proposal

16
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang a.Secara Umum Kota Semarang merupakan sebuah kota yang terletak di provinsi Jawa Tengah, sekaligus sebagai ibu kota provinsi. Luas wilayah Kota Semarang adalah 373,70 KM. Secara administratif Kota Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Batas wilayah administratif Kota Semarang sebelah barat adalah Kabupaten Kendal, sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah selatan dengan Kabupaten Semarang dan sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai mencapai 13,6 kilometer. Kota Semarang memiliki posisi geostrategis karena berada pada jalur lalu lintas Pulau Jawa, dan merupakan koridor pembangunan Jawa Tengah yang terdiri dari empat simpul pintu gerbang yakni koridor pantai Utara; koridor Selatan ke arah kota- kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal sebagai koridor Merapi-Merbabu, ke koridur Timur ke arah Kabupaten demak/ Grobogan; dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam pertumbuhan dan perkembangan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan terutama dengan addanya pelabuhan, jaringan transportasi darat (jalur kereta api dan jalan), serta transportasi udara yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa Tengah

Upload: kristoforus-bagus-radityo

Post on 09-Dec-2014

88 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

a.Secara Umum

Kota Semarang merupakan sebuah kota yang terletak di provinsi Jawa Tengah, sekaligus

sebagai ibu kota provinsi. Luas wilayah Kota Semarang adalah 373,70 KM. Secara administratif

Kota Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan.

Batas wilayah administratif Kota Semarang sebelah barat adalah Kabupaten Kendal,

sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah selatan dengan Kabupaten Semarang dan

sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai mencapai 13,6 kilometer.

Kota Semarang memiliki posisi geostrategis karena berada pada jalur lalu lintas Pulau

Jawa, dan merupakan koridor pembangunan Jawa Tengah yang terdiri dari empat simpul pintu

gerbang yakni koridor pantai Utara; koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti

Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal sebagai koridor Merapi-Merbabu, ke koridur

Timur ke arah Kabupaten demak/ Grobogan; dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam

pertumbuhan dan perkembangan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan terutama dengan

addanya pelabuhan, jaringan transportasi darat (jalur kereta api dan jalan), serta transportasi

udara yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa Tengah dan Kota Transit

Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan

luar jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah nasional bagian tengah.

Seiring dengan perkembangan Kota, Kota Semarang berkembang menjadi kota yang

memfokuskan pada perdagangan dan jasa. Berdasarkan lokasinya, kawasan perdagangan dan

jasa di Kota Semarang terletak menyebar dan pada umumnya berada di sepanjang jalan-jalan

utama. Kawasan perdagangan modern, terutama terdapat di Kawasan Simpanglima yang

merupakan urat nadi perekonomian Kota Semarang. Di kawasan tersebut terdapat setidaknya

tiga pusat perbelanjaan, yaitu Matahari, Living Plaza (ex-Ramayana) dan Mall Ciputra, serta PKL-

PKL yang berada di sepanjang trotoar. Selain itu, kawasan perdagangan jasa juga terdapat di

Page 2: Proposal

sepanjang Jl. Pandanaran dengan adanya kawasan pusat oleh-oleh khas Semarang dan

pertokoan lainnya serta di sepanjang Jl. Gajahmada. Kawasan perdagangan jasa juga dapat

dijumpai di Jl.Pemuda dengan adanya DP mall, Paragon City dan Sri Ratu serta kawasan

perkantoran. Kawasan perdagangan terdapat di sepanjang Jl. MT Haryono dengan adanya Java

Supermall, Sri Ratu, ruko dan pertokoan. Adapun kawasan jasa dan perkantoran juga dapat

dijumpai di sepanjang Jl. Pahlawan dengan adanya kantor-kantor dan bank-bank. Belum lagi

adanya pasar-pasar tradisional seperti Pasar Johar di kawasan Kota Lama juga semakin

menambah aktivitas perdagangan di Kota Semarang.Secara topografis Kota Semarang terdiri

dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai, dengan demikian topografi Kota

Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22%

wilayahnya adalah dataran dengan kemiringan 25% dan 37,78 % merupakan daerah perbukitan

dengan kemiringan 15-40%. Kondisi lereng tanah Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis

kelerengan yaitu Lereng I (0-2%) meliputi Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari,

Semarang Timur, Semarang Utara dan Tugu, serta sebagian wilayah Kecamatan Tembalang,

Banyumanik dan Mijen. Lereng II (2-5%) meliputi Kecamatan Semarang Barat, Semarang

Selatan, Candisari, Gajahmungkur, Gunungpati dan Ngaliyan. Lereng III (15-40%) meliputi

wilayah di sekitar Kaligarang dan Kali Kreo (Kecamatan Gunungpati), sebagian wilayah

kecamatan Mijen (daerah Wonoplumbon) dan sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik, serta

Kecamatan Candisari. Sedangkan lereng IV (> 50%) meliputi sebagian wilayah Kecamatan

Banyumanik (sebelah tenggara), dan sebagian wilayah Kecamatan Gunungpati, terutama

disekitar Kali Garang dan Kali Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota

Semarang Tahun 2010-2015.

Kota Bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung. Pemanfaatan

lahan lebih banyak digunakan untuk jalan, permukiman atau perumahan, bangunan, halaman,

kawasan industri, tambak, empang dan persawahan. Kota Bawah sebagai pusat kegiatan

pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan kebudayaan, angkutan atau

transportasi dan perikanan. Berbeda dengan daerah perbukitan atau Kota Atas yang struktur

geologinya sebagian besar terdiri dari batuan beku. Wilayah Kota Semarang berada pada

ketinggian antara 0 sampai dengan 348,00 meter dpl (di atas permukaan air laut). Secara

Page 3: Proposal

topografi terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan, sehingga memiliki wilayah

yang disebut sebagai kota bawah dan kota atas. Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian

90,56 - 348 mdpl yang diwakili oleh titik tinggi yang berlokasi di Jatingaleh dan Gombel,

Semarang Selatan, Tugu, Mijen, dan Gunungpati, dan di dataran rendah mempunyai ketinggian

0,75 mdpl. Kota bawah merupakan pantai dan dataran rendah yang memiliki kemiringan

antara 0% sampai 5%, sedangkan dibagian Selatan merupakan daerah dataran tinggi dengan

kemiringan bervariasi antara 5%-40%.

Kondisi Hidrologi potensi air di Kota Semarang bersumber pada sungai -sungai yang

mengalir di Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali Banjirkanal

Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan lain sebagainya. Kali Garang yan

bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara hingga mencapai

Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali Kripik. Kali

Garang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembahlembah

Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras.

Penggunaan lahan di Kota Semarang meliputi irigasi teknis (198 Km2), setengah teknis

(530 Km2), irigasi sederhana/ irigasi desa/ non PU (45 Km2), tadah hujan (2,031 Km2), dan yang

tidak diusahakan (267 Km2). Disamping penggunaan lahan sawah, penggunaan lahan di Kota

Semarang yang lain meliputi pekarangan, tegalan/ kebun, tambak/ kolam/ rawa, hutan rakyat/

tanaman kayu, hutan negara, perkebunan negara/ swasta dan penggunaan lain. Tujuan Penataan ruang adalah mewujudkan Kota Semarang sebagai pusat perdagangan dan

jasa berskala internasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Sedangkan

kebijakan dan strategi penataan ruang Kota Semarang secara umum terbagi atas: Kebijakan

pengembangan struktur ruang dan Kebijakan pengembangan pola ruang.

Kebijakan pengembangan struktur ruang Kota Semarang dilakukan melalui :

1. Pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan

perdagangan dan jasa berskala internasional.

2. Peningkatan aksesbilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan.

3. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem prasarana sarana umum.

Page 4: Proposal

Kebijakan pola ruang meliputi kebijakan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Kebijakan peningkatan pengelolaan Kawasan Lindung meliputi :

1. Peningkatan pengelolaan kawasan yang berfungsi lindung.

2. Pelestarian kawasan cagar budaya.

3.Peningkatan dan penyediaan ruang terbuka hijau yang proporsional di seluruh wilayah Kota.

Sedangkan kebijakan pengembangan kawasan budidaya meliputi :

1. Pengaturan pengembangan kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya

tampung.

2. Perwujudan pemanfaatan ruang yang efisien dan kompak.

3. Pengelolaan dan pengembangan kawasan pantai.

Berdasarkan kondisi topografi Kota Semarang, sistem drainase Kota Semarang tidak bisa

lagi mengandalkan sistem gravitasi murni, tetapi sistem kombinasi antara sistem drainase

gravitasi, polder dan tanggul laut.

Sistem drainase dikembangkan berdasarkan konsep one watershed one plan one management.

Masing-masing sistem drainase dibagi menjadi menjadi daerah hulu dan hilir. Sistem drainase

yang dikembangkan dikembangkan di daerah hulu dan hilir berbeda.

Daerah Hulu

Konsep yang dikembangkan di daerah hulu adalah sistem banjir kanal, air yang berasal dari

kawasan hulu diusahakan tidak membebani kawasan bawah, dengan mengalirkannya melalui

banjir kanal. Masing-masing sistem drainase akan dilengkapi dengan satu atau lebih banjir

kanal.

Daerah Hilir

Kawasan hilir diusahakan hanya menerima beban drainase yang berasal dari wilayah itu saja,

tidak menerima kiriman dari hulu maupun air rob dari laut. Untuk itu perlu dikembangkan

sistem drainase tertutup. Masing-masing wilayah dibagibagi menjadi beberapa sub sistem yang

secara hidrologis berdiri sendiri. Pada setiap sub sistem dikembangkan sistem drainase polder.

Beban sistem polder dapat dikurangi dengan mengembangkan fasilitas untuk memanen air

hujan, khususnya yang berupa tampungan. Fasilitas ini berfungsi ganda, yaitu menurunkan

beban drainase sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bersih.

Page 5: Proposal

Sistem Polder

Dalam penanganan permasalahan drainase di daerah hilir Kota Semarang diatasi dengan

pembuatan sistem polder yang mampu mengatur aliran air yang ada.

Waduk dan Embung

Sedang bagi pengaturan sistem drainase Kota Semarang di daerah hulu dilakukan dengan

merencanakan pembangunan dan pengoptimalan waduk dan embung.

Kawasan strategis bidang sosial budaya di Kota Semarang adalah Kawasan Cagar Budaya

Kota Lama, Kampung Pecinan, Kampung Melayu, dan kawasan lainnya. Kawasan tersebut

merupakan kawasan cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan keberadaannya. Hal

ini dimaksudkan untuk mempertahankan kekayaan budaya berupa peninggalan-peninggalan

sejarah yang berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang

disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia. Dalam pemanfaatannya, kawasan cagar

budaya dapat ditingkatkan fungsinya untuk dapat menunjang kegiatan pariwisata, yang

nantinya dapat memberikan kontribusi pendapatan dari sektor pariwisata.

b. Tema

Kota Semarang merupakan salah satu kota yang banyak memiliki ruang-ruang kota yang

pertumbuhannya berawal dari perkembangan kawasan koridor sungai, hal ini berkaitan dengan

peran Kota Semarang sebagai kota pelabuhan besar pada masa lalu, di mana sungai dan

koridornya berpengaruh besar dalam mendukung aktivitas masyarakat dalam perdagangan,

yaitu sebagai pendukung sarana transportasi yang lebih cenderung menggunakan transportasi

air (melalui sungai) untuk memudahkan akses menuju pelabuhan. Perkembangan Kota

Semarang tentu saja menimbulkan berbagai dampak bagi kawasan aliran sungai dan area

sekitarnya. Sungai Banjir Kanal Barat merupakan salah satu sungai terpanjang yang membelah

Kota Semarang yang digunakan sebagai drainase kota.

Proyek normalisasi sungai Kaligarang dan Banjir Kanal Barat Semarang merupakan satu

paket megaproyek penanggulangan banjir di Kota Semarang bersama dengan pembangunan

waduk Jatibarang dan pembenahan drainase. Pengerjaan proyek BKB(Banjir Kanal Barat) ini

dimulai pada tahun 2010 dan ditargetkan selesai pada 2013. Proyek yang mendapat pinjaman

Page 6: Proposal

dari JBIC ini menelan biaya sebesar Rp 288 miliar. Normalisasi sungai sepanjang sekitar 9,2 Km,

dari Sungai Kaligarang, Tugu Suharto hingga muara laut ini juga akan dilengkapi dengan sarana

wisata dan olahraga. Sepanjang kanan-kiri sungai Banjir Kanal Barat ini nantinya akan dilengkapi

dengan fasilitas jogging track sepanjang 7,3 km dengan lebar 3 meter. Ada juga panggung

teater dengan pelataran terbuka dan dibuat trap berundak disebelah utara jembatan Banjir

Kanal Barat yang bisa digunakan untuk tempat kegiatan hiburan dan kesenian. Di muara Banjir

Kanal Barat yang kini terdapat monumen ketenangan jiwa (Japanese Memorial Park) juga akan

dibuat sebuah taman.Selain itu, juga akan dibuat wisata air dan olahraga air seperti ski air,

dayung, kano, dan macam-macam. Pengelolaan Sungai Banjirkanal Barat untuk wisata air

tersebut, akan dioptimalkan pada 2014 dan diproyeksikan sebagai loka wisata air di Kota

Semarang.

Jembatan yang menghubungkan Jalan Suyudono dan Jalan Pusponjolo merupakan bukti

pembangunan yang sudah dapat dilihat hasilnya. Jembatan yang kini telah mengalami

pembangunan secara permanen bahkan sudah dapat dilalu oleh kendaraan roda empat ini

berfungsi juga sebagai pengurai kemacetan. Untuk mendukung pembangunan waterfont

pemeritah melakukan penertiban terhadap bangunan liar yang dulunya berada pada bahu

jalan.

Kota Semarang mulai berbenah terhadap perkembangan kota terutama dari sektor

pariwisata. Pembenahan dialakukan mulai dari tempat-tempat wisata, dan juga melalui acara-

acara yang dapat mengundang wisatawan unuk berkunjung ke Semarang. Seperti acara yang

dilaksanakan pada pertengahan tahun 2012 yaitu “Semarang Night Carnival”. Acara yang

memiliki konsep karnaval yang dilakukan malam hari ini mengundang banyak wisatawan untuk

berkunjung ke Semarang.

I.2 Identifikasi Masalah

a. Banjir merupakan permasalahan yang sering terjadi di Kota Semarang bagian bawah

disaat musim hujan.

b. Rob yang terjadi di daerah pesisir masih sering terjadi di beberapa tempat.

c. Penggunaan lahan sawah dan pemanfaat lahan yang kurang optimal.

Page 7: Proposal

d. Kawasan strategis sosial budaya yang masih kurang.

e. Pemanfaatana air yang belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat yang

dikarenakan pengelolaan sungai yang kurang optimal.

f. Kurang optimalnya fasilitas transportasi.

g. Kurangnya lahan terbuka sebagai taman kota dan pusat kegiatan masyarakat.

h. Minimnya fasilitas penampung karya seni.

i.identitas kota yang belum muncul.

j. Event yang berhubungan dengan promosi kota masih kurang.

k. Obyek wisata yang masih minim.

I.3 Rumusan Masalah

Rencana Pembangunan waterfront Banjir Kanal Barat yang akan difungsikan sebagai

loka wisata air tidak hanya berhenti pada proses pembangunan namun sesuai dengan fungsi

pembangunannya .

Mengundang wisatawan untuk berkunjung dan dapat menikmati serta tertarik kembali

terhadap wisata yang disuguhkan merupakan konsep yang lebih dalam perlu dikaji. Sehingga

permasalahan ini dapat dirumuskan menjadi, “Bagaimana cara mengenalkan waterfront banjir

kanal barat semarang kepada wisatawan dari Semarang maupun luar kota semarang sebagai

salah satu bentuk tindak lanjut proyek pembangunan banjir kanal barat?”

I.4 Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang menunjang dalam penulisan makalah ini, maka penulis

melakukan beberapa metode, yaitu :

a. Studi Pustaka

Penulis membaca dan mempelajari beberapa buku serta data yang berkaitan dengan

fungsi waterfront, strategi pemasaran komunikasi, perilaku konsumen/wisatawan,

kondisi pariwisata di Semarang, dan sebagainya yang sesuai dengan permasalahan

yang dibahas .

Page 8: Proposal

b. Interview

Metode pengumpulan data dengan melakukan wawancara dengan narasumber yang

berkaitan dengan penulisan makalah ini, antara lainyang menangani pembangunan

banjir kanal barat, warga sekitar banjir kanal barat, beberapa masyarakat kota

Semarang dan beberapa masyarakat dari luar kota Semarang.

c. Penyebaran Angket

Penulis menyebarkan angket pada masyarakat kota Semarang dari beberapa latar

belakan pendidikan, usia, ekonomi maupun sosial untuk mengetahui informasi

yang berhubungan dengan minat berwisata di kota Semarang.

Page 9: Proposal

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Teori Waterfront

Menurut Ann Breen dan Dick Rigby (1994), kawasan tepi (waterfront) dibedakan

atas:

Cultural waterfront mewadahi aktivitas budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Aktivitas tersebut memanfaatkan sungai sebagai obyek budaya atau ilmu pengetahuan dengan

mengorientasikan pengembangan kawasan pada fasilitas pendukung aktivitas budaya.

Enviroment Waterfront merupakan pengembangan kawasan tepi air yang bertumpu

pada upaya meningkatkan kualitas lingkungan yang mengalami degradasi, dengan

memanfaatkan potensi dan keaslian lingkungan yang tumbuh secara alami.

Historycal Waterfront Kawasan Banjir Kanal Barat lebih dikembangkan kearah

konservasi dan restorasi bangunan sejarah yang ada dikawasan ini. Waterfront lebih ditujukan

pada penggabungan fungsi perdagangan, rekreasi, perumahan, perkantoran, transportasi,

wisata dan olahraga. Penerapan konsep ini merupakan salah satu cara untuk menyatukan

berbagai kepentingan yang pada umumnya sering terjadi dalam pengembangan suatu kawasan

di perkotaan.

Recreational Waterfront Pengembangan kawasan tepi air yang diarahkan pada fungsi

aktivitas rekreasi yang didukung oleh berbagai fasilitas serta prasarana yang memadai.

Working Waterfront Merupakan kawasan waterfront yang lebih menekankan pada

aspek ekonomi produksi, dimana aktivitas yang diwadahi umumnya berhubungan dengan jasa

pelayanan (transportasi), maupun kegiatan produksi. Aktivitas pemuatan kapal, terminal

angkutan peraiaran merupakan ciri dominan dari kawasan ini.

Planning Waterfront Merupakan kawasan tepi air yang telah mengalami proses

perencanaan sebelum dikembangkan sebagai kawasan dengan tujuan dan kepentingan yang

beranekaragam.

Page 10: Proposal

Menurut Ann Breen dan Dick Rigby (1994),karakteristik waterfront adalah :

a.Memiliki pola penataan tersendiri baik secara arsitektural maupun teknologi

pada situasi pantai/sungai yang direncanakan.

b. Memiliki pola penataan pada air dengan menggunakan teknologi harus

memiliki satu kesatuan.

c. Memiliki pola pengembangan massa yang dinamis sesuai dengan karakter air.

d. Memiliki keunikan secara visual yang di pandang secara keseluruhan.

Page 11: Proposal

BAB III

ANALISA DATA

III.1 Data Waterfront Banjir Kanal Barat Semarang

Sesuai dengan konsep yang dibedakan oleh Ann Breen dan Dick Rigby (1994),

pembangunan Banjir Kanal Barat memiliki konsep :

a. Cultural Waterfront :

Mewadahi aktivitas budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Aktivitas tersebut

memanfaatkan sungai sebagai obyek budaya atau ilmu pengetahuan dengan

mengorientasikan pengembangan kawasan pada fasilitas pendukung aktivitas

budaya. Hal ini dapat dilihat dari adanya panggung teater dan pelataran terbuka

yang nantinya difungsikan sebagai sarana menunjukkan karya-karya seni dan

budaya. Selain itu bagian aliran sungai juga digunakan sebagai sarana olah raga

dayung maupun festival dayung yang erat hubungannya dengan budaya cina yang

berkembang di Kota Semarang.

b. Recreational Waterfront Pengembangan kawasan tepi air yang diarahkan pada

fungsi aktivitas rekreasi yang didukung oleh berbagai fasilitas serta prasarana yang

memadai. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey yaitu adanya jogging track

sepanjang 7,3 km dan lebar 3 m, selain itu dilengkapi juga dengan adanya taman

yang di dalamnya terdapat monument ketenangan jiwa (Japanese Memorial Park).

Pada aliran sungai juga direncanakan sebagai wisata dan olahraga air, ini dapat

dilihat dengan adanya pelebaran aliran sungai.

Jika dilihat secara visual waterfront Banjir Kanal Barat mempunyai beberapa keunikan.

Keunikan ini dilihat dari adanya bendungan yang bentuk dasarnya tetap dipertahankan sesuai

dengan dengan bentuk asli buatan Belanda dengan merubah sedikit sistem kerja pengelolaan

debit air. Keunikan secara visual dapat dilihat dari bentuk jembatan yang menghubungkan Jalan

Suyudono dan Pusponjolo dengan memberikan tambahan lampu hias sebagai elemen estetis.

Page 12: Proposal

Keunikan secara visual dilihat pula dari adanya panggung teater di tepian sungai. Sesuai dengan

karakteristik waterfront oleh Breen dan Dick Rigby (1994), keunikan Banjir Kanal Barat tampak

dengan dibangunnya beberapa elemen bangunan yang didirikan. Karakteristik Waterfront yang

unik diciptakan secara keseluruhan meliputi sungai sebagai latar depan, sebagai penghubung

aktifitas yang menyertai orientasi bangunan, kegiatan pada air sebagai elemen utama kawasan.