program studi hukum keluarga fakultas...

72
TRADISI PRA NIKAH PINGITAN PENGANTIN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA CETAN KECAMATAN CEPER KABUPATEN KLATEN) Skripsi. Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: FAUZI NABAWI TRI HATMAJA (1112044100012) PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2019 M

Upload: others

Post on 25-Dec-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

TRADISI PRA NIKAH PINGITAN PENGANTIN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM

(STUDI KASUS DI DESA CETAN KECAMATAN CEPER KABUPATEN KLATEN)

Skripsi.

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

FAUZI NABAWI TRI HATMAJA

(1112044100012)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2019 M

Page 2: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

i

Page 3: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

ii

Page 4: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

iii

Page 5: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

iv

ABSTRAK

Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah

Pingitan Pengantin Perkawinan Adat Jawa Dalam Perspektif Hukum Islam

(Studi Kasus Di Desa Cetan Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten), Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

1440/2019 M, 53 Halaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tradisi

pra nikah Pingitan Pengantin Perkawinan Adat Jawa, untuk mengetahui

bagaimana pandangan masyarakat terhadap tradisi pra nikah Pingitan Pengantin

Perkawinan Adat Jawa dan untuk mengetahui pandangan hukum Islam

terhadap tradisi pra nikah Pingitan Pengantin Perkawinan Adat Jawa.

Adapun penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan melakukan

pendekatan normatif. Penelitian ini juga dapat dikategorikan sebagai penelitian

lapangan (field research), dan merupakan kelanjutan dari penelitian deskriptif

yang bertujuan bukan hanya sekedar memaparkan karakteristik tertentu. Tetapi

juga menganalisa dan menjelaskan mengapa atau bagaimana hal itu terjadi.

Kriteria data yang didapatkan berupa data primer dan sekunder. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi,

dan studi pustaka.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan bahwa tradisi pra nikah Pingitan

Pengantin Perkawinan Adat Jawa adalah, perempuan atau calon pengantin

dilarang berpergian, keluar rumah ataupun bertemu calon suami dari waktu

yang ditentukan sampai akad nikah berlangsung guna menghindari

marabahaya. Tradisi ini menjadi pro kontra di kalangan masyarakatnya,

sebagian masyarakat masih memegang akan tradisi ini dan sebagian masyarakat

menganggap sudah tidak relevan untuk diterapkan di zaman sekarang. Tradisi

ini pada dasarnya tidak bertentangan dengan hukum Islam karena sesuai

dengan apa yang telah di syariatkan Islam dalam praktiknya.

Kata Kunci : Pingitan Pengantin, Tradisi Pra Nikah Perkawinan Adat

Jawa

Cetan, Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Pingitan

Pengantin

Pembimbing : Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc, MA

Daftar Pustaka : Tahun 1984 s.d Tahun 2017

Page 6: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

v

KATA PENGANTAR

حيى ٱنره ح ٱنره تسى ٱلله

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang

telah memberikan nikmat, rahmat, taufik, hidayah dan ridha-Nya kepada

penulis tanpa ada batasan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad

SAW, makhluk yang paling sempurna sebagai suri tauladan umatnya, beserta

keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang senantiasa selalu patuh dan ta‟at

dalam menjalankan perintah Allah SWT dan Rasulnya.

Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh Sarjana Hukum (SH). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa

skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena masih banyak terdapat

kekhilafan, kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah

banyak membantu penulis baik dari segi moral maupun materil. Oleh karena

itu, penulis ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ibunda Syatriyah dan Ayahanda Mawardi,

yang selalu memberikan cintanya, kasih sayangnya dan yang selalu

memberikan nasihat, motivasi serta doa yang tidak pernah berhenti

terucap dengan rasa tulus dan ikhlas. Semoga Allah SWT selalu

melindungi, memberi kesehatan dan memberi umur yang panjang untuk

mereka. Dan tidak lupa juga untuk kakak-kakakku Fathunisa Rahajeng

S.I.Ptk., Sigit Adi Nugroho dan adikku Ragil Pangestu. Khususnya

kakak pertamaku Fathunisa Rahajeng S.I.P., yang selalu memberikan

semangat, motivasi, dukungan materil dan doa serta dorongan yang luar

biasa. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang berlimpah.

2. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Lubis Lc, M.A., Selaku Rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran pengurus Rektorat

Page 7: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

vi

yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menyelesaikan studi

S1 di UIN Syarifhidatullah Jakarta.

3. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Mesraini S.H., M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Keluarga, yang

selalu mendukung, memberikan semangat dan motivasi-motivasi

kepada penulis.

5. Ahmad Chairul Hadi, M.A. Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga,

yang selalu memberikan pelayanan terbaik.

6. Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc, MA, selaku dosen pembimbing, semoga

apa yang telah beliau berikan dapat bermanfaat bagi penulis dan dibalas

dengan kebaikan yang berlimpah.

7. Hj. Rosdiana M.A. selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang telah

meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya untuk membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Staf Perpustakaan Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

memfasilitasi penulis dalam mencari referensi penelitian ini.

9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen di Lingkungan Program Studi Hukum

Keluarga yang dengan sabar telah memberikan ilmu-ilmu kepada

penulis.

10. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Hilmi Afif Arifqi, S.H., yang telah menemani dan membantu penulis

dalam melakukan penelitian skripsi ini.

12. Teman-teman sekelas dan seperjuangan, Rahmat Muhajir, Luthfan

Adly, Ilham Harsya, Kajo Adit, Ziyad Mubarak, Rivaldi Fahlevi,

Muhammad Martin, Faiq, Sufyan Zulkarnain, M Akrom, Syah Ul-Haq,

Page 8: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

vii

Naniek, April, Sarifah Dacosta, Putri Shafwatil Huda, Choirunnisa,

Alfida Husna, Umet, Moch Anam, dan teman-teman semua yang tidak

disebutkan tapi semua yang selalu memberikan bantuan dan motivasi.

13. Teman-teman Islamic Family Law 2012, yang selalu memberikan saran

dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Teman-teman KKN PERAK

15. Teman-teman Minimal Coffee and Space, Sabtian, Fykar, Hendrywan,

Afif, Thalita, Pangeran, Faizal, Siegfried, Cita, Reza, Indra, Nisa, Meka

Ela dan Cia.

16. Seluruh Perangkat Desa Cetan dan Mayarakat Desa Cetan yang terlibat

yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun sehingga

penelitian ini dapat berjalan lancar.

17. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan

dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi rasa

hormat dan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya.

Semoga Amal dan kebaikan mereka semua dibalas oleh Allah SWT dan

penulis berharap semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat yang besar

bagi penulis maupun bagi pembaca.

Jakarta, 26 Juli 2019

Fauzi Nabawi Tri Hatmaja

Page 9: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 5

D. Metode Penelitian dan Teknik Penelitian ............................................ 6

E. Review Studi Terdahulu ........................................................................ 8

F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 10

BAB II TRADISI PINGITAN PENGANTIN ......................................................... 12

A. Pengertian Tradisi (‘urf) ..................................................................... 12

B. Macam-Macam ‘Urf ............................................................................ 13

C. Kedudukan ‘urf Sebagai Metode Istinbath Hukum ........................ 14

D. Syarat-Syarat Al-’urf ........................................................................... 17

E. Legalitas Al-’’urf .................................................................................. 19

F. Pengertian pingitan pengantin ........................................................... 20

G. Asal Usul Tradisi Pingitan. ................................................................. 21

H. Urutan Tahapan Prosesi Lamaran Sebelum Pingitan Pengantin ... 22

BAB III MONOGRAFI DESA CETAN .................................................................. 25

A. Kondisi Geografis ................................................................................ 25

B. Kondisi Penduduk................................................................................ 26

C. Keadaan sosial ekonomi ...................................................................... 27

Page 10: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

ix

D. Kondisi Pendidikan.............................................................................. 28

E. Kondisi Sosial Keagamaan .................................................................. 30

BAB IV ANALISIS TRADISI PINGITAN CALON PENGANTIN MENJELANG

AKAD NIKAH DI DESA CETAN, KECAMATAN CEPER, KLATEN,

JAWA TENGAH .................................................................................. 32

A. Kegiatan Pingitan Desa Cetan, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten,

Jawa Tengah ......................................................................................... 32

B. Pendapat Masyarakat Desa Cetan Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten

Tentang Tradisi Pingitan Pengantin. ................................................. 35

C. Pendapat Tokoh Masyarakat Desa Cetan, Kecamatan Ceper, Klaten,

Jawa Tengah Tentang Tradisi Pingitan Pengantin. ......................... 40

D. Pandangan Hukum Islam tentang Tradisi Pingitan Pengantin di Desa

Cetan, Kecamatan Kecamatan Ceper, Klaten, Jawa Tengah. ......... 44

E. Analisis Pingitan Pengantin di Desa Cetan, Kecamatan Ceper Kabupaten

Klaten Jawa Tengah ............................................................................ 47

F. Konsep ‘urf Terkait Dengan Tradisi Pingitan Pengantin ................ 48

BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 51

A. Kesimpulan ........................................................................................... 51

B. Saran-saran .......................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 53

Page 11: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki naluri manusiawi yang

perlu dipenuhi sebagai kebutuhan hidup. Dalam hal ini, manusia diciptakan Allah

SWT untuk mengabdikan dirinya kepada Sang Khaliq dalam segala aktivitas

hidupnya. Pemenuhan kebutuhan manusiawi yang ada pada manusia antara lain

keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia mensyukuri nikmat

Allah SWT sehingga mampu menjalani kebutuhan hidup manusia dengan aturan

pernikahan1.

Tujuan utama dari perkawinan adalah membina kehidupan rumah tangga

yang kekal dan bahagia di antara suami istri dengan maksud melanjutkan

keturunan. Mengingat perkawinan itu merupakan tuntutan naluriah manusia

untuk berketurunan guna kelangsungan hidupnya dan memperoleh kedamaian

hidup serta menumbuhkan dan memupuk kasih sayang insani. Keharmonisan

yang ada di antara dua jiwa akan membuat mereka terpadu dalam dunia cinta

kebersamaan.2 Selain itu juga perkawinan merupakan salah satu kebutuhan

rohani dan jasmani yang sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua manusia dengan

jenis yang berlainan di sunnahkan untuk menikah sesuai dengan ketentuan Allah

SWT yang antara lain tujuannya untuk melanjutkan keturunan dan tujuan-tujuan

lainnya.3

Dengan demikian Allah menciptakan makhluk-Nya bukan tanpa tujuan,

tetapi di dalamnya terkandung rahasia yang amat dalam, supaya hidup hamba-

1 Abd Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, cet. Ke-2 (Jakarta: Kencana, 2006), h. 22

2 Sayyid Mujtaba Musavi Lari , Psikologi Islam; Membangun Kembali Moral Generasi Muda

(Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993), h. 15 3 Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama

dan Zakat Menurut Hukum Islam, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika 2006), h. 43

Page 12: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

2

hamba-Nya di dunia ini menjadi tentram sebagaimana Firman Allah dalam

Qs.Al-Rum:21

ح ر ج ده ى ي ك ي م ت ع ج ا ي ن إ ا ك ت س ن ا اج ز أ ى ك س ف أ ى ي ك ن ه ق خ أ ات آي ي ه إ ح

ر كه ف ت و ي ق ن اخ ي ك ل ن (12)انرو:في ذ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

kaum yang berfikir”.(Q.S. Al-Rum ayat 21).

Pada prinsipnya perkawinan atau pernikahan adalah suatu akad atau

perjanjian mengikat antara laki-laki dengan seorang perempuan untuk

menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan suka rela, dan

kerelaan kedua pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang

diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara yang

diridhoi Allah SWT.4

Hukum Islam senantiasa menjadi hukum yang berlaku dalam masyarakat

muslim yang bertujuan untuk mencapai kehidupan yang berbahagia dan sejahtera

sesuai dengan syari‟at Islam. Pada dasarnya agama Islam ada dengan peraturan

yang apabila melanggarnya ataupun mematuhi peraturan tersebut hukuman dan

imbalannya langsung dari sang Khalik kelak di Ahkirat maupun didunia berupa

azab. Semua itu telah dituliskan pada Al-qur‟an dan Hadits.

Indonesia khususnya masyarakat Jawa telah memiliki beragam adat dan

kebudayaan yang cukup tinggi khususnya di bidang perkawinan. Corak antara

kebudayaan daerah yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Meskipun

4 Muh. Gozali, Mulai dari Rumah (Bandung: Al-Mizan, 2002), h. 96

Page 13: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

3

menampakkan corak yang berbeda, tetapi sebenernya unsur-unsur kebudayaan

suatu kesatuan yang saling terjalin dan terkait satu sama lain.

Kebudayaan adalah sesuatu yang khas insani, artinya hanya terdapat pada

makhluk manusia saja, kedudukan manusia adalah sentral. Tidak ada kebudayaan

tanpa ada manusia. Hewan serta alam sekitar kita yang disebut alam buta tidak

dapat menghasilkan kebudayaan. Kedua, kebudayaan yang terdiri dari berbagai

unsur membentuk suatu kesatuan. Keselarasan antar unsur di dalamnya

merupakan suatu hal yang sangat penting dan diperlukan. Ketiga, kebudayaan

mengandung nilai-nilai, karena itu kebudayaan, oleh Jan Baker, dihubungkan

dengan hal-hal yang baik, bermanfaat, yang indah dalam kehidupan manusia.5

Tradisi dan budaya memang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat

disamping berhubungan dengan orang lain, masyarakat juga berhubungan

dengan namanya budaya. Hubungan ini tidak dapat dipisahkan karena budaya itu

sendiri tumbuh dan berkembang didalam ruang lingkup kehidupan masyarakat.

Tiap masyarakat pasti punya tradisi atau budaya sendiri-sendiri.

Upacara perkawinan memiliki banyak ragam dan variasi di antara bangsa,

suku satu dan yang lain, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan atau

aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama

tertentu pula. Upacara perkawinan sendiri biasanya merupakan acara yang

dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat istiadat yang berlaku.

Sedangkan perkawinan secara adat merupakan salah satu unsur kebudayaan yang

sangat luhur dan asli dari nenek moyang yang perlu dilestarikan, agar generasi

berikutnya tidak kehilangan jejak. Upacara perkawinan adat mempunyai nilai

luhur dan suci meskipun diselenggarakan secara sederhana sekali.

Tradisi merupakan suatu kepercayaan, kebiasaan atau adat istiadat yang

berasal dari nenek moyang sampai saat sekarang masih dijaani oleh sebagian

orang dalam kehidupan masyarakat yang merupakan sesuatu hal yang dianggap

5 J.W. M. Bakker, Filsafat Kebudayaan, terj. Dick Hartoko (Yogyakarta: Kanisius, 1984),

h. 139

Page 14: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

4

benar dan baik. Tradisi dalam kehidupan suatu masyarakat bertahan sedemikian

rupa, sehingga tradisi kehidupan yang terjalin dalam berbagai peristiwa penting

yang ditandai dengan upacara, bermuatan sejumlah nilai. Diantaranya yang

penting untuk batas suatu kaum atau suku bangsa ialah muatan nilai-nilai agama,

adat dan kebiasaan.6

Pernikahan bagi masyarakat Jawa sendiri diyakini sebagai sesuatu yang

sakral, sehingga diharapkan dalam menjalaninya cukup sekali dalam seumur

hidup. Bagi masyarkat Jawa perkawinan bukan hanya merupakan pembentukan

rumah tangga baru, namun juga merupakan ikatan dari dua keluarga besar yang

bisa jadi berbeda dalam segala hal, baik sosial, ekonomi, maupun budaya.

Tradisi yang ada pada masyarakat Desa Cetan salah satunya adalah

pingitan. Pingitan atau pingitan pengantin adalah tradisi pra nikah biasanya

dilakukan sebelum hari pernikahan, calon pengantin tidak boleh keluar rumah

maupun bertemu calon suaminya sampai dilangsungkannya ijab kabul. Karena

dalam kepercayaan masyarakat Jawa calon pengantin memiliki “darah manis”

sehingga rentan akan gangguan yang sifatnya tidak terlihat, dan dipercayai masa-

masa menjelang pernikahan adalah masa-masa yang riskan dan penuh

marabahaya, untuk itu calon pengantin tidak diperbolehkan untuk bertemu agar

tidak ada bahaya ataupun masalah yang bisa membatalkan perkawinan kedua

calon tersebut.

Oleh karena itu tradisi pingitan ini diyakini bertujuan agar untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sebelum hari pernikahan

dilangsungkan maupun kehidupan setelah menikah dan mempersiapkan calon

pengantin untuk memasuki dunia baru yang dinamakan rumah tangga.

Sebagaimana mana latar belakang tersebut, untuk itu penulis tertarik untuk

meneliti tradisi pingitan yang mana pingitan tersebut termasuk dalam salah satu

upacara adat dan merupakan tradisi yang tidak bisa ditinggalkan dan dipercayai

6 UUHamidy, Orang Melayu di Riau, Cet. Ke-1, (Pekanbaru:Universitas Islam Riau (UIR

Press,1996), h.8

Page 15: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

5

yang dijalani secara turun-menurun. Karena kepercayaan yang telah mendarah

daging pada masyarakat yang apabila salah satu prosesi upacara perkawinan

tersebut tidak dilaksanakan maka akan ada musibah yang menimpa keluarga

mempelai maupun pengantin, untuk itu penulis bermaksud mengkaji tradisi

pingitan pengantin tersebut dengan pandangan hukum Islam. Sehingga judul

yang diberikan oleh penulis adalah “Tradisi Pra nikah Pingitan Pengantin

Perkawinan Adat Jawa Dalam Perspektif Hukum Islam (studi Kasus di Desa

Cetan Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten)”

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang dibahas adalah tradisi pingitan yang ada di

Desa Cetan dengan berbagai perubahan yang terjadi karena adanya akulturasi

budaya. Penulis mencoba mengembangkan dan mencari jawaban dari

permasalahan yang diungkapkan dalam penelitian, dengan membatasi

permasalahan yang meliputi prosesi upacara pernikahan yaitu prosesi pingitan

yang melarang calon perempuan keluar rumah sebelum ijab qobul. Perumusan

masalah berikut:

“Bagaimana pandangan Hukum Islam mengenai tradisi “pingitan” atau pingitan

pengantin dalam perkawinan adat Jawa khususnya di Desa Cetan?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok masalah yang dikemukakan di atas tujuan penelitian ini

adalah:

“Untuk mengetahui bagaimana pandangan Hukum Islam mengenai tradisi

“pingitan” atau biasa disebut juga pingitan pengantin dalam perkawinan

adat Jawa.”

2. Manfaat Penelitian

Page 16: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

6

a. Untuk menambah wawasan dan khazanah pengetahuan bagi penyusun

khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya mengenai tradisi,

kebiasaan atau adat istiadat di suku Jawa mengenai tradisi “Pingitan”

yang dilakukan calon pengantin sebelum pernikahan dilangsungkan.

b. Pembaca dapat mengetahui bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap

tradisi “Pingitan” di suku Jawa.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di Desa Cetan, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten.

Karena sebagian masyarakat tersebut menganut tradisi adat jawa pingitan

pengantin, untuk itu penulis harus terjun langsung ke lokasi tersebut guna

mendapatkan data yang relevan dan akurat.

2. Jenis Penelitian

Objek yang dikaji dalam penelitian adalah aktivitas sekelompok orang

dalam mempertahankan tradisi warisan para leluhur dari berbagai bentuk

akulturasi yang sesuai dengan kehidupan sekarang. Oleh karena itu, metode

penelitian yang digunakan adalah metode penelitian budaya dengan jenis

penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data

destriptif: ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-

orang (subyek itu sendiri).7

3. Data Penelitian

Data primer diperoleh dari penelitian lapangan (field research)

langsung diperoleh dari tokoh adat dan masyarakat di lapangan.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan pendukung seperti

tulisan-tulisan yang tersebar dan buku-buku yang terkait dengan masalah ini.

4. Teknik pengumpulan data

7 Arief Furchan, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992),

h. 21.

Page 17: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

7

a. Observasi, yaitu dengan cara mengadakan pengamatan secara dekat

terhadap maslaah yang akan diteliti. Terjun langsung kelapangan guna

mengadakan penelitian pada objek yang dibahas dengan tujuan agar hasil

pengamatan dan laporan lebih valid serta dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya

b. Wawancara, yaitu metode pengumpulan data dan informasi dengan

tanya jawab dengan dua orang atau lebih langsung dengan pihak yang terkait

memberikan informasi sehubungan dengan data yang diambil baik data primer

maupun data sekunder. Dalam hal ini penulis menggunaka dua jenis informan,

yaitu informan utama dan informan sekunder. Informan utama adalah tokoh

yang berpengaruh di Desa Cetan, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten,

sedangkan informan sekunder adalah masyarakat yang telah menikah

menggunakan adat pingitan pengantin.

5. Analisis data

Teknik analisa data adalah proses penyederhanaan data kedalam

bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.8 Analisis data

merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil

observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman penulis

tentang apa yang diteliti dan menyajikan sebagai pengetahuan bagi orang lain.

Data-data yang terkumpul kemudian dianalisa. Teknik analisis data yang

digunakan adalah teknik analisa kualitatif yaitu berasal dari data yang

diperoleh dari wawancara dan observasi kemudian diklasifikasikan kedalam

kategori-kategori atas dasar persamaan dari jenis data tersebut, kemudian

menghubungkan data-data yang di uraikan sedemikian rupa hingga diperoleh

yang utuh tentang masalah yang akan diteliti.

6. Teknik Penulisan

8 Masri Singarimbun dan SOfian Efendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3S, 1995),

cet. I, h. 263.

Page 18: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

8

a. Metode Deduktif, mengumpulkan, menelaah dan meneliti data-data yang

bersifat umum dan kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus.

b. Metode Induktif, mengumpulkan, menelaah dan meneliti data yang

bersifat khusus untuk diambil kesimpulan yang bersifat umum.

c. Metode Deskriptif, yaitu mengumpulkan data-data apa adanya kemudian

dianalisa sebagaimana mestinya.

E. Review Studi Terdahulu

Penelitian ini membahas tentang tradisi pingitan pengantin adat Jawa, adapun

beberapa judul skripsi terdahulu yang pernah ditemukan penulis dan membahas

terkait dengan judul skripsi penulis adalah sebagai berikut:

1. Raficha (2015) dalam skripsi Fakultas Syariah UIN Sultan Syarif Karim dengan

judul “Tradisi Pingitan Pengantin Menjelang Akad Nikah Di Desa Urung

Kampung Dalam Kecamatan Kundur Utara Dalam Perspektif Hukum Islam”.

Penelitian ini dilakukan di di Desa Urung, Kampung Dalam, Kecamatan Kundur

Utara dengan pengambilan sampel 20% dari populasi. Teknik pengambilan

sampel menggunakan Purposive Sampling yaitu memilih orang-orang yang

terseleksi oleh peneliti berpengalaman berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki

sampel tersebut yang dipandang mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri

yang sudah diketahui populasi sebelumnya.

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian Raficha adalah terletak pada

pengambilan sampel. Penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan dua

jenis informan yaitu informan utama dan informan sekunder. Informan utama

yaitu tokoh penting yang berpengaruh di Desa Cetan, Kecamatan Ceper,

Kabupaten Klaten, dan informan sekunder adalah masyarakat Desa Cetan,

Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten. Sedangkan penelitian yang dilakukan

Raficha menggunakan pengambilan sampel 20% dari populasi.

Page 19: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

9

2. Nurul Hidayah (2015) dalam skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam

Negeri Salatiga dengan judul “Tradisi Pingitan Pengantin Ditinjau Pandangan

Hukum Islam”.

Penelitian ini dilakukan di desa Klalingan Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali.

Pendekatan yang digunakan adalah pendapat historis, agar penulis bisa

mengetahui asal mula kepercayaan masyarakat tentang tradisi pingitan pengantin

dan apa itu tradisi pingitan menurut masyarakat Klego. Kesimpulan yang

diperoleh penelitian ini adalah masyarakat di desa Klalingan Kecamatan Klego

Kabupaten Boyolali percaya bahwa tradisi pingitan jika tidak dilaksanaka maka

akan mendapat musibah dalam pernikahannya, sedangkan menurut data yang

diperoleh dari beberapa informan bahwa di desa Klalingan Kecamatan Klego

Kabupaten Boyolali ini adalah tradisi “Pingitan pengantin ” tidak wajib

dilaksanakan, dan boleh digunakan untuk menjaga calon pengantin, dan persiapan

diri bagi calon pengantin dalam menghadapi hari pernikahan.

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang dilakukan Nurul Hidayah

adalah terletak pada pendekatan penelitian. Pendekatan penelitian yang dilakukan

penulis menggunakan kajian antropologi sedangkan penelitian yang dilakukan

Nurul Hidayah menggunakan pendapat historis.

3. Ninik Nirma Zunita (2011) dalam skripsi Fakultas Syariah UIN Maulana Malik

Ibrahim yang berjudul “Pandangan Masyarakat terhadap Tradisi “Pingitan

Pengantin Studi di Desa Maduran, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan”

Penelitian ini dilakukan di Desa Maduran, Maduran, Kecamatan Maduran,

Kabupaten Lamongan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan

masyarakat Maduran terhadap tradisi pingitan pengantin. Metode penelitian yang

digunakan menggunakan pendekatan fenomenologis.

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang dilakukan Ninik Nirma

Zunita adalah terletak pada pokok bahasan dan tempat penelitian yang

menyebabkan adanya perbedaan pandangan masyarakat sekitar terhadap adat

pingitan pengantin. Penelitian yang digunakan penulis bertujuan untuk

Page 20: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

10

mengetahui pandangan masyarakat Dukuh Klaten, Desa Cetan, Kecamatan Ceper,

Kabupaten Klaten terhadap adat pingitan pengantin dan pandangan dari segi

hukum Islam, sedangkan penelitian yang dilakukan Ninik Nirma Zunita dilakukan

di Desa Maduran, Maduran, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan.

F. Pedoman Skripsi

Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan ini adalah buku

pedoman penelitian Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatulllah Jakarta tahun 2017.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab dan disusun dengan sistematika

penyusun sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah,

perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

dan teknik penelitian, review studi terdahulu serta sistematika penulisan.

Bab II Dalam bab ini berisi kajian dengan tradisi pingitan yang

menjelaskan tentang pengertian tradisi („urf), macam-macam „urf, kedudukan

„urf sebagai metode istinbath hukum, syarat-syarat Al-„urf, legalitas Al-„urf,

penertian pingitan pengantin, asal usul tradisi pingitan, urutan tahapan prosesi

lamaran sebelum pingitan.

Bab III Membahas tentang gambaran umum Desa Cetan, Kecamatan

Ceper, Kabupaten Klaten. Terdiri dari letak Geografis, keadaan masyarakat,

jumlah penduduk serta struktur organisasi.

Bab IV Berisi tentang bagaimana tradisi pingitan calon pengantin

menjelang akad nikah di Desa Cetan. serta analisa mengenai faktor apa saja

yang membuat masyarakat Desa Cetan masih melakukan tradisi pingitan pada

calon pengantin wanita dan pandangan Hukum Islam tentang tradisi pingitan

Page 21: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

11

pengantin. Menguraikan hasil observasi yang berisi tentang mitos yang

berkembang pada tradisi pingitan tersebut.

Bab V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

Page 22: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

12

BAB II

TRADISI PINGITAN PENGANTIN

A. Pengertian Tradisi (‘urf)

Dalam literatur ilmu Ushul Fiqih, pengertian adat (al-adah) dan „urf

mempunyai peranan yang cukup signifikan. Kedua kata berasal dari bahasa arab

yang diadopsi ke dalam bahasa Indonesia yang baku. Kata „urf berasal dari kata

„araf yang mempunyai derivasi kata al-ma‟ruf yang berarti sesuatu yang

dikenal/diketahui.1 Sedangkan kata adat berasal dari kata „addah yang

mempunyai derivasi kata al-adah yang berarti sesuatu yang diulang-ulang

(kebiasaan).

Arti „urf secara harfiyah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau

ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk

melaksanakannya atau meninggalkannya. Dikalangan masyarakat, „urf ini sering

disebut sebagai adat.2

Menurut Abdul Wahab Al-khalaf, „urf adalah apa yang dikenal oleh manusia

dan menjadi tradisinya, baik ucapan, perbuatan atau pantangan-pantangan, dan

disebut juga adat. Menurut istilah ahli syara‟, tidak ada perbedaan antara „„urf dan

adat. Adat perbuatan, seperti kebiasaan umat manusia jual beli dengan tukar

menukar secara langsung, tanpa bentuk ucapan akad. Adat ucapan, seperti

kebiasaan umat manusia menyebut al-walad secara mutlak berarti anak laki-laki,

bukan anak perempuan, dan kebiasaan mereka untuk mengucapkan kata daging

sebagai ikan. Adat terbentuk dari kebiasaan menusia menurut derajat mereka,

secara umum maupun tertentu. Berbeda dengan ijma‟, yang terbentuk dari

kesepakatan para Mujtahid saja, tidak termasuk manusia secara umum.3 Musthafa

Ahmad al-zarqa‟ (guru besar fiqih Islam di Universitas Amman, Jordania),

mengatakan bahwa, „urf merupakan bagian dari adat, karena adat lebih umum dari

1 Amir Syarifudin, Ushul Fiqih, Jilid 2 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu 2001), h.363.

2 Rahmat Syafe‟I, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia: 2007), h. 128.

3 Abdul Wahab Al-khalaf, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), h. 117.

Page 23: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

13

„urf. Suatu „urf menurutnya harus berlaku pada kebanyakan orang didaerah

tertentu, bukan pada pribadi atau kelompok tertentu dan „urf bukanlah kebiasaan

alami sebagaimana yang berlaku dikebanyakan adat, tetapi muncul dari suatu

pemikiran dan pengalaman. Yang dibahas para Ulama Ushul Fiqih, dalam

kaitannya dengan salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara‟ adalah „urf

bukan adat.4

B. Macam-Macam ‘Urf

Ahmad Fahmi Abu Sunnah dan Ahmad Musthafa al-Zarqa‟ serta para Ulama

Ushul fiqih membagi „urf menjadi tiga macam:5

1. Dari segi objeknya, „urfdibagi kepada:

a. Al-‟urf al-lafdzi (kebiasaan yang menyangkut ungkapan), adalah

kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafal/ungkapan tertentu

dalam mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkpana itulah yang

dipahami dan terlintas dalam pikiran masyarakat. Misalnya: kata daging

yang berarti daging sapi; padahal kata daging mencakup seluruh daging

yang ada.

b. Al-‟urf al-„amali, adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan

perbuatan biasa atau muamalah keperdataan. Yang dimaksud perbuatan

biasa adalah perbuatan masyarakat dalam masalah kehidupan mereka yang

tidak terkait dengan kepentingan orang lain, seperti kebiasaan masyarakat

dalam memakai pakaian tertentu dalam acara khusus.

2. Dari segi cakupannya, „urf dibagi kepada:

a. Al-‟urf al-„am, adalah kebiasaan tertentu yang berlaku secara luas di

seluruh masyarakat dan di seluruh daerah. Misalnya, dalam jula beli

mobil, seluruh alat yang diperlukan untuk memperbaiki mobil termasuk

dalam harga jual, tenpa akad sendiri dan biaya tambahan.

4 Nasrun Harun, Ushul Fiqih, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 138-139

5 Ibid, h. 139-141.

Page 24: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

14

b. Al-‟urf al-khash, adalah kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan di

daerah tertentu. Misalnya, kebiasaan mengenai penentuan masa garansi

terhadap barang tertentu.

3. Dari segi keabsahannya dari pandangan syara‟, „urf dibagi kepada:

a. Al-‟urf al-shahih, adalah kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang tidak

bertentangan dengan nash (ayat atau hadis), tidak menghilangkan

kemaslahatan mereka, dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka.

Misalnya, dalam masa pertunangan pria memberikan hadiah kepada pihak

wanita dan hadiah ini tidak dianggap sebagai mas kawin.

b. Al-‟urf al-fasid, adalah kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang

bertentangan dengan dalil-dalil syara‟ dan kaidah-kaidah dasar yang ada

dalam syara‟. Misalnya, kebiasaan yang berlaku di kalangan pedagang

dalam menghalalkan riba, seperti peminjaman uang sesama pedagang.

C. Kedudukan ‘urf Sebagai Metode Istinbath Hukum

Sumber hukum Islam terbagi menjadi dua, manshush (berdasarkan nash) dan

ghairu manshush (tidak berdasarkan nash). Manshush terbagi menjadi dua yaitu

al-Quran dan al-Hadis, Ghairu manshush terbagi menjadi dua yakni muttaqaf

„alaih (ijma‟ dan qiyas) dan mukhtalaf fih (istihsan, „urf, istishab, sad ad dzarai‟,

maslahah mursalah, qaul shohabi, dan lain-lain).

„urf menurut penyelidikan bukan merupakan dalil syara‟ tersendiri. Pada

umumnya „urf ditujukan untuk memelihara kemaslahatan umat serta menunjang

pembentukan hukum dan penafsiran beberapa nash. Dengan „urf dikhususkan

lafal yang „amm (umum) dan dibatasi yang mutlak. Karena „„urf pula terkadang

qiyas ditinggalkan.

Para Ulama banyak yang sepakat dan menerima „urf sebagai dalil dalam

mengistinbathkan hukum, selama ia merupakan al-‟urf al-shahih dan tidak

bertentangan dengan hukum Islam, baik berkaitan dengan al-‟urf al-„amm atau

al-‟urf al-khas.

Page 25: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

15

Seorang Mujtahid dalam menetapkan suatu hukum, menurut Imam al Qarafi,

harus terlebih dahulu meneliti kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat

setempat, sehingga hukum yang ditetapkan itu tidak bertentangan atau

menghilangkan suatu kemaslahatan yang menyangkut masyarakat tersebut.

Seluruh Ulama madzhab, menurut imam Syatibi dan imam Ibnu Qayim al

Jauziah, menerima dan menjadikan „urf sebagai dalil syara‟ dalam menetapkan

hukum, apabila tidak ada nash yang menjelaskan hukum suatu masalah yang

dihadapi.6

Ada beberapa alasan „urf dapat dijadikan dalil, diantaranya yaitu:7

1. Hadis Nabi yang dinukil oleh Djazuli dalam bukunya yang berbunyi:

ع عثد هللا ات يسعد قال ا هللا عس اطهع في قهب انعثاد فجد قهة يحد خير قهب انعثاد ثى اطهع

في قهب انعثاد تعد قهة يحد فجد قهب اصحات خير قهب انعثاد فاخترى ندي يقاته عهى دي

انسه سيأ ف عد هللا سيئ )را انطثراي(فا را انسه حساا ف عد هللا حس يا را

Artinya : Dari Abdullah bin Mas‟ud berkata bahwa sesungguhnya Allah

ada dalam hati hamba, hati yang paling baik adalah hati Nabi Muhamad,

hamba seorang mukmin adalah sebaik-baiknya hati, mereka akan memilih

sesuatu yang baik untuk agamanya dan mereka akan berperang demi

agamanya, maka apa yang dianggap baik oleh orang-orang islam, maka hal

itu baik pula di sisi Allah dan apa yang dianggap buruk oleh orang-orang

islam, maka hal itu buruk pula di sisi Allah. (HR. Thabrani) 8

Hal ini menunjukkan bahwa segala adat kebiasaan yang dianggap baik

oleh umat Islam adalah baik menurut Allah, karena apabila tidak

melaksanakan kebiasaan tadi, mak akan menimbulkan kesulitan.

Dalam kaitan ini Allah berfirmandalam QS. Al-Hajj (22) : 78

6 Ibid, h. 142.

7 Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqih Metode Hukum Islam, (Jakarta: PT Grafindo Persada,

2000), h. 186-187. 8 Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bazzâr dan al-Thabrâni dari Ibnu Mas‟ûd, dan

para periwayatnya dapat dipercaya penuh (dalam Majma‟ al-Zawâ‟id, juz I/178). Lihat Wahbah al-

Zuhaylî, Ushûl…, juz II: 830.

Page 26: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

16

.......وي حرج ليي ٱووا جعل عنيكه ف ججبىكه ٱهو ........

Artinya: “….dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam aama

suatu kesempitan….

2. Hukum Islam di dalam khitab-nya memelihara hukum-hukum Arab yang

maslahat seperti perwalian nikah oleh pria, menghormati tamu dan

sebagainya.

3. Adat kebiasaan manusia baik berupa perbuatan maupun perkataan berjalan

sesuai dengan aturan hidup manusia dan keperluaanya, apabila dia berkata

ataupun berbuat sesuai dengan pengertian dan apa yang biasa berlaku pada

masyarakat.

Adat atau „urf dengan persyaratan-persyaratan terntentu dapat dijadikan

sandaran untuk menetapkan suatu hukum, bahkan di dalan sistem hukum Islam

kita kenal kaidah kulliyah fiqhiyah yang berbunyi:9

شريعح يحكحانعادج

1. Maksudnya, adat dapat dijadikan hukum untuk menetapkan suatu hukum

syara‟

عادج يحكحنا

2. Adat kebiasaan itu bisa menjadi hukum10

Para ulama Ushul fiqih menyatakan bahwa suatu „urf baru dapat dijadikan

sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara‟apabila memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:11

9 Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqih Metode Hukum Islam (Jakarta: PT Grafindo Persada,

2000), h. 185. 10

Nasrun Harun, Ushul Fiqih, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 143. 11

Ibid, h. 143-144.

Page 27: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

17

1. „urf itu berlaku secara umum, artinya „urf itu berlaku dalam mayoritas

kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan keberlakuannya

dianut oleh mayoritas masyarkat tersebut.

2. „urf itu telah masyarakat ketika persoalan yang kan titetapkan hukumnya

itu muncul. Artinya, „urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu lebih

dahulu ada sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya.

3. „urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam

suatu transaksi.

4. „urf itu tidak bertentangan dengan nash.

D. Syarat-Syarat Al-’urf

Mereka yang mengatakan al-‟urf adalah hujjah, memberikan syarat-syarat

tertentu dalam menggunakan al-‟urf sebagai sumber hukum diantaranya sebagai

berikut :

1) Tidak bertentangan dengan Alquran atau sunnah. Jika seperti kebiasaan orag

minum khamr, riba, berjudi, dan jual beli gharar (ada penipuan) dan yang

lainnya maka tidak boleh diterapkan.

2) Adat kebiasaan tersebut sudah menjadi tradisi dalam setiap muamalah mereka,

atau pada sebagian besarnya. Jika hanya dilakukan dalam tempo tertentu atau

hanya beberapa individu maka hal ini tidak dapat dijadikan sumber hukum.

3) Tidak ada kesepakatan sebelumnya tentang penentangan terhadap adat

tersebut. Jika adat suatu negeri mendahulukan sebagian mahar dan menunda

sebagiannya, namun kedua calon suami isteri sepakat untuk membayarnya

secara tunai lalu keduanya berselisih pendapat, maka yang menjadi patokan

adalah apa yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak, karena tidak ada arti

bagi sebuah adat kebiasaan yang sudah didahului oleh sebuah kesepakatan

untuk menentangnya.

4) Adat istiadat tersebut masih dilakukan oleh orang ketika kejadian itu

berlangsung. Adat lama yang sudah ditinggal orang sebelum permasalahan

Page 28: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

18

muncul tidak dapat digunakan, sama seperti adat yang baru lahir setelah

permasalahannya muncul.12

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1) Adat harus berbentuk dari sebuah perbuatan yang sering dilakukan orang

banyak dengan berbagai latar belakang dan golongan secara terus menerus,

dan dengan kebiasaan ini, ia menjadi sebuah tradisi dan diterima oleh akal

pikiran mereka. Dengan kata lain, kebiasaan tersebut merupakan adat kolektif

dan lebih khusus hanya sekadar adat biasa karena adat dapat berupa adat

individu dan adat kolektif.

2) Adat berbeda dengan ijma‟. Adat kebiasaan lahir dari sebuah kebiasaan yang

sering dilakukan oleh orang yang terdiri dari berbagai status sosial, sedangkan

ijma‟ harus lahir dari kesepakatan para ulama mujtahid secara khusus dan

bukan orang awam. Dikarenakan adat istiadat berbeda ijma‟ maka legalitas

adat terbatas pada orang-orang yang memang sudah terbiasa dengan hal itu,

dan tidak menyebar kepada orang lain yang tidak pernah melakukan hal

tersebut, baik yang hidup satu zaman dengan mereka atau tidak. Adapun ijma‟

menjadi hujjah kepada semua orang dengan berbagai golongan yang ada pada

zaman itu atau sesudahnya sampai hari ini.

3) Adat terbagi menjadi dua kategori : ucapan dan perbuatan. Adat berupa

ucapan misalnya adalah penggunaan kata walad hanya untuk anak laki laki,

padahal secara bahasa mencakup anak laki-laki dan perempuan dan inilah

nahasa yang digunakan Al-quran,

ولدكه لذلكر وثل حظ لل ٱ يوصيكه ثيي ٱف أ

ل

12

Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri, Sejarah Legislasi Hukum Islam (Sinar Grafika Offset:

Jakarta) 2009, h. 170.

Page 29: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

19

“Allah mensyari‟atkan bagimu tentang anak-anakmu. Yaitu : Bagian seorang

anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.” (QS. An-Nisa‟

(4) :11).

4) Sedangkan adat yang berupa perbuatan adalah setiap perbuatan yang sudah

biasa dilakukan orang, seperti dalam hal jual beli, mereka cukup dengan cara

mu‟athah (menerima dan memberi) tanpa ada ucapan, juga kebiasaan orang

mendahulukan sebagian mahar dan menunda sisanya sampai waktu yang

disepakati 13

E. Legalitas Al-’’urf

Jumhur fuqaha mengatakan bahwa al-‟urf merupakan hujjah dan dianggap

sebagai salah satu sumber hukum syariat. Mereka bersandar pada dalil-dalil

sebagai berikut.

Firman Allah SAW :

معفو ٱ خذ مر ةعرض عي معرف ٱوأ

١٩٩ مجهني ٱوأ

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf.

(QS. Al-A‟raf : 199)

Ayat ini menjelaskan tentang wajibnya mengamalkan adat sebab jika tidak

wajib Allah tidak menyuruh Rasullah SWT.

1. Hadits Rasulullah SAW, “Apa yang dilihat kaum muslimin baik maka ia

juga baik di sisi Allah”. Hadits ini menunjukkan bahwa setiap yang dianggap

baik oleh kaum muslimin maka hal itu juga baik di sisi Allah dan jika

memang begitu maka wajib diamalkan dan dijadikan sandaran hukum.

2. Syariat Islam sangat memperhatikan aspek adat kebiasaan orang Arab dalam

menetapkan hukum. Semua ditetapkan demi mewujudkan kemaslahatan bagi

khalayak ramai, seperti akad dan mewajibkan denda kepada pembunuhan

13

Ibid, h. 168.

Page 30: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

20

yang tidak disengaja. Selain itu, Islam juga telah membatalkan beberapa

tradisi buruk yang membahayakan, seperti mengubur anak perempuan dan

menjauhkan kaum wanita dari harta warisan Islam mengakui keberadaan

adat istiadat yang baik.

3. Syariat Islam memiliki prinsip menghilangkan segala kesusahan dan

memudahkan urusan manusia dan mewajibkan orang untuk meninggalkan

sesuatu yang sudah menjadi adat kebiasaan mereka karena sama artinya

dengan menjerumuskan mereka ke dalam jurang kesulitan. Agar mereka

tidak terjatuh dalam jurang ini, kita harus mengakui adat kebiasaan

mereka.14

sebagaimana firman Allah SAW :

فقوايديكه إل لل ٱف شبيل وأ

ةأ إن تلهنكة ٱول ثنقوا وا حص

وأ

١٩٥ لىحصني ٱيب لل ٱ “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu

kesempitan”.(QS. Al-Hajj (22) :78)

Dan firman Allah SAW :

معس ٱول يريد ةكه ميس ٱةكه لل ٱيريد معدة ٱوتلكىنوا وا لل ٱوتلكب

وا هدىكه ومعنك ١٨٥ه تشكرون لع“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran

bagimu”.(QS. Al-Baqoroh (2) : 185)

F. Pengertian pingitan pengantin

14

Ibid, h. 169.

Page 31: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

21

Pingitan, berpingitan: berkurung di dalam rumah tanpa sama sekali. Memingit

; menurung dalam rumah. Pingitan ; Sesuatu yang di pingitan.15

Sengkeran atau Pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk

memasuki sebuah dunia yang bernama rumah tangga. Dipingitan adalah istilah

yang diterapkan pada calon pengantin agar tidak kemana-mana maksudnya

adalah agar calon pengatin aman dan segar bugar. Pada dasarnya pingitan

pengantin itu sama antara daerah satu dengan daerah yang lain, namun pada

pelaksanaannya saja yang berbeda. Menurut ethicalweddings.com pingitan

pengantin adalah calon pengantin putri tidak diperbolehkan keluar rumah atau

bertemu calon pengantin putra sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, yaitu

sebelum acara akad nikah. Kedua mempelai harus tidak saling bertemu dulu.

G. Asal Usul Tradisi Pingitan.

Pendidikan anak perempuan menurut adat-istiadat lebih terikat kepada

lingkungan rumah. Semua kebebasan dan pendidikan yang dinikmati anak-anak

gadis itu berakhir, begitu ia menginjak dewasa dan menjelang pernikahan.

Ukuran dewasa bagi gadis-gadis remaja yang hidup di daerah tropis sangat cepat,

sekitar 10 sampai 12 tahun. Mulai dipersiapkan untuk kehidupan berkeluarga

dengan memasuki dunia pingitan.

Pingitan adalah dunia wanita, dimana gadis-gadis kecil mulai belajar bekerja.

Bidang pekerjaannya adalah membantu ibu mereka mengasuh dan mengurus

adik-adik mereka yang masih kecil, belajar memasak dan menjahit, serta

kecakapan-kecakapan lain yang perlu dimiliki ibu rumah tangga. Rumah tangga

adalah tiang masyarakat,dan masyarakat adalah tiang Negara, sebab itu setiap

wanita harus menjadi ibu yang baik dan cakap dalam penanganan rumah tangga.

Tradisi pingitan ini sudah ada pada zaman keraton atau zaman kerajaan

Yogyakarta. Pada zaman keraton Yogyakarta yang dipimpin Sri Sultan

Hamengkubuwono 1, tradisi pingitan pengantin sudah ada sejak zaman nenek

15

Fajri, Em Zul dan Senja, Ratu Aprilia. tt. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia: Difa Publiser.

h. 655

Page 32: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

22

moyang mereka dan tradisi ini merupakan tradisi Jawa asli yang dijadikan

sebagai tradisi turun temurun. Pada zaman dahulu para pendatang dari

Yogyakarta dan Solo datang ke Desa Cetan termasuk di Desa Cetan dan

membawa tradisi dan bahasa Jawa halus (krama inggil).

Mereka tinggal berdampingan bersama masyarakat Desa Cetan dan kemudian

mereka menikah dengan masyarakat Desa Cetan tersebut. Dan disaat pernikahan

tersebut semua adat dari Yogyakarta dan Solo diterapakan di acara pernikahan,

sehingga berbagai adat tersebut merupakan tradisi turun temurun yang wajib

dilestarikan sampai sekarang.16

H. Urutan Tahapan Prosesi Lamaran Sebelum Pingitan Pengantin

Di bawah ini adalah kegiatan yang biasa dilakukan di desa Cetan Dukuh

Morisan sebelum pernikahan dimulai setelah acara lamaran, ada empat tahapan

yang dilakukan, penulis membaginya berdasarkan buku Sumarsono, 2010 dalam

makalah Oktaviana Wibawati, yaitu tahap pembicaraan, kesaksian, tahap siaga,

dan tahap rangkaian upacara :17

1. Tahap Pembicaraan pada tahap ini dilakukan oleh kedua keluarga, keluarga

calon pengantin pria melamar ke rumah keluarga sang calon pengantin

wanita.

2. Tahap Kesaksian tahap ini merupakan peneguhan pembicaraan yang

disaksikan oleh pihak ketiga yaitu warga kerabat dan atau para sesepuh di

kanan-kiri tempat tinggalnya memalui acaraacara sebagai berikut:

a. Sisetan

Upacara sisetan dilakukan dengan cara pihak keluarga mempelai pria

datang ke calon mempelai wanita, sebagai acara bahwa pihak calon

mempelai wanita sudah tidak boleh lagi menerima pinangan dari pihak

lain. Pihak keluarga calon mempelai membawa penyingset (serah

16

Nurul Hidayah, Tradisi Pingin Pengantin Dalam Pandangan Hukum Islam (Study Kasus

Ds. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali), Institut Agama Islam Negeri Salatiga (IAIN) Salatiga, h. 35 17

Setyaningtyas, Oktaviana Wibawati. 2010. Perkembangan Pernikahan Adat Jawa Timur.

Makalah. Dipublikasikan. Fak. Ilmu Sosial Pend. Sejarah. UM. h. 9-15

Page 33: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

23

serahan) sebagai tali hubungan. Bawaan yang harus ada adalah jadah,

diartikan jadah yang lengket sebagai simbol mempererat tali

silaturrahmi. Disamping itu membawa pula makanan sebatas

kemampuan yang diberikan oleh pihak keluarga calon mempelai wanita.

b. Balen

Beberapa hari setelah acara sisetan diadakan acara yang disebut balen,

yaitu acara mengulang pembicaraan pada sisetan yang kemudian

memastikan kepastian acara pernikahan. Acara ini dilakukan oleh pihak

dari calon mempelai wanita yang datang ke rumah calon mempelai pria.

Calon pengantin wanita tidak perlu menghadiri acara sisetan, hanya

keluarganya saja yang datang untuk merundingkan hari pernikahan.

Yang harus dibawa bukan lagi jadah tapi wajik serta barang-barang

bawaan lain.

3. Tahap Siaga pada tahap ini, yang akan mempunyai hajat mengundang para

sesepuh dan sanak saudara untuk membentuk panitia guna melaksanakan

kegiatan acara-acara pada waktu sebelum, bertepatan, dan sesudah hajatan.

1) Mulai merancang dan membagi undangan 2) Membentuk panitia hajatan

3) Calon pengantin melapor ke KUA (tempat domisili pengantin putri). Ini

dilakukan untuk memberi tanda di Kantor Catatan Sipil akan ada hajatan

mantu, dengan cara Ijab

4. Tahap Rangkaian upacara tahap ini bertujuan menciptakan nuansa hajatan

mantu sudah tiba. Ada beberapa acara dalam tahap ini, yaitu:

a. Pasang Tarub dan dekorasi Adapun ciri khas tarub adalah dominasi

hiasan daun kelapa muda (janur), sedangkan dekorasi digunakan sebagai

tempat duduk kedua mempelai yang dihiasi dengan berbagai macam

bunga untuk mempercantik dekorasi.

b. Kembar Mayang Kembar mayang digunakan untuk mengiringi pengantin

ketika kedua mempelai dipertemukan. Kembar mayang dibawa oleh

Page 34: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

24

domas (wanita) dan manggolo (pria). Barang-barang untuk kembar

mayang antara lain :

1) Batang pisang, 4 potong, untuk hiasan. Biasanya diberi alas dari

tabung yang terbuat dari kuningan atau piring..

2) Janur kuning, yang dibentuk dengan berbagai macam, seperti bentuk

keris, cambuk, burung, dll.

3) Daun-daunan: daun kemuning, beringin serta ranting-rantingnya,

daun puring, dan daun andong.

Page 35: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

25

BAB III

MONOGRAFI DESA CETAN

A. Kondisi Geografis

Secara geografis Desa Cetan adalah desa yang terletak di Kecamatan

Ceper Kabupaten Klaten, topografi desa ini berupa dataran rendah yang

berada di ketinggian tanah 133 m dari permukaan laut, Berdasarkan buku data

Monografi desa Cetan tahun 2017 banyaknnya curah hujan per tahun adalah

248 mm. Begitupun dengan luas wilayahnya yang mencapai 111.0065 Ha

yang berbatasan dengan Desa Tegalrejo di sebelah Utara, Jambukidul di

sebelah Selatan, Kurung di sebelah Barat dan Kedungan Kecamatan Pedan di

sebelah Timur.1

Table 1.1

Batas Wilayah Desa Cetan

No. Batas Wilayah Desa/Kel Kecamatan

1 Sebelah Utara Tegalrejo Ceper

2 Sebelah Selatan Jambukidul Ceper

3 Sebelah Barat Kurung Ceper

4 Sebelah Timur Kedungan Pedan

Desa Cetan sendiri memiliki 21 RT dan 8 RW, dan ruang lingkup dari

kepengurusan RT dan RW masing-masing memegang 3 jenis kegiatan yakni

pelayanan umum, pelayanan kependudukan dan pelayanan legalisasi.2

Orbitrasi (jarak dari pusat pemerintahan Desa) menuju pusat

pemerintahan dapat ditempuh dengan jarak:

a. Jarak dari pusat pemerintahan Desa / Kelurahan : 2 Km

b. Jarak dari Ibukota Kabupaten/Kota : 12 Km

c. Jarak dari Ibukota Provinsi : 110 Km

1 Data Monografi Desa Cetan Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Semester I Th. 2017

2 Ibid.

Page 36: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

26

d. Jarak dari Ibukota Negara : 680 Km

Adapun untuk luas wilayah peruntukan dari Desa Cetan sendiri dapat

dilihat dari table dibawah ini:

Tabel 1.2

Luas Wilayah Desa Cetan Menurut Peruntukan

No Batas Wilayah

Peruntunkan

Luas / Jumlah

1 Jalan 17,676 Km

2 Sawah dan Ladang 77,7580 Ha

3 Bangunan Umum 0.6025 Ha

4 Pemukiman/Perumahan 28,7365 Ha

5 Perkuburan 0,8700 Ha

6 Lain-lain 1,0170 Ha

B. Kondisi Penduduk

Berdasarkan data Administrasi Pemerintahan Desa tahun 2017 jumlah

penduduk di Desa Cetan sekitar 3286 jiwa dengan jumlah laki-laki 1598

orang dan untuk perempuan 1688 orang. Kemudian untuk jumlah kepala

keluarga pada masyarakat Desa Cetan, pada tahun 2017 mencapai 1.098 KK.3

Table 1.4

Jumlah Penduduk Menurut Usia Kelompok Pendidikan

No. Usia Jumlah

1. 00-03 278 orang

2. 04-06 235 orang

3. 07-12 322 orang

4. 13-15 319 orang

3 Ibid

Page 37: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

27

5. 16-18 330 orang

6. 19-ke atas 1962 orang

Tabel 1.5

Jumlah Penduduk Menurut Usia Kelompok Tenaga Kerja

No. Usia Jumlah

1. 10-14 396 orang

2. 15-19 409 orang

3. 20-26 535 orang

4. 27-40 599 orang

5. 41-56 452 orang

6. 57 tahun – ke

atas

258 orang

C. Keadaan sosial ekonomi

Keadaan ekonomi masyarakat Desa Cetan terfokuskan kepada mata

pencaharian pokok seperti, pertanian, buruh tani, wiraswasta/pedagang dan

jasa. Akan tetapi potensi dan perkembangan mata pencaharian masyarakat

Desa Cetan sangat mendominasi dalam bidang pertanian, karena di

sepanjang jalan Desa Cetan banyak sekali tanah sawah yang dikelola oleh

masing-masing kepala keluarga maupun buruh tani, khususnya orang

dewasa yang telah memiliki anak. Berbeda dengan dengan anak-anak

mereka atau para pemuda disana yang kebanyakan dari mereka bekerja di

luar Desa.

Mata pencaharian pokok dari Desa Cetan yang mendominasi dalam

bidang pertanian, wiraswasta/pedagang dan ternak. dapat dilihat dari

pendapatan perkapita menurut sektor usahanya. Selanjutnya untuk

Page 38: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

28

mengetahui jenis mata pencaharian dari masyarakat Desa Cetan dapat dilihat

dari diagram tabel dibawah ini :4

Tabel 1.5

Data Mata Pencaharian Pokok Desa Cetan

No Jenis Pekerjaan Laki-laki

1 PNS 52 orang

2 ABRI 14 orang

3 Karyawan Swasta 139 orang

4 Wirasasta/Pedagang 286 orang

5 Tani 182 orang

6 Pertukangan 174 orang

7 Buruh Tani 602 orang

8 Jasa 47 orang

9 Pensiunan 122 orang

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Cetan Kecamatan Ceper

Kabupaten Ceper Jawa Tengah 2017

D. Kondisi Pendidikan

Pendidikan adalah satu hal terpenting dalam memajukan tingkat SDM

yang dapat berpengaruh dalam jangka panjang pada peningkatan

perekonomian. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka akan

mendongkrak tingkat kecakapan dan sosial masyarakat yang pada nantinya

akan mendorong keterampilan di bidang kewirausahaan dan lapangan kerja

4 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Cetan 2017

Page 39: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

29

baru, sehingga akan membantu program pemerintahan dalam mengentaskan

pangangguran dan kemiskinan.

Walaupun kebanyakan dari pada orang tua disana tidak melanjutkan

pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi, akan tetapi perhatian

masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk anak-anak mereka sangatlah

besar, demi mencapai hidup yang lebih baik.5 Adapun untuk lebih jelasnya

dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

Tabel 1.5

Jumlah Penduduk Menurut tingkat Lulusan Pendidikan

Pendidikan Jumlah

Taman Kanak-kanak 36 orang

Sekolah Dasar 118 orang

SMP/SLTP 159 orang

SMA/SLTA 144 orang

Akademik(D1-D3) 27 orang

Sarjana(S1-S3) 22 orang

Pondok Pesantren 1 orang

Madrasah 16 orang

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Cetan Kecamatan Ceper

Kabupaten Klaten Jawa Tengah 2017

Dari di atas menunjukan bahwa mayoritas penduduk Desa Cetan sudah

mampu menyelesaikan sekolah di jenjang pendidikan wajib belajar sembilan

tahun. Dalam hal kesediaan sumber daya manusia yang memadai dan

memumpuni, keadaan ini merupakan tantangan tersendiri.

Rendahnya kualitas tingkat pendidikan di Desa Cetan tidak terlepas

dari terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan yang ada, disamping itu

tentu masalah ekonomi dan pandangan hidup masyarakat. Sarana pendidikan

5 Ibid

Page 40: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

30

di Desa Cetan baru tersedia di tingkat pendidikan sekolah dasar yaitu TK dan

SD saja, sementara untuk pendidikan tingkat pertama dan menengah ke atas

berada di luar desa.

Tabel 1.8

Pendidikan Formal6

Nama Jumlah Status Kepemilikan Pengajar Siswa

TK 2 Terdaftar Swasta 6 86

SD 1 Terdaftar Pemerintah 10 129

SD 1 Terdaftar Swasta 9 148

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Cetan Kecamatan

Ceper Kabupaten Klaten Jawa Tengah 2017

E. Kondisi Sosial Keagamaan

Mengingat urgensinya kerukunan antar umat beragama, maka MPR

dalam sidangnya pada tahun 1978 melalui ketetapan No. IVMPR/1978

tentang GBHN BAB IV di bidang agama, menyatakan bahwa :

Angka 1 huruf b : kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada

Tuhan yang Maha Esa makin dikembangkan, sehingga terbina rukun diantara

sesama umat beragama, diantara sesama penganut kepercayaan terhadap

Tuhan yang maha Esa dalam usaha memperkokoh kesatuan dan persatuan

bangsa dan meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun

masyarakat.7

Diantara umat beragama yang ada di Desa Sugihwaras, yaitu: warga

yang beragama Islam terdapat 3190 orang, beragama Kristen 78 orang, dan

6 Ibid

7 Syamsir Salam dan Amir Fadhilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 107

Page 41: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

31

untuk warga yang beragama Katolik sebanyak 18 orang.8 Untuk lebih

jelasnya keadaan sosial keagamaan di Desa Sugihwaras dapat dilihat dari

tabel berikut :

Tabel 1.10

Agama/Aliran Kepercayaan

Agama Jumlah Prosentase

Islam 3190 Orang 97.0785%

Kristen 78 Orang 2.3737%

Katolik 18 Orang 0.5477%

Sumber : Data Monografi Desa Cetan Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten

Mayoritas penduduk Desa Cetan kebanyakan dari mereka adalah

pemeluk agama Islam, terlihat dari prasarana peribadatan yang berada di Desa

Cetan memiliki jumlah Masjid sebanyak 6 buah dan Langgar/Surau/Musholla

berjumlah 4 buah. Sedangkan prasarana peribadatan untuk pemeluk agama

Kristen dan Katolik 1 buah.9

Pada kenyataannya, tingginya angka pemeluk agama Islam dalam

suatu masyarakat tidak serta merta di iringi dengan tingginya angka keaktifan

dalam menjalankan kegiatan keagamaan. Hal tersebut terjadi di masyarakat

Desa Sugihwaras, dimana penduduknya mayoritas memeluk agama Islam

namun cenderung pasif dalam melakukan kegiatan dalam bidang keagamaan.

8 Data Monografi Desa Cetan Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Semester I Th. 2017

9 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2017

Page 42: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

32

BAB IV

ANALASIS TRADISI PINGITAN CALON PENGANTIN MENJELANG

AKAD NIKAH DI DESA CETAN, KECAMATAN CEPER, KLATEN, JAWA

TENGAH

A. Kegiatan Pingitan Desa Cetan, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, Jawa

Tengah

1. Proses Pingitan Desa Cetan, Kecamatan Kecamatan Ceper, Klaten, Jawa

Tengah.

Saat-saat menjelang perkawinan, di Desa Cetan melakukan “pingitan”

bagi calon mempelai putri selama beberapa hari yang disepakati kedua

mempelai, ada yang melakukan pingitan tiga hari, satu minggu bahkan ada

yang melakukannya selama satu bulan, tergantung dari kesepakatan kedua

mempelai. Selama itu calon mempelai putri dilarang keluar rumah dan tidak

boleh bertemu dengan calon mempelai putra.1

Biasanya dalam prosesi pingitan seluruh tubuh pengantin putri dilulur

dengan ramu-ramuan, dan dianjurkan pula berpuasa. Tujuannya agar pada saat

jadi pengantin nanti, mempelai putri tampil cantik sehingga membuat

pangling orang yang menyaksikannya, akan tetapi di Desa mengalami

penyesuaian seiring dengan perkembangan jaman, seperti halnya prosesi

perawatan dan puasa yang biasanya dilakukan tujuh hari sebelum akad

dilakukan itu tidak berlaku lagi, namun untuk perawatan misalnya meminum

jamu-jamuan dan puasa dilakukan satu hari sebelum hari akad dilaksanakan.

2. Pelaku Pingitan Desa Cetan, Kecamatan Kecamatan Ceper, Klaten, Jawa

Tengah.

Saat menjelang pernikahan keluarga dari kedua belah mempelai pasti

sangat repot, karena banyak yang harus dipersiapkan antaranya seperti;

1 Hasil wawancara dengan Bapak H. Sarjiman (Tokoh Masyarakat), wawancara pada tanggal

20 Oktober 2017

Page 43: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

33

undangan, jamuan makanan tamu, dekorasi, tempat resepsi, gaun pengantin

dan lain-lain. Seperti halnya yang dilakukan oleh Ajeng 27 Tahun warga Desa

Cetan Rt 07, Rw 02 yang akan menikah dengan Hendriwan Warga Desa

Cetan Rt 5, Rw 03, mereka juga melangsungkan tradisi pingitan seperti hanya

yang dikatakannya dalam wawancara sebagai berikut :

Calon mempelai wanita

Ajeng:“ Saya tidak keberatan untuk melakukan tradisi pingitan, toh itu

hanya 3 (tiga) hari saja, besok setelah itu kan juga akan ketemu selamanya

kok (dengan sedikit senyum malu), kata orang tua saya itu juga manfaat biar

saya dengan mas mantu tidak sering beranten tidak baik mau menikah kok

malah beramtem terus, selama 3(tiga ) hari ini saya berpuasa untuk ngeresiki

jiwo (bersihin jiwa) itupun juga manut (nurut) orang tua, dan saya tidak

melakukan luluran atau perawatan atau yang lainnya, hanya diam saja

dirumah aja itu udah cukup” 2

Calon mempelai pria.

Hendriwan: “saya manut (nurut) orang tua aja, tradisi pingitan juga

tidak merugikan atau meropotkan, yang penting nurut orang tua aja karena

orang yang lebih tahu mana yang baik untuk anaknya”. 3

Melihat dari hasil wawancara kedua calon pengantin kelihatan bahwa

keduanya tidak keberatan dalam melaksanakan tradisi pingitan pengantin dan

mereka tidak begitu mengetahui makna dari tradisi tersebut. Mereka

melakukan tradisi itu atas dasar perintah orang tua. Dan yang mereka tahu dari

tradisi ini adalah warisan leluhur yang turun temurun pada anak cucunya,

bahkan mereka tidak tahu bagaimana Islam memandang tradisi ini, yang

2 Wawancara dengan Ajeng (Pelaku Pingitan Pengantin), 23 Oktober 2017

3 Wawancara dengan Hendriawan (pelaku Pingitan Pengantin), wawancara tanggal 23

Oktober 2017

Page 44: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

34

mereka tahu kalau tradisi ini adalah kegiatan adat yang harus dilakukan

menurut perintah orang tuanya.

Sebelum hari akad nikah dilaksanakan. Kegiatan tradisi pingitan

pengantin yang dilakukan oleh Ajeng tidak neko-neko (aneh-aneh) hanya

berias diri dan berkumpul dengan sanak keluarga yang datang untung

menghadiri pernikahannya. Hanya saja calon pengantin tidak boleh untuk

bertemu dulu dengan calon pengantin pria.

Dua (2) hari sebelum hari akad nikah dilaksankan warga Desa Cetan

sudah berdatangan di rumah calon pengantin untuk membantu

mempersiapkan pernikahan, khusus ibu-ibu diberi amanah atau dipasrahi

untuk memasak didapur biasanya membuat jenang, jadah, wajik dan

sebagainya. Dan untuk bapak-bapak 1 (satu) hari sebelum hari akad nikah

dilaksanakan sambatan (bantu-bantu) usung –usung (mengakat barang dari

tempat satu untuk dipindahkan ketempat lain) ambil peralatan seperti meja,

kursi, gelas, piring, nampan, teko dan lain-lain. Setelah prosesi pemotretan

pengantin ini masa pingitan yang dilakukan oleh kedua mempelai yaitu Ajeng

dan Hendriwan sudah selesai, karena sudah melakukan Ijab Qobul. Kemudian

kedua mempelai melanjutkan acara dengan sebutan krumpul, yaitu

bertemunya dua mempelai pengantin dalam rangkaian adat yang harus

dilakukakan seperti ngidah endok (pengijakan telor oleh pengantin pria yang

dilakukan pada waktu prosesi pernikahan, dengan maksud mempelai pria siap

memberikan keturunan), sungkeman (kedua mempelai meminta restu pada

kedua orang tua), balang janur ( lempar-lemparan janur yang sudah dikiat

kecil yang dilakukan oleh kedua mempelai dengan tujuan memperkenalkan

diri dalam satu ikatan suami istri ) dan lain-lain.

3. Landasan Masyarakat Desa

Kepercayaan atas tradisi yang diwarisklan nenek moyang Desa Cetan

sangat melekat pada jiwa masyarakatnya, khususnya pada tradisi pingitan

pengantin. Tradisi ini masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Cetan,

Page 45: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

35

walaupun ritual dalam pelaksanaannya tidak sepadat yang dulu lagi. Tradisi

pingitan di Desa Cetan untuk sekarang hanya dilakukan tujuh hari sebelum

akad nikah dilaksanakan, dan prosesi pingitan seperti perawatan tubuh dan

puasa hanya dilakukan sehari sebelum hari akad nikah dilaksanakan tentunya

dengan panduan dukun nikah (orang yang dipercayai dalam mengatur ritual

nikah).

Landasan yang membuat masyarakat Desa tetap untuk melaksanakn

tradisi pingitan tersebut karena mereka sangat menghargai budaya leluhur,

dan mereka mempunyai keyakinan apabila mereka tidak melakukan tradisi

pingitan maka akan mendapatkan musibah, misalnya batalnya pernikahan atau

musibah lainnya yang lebih buruk. Masyarakat Desa Cetan percaya bahwa

tradisi pingitan perlu dilakukan ntuk menjamin keselamatan calon pengantin

perempuan dari mara bahaya yang mungkin mengancamnya di luar sana.

Pilihan masyarakat yang lebih melestarikan budaya dengan melaksanakan

tradisi pingitan karena mereka

B. Pendapat Masyarakat Desa Cetan Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten

Tentang Tradisi Pingitan Pengantin.

Tabel 3.5 Daftar Hasil Wawancara dengan warga Desa Cetan Kecamatan Ceper

Kabupaten Klaten

NO Nama L/P Umur RT/RW Hasil Wawancara

1 Basri L 38 07/02 Pingitan itu Tradisi calon

pengantin yang tidak boleh

bertemu sebelum ijab qobul,

Tradisi turun temurun yang

harus dilakukan. 4

2 Kati P 35 07/02 Pingitan adalah tidak

diberbolehkan calon pengantin

4 Wawancara dengan Basri pada tanggal 30 Oktober 2017

Page 46: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

36

ketemu sampai hari ijab

qobulnya. Tradisi turun

temurun dari nenek moyang,

tidak dipaksakan untuk

melaksanakan atau tidak

melaksanakan tradisi pingitan

tersebut.5

3 Bayat L 50 07/02 Tradisi calon Pengantin yang

tidak boleh ketemu sebelum

kumprol (acara resepsi), boleh

dilakukan.6

4 Ayu P 26 07/02 Calon pengantin wanita dan

pria tidak diperboleh ketemu

seebelum hari H resepsi, tradisi

dari nenek moyang yang lebih

baik dilakukan. 7

Hisyam L 28 07/02 Pingitan Pengantin adalah

pengantin wanita dan pria tidak

boleh ketemu 3 hari sebelum

hari ijab qobul, tradisi ini dari

nenek moyang, kalau disini

tergantung kepercayaan orang

tuanya harus melakukan

pingitan atau tidak. Kalau

menurut mas Hisyam sendiri

5 Wawancara dengan Ibu Kati pada tanggal 30Oktober 2017

6 Wawancara dengan Bapak Bayat pada tanggal 30 Oktober 2017

7 Wawancara dengan Ibu Ayu pada tanggal 3 November 2017

Page 47: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

37

tradisi pingitan harus

dilakukan8

6 H. Heri L 60 07/02 Menurut Heri tradisi pingitan

pengantin adalah tradisi

berdiam dirumah dan tidak

saling ketemu antara kedua

mempelai sampai batas waktu

yang ditentukan yaitu hari

pernikahan.

Beliau beranggapan bahwa

tradisi ini masuk dalam

rangkaian pernikahan jadi

lebih baik dilakukan, yang

diturunkan dari leluhur.9

7 Sarjiman L 60 07/02 Menurut Bapak Sarjiman

tradisi pingitan pengantin

adalah

tradisi yang berasal dari nenek

moyang, yaitu antara kedua

mempelai tidak boleh ketemu 3

hari sebelum hari akad nikah

dilaksankan, tidak ada

keharusan untuk melakukan

tradisi ini akan tetapi lebih baik

dilakukan untuk melestarikan

tradisi adat kampung. 10

8 Wawancara dengan Bapak Hisyam pada tanggal 3 November 2017

9 Wawancara dengan Bapak H. Heri pada tanggal 4 November 2017

10 Wawancara dengan Bapak Sarjiman pada tanggal 4 November 2017

Page 48: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

38

8 Lanjar P 50 07/02 Menurut ibu Lanjar Pingitan

pengantin tradisi yang

dilakukan calon pengantin

untuk tidak bertemu tiga (3)

hari sebelum hari pernikahan,

menurut ibu Satinem tradisi ini

tidak harus dilakukan menurut

selera sendiri-sendiri atau

kenyakinan keluarga, mempelai

yakini gimana. Tetapi ada

baiknya kalau pingitan tradisi

pingitan Pengantin ini

laksnakan.

Dari hasil observasi dan wawancara pada sebagaian warga Desa Cetan

yang penulis lakukan. Bisa dilihat masyarakat tidak begitu mengharuskan untuk

melaksanakan tradisi pingitan pengantin tersebut, akan tetapi sebagian besar dari

masyarakat tersebut menganjurkan untuk melakukan tradisi pingitan pengantin

tersebut dengan alasan untuk melestarikan budaya leluhur dan melengkapi prosesi

pernikahan agar lebih sakral. Karena diakui pingitan ini banyak manfaatnya bagi

kedua calon pengantin antanya sebagai berikut:

Ini beberapa alasan kenapa tradisi itu dilakukan:

a. Membuat pasangan memiliki rasa rindu yang menggebu saat di

haripernikahan sehingga mempelai terlihat lebih romantis dll.

b. Memberikan waktu untuk merenung, banyak hal yang harus di

persiapkan bukan hanya financial dan fisik tapi yang terpenting adalah

mental.

Page 49: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

39

c. Menghindari godaan setan pastinya, banyak di luar sana yang

menganggap hubungan badan antara tunangan itu wajar padahal dalam

agama islam sudah jelas itu di haramkan.

d. Menghindari percekcokan, persiapan pernikahan itu rumit banyak dan

sangat menyita waktu dan pertengkaran di masa ini kita calon

pasangan dituntut untuk menyatukan dua pemikiran dari pribadi yang

berbeda.

e. Menghindari kegagalan dalam rencana pernikahan, karena terlalu

banyak perselisihan yang terjadi bisa saja pasangan tersebut tidak

menemukan titik temu yang membuat kedua belah pihak akhirnya

memutuskan untuk berpisah.

Dalam kenyataan bermasyarakat di Desa Cetan juga ada yang tidak

melaksanakan tradisi pingitan dalam pernikahannya, namun itu hanya sebagian

kecil saja. Namun sebagian besar masyarakat Desa Cetan lebih memilih

menggunakan pingitan pingantin dalam rangkaian prosesi pernikahan dari mereka

mempertimbangkan manfaat dan mudhorot dalam melakukan atau tidak

melakukan pingitan pengantin mereka mempercayai lebih baik melaksanakan

tradisi pingitan pengantin. Seperti dalam kasus pernikahan pasangan Rini 26

Tahun dari warga Desa Cetan, sebagai calon pengantin wanita dan Sigit 27 warga

Desa Cetan, sebagai calon pengantin laki-laki, pernikahan mereka yang kurang

10 hari dari hari akad nikah dilaksankan ahkirnya batal untuk dilakukan karena

adanya cecok atau perbedaan pendapat pada keduanya, hal itu membuat warga

sekitar berpendapat pernikahan yang batal tersebut akibat tidak dilakukan pingitan

pada calon pengantin sehingga mereka sering beda pendapat serta kemauan yang

berbeda dan berahkir pada putusnya acara pernikahan.

Untuk jangka waktu pingitan masyarakat Desa bervariasi ada yang 3 hari,

7 hari dan 10 hari, sebagaimana yang dikatakan bapak Sarjiman salah satu tokoh

masyarakat Desa sebagai berikut :

Page 50: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

40

“Masyarakat Desa dalam melaksanakan tradisi pingitan pengantin dalam

jangka waktu pingitannya berbeda-beda, tergantung dengan keyakinan

sendiri-sendiri, ada yang mealakuan 10 hari ,7 hari bahkan lebih sedikit yaitu

3 hari dan untuk mengisi hari-hari pingitan ada yang melakukan luluran dan

menghias diri bagi calon pengantin wanita, namun juga ada yang tidak

melakukan apa-apa hanya berdiam diri dirumah saja, dan biasanya selain

kegiatan tersebut calon pengantin juga harus berpuasa dengan tujuan

ngeresiki awak(bersihin jiwa)” Jadi menurut bapak Sarjiman jangka waktu

atau jarak pingitan dengan hari akad nikah resepsi tidak di tentukan, itu semua

tergantung selera dan keyakinan keluarga calon pengantin saja.

C. Pendapat Tokoh Masyarakat Desa Cetan, Kecamatan Ceper, Klaten, Jawa

Tengah Tentang Tradisi Pingitan Pengantin.

Tabel 3.6 Daftar Hasil Wawancara dengan Tokoh Masyarakat Desa Cetan,

Kecamatan Ceper, Klaten, Jawa Tengah Tentang Tradisi Pingitan Pengantin

No Nama RT/RW Tanggapan

1 H. Jamin 07/02 Tradisi pingitan pengantin adalah

tradisi yang biasanya dilakukan

oleh calon pengantin, dalam

tradisi kedua pengantin tidak

diperbolehan untuk ketemu

sampai hari Ijab qobul, jangka

waktu pingitan di Desa Cetan

ini umumnya 3 hari saja. Kegiatan

selama 3 hari ini calon pengantin

hanya mengisi dengan berpuasa

saja. Hukum dalam Islam menurut

Page 51: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

41

beliau boleh, karena tidak

bertentangan dengan syari‟at

Islam.

Menurut beliau wanita dalam

pingitan menunjukkan kemulian

dan kesucian dan pingitan

termasuk tradisi yang bagus

karena banyak manfaatnya. Hanya

saja mayoritas desa Cetan tidak melihat

dari segi agamanya

mereka melakukan tradisi tersebut

semata-mata karena warisan

leluhur yang mereka percayai dan

mereka percaya akan

mendapatkan musibah apabila

tradisi pingitan pengantin tidak

dilaksanakan, Musibah yang

dimaksud seperti batalnya

pernikahan. Pemikiran seperti itu

yang dibetulkan , karena pendapat

seperti itu cenderung bisa

menyebabkan seseorang menjadi

syirik.

2 Ust. Sugio 07/02 Tradisi pingitan adalah masa –

masa mempersiapkan diri untuk

menghadapi pernikan, jadi

dimasa-masa tersebut calon

pengantin tidak diperbolehan

Page 52: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

42

untuk bertemu, dengan tujuan

agar tidak ada perbedaan pendapat

antara kedua mempelai yang

mengakibatkan percecokan yang

berujung dengan hal-hal yang

tidak baik, misalnya sampai

pembatalan pernikahan, untuk itu

dilaksanakan tradisi pingitan

tersebut. Jangka waktunya kalau

untuk kebiasaan masyarakat Desa

Cetan 3 hari dan diisi dengan

berpuasa saja. Tradisi ini sudah

ada sejak dulu dari leluhur, karena

tradisi ini sudah membudaya

dalam masyarakat Desa

Cetan, maka masih

dilestarikan, untuk hukum dalam

Islamnya menurut ustad Sugio

boleh-boleh saja karena dalam

Islam tidak ada larangannya dan

tidak melanggar syari'at Islam.

Karena mereka mempercayai atau

mempunyai keyakinan akan

datangnya musibah dari suatu

budaya yang mengandung mitos,

padahal sesungguhnya musibah itu

datang dari Allah SAW.

3 Ust. H. Yaqub A 07/02 Tradisi pingitan itu adalah tradisi

Page 53: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

43

yang pada umumnya dilakukan

oleh calon pengantin, yang

dimaksud dengan pingitan adalah

berdiam diri didalam rumah, jadi

calon pengantin harus berdiam

diri didalam rumah dan tidak

boleh bertemu, jangka waktunya

beragam ada 7,10 dan 3 hari.

Sedangkan masyarakat Desa

Cetan pada umumnya

menggunakan 3 hari saja,

kemudia 3 hari itu di isi dengan

berpuasa. Tujuan pingitan ini

untuk membuat kangen antara

kedua calon pengantin dan

berpuasanya untuk membersihkan

diri agar lebih tenang sehingga

lebih siap dalam menjalankan

resepsi pernikahan dan prosesi

Ijab qobul. Tradisi ini sudah ada sejak

dulu

dari leluhur, dalam Islam menurut

Ustad H. Yakub boleh-boleh saja

karena tidak melanggar syari‟at

Islam, bahkan pada Rasullulah

para wanita juga dipingitan, yaitu

berdiam diri didalam rumah dan

tidak boleh keluara tanpa ada

Page 54: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

44

kaum laki-laki yang

mendampinginya, dan dianjurkan

untuk berpakain yang menutup,

agar terhindar dari mara bahaya.

Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan kepada ulama‟

di Desa Cetan, mereka berpendapat bahwa tradisi pingitan pengantin dalam

pandangan Islam boleh, bahkan dianjurkan, karena tradisi pingitan pengantin ini

banyak manfaatnya untuk kedua mempelai. Selain itu dalam syari‟at agama tidak

ada hadits atau dalil yang melarangnya. Pendapat ulama ini tidak membuat

masyarakat Desa untuk tidak melakukan tradisi ini, karena itu tergantung selera

dan kepercayaan sendiri-sendiri.

Para ulama Desa Cetan berpendapat sebenarnya masyarakat menjalani

tradisi itu masih berpengaruh dengan keyakinan yang dianut oleh sesepuh mereka.

Seperti yang disampaikan bapak Turmuji, bahwa masyarakat hanya mengikuti

apa yang sudah dilakukan nenek moyang mereka tanpa melihat dari sisi hukum

Islamnya, karena menurutnya adat yang sudah ada harus dilakukan, kalau tidak

dilakukan takutnya kuwalat (durhaka) dengan leluhur. Masyarakat jawa

khususnya masyarakat Desa percaya bahwa tradisi pingitan perlu dilakukan untuk

menjamin keselamatan calon pengantin perempuan dari mara bahaya yang

mungkin mengancamnya di luar sana. Para ulama‟ menyebut hal itu sebagai

tathayyur, yaitu mempercayai kepada ucapan-ucapan nenek moyang yang belum

tentu benar.

D. Pandangan Hukum Islam tentang Tradisi Pingitan Penganti di Desa Cetan,

Kecamatan Kecamatan Ceper, Klaten, Jawa Tengah.

.

Seperti apa yang Allah jelaskan dalam Al-Qur‟an pada surat Al-Ahzab (33)

Page 55: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

45

ج وقرن ى ٱ مجهنية ٱف بيوثكي ول تبجي تب ولقىي ل

لصنوة ٱوأ

طعي لزكوة ٱوءاتي لذهب عكه لل ٱإنىا يريد ۥ ورشول لل ٱوأ

هل لرجس ٱ ٣٣ رياويطهركه تطه ليت ٱأ

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias

dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan

dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan RasulNya.

Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai

ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya ”. (Al-Ahzab:33)

Dalam tafsir Al Mukhtasar menjelaskan ه فى تيتك ق ر (dan hendaklah kamu

tetap di rumahmu) ini merupakan perintah bagi mereka agar menetap dan berdiam

diri di rumah-rumah mereka. هيهح الن ى ج انج ت ث ر ج ل ت ث ره (dan janganlah kamu

berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu). Makna

adalah perbuatan wanita yang menampakkan perhiasaan dan kecantikannya (انتثرج)

yang harus ia sembunyikan yang dapat mengundang syahwat laki-laki. هللا أ طع

س ر ۥ ن (dan taatilah Allah dan Rasul-Nya) Dalam segala yang disyariatkan, dan

taatilah Rasulullah dalam segala urusan dunia yang dia perintahkan kepada kalian.

Ayat ini diturunkan bagi mereka, dan ayat sebelum dan sesudahnya juga

diturunkan bagi mereka yang bertaqwa, baik itu istri-istrinya, anak-anaknya, dan

paman-pamannya dan keturunan mereka.11

Berdasarkan tafsir ayat diatas dijelaskan bahwa wanita harus berdiam diri

di rumah, dan menjaga kesuciannya sama seperti halnya pengertian “pingitan”

yang memiliki makna yang sama yaitu calon pengantin harus berdiam diri di

11

https://tafsirweb.com/7645-surat-al-ahzab-ayat-33.html

Page 56: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

46

dalam rumah dan menjaga kemulian dan kesuciannya sehingga hukum pingitan

dalam Islam adalah boleh (mubah). Terdapat dalam sejarah dari dulu hingga

kemudian. Pingitan sendiri sangat dianjurkan Islam dan itu sudah ada dalam Al-

Qur‟an.

Sedangkan mitos yang berkembang di tradisi ini sangat unik. Dalam

kondisi pingitan, orang yang dipingitan tidak boleh keluar rumah, dengan

alasannya karena mereka memiliki darah manis (atau darah manisan kata orang

Banjar). Katanya orang yang mau menikah itu rentan terhadap marabahaya.

Menurut kepercayaan jawa kuno banyak sarap, sawan, dan sambekala (penyakit

yang tidak kelihatan) atau hal yang mencemaskan dan berbagai halangan

sehingga pada sebagian masyarakat, ketika calon pengantin dipingitan, juga

dianjurkan minum “jamu sawanan” agar terhindar dari berbagai halangan,

kecemasan, dan aneka penyakit. Kepercayaan seperti itulah yang harus

diluruskan, karena musibah itu bisa datang kapan saja dan dimana saja, serta tidak

mengenal usia, bisa pada anak kecil, orang dewasa ataupun orang lansia, dan

dalam Islam tidak diperbolehkan, karena kepercayaan seperti itu masuk dalam

katagori syirik.

Masalah mereka yang mempunyai darah manis itu tergantung dengan

kepercayaan adat saja, yang pasti dalam Islam pingitan diperbolehkan dengan

tujuan menjaga wanita dari mara bahaya seperti menghindarkan dari nafsu-nafsu

kaum pria yang belum bisa mengontrol diri, bukan musibah yang disebut oleh

orang jawa dengan sebutan sarap, sawan dan sambekalo (penyakit yang tidak

kelihatan), mengenai kewatiran masyarakat yang takut tertimpa musibah termasuk

thiyarah yaitu meramal bernasib sial karena melanggar sesuatu.

Masalah puasa yang dilakukan calon pengantin dalam prosesi pingitan

tersebut hukum dalam Islam diperbolehkan dengan catatan apabila calon

pengantin tersebut melakukan puasa dengan niat beribadah kepada Allah SWT,

sedangkan niat puasa itu untuk menghindari musibah atau kepercayaan lain

Page 57: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

47

seperti terhindar dari sawan, sarap dan sambekolo (penyakit yang tidak kelihatan)

dalam Islam tidak diperbolehkan.

E. Analisis Pingitan Pengantin di Desa Cetan, Kecamatan Ceper Kabupaten

Klaten Jawa Tengah

Faktor Yang Mendorong Masyarakat Desa Cetan, Kecamatan Ceper,

Kabupaten Klaten, Jawa Tengah Tentang Tradisi Pingitan Pengantin.

1. Mayoritas masyarakat Desa Cetan mempercayai tradisi pingitan pengantin

selain membuat prosesi pernikahan menjadi sakral, tradisi pingitan pengantin

banyak manfaatnya antara lain sebagai berikut :

a) Membuat pasangan memiliki rasa rindu yang menggebu saat di hari

pernikahan sehingga mempelai terlihat lebih romantis.

b) Memberikan waktu untuk merenung, banyak hal yang harus dipersiapkan

bukan hanya financial dan fisik tapi yang terpenting adalah mental.

c) Menghindari godaan setan, banyak diluar sana yang menganggap

hubungan badan antara tunangan itu wajar padahal dalam agama islam

sudah jelas itu diharamkan.

d) Menghindari percekcokan, persiapan pernikahan itu rumit dan sangat

menyita waktu oleh karena itu, calon pasangan di tuntut untuk

menyelarasakan dua pemikiran dari pribadi yang berbeda.

e) Menghindari kegagalan dalam rencana pernikahan, karena terlalu banyak

perselisihan yang terjadi bisa saja pasangan tersebut tidak menemukan

titik temu yang membuat kedua belah pihak akhirnya memutuskan untuk

berpisah.

2. Keyakinan yang sangat melekat tentang tradisi pingitan yang mereka yakini

membuat mayoritas Desa Cetan tetap menjalankan tradisi pingitan tersebut,

seperti halnya kasus yang terjadi di Desa Cetan yang mengakibatkan batalnya

nikah yang mereka yakini gara-gara kedua mempelai tidak melaksanakan

pingitan, hal ini bisa dilihat bahwa kehidupan mereka sangat dipengaruhi

Page 58: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

48

mitos-mitos dan kepercayaan yang belum bisa dijelaskan dengan alasan yang

logis. Sebenarnya yang mereka yakini hanya merupakan warisan turun-

temurun yang terlahir dari proses akulturasi budaya islam dengan warisan

animisme dan dinamisme yang ada pada zaman sebelum Islam masuk ke

tanah Jawa.

3. Mayoritas masyarakat Jawa pada umumnya dan warga Desa Cetan pada

khususnya melestarikan budaya pingitan pengantin hanya bersumber dari

keyakinan nenek moyang yang diwariskan secara turun-temurun tanpa mereka

mengkaji atau menggali dalam sumber-sumber hukum islam, apakah

bertentangan atau tidak? yang mereka lakukan hanya melestarikan budaya

dari nenek moyang saja.

Faktor Penghambat Masyarakat Desa Cetan Kecamatan Ceper Kabupaten

Klaten Melakukan Tradisi Pingitan.

1. Anggapan sebagian masyarakat tentang budaya pinggitan adalah budaya

kuno, budaya orang tua zaman dahulu, yang sudah tidak patut dipraktikan

pada kehidupan jaman sekarang (modern).

2. Anggapan sebagian remaja yang tidak ingin repot dengan segala ritual

pernikahan termasuk tradisi pingitan.

3. Pendapat ulama Desa yang menilai tradisi pingitan yang dilaksanakan di Desa

dan keyakinan masyarakat tentang tradisi pingitan yang cenderung masuk

dalam pemikiran yang berbau mistik ( hal gaib yang tidak terjangkau dengan

akal manusia) yang tidak dibolehkan oleh tokoh agama masyarakat Cetan..

Faktor-faktor penghambat di atas tetap tidak menjadi pengaruh besar

dalam perubahan keyakinan masyarakat dalam pelaksanaan tradisi pingitan,

karena di Desa Cetan masih banyak dukun manten yang dianut untuk pelaksanaan

pernikahan.

F. Konsep ‘urf Terkait Dengan Tradisi Pingitan Pengantin

Telah dijelaskan pada pemaparan sebelumnya bahwa adat adalah suatu

aturan sosial yang sudah ada sejak zaman nenek moyang atau sesuatu yang

Page 59: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

49

dikerjakan dan diucapkan secara berulang-ulang sehingga dianggap baik dan

diterima oleh akal sehat.

Kajian adat dalam Islam yaitu „urf, Dalam hal ini para ahli Ushul Fiqh

mendefinisikan bahwa adat dan „urf itu sama. Hanya saja, ada sedikit perbedaan

diantaranya yaitu „urf sebagai tindakan atau ucapan yang dikenal dan dianggap

baik serta diterima oleh akal sehat. Setelah melihat uraian tersebut bisa dikatakan,

sederhananya bahwa adat adalah bahasa terjemahan dari „urf . Adat atau „urf

yang telah diterima dan ditetapkan oleh masyarakat secara umum bisa dikatakan

sebagai suatu hukum yang wajib di lakukan dan dalam Islampun tidak

bertentangan serta diharapkan dengan adanya ini, akan mendukung pembentukan

hukum yang baru.

Tradisi pingitan pengantin jika dilihat dari kacamata „urf, tradisi ini masuk

dalam kategori „urf shahih (baik/benar) yaitu „urf yang saling diketahui orang,

tidak menyalahi dalil syari'at, tidak menghalalkan yang haram dan tidak

membatalkan yang wajib, serta dapat diterima karena tidak bertentangan dengan

syara', „urf . Tradisi pingitan pengantin bisa dikatakan „urf shahih karena dalam

tradisi pingitan digunakan untuk menjaga calon pengantin dan untuk persiapan

diri bagi calon pengantin menuju hari pernikahannya. Dan selama itu tidak

membawa mudharat kepada mereka. Tradsi pingitan pengantin dilihat dari

tujuannya ini masuk dalam kategori „urf shahih karena tidak menyalahi syari‟at

Islam. Seperti yang terdapat pada Surat Al-Ahzab ayat 33 dijelaskan bahwa

wanita dalam pingitan menunjukan kemulian dan kesucian. Dalam pingitan calon

pengantin juga dianjurkan untuk berpuasa dengan tujuan mendekatkan diri kepada

Allah SWT, dengan begitu kedua mempelai berharap dalam do‟anya agar

dilancarkan pernikahannya.

Kepercayaan masyarakat Cetan tentang musibah yang didapatnya karena

tidak melakukan tradisi pingitan dan mendapatkan sarap, sawan, dan sambekala

(penyakit yang tidak kelihatan) tersebut masuk dalam katagori „urf yang fasid

(rusak/jelek) Ialah „urf yang tidak baik dan tidak dapat diterima, karena

Page 60: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

50

bertentangan dengan nash qath'iy (syara‟). Seperti kebiasaan mengadakan sesajian

untuk sebuah patung atau suatu tempat yang dipandang keramat. Hal ini tidak

dapat diterima, karena berlawanan dengan ajaran tauhid yang diajarkan agama

Islam.

Masalah puasa yang dilakukan calon pengantin dalam prosesi pingitan

tersebut hukum Islam memperbolehkan dengan catatan apabila calon pengantin

tersebut melakukan puasa dengan niat beribadah kepada Allah Swt, sedangkan

niat puasa itu untuk menghindari musibah atau kepercayaan lain seperti terhindar

dari sawan, sarap dan sambekolo ( penyakit yang tidak kelihatan) dalam Islam

tidak diperbolehkan dan masuk dalam katagori „urf yang fasid, karena

bertentangan dengan syara‟, sebab tujuan puasanya untuk menghindari musibah

seperti sarap, sawan dan sambekala, yang jelas kepercayaan tersebut tidak ada

dalam Islam.

Page 61: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

51

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tradisi pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk

memasuki sebuah dunia yang bernama rumah tangga. Dipingitan adalah istilah

yang diterapkan pada calon pengantin agar tidak kemana-mana, maksudnya

adalah agar calon pengatin aman dan segar bugar. Pada dasarnya pingitan

pengantin itu sama antara daerah satu dengan daerah yang lain, namun pada

pelaksanaannya saja yang berbeda. Tradisi pingitan ini bertujuan untuk Membuat

pasangan memiliki rasa rindu yang menggebu saat di hari pernikahan sehingga

mempelai terlihat lebih romantis, memberikan waktu untuk merenung,

menghindari godaan setan, menghindari percekcokan, dan menghindari

kegagalan dalam rencana pernikahan.

Para ulama desa Cetan berpendapat bahwa tradisi pingitan pengantin

dalam pernikahan itu boleh dilakukan bahkan menurut mereka wanita dalam

pingitan menunjukkan kemuliaan dan kesucian dan pingitan termasuk tradisi

yang baik karena banyak manfaatnya.

Masyarakat Desa Cetan Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten percaya

bahwa apabila tradisi pingitan pengantin itu tidak dilakukan maka akan dapat

musibah yang mereka sebut dengan sebutan sarap, sawan dan sambekalo

(penyakit yang tidak kelihatan), dan bisa cenderung ada banyak masalah diantara

kedua belah pihak seperti hal nya perbedaan pendapat yang menyebabkan

batalnya pernikahan.

Menurut hukum islam pingitan diperbolehkan dengan tujuan menjaga

wanita dari mara bahaya seperti menghindarkan dari nafsu-nafsu kaum pria yang

belum bisa mengontrol diri, sedangkan pemikiran masyarakat mengenai musibah

yang disebut oleh orang jawa dengan sebutan sarap, sawan dan sambekalo

(penyakit yang tidak kelihatan), dalam hukum Islam tidak diperbolehkan, karena

termasuk thiyarah yaitu meramal bernasib sial karena melanggar sesuatu dan

Page 62: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

52

keyakinan seperti itu melenceng dari hukum syar‟i, karena sesungguhnya

musibah itu datangnya dari Allah SWT saja.

B. Saran-saran

Menurut penulis, sebaiknya masyarakat harus bisa menerapkan tujuan

Islam dalam budaya Jawa khususnya dalam tradisi pingitan pengantin agar

mereka tidak salah dalam menilai dan meyakini tradisi tersebut dan tetap

melakukan tradisi tersebut sesuai dengan ajaran syari‟at Islam.

Bagi para tokoh agama maupun tokoh masyarakat hendaknya lebih

giat lagi dalam memberikan pengetahuan agama terhadap masyarakat yang

masih mempercayai adanya mitos-mitos warisan leluhur, sehingga bisa

menjalankan tradisi warisan leluhur dan tidak terjerumus dalam mistik yang

cenderung sampai tahapan syirik.

Para generasi muda yang saat ini bisa mengakses pengetahuan dengan

mudah terbukti dengan banyakanya kualitas pendidikan pada tiap wilayah,

dan banyaknya teknologi canggih yang bisa memberi wawasan pada mereka,

sebaiknya kemudahan itu dimanfaatkan untuk mencari informasi.

Budaya di pulau Jawa ini sangat beragam, khususnya pada tradisi

pernikahan di pulau Jawa khususnya Jawa Tengah banyak prosesi pernikahan

yang harus dijalani calon pengantin, seperti halnya tradisi pingitan pengantin,

kepercayaan yang melekat pada masyarakat Jawa pada umumnya cenderung

kearah mistik yang tentunya dalam Islam keyakinan seperti itu tidak

dibolehkan, untuk itu sebaiknya keyakinan yang yang condong pada harus

diluruskan dengan memperbanyak pengetahuan Islam, agar kita tidak salah

kaprah dalam menilai budaya.

Page 63: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

DAFTAR PUSTAKA

Alquran dan Terjemahannya Departemen Agama Indonesia

Al-khalaf, Abdul Wahab, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003)

Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Cetan 2017

Bakker, J.W. M., Filsafat Kebudayaan, terj. Dick Hartoko (Yogyakarta: Kanisius,

1984)

Data Monografi Desa Cetan Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten Semester I Th.

2017

Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqih Metode Hukum Islam, (Jakarta: PT Grafindo

Persada, 2000)

Fajri, Em Zul dan Senja, Ratu Aprilia.. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia: Difa

Publiser. tt

Furchan, Arief , Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional,

1992)

Ghazali, Abd Rahman, Fiqih Munakahat, cet. Ke-2 (Jakarta: Kencana, 2006).

Gozali, Muh., Mulai dari Rumah (Bandung: Al-Mizan, 2002)

Harun, Nasrun, Ushul Fiqih, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)

Harun, Nasrun, Ushul Fiqih, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997)

Hasil wawancara dengan Bapak H. Sarjiman (Tokoh Masyarakat), wawancara pada

tanggal 20 Oktober 2017

Hidayah, Nurul, Tradisi Pingin Pengantin Dalam Pandangan Hukum Islam (Study

Kasus Ds. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali), Institut Agama Islam Negeri

Salatiga (IAIN) Salatiga

Khalil, Rasyad Hasan, Tarikh Tasyri, Sejarah Legislasi Hukum Islam (Sinar Grafika

Offset : Jakarta) 2009

Lari , Sayyid Mujtaba Musavi, Psikologi Islam; Membangun Kembali Moral

Generasi Muda (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993)

Page 64: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

Ramulyo, Idris, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan

Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika 2006)

Salam, Syamsir dan Amir Fadhilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008)

Setyaningtyas, Oktaviana Wibawati. 2010. Perkembangan Pernikahan Adat Jawa

Timur. Makalah. Dipublikasikan. Fak. Ilmu Sosial Pend. Sejarah. UM.

Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3S,

1995)

Syafe‟I, Rahmat, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia: 2007)

Syarifudin, Amir, Ushul Fiqih, Jilid 2 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu 2001)

UUHamidy, Orang Melayu di Riau, Cet. Ke-1, (Pekanbaru:Universitas Islam Riau

(UIR Press,1996)

https://tafsirweb.com/7645-surat-al-ahzab-ayat-33.html

Wawancara dengan Ajeng (Pelaku Pingitan Pengantin), 23 Oktober 2017

Wawancara dengan Bapak Bayat pada tanggal 30 Oktober 2017

Wawancara dengan Bapak H. Heri pada tanggal 4 November 2017

Wawancara dengan Bapak Hisyam pada tanggal 3 November 2017

Wawancara dengan Bapak Sarjiman pada tanggal 4 November 2017

Wawancara dengan Basri pada tanggal 30 Oktober 2017

Wawancara dengan Hendriawan (pelaku Pingitan Pengantin), wawancara tanggal 23

Oktober 2017

Wawancara dengan Ibu Ayu pada tanggal 3 November 2017

Wawancara dengan Ibu Kati pada tanggal 30 Oktober 2017.

Page 65: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

LAMPIRAN

Nama : Dadiyo

Jabatan : Kepala Desa

Tempat

: Desa/Kelurahan Cetan Kecamatan Ceper

Kabupaten Klaten Jawa Tengah

Tanggal : 30 Oktober 2017

1. Berdasarkan pengetahuan Bapak, apakah yang di maksud dengan tradisi pingitan

pengantin?

Pingitan pengantin adalah Tradisi calon Pengantin yang tidak boleh ketemu sebelum

kumprol (acara resepsi) atau akad, misalkan dari kedua belah pihak sepakat

menggunakan tradisi pingitan pengantin maka sang calon pengantin dilarang keluar

rumah bahkan bertemu dengan calon suami sebelum kumprol.

2. Bagaimana pandangan Bapak terhadap tradisi pingitan pengantin?

Kalau untuk zaman sekarang, hal semacam itu sudah sedikit untuk di terapkan,

tergantung bagaimana kepercayaan seseorang kepada tradisinya.

3. Dampak apa yang ditimbulkan dari melanggar tradisi pingitan pengantin? Setahu

saya, menurut orang zaman dulu apabila melanggar atau tidak memakai dari tradisi

tersebut hubungan suami istri dari orang tersebut akan punya banyak masalah dan

tidak langgeng bahkan ada yang percaya dampaknya hingga ke keluarganya.

HASIL WAWANCARA

Nama : H. Sarjiman

Jabatan : Tokoh Masyarakat

Tempat : Mesjid An-Nur Morisan

Tanggal : 30 Oktober 2017

Page 66: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

1. Menurut Pak Haji Sarjiman apa yang dimaksud dengan pingitan pengantin?

Saat-saat menjelang perkawinan, di Desa Cetan melakukan “pingitan” bagi calon

pengantin selama beberapa hari yang disepakati kedua pasangan, ada yang pingitan tiga

hari, satu minggu bahkan ada yang melakukannya selama satu bulan, tergantung dari

kesepakatan kedua pihak. Selama itu calon pengantin putri dilarang keluar rumah dan

tidak boleh bertemu dengan calon mempelai putranya.

2. Bagaimana pandangan Bapak terhadap tradisi pingitan pengantin?

Pandangan bapak tradisi sudah banyak yang di tinggalkan, padahal jika diambil segi

positifnya pingitan ini bagus, Saat ini di kampong pingitan mengalami penyesuaian

seiring dengan perkembangan jaman, kebanyakan calon pengantin tidak mau

melakukan tradisinya berlama-lama seperti dulu-dulu, seperti halnya prosesi perawatan

dan puasa yang biasanya dilakukan tujuh hari sebelum akad dilakukan itu tidak berlaku

lagi, namun untuk perawatan misalnya meminum jamu-jamuan dan puasa hanya

dilakukan satu hari sebelum hari akad dilaksanakan.

3. Bagaimana pandangan Hukum Islam mengenai tradisi “pingitan” atau pingit pengantin

dalam perkawinan adat Jawa khususnya di Desa Cetan menurut bapak?

Selama tradisi pingitan itu dilaksanakan dengan niat yang baik dan tata cara yang

baik maka menurut bapak Islam membolehkan.

HASIL WAWANCARA

Nama : H. Jamin

Jabatan : Tokoh Masyarakat

Tempat : Mesjid An-Nur Morisan

Tanggal : 30 Oktober 2017

1. Apa yang dimaksud dengan pingitan pengantin dan asal usulnya?

Page 67: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

Pingitan Pengantin, diam diri di dalam rumah, tidak keluar rumah umumnya selama

3 hari dan melakukan puasa. Zaman dahulu calon pengantin itu tidak keluar rumah

untuk berpuasa dan mempersiapkan diri untuk acara yang sakral yaitu pernikahan,

tradisi ini sudah bawaan dari raja-raja zaman dulu yang ada di masyarakat Jawa.

2. Dampak apa yang akan ditimbulkan apabila melanggar dari tradisi

tersebut?

Menurut kepercayaan orang zaman dulu, akan gagal pernikahannya apabila

melanggar dari ketentuan tersebut.

3. Lalu bagaimana Islam memandang tradisi ini dan apakah masih berlaku

tradisi ini?

Boleh-boleh saja, akan tetapi balik lagi kepada imane dan niat masing-masing

melakukan tradisi ini, karena ini adalah peninggalan hukum adat dari raja-raja zaman

dulu dan masih berlaku, hanya saja orang-orang sudah meninggalkannya.

Nama : Ust. Sugio

Jabatan

: Tokoh Masyarakat

Tempat : Mesjid An-Nur Morisan

Tanggal : 30 Oktober 2017

1. Berdasarkan pengetahuan Bapak, apakah yang di maksud dengan tradisi

pingitan pengantin?

Menurut saya, Tradisi pingitan adalah masa-masa mempersiapkan diri untuk menghadapi

pernikahan, jadi dimasa-masa tersebut calon pengantin tidak diperbolehan untuk bertemu,

dengan tujuan agar tidak ada perbedaan pendapat antara kedua mempelai yang

mengakibatkan percecokan yang berujung dengan hal-hal yang tidak baik, misalnya sampai

pembatalan pernikahan, untuk itu dilaksanakan tradisi pingitan tersebut. Jangka waktunya

kalau untuk kebiasaan masyarakat Desa Cetan 3 hari dan diisi dengan berpuasa saja. Tradisi

ini sudah ada sejak dulu dari leluhur, karena tradisi ini sudah membudaya dalam masyarakat

Desa Cetan.

Page 68: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

2. Menurut Bapak apakah masih berlaku tradisi pingitan pengantin dalam hal

perkawinan?

Kalau untuk zaman sekarang hal semacam itu sudah tidak relevan lagi untuk

diterapkan bahkan hampir hilang, akan tetapi sebagian masyarakat masih ada yang

memegang hal semacam itu, mungkin karena mereka percaya dan meyakini dan

untuk menghindari hal-hal yang akan ditimbulkan apabila tidak melaksanakan dari

tradisi tersebut.

3. Lalu bagaimana Islam memandang tradisi ini dan apakah masih berlaku

tradisi ini?

Tergantung niat masing-masing untuk apa melakukan tradisi ini, jika niat dan

pelaksanaannya untuk mempersiapkan diri untuk memasuki hidup berumah tangga maka

boleh-boleh saja seperti berpuasa, belajar memasak, dan melakukan hal-hal positif di rumah.

tapi kalau niatnya takut terhadap hal-hal gaib yang akan menimpanya sehingga melakukan

hal-hal yang syirik maka tidak dibolehkan seperti bakar menyan, mandi kembang tujuh rupa,

dan meminta pertolongan selain Allah SWT maka itu haram hukumnya.

Nama : Ustad H. Yakub A.

Jabatan :Tokoh Mayarakat

Tempat : Mesjid An-Nur Morisan

Tanggal : 30 Oktober 2017

1. Menurut Bapak, apa yang dimaksud dengan tradisi Pingitan Pengantin?

Tradisi pingitan itu adalah tradisi yang pada umumnya dilakukan oleh calon pengantin, yang

dimaksud dengan pingit adalah berdiam diri didalam rumah, jadi calon pengantin harus

berdiam diri didalam rumah dan tidak boleh bertemu, jangka waktunya beragam ada 7,10 dan

3 hari. Sedangkan masyarakat Desa Cetan pada umumnya menggunakan 3 hari saja,

kemudian 3 hari itu di isi dengan berpuasa. Tujuan pingitan ini untuk membuat kangen antara

kedua calon pengantin dan berpuasanya untuk membersihkan diri agar lebih tenang sehingga

Page 69: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

lebih siap dalam menjalankan resepsi pernikahan dan prosesi Ijab qobul. Tradisi ini sudah

ada sejak dulu dari leluhur.

2. Bagaimana pandangan Islam tentang tradisi Pingitan Pengantin ini?

boleh-boleh saja karena tidak melanggar syari‟at Islam, bahkan pada Rasullulah

para wanita juga dipingit, yaitu berdiam diri didalam rumah dan tidak boleh

keluara tanpa ada kaum laki-laki yang mendampinginya, dan dianjurkan untuk

berpakain yang menutup, agar terhindar dari mara bahaya.

Nama : Bapak Basri

Jabatan : Mayrakat Desa Cetan

Tempat : Kediaman Bapak Basri

Tanggal : 30 Oktober 2017

1. Menurut Bapak, apa yang dimaksud dengan tradisi pingitan pengantin?\

Kalau menurut saya, tradisi pingitan pengantin itu calon pengantin atau perempuan

yang mau menikah di kurung di dalam rumah tidak keluar rumah, melakukan ritual

sebelum hari dimana akadnya berlangsunng. Seperti berpuasa, memakai wangi-

wangian, mandi kembang dan lain-lain agar calon pengantin selamat dari

marabahaya, santet, bahkan gagalnya pernikahan.

2. Apakah masih berlaku tradisi Pingitan Pengantin tersebut?

Di dalam keluarga saya itu masih berlaku dan saya terapkan karena menjaga sesuatu

dari hal-hal yang tidak diinginkan karena itu juga adat dari nenek moyang yang harus

dijalankan.

Page 70: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan

WAWANCARA KEPALA DESA

Page 71: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan
Page 72: PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46882...iv ABSTRAK Fauzi Nabawi Tri Hatmaja, NIM 1112044100012, Tradisi Pra Nikah Pingitan