proposal

77
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang United Natioans Children’s Fund (UNICEF) tahun 2007 menyebutkan bahwa 27 juta anak di bawah lima tahun (balita) dan 40 juta ibu hamil di seluruh dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin. Akibatnya diperkirakan sekitar 2 juta orang meninggal tiap tahunnya (WHO, 2007). Sejak diluncurkan Program Pengembangan Imunisasi (EPI) pada tahun 1974, imunisasi telah menyelamatkan lebih dari 20 juta jiwa pada dua dasawarsa. Imunisasi dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa dan dana dibandingkan bentuk-bentuk intervensi lainnya. Program imunisasi merupakan intervensi kesehatan dengan pembiayaan efektif. Tidak hanya jiwa yang terselamatkan tapi juga memacu pembangunan yaitu dengan mengurangi beban biaya penyakit dan kematian pada sebuah keluarga.

Upload: abialfarabi242403

Post on 09-Nov-2015

247 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

retertret

TRANSCRIPT

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

United Natioans Childrens Fund (UNICEF) tahun 2007 menyebutkan bahwa 27 juta anak di bawah lima tahun (balita) dan 40 juta ibu hamil di seluruh dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin. Akibatnya diperkirakan sekitar 2 juta orang meninggal tiap tahunnya (WHO, 2007).

Sejak diluncurkan Program Pengembangan Imunisasi (EPI) pada tahun 1974, imunisasi telah menyelamatkan lebih dari 20 juta jiwa pada dua dasawarsa. Imunisasi dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa dan dana dibandingkan bentuk-bentuk intervensi lainnya. Program imunisasi merupakan intervensi kesehatan dengan pembiayaan efektif. Tidak hanya jiwa yang terselamatkan tapi juga memacu pembangunan yaitu dengan mengurangi beban biaya penyakit dan kematian pada sebuah keluarga. Imunisasi adalah cara untuk mencegah agar anak terhindar dari cacat atau penyakit yang mematikan dengan biaya efektif (DepKes 2010).

Salah satu upaya pencegahan penyakit adalah dengan dilakukannya imunisasi. Imunisasi merupakan cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh seseorang terhadap penyakit, sehingga kelak jika terpapar penyakit tidak akan menderita penyakit tersebut. Imunisasi merupakan program upaya pencegahan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imuisasi (PD3I), yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Hepatitis B, Polio dan Campak. Imunisasi juga merupakan upaya nyata pemerintah untuk mencapai Milenium Development Goals (MDGs), khususnya untuk menurunkan angka kematian anak. Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi diukur dengan pencapaian Universal Child Immunization (UCI) yaitu minimal 80% bayi di desa atau kelurahan telah mendapatkan imunisasi lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio, dan Campak (Depkes, 2010).

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2008). Sesuai dengan program organisasi dunia World Health Organization (WHO), pemerintah mewajibkan imunisasi yang termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Imunisasi tersebut adalah BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan Campak. Kelima imunisasi tersebut dikenal dengan Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) yang merupakan imunisasi wajib bagi < 1 tahun. Jumlah dan interval pemberian setiap imunisasi berbeda-beda, diantaranya satu kali imunisasi BCG diberikan ketika bayi berumur kurang dari 3 bulan, imunisasi DPT-HB diberikan ketika bayi berumur 2,3,4 bulan dengan interval minimal 4 minggu, imunisasi polio diberikan pada bayi baru lahir dan tiga kali berikutnya diberikan dengan jarak paling cepat 4 minggu. Imunisasi campak diberikan pada bayi berumur 9 bulan (Depkes, 2010).

Upaya imunisasi di Indonesia mulai diselenggarakan pada tahun 1956, ini merupakan upaya kesehatan yang paling cost effecive, karena dengan imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Pada tahun 1977 upaya imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu : tuberkulosis, difteri, pertusi, campak, polio, tetanus dan hepatitis B (Depkes, 2008). Menurut Depkes (2009) kurang dari separuh (46%) anak usia satu tahun mendapat imunisasi dasar lengkap, (45%) mendapat imunisasi dasar tidak lengkap dan (9%) sama sekali tidak mendapat imunisasi dasar.

Menurut data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (2012), didapatkan hasil dengan persentase imunisasi menurut jenisnya yang tertinggi sampai terendah adalah untuk BCG (77,9%), campak (74,4%), polio (66,7%) dan terendah DPT-HB (61,9%). Bila dilihat masing-masing imunisasi menurut provinsi, Banten menempati urutan ke 15 dengan hasil BCG (76,3%), Polio (64,5%), DPT-HB (57,7%), Campak (69,3%). Adapun cakupan imunisasi dasar lengkap sudah didapatkan anak umur 12-23 bulan sebesar 53,8%, yang tidak lengkap sebesar 33,5% dan yang tidak imunisasi sebesar 12,7%. Sedangkan jika dilihat dari segi pendidikan orang tua, tamat SD (48,8%), tamat SMP (57,0%), tamat SMA (61,1%), Perguruan Tinggi (67,7%).

Menurut Yendra (2012), anak usia satu tahun yang tidak mendapat imunisasi dasar paling banyak di Jawa Barat (41,2 ribu anak), diikuti dengan Sumatera Utara (40,8 ribu anak), Jawa Timur (36,9 ribu anak), Banten (26,0 ribu anak) dan Sulawesi Selatan (20,1 ribu anak).

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang (2012), terdapat 57.733 bayi di Kabupaten Tangerang yang menjadi sasaran imunisasi. Sebanyak itu, baru 43,1 % (24.860) saja yang telah mendapatkan vaksi BCG. Masih ada 56,9% lagi bayi yang belum mendapatkan vaksin yang berfungsi mencegah penyakit TBC tersebut.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ladifre (2011), dari 234 responden ibu atau masyarakat yang mempunyai anak berumur 12-59 bulan diperoleh hasil sebesar 28,2% yang melakukan imunisasi dasar lengkap. Adapun jika dilihat dari segi jarak ke pelayanan kesehatan, dari 64 ibu dengan jarak terdekat > 2,5 km diperoleh 15 (23,4%) menunjukkan status imunisasi dasar anaknya lengkap dan 51 (30,0%) dari 170 dengan jarak < 2,5 km menunjukkan status imunisasi anaknya lengkap. Dan menunjukkan bahwa masih cukup rendahnya masyarakat atau ibu mengimunisasikan balitanya di Kabupaten Tangerang.

Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karena pada umumnya tanggung jawab untuk mengasuh anak diberikan pada orang tua khususnya ibu. Oleh karena itu, pengetahuan seorang ibu sangat menentukan kemudahan dalam menerima setiap pembaharuan. Makin tinggi tingkat pengetahuan ibu, maka akan semakin cepat tanggap dengan perubahan kondisi lingkungan, dengan demikian lebih cepat menyesuaikan diri dan selanjutnya akan mengikuti perubahan itu (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Tangerang (2012), bahwa cakupan imunisasi di wilayah kerja Puskesmas Mauk tergolong rendah karenan persentase cakupan imunisasinya adalah BCG (84%), Polio (78,16%), DPT+HB 1(78,2%), DPT+HB 3(74,7%), Campak (71,9%). Dengan hasil seperti itu, menunjukkan bahwa status imunisasi dasar lengkap belum mencapai standar Universal Child Immunization (UCI). Sedangkan data yang diperoleh dari Puskesmas Mauk (2013), dari 643 bayi hanya 629 bayi yang sudah mendapatkan imunisasi lengkap.

Semakin tingginya tingkat kesakitan atau kematian anak dan balita serta ancaman kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat tidak dilakukannyaimunisasi, membuat peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan tentang imunisasi dengan perilaku masyarakat untuk melakukan imunisasi di Puskesmas Mauk.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan masalah penelitian adalah apakah ada hubungan pengetahuan tentang imunisasi dengan perilaku masyarakat untuk melakukan imunisasi di Puskesmas Mauk?

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran karakteristik masyarakat yang meliputi usia, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

2. Bagaimana gambaran pengetahuan masyarakat terhadap imunisasi.

3. Bagaimana gambaran perilaku masyarakat terhadap imunisasi.

4. Apakah ada hubungan pengetahuan tentang imunisasi dengan perilaku masyarakat untuk melakukan imunisasi di Puskesmas Mauk?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang imunisasi dengan perilaku masyarakat untuk melakukan imunisasi di Puskesmas Mauk.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik masyarakat yang meliputi usia, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat terhadap imunisasi.c. Untuk mengetahui gambaran perilaku masyarakat terhadap imunisasi.

d. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang imunisasi dengan perilaku masyarakat untuk melakukan imunisasi di Puskesmas Mauk

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi PendidikanPenelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan informasi bagi peserta didik dan referensi untuk acuan dalam penelitian selanjutnya dimasa yang akan datang mengenai hubungan pengetahuan tentang imunisasi dengan perilaku masyarakat untuk melakukan imunisasi2. Bagi Puskesmas Mauk

Diharapkan penelitian ini dijadikan masukan bagi Puskesmas Mauk dalam membuat kebijakan selanjutnya untuk meningkatkan persentase kelengkapan imunisasi mengenai hubungan pengetahuan tentang imunisasi dengan perilaku masyarakat untuk melakukan imunisasi. Sehingga bisa menjadi acuan buat Puskesmas melalui intervensi lebih lanjut.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan serta dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian yang akan datang mengenai aspek lain yang dapat dikembangkan dalam penelitian tentang imunisasi.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Imunisasi

1. Definisi

Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibody, yang dalam bidang ilmu imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut antigen). Secara khusus antigen merupakan bagian dari protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kalinya masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti terhadap racun kuman yang disebut dengan antibodi (Riyadi & Sukarmin, 2009).Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2009). Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang dilemahkan, dibunuh atau bagian-bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikisi (Williams, 2007).Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus yang menjadi penyebab penyakit yang bersangkutan, yang telah dilemahkan atau dimatikan, atau diambil sebagian atau mungkin tiruan dari penyebab penyakit, yang secara sengaja dimasukkan ke dalam tubuh seseorang atau kelompok orang, yang bertujuan merangsang timbulnya zat anti penyakit tetentu pada orang-orang tersebut. Sebagai akibatnya, maka orang yang diberi vaksin akan memiliki kekebalan terhadap penyakit yang bersangkutan (Achmadi, 2009).Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukan kedalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak dan melalui mulut seperti vaksin polio (Hidayat, 2008).

2. Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan suatu penyakit tertentu dari dunia (Ranuh, 2008). Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosis (Notoatmodjo, 2003).

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. Secara umun tujuan imunisasi antara lain: (Atikah, 2010)

a. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular

b. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular

c. Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita 3. Manfaat Imunisasi

Imunisasi sangat penting untuk melindungi bayi terhadap penyakit-penyakit menular, yang bahkan bisa membahayakan jiwa (Williams, 2007). Imunisasi juga merupakan upaya untuk pemusnahan penyakit secara sistimatis (Achmadi, 2009). Sedangkan menurut Yusrianto (2010), imunisasi bertujuan agar zat kekebalan tubuh balita terbentuk sehingga resiko untuk mengalami penyakit yang bersangkutan lebih kecil. Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu (Hidayat, 2008).4. Macam-macam Imunisasi

Macam-macam imunisasi ada dua macam yang diantaranya adalah :

a. Imunisasi aktif Merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan membuat antibodi yang akan bertahan bertahun-tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif (Riyadi & Sukarmin, 2009).

Menurut Yusrianto (2010), imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio dan campak.Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagian dari antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon (Hidayat, 2008). Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya :1) Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.

2) Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.

3) Preservative, stabiliser dan antibiotika yang berguna untuk menghindari tubuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.4) Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan imunisasi antigen.

b. Imunisasi pasif

Pada imunisasi pasif tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikan bahan atau serum yang telah mengandung zat anti. Atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan (Riyadi & Sukarmin, 2009).

Sedangkan menurut Yusrianto (2010), imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kehamilan, misalnya antibodi terhadap campak.Menurut Hidayat (2008), imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobin) yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.

5. Imunisasi Dasar Bayi

Imunisasi adalah sarana untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Imunisasi dapat melindungi anak-anak dari penyakit melalui vaksinasi yang bisa berupa suntikan atau melaui mulut. Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian imunisasi dan status nutrisi terutama kecukupan protein karena protein diperlukan untuk mensintesis antibodi (Hidayat, 2009). Berikut beberapa imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah :a. Imunisasi BCG

1). Fungsi

Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis (TBC) tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama Mycobacterium tuberculosis complex. Pada manusia, TBC terutama menyerang sistem pernafasan (TB paru), meskipun organ tubuh lainnya juga dapat terserang (penyebaran atau ekstraparu TBC). Mycobacterium tuberculosis biasanya ditularkan melalui batuk seseorang. Seseorang biasanya terinfeksi jika mereka menderita sakit paru-paru dan terdapat bakteria didahaknya. Kondisi lingkungan yang gelap dan lembab juga mendukung terjadinya penularan. Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung bakteri tuberkulosis. Bakteri ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati atau selaput selaput otak (yang terberat). Infeksi primer terjadi saat seseorang terjangkit bakteri TB untuk pertama kalinya. Bakteri ini sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berkembang (Aliya, 2011).Komplikasi pada penderitaan TBC, sering terjadi pada penderita stadium lanjut. Berikut, beberapa komplikasi yang bisa dialami:

a) Hemotasis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipofolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

b) Lobus yang tidak berfungsi akibat retraksi bronchial.

c) Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat) pada proses pemulihan atau retraksi pada paru.

d) Pneumotorak spontan (adanya udara di dalam rongga pleura): kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

e) Penyebaran infeksi ke organ lainnya seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.

f) Insufiensi kardio pulmoner.

Menurut Aliya (2011), Imunisasi BCG tidak mencegah infeksi TB tetapi mengurangi risiko TB berat seperti meningitis TB atau TB miliar. Faktor-faktor yang mempangaruhi efektifitas BCG terhadap TB adalah perbedaan vaksin BCG, lingkungan, faktor genetik, status gizi dan faktor lain seperti paparan sinar ultraviolet terhadap vaksin.

b. Cara pemberian dan dosis

Vaksin BCG merupakan bakteri tuberculosis bacillus yang telah dilemahkan. Cara pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikan, vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,05 cc untuk bayi dan 0,1 cc untuk anak dan orang dewasa. Imunisasi BCG dilakukan pada bayi usia 0-2 bulan, akan tetapi biasanya diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan. Dapat diberikan pada anak dan orang dewasa jika sudah melalui tes tuberkulin dengan hasil negatif. Imunisasi BCG disuntikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikan ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan, agar dapat dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10 mm, ukuran 26). Kerjasama antara ibu dengan petugas imunisasi sangat diharapkan, agar pemberian vaksin berjalan dengan tepat (Aliya, 2011).

c. Kontra indikasi

Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada kondisi:

1) Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti eksim, furunkulosis dan sebagainya.

2) Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau anak yang sedang menderita TBC

d. Efek samping

Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada imunisasi dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan demam. Setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pastula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan khusus karena luka ini akan sembuh dengen sendirinya secara spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher. Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam.

2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus)

a. Fungsi

Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis, tetanus. Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas. Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring dan tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Pada pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri. Pada proses infeksi selanjutnya, bakteri difteri akan menyebarkan racun kedalam tubuh, sehingga penderita dapat menglami tekanan darah rendah, sehingga efek jangka panjangnya akan terjadi kardiomiopati dan miopati perifer. Cutaneus dari bakteri difteri menimbulkan infeksi sekunder pada kulit penderita (Aliya, 2011).

Difteri disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di mulut, tenggorokan dan hidung. Difteri menyebabkan selaput tumbuh disekitar bagian dalam tenggorokan. Selaput tersebut dapat menyebabkan kesusahan menelan, bernapas, dan bahkan bisa mengakibatkan mati lemas. Bakteri menghasilkan racun yang dapat menyebar keseluruh tubuh dan menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti kelumpuhan dan gagal jantung. Sekitar 10 persen penderita difteri akan meninggal akibat penyakit ini. Difteri dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang terkena penyakit ini.

Pertusis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Bordetella Perussis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi batuk yang hebat dan lama, batuk terjadi beruntun dan pada akhir batuk menarik napas panjang terdengar suara hup (whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Batuk bisa mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu pertusis disebut juga batuk seratus hari. Penularan penyakit ini dapat melalui droplet penderita. Pada stadium permulaan yang disebut stadium kataralis yang berlangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas (Suririnah. 2009).Penderita menunjukkan gejala demam, pilek, batuk yang makin lama makin keras. Pada stadium selanjutnya disebut stadium paroksismal, baru timbul gejala khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas panjang disertai bunyi whoops. Stadium paroksismal ini berlangsung 4-8 minggu. Pada bayi batuk tidak khas, whoops tidak ada tetapi sering disertai penghentian napas sehingga bayi menjadi biru (Muamalah, 2006). Akibat batuk yang berat dapat terjadi perdarahan selaput lendir mata (conjunctiva) atau pembengkakan disekitar mata (oedema periorbital). Pada pemeriksaan laboratorium asupan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis (Bordetella pertussis).

Batuk rejan adalah penyakit yang menyerang saluran udara dan pernapasan dan sangat mudah menular. Penyakit ini menyebabkan serangan batuk parah yang berkepanjangan. Diantara serangan batuk ini, anak akan megap-megap untuk bernapas. Serangan batuk seringkali diikuti oleh muntah-muntah dan serangan batuk dapat berlangsung sampai berbulan-bulan. Dampak batuk rejan paling berat bagi bayi berusia 12 bulan ke bawah dan seringkali memerlukan rawat inap dirumah sakit. Batuk rejan dapat mengakibatkan komplikasi seperti pendarahan, kejang-kejang, radang paru-paru, koma, pembengkakan otak, kerusakan otak permanen dan kerusakan paru-paru jangka panjang. Sekitar satu diantara 200 anak di bawah usia enam bulan yang terkena batuk rejan akan meninggal. Batuk rejan dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang berkena penyakit ini.

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali puat tanpa alat yang steril atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau orang dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi spora kuman tetanus, kuman ini paling banyak terdapat pada usus kuda berbentuk spora yang tersebar luas di tanah. Penderita akan mengalami kejang-kejang baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga mulut tidak bisa dibuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk, selanjutnya penderita mengalami kesulitan menelan dan kekakuan pada leher dan tubuh. Kejang terjadi karena spora kuman Clostridium tetani berada pada lingkungan anaerob, kuman akan aktif dan mengeluarkan toksin yang akan menghancurkan sel darah merah, toksin yang merusak sel darah putih dari suatu toksin yang akan terikat pada syaraf menyebabkan penurunan ambang rangsang sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang, biasanya terjadi pada hari ke 3 atau ke 4 dan berlangsung 7-10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan lengkung) pada umur diatas 1 bulan. Tetanus disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu dan kotoran hewan. Bakteri ini dapat dimasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum. Tetanus tidak dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Tetanus adalah penyakit yang menyerang sistem syaraf dan seringkali menyebabkan kematian. Tetanus menyebabkan kekejangan otot yang mula-mula terasa pada otot leher dan rahang. Tetanus dapat mengakibatkan kesusahan bernafas, kejang-kejang yang terasa sakit, dan detak jantung yang tidak normal. Karena imunisasi yang efektif, penyakit tetanus kini jarang ditemukan di Australia, namun penyakit ini masih terjadi pada orang dewasa yang belum diimunisasi terhadap penyakit ini atau belum pernah disuntik ulang (disuntik vaksin dosis booster).

b. Cara pemberian dan dosis

Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan diberika pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc. Cara memberiakn vaksin ini, sebagai berikut:

1. Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki telanjang

2. Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi

3. Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk

4. Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat

5. Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke dalam otot. Untuk mengurangi rasa sakit, suntikkan secara pelan-pelan. Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibodi dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan pemberian ketiga diperoleh cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-90%, daya proteksi vaksin tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-anak masih berkemungkinan untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis, tetapi lebih ringan. c. Efek samping

Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi menangis hebat kerana kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati dan syok. 3. Imunisasi campak

a. Fungsi

Imunisai campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak, measles atau rubelal adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Infeksi disebarkan lewat udara (airborne).Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet melalui udara, menempel dan berkembang biak pada epitel nasifaring. Tiga hari setelah infasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi vitemia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3C = coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus juga dapat berbiak pada susunan syaraf pusat dan menimbulkan gejala klinik ensefalitis. Setelah masa konvalesen menurun, hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi semakin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit. b. Gejala klinis

1) Panas meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke 4-5, pada saat ruam keluar

2) Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang berat. Membaik dengan cepat pada saat panas menurun.

3) Conjunctivitis ditandai dengan mata merah pada conjunctiva disertai dengan peradangan disertai dengan keluhan fotofobia.

4) Cough merupakan akibat peradangan pada epitel saluran nafas, mencapai puncak pada saat erupsi dan menghilang setelah beberapa minggu

5) Munculnya bercak koplik (kopliks spot) umumnya pada sekitar 2 hari sebelum munculnya ruam (hari ke 3-4) dan cepat menghilang setelah beberapa jam atau hari. Kopliks spot adalah sekumpulan noktah putih pada daerah epitel bukal yang merah, merupakan tanda klinik yang patognomonik untuk campak.

6) Ruam makulopapular semula berwarna kemerahan. Ruam ini muncul pertama pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga, menyebar ke arah perifer sampai pada kaki. Ruam umumnya saling rengkuh sehingga pada muka dan dada menjadi confluent. Ruam ini membedakan dengan rubella yang ruamnya diskreta dan tidak mengalami desquamasi. Telapak tangan dan kaki tidak mengalami desquamasi.

Diagnosis ditetapkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan serologik atau virologik yang positif yaitu bila terdapat demam tinggi terus menerus 38,5C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak napas atau dehidrasi. Gejala klinik terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium:

a) Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik.

b) Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam mukulo-papular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut kebelakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher dan akhirnya ke ekstremitas.

c) Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah tiga hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.

d) Sangat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk mewaspadai timbulnya komplikasi. Gizi buruk merupakan risiko komplikasi berat.

3. Cara pemberian dan dosis

Pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 CC. Sebelum disuntikan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang derisi 5 ml cairan pelarut. Kemudian suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan. Cara pemberian:

a. Atur bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu dengan seluruh lengan telanjang.

b. Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi dan gunakan jari-jari tangan untuk menekan ke atas lengan bayi.

c. Cepat tekan jarum ke dalam kulit yang menonjol ke atas dengan sudut 45 derajat.

d. Usahakan kestabilan posisi jarum.

4. Efek samping

Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. 5. Kontraindikasi

Pemberian imunisasi tidak boleh dilakukan pada orang yang mengalami immunodefisiensi atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia dan limfoma. 4. Imunisasi polio

a. Fungsi

Merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit poliomyelitis. Pemberian vaksin polio dapat dikombinasikan dengan vaksin DPT. Terdapat 2 macam vaksin polio:

1. Inactivated Polio Vaccine (IPV = Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan.

2. Oral Polio Vaccine (OPV = Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.

Bentuk trivalen (Trivalen Oral Polio Vaccine; TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, sedangkan bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan satu jenis polio. Poliomielitis adalah penyakit pada susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio tipe 1, 2, atau 3. Struktur virus ini sangat sederhana, hanya terdiri dari RNA genom dalam sebuah caspid tanpa pembungkus. Ada 3 macam serotipe pada virus ini, tipe 1 (PV1), tipe 2 (PV2), dan tipe 3 (PV3), ketiganya sama-sama bisa menginfeksi tubuh dengan gejala yang sama. Penyakit ini ditularkan orang ke orang melalui fekal-oral-route. Ketika virus masuk kedalam tubuh, partikel virus akan dikeluarkan dalam feses selama beberapa minggu. Gaya hidup dengan sanitasi yang kurang akan meningkatkan kemungkinan terserang poliomyelitis. Kebanyakan poliomyelitis tidak menunjukan gejala apapun. Infeksi semakin parah jika virus masuk dalam sistem aliran darah. Kurang dari 1% virus masuk dalam sistem syaraf pusat, akan tetapi virus lebih menyerang dan menghancurkan sistem syaraf motorik, hal ini menimbulkan kelemahan otot dan kelumpuhan (lumpuh layu akut = acute flaccid paralysis/ AFP). Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.

Polio dapat menyebabkan gejala yang ringan atau penyakit yang sangat parah. Penyakit ini dapat menyerang sistem pencernaan dan sistem syaraf. Polio menyebabkan demam, muntah-muntah dan kakuatan otot dan dapat menyerang syaraf-syaraf, mengakibatkan kelumpuhan permanen. Penyakit ini dapat melumpuhkan otot pernapasan dan otot yang mendukung proses penelanan, menyebabkan kematian. Diantara dua sampai lima persen penderita polio akan meninggal akibat penyakit ini dan sekitar 50% pasien yang masih bertahan hidup menderita kelumpuhan seumur hidup. Polio dapat ditularkan jika tinja penderita mencemari makanan, air atau tangan. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan terserang poliomyelitis antara lain dikarenakan malnutrisi, tonsilektomi, kurangnya sanitasi lingkungan, karena suntikan dan juga virus bisa ditularkan melalui plasenta ibu, sedangkan antibodi yang diberikan pasif melalui plasenta tidak dapat melidungi bayi secara adekuat.

b. Cara pemberian dan dosis

Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun).

Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung kemulut anak atau dengan atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru. Cara pemakaian:

1. Orang tua memegang bayi dengan lengan kepala di sangga dan dimiringkan ke belakang.

2. Mulut bayi dibuka hati-hati menggunakan ibu jari atau dengan menekan pipi bayi dengan jari-jari.

3. Teteskan dengan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke dalam lidah. Jangan biarkan alat tetes menyentuh bayi.

B. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan 1. Pengertian pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita, sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan (Notoatmodjo, 2010).Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda dan atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Irmayanti, 2007).Pada dasarnya pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui manusia, baik pengetahuan tersebut merupakan kesimpulan yang salah (keliru). oleh karenanya pengetahuan biasa saja salah akan tetapi pengetahuan yang hakiki sejatinya merupakan pengetahuan yang benar (Dea, 2008).Menurut Rogers dan Notoatmojo (2003), perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih lama daripada perilaku yang tidak didasarkan pengetahuan dan urutan proses dalam diri seseorang sebelum mengadopsi perilaku baru adalah sebagai berikut : a. Awarenes (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. Contohnya apabila seseorang yang tadinya tidak mengetahui pentingnya imunisasi dasar balita, menjadi tahu pentingnya imunisasi setelah di beritahu oleh orang lain.

b. Interest, yaitu orang memulai tertarik kepada stimulus. Contohnya setelah orang itu tahu akan pentingnya imunisasi dasar balita, orang tersebut mulai tertarik dan ingin memberikan imunisasi kepada anaknya. c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Contohnya setelah orang itu tertarik dan ingin memberikan imunisasi kepada anaknya, orang tersebut menimbung keuntungan dan kerugian jika anaknya tidak diberi imunisasi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku tersebut. Contohnya setelah orang itu menimbang dari keuntungan dan kerugian tidak memberikan imunisasi, orang tersebut mulai memberikan imunisasi dasar kepada anaknya.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Contohnya dari seseorang itu mulai mengetahui tentang imunisasi dasar balita hingga lengkap usia 9 bulan.

2. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuanPengetahuan yang tercakup dalam kognitif mempunyai enam tingkatan (Notoatmodjo, 2005). 1)Tahu ( know )Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali ( Recall ) terhadap suatu spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contohnya seseorang yang tahu berapa lama imunisasi dasar lengkap itu diberikan.

2)Memahami ( Comprehension )Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar. Contohnya setelah orang itu tahu berapa lama pemberian imunisasi dasar lengkap, orang tersebut menyimpulkan dan memikirkan dampak selanjutnya jika tidak di berikan imunisasi dasar.

3) Aplikasi ( Application )Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil ( sebenarnya ). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Contohnya setelah orang itu mengetahui dan memikirkan kedalam jangka panjang, orang tersebut mulai melakukan untuk pemberian imunisasi dasar dengan menggunakan buku-buku panduan atau materi mengenai imunisasi dasar lengkap.

4)Analisis ( Analysis)Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen- komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih kaitannya satu sama lain. Contohnya setelah orng tersebut melakukan aplikasi dari apa yang diketahui, dia bisa mengelompokkan manfaat-manfaat yang bisa di peroleh oleh bayi dan dirinya sendiri.5)Sintesis ( Syntesis )

Sintesis adalah menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian- bagian didalam suatu bentuk kesuluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada. Contohnya apabila seseorang yang sudah mengetahui manfaat dari imunisasi dasar yang diperoleh dari bayinya, dia akan mulai merencanakan untuk pemberian imunisasi hingga 9 bulan sesuai dengan teori dan pengetahuan yang dia dapat.

6)Evaluasi ( Evaluation )Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasrkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan criteria- criteria yang telah ada.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan- tingkatan tersebut di atas. Contohnya jika seseorang sudah bisa menerapkan pemberian imunisasi dasar berdasarkan materi yang dipelajari, dia akan bisa membedakan antara pertumbuhan bayi yang diberi imunisasi dasar lengkap dan bayi yang tidak diberi imunisasi dasar lengkap.Berdasarkan penelitian Musyida (2013) dari 53 responden pengetahuan masyarakat baik yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 84,38% dan pengetahuan yang kurang dengan status imunisasi lengkap sebanyak 47,62%. Sedangkan Wati (2013) dari 28 responden yang berpengetahuan baik semuanya memberikan imunisasi dasar lengkap (100%) dan dari 17 responden yang berpengetahuan cukup ternyata sebagian besar memiliki imunisasi lengkap yaitu sebanyak 10 responden (58,8%) dan dari 5 responden yang berpengetahuan kurang sebagian besar ibu tidak memberikan imunisasi lengkap yaitu sebanyak 3 orang (60%). Sedangkan berdasarkan penelitian Prayoga (2009) dari 87 responden ibu yang memiliki pengetahuan kurang yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 3 responden (7,0%) dan ibu yang memiliki pengetahuan cukup yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 17 responden (39,5%), sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan baik yang memberikan imunisasi dasar lengkap sebanyak 23 responden (53,5%).C. Tinjauan Umum Tentang Perilaku 1. Definisi

Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang pada dasarnya menyangkut dua aspek utama, yaitu fisik seperti misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit dan non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat.Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Suharsono, 2011).Keberhasilan upaya pencegahan dan pengobatan penyakit tergantung pada kesediaan orang yang bersangkutan untuk melaksanakan dan menjaga perilaku sehat. Banyak dokumentasi penelitian yang memperlihatkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemeriksaan kesehatan, imunisasi, serta berbagai upaya pencegahan penyakit dan banyak pula yang tidak memanfaatkan pengobatan modern. Karena itu tidaklah mengherankan bila banyak ahli ilmu perilaku yang mencoba menyampaikan konsep serta mengajukan bukti-bukti penelitian untuk menggambarkan, menerangkan dan meramalkan keputusan-keputusan orang yang berkaitan dengan kesehatan.Becker menuliskan pendapat Kasl dan Cobb yang mengatakan bahwa biasanya orang terlibat dengan kegiatan medis karena 3 alasan pokok yaitu: 1. Untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat gejala penyakit belum dirasakan (perilaku sehat). 2. Untuk mendapatkan diagnosis penyakit dan tindakan yang diperlukan jika ada gejala penyakit yang dirasakan (perilaku sakit).3. Untuk mengobati penyakit, jika penyakit tertentu telah dipastikan, agar sembuh dan sehat seperti sediakala, atau agar penyakit tidak bertambah parah (peran sakit).Menurut Notoatmodjo, semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu kepada Bloom. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju, Bloom menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan, kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap status kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap status kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia belum ada penelitian. Ahli lain, Lewrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni: faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktorfaktor yang mendukung (enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor pokok tersebut (Suharsono, 2011).2. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam, yakni:

a. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. Contoh lain adalah seorang yang menganjurkan orang lain untuk mengikuti keluarga berencana meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga berencana. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa ibu telah tahu gunanya imunisasi dan contoh kedua orang tersebut telah mempunyai sikap yang positif untuk mendukung keluarga berencana, meskipun mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert behavior).b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh tersebut, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah ikut keluarga berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut overt behavior.Notoatmodjo berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari: a) Ranah kognitif (cognitive domain)

b) Ranah afektif (affective domain)

c) Ranah psikomotor (psycomotor domain)BAB IIIKERANGKA KONSEPA. Konsep

Kerangka adalah abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep yang satu terhadap yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007).

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi adanya hubungan antara pengetahuan tentang imunisasi dengan perilaku masyarakat untuk melakukan imunisasi. Dalam penelitian ini kerangka konsep terdiri dari variabel independen (pengetahuan masyarakat) dan variabel dependen (perilaku masyarakat melakukan imunisasi). Secara sistimatis uraian dalam pemikiran tersebut terdapat dalam gambaran sebagai berikut :Skema 3.1 Kerangka Konsep

B. Definisi Operasional

Definisi opresasional adalah mendefinisikan secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang disajikan dalam penelitian (Hidayat, 2007).

VariableDefinisi OperasionalIndikatorAlat UkurSkala UkurSkor

Variabel terikatPerilaku masyarakat terhadap imunisasiRespon/reaksi responden terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya dalam melakukan imunisasi terhadap bayi atau anaknya.

Penilaian terhadap keinginan atau kemauan responden dalam melakukan imunisasi terhadap bayinya.Kuesioner

Nominal0. Negatif = skor responden < nilai median

1. Positif = skor responden nilai median (Azwar, 2013).

Variabel bebas Pengetahuan masyarakatSegala sesuatu yang diketahui responden mengenai pemberian imunisasiPenilaian terhadap tingkat pengetahuan masyarakat tentang imunisasi :

Definisi

Manfaat

Jenis-jenis imunisasi

Waktu pemberian Kuesioner Ordinal 1. Kurang = apabila skor tingkat pengetahuan responden skor < nilai median

2. Baik = apabila skor tingkat pengetahuan responden nilai median (Azwar, 2013).

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2008). Sedangkan menurut Notoatmdjo (2010) hipotesis adalah jawaban sementara dari penelitian, patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian. Maka hipotesis dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

a. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan antara pengetahuan tentang imunisasi dengan perilaku masyarakat untuk melakukan imunisasi di Puskesmas Mauk.

b. Hipotesis Nol (H0)

Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang imunisasi dengan perilaku masyarakat untuk melakukan imunisasi di Puskesmas Mauk.

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif korelasi, karena menganalisa hubungan antara variable independen (beban kerja) dan variable dependen (Pendokumentasian asuhan keperawatan). Model pendekatan yang digunakan pada peneliti ini adalah pendekatan secara cross sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) (Hidayat,2008).B. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi penelitianTempat penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mauk Kabupaten Tangerang.

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai selesai.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluuhan subyek penelitian dengan kata lain populasi adalah wilayah yang terdiri dari obyek atau subyek yang mempunyai jumlah dan karakteristik tertentu yang diteliti kemudian di tarik kesimpulannya (Arikunto, 2006).

Dari pengertian di atas maka dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah masyarakat yang memiliki balita, bayi atau anak di wilayah kerja Puskesmas Mauk Kabupaten Tangerang dengan jumlah populasi sebanyak 105 responden.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat,2008). Teknik sampling dalam penelitian ini adalah menggunakan Purposive Sampling yaitu pengambilan semua jumlah populasi yang berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi (Hidayat, 2008). Ada pun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah : NZ(2pq

N = d2 (N-1) + Z(2 pq

Keterangan :

n= besar sampel

p= Estimator proporsi populasi, jika tidak diketahui 0,5 (50 %)

q= 1 p

Z(2= Harga kurva normal yang tergantung dari harga alpha

N= Besar populasi

Berdasarkan rumus diatas, bila diketahui :

- N= 105

- (= 5 % (Z( - 1,96)

- q= 1 p = 0,5

- d= 5 % (0,05), maka

(105) x (1,96)2 x (0,5) x (0,5)

(0,05)2 x (107 1) + (1,96)2 x (0,5) x (0,5)

100,8

=

= 81,95

1,23

= 82 responden

Jadi Besar sampel dalam penelitian ini adalah 82 responden

3. Kriteria inklusi dan eksklusi

a) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Hidayat, 2008).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Masyarakat atau ibu yang memiliki bayi, balita atau anak yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Mauk Kabupaten Tangerang.

2) Masyarakat atau ibu yang bersedia menjadi responden dalam pembuktiannya dengan surat pernyataan yang telah ditanda tangani tanpa paksaan dan tekanan.

b) Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel (Hidayat, 2008).

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Masyarakat atau ibu yang memiliki bayi, balita atau anak yang tinggal di luar wilayah kerja Puskesmas Mauk Kabupaten Tangerang.

2) Masyarakat atau ibu yang menolak menjadi responden.

D. Instrumen dan Cara pengumpulan data

Data ini didapat secara langsung dari responden yaitu data primer dan data yang didapat dari status rekam medik pasien yaitu data sekunder. Metode kuesioner adalah metode yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data dengan daftar isian dan skala pernyataan yang dibuat peneliti dan diberikan kepada subyek penelitian. Tehnik pengambilan data dilakukan dengan memberikan angket kepada subyek penelitian yaitu masyarakat atau ibu yang memiliki bayi, balita atau anak yang menjadi sampel penelitian. Dengan menggunakan metode ini diharapkan peneliti akan memperoleh data mengenai pengetahuan dan perilaku terhadap imunisasi dari para responden. Variabel pengetahuan dan perilaku dalam penelitian ini diambil menggunakan metode kuesioner.

E. Pengolahan dan analisa data

1. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pengeditan data (Editing)Kegiatan dalam pengeditan data adalah pemeriksaan kuesioner yang diisi oleh responden. Aspek-aspek yang perlu diperiksa antara lain kelengkapan responden dalam mengisi setiap pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Jika pengisian belum lengkap, peneliti dapat meminta responden untuk mengisinya kembali. Jika hal itu tidak dilakukan, kuesioner tersebut tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisa data. Aspek lain yang diperiksa adalah konsistensi responden dalam hal pengisian kuesioner.

b. Memberi kode (coding)Setelah data terkumpul dan diseleksi serta diedit dilapangan, tahap berikutnya adalah mengkode data untuk setiap pertanyaan untuk memudahkan dalam pengolahan data.

Coding (pengkodean) data adalah pemberian kode-kode tertentu pada tiap-tiap data termasuk memberikan kategori untuk jenis data yang sama. Karena penelitian bersifat kuantitatif maka kode yang digunakan adalah skor, saya memberikan kode pada jawaban kuesioner yaitu :

1) apabila jawaban benar deiberi kode 22) apabila jawaban salah diberi kode 1c. Tabulasi Data (Tabulating)Langkah selanjutnya dalam pengolahan data setelah proses editing dan coding yaitu melakukan tabulasi. Peneliti membuat tabel-tabel bantu untuk mengelompokan data agar mudah dibaca dan dipahami dengan menggunakan program microsoft excel 2010.

d. Penyajian data

Tahap ini bertujuan menyajikan berbagai data hasil analisis sehingga data dapat terbaca dengan baik dan dapat menjawab semua pertanyaan. Dapat berupa tabel distribusi frekuensi, tabel silang dan grafik.

2. Analisa data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat adalah analisis untuk menggambarkan tiap variabel dengan menggunakan tabel frekuensi. Dalam analisis univariat datadata akan disajikan dengan tabel frekuensi, sehingga tergambar fenomena yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.

b. Analisa Bivariat

Dilakukan dengan tujuan untuk menguji variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dengan variabel terikat. Hal ini berguna untuk membuktikan atau menguji hipotesis yang telah dibuat. Berdasarkan tujuan penelitian dan skala data nominal dan ordinal maka analisis ini diarahkan pada pengujian hipotesis secara statistik dengan uji Chi Square (X),. Nilai keyakinan yang dipahami dalam uji statistik adalah 0,95 dan nilai kemaknaan ( = 0,05 (Notoatmodjo, 2005).

Jika P-value < (, maka Ho ditolak.

Jika P-value > (, maka Ho gagal ditolak.

Adapun rumus yang digunakan yaitu:

(O-E) X = -------- E Keterangan : X = Statistik Chi-Square. O = Frekuensi hasil observasi E = Frekuensi yang diharapkanDari hasil uji statistik dapat diketahui tingkat signifikan hubungan antara variabel independen dengan dependen.F. Etika Penelitian.

Masalah etika dalam penelitian keperawatan mrupakan maslah yang sangat penting dalam penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian.

Masalah etika penelitian meliputi :

1. Informed concent (persetujuan menjadi responden)Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (informed concent). Informed concent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed concent ini adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika subyek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan (Hidayat,2008).

2. Anonimity (tanpa nama)Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak memberikan nama responden pada lembar alat ukur, namun dalam hal ini responden hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data (Hidayat,2008).3. Confidentiality (kerahasiaan)Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi, maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data yang akan dilaporkan pada hasil penelitian (Hidayat, 2008).

G. Keterbatasan Peneliti

1. Keterbatasan penelitian adalah :

2. Penelitian ini hanya meneliti pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang imunisasi masih ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan melakukan iminusasi seperti sikap dan status ekonomi namun tak diteliti karena keterbatasan waktu.

3. Penelitian melibatkan subyek peneliti dalam jumlah terbatas, yakni sebanyak 82 responden, sehingga hasilnya belum dapat digeneralisasikan pada kelompok subyek dengan jumlah yang besar.

Variabel Dependen

Perilaku masyarakat melakukan imunisasi

Variabel Independen

Pengetahuan masyarakat

n =