proposal

21
A. Judul Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (Sig) Untuk Pemetaan Daerah Rawan Longsor Di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat B. Latar Belakang Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (2009), tataan geologi wilayah Indonesia saat ini terjadi sebagai akibat interaksi 3 lempeng utama dunia, yaitu Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah barat-baratlaut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun, Lempeng Samudra India-Benua Australia (Indo-Australia) yang bergerak ke utara- timurlaut dengan kecepatan sekitar 7 cm per tahun, serta Lempeng Benua Eurasia yang relatif diam, namun resultant sistem kinematiknya menunjukkan gerakan ke arah baratdaya dengan kecepatan mencapai 13 cm per tahun. Hasil interaksi dari lempeng-lempeng tersebut menyebabkan Indonesia rawan akan bencana geologi. 1

Upload: dian-mayasari

Post on 02-Jul-2015

448 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: proposal

A. Judul

Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (Sig) Untuk Pemetaan

Daerah Rawan Longsor Di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung

Barat

B. Latar Belakang

Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral

(2009), tataan geologi wilayah Indonesia saat ini terjadi sebagai akibat

interaksi 3 lempeng utama dunia, yaitu Lempeng Samudra Pasifik

yang bergerak ke arah barat-baratlaut dengan kecepatan sekitar 10

cm per tahun, Lempeng Samudra India-Benua Australia (Indo-

Australia) yang bergerak ke utara-timurlaut dengan kecepatan sekitar

7 cm per tahun, serta Lempeng Benua Eurasia yang relatif diam,

namun resultant sistem kinematiknya menunjukkan gerakan ke arah

baratdaya dengan kecepatan mencapai 13 cm per tahun. Hasil

interaksi dari lempeng-lempeng tersebut menyebabkan Indonesia

rawan akan bencana geologi.

Grafik 1. Kejadian Tanah Longsor Di Tiap Propinsi Tahun 2001-2003

Sumber: Soedradjat (2005) dalam Susilo (2008)

Salah satu bencana geologi yang sering terjadi di wilayah

Indonesia adalah longsor. Hal ini adalah karena morfologi Indonesia

1

Page 2: proposal

yang berbukit-bukit. Frekuensi longsor tertinggi berada di wilayah

Jawa Barat, karena menurut Kepala Subdirektorat Mitigasi Bencana

Geologi, Surono (2005), Jawa Barat terletak di daerah vulkanik

sehingga banyak terdapat titik rawan longsor. Daerah seperti itu

memiliki banyak gunung berapi aktif yang membuat tanah gembur.

Curah hujan tinggi dan banyak aliran sungai menambah kesuburan

tanah kendati hal itu menunjukkan kerentanan pergerakan tanah yang

tinggi.

Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Bandung lagi, wilayah Parongpong memiliki potensi gerakan tanah

antara menengah sampai tinggi dan juga berpotensi banjir bandang.

Berikut adalah tabel wilayah potensi gerakan tanah di Kabupaten

Bandung Barat bulan Maret 2011.

KABUPATEN KECAMATAN POTENSI

BANDUNG BARAT GUNUNGHALU Menengah-Tinggi

CILILIN Menengah-Tinggi

SIPONGKOR Menengah-Tinggi

SINDANGKERTA Menengah-Tinggi

PARONGPONG Menengah-Tinggi

Berpotensi Banjir Bandang

CIHAMPELAS

CIKALONG WETAN Menengah-Tinggi

PARONGPONG Menengah-Tinggi

Berpotensi Banjir Bandang

NGAMPRAH Menengah-Tinggi

CISARUA Menengah-Tinggi

Berpotensi Banjir Bandang

PADALARANG Menengah-Tinggi

CIPEUNDEUY Menengah-Tinggi

CIPATAT Menengah-Tinggi

BATUJAJAR Menengah-Tinggi

RONGGA Menengah-Tinggi

Keterangan

2

Page 3: proposal

Menengah Daerah yang mempunyai potensi Menengah untuk terjadi

Gerakan Tanah. Zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika

curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang

berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan,

atau jika lereng mengalami gangguan.

Tinggi Daerah yang mempunyai potensi Tinggi untuk terjadi

Gerakan Tanah. Pada zona ini dapat terjadi Gerakan

Tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan

gerakan tanah lama dapat aktif kembali.

Tabel 1. Wilayah Potensi Gerakan Tanah di Kabupaten Bandung Barat

Sumber: Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (2011) (Dimodifikasi)

Di kabupaten Bandung Barat sendiri tercatat sebanyak 59

bencana longsor yang terjadi pada periode Januari sampai Desember

tahun 2010 di berbagai kecamatan, termasuk di kecamatan

Parongpong yang juga menyebabkan 1 korban jiwa. Namun ironisnya,

Badan Penanganan Bencana Daerah di Kabupaten Bandung Barat

belum terbentuk, sehingga pihak pemadam kebakaran lah yang

menjadi tulang punggung dalam penanganan dan evakuasi korban

longsor.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan suatu

penelitian untuk mengidentifikasi daerah rawan longsor agar dapat

meminimalisasi terjadinya longsor yang dapat menyebabkan kerugian

materi maupun korban jiwa. Pemodelan penentuan kerawanan

bencana longsor sangat diperlukan sebagai bentuk penyederhanaan

dari dunia nyata. Penggunaan SIG sebagai alat analisis akan semakin

mempermudah dalam mengaplikasikan model yang telah dibuat. SIG

dapat menganalisis beberapa data spasial dengan input data skoring

dan melakukan overlay data secara sistematis sehingga

menghasilkan peta tingkat kerawanan longsor dengan jumlah kriteria

yang dapat ditentukan sendiri. Dengan model tersebut dapat

diidentifikasi kawasan rawan longsor yang kemudian akan digunakan

sebagai masukan rencana tata ruang di masa mendatang.

3

Page 4: proposal

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik wilayah yang rawan longsor?

2. Bagaimana kondisi penggunaan lahan yang di Kecamatan

Parongpong?

3. Bagaimana penerapan aplikasi SIG dalam menentukan daerah

rawan longsor di Kecamatan Parongpong?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi karakteristik wilayah yang rawan longsor.

2. Mengidentifikasi penggunaan lahan di Kecamatan Parongpong.

3. Mengidentifikasi penggunaan SIG untuk menentukan daerah

rawan longsor di Kecamatan Parongpong.

E. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan untuk rencana tata ruang wilayah

Kecamatan Parongpong.

2. Sebagai bahan pengayaan dalam memperdalam ilmu Sistem

Informasi Geografis.

3. Sebagai sumber data bagi penelitian lain yang terkait dengan

bencana longsor.

F. Tinjauan pustaka

1. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) atau juga dikenal dalam

bahasa Inggris sebagai Geographic Information System (GIS)

adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja

dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi

atau dengan kata lain SIG adalah suatu sistem basis data dengan

kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi

4

Page 5: proposal

keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja

(Barus dan Wiradisastra, 2000 dalam La An, 2007).

Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian-pengertian di

atas bahwa sistem informasi geografis (SIG) adalah suatu sistem

informasi yang digunakan untuk mengambil, menyimpan,

memeriksa, menyatukan, memanipulasi, menganalisa dan

menampilkan data yang berhubungan dengan permukaan bumi.

Dengan SIG kita akan dimudahkan dalam melihat

fenomena kebumian dengan perspektif yang lebih baik. SIG

mampu mengakomodasi penyimpanan, pemrosesan, dan

penayangan data spasial digital bahkan integrasi data yang

beragam, mulai dari citra satelit, foto udara, peta bahkan data

statistik. Dengan tersedianya komputer dengan kecepatan dan

kapasitas ruang penyimpanan besar seperti saat ini, SIG akan

mampu memproses data dengan cepat dan akurat dan

menampilkannya. SIG juga mengakomodasi dinamika data,

pemutakhiran data yang akan menjadi lebih mudah.

Barus dan Wiradisastra (2000) dalam La An (2007) juga

mengungkapkan bahwa SIG adalah alat yang handal untuk

menangani data spasial, dimana dalam SIG data dipelihara dalam

bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam

bentuk peta cetak, tabel atau dalam bentuk konvensional lainnya

yang akhirnya akan mempercepat pekerjaan dan meringankan

biaya yang diperlukan.

2. Komponen Sistem Informasi Geografis

Menurut John E. Harmon dan Steven J. Anderson, 2003

dalam Darmawan, 2006, komponen-komponen dalam SIG adalah

sebagai berikut.

a. Sumber daya manusia sebagai orang yang menjalankan

sistem.

5

Page 6: proposal

b. Aplikasi, yaitu prosedur-prosedur yang digunakan untuk

mengolah data.

c. Data, yaitu informasi yang dibutuhkan dan diolah dalam

aplikasi. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data

grafis dan data atribut.

d. Software, yaitu perangkat lunak SIG, misalnya Arc/Info,

ArcView, ArcGIS, Map Info, TNT Mips (MacOS, Windows,

Unix, Linux tersedia), GRASS, dan lain-lain.

e. Hardware, yaitu perangkat keras yang dibutuhkan untuk

menjalankan sistem.

3. Data Spasial

Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam

dua format, yaitu:

a. Vektor

Dalam data format vektor, bumi kita direpresentasikan sebagai

suatu mosaik dari garis (arc/ line), polygon (daerah yang

dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang

sama), titik/ point (node yang mempunyai label), dan nodes

(merupakan titik perpotongan antara dua buah garis).

b. Raster

Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data

yang dihasilkan dari sistem Penginderaan Jauh. Pada data

raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel

grid yang disebut dengan pixel (picture element).

4. Sub Sistem Sistem Informasi Geografis

Sub sistem SIG adalah cara bagaimana informasi yang

dikelola. SIG terdiri dari beberapa sub sistem yang dapat

digunakan untuk memasukan data menyimpan dan mengeluarkan

6

Page 7: proposal

informasi yang diperlukan. Secara garis besar sub sistem tersebut

dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Masukan Data

Sub sistem masukan data adalah fasilitas dalam SIG yang

dapat digunakan untuk memasukkan data dan merubah

bentuk data asli kebentuk yang dapat diterima dan dapat

dipakai dalam SIG.

b. Pengelolaan Data

Sub sistem pengelolaan data pada dasarnya dapat

dimanfaatkan untuk menyimpan dan menarik kembali dari

arsip data dasar.

c. Manipulasi dan Analisis Data

Sub sistem ini berfungsi untuk membedakan data yang akan

diproses dalam SIG.

d. Luaran Data

Sub sistem luaran berfungsi untuk menayangkan informasi

maupun hasil analisis data geografis secara kualitatif ataupun

kunatitatif.

Keempat sub sistem tersebut yang menopang jalannya

proses pengolahan data hingga dapat menghasilkan informasi

yang bermanfaat.

5. Pengertian Tanah Longsor

Tanah longsor (landslide) atau disebut juga dengan

gerakan massa (mass movement) tanah merupakan salah satu

bencana geologi yang sering melanda daerah yang bergunung-

gunung atau berbukit-bukit. Menurut Hardiyatmo (2006: 15)

gerakan massa (mass movement) merupakan gerakan massa

tanah yang besar di sepanjang bidang longsor kritisnya. Gerakan

massa tanah ini merupakan gerakan tanah ke arah bawah

7

Page 8: proposal

material pembentuk lereng, yang dapat berupa tanah, batu,

timbunan buatan atau campuran dari material lain.

Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral,

(KESDM), 2007, terdapat 6 jenis tanah longsor, yaitu sebagai

berikut.

a. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan

batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau

menggelombang landai.

b. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan

batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

c. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak

pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut

juga longsoran translasi blok batu.

d. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau

material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas.

Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-

gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang

jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

e. Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak

lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus.

Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah

waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa

menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah

miring ke bawah.

f. Aliran Bahan Rombakan

8

Page 9: proposal

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak

didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada

kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis

materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan

mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa

tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran

sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan

korban cukup banyak.

Tanah longsor dapat disebabkan oleh banyak sebab.

Berikut ini adalah sebab-sebab longsoran lereng yang sering

terjadi menurut Hardiyatmo (2006: 3).

a. Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban pada

lereng dapat betupa bangunan baru, tambahan beban oleh

air yang masuk ke pori-pori tanah maupun yang

menggenang di permukaan tanah, dan beban dinamis oleh

tumbuh-tumbuhan yang tertiup angin dan lain-lain

b. Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng

c. Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng

d. Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown)

pada bendungan, sungai, dan lain-lain

e. Kenaikan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan

akan mendorong tanah ke arah lateral)

f. Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng oleh

akibat kenaikan kadar air, kenaikan tekanan air pori,

tekanan rembesan oleh genangan air di dalam tanah, tanah

pada lereng mengandung lempung yang mudah kembang

susut dan lain-lain.

g. Getaran atau gempa bumi

9

Page 10: proposal

Sedangkan menurut Arifin dan Carolila (2006: 78)

parameter-parameter longsor dapat diidentifikasi akibat dari

interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi tanah,

dan manusia yang dapat dirumuskan sebagai berikut.

Adapun ciri-ciri daerah yang rawan terhadap gerakan

massa (longsor) menurut Dirgaardana (2010), adalah sebagai

berikut.

a. Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat

b. Lapisan tanah tebal di atas lereng

c. Sistem tata air dan tata guna lahan yang kurang baik

d. Lereng terbuka atau gundul

e. Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing

f. Banyaknya mata air/ rembesan air pada tebing disertai

longsoran-longsoran kecil

g. Adanya aliran sungai di dasar lereng

h. Pembebanan yang berlebihan pada lereng seperti adanya

bangunan rumah atau saranan lainnya.

i. Pemotongan tebing untuk pembangunan rumah atau jalan

6. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Untuk Bencana

Tanah Longsor

Perkembangan teknologi informasi dirasakan pula dalam

ilmu kebumian, yang kemudian melahirkan perangkat lunak

(software) yang membantu pekerjaan pengolahan data dan

analisis data. Salah satu perangkat lunak yang berkembang pesat

dalam ilmu kebumian adalah Sistem Informasi Geografis (SIG).

Sistem Informasi Geografis hanyalah sebuah alat bantu, namun

yang paling menentukan kualitas luaran sistem ini tetap berada

pada kemampuan operatornya (Jetgeo, 2009).

Software yang dapat dipergunakan misalnya adalah Arc

View. Software ini digunakan untuk menghitung persentase

10

Page 11: proposal

kemiringan lereng, dan menghitung dan mengevaluasi unit, kelas

atau tipe mana dari setiap individu peta yang penting

(berpengaruh) terhadap kejadian gerakan tanah. Anonim (2009)

mengemukakan bahwa,

“SIG merupakan perangkat lunak dan keras yang dapat digunakan untuk melakukan proses identifikasi daerah rawan banjir dan longsor, dalam penentuan lokasi lahan kritis, diperlukan data digital yang disusun layer by layer sebagai berikut dengan atributnya.1. peta kemiringan lahan2. peta kondisi erosi lahan berikut attributnya3. peta management lahan berikut attributnya

Masing-masing peta tersebut dibuat dalam layer-layer sendiri dan disusun data basenya untuk dapat menentukan tingkat kekritisan lahan, masing-masing kriteria tutupan lahan,kemiringan lahan, kondisi erosi, dan manajemen lahan diberi bobot dan skor sesuai dengan penentuannya, dengan menggunakan teknik tumpang susun maka akan diperoleh skor dari masing-masing unit lahan secara simultan pada daerah penelitian. Dengan dihasilkannya nilai skor total dari masing-masing unit lahan, maka dapat diklasifikasikan tingkat kekritisan lahan. Apabila pada lokasi lahan yang kritis atau sangat kritis terjadi hujan yang lebat maka sangat dimungkinkan daerah tersebut terjadi longsor.”

Dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi

Geografi (SIG) dapat menghasilkan jenis-jenis informasi bencana

alam geologi seperti Peta Zone Kerentana Gerakan Tanah, Peta

Zona Bahaya Gempa Bumi, atau Peta Zone Kerawanan Bencana

Alam. Peta ini dihasilkan dengan overlay (tumpang susun) peta-

peta di atas dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi

Geografi (SIG). Peta-peta tersebut di atas dapat digunakan oleh

pemerintah untuk perencanaan pembangunan dan perencanaan

penataan ruang, sehingga permasalahan negatif yang dapat

11

Page 12: proposal

PermukimanPertanianPendidikanEkonomiRekreasi

Ada tindakan konservasi

Merugikan

Analisis dengan SIG

Rencana tata ruang

Lahan

Tidak ada tindakan konservasi

Longsor

muncul di kemudian hari dapat dihindari atau setidaknya

diminimumkan.

7. Diagram Alir

Gambar 1. Diagram Alir

8. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bentuk lahan,

penggunaan lahan, kemiringan lereng, geologi, dan jenis tanah.

Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah lokasi yang

rawan longsor. Adapun variabel penelitian ini dapat digambarkan

melalui bagan berikut.

12

Tidak ada tindakan

konservasi

Longsor

Lahan

Page 13: proposal

Variabel Bebas

Penggunaan lahan

Kemiringan lereng

Kondisi geologi

Jenis tanah

Tutupan Lahan

Variabel Terikat

Longsor

9. Prosedur penelitian

Langkah-langkah atau prosedur penelitian ini dibagi menjadi 3,

yaitu pra penelitian, penelitian, dan paska penelitian yang dapat

dirangkum ke dalam tabel di bawah ini.

Tahapan KegiatanPra Penelitian a. Mengumpulkan dan merangkum teori-

teori yang mendukungb. Mengumpulkan data-data yang

diperlukan baik data spasial maupun data atribut

Penelitian a. Mendigitasi peta-peta yang bukan analog ke dalam format yang bisa diolah oleh SIG

b. Mengorganisasikan data-data yang ada agar mudah dipanggil kembali, diolah, dan disimpan.

c. Editing data untuk pembersihan dan pembetulan data

d. Plotting untuk memasukkan data aribute. Menata dan merancang peta

Paska Penelitian a. Menyusun laporan penelitianb. Membuat hardcopy laporan untuk bahan

masukan atau literatur bagi peneliti lainTabel 2. Prosedur Penelitian

10. Daftar pustaka

13

Page 14: proposal

Aini, Anisah. 2007. Sistem Informasi Geografis Pengertian Dan

Aplikasinya. [Online]. Tersedia: http://journal.amikom.ac.id/index.php/

informatika/search/authors/view? [28 Maret 2010]

An, La. 2007. Sistem Informasi Geografi (SIG)/Geographic Information

System (GIS). [Online]. Tersedia: http://mbojo.wordpress.com/2007/

04/08/sistem-informasi-geografi-sig/ [28 Maret 2010]

Arifin, Samsul dan Carolila, Ita. 2006. Implementasi Penginderaan Jauh

dan SIG untuk Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor

(Propinsi Lampung). [Online]. Tersedia:

http://www.perpustakaan

.lapan.go.id/jurnal/index.php/jurnal_inderaja/article/view/501/430 [28

Maret 2010]

Darmawan, Arif. 2006. Sekilas tentang Sistem Informasi Geografis

(Geographic Information System). [Online]. Tersedia:

http://ilmukomputer.org/2008/11/25/sekilas-tentang-sistem-informasi-

geografis/ [28 Maret 2010]

Dirgaardana. 2010. Cara Menghadapi Longsor Dan Ciri Daerah

Rawan Longsor. [Online]. Tersedia: http://dirgaardana.word

press.com/2010/11/09/cara-menghadapi-longsor-dan-ciri-daerah-raw

an-longsor/ [28 Maret 2010]

Elly, Muhamad Jafar. 2009. Sistem Informasi Geografi: Menggunakan

Aplikasi Arcview 3.2 dan ERMapper 6.4. Yogyakarta: Graha Ilmu

Hardiyatmo, Hary Christady. 2006. Penanganan Tanah Longsor & Erosi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

14

Page 15: proposal

Vieatoz. 2000. Sekilas Tentang Sistem Informasi Geografi (GIS). [Online].

Tersedia: http://geologiunpad2000.multiply.com/ [28 Maret 2010]

Wisantisari, Purwani. 2005. Skripsi: Penyajian Informasi Pariwisata Di

Kabupaten Tegal Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).

Universitas Negeri Semarang.

15