyuapi Balita
Dengan adanya kebiasan mencuci tangan setelah membersihkan tinja dan sebelum
menyuapi balita bisa mendukung penurunan angka kesakitan diare karena
kebiasaan mencuci tangan bisa mencegah masuknya kuman melalui tangan.
4. Kepemilikan Jamban
Bila dalam sebuah rumah tidak mempunyai jamban maka akan buang air besar di
sembarang tempat sehingga mencemari air tanah yang dapat mempengaruhi
kualitas air sumur dan berdampak terhadap penyebaran penyakit diare.
5. Jenis Jamban
Bila jenis jambannya cemplung maka kecenderungan untuk menimbulkan diare
lebih besar karena mudah terjangkau oleh lalat dibandingkan dengan jamban yang
dilengkapi dengan water sealed latrine.
6. Jarak Sumur Resapan Jamban dengan Sumber Air
Jarak sumur resapan jamban dengan sumber sekurang-kurangnya 10 meter agar
tidak mempunyai kontribusi terhadap kontaminasi sumber air yang digunakan
sebagai sumber air minum.
B. Hipotesis
1. Penggunaan jamban berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita di Desa
Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
2. Kebersihan jamban berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita di Desa
Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
3. Mencuci tangan setelah membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita
berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita di Desa Karang Anyar
Kec.Tambelangan Kab.Sampang
4. Kepemilikan jamban berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita di Desa
Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
5. Jenis jamban berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita di Desa Karang
Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
6. Jarak sumur resapan jamban dengan sumber air berpengaruh terhadap kejadian
diare pada balita di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penempang (cross sectional) karena
variabel sebab dan akibat diukur pada waktu yang bersamaan. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional analitik karena menganalisis pengaruh
ketersediaan jamban dan penggunaannya terhadap kejadian diare anak dibawah lima
tahun (balita) dan data didapatkan dengan melakukan wawancara serta observasi.
B. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak dibawah lima tahun (balita)
yang bertempat tinggal di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
sejumlah 230 balita.
C. Sampel
1. Besar sampel
Penetapan besar sampel dilakukan dengan menggunakan formula sebagai
berikut (Dahlan, M. S. 2010).
2. Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simple
random sampling atau acak sederhana.
n = 2α² x PQ
d²
n = (1,96)² x 0,5 (1-0,5)
(0,2)²
= 97
Keterangan :
n = Besar sampel
P = Proporsi terjadinya diare
Q = Proporsi tidak terjadinya diare (1-P)
d = Derajat ketepatan
α = Derajat
Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini
paling sedikit 97 balita.
3. Kriteria sampel
a.Kriteria inklusi
Usia sampel 1-5 tahun
Satu keluarga diwakili oleh satu balita
Ibu atau keluarga bersedia anak balitanya dijadikan subyek penelitian
b.Kriteria eksklusi
Ibu atau orangtua tidak bersedia terlibat sebagai subyek penelitian
Tidak ditempat pada saat penelitian atau wawancara
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
a. Penggunaan jamban
b. Kebersihan jamban
c. Cuci tangan setelah membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita
d. Kepemilikan jamban
e. Jenis jamban
f. Jarak sumur resapan jamban dengan sumber air
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kejadian diare dalam 3 bulan
terakhir pada balita di Desa Karang Anyar Kec.Tambelangan Kab.Sampang
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian dilaksanakan di Desa Karang Anyar, Kecamatan Tambelangan,
Kabupaten Sampang
2. Waktu penelitian adalah bulan Maret sampai dengan bulan April 2014
F. Definisi Operasional
Tabel IV.1: Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional
Kategori dan Kriteria
Parameter dan Skala
PengukuranDiare Suatu keadaan
dimana terjadi buang air besar cair atau mencret dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari dalam kurun waktu 3 bulan terakhir yang dialami oleh balita yang terpilih sebagai sampel
1. Diare2. Tidak diare
Nominal
Penggunaan jamban atau tempat buang air besar
Perilaku buang air besar di jamban
1. Ya2. Tidak
Nominal
Kebersihan jamban
Jamban yang bersih, adalah:- Tidak berbau- Tidak licinTidak ada kotoran yang dapat mendatangkan atau menarik serangga untuk datang
1. Jamban bersih apabila memenuhi 2 sampai 3 syarat
2. Jamban tidak bersih apabila hanya memenuhi 1 syarat atau tidak sama sekali
Nominal
Perilaku mencuci tangan setelah membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita
Kebiasaan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun setelah membersihkan tinja dan sebelum menyuapi balita
1. Ya2. Tidak
Nominal
Kepemilikan jamban
Tersedianya fasilitas untuk buang air besar di rumah
1. Memiliki2. Tidak
Nominal
Jenis Jamban Jenis jamban dibedakan atas jamban yang dilengkapi dengan water sealed latrine dan yang tidak
1. Water sealed latrine
2. Tanpa water sealed latrine
Nominal
Jarak sumur resapan jamban dengan sumber air
Jarak sumur resapan jamban dengan sumber air yang sehat setidak-tidaknya 10 meter
1. > 10 m2. < 10 m
Nominal
G. Prosedur Penelitian
1. Langkah-langkah penelitian
Gambar IV.1: Bagan Langkah-Langkah Penelitian
2. Jumlah petugas
Petugas dalam penelitian ini adalah 1 mahasiswa sebagai peneliti, 2 mahasiswa
yang membantu peneliti saat penelitian dan 1 petugas Puskesmas Tambelangan
mendampingi saat penelitian.
Populasi (anak balita)
Sampel (97 anak balita) dengan ibu sebagai responden
Pengumpulan data (wawancara dan observasi)
Pengolahan data dengan SPSS
Analisis dan kesimpulan
3. Jadwal pengumpulan data
Tabel IV.2: Jadwal Pengumpulan Data
NO KEGIATAN MINGGU
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pengajuan izin
2 Pengumpulan data
3 Pengolahan dan
analisi data
4 Penyusunan
laporan
5 Seminar/ujian
4. Bahan dan alat
a. Instrumen : Kuesioner
b.Bahan : Meteran
5. Teknik pengolahan data
a.Pengkajian data (editing)
Peneliti mengkaji dan meneliti kembali kelengkapan pengisian kuisioner yang
telah terkumpul untuk proses berikutnya.
b.Tabulasi data
Peneliti mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya dengan
memberi kode pada jawaban yang sesuai kategorinya untuk kemudian dilakukan
entry data dengan menggunakan komputer dan hasilnya berupa tabel.
H. Analisis Data
Data penelitian ini diolah dan dianalisis secara kuantitatif dengan
menggunakan program komputer SPSS dengan menggunakan uji Chi Square. Nilai α
ditetapkan sebesar 0,05.
Tingkat kuat dan lemahnya korelasi menurut Sugiyono (1999) dapat dilihat
berdasarkan rentang nilai Koefisien Kontingensi sebagai berikut:
1. Korelasi sangat lemah : 0,000 – 0,199.
2. Korelasi lemah : 0,2 – 0,0399.
3. Korelasi sedang : 0,4 – 0,599.
4. Korelasi kuat : 0,6 – 0,799.
5. Korelasi sangat kuat : 0,8 – 0,999.
LEMBAR KUESIONER
Nama Ibu :
Nama Balita :
Umur Balita :
Alamat :
DAFTAR PERTANYAAN
Lingkarilah jawaban yang anda pilih dari pertanyaan di bawah ini
1. Apa pendidikan ibu balita terakhir ?
a) Tidak sekolah
b) SD
c) SMP
d) SMA
e) Akademik atau Perguruan Tinggi
2. Berapa penghasilan rata-rata kepala keluarga ibu dalam 1 bulan ?
a) Kurang dari Rp 500.000 per bulan
b) Rp 500.000 – 1.000.000 per bulan
c) Lebih dari 1.000.000 per bulan
3. Apakah ibu mengetahui tentang cara penularan penyakit diare ?
a) Tahu
b) Tidak tahu
4. Dari siapa ibu mengetahui pengetahuan tersebut ?
a) Petugas kesehatan (Kader Desa)
b) Perangkat desa
c) Teman
d) Tetangga
5. Apakah pernah mendapatkan penyuluhan tentang penyakit diare?
a) Pernah
b) Tidak pernah
6. Apakah anak balita ibu pernah menderita diare dalam 3 bulan terakhir ?
a) Ya
b) Tidak
7. Apakah ibu mempunyai jamban di rumah ?
a) Ya
b) Tidak
8. Jika tidak mempunyai jamban, kemana ibu Buang Air Besar ?
a) Di sungai
b) WC umum
c) Sawah atau tempat lain (sebutkan.............................................................................)
9. Bagaimana kebersihan jamban (observasi)
a) Bersih
b) Tidak bersih
10. Apakah ibu mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan tinja (observasi)
a) Ya
b) Tidak
11. Apakah jamban ibu menggunakan leher angsa (water sealed latrine) (observasi)
a) Ya
b) Tidak
12. Berapa jarak sumur resapan (tempat penampungan tinja) dengan sumber air (diukur)
a) > 10 m
b) < 10 m
DAFTAR PUSTAKA
Armanji. 2010. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Bara-Baraya Makassar, (http://ismisuparmanarman.blogspot.com/2010/07/ hubungan-sanitasi-lingkungan-dengan.html)
Bintoro, B. R. T. 2010. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kecamatan Jatipura Kabupaten Karang Anyar, (http://www.scribd.com/doc /73904866/J410050010)
Buku Panduan Air dan Sanitasi, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI Bekerjasama dengan Swiss Development Couperation. 2009. Menteri Negara Riset dan Teknologi, (http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=5&doc=5d2)
Departemen Kesehatan RI. 1992. Buku Pegangan Kader Penyuluhan Kesehatan Lingkungan. Edisi 3. Dirjen P2M PL-Unicef. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Propinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia. 2005. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Dinas Kesehatan Kota Surabaya. 2010. Laporan Tahunan. Departemen Kesehatan. Surabaya
Environmental Sanitation’s Journal. 2010. Kriteria Jamban Sehat, (http://environmental sanitation.wordpress.com/category/jamban-sehat/)
Hati, S. 2008. Pengaruh Strategi Promosi Kesehatan Terhadap Tingkat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pada Tatanan Rumah Tangga Di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6772/1/ 09E00149.pdf)
Kusnoputranto. 1995. Kesehatan Lingkungan. FKM UI. Jakarta
Munadhir. 2012. Sanitasi Lingkungan dan Kejadian Diare Di Kelurahan Takalar Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar, (http://fkm-uvri.blogspot.com/2012/04/jurnal-2.html)
Notoadmodjo, S. 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Pokja AMPL Nasional. 2010. Tujuh Syarat Membuat Jamban Sehat, (http://www.sanitasi. or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=255:tujuh-syarat-membuat-jamban-sehat&catid=55:berita&Itemid=125)
Salimmadjid. 2009. Pengetahuan dan Tindakan Masyarakat Dalam Pemanfaatan Jamban Keluarga, (http://datinkessulsel.wordpress.com/2009/06/26/pengetahuan-dantindakan -masyarakat-dalam-pemanfaatan-jamban-keluarga/)
Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Karya Putra Darwati. Bandung
Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke 2. Sagung Seto. Jakarta
Sinthamurniwaty. 2006. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi Kasus Di Kabupaten Semarang), (http://eprints.undip.ac.id/15323/1/SINTAMURNIWATYE 4D002073.pdf)
Wulandari, A. P. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosiodemografi dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Blimbing Kecamatan Sombirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009, (http://etd.eprints.ums.ac.id/5960/1/J410050008. PDF)