program pascasarjana -...
TRANSCRIPT
Volume 14 No. 01 Maret 2016 ISSN 1693-9107
Jurnal Penelitian teknologi Pendidikan
Diterbitkan Oleh:
Program Studi Magister Teknologi Pendidikan
Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Volume 14 No. 01 Maret 2016 ISSN 1693-9107
Jurnal Penelitian teknologi Pendidikan
Teknodika sebagai media komunikasi guna melaporkan hasil-hasil penelitian di bidang pendidikan yang
diterbitkan secara berkala setiap semester. dikelola:
Penanggungjawab : Dekan FKIP UNS
Pemimpin Umum : Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd
Penyunting Ahli : Prof. Dr. H. Soetarno, M.Pd (UNS)
Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd (UNS)
Prof. Dr. I Nyoman Degeng, M.Pd (UNM)
Prof. Dr. C. Asri Budiningsih, M.Pd (UNY)
Penyunting Pelaksana : Prof. Dr. Sri Anitah, M.Pd (Ketua)
Dr. Suharno, M.Pd (Sekretaris)
Dr. Sujarwo, M.Pd (Anggota)
Suwardi, M.Pd (Anggota)
Endang Retno Wulan, M.Pd (Anggota)
Alamat Sekretariat : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami 36 a Kentingan Surakarta 57126
Telp. (0271) 626994 Psw. 377, Fax. (0271) 646655, HP. 085647096663
Tulisan yang dimuat di belum tentu merupakan cerminan sikap dan atau pendapat
penyuntingg pelaksana, penyunting, dan penyunting ahli. Tanggungjawab terhadap isi dan atau akibat
dari tulisan tetap terletak pada penulis
Daftar Isi
Pola Kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah Gani Tirtoasri Tirtomoyo Wonogiri Dalam Meningkatkan Kinerja Guru
Oleh: Shohib Budiono, Muhammad Akhyar, Siti Sutarmi Fadhilah……………
1
Pengembangan Multimedia Pembelajaran Berbasis Adobe Flash PADA Mata Pelajaran PAI Kelas V di SDIT Al-Hasna Klaten
Oleh: Nanang Gesang Wahyudi, Sri Anitah, Muhammad Akhyar……………………………….
11
Penerapan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Materi Struktur Organ Tubuh Manusia dan Fungsinya
Oleh: Dinar Arena Tiari, Nunuk Suryani, Suharno………………………………………………..
25
Pengaruh Kecerdasan Intrapersonal Siswa pada Pembelajaran Matematika Berbasis Kurikulum 2013
Oleh: Henry Suryo Bintoro………………………………………………………………………….
33
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui Problem Based Learning “What’s Another Way” dan Discovery Learning
Oleh: Jayanti Putri Purwaningrum………………………………………………………………….
43
Matematika dalam Multimedia Flipbook: Kreatifitas Guru dalam Pengembangan Media Pembelajaran dalam Meningkatkan Minat Siswa
Oleh: Wendha Adha Juliasnyah, Nunuk Suryani, Leo Agung S…………………………………
57
Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Inggris Berbasis Kompetensi Kerja untuk Mempersiapkan Peserta Didik Menempuh On The Job Training di Bagian Front Office Hotel
Oleh: Andreas Aris Eko Mulyono, Suharno, Ahmad Arif Musadad……………………………..
67
Penerapan Strategi Pembelajaran Point-Counterpoint Bervariasi untuk Meningkatkan Daya Kritis dan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran PKn Topik Usaha Pembelaan Negara bagi Siswa Kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo
Oleh: Suwadi…………………………………………………………………………………………..
77
Pengembangan ‘Cyeber’ Berbasis Website Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Dasar
Oleh: Tangsi Sasmito…………………………………………………………………………………
93
Penerapan Model Pembelajaran Latihan Penelitian untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep IPA di SD 1 Gondoharum Kudus
Oleh: Yuni Ratnasari………………………………………………………………………………… 109
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
1 Volume 14 No.01 Maret 2016
Pola Kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah Gani Tirtoasri
Tirtomoyo Wonogiri Dalam Meningkatkan Kinerja Guru
(Penelitian di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo Wonogiri
Tahun Pelajaran 2014/2015)
Shohib Budiono1, Muhammad Akhyar
2, Siti Sutarmi Fadhilah
3
Abstrak: This study aims at: (1) Acquiring principal leadership pattern executed in MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo Wonogiri in the 2014/2015 academic year. (2) Obtaining the efforts being made to improve the performance of teachers in MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo Wonogiri in the 2014/2015 academic year. (3) Obtaining the constraints experienced during the principal leadership in the 2014/2015 academic year. (4) Obtaining the results that have been achieved over the principal leadership in the 2014/2015 academic year.
This study was conducted in MA GaniTirtoasri Tirtomoyo, MA Gani Tirtoasri have a good school achievement in academic and non-academic. MA Gani Tirtoasri is the oldest Madrasah established in the district of Wonogiri that becomethe establishment embryo of another madrasah. Type of this research is descriptive qualitative research, the research seeks to tell that there is now based on the data, this study also presents the data, analyze, and interpret. The informants are Principals, Madrasah Committee, vice principal of curriculum division, Vice Principals of Infrastructure Division, vice principal of students affairs, Parents, and Students. Data were collected through interviews, observation and documentation. In examining the validity of the data or check the veracity of the data used by extending the duration of the study, the continuous observation, triangulation, either triangulation of data sources and the triangulation of data collection techniques. Data analysis was performed three stages include: data reduction, data presentation and conclusion / verification.
The study concluded that: (1) Principal leadership patternapplied in MA Gani Tirtoasri lead to a democratic leadership pattern. (2) Principals has made various efforts to improve teacher performance MA Gani Tirtoasri includes: (a) curriculum development: (b) the development of teaching and learning; (c) human resource development; (d) the development of curricular and extracurricular; (e) the development of links with education stakeholders. (3) The problem faced Principals in the lead MA Gani Tirtoasri in the 2014/2015 academic yearthe main is difficult to change the mindset of teachers becomes a teacher who constantly want to develop in accordance with the demands of the times. (4) The results achieved by the Principals in the lead MA Gani Tirtoasri is achieved various accomplishments championships with both academic and non-academic.
Keywords: Leadership, Principals, Teachers Performance.
1 Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta 2 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta
3 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
2 Volume 14 No.01 Maret 2016
PENDAHULUAN
emasuki abad XXI pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar.
Pertama, sebagai akibat dari multi krisis yang menimpa Indonesia sejak tahun
1997, dan pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil
pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era
globalisasi, dan pendidikan juga dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia
yang berkualitas, sehingga mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan
dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian
sistem pendidikan nasional, sehingga harus dapat mewujudkan proses pendidikan yang
jauh lebih demokratis, memperhatikan keragaman potensi, kebutuhan daerah, peserta
didik dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Pada jaman sekarang ini pendidikan merupakan salah satu kebutuhan utama bagi
manusia. Pendidikan memberikan pengaruh yang kuat terhadap tingkat perekonomian
dan penghidupan seseorang pada masa yang akan datang. Dengan pendidikan yang
sesuai perkembangan jaman, maka seseorang akan mendapatkan eksistensina didalam
mengarungi kehidupan. Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan
masyarakat modern.
Menurut William H. Newman (1968) dalam Miftah Thoha (2003 : 262)
kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni
mempengaruhi perlaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal yang
perlu diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata
krama birokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang dapat
menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya
suatu tujuan tertentu.
Pemimpin yang memiliki karakteristik selalu memiliki upaya untuk menciptakan
hal yang baru (selalu berinovasi). Gagasan-gagasan yang dimiliki oleh pemimpin
merupakan gagasan sendiri tidak hanya meniru ataupun menjiplak. Pemimpin selalu
berupaya untuk mengembangkan apa yang ia lakukan. Ia percaya pada bawahan, dan
selalu menyalakan api kepercayaannya pada setiap anggota organisasi. Gagasannya
memiliki prespektif jangka panjang. Ia bertanya pada bawahannya dengan pertanyaan
apa dan mengapa?. Ia menentang status quo, ia tidak puas dengan apa yang ada. Ia
bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh bawahannya, dan ia mengerjakan yang
benar (Armanu Thoyib, 2005).
Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang
akan dilaksanakan dalam organisasi. Kepemimpinan adalah aktifitas untuk
mempengaruhi perilaku orang lain agar semua perangkat dalam organisasi mau
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1983 : 123). Gaya kepemimpinan yang
tepat berorientasi pada terciptanya kepuasan kerja. Dengan gaya kepemimpinan yang
tepat maka karyawan akan respek dalam bekerja dan bersedia memberikan kontribusi
yang terbaik. Dengan adanya kepuasan kerja, maka bawahan akan menyikapi berbabagi
sisi seputar pekerjaannya dengan serba menyenangkan dan hal itu merupakan hakekat
kepuasan kerja (Heru Purnomo dan Muhammad Cholil, 2010).
Sedangkan menurut Robbins (2002 : 163) Kepemimpinan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sedangkan Kepemimpinan
menurut Ngalim Purwanto (1991 : 26), Kepemimpinan adalah sekumpulan dari beberapa
rangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan
M
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
3 Volume 14 No.01 Maret 2016
untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka untuk meyakinkan yang dipimpinnya agar
mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan
rela, rasa penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.
Faktor kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru juga dipengaruhi oleh
keaktifan guru dalam mengikuti musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Berbagai
problematika yang dihadapi oleh guru dapat dibicarakan dan dicarikan solusinya melalui
forum ini. Keaktifan guru dalam mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan oleh MGMP
juga akan mampu meningkatkan kinerja guru karena forum ini menyediakan berbagai
macam pelatihan yang sangat bermanfaat (Ida Saroh dan Lyna Latifah, 2014).
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan
sesuatu, khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu
mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan berbagai bentuk aktifitas
tertentu untuk mencapai satu atau beberapa tujuan (Kartini Kartono, 1994 : 181).
Hornby AS. (1990: 294) mengatakan bahwa manajer berorientasi tugas
mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas
dilaksanakan harus sesuai yang diinginkannya. Manajer dengan gaya kepemimpinan
seperti ini lebih memperhatikan proses pelaksanaan pekerjaan dari pada pengembangan
dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan manajer berorientasi karyawan mencoba untuk
lebih memperhatikan proses pelaksanaan pekerjaan dari pada pengembangan dan
pertumbuhan karyawan. Manajer akan mendorong para anggota kelompok tersebut
untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta
hubungan–hubungan yang saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota
kelompok.
Kepala Sekolah memiliki tanggungjawab sebagai pemimpin dibidang
pengajaran dan pengembangan dalam kurikulum, administrasi, serta berbagai
personalia, administrasi personalia staf, hubungan masyarakat, “school Plant” serta
berbagai perlengkapan organisasi di sekolah (Dirlanudin, 2014).
Kepala sekolah adalah orang yang bertanggungjawab dalam melaksanakan
kegiatan pendidikan di sekolah dan melakukan berbagai kegiatan dalam usaha
mempengaruhi orang lain yang ada di lingkungan pada situasi tertentu agar orang lain
dapat bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab demi tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan. Kepala sekolah adalah orang yang berada di depan guru, karyawan, dan
siswa sekolahnya (Yusnidar, 2014).
Kepala sekolah berasal dari dua kata yaitu “Kepala” dan “Sekolah” kata
kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah
lembaga. Sedang sekolah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat
menerima dan memberi pelajaran. Jadi secara umum kepala sekolah dapat
diartikan pemimpin sekolah atau suatu lembaga di mana tempat menerima dan
memberi pelajaran (Carudin, 2011).
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi yang sangat berpengaruh dan
menentukan kemajuan sekolah harus memiliki kemampuan administrasi, memiliki
komitmen tinggi, dan luwes dalam melaksanakan berbagai tugasnya. Kepemimpinan
kepala sekolah yang baik harus dapat mengupayakan peningkatan kinerja guru melalui
program pembinaan kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena itu kepala sekolah
harus mempunyai kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan serta keterampilan
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
4 Volume 14 No.01 Maret 2016
keterampilan untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan. Dalam perannya sebagai
seorang pemimpin, kepala sekolah harus dapat memperhatikan kebutuhan dan perasaan
orang-orang yang bekerja sehingga kinerja guru selalu terjaga (Mukhamad Sulistiya,
2013).
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk memperoleh data tentang
pola kepemimpinan Kepala Madrasah yang dijalankan di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo
Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2014/2015. (2) Untuk memperoleh informasi
tentang usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru di MA Gani
Tirtoasri Tahun Pelajaran 2014/2015. (3) Untuk memperoleh informasi tentang kendala
atau hambatan-hambatan yang dialami selama kepemimpinan Kepala Madrasah Tahun
Pelajaran 2014/2015 dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di MA Gani Tirtoasri
Tirtomoyo. (4) Untuk memperoleh hasil yang telah dicapai selama kepemimpinan Kepala
Madrasah Tahun Pelajaran 2014/2015.
METODE PENELITIAN
Metode atau bentuk dari penelitian ini adalah penelitian kualitatif naturalistik, yang mana
pada penelitian ini menggambarkan dan menjelaskan tentang pola kepemimpinan Kepala
Madrasah dalam meningkatkan kinerja guru di MA Gani Tirtoasri Tahun 2014-2015,
Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah secara murni/apa adanya dalam usahanya untuk
meningkatkan mutu pendidikan khususnya di MA Gani Tirtoasri.
Sumber data dalam penelitian ini adalah ilustrasi tentang pelaksanaan peningkatan
kinerja guru meliputi :
1. Peristiwa yaitu pelaksanaan peningkatan kinerja guru di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo
Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah.
2. Informasi yaitu pemberi yang dianggap terkait dengan masalah yang diangkat
tersebut, seperti :
a. Kepala Madrasah, karena yang memimpin madrasah tersebut secara otomatis
mengetahui segala sesuatu yang terkait dengan madrasah melalui program-
programnya.
b. Pendidik, karena beliaulah para pelaku dalam KBM.
c. Peserta Didik Madrasah, karena merekalah sasaran KBM.
d. Orang Tua Peserta Didik, karena mereka yang secara tidak langsung berperan
dalam usaha untuk pengembangan madrasah.
e. Komite Madrasah, karena merekalah salah satu partner pengembangan
madrasah.
3. Dokumen Madrasah, meliputi kurikulum pelajaran, data jumlah Pendidk, jumlah
Peserta Didik, penerimaan peserta didik baru, hasil evaluasi dan dokumen terkait
lainnya.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
5 Volume 14 No.01 Maret 2016
Sesuai dengan sumber datanya, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Pengamatan/Observasi
Pengamatan atau Observasi dilakukan untuk sumber data peristiwa yaitu dengan
melakukan observasi tentang pelaksanaan peningkatan kinerja guru melalui KBM yang
dilakukan di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah.
2. Wawancara
Dilakukan untuk sumber data responden yaitu dengan melakukan wawancara
dengan orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak, terkait dengan
pelaksanaan peningkatan kinerja guru di MA Gani Tirtoasri Tirtomyo Kabupaten Wonogiri
Jawa Tengah. Seperti Kepala Madrasah, guru, murid, orang tua peserta didik, komite
madrasah, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Kabupaten Wonogiri.
3. Analisis Dokumen
Dilakukan untuk sumber data dokumen yaitu dengan melakukan analisa dari
dokumen-dokumen yang dimiliki oleh MA Gani Tirtoasri, seperti kurikulum pelajaran, data
jumlah guru dan murid, struktur organisasi madrasah, hasil evaluasi, penerimaan peserta
didik baru, Kurikulum KTSP MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo dan Rencana Kerja Madrasah
(RKM) MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo.
Untuk validitas data yang dikumpulkan oleh peneliti, agar data yang diperolah
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan bagi para pembaca dengan mengambil
teknik-teknik antara lain :
1. Perpanjangan keikutsertaan apabila data yang diperlukan dianggap belum
cukup/belum memadai.
2. Triangulasi
Dilakukan dengan mengecek data-data yang diperoleh/ dikumpulkan peneliti
dengan sumber datanya. Dengan triangulasi antar informan dan triangulasi antar metode
(antara wawancara dan pengamatan).
3. Rekan Tanya Jawab (Peer Debriefing)
Melakukan wawancara atau konsultasi dengan orang lain dari pihak yang tidak
terkait dengan masalah peningkatan kinerja guru di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo
Kabupaten Wonogiri. Misalnya Komite dan wali murid. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan jawaban yang lebih obyektif tentang bagaimana pelaksanaan peningkatan
kinerja guru di MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo.
4. Kecukupan Referensi
Kecukupan referensi yang dimiliki peneliti sebagai landasan teori untuk menjelaskan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Teknik analisis data yang dilakukan teknik analisis data model interaktif dan
triangulasi, yaitu dengan melakukan :
1. Pengumpulan data
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
6 Volume 14 No.01 Maret 2016
Pengumpulan data dari lapangan baik hasil pengamatan, wawancara maupun
dokumen yang dilakukan secara fungsional sehingga diperoleh data mentah penelitian
yang dituangkan dalam catatan lapangan/field notes dan dari masing-masing catatan
lapangan memuat :
a. Identitas catatan lapangan : pengamatan, wawancara dan analisis dokumen.
b. Bagian deskripsi : yang berisi pengamatan dan wawancara seperti apa
adanya/verbatim dari data yang diperolah di lapangan.
c. Bagian refleksi : yang berisi analisis dan kesimpulan sementara dari peneliti
tentang data yang telah diperoleh.
2. Reduksi data
Pemotongan terhadap data-data yang dianggap tidak terkait dengan
permasalahan yang diangkat.
3. Penyajian
Penyajian data-data yang telah diperoleh selama penelitian.
4. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan akhir data-data yang telah disajikan di atas untuk
dituangkan dalam hasil penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kepala MA Gani Tirtoasri Bapak Rooyani,
S.Pd.I dalam memimpin MA Gani Tirtoasri cenderung menggunakan sistem demokrasi.
Hal ini dibuktikan dengan membuat program kerja melalui rapat bersama semua guru
dan karyawan.
Hal ini dibuktikan dengan Pengembangan sumber daya manusia, dalam hal ini
adalah guru juga dilakukan oleh Kepala Madrasah. Apabila setiap gurunya berkembang
kemampuannya, baik dari segi ilmu maupun metode mengajarnya hal itu tentunya akan
menghasilkan ouput yang lebih baik juga. Diantara yang dilakukan pihak luar yang
kompeten dibidang pendidikan.
Disamping itu, diperlukan struktur kurikulum yang relevan, karena struktur
kurikulum, merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum tiap mata
pelajaran dituangkan ke dalam bentuk kompetensi (standar kompetensi dan kompetensi
dasar) yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi Lulusan (SKL).
Kegiatan Pembelajaran yang dilakukan setiap jam pelajarannya alokasinya 45
menit. Adapun pendekatan pembelajaran yang dilakukan untuk kelas X sampai dengan
XI menggunkan pendekatan tematik. Sedangkan untuk kelas XII menggunakan
pendekatan mata pelajaran. Untuk kelas X dan XI menggunakan team teaching.
Guna mencapai hasil belajar dan prestasi yang diharapkan, MA Gani Tirtoasri
mengatur kegiatan Kokurikuler dan Ekstrakurikuler.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
7 Volume 14 No.01 Maret 2016
MA Gani Tirtoasri merupakan madrasah yang bernaung dibawah Kementerian
Agama Republik Indonesia. Segala hal pelaporan kegiatan baik peserta didik dan murid
dilaporkan kepada Kemenag Kabupaten Wonogiri. MA Gani Tirtoasri adalah satker
dibawah Kemenag Kabupaten Wonogiri. Artinya MA Gani Tirtoasri tidak memiliki DIPA
sendiri sehingga system penggajian pegawai dan dana dari pemerintah untuk pos
pengelolaan pendidikan tidak didapat secara langsung, tetapi melalui Kemenag
Kabupaten.
Peraturan pendidikan yang berlaku di MA Gani Tirtoasri adalah menggunakan dua
peraturan yaitu peraturan yang diterbitkan bagian kependidikan Islam Kemenag RI dan
peraturan yang dikeluarkan oleh dinas pendidikan.
MA Gani Tirtoasri selalu menjalin informasi dan komunikasi dengan baik kepada
Kemenag Kabupaten Wonogiri dan Diknas Kabupaten Wonogiri, dengan menyampaikan
laporan kegiatan secara rutin, sehingga kegiatan KBM di MA Gani Tirtoasri terpantau
oleh pemerintah.
Hubungan dengan wali murid dan masyarakat selalu terjalin dengan baik. Hal ini
dibuktikan dengan mengirimkan guru dan peserta didik untuk melayat tetangga madrasah
yang meninggal dunia, ikut menengok orang sakit dan kegiatan kemasyarakat lainnya.
Berdasarkan analisis penulis, bahwa Kepala Madrasah memiliki peran yang
penting dalam menentukan keberhasilan suatu madrasah. Kepala Madrasah telah
melakukan tugasnya sebagai pemimpin dalam suatu organisasi sekolah. Kepala MA Gani
Tirtoasri Tirtomoyo telah mampu mempengaruhi dan mengajak guru dan karyawan MA
Gani Tirtoasri Tirtomoyo untuk melakukan kegiatan pembelajaran menuju visi dan misi
yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Kartini Kartono ( 1994 :
181 ) yang menjelaskan bahwa Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan – kelebihan di satu bidang, sehingga
dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama – sama melakukan aktifitas tertentu
untuk pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Kepala MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo melakukan pendekatan yang manusiawi
dalam setiap pengambilan keputusan. Kepala Madrasah selalu mendahulukan
musyawarah dengan para guru, komite atau wali murid sesuai dengan subyek yang akan
dibicarakan. Kepala Madrasah perlu membentuk Wakil Kepala Madrasah sesuai
kebutuhan madrasah seperti kurikulum, kesiswaan. Selain itu untuk membantu tugas
Wakil Kepala Madrasah, maka Kepala Madrasah membentuk Koordinator sarana dan
prasarana, ketatausahaan, UKS, perpustakaan, koperasi, kokurikuler, ekstrakurikuler dan
laboratorium Komputer.
Kepala MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo mampu mengoptimalkan dan memberdayakan
guru dan karyawan yang dimiliki sesuai kemampuan masing-masing. Hal ini sejalan
dengan penjelasan Hornby (1990 : 296 ) bahwa manajer berorientasi karyawan mencoba
untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para
anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan
bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana
persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan
para aggota kelompok.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
8 Volume 14 No.01 Maret 2016
Kepala MA Gani Tirtoasri Tirtomoyo mengarahkan kepada guru dan karyawan
agar senantiasa meningkatkan kemampuan mereka sesuai dengan tuntutan zaman.
Kepala Madrasah mengadakan pembinaan, supervisi, monitoring dan evaluasi secara
berkala kepada para guru, komite dan wali murid dalam rangka menyelesaikan suatu
masalah. Gaya kepemimpinan yang diterapkan kepala madrasah adalah gaya
kepemimpinan demokratis yaitu gaya kepemimpinan yang memberikan keluasan setiap
anggota organisasi untuk berperan aktif dan memanusiakan anggota.
Gaya kepemimpinan yang menjadikan sebagai subyek yang senantiasa diajak
berkembang dan berpikir merupakan salah satu ciri gaya kepemimpinan demokratis. Hal
ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh Kartini Kartono (1994 : 187 ) bahwasannya gaya
kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting
dalam setiap organisasi. Gaya kepemimpinan kepala madrasah yang demokratis
diwujudkan dengan adanya dominasi perilaku sebagai pelindung, penyelamat dan
perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi. Proses
kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
bagi setiap anggota organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi itu
disesuaikan dengan jabatan masing-masing, di samping memperhatikan pula tingkat dan
jenis kemampuan setiap anggota organisasi.
Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat
mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit
masing-masing. Setiap komponen madrasah merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan
sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama. Aktivitas
dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang berdampak pada
perkembangan dan kemajuan madrasah secara keseluruhan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1)
Pola kepemimpinan Kepala Madrasah yang diterapkan di MA Gani Tirtoasri adalah pola
kepemimpinan yang bersifat demokratis. Kepala Madrasah senantiasa melibatkan
berbagai pihak yang terkait dalam mengambil berbagai keputusan, sehingga kebijakan
yang diambil merupakan hasil musyawarah. (2) Kendala yang dialami Kepala Madrasah
dalam memimpin MA Gani Tirtoasri tahun pelajaran 2014/2015 yang paling utama adalah
sulitnya merubah mindset atau pola pikir guru yang senantiasa mau berkembang sesuai
dengan tuntutan zaman. (3) Kepala Madrasah telah melakukan usaha dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran yang ada di MA Gani Tirtoasri yaitu : (a)
pengembangan kurikulum; (b) pengembangan KBM; (c) pengembangan sumber daya
manusia; (d) pengembangan kokurikuler dan ekstrakurikuler; (e) pengembangan
hubungan dengan instansi Kemenag, Diknas, komite dan wali murid. (4) Hasil yang capai
oleh Kepala Madrasah dalam memimpin MA Gani Tirtoasri adalah dengan diraihnya
prestasi kejuaraan baik dibidang akademis maupun non akademis, baik di tingkat
Kabupaten maupun sampai tingkat provinsi. Diantara yang menonjol adalah di bidang
kepramukaan.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
9 Volume 14 No.01 Maret 2016
SARAN-SARAN
Berdasarkan analisis terhadap tingkat keberhasilan MA Gani Tirtoasri dalam
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, dapat disarankan sebagai berikut: (1)
Hendaknya diperbanyak pelatihan kepada guru-guru tentang model-model pembelajaran,
agar kegiatan belajar mengajar lebih kreatif dan inovatif. (2) Kepala Madrasah perlu
mengadakan Standar Operasional Pelaksanaan bagi guru- guru MA Gani Tirtoasri agar
lebih terarah dan memberikan hasil optimal bagi peserta didik. (3) Perlu diperbanyak
kegiatan MGMP guru bidang studi, bisa kerjasama dengan pihak luar yang kompeten di
bidangnya. (4) Kepala Madrasah perlu mengadakan Monitoring dan evaluasi secara rutin
dan dibahas dalam forum rapat untuk ditindak lanjuti. (5) Kepala Madrasah perlu
menyiapkan media pembelajaran agar kegiatan KBM berjalan dengan lancar dan sesuai
dengan target.
DAFTAR PUSTAKA
Carudin, (2011). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Iklim Kerja Sekolah Terhadap Kinerja Guru (Studi Deskriptif Analitik pada Guru SMK Negeri se- Kabupaten Indramayu) http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan/view/3422/pengaruh-kepemimpinan-kepala-sekolahdan-iklim-kerja-sekolah-terhadapkinerja-guru--studi-deskriptif-analitik-pada-guru-smk-negeri-se--kabupaten-indramayu--.html. (Accessed, 19 Januari 2016)
Dirlanudin, (2014). Kepala Sekolah Sebagai Sosok Teladan Bagi Komunitas Di Sekolah dan Masyarakat.http://www.medukasi.web.id/2013/09/kepala-sekolahsebagai-pemimpin.html. (Accessed, 19 Januari 2016)
Hornby. AS. 1990. Oxford Edvanced Dictionary Of English. London: Oxford University Press.
Kartini, Kartono. 1994. Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah Kepemimpinan Abnormal itu? . Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Purnomo, Heru dan Muhammad Cholil, (2010). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Berdasarkan Motivasi Kerja Pada Karyawan Administratif Di Universitas Sebelas Maret Surakarta. https://eprints.uns.ac.id/12033/1/Publikasi_Jurnal_(31).pdf. (Accessed, 19 Januari 2016)
Purwanto, Ngalim. 1991. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Robbins, S. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Saroh, Ida dan Lyna Latifah, (2014). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Keaktifan Guru Dalam Mengikuti MGMP Terhadap Kinerja Guru https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#q=Jurnal+ilmiah+PENGARUH+KEPEMIMPINAN+KEPALA+SEKOLAH+DAN++KEAKTIFAN+GURU+DALAM+MENGIKUTI+MGMP+TERHADAP+KINERJA+GURU. (Accessed, 19 Januari 2016)
Sulistiya, Mukhamad, (2013). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=251635&val=6770&title=Pengaruh%20Kepemimpinan%20Kepala%20Sekolah%20Terhadap%20Kinerja%20Guru. (Accessed, 19 Januari 2016)
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
10 Volume 14 No.01 Maret 2016
Thoha, Miftah. 1983. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Press
Thoyib, Armanu, (2005). Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi, dan Kinerja: Pendekatan Konsep. http://puslit2.petra.ac.id/gudangpaper/files/1942.pdf. (Accessed, 19 Januari 2016)
Yusnidar, (2014). Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru Pada Man Model Banda Aceh. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, 14 (2), 320-349. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=267297&val=7083&title=KEPEMIMPINAN%20KEPALA%20MADRASAH%20DALAM%20MENINGKATKAN%20KINERJA%20GURU%20PADA%20MAN%20MODEL%20BANDA%20ACEH. (Accessed, 19 Januari 2016)
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
11 Volume 14 No.01 Maret 2016
Pengembangan Multimedia Pembelajaran Berbasis Adobe Flash PADA
Mata Pelajaran PAI Kelas V di SDIT Al-Hasna Klaten
Nanang Gesang Wahyudi4, Sri Anitah
5, Muhammad Akhyar
6
Abstract: This research aimed to find out: how process of learning in class V SDIT Al-
Hasna Klaten, How is the procedure of development learning multimedia subject of Islamic Education class V in SDIT Al-Hasna Klaten, How to effective development of learning multimedia teaching in subjects Islamic education class V in SDIT Al-Hasna Klaten.
The method used method of Research and Development (research and development), process development using modification model ADDIE with Borg and gall development model. Stages of development in this study begins with (1) analyzing the needs needed in developing the Product, (2) designing prototypical product, (3) developing the product, (4) implementing the product in the field, and (5) evaluating product‟s weaknesses. This reesearch used 15 samples in experimental group (five graders in A class) and 16 samples in control group (five graders in B class). Furthermore, in collecting the data, the researcher used questionnaire and achievement test as the instruments and it was analyzed using Descriptive statistic methods and t-test. The results showed that the media developed has met the worthy and qualified to be used as a learning media. It is seen from the results of expert validation of material with an average of 4.46 and has very good category. Validation of experts media with an average of 4.33 is very good category. According to the students, this multimedia is very good with an average of 4,30. In the test the learning effectiveness, it is known to the average point obtained by the experimental class is 94,66. The average point was higher than the control class 72,81.
Keywords: Development, Learning Multimedia Base On Adobe Flash, Islamic Education
Subject PENDAHULUAN
endidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu mata pelajaran yang
memiliki peranan penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan agama Islam
diharapkan siswa dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah Islam dan nilai-
nilai serta norma yang ada dalam masyarakat norma.
Dasar ajaran Islam adalah berpedoman pada Al-Qur‟an dan Hadist Nabi
Muhammad SAW.Di dalam Al Qur‟an dan Hadist sebagian besar berisi tentang kisah-
kisah masa lalu yang diajarkan kepada umat manusia. Dari kisah masa lalu itu terdapat
nilai-nilai yang dapat diambil guna menghadapi kehidupan saat ini dan masa depan.
4 Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta 5 Dosen Alumni Universitas Sebelas Maret Surakarta
6 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta
P
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
12 Volume 14 No.01 Maret 2016
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bernafaskan sejarah masih perlu
ditingkatkan di sekolah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005, tentang Standar
Nasional Pendidikan, BAB VII (Sarana dan Prasarana) Pasal 42 Butir 1 disebutkan
bahwa: ”Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur
dan berkelanjutan”. Peraturan pemerintah tersebut menunjukkan media pembelajaran
adalah salah satu sarana yang penting untuk menunjang proses pembelajaran.
Persoalan penting yang dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran salah
satunya adalah memilih atau menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar yang
tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi.Selain itu, bagaimana cara
memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah. Pemanfaatan yang dimaksud
adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru, dan cara
mempelajarinya ditinjau dari pihak murid. Masalah lain yang berkenaan dengan bahan
ajar adalah memilih sumber di mana bahan ajar itu didapatkan. Ada kecenderungan
sumber bahan ajar dititikberatkan pada buku.Padahal banyak sumber bahan ajar selain
buku yang dapat digunakan.
Menurut Ibnu Sina dalam Abuddin Nata (2001: 67) bahwa tujuan pendidikan
harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah
perkembangan yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti,
selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya
mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama
dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang sesuai dengan bakat, kesiapan,
kecenderungan dan potensi yang dimilikinya.
Syamsu Yusuf (2001: 178) menyatakan bahwa pendidikan agama di sekolah
dasar, merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif terhadap agama dan berhasil
membentuk pribadi dan akhlak anak, dengan tujuan untuk pegangan atau dalam
menghadapi berbagai kegoncangan yang biasa terjadi pada masa remaja.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005, tentang Standar
Nasional Pendidikan, BAB VII (Sarana dan Prasarana) Pasal 42 Butir 1 disebutkan
bahwa: ”Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur
dan berkelanjutan”. Peraturan pemerintah tersebut menunjukkan media pembelajaran
adalah salah satu sarana yang penting untuk menunjang proses pembelajaran.
Smaldino, Lowther, & Russell (2007: 6) menyatakan bahwa media adalah bentuk
jamak dari perantara (medium), merupakan sarana komunikasi. Istilah ini merujuk pada
apa saja yang dapat membawa informasi dari sumber ke penerima. Sedangakan menurut
Sri Pudjiastuti (1999: 2) media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan
dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar.
Dapat diartikan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi yang
dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat
membangkitkan semangat, perhatian, serta kemauan siswa sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
13 Volume 14 No.01 Maret 2016
Menurut Hackbarth (1996: 229) bahwa multimedia diartikan sebagai suatu
penggunaan gabungan beberapa media dalam menyampaikan informasi yang berupa
teks, grafis atau animasi grafis, movie, video dan audio.Multimedia yang berbasis
komputer meliputi hypermedia dan hypertext.Hypermedia yaitu suatu penggunaan format
presentasi multimedia yang meliputi teks, grafis diam atau animasi, bentuk movie dan
audio. Hypertext yaitu bentuk teks, diagram statis, gambar dan table yang ditayangkan
dan disusun secara tidak linear (urut atau segaris).
Rob Philip (1997: 8) menyatakan multimedia adalah gabungan dari teks, gambar,
suara, animasi dan video; beberapa komponen tersebut atau seluruh komponen tersebut
dimasukkan ke dalam program yang koheren.Sedangkan Munir (2008: 234) menyatakan
bahwa sajian multimedia dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran
komputer sebagai media yang menampilakan teks, suara, grafik, video, animasi dalam
sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif.
Dari berbagai pendapat para ahli multimedia pembelajaran di atas, bahwa
multimedia pembelajaran adalah teknologi yang mengoptimalkan peran komputer
denganpenggunaan gabungan beberapa media dalam menyampaikan informasi,yaitu
berupa teks, animasi, grafis, movie, video dan audio dalam satu penyajian yang
terintegrasi dan interaktif yang mengajak pebelajar untuk mengikuti proses pembelajaran
dengan memilih dan mengendalikan layar diantara jendela informasi dalam penyajian
media.
Multimedia yang akan dihasilkan dalam penelitian ini yaitu multimedia
pembelajaran berbasis Adobe Flash. Adobe Flash adalah salah satu produk/software dari
Adobe yang dahulu bernama Macromedia sebelum dibeli oleh perusahaan Adobe.
Menurut Fathur (2015) menjelaskan bahwa Adobe Flash digunakan untuk proses
membuat dan mengolah animasi atau gambar yang menggunakan vektor untuk skala
ukuran kecil. Dahulu Software ini penggunaanya ditujukan untuk membuat animasi atau
aplikasi yang bersifat online(menggunakan koneksi internet) , namun seiring dengan
perkembanganya Adobe Flash digunakan untuk membuat animasi atau aplikasi yang
bersifat offline (tidak menggunakan koneksi internet). File yang dihasilkan dari software
ini menggunakan ekstension .swf serta dapat di play atau diputar melalui Browser /Web
dengan syarat sudah terinstall plugin Adobe Flash.
Manfaat penggunaan multimedia menurutVaughan,(2008: 6 yaitu: siswa yang
pandai akan lebih terasah kemampuannya dibandingkan jika menggunakan metode
konvensional, perubahan dari passive–learner menjadi pembelajaran pengalaman yang
membuat siswa menjadi active learner, peran guru lebih pada pemandu atau fasilitator
dalam pembelajaran dan siswa menjadi pusat utama dalam kegiatan pembelajaran
(student centered).
Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2009: 139) menyebut beberapa
macam model multimedia pembelajaran, diantaranya model tutorial, model praktik dan
latihan, model simulasi dan model permainan. Dari keempat model tersebut , model
pengembangan pembelajaran dalam penelitian ini menggungakan model tutorial. Model
dimana informasi atau materi mata pelajaran disajikan dalam unit-unit kecil, kemudia
disusul dengan pertanyaan.Model penyajian dilengakapi dengan gambar, animasi dan
video dengan tujuan menarik siswa dalam mempelajari materi pelajaran.
Berdasarkan pengamatan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al-Hasna
Klaten pada tanggal 11 Februari, pendekatan yang digunakan dalam pembalajaran PAI
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
14 Volume 14 No.01 Maret 2016
masih cenderung teacher centered. Pembelajaran melalui ceramah guru sedangkan
peserta didik sebagai pendengar, atau menggunakan metode penghafalan cerita, tokoh,
dan waktu. Padahal dalam pembelajaran PAI yang bernafaskan sejarah, peserta didik
dituntut untuk bisa menggali nilai yang terdapat dalam sejarah dan peserta didik mampu
mengambil contoh dari sejarah, bahkan menjadi pelajaran berharga dalam setiap
aktifitasnya. Selain itu, data nilai Ujian Tengah Semester tahun pelajaran 2015/2016
menunjukkan 13 siswa (41%) dari 31 siswa belum mencapai Kriteria Kentuntasan
Minimal (KKM) yaitu di bawah 75. Apabila guru tidak memanfaatkan media pembelajaran
maka pembelajaran akan cenderung monoton dan siswa merasa bosan, sehingga
pembelajaran menjadi kurang efektif dan berdampak pada hasil prestasi siswa kurang.
Oleh karena itu guru harus kreatif dan bisa memvisualisikan materi Pendidikan
agama Islam itu dengan baik untuk merangsang imajinasinya.Salah satu strategi yang
diambil adalah dengan memanfaatkan media pembelajaran yang bisa membantu
mevisualisasikan isi materi dengan efektif.
Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan adanya pengembangan media
pembelajaran yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta
menciptakan pola pembelajaran student centered, interaktif dan berbasis multimedia di
dalam kelas, yaitu berupa multimedia pembelajaran dengan menggunakan Adobe Flash
pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas V SDIT Al-Hasna Klaten yang dapat
digunakan guru sebagai multimedia pembelajaran.
Asumsi dari penelitian pengembangan yang dilaksanakan di SDIT Al-Hasna
Klaten , antara lain: (1) Multimedia pembelajaran ini di desain sekreatif mungkin,
sehingga guru dapat memanfaatkannya dalam pembelajaran PAI yang aktif, kreatif dan
menyenangkan. (2) Multimedia pembelajaran ini digunakan sebagai salah satu sumber
belajar siswa dapat digunakan di rumah apabila siswa memiliki komputer atau laptop,
sehingga siswa dapat belajar secara mandiri.
Selain asumsi di atas, terdapat pula keterbatasan pengembangan Multimedia
pembelajarn berbasis Adobe Flash ini antara lain: (1) Multimedia yang dikembangkan
terbatas pada materi Kisah Sahabat Nabi(Abu Bakar Ashidiq dan Umar Bin Khatab). (2)
Multimedia pembelajaran yang output berbentuk softfile ini hanya bisa ditayangkan di
perangkat komputer atau laptop.
Penelitian seperti ini akan lebih memfokuskan tujuan untuk mengembangkan,
menghasilkan, dan memvalidasi produk yang layak digunakan dan relevan dengan
kebutuhan multimedia pembelajaran untuk mata pelajaran PAI.
METODE
Penelitian ini diklasifikasikan sebagai penelitian pengembangan (Research and
Development).penelitian pengembangan digunakan untuk menghasilkan produk tertentu,
dan menguji keefektifan produk tersebut.
Dalam Penelitian ini, desain pengembangan adalah memadukan desain
pengembangan ADDIE dan model pengembangan Borg and Gall.
Tahap pertama yaitu Analisis kebutuhan meliputi observasi dan
wawancara.Observasi dan wawancara dilakukan untuk memperoleh data kondisi awal
sekolah dan pembelajaran PAI di dalam kelas, menganalisis karakteristik siswa dan
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
15 Volume 14 No.01 Maret 2016
melihat faktor pendukung diterapkannya produk multimedia di sekolah. Kemudian
dilanjutkan dengan studi pustaka, yakni proses mengkaji teori dan hasil penelitian yang
relevan.
Tahap kedua adalahdesain multimedia pembelajaran ini meliputi kegiatan
menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dikembangkan untuk
dijadikan multimedia pembelajaran. Langkah selanjutnya yaitu mendesain materi.Pada
tahap ini materi dirancang berdasarkan pada batasan materi dan urutan penyajiannya.
Selanjutnya, menyusun desain produk multimedia PAI dengan cara membuat flow chart
dan story board.
Tahap ketiga yaitu Dalam tahap pengembangan ini meliputi: produksi multimedia,
validasi produk dan uji coba produk .Penilaian terhadap multimedia pembelajran
dilakukan oleh ahli materi dan ahli media.Kemudian dilanjutkan ke tahap
implementasi.Tahap terakhir terakhir dari model pengembangan ini adalah
evaluasi.Evaluasi dilakukan perhitungan uji t, bertujuan untuk mengetahui perbedaan
hasil belajar dan prestasi belajar yang dicapai antara kelas kontrol menggunakan buku
teks serta media Power Point dan kelas eksperimen setelah menggunakan multimedia
pembelajaran berbasis Adobe Flash.
Datayangdiperolehdalampenelitianiniberupadatakualitatifdan kuantitatif
sehinggaadadua macam teknikanalisis datayangdilakukan,yaitu teknik analisis data
analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan dan memaknai
data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Sebelum dianalisis, dilakukan proses
kuantifikasi data dari kuesioner selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan
statistik deskriptif. Untuk data hasil wawancara, dan dokumentasi dianalisis dengan
analisis kualitatif.
Analisis yang juga dilakukan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah
analisis deskriptif kuantitatif.Data kuantitatif dari hasil angket kemudian diubah menjadi
data kualitatif menggunakan skala lima, yaitu penskoran dari angka satu sampai dengan
lima. Pedoman mengkonversi skor ke nilai standar berskala lima beserta pedoman
mengubah data kuantitatif menjadi kualitatif yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Konversi data kuantitatif ke dalam data kualitatif
Interval Skor Nilai Kategori
X > 4.21 5 Sangat baik
3.40 < X ≤ 4.21 4 Baik
2.60 < X ≤ 3.40 3 Cukup
1.79 < X ≤ 2.60 2 Kurang
X ≤ 1.79 1 Sangat kurang
(Sumber: Sudijono, 2007:329)
Dalam pengembangan ditetapkan nilai kelayakan produk minimal “Baik”, sebagai
hasil penilaian baik dari ahli materi, ahli media, maupun siswa.Jika hasil akhir
keseluruhan aspek dengan nilai minimal “Baik”, maka produk hasil pengembangan
tersebut sudah dianggap layak digunakan sebagai media atau sumber belajar.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
16 Volume 14 No.01 Maret 2016
Dalam pengembangan ditetapkan nilai kelayakan produk minimal “Baik”, sebagai
hasil penilaian baik dari ahli materi, ahli media, maupun siswa.Jika hasil akhir
keseluruhan aspek dengan nilai minimal “Baik”, maka produk hasil pengembangan
tersebut sudah dianggap layak digunakan sebagai media atau sumber belajar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis kebutuhan yang dilakukan bahwa ketika guru menyampaikan
materi pelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam kelas, metode pembelajaran yang
dipakai belum variatif.Pada pokok bahasan Kisah Sahabat Nabi guru juga kesulitan
membuat media pembelajaran sehingga kesulitan dalam memberikan contoh visual
kepada siswa.Oleh karena itu perlu diberikan solusi untuk mengembangkan multimedia
pembelajaran PAI yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik untuk
digunakan pada pembelajaran di SDIT Al Hasna Klaten.Pengembangan ini didukung
dengan sarana dan prasarana yang memadai seperti Proyektor LCD, komputer atau
laptop yang telah tersedia di sekolah tersebut.
Pengembangan ini diawali merancang desain awal multimedia, yaitu dengan
mengumpulkan bahan dilanjutkan membuat flow chart dan story board.
Multimedia pembelajaran diproduksi dengan menggunakan software Adobe
Flash.Hasil multimedia pembelajaran dibuat dalam bentuk aplikasi, sehingga dapat
dijalankan dengan mudah semua jenis komputer. Adapun gambaran tampilan dari produk
multimedia adalah sebagai berikut:
Tampilan Opening
Gambar 4.1.Tampilan opening
Tampilan Menu Utama
Gambar 4.2.Tampilan Menu Utama
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
17 Volume 14 No.01 Maret 2016
Gambar 4.3.Tampilan Panduan
Gambar 4.4.Tampilan Pengembang
Gambar 4.5.Tampilan Tujuan
Gambar 4.6.Tampilan Menu Materi Abu Bakar
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
18 Volume 14 No.01 Maret 2016
Gambar 4.7.Tampilan Animasi Peluasan Wilayah Penakuklan
Gambar 4.8.Tampilan Animasi Peluasan Wilayah Penakuklan
Gambar 4.9.Tampilan Silsilah Umar
Gambar 4.10.Tampilan Film Abu Bakar
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
19 Volume 14 No.01 Maret 2016
Tampilan Evaluasi
Gambar 4.11.Tampilan Pengisian Identitas
Gambar 4.12.Tampilan Soal Uji Coba
Gambar 4.13.Tampilan Umpan Balik
Pasca Produksi, Tahap selanjutnya yaitu validasi produk yang dilakukan
sebelum dilaksanakan uji coba, yaitu oleh ahli media dan ahli materi. Berguna untuk
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
20 Volume 14 No.01 Maret 2016
memvalidasi bahwa desain tampilan multimedia dan materi yang disajikan sudah layak
untuk diujicobakan.
. Hasil validasi ahli materi sebagai berikut:
Diagram 4.1 Hasil Validasi Ahli Materi
Berdasarkan hasil angket validasi ahli materi di atas diperoleh rata-rata 4,62 untuk
aspek kegiatan pembelajaran. Sedangkan untuk aspek ketepatan materi diperoleh rata-
rata 4,30. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa hasil validasi ahli materi memiliki rata-
rata 4,46 yang berarti sangat baik, dapat dikatakan juga bahwa materi pembelajaran
Multimedia Pembelajaran berbasis Adobe Flash pada mata pelajaran PAI dikategorikan
sangat baik.
Ahli Media dalam penelititan ini dilakukan oleh 3 dosen yang expert dalam bidang
media pembelajaran dari program studi Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri
Yogyakarta, Universitas Sebelas Maret dan Universitas Veteran Surakarta.Validasi ahli
media meliputi aspek navigasi, kepraktisan, tampilan program dan kualitas
program.Diperoleh hasil sebagai berikut
Diagram 4.2 Hasil Validasi Ahli Media
Berdasarkan data di atas dapat diartikan bahwa ahli media memberikan penilaian
dari aspek navigasi memiliki rata-rata sangat baik dengan 4,22. Dari aspek kepraktisan
dengan 4,50 berkategori sangat baik. Dari aspek Tampilan Program dengan 4,50
berkategori sangat baik. Sedangkan aspek mengenai kualitas program dinyatakan sangat
baik dengan 4,33.
Kesimpulan dari data di atas bahwa multimedia pembelajaran berbasis Adobe Flash
pada mata pelajaran PAI dikatakan sangat baik dengan rata-rata 4,33 sehingga
multimedia pembelajaran berbasi Adobe Flash pada mata pelajaran PAI dinyatakan layak
untuk dapat diterapkan dalam proses pembelajaran.
Hasil uji lapangan awal terhadap multimedia pembelajaran PAIdari aspek
motivasi memiliki katagori sangat baik dengan 4,24 dan aspek kemenarikan memiliki
0
2
4
6Kegiatan Pembelajaran
Ketepatan Materi
0246
Ahli Media
1
Ahli Media
2
Ahli Media
3
Navigasi
Kepraktisan
Tampilan Program
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
21 Volume 14 No.01 Maret 2016
katagori baik dengan 4,13. Sehingga dapat disimpulkan bahwa multimedia pembelajaran
pada produk yang dikembangkan layak untuk digunakan.
Melalui uji coba lapangan utama menyebutkan bahwa multimedia pembelajaran
PAI dari aspek motivasi memiliki kategori sangat baik dengan 4,27, aspek kemenarikan
dengan 4,31 berkategori sangat baik. Aspek kemudahan mendapatkan 4,58 berkategori
sangat baik.
Berdasarkan data perhitungan pada uji coba lapangan operasionaldapat
disimpulkan bahwa berdasarkan aspek motivasi mendapatkan rata-rata 4,54 pada
katagori sangat baik. Aspek kemenarikan dengan 4,20 dengan katagori baik. Aspek
kemudahan memperoleh rata-rata 4,49 dengan kategori sangat baik dan aspek
kemanfaatan rata-rata 4,50 masing-masing memperoleh katagori sangat baik.
Tabel 4.1 Hasil kelayakan
N
o.
Responden Penilai
an
Katagori
1. Ahli Materi 4,46 Sangat
Baik
2. Ahli Media 4,33 Sangat
Baik
3. Siswa 4,30 Sangat
Baik
Hasil penilaian kelayakan multimedia pembelajaran berbasis adobe flash pada
mata pelajaran PAI menurut penilaian ahli materi termasuk pada katagori sangat baik
atau layak digunakan. Sedangkan hasil penilaian ahli media termasuk dalam katagori
sangat baik atau sangat layak digunakan, di samping itu uji coba pada siswa termasuk
dalam katagori sangat baik atau layak digunakan. Melalui penilaian dari ahli materi, ahli
media dan siswa tersebut dapat disimpulkan bahwa multimedia pembelajaran berbasis
adobe flash pada mata pelajaran PAI pada pokok bahasan kisah sahabat nabi ini layak
digunakan sebagai media pembelajaran mata pelajaran PAI di SDIT Al Hasna Klaten.
Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai rata-rata posttest
kelas kontrol yang tidak menggunakan multimedia pembelajaran dalam pembelajaran
melainkan hanya menggunakan buku paket danpowerpoint memiliki rata-rata 72,81,
sedangkan nilai rata-rata kelas eksperimen yang menggunakan multimedia pembelajaran
berbasis Adobe Flashmemiliki rata-rata 94,66. Hasil uji-t posttest antara kelompok
eksperimen dan kontrol Hasil dari perhitungan uji t, sig yang dihasilkan adalah 0.000
sehingga sig <α. Oleh karena itu, Ho ditolak dengan konsekuensi Ha diterima.Sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen
dengan menggunakan Multimedia Pembelajaran PAI dan kelompok kontrol tanpa
menggunakan Multimedia Pembelajaran PAI.
Berdasarkan data dan deskripsikan diatas disimpulkan bahwa program
multimedia pembelajaran PAI efektif digunakan dalam proses pembelajaran karena
setelah menggunakan media yang baru hasil belajar siswa meningkat.
KESIMPULAN, IMPILKASI, SARAN
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
22 Volume 14 No.01 Maret 2016
Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan produk yang dilakukan, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil pengamatan terhadap pembelajaran PAI pada
kelas V di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al Hasna Klaten dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran PAI masih menggunakan metode ceramah, bertumpu pada buku paket dan
sesekali menggunakan media gambar, sehingga siswa kurang tertarik. Siswa
membutuhkan media tambahan atau media penunjang untuk membantu dalam
mempelajari dan memahami materi pelajaran yang yang disampaikan guru di sekolah.
Penelitian pengembangan ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: a.
melakukan penelitian pendahuluan; b. pembuatan desain multimedia pembelajaran; c.
pengembangan produk awal; d. implementasi; e. evaluasi produk final. Penelitian
pendahuluan meliputi identifikasi kebutuhan pembelajaran. Pembutan desain media
meliputi pemilihan standar kompetensi dan kompetensi dasar serta tujuan pembelajaran,
perumusan materi, penulisan indikator, pengembangan materi pembelajaran, pemuatan
flow chart dan story board. Tahap pengembangan meliputi pembuatan media dan
melakukan validasi ahli materi dan ahli media. Tahap implementasi, diimplementasikan
dalam proses pembelajaran. Tahap evaluasi, diisi dengan mengevaluasi media yang
sudah dikembangkan dan diujocobakan.
Hasil data validasi dari ahli media diperoleh rata-rata 4,46 dan hasil data dari
validasi materi diperoleh rata-rata 4,33. Sedangkan dari uji pada tahap preliminary field
test test rata-rata 4,19, main field test rata-rata 4,29 dan Oprational test memperoleh
rata-rata 4, 43 artinya Multimedia Pembelajaran ini juga sudah berada dalam kategori
sangat baik. Sedangkan pada tahap evaluasi, diketahui bahwa nilai rata-rata yang
diperoleh siswa setelah menggunakan Multimedia Pembelajaran PAI meningkat (94,66)
dibandingkan dengan sebelum menggunakan Multimedia Pembelajaran PAI (72,81).
Pada uji efektifitas pembelajaran, diketahui nilai rata-rata yang diperoleh oleh kelas
eksperimen yaitu 94,66 nilai rata-rata ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol
yang tidak menggunakan Multimedia Pembelajaran PAI dalam pembelajaran melainkan
hanya menggunakan buku teks PAI dan Power Point . Rata-rata yang dicapai oleh kelas
kontrol adalah 72,81. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Multimedia
Pembelajaran dalam uji coba lapangan sudah memenuhi kategori sangat baik dan layak
digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada kelas V di Sekolah Dasar
Islam Terpadu Al Hasna Klaten.
Secara teoritis, implikasi dalam penelitian ini adalah: (1) Produk multimedia
pembelajaran yang baik hendaknya memenuhi kriteria efektivitas, efisiensi dan daya tarik
tersendiri supaya bisa dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan minat belajar. (2)
Produk multimedia pembelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
kebutuhan anak sehingga sangat perlu dilakukan tahapan analisis
pendahuluan.Sedangkan secara praktis, implikasi dari penelitian ini adalah: (1)
Multimedia pembelajaran bisa dipakai oleh siswa secara mandiri ataupun dalam
bimbingan orang yang lebih tua yang mampu menguasai teknologi informasi dan
komunikasi.
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian tersebut, maka peneliti dapat
memberi saran sebagai berikut: (1) Bagi siswa sebaiknya pada pemanfaatan multimedia
pembelajaran ini bisa digunakan kapan saja dimana saja,tetapi dalam pengawasan guru
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
23 Volume 14 No.01 Maret 2016
ataupun orang tua terutama dalam pengoperasian komputer.(2) Bagi guru sebelum
menggunakan multimedia sebaiknya guru membaca petunjuk penggunaannya, guru
hendaknya mencoba sendiri terlebih dahulu sebelum dipraktikkan dalam kelas,guru
sebaiknya mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan sebelum melakukan
pembelajaran. (3) Bagi sekolah hendaknya memberikan workshop dan pelatihan kepada
guru sebagai upaya untuk memfasilitasi guru mata pelajaran untuk dapat membuat
multimedia pembelajaran sehingga siswa dapat mempelajari materi pelajaran lebih dalam
melalui perangkat komputer/laptop kapan saja dan dimana saja. Multimedia ini bisa
digandakan dalam jumlah besar untuk dipakai dikelas yang lain yang mempunyai materi
yang sama. (4)Bagi pengembang lainPenelitian ini terbatas pada satu sekolah sehingga
perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan sampel yang lebih luas. Multimedia yang
dikembangkan belum mencakup keseluruhan kompetensi dasar yang harus dicapai
siswa dalam satu semester, sehingga perlu pengembangan untuk pokok bahasan lain
DAFTAR RUJUKAN
Abuddin Nata. (2001). Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo. .Hacbarth, S. (1996).The educational technology handbook. New Jersey: Educational
Technology Publications Inc.. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun (2005). Phillips, R. (1997). The developer‟s handbook to interactive multimedia: A practical guide
for educational applications. London: Kogan Page. Sharon E. Smaldino, dkk. (2011). Instructional technology & media for learning. Jakarta:
Kencana. Sri Poedjiastoeti. (1999) Media Pembelajaran. Surabaya: Unipres Unesa. Syamsu Yusuf LN. (2001). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya. Munir.(2013). Multimedia Konsep dan Aplikasi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Nana Sudjana & Ahmad Rivai.(2009). Teknologi Pembelajaran. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
24 Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
25 Volume 14 No.01 Maret 2016
Penerapan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Motivasi
dan Hasil Belajar IPA Materi Struktur Organ Tubuh Manusia
dan Fungsinya
(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV
SD Negeri Brubuh 2 Kabupaten Ngawi Tahun Ajaran 2015/2016)
Dinar Arena Tiari7, Nunuk Suryani
8, Suharno
9
Abstract: The purpose of this study was to : (1) Improving student motivation through the application of interactive multimedia in science for fourth grade at Brubuh 2 Elementary School; (2) Improving student learning outcomes through the application of interactive multimedia in science for fourth grade at Brubuh 2 Elementary School.
This type of research is a classroom action research (PTK), the research subjects were 21 students of fourth grade at Brubuh 2 Elementary School. The research was conducted in two cycles, each cycle consisting of planning, action, observation, and reflection. Data collection techniques using the test (to measure student learning outcomes), the questionnaire (to measure student motivation), observation, interviews, and documentation. The validity of the data using triangulation techniques and data sources triangulation method . While the criteria for the success of this research if at least 80% of students had reached KKM (minimum completeness criteria) ≥ 70, and the percentage of learners' motivation towards science learning using interactive multimedia by 80%.
The results showed that an increase in student learning outcomes, including an increase in the average grade of 60.38% pre-cycle into 72.41 % in the first cycle and 83.09% in the second cycle. The lowest value increased from pre cycles 50 to 60 in the first cycle and 65 in the second cycle. The highest value increase of pre cycles 76 to 90 in the first cycle and 100 in the second cycle. The number of students who reach KKM ≥ 70 also increased from 38.1% pre-cycle to 66.7% in the first cycle and 90.47% in the second cycle. The percentage of student motivation toward science learning by using interactive multimedia application amounted to 67.43% in the first cycle and increased to 84.23% in the second cycle. The second variable of this class action research has qualified research success criteria, that is motivation and completeness learning outcomes of students reached 80 %.
Keywords: Classroom Action Research, Interactive Multimedia, Science, Motivation, Learning Outcomes.
PENDAHULUAN
endidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Sistem
Pendidikan no. 20 tahun 2003). Tujuan dari diselenggarakannya pendidikan adalah peserta didik
7 Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta 8 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta
9 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta
P
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
26 Volume 14 No.01 Maret 2016
secara aktif dapat mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya sehingga menjadi manusia
berkualitas. Menciptakan sumber daya manusia berkualitas merupakan cita-cita seluruh bangsa dan
negara di dunia. Sumber daya manusia berkualitas adalah produk lembaga pendidikan berkualitas.
Pendidikan dikatakan berkualitas apabila dalam pendidikan itu terlaksana kegiatan
pembelajaran yang terencana, terprogram serta menggunakan model pembelajaran yang inovatif,
variatif, dan evaluasi yang tepat serta menggunakan media yang relevan dengan perkembangan ilmu
dan teknologi. Hal ini seperti yang tertuang pada Standar Isi dalam Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan mem-bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sri Sulistyorini, 2007:39). Ilmu
Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai
pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari
pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian
gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mem-pelajari IPA sebagai cara mencari tahu dan cara
mengerjakan atau melakukan dan membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih
mendalam (Depdiknas dalam Suyitno, 2002:7). Tujuan utama pembelajaran IPA adalah agar peserta
didik memahami konsep-konsep IPA secara sederhana dan mampu meng-gunakan metode ilmiah
untuk meme-cahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan lebih menyadari kebesaran dan
kekuasaan pencipta alam. Agar tujuan tersebut tercapai, maka IPA perlu diajarkan dengan cara yang
tepat dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran. Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) di Sekolah Dasar menuntut peserta didik untuk mempunyai wawasan, keterampilan, dan sikap
ilmiah sejak dini. Pembelajaran IPA dikatakan berhasil apabila semua tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan dapat tercapai, yang terungkap dalam hasil belajar IPA. Namun dalam kenyataannya,
masih ada sekolah-sekolah yang memiliki hasil belajar IPA yang rendah karena belum mencapai
standar ketuntasan yang telah ditentukan.
Berdasarkan hasil observasi awal di SD Negeri Brubuh 2, hasil belajar IPA masih rendah.
Pada saat kondisi awal, rata-rata nilai ulangan harian IPA siswa kelas IV yaitu 60,38%, padahal batas
kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah 70. Berdasarkan kenyataan tersebut, dari 21 siswa kelas IV
yang mampu mencapai nilai di atas KKM hanya 8 siswa (38,1%), sedangkan sisanya 13 siswa
memperoleh nilai di bawah KKM tersebut. Hal ini dikarenakan hampir 61,9% siswa kurang memahami
dan menguasai materi pembelajaran. Dari hasil wawancara guru dan siswa kelas IV SD Negeri
Brubuh 2 tersebut diketahui bahwa rendahnya hasil belajar IPA disebabkan karena beberapa faktor
yang mempengaruhi selama proses pembelajaran berlangsung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran IPA diantaranya adalah metode
pembelajaran yang digu-nakan guru masih bersifat konven-sional (teacher centered), antusias siswa
dalam belajar IPA rendah, dan belum ada penggunaan media pembelajaran. Selama proses
pembelajaran IPA berlangsung, sumber belajar yang digunakan adalah buku paket dan LKS saja.
Belum ada media pembelajaran yang digunakan ketika pembelajaran berlangsung. Se-hingga
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
27 Volume 14 No.01 Maret 2016
kegiatan siswa hanya menulis, membaca, dan mendengarkan ceramah dari guru. Akibatnya, siswa
menjadi kurang tertarik terhadap pembelajaran dan motivasi belajar siswa rendah.
Permasalahan-permasalahan di atas harus segera diatasi dan dicarikan solusi yang tepat.
Guru harus melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah
dengan meng-gunakan media pembelajaran. Dalam hal ini Dick & Carey (dalam Lamudji, 2005: 34)
menyatakan bahwa salah satu keputusan yang paling penting dalam merancang pembelajaran ialah
dengan menggunakan media yang sesuai dalam rangka penyampaian pesan-pesan pembe-lajaran.
Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi pesan dan isi pelajaran pada saat itu.
Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Indriana (2011:47) bahwa media berfungsi mengarahkan
siswa untuk memperoleh berbagai pengalaman belajar (learning experience). Pengalaman belajar
tergan-tung pada interaksi siswa dengan media, dan media yang tepat dan sesuai dengan tujuan
belajar akan mampu meningkatkan pengalaman belajar sehingga anak didik bisa mempertinggi hasil
belajar.
Media pembelajaran bermanfaat untuk melengkapi, memelihara dan bahkan meningkatkan
kualitas dan proses pembe-lajaran yang sedang berlangsung, peng-gunaan media dalam
pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar, meningkatkan aktivitas siswa, meningkatkan motivasi
belajar siswa. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat
membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya,
memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi (Arsyad, 2013). Jadi, dengan hadirnya
media pembelajaran tersebut dapat menghasilkan proses pem-belajaran menyenangkan, kreatif,
inovatif dan tidak membosankan yang akan menjadi pilihan tepat bagi para pendidik.
Dalam hal ini, guru dapat memilih salah satu alternatif yang digunakan dalam pembelajaran
yaitu pemanfaatan teknologi multimedia yang sering disebut media pembelajaran multimedia
interaktif. Ala-san pemilihan media ini karena multimedia interaktif dapat merangsang siswa agar lebih
aktif dalam memahami suatu pembe-lajaran dengan gambar-gambar, suara dan video yang atraktif
dan menarik sehingga perhatian siswa dapat terfokus dalam pembelajaran. Alasan pemilihan tersebut
sejalan dengan hasil penelitian tentang pembelajaran menggunakan multimedia interaktif yang
dilakukan oleh Somatkar (2012), yaitu media pembelajaran yang interaktif tidak hanya berkontribusi
pada guru tetapi berpusat pada siswa yang mendukung pembelajarannya, dan me-mungkinkan
pemahaman, berkonsentrasi, merangsang belajar serta meningkatkan motivasi, kepercayaan diri,
perhatian dan minat siswa. Pemilihan media ini dapat membantu siswa melaksanakan pembe-lajaran
mandiri, dengan menu-menu yang didesain sedemikian rupa sehingga memberi kebebasan kepada
siswa untuk memilih materi yang hendak dipelajari khususnya dalam pelajaran IPA materi struktur
organ tubuh manusia dan fungsinya. Multimedia interaktif ini dapat menjadi media pembelajaran yang
melibatkan keseluruhan sisi kognitif, afektif dan psikomotor anak.
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Meningkatkan motivasi belajar siswa melalui penerapan
multimedia interaktif dalam pembelajaran IPA kelas IV SD Negeri Brubuh. 2) Meningkatkan hasil
belajar siswa melalui penerapan multimedia interaktif dalam pembelajaran IPA kelas IV SD Negeri
Brubuh 2.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action re-search). Penelitian
dilakukan dengan merancang, melaksanakan, merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
28 Volume 14 No.01 Maret 2016
partisipasi bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran di kelas melalui suatu tindakan dalam
suatu siklus.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV semester I tahun ajaran 2015/2016,
dengan jumlah subjek sebanyak 21 peserta didik. Adapun yang dijadikan sebagai objek adalah
motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik pada pelajaran IPA materi struktur organ tubuh
manusia dan fungsinya.
Prosedur penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk siklus berulang-ulang, setiap siklus terdapat
empat tahapan, yaitu: perencanaan (planning), pelaksanaan (act-ing), pengamatan (observing), dan
refleksi (reflecting) (Iskandar, 2011:113).
Metode pengumpulan data yang digunakan berupa tes dan non-tes. Metode tes digunakan
untuk memperoleh data mengenai hasil belajar. Instrumen pada metode ini berupa tes hasil belajar
tiap-tiap siklus, baik pre-test dan post-test. Pre-test digunakan untuk mengetahui penguasaan awal
terhadap materi kom-petensi membaca cermat, sedangkan post-test digunakan untuk mengukur
tingkat keberhasilan setelah diberikan tindakan. Metode non-tes berupa kuisioner/angket, observasi,
dan wawancara mendalam. Angket digunakan untuk mengetahui motivasi siswa terhadap
pembelajaran IPA sebelum dan sesudah mengikuti pembe-lajaran dengan penerapan multimedia
interaktif. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan melakukan penilaian terhadap aktivitas siswa
terhadap pembe-lajaran dan kinerja guru kelas. Wawancara dilakukan kepada peserta didik yang
menonjol. Hasil wawancara ini digunakan untuk memperkuat data yang telah diperoleh melalui
metode pengumpulan data lainnya.
Teknik analisis data yang diguna-kan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif
(Miles dan Huberman dalam Kunandar, 2010:102). Menurut Iskandar (2011:75) dalam proses analisis
data interaktif terdapat tiga langkah yang harus dilakukan oleh peneliti, yaitu: (1) reduksi data, (2)
display atau penyajian data, dan (3) mengambil kesimpulan atau verifikasi.
Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data adalah tri-angulasi. Penelitian ini
menggunakan teknik triangulasi data dan triangulasi metode. Adapun yang dimaksud kedua hal
tersebut adalah: a) Triangulasi Sumber Data. Pada penelitian ini, peneliti memperoleh data dari
beberapa sumber, yaitu : guru kelas IV SD Negeri Brubuh 2 dan siswa kelas IV, hasil observasi
pembelajaran IPA dengan penerapan multimedia interaktif, data nilai pra siklus, data post-test dan
pre-test pada masing-masing siklus. b) Triangulasi metode. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan metode penelitian berupa observasi terhadap kinerja guru dan aktivitas siswa kelas IV
SD Negeri Brubuh 2.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil refleksi siklus II dan rata-rata nilai siswa pada siklus II, maka dapat
disimpulkan bahwa pembe-lajaran IPA materi struktur organ tubuh manusia dan fungsinya pada
siklus II berhasil mencapai target indikator kinerja, yaitu motivasi dan hasil belajar siswa mencapai
lebih dari 80%. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil
belajar siswa, diantaranya peningkatan rata-rata kelas dari kondisi awal 60,38 menjadi 72,14 pada
siklus I dan menjadi 83,09 pada siklus II. Nilai terendah meningkat dari kondisi awal 50 menjadi 60
pada siklus I dan 65 pada siklus II. Nilai tertinggi meningkat dari kondisi awal 76 menjadi 90 pada
siklus I dan 100 pada siklus II. Selain itu persentase ketuntasan belajar klasikal atau jumlah siswa
yang mencapai KKM ≥ 70 juga mengalami peningkatan dari kondisi awal 38,1% menjadi 66,7% pada
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
29 Volume 14 No.01 Maret 2016
siklus I dan 90,47% di siklus II. Persentase motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA dengan
memanfaatkan penerapan multimedia interaktif juga mengalami peningkatan dari 67,43% pada siklus
I dan 84,23% di siklus II. Dengan demikian peneliti tidak perlu melanjutkan penelitian pada siklus
berikutnya, dan dapat disimpulkan bahwa penerapan multimedia interaktif dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Brubuh 2. Rangkuman hasil penelitian ini
dapat dilihat pada tabel dan histogram sebagai berikut:
Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Tindakan
Kriteria Pra Siklus Siklus I Siklus II
Rata-rata 60,38 72,14 83,09
Nilai Terendah 50 60 65
Nilai Tertinggi 76 90 100
Ketuntasan Belajar 38,1% 66,7% 90,47%
Motivasi Siswa 0% 67,43% 84,23%
PEMBAHASAN
Hasil analisis data penelitian menun-jukkan bahwa media pembelajaran berpengaruh terhadap
motivasi dan hasil belajar siswa. Secara lebih spesifik, hasil belajar IPA yang menerapkan media
pembelajaran multimedia interaktif lebih baik daripada hasil belajar IPA yang masih menerapkan
pembelajaran konvensional (berpusat pada guru). Hal tersebut karena hasil belajar adalah hasil dari
suatu inter-aksi tindak belajar mengajar (Nasution, 2006:36). Hasil interaksi tindak belajar mengajar
dapat berupa penggunaan media pembelajaran, pemilihan metode pembe-lajaran, dan lain
sebagainya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Baharuddin dan Wahyuni (2008, 19-28) bahwa
terdapat faktor-faktor eksternal lingkungan non-sosial yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu
lingkungan alamiah, faktor instru-mental, faktor materi pelajaran yang diajarkan ke siswa.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
30 Volume 14 No.01 Maret 2016
Penerapan multimedia interaktif untuk pembelajaran struktur organ tubuh manusia dan
fungsinya sudah tepat dan sesuai dengan tujuan belajar yang nantinya akan mampu
meningkatkanpengalaman belajar sehingga anak didik bisa memper-tinggi hasil belajar, hal ini sesuai
dengan pendapat dari Indriana (2011:47). Dengan digunakannya media pembelajaran multi-media
interaktif telah mampu memberikan hasil belajar IPA yang sangat memuaskan. Multimedia interaktif
pada pembelajaran IPA Kelas IV SD yang diterapkan peneliti merupakan salah satu multimedia
pembel-ajaran yang cukup sederhana dalam pengoperasiannya, tetapi cukup mudah dipahami dan
cukup lengkap informasi yang disajikan, sehingga merupakan salah satu alternatif yang dapat
digunakan oleh sekolah untuk mengadakan proses per-baikan terhadap pembelajaran IPA Kelas IV
SD Negeri Brubuh 2. Multimedia interaktif ini sesuai dengan definisi multimedia yang dikemukakan
oleh Munir (2012) bahwa multimedia merupakan perantara atau sesuatu yang dipakai untuk
menghantarkan, menyampaikan atau mem-bawa sesuatu. Hal yang disampaikan dalam multimedia
interaktif ini adalah materi pelajaran IPA untuk siswa kelas IV.
Multimedia interaktif yang diterap-kan mampu menarik minat dan motivasi siswa untuk belajar,
dan materi yang ada di dalamnya membuat siswa menjadi mudah untuk memahami materi tersebut.
Hal ini sesuai dengan pengertian multi-media yang diungkapkan oleh Arsyad (2002) bahwa
multimedia bertujuan untuk menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik,
mudah dime-ngerti, dan jelas. Selain itu multimedia ini dilengkapi dengan teks, audio, gambar,
animasi, interaktivitas dan berbasis TIK. Hal ini sesuai dengan definisi multimedia menurut
Constantinesceu (2007:2) bahwa multimedia merujuk kepada sistem ber-basis komputer yang
menggunakan ber-bagai jenis isi seperti teks, audio, video, grafik, animasi dan interaktifitas.
Hasil yang sama juga telah ditunjukkan oleh Salter et, al. (2012) bahwa sebuah media
pembelajaran inter-aktif yang dibuat secara kreatif yang dirancang untuk mempengaruhi dan me-
motivasi siswa secara bersamaan mening-katkan hasil belajar, dan merupakan sarana yang valid dan
berharga dalam portofolio pembelajaran dan sumber belajar, terutama untuk masa awal tahun
pertama di suatu sekolah. Hasil dari penelitian ini, sesuai dengan hasil penelitian dari Pratiwi Rahmah
Hakim (2014) yang berjudul, “Pengaruh Penggunaan Multimedia Inter-aktif Dan Video Terhadap
Prestasi Belajar Ipa Kelas V Ditinjau Dari Motivasi Belajar”, yaitu peserta didik yang mema-kai
multimedia pembelajaran mengalami peningkatan prestasi belajar dari pada siswa yang tidak
memakai multimedia. Kemudian, hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Vonny (2015) yang berjudul, “Pengaruh Media Pembelajaran Multi-media Interaktif
Terhadap Hasil Belajar Hakikat Geografi Ditinjau Dari Motivasi Belajar”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa motivasi peserta didik yang menggunakan multimedia interaktif lebih tinggi daripada peserta
didik yang tidak menggunakan multimedia yang mengaki-batkan hasil belajar Geografi meningkat.
Dari kedua penelitian tersebut, hasil yang diperoleh sesuai dengan hasil dari penelitian ini,
yaitu setelah dilakukan penelitian tindakan kelas dengan penerapan multimedia interaktif dalam
pembelajaran IPA materi struktur organ tubuh manusia dan fungsinya maka pemahaman/hasil
belajar peserta didik meningkat, dan motivasi belajar peserta didik terhadap pembelajaran IPA pun
meningkat.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan motivasi belajar siswa. Persentase
motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA dengan memanfaatkan penerapan multimedia interaktif
adalah sebesar 67,43% pada siklus I dan meningkat menjadi 84,23% pada siklus II. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa, diantaranya peningkatan rata-rata kelas
dari kondisi awal 60,38 menjadi 72,41 pada siklus I dan 83,09 pada siklus II. Nilai terendah meningkat
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
31 Volume 14 No.01 Maret 2016
dari kondisi awal 50 menjadi 60 pada siklus I dan 65 pada siklus II. Nilai tertinggi meningkat dari
kondisi awal 76 menjadi 90 pada siklus I dan 100 pada siklus II. Jumlah siswa yang mencapai KKM ≥
70 juga mengalami peningkatan dari kondisi awal 38,1% menjadi 66,7% pada siklus I dan 90,47% di
siklus II. Kedua variabel penelitian tindakan kelas ini telah memenuhi syarat kriteria keberhasilan
penelitian, yaitu motivasi dan ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 80%.
Motivasi dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi struktur organ tubuh
manusia dan fungsinya meningkat dikarenakan adanya perbaikan proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru dan peneliti selama dua siklus dalam 4 kali tindakan dan 4 kali pertemuan. Selain
itu multimedia interaktif dapat mempermudah siswa dalam belajar untuk memperoleh informasi
edukatif yang autentik dimana saja dan kapan saja serta sesuai dengan tujuan pembelajaran. Siswa
didorong untuk menyelami informasi tersebut secara mandiri dalam memahami dan menarik
kesimpulan pembelajaran. Pada multimedia interaktif juga telah disediakan konten materi, kuis, dan
permainan yang edukatif, animatif, dan menarik sehingga dapat mempermudah pemahaman materi
siswa dan meningkatkan motivasi siswa terhadap pembelajaran tersebut yang berdampak pada
peningkatan hasil belajar yang telah diharapkan sebelumnya, yaitu 80% siswa tuntas mencapai nilai
KKM ≥ 70.
IMPLIKASI
Berdasarkan kesimpulan diatas diketahui bahwa motivasi dan hasil belajar siswa meningkat
setelah dilakukan penerapan multimedia interaktif pada pembelajaran IPA, maka penelitian ini dapat
digunakan sebagai acuan dalam upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Secara tidak
langsung, hal ini juga berimplikasi pada guru dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam ke-giatan
pembelajaran guru dituntut untuk mampu memilih media pembelajaran yang tepat, dan sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai. Pemilihan media pembelajaran yang tepat dengan memanfaatkan
sumber daya secara maksimal dan melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran, akan mampu mendukung pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal. Dalam
penelitian ini telah terbukti bahwa dengan penerapan multimedia interaktif dalam pembelajaran IPA
dapat berpengaruh terhadap peningkatan mo-tivasi dan hasil belajar siswa.
SARAN
Bagi Siswa SD Negeri Brubuh 2. Sebagai seorang siswa harus selalu menghormati dan
menghargai guru. Siswa harus mampu mempertahankan keaktifan dalam kegiatan pembelajaran,
yaitu dengan berani menyampaikan pendapat, berani bertanya kepada guru terhadap materi
pembelajaran yang belum dipahami, dan berani menanggapi jawaban dari teman yang kurang tepat.
Selain itu, siswa harus meningkatkan perhatian ketika guru menyampaikan materi pembelajaran,
meningkatkan kerjasama dalam diskusi kelompok, meningkatkan ketekunan dan tanggung jawab
selama pembelajaran berlangsung. Bagi Guru di SD Negeri Brubuh 2. Dari hasil penelitian ini, peneliti
merekomendasikan multimedia interaktif kepada guru kelas dan guru lainnya sebagai salah satu
solusi atau sarana untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Guru dapat memotivasi
siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya dengan berupaya melakukan variasi-variasi penggunaan
media pembelajaran atau model pembelajaran. Ketepatan pemilihan media pembelajaran sangat
menentukan tercapainya tujuan pembelajaran. Seperti pada penelitian ini yang memilih multimedia
interaktif sebagai media pembelajaran, dan terbukti mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar
siswa.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
32 Volume 14 No.01 Maret 2016
Bagi Sekolah. Berdasarkan keber-hasilan penelitian ini, maka pihak sekolah melalui Kepala
Sekolah dapat menya-rankan penerapan media pembelajaran yang tepat, dan memotivasi guru kelas
untuk melakukan inovasi media pembe-lajaran untuk meningkatkan kualitas, mutu, dan hasil
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Suyitno. 2002. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Bogor : Ghalia Indonesia.
Anitah W, Sri, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Arsyad, A. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006 .Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta : BNSP
Indriana. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Jogjakarta : Diva Pers.
Iskandar. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Gaung Persada.
Kunandar, 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Rajawali Pers
Pratiwi Rahmah Hakim. 2014. Pengaruh Penggunaan Multimedia Interaktif Dan Video Terhadap Prestasi Belajar Ipa Kelas V Ditinjau Dari Motivasi Belajar. Tesis. Surakarta : PPs UNS
Somatkar, B.W. 2012. Aims and Objectives of Teaching English in India. India : Indian Streams Research Journal
Suharsimi Arikunto. 2010. Penelitian Tindakan : Untuk Guru, Kepala Sekolah,& Pengawas. Yogyakarta: Aditya Media.
Sulistyorini, Sri. 2007. Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan Penerapannya dalam KSTP. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Vonny. 2015. Pengaruh Media Pembelajaran Multimedia Interaktif Terhadap Hasil Belajar Hakikat Geografi Ditinjau Dari Tingkat Motivasi Belajar Geografi. Tesis. Surakarta : PPs UNS
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
33 Volume 14 No.01 Maret 2016
Pengaruh Kecerdasan Intrapersonal Siswa
pada Pembelajaran Matematika Berbasis Kurikulum 2013
Henry Suryo Bintoro10
Abstract: The specific objective of this research is to know which are on mathematics learning achievement better, between students who have high intrapersonal intelligence, medium, and low. This study is a quasi-experimental research.
The study population was fifth grade students of SD Negeri Kudus District. The sampling technique was conducted stratified cluster random sampling. The sample in this study were students of class V SD 1 Muhammadiyah Kudus and fifth grade students of SD 1 Gondangmanis Kudus. The instrument used to collect data is intrapersonal intelligence student questionnaires. Questionnaires tested before it is used for data retrieval. The validity of questionnaires carried out by the validator, the reliability of the test is tested with the formula KR-20 and reliability of the questionnaire was tested with Alpha formula. Test instruments carried at SD 2 Holy Honggosoco.
Analysis of the data used is two-way analysis of variance. Factors used to test the significance of differences in students' intrapersonal intelligence level of learning achievement. Test prerequisite Lillifors Variance Analysis method to test for normality and homogeneity test methods to Barlett. With α = 0.05. Scheffe method 'used for further analysis of variance test if the hypothesis is rejected.
Keywords: Curriculum 2013, intrapersonal intelligence.
PENDAHULUAN
erkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dewasa ini
mengakibatkan suatu perubahan di berbagai bidang, tak terkecuali bidang
pendidikan.Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, lembaga
pendidikan dituntut untuk berperan aktif dalam mengembangkan intelektual dan
emosional bangsa secara optimal sehingga dapat meningkatkan kualitas, harkat, dan
martabat bangsa.Untuk itu, inovasi dibidang pendidikan sangat diperlukan agar kualitas
pendidikan terus meningkat dan hasilnya sesuai dengan kemajuan masyarakat dan
tuntutan jaman.
Usaha pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan telah dimulai sejak
menjelang akhir Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri, yaitu melalui skenario
progresif terhadap anggaran pendidikan untuk memenuhi 20% APBN tahun 2009. Pada
Pemerintahan Presiden sekarang, Susilo Bambang Yudoyono, kenaikan anggaran
tersebut dilaksanakan secara bertahap dan diharapkan dapat memenuhi apa yang
selama ini diharapkan.
10 Dosen Universitas Muria Kudus
P
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
34 Volume 14 No.01 Maret 2016
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan
meningkatkan pendidikan matematika.Matematika dirasa sebagian besar siswa sebagai
mata pelajaran yang sulit. Hal ini dikarenakan matematika menuntut berfikir keras dan
cenderung bersifat abstrak sehingga siswa merasa sulit untuk memahaminya. Konsep
dasar matematika merupakan hal yang prinsip dan penting untuk menunjang
pengembangan hasil belajar selanjutnya.
Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang
dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum
yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan karakter, siswa dituntut untuk
paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun
disiplin yang tinggi.
Konsep kurikulum 2013 yang mengutamakan ketiga aspek prestasi belajar, yaitu aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Kecerdasan intrapersonal siswa ikut mempengaruhi prestasi belajar matematika
siswa. Kecerdasan intrapersonal berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan diri
sendiri. Siswa yang mempunyai kesadaran dan pengetahuan diri sendiri yang kurang,
diharapakan dengan menggunakan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif
dengan komputer prestasi belajar matematika mereka menjadi lebih baik.Kecerdasan
intrapersonal mempunyai 3 aspek, adapun 3 aspek dalam kecerdasan intrapersonal
adalah sebagai berikut: (1) Mengenali diri sendiri, (2) Mengetahui apa yang diinginkan,
dan (3) Mengetahui apa yang penting. (Harry Alder, 2001: 79 - 97).
Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik, antara siswa-
siswa yang mempunyai kecerdasan intrapersonal tinggi, sedang, dan rendah.
Pengertian matematika sangat sulit didefinisikan secara akurat. Pada umumnya
orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut
aritmatika atau ilmu hitung. Menurut Jhonson dan Myklebust (dalam Rosma, 2010: 11)
matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan
hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoritisnya adalah
untuk memudahkan pemikiran. Ruseffendi (dalam Heruman, 2012: 1) menyatakan bahwa
matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara
induktif, ilmu tentang polaketeraturan dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur
yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan.
Secara filosofis, pengertian tentang pengajaran matematika berbeda dengan
pembelajaran matematika sesungguhnya berbeda. Oleh karena itu, paradigma
pengajaran matematika harus diubah, yaitu dari teachercentered menjadi
learnercentered, dari contentbased menjadi competencybased, dari productoflearning
menjadi processoflearning, dan dari summativeevaluation menjadi formativeevaluation
(Ibrahim, 2012: 49).Pembelajaran matematika adalah kegiatan pendidikan yang
menggunakan matematika sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
(Soedjadi, 2000: 6).
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
35 Volume 14 No.01 Maret 2016
Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD yaitu agar siswa terampil dalam
menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari (Heruman,
2012: 2). Untuk dapat memperoleh keterampilan tersebut, maka diperlukan adanya
latihan secara terus menerus dalam mengaplikasikan konsep matematika di kehidupan
sehari-hari. Dalam hal ini guru memegang peranan penting untuk menghadirkan
pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.
Menurut Gagne dalam Anitah W (2007: 1.3) menyatakan bahwa belajar adalah
suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Pengalaman belajar akan diperoleh apabila terjadi proses interaksi dengan lingkungan.
Lingkungan dalam hal ini adalah guru, teman, narasumber, kondisi nyata, lingkungan
alami, lingkungan buatan maupun hal-hal lain yang dapat dijadikan sebagai sumber
belajar siswa.
Belajar berarti membentuk makna atau menemukan informasi bermakna dimana
aktivitas tersebut menghasilkan sesuatu yang baru. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami, yang dipengaruhi oleh pengertian yang
telah ia punyai. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang
dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 895), Prestasi adalah hasil yang
telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya. prestasi belajar
adalah hasil usaha yang dicapai siswa dalam membentuk makna, penguasaan
pengetahuan, serta keterampilan berkat pengalaman dan latihan dalam proses belajar
yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, maupun simbol yang mencerminkan hasil
yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu.
Prestasi belajar matematika adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses
belajar matematika yang menghasilkan perubahan pada diri siswa yang disebabkan oleh
latihan yang terarah dan hasil dari pengalaman serta proses interaksi dari individu,
perubahan tersebut berupa pembentukan makna, penguasaan pengetahuan, dan
keterampilan yang hasilnya dinyatakan dengan simbol, angka, atau huruf sebagai nilai.
Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang
dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum
yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan karakter, siswa dituntut untuk
paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun
disiplin yang tinggi.
Kurikulum 2013 mengutamakan prestasi belajar dari tiga aspek dan ketiga aspek
tersebut mempunyai tingkat yang sama dalam pembelajarannya, baik proses
pembelajarannya maupun penilaiannya. Ketiga aspek tersebut yaitu pertama, aspek
pengetahuan. Pengetahuan dalam kurikulum 2013 sama seperti kurikulum-kurikulum
sebelumnya, yaitu penekanan pada tingkat pemahaman siswa dalam pelajaran. Nilai dari
aspek pengetahuan bisa didapat dari Ulangan Harian, Ujian Tengah/Akhir Semester, dan
Ujian Kenaikan Kelas. Pada kurikulum 2013, pengetahuan bukan aspek utama seperti
pada kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
36 Volume 14 No.01 Maret 2016
Kedua aspek keterampilan. Keterampilan merupakan aspek baru dalam
kurikulum di Indonesia. Keterampilan merupakan penekanan pada skill atau kemampuan.
misalnya adalah kemampuan untuk mengemukakan pendapat,
berdiksusi/bermusyawarah, membuat laporan, serta berpresentasi. Aspek keterampilan
merupakan salah satu aspek penting karena hanya dengan pengetahuan, siswa tidak
dapat menyalurkan pengetahuan tersebut sehingga hanya menjadi teori semata. Ketiga
aspek sikap. Aspek sikap merupakan aspek tersulit untuk dinilai. Sikap meliputi sopan
santun, adab dalam belajar, absensi, sosial, dan agama. Kesulitan penilaian dalam aspek
ini karena guru tidak setiap saat mengawasi siswa-siswinya. Sehingga penilaian tidak
begitu efektif.
Titik tekan pengembangan kurikulum 2013 adalah penyempurnaan pola pikir,
penguatan tata kelola kurikulum, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses
pembelajaran, dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara
apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan (Kemdikbud: 2013: iii). Kurikulum 2013
sebagai bagian dari intervensi peningkatan mutu pendidikan, tentu tidak bisa
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu,
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) menjadi rujukan ketika Kurikulum 2013 diterapkan,
termasuk tujuh standar nasional pendidikan lainnya. Demikian juga dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tetap menjadi bagian Kurikulum 2013. Satuan
pendidikan tetap mempunyai kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sendiri
yang sesuai dengan kondisi satuan pendidikan tersebut. Di samping itu, Kurikulum 2013
tetap merupakan kurikulum berbasis kompetensi.
MenurutHoward Gardner yang dikutip oleh Adi W. Gunawan (2003: 218),
kecerdasan adalah potensi yang dapat atau tidak dapat diaktifkan, tergantung pada nilai
suatu kebudayaan tertentu dan keputusan yang dibuat oleh pribadi atau keluarga, guru
sekolah dan lain sebagainya. Ngalim Purwanto (2006: 52) mengemukakan bahwa
kecerdasan adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang
berbuat sesuatu dengan cara tertentu.
Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan adalah potensi yang dibawa manusia sejak lahir, yang dapat dikembangkan
ataupun tidak, tergantung pada nilai dari suatu kebudayaan tertentu dan keputusan yang
dibuat oleh lingkungan.
Gunawan (2003: 238) mengemukakan bahwa kecerdasan intrapersonal adalah
kecerdasan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan diri sendiri.
Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk secara akurat dan realistis menciptakan
gambaran mengenai diri sendiri (kekuatan dan kelemahan), kesadaran akanmood atau
kondisi emosi dan mental diri sendiri, kesadaran akan tujuan, motivasi, keinginan, proses
berfikir dan kemampuan melakukan disiplin diri, mengerti diri sendiri dan harga diri.
Agus Efendi (2005: 156) mengemukakan bahwa kecerdasan intrapersonal
adalah kecerdasan yang bergerak kedalam; acces to one‟s own feeling life (akses
kepada kehidupan perasaan diri sendiri); kecerdasan dalam membedakan perasaan-
perasaan secara instan.
Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kesadaran dan
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
37 Volume 14 No.01 Maret 2016
pengetahuan diri sendiri. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk secara akurat
dan realistis menciptakan gambaran mengenai diri sendiri.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen semu (quasi-experimental research).Hal ini dikarenakan peneliti tidak
memungkinkan untuk mengendalikan dan memanipulasi semua variabel yang
relevan.Seperti yang dikemukakan Budiyono (2003: 82-83) bahwa, “Tujuan penelitian
eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi
informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan
yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasikan semua variabel
yang relevan”.
Pada penelitian ini yang dilakukan adalah membandingkan prestasi belajar
matematika dilihat dari kecerdasan intrapersonal siswa tinggi, sedang, dan
rendah.Tempat Penelitian ini adalah di SD 1Muhammadiyah Kudus dan SD 1
Gondangmanis Kudus dengan subyek penelitian adalah siswa kelas V. Untuk uji coba
angket dilaksanakan di SD 2 Honggosoco Kudus.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)
metode dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui mengetahui daftar
nama dan nomor absen siswa.(2) Metode Angket yang digunakan dalam penelitian ini
adalah angket berbentuk pilihan ganda dengan 4 alternatif jawaban.Metode angket ini
digunakan untuk mengetahui kecerdasan intrapersonalsiswa. Untuk memperoleh angket
yang baik perlu dilakukan uji sebagai berikut:
1. Analisis Instrumen
a. Uji Validitas Isi
Untuk menilai apakah instrumen angket kecerdasan intrapersonal tersebut
mempunyai validitas isi, penilaian ini dilakukan oleh para pakar atau validator (experts
judgement) dan semua kriteria disetujui (ada salah satu yang tidak disetujui maka
instrumen tersebut belum valid, artinya butir yang tidak disetujui tersebut harus direvisi
atau dibuang).
b. Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini, untuk uji reliabilitas digunakan rumus Alpha, sebab skor
butir angket bukan 0 dan 1.hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2002:
192) yang menyatakan bahwa, “Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas
instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian”.
2. Analisis Butir Instrumen
a. Konsistensi Internal
Untuk mengetahui korelasi butir soal angket digunakan rumus korelasi
productmomen Karl Pearson
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
38 Volume 14 No.01 Maret 2016
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data dalam penelitian ini meliputi data hasil uji coba instrumen, data prsetasi
belajar matematika, dan data kecerdasan intrapersonal siswa. Berikut ini diberikan uraian
tentang data-data tersebut:
Instrumen yang diujicobakan dalam penelitian ini berupa angket untuk
mengungkapkan data mengenai kecerdasan intrapersonal siswa.Angket kecerdasan
intrapersonal siswaterdiri dari 25 butir.Melalui dua orang validator, yaitu guru SD 1
Muhammadiyah Kudus dan guru SD 1 Gondangmanis diperoleh bahwa 25 butir angket
dinyatakan valid karena telah memenuhi kriteria yang diberikan.Dengan menggunakan
rumus KR-20 diperoleh r11> 0,70, maka angket dikatakan reliabel.
Angket yang diuji cobakan terdiri dari 25 butir. Dari hasil uji konsistensi internal
dengan menggunakan rumus korelasi product moment diperoleh 25 butir yang konsisten
sebab rxy dari 25 butir tersebut lebih besar dari 0,3. Setelah dilakukan analisis terhadap
25 butir soal uji coba angket kecerdasan intrapersonal siswadiperoleh bahwa 25 butir
soal tersebut dapat digunakan untuk penelitian.
Data tentang kecerdasan intrapersonal siswa diperoleh dari angket tentang
kecerdasan intrapersonalsiswa, selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam tiga
kategori berdasarkan rata-rata gabungan ( gabX ) dan standar deviasi gabungan (Sgab).
Dari hasil perhitungan kedua kelompok, diperoleh gabX = 76 dan Sgab = 5,8.
Penentuan kategorinya adalah sebagai berikut: tinggi jika gabgab sXX2
1 ,
sedang jika gabgabgabgab sXXsX2
1
2
1 , rendah jika gabgab sXX
2
1 ,
sehingga untuk skor yang kurang dari atau sama dengan 73,1 dikategorikan sebagai
kecerdasan intrapersonal rendah, skor antara 73,1 dan 78,9 dikategorikan sebagai
kecerdasan intrapersonalsedang, dan skor lebih dari 78,9 dikategorikan sebagai
kecerdasan intrapersonaltinggi.
Berdasarkan data yang telah terkumpul, dalam kelas eksperimen terdapat 15
siswa yang termasuk kategori kecerdasan intrapersonal tinggi, 12 siswa yang termasuk
kategori kecerdasan intrapersonal sedang dan 8 siswa yang termasuk kategori
kecerdasan intrapersonalrendah. Sedangkan untuk kelas kontrol terdapat 2 siswa yang
termasuk kategori kecerdasan intrapersonaltinggi, 9 siswa yang termasuk kategori
kecerdasan intrapersonalsedang, dan 10 siswa yang termasuk kategori kecerdasan
intrapersonalrendah.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
39 Volume 14 No.01 Maret 2016
Tabel 1 Deskripsi Data Kecerdasan IntrapersonalSiswa
Kategori
Jumlah Siswa
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Tinggi 15 2
Sedang 12 9
Rendah 8 10
Uji normalitas masing-masing sampel dilakukan dengan menggunakan metode
Liliefors dan uji homogenitas menggunakan metode Barlett. Berdasarkan uji yang telah
dilakukan diperoleh harga statistik uji untuk taraf signifikansi 0,05 pada masing-masing
sampel. Berdasarkanperhitungan untuk masing-masing sampel H0 tidak ditolak.Ini Berarti
masing-masing sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen.
Hasil perhitungan analisis variansi dua jalan sel tak sama disajikan pada tabel
berikut :
Tabel 2 Rangkuman Analisis Variansi Dua
Fobs Ftabel Keputusan
Kecerdasan
Intrapersonal
32,66 3,00 H0 ditolak
Tabel di atas menunjukkan bahwa H0 ditolak.Hal ini berarti terdapat perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa dengan kecerdasan intrapersonal tinggi,
sedang, dan rendah.
Ujikomparasi ganda antar kolom perlu dilakukan karena dari anava dua jalan sel
tak sama diperoleh bahwa H0ditolak. Dari hasil uji komparasi ganda diperoleh bahwa
siswa dengan kecerdasan intrapersonal tinggi prestasi belajarnya lebih baik daripada
siswa dengan kecerdasan intrapersonalrendah, siswa dengan kecerdasan
intrapersonaltinggi prestasi belajarnya lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan
intrapersonal sedang, dan siswa dengan kecerdasan intrapersonalsedang prestasi
belajarnya lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan intrapersonal rendah.
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak
sama diperoleh Fobs = 32,66> 3,00 = Ftabel, sehingga Fobsdaerah kritik maka H0B ditolak.
Hal ini berarti masing-masing tingkat kecerdasan intrapersonal siswa memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar matematika.
Setelah dilakukan uji Scheffe‟ dapat disimpulkan bahwa siswa yang memilki
kecerdasan intrapersonal tinggi prestasi belajarnya berbeda dengan siswa yang memiliki
kecerdasan intrapersonal rendah. Dari rataan marginalnya (b 1 = 86,65>64,56 = b 3 )
menunjukkan bahwa siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal tinggi prestasi
belajarnya lebih baik dibandingkan siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal rendah.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
40 Volume 14 No.01 Maret 2016
Siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal sedang prestasi belajarnya
berbeda dengan siswa yang memiliki kecerdasan intrapersonal rendah. Dari rataan
marginalnya (b2
= 73,76> 64,56 = b 3 ) menunjukkan bahwa siswa yang memilki
kecerdasan intrapersonal sedang prestasi belajarnya lebih baik dibandingkan siswa yang
memilki kecerdasan intrapersonal rendah.
Sedangkan siswa yang memilki kecerdasan intrapersonal tinggi prestasi
belajarnya berbeda dengan siswa yang memiliki kecerdasan intrapersonal sedang. Dari
rataan marginalnya (b1= 86,65>73,76 = b
2) menunjukkan bahwa siswa yang memilki
kecerdasan intrapersonaltinggi prestasi belajarnya lebih baik dibandingkan siswa yang
memilki kecerdasan intrapersonal sedang.
KESIMPULAN
Berdasarkan landasan teori dan disertai dengan hasil analisis yang diperoleh,
dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan intrapersonalyang lebih tinggi menghasilkan
prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada kecerdasan intrapersonal yang
lebih rendah.Saran dalam penelitian ini ditujukan pada guru, calon guru, dan peneliti,
yaitu dalam penelitian ini pembelajaran matematika ditinjau dari kecerdasan intrapersonal
siswa. Bagi para calon peneliti yang lain mungkin dapat melakukan tinjauan yang lain,
misalnya aktivitas, motivasi, karakteristik cara berpikir, gaya belajar, minat siswa, dan
lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi
V. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Anitah W, Sri, dkk. 2007. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: UT.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pengajaran Matematika. Surakarta: UNS Press.
________. 2004. Statistika Dasar Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ditjet MPDM Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Multimedia Pembelajaran,
Jakarta: Depdiknas.
Efendi, Agus. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21: Kritik MI, EI, SQ, AQ dan Succesful
Intelligence atas IQ. Bandung: Alfabeta.
Gunawan. 2013. Kurikulum 2013 Merupakan Instrumen Strategis Bagi Upaya
Peningkatan Mutu Pendidikan. Malang: PPPPTK.
Gunawan, Adi W. 2003. Born to be a Genius (Kunci Mengangkat Harta Karun dalam Diri
Anak Anda). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Harry, Alder. 2001. Pacu IQ dan EQ anda. Jakarta: Erlangga
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
41 Volume 14 No.01 Maret 2016
Heruman. 2012. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Ibrahim dan Suparni. 2012. Pembelajaran Matematika Teori dan Aplikasinya.
Yogyakarta: Suka Press.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi
Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
Purwanto. Ngalim. 2006. Ilmu Pendidikan Teorotis dan Praktis. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Rosma,Hartiny. 2010. Model Penelitian Tindakan Kelas Teknik Bermain Konstruktif untuk
Peningkatan Hasil Belajar Matematika. Yogyakarta: Sukses Offse.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (konstatasi keadaan
masa kini menuju harapan masa depan). Depdiknas : Jakarta.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
42
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
43
Volume 14 No.01 Maret 2016
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui Problem Based Learning
“What’s Another Way” dan Discovery Learning
Jayanti Putri Purwaningrum11
Abstract: The students‟ mathematical creative thinking ability which were not optimal became the reason for conducting this study. It was a quasi-experimental research through problem-basedlearning “what‟s another way” and discovery learning. In this case, the population of the study were all seven grade students in a junior high schools in Pekalongan regency with two classes as the sample.The data were gathered by employing three research instruments such as mathematics creative thinking ability test, teaching materials, and observation sheet.The results of the study indicated that there was no difference between the achievement and the enhancement of the students‟ mathematical creative thinking ability in two experimental classes. Besides, the overall students‟ activities in both the class employing problem-basedlearning “what‟s another way” and the class employing discovery learning had been very good.
Keywords:Problem-Based Learning “What‟s Another Way”, Discovery Learning, and MathematicsCreative Thinking Ability.
Pendahuluan
erkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa ini sangatlah pesat.
Segala aspek kehidupan menjadi lebih mudah dengan adanya perkembangan
tersebut. Matematika memiliki peranan penting baik dalam kemajuan Ilmu
Pengetahuan Alam dan Teknologi maupun kehidupan sehari-hari. Aspek kehidupan
manusia memafaatkan matematika sebagai ilmu pendukung.
Pendidikan matematika adalah bagian dari pendidikan nasional yang diwajibkan bagi
semua siswa yang menempuh pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat
sarjana. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah,
Kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia bertujuan untuk mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang
beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Kurikulum
tersebut juga menyebutkan bahwa salah satu kriteria mengenai kualifikasi kemampuan
lulusan yang harus dimiliki oleh siswa yaitu memiliki kemampuan berpikir kreatif dalam
ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain
yang sejenis. Dengan demikian, kurikulum mengisyaratkan pentingnya mengembangkan
kreativitas siswa agar mereka dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
11 Dosen FKIP PGSD Universitas Muria Kudus
P
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
44
Volume 14 No.01 Maret 2016
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak
pasti, dan kompetitif.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kreativitas siswa salah satunya
yaitu melalui pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan melalui pembelajaran
matematika, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis,
kritis, kreatif, analisis dan produktif. Kreativitas dalam matematika dapat dipandang
sebagai produk dari berpikir kreatif sedangkan aktivitas kreatif merupakan kegiatan
dalam pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong atau memunculkan kreativitas
siswa (Siswono, 2008). Namun, pada kenyataannya pengembangan kreativitas dalam
pembelajaran matematika tersebut belum optimal.
Berdasarkan penelitian Moma (2014) di kelas VIII salah satu Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di Kota Yogyakarta, menunjukkan bahwa pencapaian kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran generatif lebih baik dari
siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Namun, secara kualitas,
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran
generatif masih termasuk dalam kategori level rendah. Penelitian Huda (2014) di kelas
VIII salah satu SMP di Kota Bandung, menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran open-ended dengan setting kooperatif
lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Artinya,
perlakuan yang diberikan terhadap kedua kelas memberikan kontribusi terhadap
kemampuan berpikir kreatif matematisnya. Akan tetapi, hasil yang dicapai siswa belum
maksimal sehingga masih perlu ditingkatkan. Hal tersebut dikarenakan siswa belum
terbiasa mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematisnya, yang diperkuat
dengan adanya keluhan siswa pada saat diminta memunculkan berbagai alternatif
jawaban.Huda (2014) menjelaskan lebih lanjut bahwa hasil tes kemampuan berpikir
kreatif matematis yang diperoleh siswa belum maksimal sebab tidak semua siswa di
kelas membuka diri dengan pendekatan yang dilakukan. Terkadang siswa malas untuk
berpikir, mencari ide lain atau solusi alternatif dari masalah yang diberikan. Penyebab
lainnya yaitu siswa terbiasa dengan soal rutin dan tidak dibiasakan untuk mencari sendiri
penyelesaian masalah dengan cara yang berbeda dengan temannya.
Menurut Munandar (2009), perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif
berhubungan erat dengan cara mengajar. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kreatif
anak akan berkembang atas prakarsanya sendiri bila suasana pembelajaran tidak otoriter
dan anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat serta kebutuhannya. Hal
ini dikarenakan guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir
dan berani mengemukakan gagasan baru. Sumarmo (2005) menyarankan pembelajaran
matematika yang mendorong berpikir kreatif dan berpikir tingkat tinggi antara lain dapat
dilakukan melalui belajar dalam kelompok kecil, menyajikan tugas non rutin, dan tugas
yang menuntut strategi kognitif dan metakognitif siswa. Pembelajaran dalam matematika
yang memenuhi kiteria tersebut antara lain yaitu problem-based learning “what‟s another
way”dan discovery learning. Arends (Putra, 2013) menyatakan bahwa model problem-
based learning merupakan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran pada
masalah yang autentik dengan maksud siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, serta mengembangkan
kemandirian dan percaya diri. Dengan demikian, pada penelitian ini siswa diharapkan
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
45
Volume 14 No.01 Maret 2016
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis melalui problem-based
learning. Proses yang dapat memfasilitasi peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis diantaranya yaitu ”what‟s another way“ (Siswono, 2007). What‟s another way
menuntut siswa untuk memecahkan masalah dengan menggunakan lebih dari satu cara
dan tidak menutup kemungkinan siswa akan memperoleh jawaban yang beragam dan
berbeda. Oleh karena itu, model problem-based learning “what‟s another way” ini dapat
mendorong dan melatih kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Selain problem-based learning “what‟s another way”, discovery learning juga
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Bruner
(Kemendikbud, 2014) menjelaskan bahwa pada discovery learning, bahan ajar tidak
disajikan dalam bentuk akhir tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan,
yakni menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, dan mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-
kesimpulan. Bruner (Kemendikbud, 2014) juga menambahkan bahwa proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif, jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, atau aturan. Dengan demikian, melalui discovery
learning, diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
matematisnya.
Uraian di atas memberi inspirasi kepada penulis untuk melakukan penelitian yang
berjudul “Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui Problem Based Learning
“What‟s Another Way” dan Discovery Learning Siswa SMP”.Adapun rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah terdapat perbedaan pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis
antara siswa yang belajar melalui problem-based learning “what‟s another way”
dengan siswa yang belajar melalui discovery learning?
2. Bagaimanakah aktivitas siswa selama proses pembelajaran problem-based learning
“what‟s another way”?
3. Bagaimanakah aktivitas siswa selama proses pembelajaran discovery learning?
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengkaji perbedaan pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis antara
siswa yang belajar melalui problem-based learning “what‟s another way” dengan
siswa yang belajar melalui discovery learning.
2. Mengkaji siswa selama proses pembelajaran problem-based learning “what‟s
another way”.
3. Mengkaji siswa selama proses pembelajarandiscovery learning.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Siswa dapat menggali dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis.
2. Melatih siswa dalam bekerja sama, mengeluarkan pendapat atau ide dan
memecahkan masalah.
3. Problem-based learning ”what‟s another way” dan discovery learning dapat
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga membuat siswa
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
4. Guru yang terlibat dalam penelitian ini dapat memperoleh pengalaman dalam
menerapkan problem-based learning “what‟s another way” dan discovery learning
pada saat kegiatan belajar mengajar.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
46
Volume 14 No.01 Maret 2016
Tinjauan Pustaka
1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Munandar (1999) mengartikan berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir
logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran.
Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktek pemecahan masalah,
pemikiran divergen menghasilkan banyak ide. Hal ini berguna dalam menemukan
penyelesaiannya. Oleh karena itu, kemampuan berpikir divergen merupakan indikator
dari kreativitas.
Berpikir kreatif menurut Krulik (Siswono, 2005) berada dalam tingkatan tertinggi
berpikir secara nalar yang tingkatnya diatas berpikir mengingat (recall). Pada penalaran
terdapat berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical), dan berpikir kreatif. Keberadaan
tingkat berpikir kreatif bersifat umum dan tidak dengan tegas memperlihatkan
karakteristik berpikir kreatif dalam matematika, artinya kategori tersebut tidak diskrit dan
sulit sekali untuk mendefinisikan dengan tepat (Siswono, 2004).
Berpikir kreatif dapat juga dipandang sebagai suatu proses yang digunakan ketika
seorang individu mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut
merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan (Infinite
Innivation Ltd, 2001). Pengertian ini lebih memfokuskan pada proses individu untuk
memunculkan ide baru yang merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum
pernah diwujudkan atau masih dalam pemikiran. Pengertian berpikir kreatif ini ditandai
dengan adanya ide baru yang dimunculkan sebagai hasil dari proses berpikir tersebut.
Filsaime (Fauziah, 2011) menjelaskan lebih lanjut bahwa kemampuan berpikir
kreatif adalah proses berpikir yang memiliki ciri-ciri kelancaran (fluency), keluwesan
(flexibility), keaslian atau originalitas (originality) dan merinci atau elaborasi (elaboration).
Kelancaran adalah kemampuan mengeluarkan ide atau gagasan yang benar sebanyak
mungkin secara jelas. Keluwesan adalah kemampuan untuk mengeluarkan banyak ide
atau gagasan yang beragam dan tidak monoton dengan melihat dari berbagai sudut
pandang. Originalitas adalah kemampuan untuk mengeluarkan ide atau gagasan yang
unik dan tidak biasanya, misalnya yang berbeda dari yang ada di buku atau berbeda dari
pendapat orang lain. Elaborasi adalah kemampuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi dan menambah detail dari ide atau gagasannya sehingga lebih bernilai.
Kemampuan berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian
kemampuan berpikir kreatif secara umum. Haylock (1997) mengatakan bahwa berpikir
kreatif hampir dianggap selalu melibatkan fleksibilitas. Bahkan Krutetskii (Siswono, 2007)
mengidentifikasi bahwa fleksibilitas berasal dari proses mental yang menjadi suatu
komponen kunci kemampuan kreatif matematis siswa. Haylock (1997) juga
menunjukkan bahwa produk berpikir kreatif, yaitu: (1) Kelancaran artinya banyaknya
respons (tanggapan) yang dapat diterima atau sesuai; (2) Fleksibilitas, artinya banyaknya
jenis respons yang berbeda; dan (3) Keaslian artinya kejarangan tanggapan (respons)
dalam kaitannya dengan kelompok pasangannya. Silver (1997) menjelaskan bahwa tiga
komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas adalah kelancaran (fluency), fleksibilitas
dan kebaruan (novelty). Kelancaran mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam
merespons sebuah perintah. Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan
pendekatan ketika merespons perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
47
Volume 14 No.01 Maret 2016
dalam merespons perintah. Pada masing-masing komponen, apabila respons perintah
disyaratkan harus sesuai, tepat atau berguna dengan perintah yang diinginkan, maka
indikator kelayakan, kegunaan atau bernilai berpikir kreatif sudah dipenuhi. Indikator
keaslian dapat ditunjukkan atau merupakan bagian dari kebaruan.
2. Problem-Based Learning “What’s Another Way” (PBL “WAW”)
Problem-based learning secara umum terdiri dari menyajikan situasi kepada siswa,
berupa situasi masalah yang autentik dan bermakna sehingga memberi kemudahan
kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (Trianto, 2007). Penyelidikan
yang dimaksud adalah penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan
penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Menurut Dewey (Trianto, 2007),
belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, yang
merupakan hubungan antara dua arah, yaitu belajar dan lingkungan. Lingkungan
memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf
otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi
dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman
siswa yang diperoleh dari lingkungan akan dijadikan sebagai bahan dan materi guna
memperoleh pengertian serta dijadikan pedoman dan tujuan belajaranya.
Terdapat beberapa langkah utama dalam melaksanakan model problem-based
learning. Adapun langkah-langkah tersebut yaitu: (1) Mengorientasikan siswa pada
masalah; (2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) Membantu menyelidiki secara
mandiri atau kelompok; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; dan (5)
Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah (Putra, 2013).
What‟s anotherway merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif sekaligus berpikir kritis dengan
memberikan masalah-masalah melalui jawaban-jawaban yang diperolehnya (Siswono,
2007). Krulik dan Rudnick (Siswono, 2007) menyebutkan bahwa “The problem should
never end just because the answer has been found” yang artinya masalah tidak
seharusnya selesai hanya karena jawaban telah ditemukan. Dengan demikian, problem-
based learning “what‟s another way” menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah atau
situasi kehidupan autentik dengan berbagai macam solusi dalam penyelesaian masalah
atau situasi tersebut. Dengan demikian, masalah pada problem-based learning“what‟s
another way” memiliki jawaban atau strategi penyelesaian yang mendorong
keingintahuan siswa untuk mengidentifikasi strategi-strategi dan solusi-solusi tersebut.
Pada problem-based learning, ”what‟s another way” terletak pada tahap
menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Salah satu kegiatan yang
dilakukan guru pada tahap tersebut yaitu membantu siswa untuk mengkaji ulang hasil
pemecahan masalah. Pada saat itu, guru dapat mengajukan pertanyaan “Bagaimana
cara lain untuk memecahkan masalah tersebut? Apakah kamu menemukan jawaban
lain?”, dan sebagainya. Pertanyaan ini mendorong siswa untuk menemukan strategi
atau pola lain dalam memecahkan masalah. Siswa dalam hal ini dipaksa untuk
memikirkan cara-cara lain untuk menjawab masalah. Dengan demikian, pada penelitian
ini pembelajaran melalui problem-based learning “what‟s another way” diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
48
Volume 14 No.01 Maret 2016
3. Discovery Learning (DL)
Menurut Kemendikbud (2014), discovery learning mempunyai prinsip yang sama
dengan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini.
Discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang
sebelumnya tidak diketahui dan pada discovery, masalah yang diajukan kepada siswa
merupakan masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan problem solving lebih
memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.
Bruner (Arends, 2008) menjelaskan bahwa discovery learning adalah sebuah
model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami
struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa
dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal
discovery (penemuan pribadi). Bruner (Arends, 2008) menjelaskan lebih lanjut bahwa
tujuan pendidikan pada dasarnya bukan hanya untuk memperluas pengetahuan siswa
tetapi juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan
discovery (penemuan). Dengan kata lain, pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam
discovery learning menurut Bruner (Kemendikbud, 2014) adalah guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist,
historin, atau ahli matematika sehingga melalui kegiatan tersebut, mereka akan
menguasai, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
Kemendikbud (2014) menambahkan bahwa prinsip belajar yang nampak jelas
dalam discovery learning adalah materi atau bahan ajar yang akan disampaikan tidak
disampaikan dalam bentuk final tetapi siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang
ingin diketahui, kemudian dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri dengan
melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasi atau membentuk
(konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir
(membuat kesimpulan).
Syah (Kemendikbud, 2014) menjelaskan bahwa terdapat beberapa tahapan dan
prosedur pelaksanaan discovery learning yaitu: (1) Stimulation (stimulasi atau pemberian
rangsangan); (2) Problem statement (pernyataan atau identifikasi masalah); (3) Data
collection (pengumpulan data); (4) Data processing (pengolahan data); (5) Verification
(pembuktian); (6) Generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi).
Metode Penelitian
Penelitian kuantitatif yang dilakukanadalah penelitian kuasi eksperimen. Penelitian
yang dilakukan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan. Pada
penelitian kuasi eksperimen, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti
mengambil sampel pada kelompok-kelompok yang sudah ada. Kelompok-kelompok
tersebut adalah kelas-kelas di sekolah dimana penelitian ini dilakukan. Desain penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen.
Secara ringkas, Ruseffendi (2010) menggambarkan desain tersebut adalah sebagai
berikut.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
49
Volume 14 No.01 Maret 2016
O X1 O
O X2 O
Keterangan:
O = Pretest dan posttest kemampuan berpikir kreatif matematis
X1 = Pembelajaran matematika menggunakan problem-based learning “what‟s
another way”
X2 = Pembelajaran matematika menggunakan discovery learning
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIIdi salah satu Sekolah
MenengahPertama di Kabupaten Pekalongan. Dari populasi yang ada kemudian dipilih
dua kelas sebagai sampel dengan teknik purposive sampling. Kelas yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini adalah kelas VII C (kelas problem-based learning “what‟s
another way”) dengan jumlah siswa 32 orang dan kelas VII G (discovery learning)
dengan jumlah siswa 33 orang. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan
berpikir kreatif matematis dan lembar observasi.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Apabila dilihat secara keseluruhan, rata-rata perolehan skor pretest kelas
problem-based learning “what‟s another way” yaitu 32,29. Sedangkan rata-rata perolehan
skor pretest kelas discovery learning yaitu 30,30. Dengan demikian, rata-rata skor pretest
kelas problem-based learning “what‟s another way” lebih tinggi dari rata-rata perolehan
skor pretest kelas discovery learning, dengan selisihnya adalah 2,09. Walaupun terdapat
perbedaan selisih skor pretest tetapi hasil analisis data skor pretest terhadap
kemampuan berpikir kreatif matematis antara kelas problem-based learning “what‟s
another way”dan kelas discovery learning, menunjukkan bahwa perbedaan tersebut tidak
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji kesamaan rata-rata skor pretest antara kelas
problem-based learning “what‟s another way”dengan kelas discovery learningdengan
taraf 𝛼 = 0,05pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1.
Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Skor Pretest
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
thitung df Sig.(2-tailed) Keterangan
0,718 63 0,476 H0 diterima
Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara skor pretest kemampuan berpikir kreatif matematis matematis siswa
yang belajar melalui problem-based learning “what‟s another way”dengan siswa yang
belajar melalui discovery learning. Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara skor
pretest kemampuan berpikir kreatif matematis matematis siswa yang belajar melalui
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
50
Volume 14 No.01 Maret 2016
problem-based learning “what‟s another way”dengan siswa yang belajar melalui
discovery learningmenunjukkan bahwa kedua kelas tesebut memiliki karakteristik yang
sama sebelum diberikan perlakuan.
Setelah pembelajaran dilakukan, apabila dilihat secara keseluruhan, rata-rata skor
posttest siswa kelas problem-based learning “what‟s another way”mencapai 78,52
dengan pencapaian skor posttest sebesar 78,52%, sedangkan rata-rata skor posttest
siswa kelas discovery learning yang mencapai 77,78 dengan pencapaian skor posttest
sebesar 77,78%. Dengan demikian, rata-rata skor posttest siswa kelas problem-based
learning “what‟s another way” lebih tinggi dari rata-rata skor posttest siswa kelas
discovery learning, dengan selisihnya adalah 0,74.Setelah dilakukan uji perbedaan rata-
rata skor posttest (pengujian hipotesis 1), diperoleh hasil bahwa pencapaian kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa yang belajar melalui problem-based learning “what‟s
another way” tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang belajar melalui
discovery learning. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan uji perbedaan peringkat skor
posttest kemampuan berpikir kreatif matematis dengan taraf 𝛼 = 0,05pada Tabel 2
berikut.
Tabel 2
Hasil Uji Perbedaan Peringkat Skor Posttest
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kelas
Rata-rata Sig.
Mann-Whitney U
(2-tailed)
Keterangan Rank Posttest
Problem-Based
Learning “What‟s
Another Way”
32,28 78,52 0,762 Ho diterima
Discovery Learning 33,70 77,78
Dari hasil pengujian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat
perbedaan pencapaiankemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara kelas
problem-based learning “what‟s another way”dengan siswa kelas discovery learning.
Walaupun pada akhirnya hasil posttest juga tidak berbeda secara signifikan, tetapi
perlakuan berbeda yang diberikan pada kedua kelas tersebut dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa problem-based learning “what‟s another way”dan discovery learning memberikan
pengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Hal itu dikuatkan
dengan pendapat Ruseffendi (Mustafa, 2014) yang mengemukakan bahwa kreativitas
siswa akan tumbuh apabila dilatih melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan dan
memecahkan masalah.
Tidak adanya perbedaan diantara kedua kelas eksperimen dimungkinan terjadi
karena kedua kelas tersebut dalam proses pembelajarannya sama-sama menggunakan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik lebih melibatkan siswa secara aktif dalam
proses belajar mengajar. Selain itu, kedua pembelajaran juga menitikberatkan pada
siswa (student centered). Dari awal pembelajaran, baik siswa kelas problem-based
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
51
Volume 14 No.01 Maret 2016
learning “what‟s another way” maupun kelas discovery learning sudah diarahkan untuk
dapat berpikir kreatif serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat
sumber-sumber pembelajaran sehingga dapat menemukan konsep, prosedur, dan
prinsip matematika secara individu maupun secara kelompok. Jadi, sangat
memungkinkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa akan meningkat melalui
kedua pembelajaran tersebut. Hal ini sejalan dengan laporan penelitian Ratnaningsih
(2007), Istianah (2011), Ambarwati (2011 dalam Daswa), Daswa (2014), Hidayat (2014),
Moma (2014), Nasution (2014) bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
dengan menggunakan pembelajaran inovatif lebih baik daripada menggunakan
pembelajaran konvensional.
Faktor lain yang mempengaruhi tidak terdapat perbedaan pencapaian secara
signifikan kelas yang memperoleh pembelajaran dengan problem-based learning “what‟s
another way” dengan kelas yang memperoleh pembelajaran dengan discovery learning
adalah pembelajaran tersebut memilki dasar teori yang sama yaitu teori
konstruktivismeyang menuntut siswa menemukan sendiri pemecahan suatu masalah
yang dihadapinya. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan yang ada di pikirannya.
Teori konstruktivisme beranggapan bahwa tugas guru yaitu memberikan kemudahan
untuk proses pembangunan pengetahuan dengan memberi kesempatan kepada siswa
untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi
sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Pada
proses tersebut, guru dapat memberi anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman
yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga
tersebut (Nur dalam Trianto, 2007). Dengan demikian, adanya pengkonstrukan konsep
materi secara mandiri memberikan dampak pada peningkatan kemampuan berpikir
kreatif matematis pada kedua kelas penelitian.
Apabila dilihat dari hasil observasi,aktivitas siswa secara keseluruhan baik pada
kelas problem-based learning “what‟s another way” maupun kelas discovery learning
sudah sangat baik. Hal ini ditandai dengan persentase aktivitas siswa yang mencapai di
atas 80%. Meski tetap dalam pelaksanaan menemui beberapa kendala, seperti pada
pertemuan pertama yaitu awal penelitian yang merupakan aktivitas terendah. Hal ini
disebabkan pada pertemuan tersebut, guru dan siswa pertama kali terlibat dalam proses
belajar mengajar sehingga belum terbiasa dengan situasi dan kondisi yang ada. Akan
tetapi, kondisi pada pertemuan pertama dapat diperbaiki pada pertemuan selanjutnya.
Pada pertemuan berikutnya, guru dan siswa sudah dapat menyesuaikan satu sama lain.
Hal ini sangat memberikan dampak positif dalam proses belajar mengajar. Adapun grafik
rekapitulasi hasil pengamatan siswa selama proses pembelajaran melalui problem-based
learning “what‟s another way” dan discovery learning dalam penelitian ini dapat dilihat
berturut-turut pada Gambar 1 dan Gambar 2 berikut.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
52
Volume 14 No.01 Maret 2016
Gambar 1
Grafik Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa melalui
Problem-Based Learning “What’s Another Way”
Gambar 2
Grafik Rekapitulasi Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa melalui
Discovery Learning
Secara umum, siswa menunjukkan sikap positif terhadap penerapan problem-
based learning “what‟s another way” dan discovery learning. Hal ini dapat dilihat dari
antusiasme siswa selama mengikuti pelajaran. Sebagian besar siswa menunjukkan sikap
positif mereka dalam mengajukan diri untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok
baik di depan kelas maupun ketika diminta untuk membaca dari bangku tempat
duduknya. Selain itu, siswa juga terdorong untuk melakukan percobaan terhadap
berbagai jenis kemungkinan yang ada. Oleh karena itu, mereka menjadi lebih gigih, ulet,
imajinatif dan terbuka ketika menyelesaikan masalah. Hal ini mendorong berkembangnya
kemampuan berpikir kreatif matematis yang dimilikinya.
Sikap positif siswa juga terlihat dari kemandirian belajar. Proses pembelajaran
yang kondusif mengakibatkan mayoritas siswa lebih bersemangat dalam mengikuti
kegiatan belajar mengajar. Siswa memasuki ruang kelas dengan tepat waktu dan
menyelesaikan pekerjaan rumah yang diberikan. Sebagian besar siswa berani
menghadapi persoalan yang sulit dan berani pula memanfaatkan kesempatan yang
diberikan guru untuk bertanya dan memberikan ide terhadap suatu permasalahan
0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%
100.00%
1 2 3 4 5 6
Perse
nta
se
Observer 1
Observer 2
0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%
100.00%
1 2 3 4 5 6
Per
sen
tase
Observer 1
Observer 2
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
53
Volume 14 No.01 Maret 2016
Penutup
4. Kesimpulan
Berdasarkanhasil penelitian, temuan penelitian dan pembahasan yang sudah
diungkapkan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.
a. Tidak terdapat perbedaan pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis antara
siswa yang belajar melalui problem-based learning “what‟s another way” dengan
siswa yang belajar melalui discovery learning.
b. Aktivitas siswa secara keseluruhan pada kelas problem-based learning “what‟s
another way” sudah sangat baik.
c. Aktivitas siswa secara keseluruhan pada kelas discovery learning sudah sangat
baik.
5. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan temuan hasil penelitian, selanjutnya dikemukakan
saran-saran sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, belajar melalui problem-based
learning “what‟s another way” maupun discovery learning memberikan pengaruh
yang lebih baik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa. Oleh karena itu kedua pembelajaran tersebut dapat dijadikan sebagai
alternatif pembelajaran dalam tujuan meningkatkan prestasi siswa baik dalam aspek
kognitif maupun afektif.
b. Pembelajaran dengan menggunakan problem-based learning “what‟s another way”
maupun discovery learning diperlukan persiapan yang matang agar proses
pembelajaran dapat berjalan lancer.
c. Pengaturan waktu yang seefisien mungkin agar proses pembelajaran sesuai dengan
yang diharapkan. Karena problem-based learning “what‟s another way” maupun
discovery learning pada dasarnya membutuhkan waktu yang cukup banyak
sehingga perlu manajemen waktu yang baik. Hal ini dikarenakan dalam proses
pembelajarannya, siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah tanpa terlebih
dahulu diberikan konsepnya. Bagi siswa yang terbiasa dengan pembelajaran
ekspositori, hal ini akan membutuhkan penyesuaian waktu dan kadang
membutuhkan usaha ekstra dari guru dalam mendorong siswa agar terlibat aktif
dalam proses pembelajaran.
Daftar Pustaka
Arends, R. I. (2008). Learning to teach (belajar untuk mengajar). Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Daswa. (2013). Penerapan model pembelajaran sinektik untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa Madrasah
Tsanawiyah. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
54
Volume 14 No.01 Maret 2016
Fauziah, Y. N. (2011). Analisis kemampuan guru dalam mengembangkan keterampilan
berpikir kreatif siswa Sekolah Dasar V pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam. [Online]. Tersedia di http://jurnal.upi.edu/file/11-Yuli_Nurul-Edit.pdf. Diakses
10 Oktober 2013.
Haylock, D. (1997). Recognising mathematical creativity in schoolchildren.
[Online].Tersedia di http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a2.pdf. Diakses 10
Oktober 2013.
Hidayat, R. (2014). Model pembelajaran ASSURE berbantuan software autograph untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self-concept matematis
siswa SMP. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
Huda, U. (2014). Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan habits of
thinking independently (HTI) siswa melalui pendekatan open-ended dengan setting
kooperatif. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Infinite Innovation Ltd. (2001). Creativity and Creative Thinking. [Online].Tersedia di
http://www.brainstorming.co.uk/tutorials/tutorialcontents.html. Diakses 10 Oktober
2013.
Istianah, E. (2011). Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik
dengan pendekatan model eliciting activities (meas) pada siswa SMA. Tesis,
Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
Kemendikbud. (2014). Materi pelatihan guru implementasi Kurikulum 2013 tahun ajaran
2013/2014. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan
dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan
Moma, L. (2014). Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis, self-efficacy dan
soft skills siswa SMP melalui pembelajaran generatif. Disertasi, Sekolah
Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Munandar, S. C. U. (1999). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Munandar, S. C. U. (2009). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Nasution, E. Y. P., (2014). Meningkatkan kemampuan disposisi berpikir kreatif siswa
melalui pendekatam open-ended. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas
Pendidikan Indonesia
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah.
Putra, S. R. (2013). Desain belajar mengajar kreatif berbasis sains. Jogjakarta: Diva
Press.
Ratnaningsih. (2007). Pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan berpikir
kritis dan kreatif matematik serta kemandirian belajar siswa Sekolah Menengah
Atas Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
55
Volume 14 No.01 Maret 2016
Ruseffendi, E. T. (2010). Dasar-dasar penelitian pendidikan & bidang non-eksakta
lainnya. Bandung: Tarsito
Silver, E. A. (1997). Fostering creativity through instruction rich in mathematical problem
solving and problem posing. [Online]. Tersedia di
http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a3.pdf. Diakses 10 Oktober 2013.
Siswono, T. Y. E. (2005). Penerapan model wallas untuk mengidentifikasi proses berpikir
kreatif siswa dalam pengajuan masalah matematika dengan informasi berupa
gambar. [Online]. Tersedia di http://tatatgyes.wordpress.com/karya-tulis/. Diakses
10 Oktober 2013
Siswono, T. Y. E. (2007). Penjenjangan kemampuan berpikir kreatif dan identifikasi tahap
berpikir kreatif siswa dan memecahkan dan mengajukan masalah matematika.
Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Siswono, T. Y. E. (2007). Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif melalui pemecahan
masalah tipe what‟s another way. [Online]. Tersedia di
http://tatatgyes.wordpress.com/karya-tulis/. Diakses 10 Oktober 2013.
Siswono, T. Y. E. (2008). Model pembelajaran matematika berbasis pengajuan dan
pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Surabaya:
Unesa University Press.
Sumarmo, U. (2005). Pengembangan berpikir matematis tingkat tinggi siswa SLTP dan
SMU serta mahasiswa strata satu melalui berbagai pendekatan pembelajaran.
Lemlit UPI: Laporan Penelitian.
Trianto. (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik (konsep,
landasan teoritis-praktis dan implementasinya). Prestasi Pustaka. Jakarta.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
56
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
57
Volume 14 No.01 Maret 2016
Matematika dalam Multimedia Flipbook:
Kreatifitas Guru dalam Pengembangan Media Pembelajaran
dalam Meningkatkan Minat Siswa
Wendha Adha Juliasnyah12
, Nunuk Suryani13
, Leo Agung S14
Abstract: This research aimed to find out: (1) how was the condition of instructional process in mathematics in five grade of SD Muhmmadiyah 1 Ngawi, (2) the suitable developmental procedure of Flipbook as a multimedia for mathematics in SD Muhammadiyah 1 Ngawi, (3) the effectiveness of Flipbook in increasing students‟ motivation.
This research designed in Research and Development study design corridor with procedures; (1) analyzing the needs needed in developing the Product, (2) designing prototypical product, (3) developing the product, (4) implementing the product in the field, and (5) evaluating product‟s weaknesses. In addition, this study used totally 52 samples. 26 samples in experimental group (five graders in Billal Bin Robbah class) and 26 samples in control group (five graders in Khadijah Binti Kubro class). Furthermore, in collecting the data, the researcher used questionnaire and achievement test as the instruments and it was analyzed using Descriptive statistic methods and t-test.
After Administering the data analyses, it was found that: (1) the category of the product was good based on the means of points given by Content Expert-4, 74; (2) the category of the product was good based on the means of points given by Media Experts-4, 66), (3) the product considered very good based on first field test with means of 4, 67 or 78% ; (4) the product also considered very good based on second field test with means of 4, 57 or 91%; (5) H1 was accepted, means that achievement of the two groups was different shown by the means (Experimental Group-72,38 and Control Group-63.83). The result of the t-test was interpreted based on parameter; t DK= {𝑡 𝑡 < −1.706 𝑜𝑟 𝑡 >1.706} and t obs =8.048 Ɇ DK. In other word Ho
Keywords: Mathematics, Multimedia, Flipbook, ADDIE. Instructional Media, Motivation.
PENDAHULUAN
anyak siswa yang menganggap., bahwa matematika itu adalah mata pelajaran
yang membosankan dan bahkan ada yang sampai membenci. Hal ini,
disebabkan kesulitan siswa dalam memahami apa yang disampaikan oleh guru,
walaupun pada waktu proses pembelajaran siswa sudah berusaha keras untuk
memperhatikan, tentu saja hal itu sangat menyulitkan para guru untuk mengajar. Sekuat
12
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta 13 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 14 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta
B
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
58
Volume 14 No.01 Maret 2016
apa pun guru berusaha menjelaskan., tetap saja pada umumnya siswa belum mampu
untuk mencapai kompetensi dari tujuan pembelajaran yang ditetapkan, karena sudah dari
awal para siswa kurang meminati matematika karena sulitnya materi yang perlu
dipahami.
Peran matematika sangat penting bagi para siswa., Hal ini sesuai pernyataan
Suherman (2001: 58) bahwa, ”Matematika di sekolah berperan dalam melatih siswa
berpikir logis, kritis dan praktis, serta bersikap positif dan berjiwa kreatif”. Menyikapi hal
tersebut maka seorang guru yang profesional haruslah kreatif dalam proses
pembelajaran dikelas, agar mata pelajaran matematika yang selama ini dibenci atau
kurang diminat itu dapat menjadi mata pelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka proses pembelajaran pada satuan pendidikan haruslah
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis siswa (Peraturan Pemerintah No.19, 2005:Bab IV pasal 19 ayat 1).
Dalam era perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) yang
sekarang sudah sangat maju, profesionalisme guru dalam menyampaikan informasi
(transfer knowledge) kepada siswa tidaklah cukup hanya dengan cara berbicara atau
berceramah didepan kelas, tetapi guru sebaiknya harus mampu mengemas bentuk
informasi itu ke dalam bentuk yang lebih menarik agar minat belajar siswa dapat lebih
ditingkatkan.
Pemanfaatan teknologi dalam pendidikan saat ini memiliki peran dan posisi penting
dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Januszweski & Molenda (2008: 1)
mendefinisikan teknologi pendidikan sebagai suatu kajian ilmu dan praktek etis yang
memfasilitasi belajar, meningkatkan kinerja dengan menciptakan, menggunakan dan
mengelola proses-proses serta sumber teknologi yang sesuai. Hal ini mengindikasikan
tujuan utama teknologi pendidikan (membantu siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran).
Sejalan dengan hal tersebut, maka pendidikan yang sekarang ini haruslah
mengarah pada pemanfaatan teknologi., salah satu perwujudannya dengan
memanfaatkan media pembelajaran berbasis teknologi atau pembelajaran berbantuan
komputer (CAI). Dalam proses pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media yang
tepat diharapkan dapat berpengaruh terhadap pembelajaran yang dialami siswa dalam
tujuan tercapainya kompetensi yang diharapkan dari siswa.
Salah satu media pembelajaran yang diharapkan dapat menciptakan suasana
belajar yang menarik dan kondusif yaitu, dengan penggunaan bahan ajar teknologi audio
visual atau salah satunya buku digital atau Buku Sekolah Elektronik (BSE)/e-book, tapi
kali ini peneliti akan mengembangkan BSE tersebut dengan mengintegrasikan konten
multimedia ke dalam BSE tersebut, dengan istilah multimedia Flipbook.
Multimedia Flipbook merupakan bentuk penyajian bahan belajar mandiri yang
disusun secara sistematis ke dalam unit pem-belajaran terkecil, untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu yang disajikan ke dalam format digital yang didalamnya terdapat
unsur multimedia, dan navigasi yang membuat pengguna lebih interaktif dengan media.
Dengan adanya buku elektronik yang bersifat Flipbook, dimana dalam proses
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
59
Volume 14 No.01 Maret 2016
penyampaian informasinya melibatkan tampilan audio visual seperti teks, audio, video,
grafis dan animasi, serta program tersebut pemakaiannya mudah dipahami dan
diharapkan dapat dijadikan media pembelajaran yang baik. Sebagai tambahan,
penggunaan multimedia Flipbook juga dapat meningkatkan minat belajar siswa dan juga
dapat mem-pengaruhi prestasi atau hasil belajar siswa (Ramdania, 2013) dan
meningkatkan pemahaman dan meningkatkan pencapaian hasil belajar (Nazeri, 2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pembelajaran Matematika di SD
(2) Prosedur pengembangan produk multimedia Flipbook untuk mata pelajaran
Matematika di SD (3) efektivitas peng-gunaan multimedia Flipbookdalam meningkatkan
minat pada mata pelajaran Matematika di SD.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan diSekolahdasarMuhammadiyah 1 Ngawiberalamat di Jalan
BasukiRahmat No.077 Kabupaten. Ngawi Provinsi Jawa Timur.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development).
Penelitian pengembangan digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji
keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2013).
Desain pengembangan media yang digunakan adalah desain pengembangan
Instruksional ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation) yang
berorientasi pada produk (Molenda, 2008).Pada pelaksanaan dan penerapannya, Model
ADDIE adalah: (1) Analysis yang dapat diartikan sebagai analisis kebutuhan awal pada
anak SD untuk menentukan atau mendesain awal materi pembelajaran dimana nantinya
sebagai kebutuhan Pembuatan Program Multimedia Pembelajaran, (2) Design dapat
diartikan sebagai desain awal produk berdasarkan analisis kebutuhan dalam materi
pengukuran waktu dan sudut pada anak kelas V, (3) Development yang dapat diartikan
sebagai mem-produksi program pembelajaran multimedia flipbook, (4) Implementation
diartikan sebagai implementasi atau proses pengujian produk media pembelajaran
multimedia flipbook, (5) Evaluation yang diartikan sebagai Evaluasi program Mutimedia
Flipbook pembelajaran yang telah dihasil-kan dan di uji cobakan.
Subjek uji coba dalam penelitian adalah 26 orang siswakelas. V Billal Bin Robbah
(kelaseksperimen) dan26 orang siswakelas V Khadijah Binti Kubro (kelaskontrol)
Instrumen pengumpulan data yang digunakan yaitu angket dan lembar observasi
pengamatan. Angket digunakan untuk mengevaluasi terkait media yang diberikan kepada
ahli media untukmengetahuipenilaianahli media terhadap media yang dikembangkan,
dan angket terkait materi diberikan kepada ahli materi untuk mengetahui penilaian ahli
materi terhadap materi yang sudah dikembangkan. Lembar observasi pengamatan
digunakan untuk menelusuri minat belajar siswa.
Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis statistik deskriptif dan analisis uji
t. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis dan mendeskripsikan data
yang telah terkumpul berdasarkan lembar observasi pengamatan yang dilakukan oleh
guru. Data kuantitatif dari hasil angket validasi kemudian diubah menjadi data kualitatif
menggunakan skala lima, yaitu penskoran dari angka satu sampai dengan lima.
Tabel 1. Konversi data kuantitatif ke dalam data kualitatif
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
60
Volume 14 No.01 Maret 2016
Interval Skor Nilai Kategori
X > 4.21 5 Sangat baik
3.40 < X ≤ 4.21 4 Baik
2.60 < X ≤ 3.40 3 Cukup
1.79 < X ≤ 2.60 2 Kurang
X ≤ 1.79 1 Sangat kurang
Uji-t digunakan untuk menghitung efektivitas produk yang bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana produk media pembelajaran berupa multimedia flipbook ini
dapat meningkatkan minat belajar siswa. Data yang dianalisis dalam uji efektivitas ini
yaitu nilai anak yang diperoleh dari Prettest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Nilai rata-rata kedua kelompok tersebut kemudian dianalisis menggunakan uji-t.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan Multimedia Flipbookini mengikuti prosedur pengembangan ADDIE
dari Molenda. Tahap pertama yaitu analisis. Tahap analisis diawali dengan studi pustaka
dan studi lapangan, setelah dilanjutkan dengan analisis kebutuhan. Tahap kedua yaitu
desain. Empat langkah yang dilakukan pada tahap desain yaitu menetapkan Kompetensi
Dasar, merumuskan tujuan pembelajaran, membuat storyboard, dan validasi desain oleh
ahli. Tahap ketiga yaitu pengembangan. Pada tahap pengembangan diawali dengan
validasi produk oleh ahli materi 2 orang dengan 10 aspek dengan jumlah keseluruhan 18
butir instrumen yang dimana rata-rata ahli materi pertama 4,82 dengan kategori sangat
baik dan ahli materi kedua 4,65 dengan kategori sangat baik dan ahli media 2 orang
dengan 2 aspek yaitu tampilan 10 item dan penyajian 7 item dengan jumlah keseluruhan
17 butir instrumen yang dimana rata-rata ahli materi pertama 4,71 dengan kategori
sangat baik dan ahli materi kedua 4,61 dengan kategori sangat baik, setelah itu
dilanjutkan dengan uji lapangan awal dengan jumlah sample 3 orang dengan tingkat
tinggi, sedang dan rendah dilihat dari ujian Blok 1 memperoleh rata-rata 4,67 dengan
kategori sangat baik dan uji lapangan utama jumlah sample 9 orang dengan tingkat tinggi
3 siswa, sedang 3 siswa dan rendah 3 siswa dilihat dari ujian Blok 1 memperoleh rata-
rata 4,57 dengan kategori sangat baik. Tahap keempat yaitu implementasi. Tahap
implementasi merupakan tahap uji coba kelompok besar dimana terdapat dua kelompok
kelas (eksperimen dan kontrol). Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa yang
menggunakan Multimedia Flipbook, sedangkan kelompok kontrol adalah siswa yang
menggunakan buku paket (tidak menggunakan Multimedia Flipbook). Tahap kelima yaitu
evaluasi. Sebelum menjadi produk akhir, Multimedia Flipbook pada mata pelajaran
matematika siswa kelas V semester gasal terlebih dahalu dilakukan uji kelayakan dan
efektivitas produk. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan produk yang layak dan
berkualitas dari segi isi materi dan media itu sendiri. Setelah produk dinyatakan layak,
maka media pembelajaran ini dapat digunakan dalam pembelajaran matematika,
selanjutnya. Analisis kelayakan produk diperoleh dari data hasil pengisisan
angket/lembar evaluasi dari ahli materi, ahli media, dan angket uji coba produk pada
siswa, sedangkan efektivitas produk diperoleh dari hasil tes prestasi siswa.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
61
Volume 14 No.01 Maret 2016
Berikut adalah beberapa contoh tampilan media pembelajaran yang berupa
multimedia flipbook
Gambar 1. Tampilan Cover
Gambar 2. Tampilan Kata Pengantar dan Petunjuk
Gambar 3. Tampilan Daftar Isi dan SK/KD
Gambar 4. Tampilan Tujuan Pembelajaran dan Peta Konsep
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
62
Volume 14 No.01 Maret 2016
Gambar 5. Tampilan Materi Waktu
Gambar 5. Tampilan Materi Sudut
Gambar 5. Tampilan Video dan Latihan
Uji efektivitas produk dilakukan dengan menggunakan uji t. Sebelum dilakukan
perhitungan ujit, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat (uji normalitas dan uji
homogenitas). Hasil pengujian normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki data yang berdistribusi normal dan
homogen.
Setelah dilakukan uji prasyarat analisis, dilakukan analisis uji t. Hasil Uji Efektivitas
menunjukkan bahwa minat belajar siswa yang menggunakan Multimedia Flipbook lebih
baik dibandingkan dengan anak yang menggunakan buku teks. Hasil ini ditunjukkan dari
perhitungan Uji t, dimana DK = {t | t < -1.706 atau t > 1.706} dan tobs = 8.048 DK.
Keputusan uji adalah H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok
memiliki prestasi yang tidak sama. Kelompok eksperimen memiliki rata-rata 72.
Sedangkan kelompok kontrol memiliki rata-rata 63,38.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil dari studi lapangan dan tahap analisis menunjukkan bahwa peran
guru masih sangat mendominasi selama pembelajaran matematika berlangsung. Metode
pembelajaran yang digunakan terbatas pada ceramah dan tanya jawab saja. Siswa tidak
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
63
Volume 14 No.01 Maret 2016
memiliki kesempatan untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Aktivitas siswa hanya
mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Media pembelajaran
yang digunakan guru juga hanya buku paket matematika atau LKS. Hal ini lah yang pada
akhirnya membuat sebagian besar siswa menjadi pasif dan cepat merasa bosan saat
proses pembelajaran berlangsung. Untuk menciptakan suasana kegiatan belajar yang
baru, inovatif dan dapat memotivasi anak untuk mudah memahami apa yang
disampaikan khususnya untuk meningkatkan kemampuan membaca anak, perlu adanya
penggunaan teknologi komputer yang ada, karena teknologi komputer ini sebenarnya
dapat memberikan kontribusi yang sangat efektif untuk pembelajaran, seperti yang
dikemukakan oleh Smaldino dkk.(2005) mengatakan bahwa media adalah suatu alat
komunikasi dan sumber informasi. Maka dalam penggunaan media ini sangat amat
efektif digunakan dalam pembelajaran agar dalam penyampaian pesan dan informasi
tersebut dapat diterima dengan baik.
Karakteristik siswa yang aktif seharusnya dapat difasilitasi oleh guru dengan
menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Matematika di
sekolah berperan dalam melatih siswa berpikir logis, kritis dan praktis, serta bersikap
positif dan berjiwa kreatif (Suherman, 2001: 58).Menurut Dimyati (2006: 22),
Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk
membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Salah
satunya yaitu dengan menggunakan media pembelajaran yang menarik dan memiliki
interaksi langsung dengan siswa. Media pembelajaran yang dapat diakses melalui
perangkat komputer/laptop adalah alternatif media pembelajaran yang menarik bagi
siswa karena dapat dioperasikan kapan dan dimana saja. Media yang berarti perantara,
penyalur, sarana sehingga posisi media ini bukanlah pengganti guru sepenuhnya di
kelas. Asyar (2012:4) media merupakan alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan
dan informasi dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Sehingga ketika dikaitkan
dengan proses pembelajaran pengertian media pembelajaran menjadi sarana, perantara
yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran guna mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Kata multimedia ini mengisyaratkan bahwa dalam
penggunaannya melalui banyak (multi) sarana berarti juga melibatkan beberapa indera,
yaitu indera penglihatan, pendengaran melalui teks, visual diam, gerak, dan audio dan
media interaktif yang bisa memberikan kesan pembelajaran 2 arah. Multimedia
pembelajaraan yang dikembangkan peneliti berusaha unntuk menampilkan asperk-aspek
tersebut, yaitu dengan menampilkan animasi gambar, audio, baik yang melalui teks,
visual gambar ataupun visual gerak.
Selaras dengan pendapat Haris dalam Wang (2008: 44) yang menyebutkan bahwa
penggunaan multimedia yang meliputi pengenalan dan penguatan aspek visual dalam
presentasi dapat menciptakan lingkungan belajar yang aktif, meningkatkan perfoma
siswa, membantu perkembangan tingkah laku yang positif melalui pembelajaran konsep
yang kompleks, meningkatkan komunikasi serta dapat diadaptasi dalam semua model
dan tingkat pembelajaran.
Oleh karena itu penggunaan media haruslah efektif dan memenuhi prinsip-prinsip
yang ada terutama prinsip interaktivitas, karena prinsip interaktivitas ini dipandang
sebagai salah satu aspek penting yang akan menetukan keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran nantinya. Dalam hal ini penulis juga berpendapat hal yang sama dengan
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
64
Volume 14 No.01 Maret 2016
Vaughan (2008: 7) yang menyebutkan bahwa multimedia yang digunakan harus
menyatukan antara siswa dengan materi pelajaran yang diberikan yang bearti multimedia
flipbook yang di kembangkan telah dapat mengatasi rasa kebosanan siswa. Jika siswa
tertarik dengan apa yang mereka kerjakan, mereka akan menikmati proses pembelajaran
dan memahami materi yang diberikan guru. Hal terpenting bahwa multimedia flipbook
mampu meningkatkan minat belajar dan prestasi belajar siswa
Dengan dikembangkan media pembelajaran multimedia flipbook dalam
pembelajaran matematika di kelas 5 SD dalam meningkatkan minat belajar siswa maka
guru harus mengembangkan kreativitas dalam mengelola materi bahan ajar agar siswa
dapat lebih mudah memahami materi baik itu didalam kelas maupun di luar kelas. melihat
pentingnya pemanfaatan media pembelajaran sebagai upaya menciptakan pembelajaran
yang menarik dan menyenangkan bagi siswa, maka peneliti tertarik mengembangkan
Multimedia Flipbookpada mata pelajaran matematika siswa kelas V semester gasal.
Produk media pembelajaran multmedia flipbook pada mata pelajaran matematika
kelas 5 semester gasal sebelum menjadi produk akhir terlebih dahulu dilakukan
pengujian kelayakan produk. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal
dan berkualitas dilihat dari segi isi materi maupun media itu sendiri. Setelah produk
dinyatakan layak, maka produk ini dapat digunakan dalam pembelajaran matematika.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan produk yang dilakukan, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengamatan terhadap pembelajaran matematika pada kelas V di SD
Muhammadiyah 1 Ngawi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika masih
menggunakan metode ceramah dan tidak menggunakan media pembelajaran penunjang
dalam penyampaian materi, sehingga siswa menjadi bosan mengikuti pembelajaran, dan
siswa membutuhkan media tambahan atau media penunjang untuk membantu siswa
dalam mempelajari dan memahami materi pelajaran yang disajikan atau yang
disampaikan guru di sekolah.
SD Muhammadiyah 1 Ngawi berpotensi untuk pengembangan multimedia
pembelajaran ini karena sarana dan prasarana mendukung untuk pemnggunaan media
pembelajaran berbasis teknologi informasi. SD Muhammadiyah 1 Ngawi sudah
mengembangkan media pembelajaran namun jumlahnya masih terbatas sehingga perlu
tambahan media salah satunya adalah multimedia pembelajaran ini.
Produk multimedia flipbook yang baik hendaknya memenuhi kriteria efektivitas,
efisiensi dan daya tarik tersendiri supaya bisa dimanfaatkan secara optimal untuk
peningkatan minat belajar. Selain itu produk multimedia flipbook ppembelajaran
hendaknya sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan kebutuhan anak sehingga sangat
perlu dilakukan tahapan analisis pendahuluan. Multimedia pembelajaran multimedia
flipbook bisa dipakai oleh siswa secara mandiri ataupun dalam bimbingan orang yang
lebih tua yang mampu menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Siswa
diperbolehkan menggunakan secara mandiri selama siswa mampu mengoperasikan
perangkat pembelajaran dengan baik dan aman.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
65
Volume 14 No.01 Maret 2016
SARAN
Beberapa hal yang peneliti sarankan sehubungan dengan pengembangan produk
multimedia flipbook ini adalah:
1. Bagi siswa sebaiknya pada pemanfaatan multimedia flipbook ini bisa dibaca kapan
saja dimana saja anak tetapi dalam pengawasan guru ataupun orang tua terutama
dalam pengoperasian komputer.
2. Guru
a. Bagi guru sebelum menggunakan multimedia sebaiknya guru membaca petunjuk
penggunaannya dan mencoba sendiri terlebih dahulu sebelum dipraktikkan dalam
kelas
b. Guru sebaiknya mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan sebelum melakukan
pembelajaran
3. Sekolah.
a. Bagi sekolah hendaknya memberikan workshop dan pelatihan kepada guru sebagai
upaya untuk memfasilitasi guru mata pelajaran untuk dapat membuat multimedia
flipbook sehingga siswa dapat mempelajari materi pelajaran lebih dalam melalui
perangkat komputer/laptop kapan saja dan dimana saja.
b. Bagi sekolah, multimedia ini bisa digandakan dalam jumlah besar untuk dipakai
dikelas yang lain yang mempunyai materi yang sama
4. Bagi pengembang lain
a. Penelitian ini terbatas pada satu sekolah sehingga perlu penelitian lanjutan dengan
menggunakan sampel yang lebih luas
b. Media yang dikembangkan belum mencakup keseluruhan kompetensi dasar yang
harus dicapai siswa dalam satu semester, sehingga perlu pengembangan untuk
pokok bahasan lain.
Daftar Pustaka
Anitah, Sri. 2009. Teknologi Pembelajaran. Surakarta : Yuma Pustaka.
Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran Edisi Revisi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Cumaoglu, Sacici, & Torun, Kerem. 2013. “E-book versus Printed Matherials: Preferences of University Students”. International journal of Contemporary Educational Technology.Vol. 4. No. 2, hlm 121-135.
Budiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian Edisi ke-2. Surakarta : UNS Press.
Dimyati dan Mudjiono 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Gall, Gall, and Borg. 2007. Educational Research. New York : Pearson.
Ismail, Roesnita dan A.N, Zainab. 2005. The Pattern Of E-Book Use Amongst Undergraduates in Malaysia: A Case of To Know is To Use. Vol.10, no.2, hlm 1-23.
Januszwenski dan Molenda. 2008. Educational Technology. US : Taylor & Francis Group.
Miarso, Yusufhadi. 2005. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana
Putra, Prakoso Bhairawa. 2014. E-book dan Pasar Perbukuan Kini. Diunduh dari http://www.ristek.go.id
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
66
Volume 14 No.01 Maret 2016
Rusman. 2012. Belajar dan pembelajaran Berbasis komputer (mengembangkan profesionalisme guru abad 21). Bandung: Alfabeta
Rudi Susilana dan Cepi Riyana. 2008. Media Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima
Suryani, Nunuk, dan Agung, Leo. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta:Ombak.
Smaldino et al. 2011. Instructional Technology & Media for Learning Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar Edisi Kesembilan. Jakarta : Kencana.
Erman Suherman dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: FMIPA UPI
Tim Penyusun. 2013. Buku Sumber Simulasi Digital. Jakarta: SEAMOLEC.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
67
Volume 14 No.01 Maret 2016
Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Inggris Berbasis Kompetensi Kerja
untuk Mempersiapkan Peserta Didik Menempuh On The Job Training
di Bagian Front Office Hotel
(Studi Pengembangan di International Hotel Management School)
Andreas Aris Eko Mulyono15
, Suharno16
, Ahmad Arif Musadad17
Abstrak: Kebutuhan pembelajaran Bahasa Inggris profesi untuk peserta didik International Hotel Management School (IHS) teridentifikasi setelah hasil evaluasi bersama program On the Job Training (OJT) menunjukkan bahwa unjuk kerja yang diharapkan dari peserta IHS yang menempuh OJT di bagian Front Office hotel, tidak sesuai dengan apa yang ditunjukkan di lapangan. Berdasarkan hasil analisa terhadap kurikulum pendidikan IHS, didapati bahwa program-program pembelajaran Bahasa Inggris di IHS dikembangkan berdasarkan situasi atau keadaan di mana peserta didik membutuhkan kerampilan berkomunikasi dalam Bahasa Inggris sebagai bagian dari tuntutan pekerjaan mereka. Oleh karena itu analisis kebutuhan pembelajaran (Need Analysis), yaitu tahap peserta didik mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran, menjadi tahap yang paling menentukan di dalam proses pengembangan bahan ajar. Penelitian ini bertujuan untuk: mengembangkan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja untuk mempersiapkan peserta didik IHS menempuh OJT di bagian Front Office hotel, dan mengetahui efektifitas bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja dalam meningkatkan kompetensi kecakapan Berbahasa Inggris peserta didik/i IHS. Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dihasilkan di dalam penelitian ini dikaji dari dua aspek, yaitu: aspek efektivitas penggunaan bahan ajar, serta aspek kelayakan bahan ajar, yang meliputi kelayakan isi, kelayakan kebahasaan, kelayakan penyajian, dan kelayakan unsur dekoratif bahan ajar.
Kata Kunci: Pengembangan, Bahan Ajar, Bahasa Inggris untuk Kebutuhan Profesi,
PENDAHULUAN
ebagai salah satu bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi
internasional, Bahasa Inggris berkembang seiring dengan pertumbuhan industri
pariwisata global. Hal ini membawa dampak langsung terhadap pengelolaan
kegiatan pendidikan dan latihan di institusi pendidikan vokasi perhotelan dan pariwisata.
Kegiatan pendidikan dan latihan tidak bisa lagi didominasi dengan program-program
yang diarahkan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kekuatan fisik, namun juga
15
Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta 16 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta 17 Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta
S
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
68
Volume 14 No.01 Maret 2016
membekali peserta didik dengan ketrampilan dan kompetensi, yang biasanya tidak
dipelajari secara langsung di sekolah, yaitu kompetensi dalam membina komunikasi
dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, yang salah satunya dibuktikan dengan
kecakapan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, termasuk dengan
menggunakan bahasa asing yang paling tinggi digunakan di sektor industri jasa
perhotelan, yaitu Bahasa Inggris.
M Atwi Suparman (2012) menyatakan bahwa kebutuhan adalah kesenjangan
antara keadaan saat ini dibandingkan keadaan yang seharusnya. Setiap keadaan yang
kurang dari yang semestinya, menunjukkan kebutuhan. Sementara itu, Morrison
(2007:32) menyatakan bahwa kebutuhan adalah kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Kebutuhan dan kesenjangan ini
selanjutnya akan menciptakan kebutuhan pembelajaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar Bahasa Inggris
berbasis kompetensi kerja untuk mempersiapkan peserta didik IHS menempuh OJT di
bagian Front Office hotel. Dasar pengembangan bahan ajar ini adalah prestasi unjuk
kerja trainee peserta didik IHS, khususnya mereka yang menempuh OJT di bagian Front
Office hotel, yang dianggap belum bisa mengimbangi perkembangan dunia industri.
Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dikembangkan di dalam
penelitian ini memiliki karakteristik pengembangan sebagai berikut: (1) mengadopsi
model pengembangan Dick and Carey (2009), (2) produk yang dihasilkan merupakan
program English for Occupational Purposes (EOP), yang akan memfasilitasi kebutuhan
pembelajaran Bahasa Inggris untuk profesi staff Front Office hotel, dan (3) merujuk pada
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dikembangkan di
dalam penelitian ini mengadopsi model pengembangan Dick and Carey. Model
pengembangan Dick and Carey diadopsi karena: (a) dianggap sebagai model
pengembangan yang cocok untuk mengembangkan bahan ajar training dan pelatihan; (b)
memiliki kejelasan di setiap langkah-langkahnya, sehingga mudah diikuti, khususnya bagi
mereka yang belum berpengalaman dalam mengembangkan bahan ajar; (b) terdiri dari
tahap-tahap yang teratur, terperinci, serta efektif dan efisien dalam pelaksanaan; (c)
dianggap luwes atau fleksibel karena memiliki ruang untuk dilakukannya revisi, termasuk
revisi pada tahap awal proses pengembangan; (d) memiliki komponen yang mencakup
semua aspek yang dibutuhkan dalam suatu perencanaan pembelajaran.
Di ranah ilmu lingistik dan pendidikan Bahasa Inggris, bahan ajar Bahasa Inggris
berbasis kompetensi kerja yang dikembangkan di dalam penelitian ini termasuk di dalam
program English for Occupational Purposes (EOP), salah satu cabang dari English for
Specific Purposes (ESP). Hutchinson & Waters (1987) dalam Bojovic (2006)
menyatakan bahwa program ESP adalah sebuah fenomena di dunia pendidikan Bahasa
Inggris. Perkembangan program ESP ini lebih dikarenakan tiga karena faktor utama,
yaitu (1) Berkembangnya kebutuhan pembelajaran Bahasa Inggris profesi di negara-
negara tujuan investasi dan ekspansi teknologi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat,
pada era industrialisasi pasca perang dunia kedua, (2) Perkembangan ilmu linguistik,
yang membawa perubahan mendasar terhadap kerangka pengembangan program
pembelajaran Bahasa Inggris. Dalam hal ini, pembelajaran Bahasa Inggris difokuskan
pada bagaimana Bahasa Inggris digunakan di dalam komunikasi. Sehingga program
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
69
Volume 14 No.01 Maret 2016
pembelajaran Bahasa Inggris dirancang sesuai dengan konteks di mana Bahasa Inggris
akan digunakan; (3) Perkembangan metode pembelajaran Bahasa Inggris, yang
memperhatikan aspek psikolinguistik seseorang, ketika mempelajari bahasa baru.
Implikasinya, pembelajaran Bahasa Inggris untuk peserta didik dewasa, tidak lagi
difokuskan pada bagaimana penyajian materi di kelas, namun ditekankan pada
bagaimana peserta didik menguasai Bahasa Inggris.
Lebih jauh, Hutchinson and Waters (1987) dalam Bojovic (2006) menyebutkan
bahwa ada dua hal yang perlu ditekankan dari sebuah program ESP, adalah: (1) program
ESP adalah sebuah pendekatan, dan (2) dasar pengembangan program ESP adalah
alasan mengapa peserta didik perlu mempelajari Bahasa Inggris. Lebih jauh, Dudley-
Evans (2001) dalam Chang (2006) merumuskan karakteristik absolut program ESP,
yaitu: (1) program ESP memenuhi kebutuhan khusus peserta didik; (2) program ESP
disusun berdasarkan metodologi dan konteks komunikasi khusus; dan (3) program ESP
difokuskan pada pemahaman tata bahasa serta ungkapan kebahasaan, ketrampilan,
konteks kebahasaan, dan genre yang sesuai dengan kegiatan kebahasaan.
Lebih jauh, Dudley-Evans (2001) dalam Chang (2006) merumuskan pula
karakteristik variabel program ESP, yaitu: (1) program ESP berhubungan dan didesain
untuk kebutuhan disiplin ilmu tertentu; (2) program ESP bisa menerapkan metodologi
yang berbeda dengan metodologi yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris
umum; (3) program ESP dikembangkan untuk peserta didik dewasa; (4) program ESP
pada umumnya didesain untuk peserta didik dengan ketrampilan berbahasa Inggris
menengah atau lanjut; dan (5) Program ESP membutuhkan pengetahuan dasar para
peserta didik.
Hutchinson & Waters (1987) dalam Tahir (2012), membagi program ESP menjadi
tiga kelompok berdasarkan disiplin ilmu dan wilayah profesional peserta didiknya, yaitu:
(1) Bahasa Inggris untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (English for Science and
Technology); (2) Bahasa Inggris untuk Ekonomi dan Bisnis (English for Business and
Economics); dan (3) Bahasa Inggris untu Ilmu Sosial (English for Social Studies).
Masing-masing wilayah kajian tersebut selanjutnya dibagi menjadi dua cabang lagi, yaitu;
EAP dan EOP.
Program ESP dikembangkan berdasarkan kebutuhan peserta didik. Oleh karena
itu, Needs Analysis atau analisis kebutuhan pembelajaran menjadi tahap paling awal
sekaligus menentukan di dalam proses pengembangan bahan ajar ESP. Pakar linguistik
dan praktisi pembelajaran Bahasa Inggris sepakat bahwa Need Analysis adalah inti dari
pengembangan bahan ajar ESP. Iwai et.al (1999) dalam Songhori (2008) menyatakan
bahwa istilah Need Analysis mengacu pada kegiatan mengumpulkan informasi yang
akan digunakan sebagai dasar pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran.
Selain mengumpulkan dan menganalisa informasi dan data, Dickinson (1991)
dalam Kusumoto (2008) mengungkapkan bahwa Need Analysis merupakan tahap
mengidentifikasi dan merumuskan; (1) Needs (Kebutuhan), yaitu ketrampilan yang
seharusnya dikuasai oleh peserta didik sesuai dengan apa yang dibutuhkan; (2) Wants
(Keinginan), yaitu ketrampilan yang akan dijadikan prioritas utama bagi peserta didik jika
mendapat kesempatan dan waktu; dan (3) Lack (Kesenjangan), yaitu perbedaan antara
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
70
Volume 14 No.01 Maret 2016
apa yang telah diterima, apa yang dikuasai saat ini, dan apa yang peserta didik harapkan
untuk bisa mereka kuasai.
Program ESP dikembangkan untuk peserta didik dewasa. Oleh karena itu,
motivasi peserta didik akan menentukan keberhasilan sebuah pembelajaran program
ESP. Hal ini sesuai Knowles (1999) dalam Tylor (2009) yang menguraikan enam asumsi
mengenai peserta didik dewasa, yang selanjutnya menjadi dasar dalam merancang
program pembelajaran untuk peserta didik dewasa. Asumsi-asumsi tersebut adalah
sebagai berikut: (1) Peserta didik dewasa melihat diri mereka sebagai pribadi yang
memiliki kebebasan, khususnya untuk mengambil keputusan-keputusan pribadi dalam
hidup mereka, termasuk keputusan untuk mengikuti program pembelajaran; (2) Peserta
didik dewasa selalu menggunakan latar belakang pengalaman hidup ke dalam proses
pembelajaran yang mereka jalankan. Bahan ajar ESP semestinya mampu merefleksikan
pengalaman yang akan diperoleh peserta didik, serta memberikan kesempatan kepada
mereke untuk membandingkan aspek-aspek pembelajaran ESP dengan pengalaman-
pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya; (3) Peserta didik dewasa bersedia
belajar ketika mereka merasakan adanya kebutuhan mengetahui dan memiliki
kemampuan atau ketrampilan tertentu agar mampu melakukan unjuk kerja secara lebih
efektif dan memuaskan, (4) Peserta didik dewasa memasuki tahap belajar berbasis
problem solving dan pengalaman hidup. Untuk itulah materi otentik dipilih dalam
mengembangkan program ESP, (6) Peserta didik dewasa termotivasi untuk belajar
karena adanya motivasi. Bahan ajar program ESP seharusnya dikembangkan
berdasarkan konsep pengembangan atau penguatan motivasi intrinsik peserta didik,
artinya mampu memperlihatkan bahwa bahan ajar program ESP tersebut akan memberi
manfaat bagi peserta didik ketika mengimplementasikannya di lingkungan akademik atau
tempat kerja mereka, and (7) Peserta didik dewasa cenderung mempertimbangkan
manfaat yang bisa dan tidak akan mereka peroleh ketika memutuskan untuk mengikuti
sebuah proses pembelajaran. Oleh karena itu, program ESP harus mampu
mendefinisikan dengan jelas dan tegas bentuk konkret penetahuan dan kerampilan baru,
yang bisa diperoleh oleh peserta didik dari proses pembelajaran yang mereka ikuti.
Burdová (2007) menyatakan bahwa mereka yang belajar EOP sebenarnya tidak
tertarik mempelajari Bahasa Inggris, mereka menempuh pembelajaran Bahasa Inggris
untuk bisa menyelesaikan tugas atau pekerjaan tertentu dengan menggunakan Bahasa
Inggris. Bisa disimpulkan di sini, bahwa peserta didik program EOP adalah peserta didik
dewasa, yang pernah menempuh pembelajaran Bahasa Inggris sebelumnya.
Implikasinya adalah keberhasilan peserta didik dalam menempuh program pembelajaran
EOP ini akan sangat dipengaruhi oleh motivasi belajar peserta didik. Dengan demikian,
aspek motivasi peserta didik menjadi bahan pertimbangan di dalam pengembangan
bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja. Hal ini diwujudkan didalam
implementasi pendekatan ARCS (Attention-Relevance-Confidence-Satisfaction).
Bahan ajar Bahasa Inggris yang dikembangkan di dalam penelitian ini mengacu
pada standard kompetensi kerja seperti yang tertuang di dalam Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). SKKNI adalah uraian kemampuan yang mencakup
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang untuk
menduduki jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. SKKNI dirumuskan dan dikembangkan oleh Badan Nasional Sertifikasi
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
71
Volume 14 No.01 Maret 2016
Profesi (BNSP), yang dibentuk oleh presiden berdasarkan PP No. 23 tahun 2004. BNSP
telah menyelesaikan SKKNI Pariwisata subsektor Hotel dan Restoran dan telah
ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor
KEP.239/MEN/X/2004.
Penyusunan SKKNI Pariwisata subsektor Hotel dan Restoran ini bertujuan untuk;
(1) memberikan informasi untuk pengembangan program kurikulum, dan berfunsgi
sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan, serta penilaian dan sertifikasi; (2)
menjadi rujukan yang membantu dalam rekruitmen tenaga kerja, membantu penilaian
unjuk kerja, mengembangkan program pelatihan bagi karyawan berdasarkan kebutuhan,
serta membuat uraian jabatan; (3) menjadi acuan dalam merumuskan paket-paket
program sertifikasi sesuai dengan kualifikasi dan levelnya, dan dalam penyelenggaraan
pelatihan, penilaian dan sertifikasi.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian dan pengembangan atau research and
development (R&D), dengan tujuan mengembangkan produk berupa paket bahan ajar
Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja untuk mempersiapkan peserta didik
menempuh OJT di bagian Front Office hotel. Metode penelitian pengembangan ini terdiri
dari tiga tahap, yaitu: (1) Studi Pendahuluan, yang terdiri dari tahap-tahap: (a)
mengidentifikasi tujuan pembelajaran, (b) melakukan analisis pembelajaran, dan (c)
menganalisis karakteristik peserta didik dan konteks pembelajaran; (2) Pengembangan
Model, yang terdiri dari: (a) Desain produk, (b) Uji Validasi produk, dan (c) Revisi produk;
(3) Uji coba efektivitas desain dan Evaluasi sumatif produk. Penelitian pengembangan ini
dilaksanakan di International Hotel Management School (IHS) Surakarta.
Jenis data yang diperoleh di tahap studi pendahuluan adalah data kualiatif. Data
kualitatif ini merupakan hasil analisis kebutuhan pembelajaran serta analisis profil peserta
didik yang akan menggunakan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja
yang dikembangkan. Data yang digunakan di tahap studi pendahuluan diperoleh dengan
mengunakan instrumen interview dan studi dokumen. Di tahap studi pendahuluan ini,
interview dilakukan terhadap staff Akademik IHS yang mengelola OJT. Sementara itu,
studi dokumentasi difokuskan pada kajian terhadap data dan laporan pelaksanaan
program OJT di IHS.
Jenis data yang diperoleh di tahap pengembangan model adalah data kualitatif.
Data kualitatif ini merupakan data hasil validasi tim pakar/ahli pengembangan kurikulum
dan bahan ajar, dan pakar pengembangan program ESP, hasil uji coba perorangan, dan
uji kelompok kecil. Data yang digunakan di tahap pengembangan model diperoleh
dengan mengunakan instrumen kuisioner. Data yang dikumpulkan dengan intrumen
kuisioner tersebut berupa penilaian dan evaluasi, serta masukan dan saran terhadap
hasil pengembangan bahan ajar. Selanjutnya data ini akan digunakan sebagai dasar
dilakukannya revisi atau perbaikan terhadap bahan ajar tersebut agar menjadi produk
akhir yang layak untuk dijadikan bahan ajar untuk kegiatan pembelajaran di IHS.
Jenis data yang diperoleh di tahap Uji efektifitas desain adalah data kuantitatif.
Data kuantitatif ini berupa data hasil uji coba implementasi bahan ajar Bahasa Inggris
berbasis kompetensi kerja yang telah dikembangkan, untuk mengukur efektfitas bahan
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
72
Volume 14 No.01 Maret 2016
ajar tersebut. Data yang dikumpulkan adalah data nilai pretest dan posttest peserta didik
dari kelas eksperimen, yaitu kelompok peserta didik yang menempuh pembelajaran
dengan bahan ajar baru, dan kelompok peserta didik dari kelas kontrol, yaitu kelompok
peserta didik yang menempuh pembelajaran dengan bahan ajar lama, English for Hotel
Operation. Teknik analisa data yang digunakan adalah uji t berpasangan.
HASIL PENGEMBANGAN
Produk pengembangan penelitian berupa Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis
kompetensi kerja ini terdiri dari 13 unit materi, yang merujuk pada Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Pariwisata subsektor Hotel dan Restoran, bidang
kompetensi English Proficiency dan bidang kecakapan Front Office. Bidang kompetensi
English Proficiency menjadi pedoman dalam menetapkan aspek dan ruang lingkup
ketrampilan berbahasa yang menjadi fokus pengembangan bahan ajar, sementara
bidang kecakapan Front Office menjadi pedoman dalam menentukan konteks situasional
di mana komunikasi dalam Bahasa Inggris akan dilakukan dan terjadi.
Struktur penyajian bahan ajar tersebut adalah: (1) Judul Unit, yang menggunakan
ungkapan kebahasaan yang muncul di unit bersangkutan; (2) Kegiatan Pra
Pembelajaran, meliputi: (a) bagian yang mendeskripsikan cakupan materi dan tujuan
pembelajaran, yang diberi judul Snapshot! dan (b) bagian dengan ilustrasi foto, kosa kata
baru, dan daftar pertanyaan sebagai bahan diskusi awal, sebelum masuk ke materi inti.
Bagian ini diberi judul, Let‟s Start; (3) Kegiatan Pembelajaran, yang meliputi: (a)
Conversation, berisi contoh-contoh percakapan; (b) Language Focus, berisi pembahasan
mengenai ungkapan kebahasaan dan konstruksi kalimat, sesuai dengan topik bahasan,
disertai rangkaian latihan-latihan terpandu; (c) Reading, berisi teks bacaan serta latihan-
latihan and (d) Word Power, berisi kegiatan latihan yang bertujuan untuk meningkatkan
perbendaharaan kosa kata peserta didik; dan (4) Kegiatan evaluasi pembelajaran, yang
diberi judul Work Out!
Selain unit-unit materi, bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja juga
memiliki lima unit evaluasi, yang disisipkan diantara unit-unit materi inti. Unit-unit
evaluasi ini terdiri dari lima bagian, dengan struktur penyajian sebagai berikut; (1)
Latihan penggunaan ungkapan kebahasaan diberi judul What do you say? (2) Latihan
tata bahasa diberi judul Grammar Point, (3) Latihan kosa kata diberi judul Word Chest,
(4) Latihan percakapan terpandu diberi judul Act It Out, dan (5) Latihan percakapan
dengan pengembangan diberi judul Follow Up Activities. Selain itu, bahan ajar Bahasa
Inggris berbasis kompetensi kerja ini juga memiliki 1 unit tambahan yang berisi daftar
ungkapan-ungkapan kebahasaan dasar yang digunakan di dalam komunikasi sehari-hari,
yang akan muncul secara berulang di dalam bahan ajar Bahasa Inggris berbasis
kompetensi kerja.
Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dikembangkan di
dalam penelitian ini melalui rangakaian uji validitas dan uji coba sesuai dengan tahapan-
tahapan dalam model pengembangan Dick and Carey, yaitu Uji/Validitas Pakar, Uji Coba
kelompok Perorangan/Satu-satu, Uji Coba Kelompok Kecil. Rangkaian uji validitas dan uji
coba ini dilaksanakan untuk mengevaluasi dari semua aspek pengembangan bahan ajar,
sebelum dilakukan uji efektifitas, di kelas yang sesungguhnya.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
73
Volume 14 No.01 Maret 2016
Berdasarkan hasil uji/validasi pakar, produk bahan ajar Bahasa Inggris berbasis
kompetensi kerja yang dihasilkan di dalam penelitian ini dinilai telah memenuhi seluruh
aspek teoritis pengembangan bahan ajar program pembelajaran ESP/EOP. Sementara
itu, hasil Uji Coba Perorangan/Satu-satu, dan Uji Coba Kelompok Kecil, menunjukkan
adanya temuan-temuan yang sebagian diantaranya perlu ditindaklanjuti dengan proses
revisi terhadap bahan ajar yang dihasilkan. Beberapa temuan tidak ditindaklanjuti dengan
tahapan revisi oleh karena temuan tersebut tidak bersifat substansial, yang akan
memberi pengaruh signifikan terhadap kualitas bahan ajar yang dihasilkan.
Di dalam tahap uji efektifitas desain, masih terdapat temuan-temuan yang perlu
dipertimbangkan sebagai materi revisi akhir sebelum bahan ajar Bahasa Inggris berbasis
kompetensi kerja didesiminasikan. Berdasarkan hasil uji efektifitas desain ini, diperoleh
hasil sebagai berikut: (1) Terdapat perbedaan signifikan antara nilai Pretest dan Post
Tests peserta didik, yang menempuh pembelajaran Bahasa Inggris dengan bahan ajar
baru, pada uji ketrampilan berbahasa Inggris di bidang profesi Front Office Hotel; (2)
Perbandingan rata-rata (Mean) nilai Posttest kelompok kontrol dengan kelompok
eksperimen, yaitu 75,43 untuk kelompok kontrol dan 76,63, untuk kelompok eksperimen,
dan (3) Terdapat perbedaan signifikan antara nilai Pretest dan nilai Posttest pada uji
ketrampilan berbahasa Inggris di bidang profesi Front Office Hotel pada kelompok
eksperimen terhadap kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil Uji kelayakan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi
kerja, berdasarkan penilaian pada 4 komponen uji kelayakan, diperoleh hasil sebagai
berikut: (1) isi 82%, (2) kebahasaan 87%, (3) penyajian 78%, (4) unsur-unsur dekoratif
75%, dan rata-rata keempat komponen ini adalah 80,5%. Artinya, bahan ajar Bahasa
Inggris berbasis kompetensi kerja yang dihasilkan di dalam penelitian ini layak untuk
digunakan sebagai bahan ajar untuk mempersiapkan peserta didik IHS menempuh OJT
di bagian Front Office Hotel di International Hotel Management School (IHS).
PEMBAHASAN
Langkah pengembangan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja,
yang dihasilkan di dalam penelitian ini mengadopsi 10 (sepuluh) langkah pengembangan
model Dick and Carey (2009), dengan tujuan agar produk yang dihasilkan bisa
menunjang proses pembelajaran yang efektif, yaitu proses pembelajaran yang
memfasilitasi peserta didik mempelajari dan melatih pengetahuan, ketrampilan dan sikap
yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan Raiser dan Dick (1996) dalam Aytekin Isman
(2011) yang menyatakan bahwa semua faktor di dalam proses pebelajaran harus
ditetapkan dengan baik, agar menghasilkan sebuah program pembelajaran yang efektif
akan memotivasi peserta didik.
Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja yang dikembangkan di
dalam adalah sebuah program pembelajaran English for Occupational Purposes (EOP).
Artinya, Bahasa Inggris yang dipelajari hanya akan berfungsi secara efektif di dalam
konteks komunikasi di bidang profesi atau pekerjaan sebagai staff Front Office Hotel.
Konsep kebermanfaatan yang terbatas sebuah proses pembelajaran Bahasa Inggris ini
sesuai dengan Mackay and Mountford (1988) dalam Tahir (2013) yang menyatakan
bahwa peserta didik program pembelajaran EOP ini relatif akan mengalami kesulitan
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
74
Volume 14 No.01 Maret 2016
untuk melakukan komunikasi secara efektif di luar konteks dan lingkungan komunikasi di
mana bahasa tersebut dipergunakan.
Untuk mengetahui batasan-batasan kebahasaan tersebut, maka pengembangan
bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja di dalam penelitian ini diawali
dengan tahap Need Analysis atau analisis kebutuhan pembelajaran. Need Analysis ini
secara khusus bertujuan untuk mengidentifikasi ruang lingkup materi yang akan
dipelajari. Brown (1995) dalam Kusumoto (2008) menjabarkan ruang lingkup materi ini
meliputi rumusan daftar tujuan pembelajaran, rancangan kegiatan pembelajaran di kelas,
dan strategi evaluasi.
Untuk memastikan bahwa tujuan pengembangan program pembelajaran sesuai
dengan kurikulum, silabus, dan bahan ajar yang dihasilkan, maka Need Nalysis harus
mempertimbangkan dengan cermat subyek Needs Analysis ini. Di dalam penelitian ini,
subyek dari Need Analysis adalah peserta didik IHS, yang akan menggunakan produk
yang dihasilkan. Peserta didik IHS diharapkan mampu mengidentifikasi kapan, apa, dan
bagaimana mereka akan belajar. Hal ini sesuai dengan Carver (1983) dalam Bojovic
(2006) yang menyatakan bahwa untuk bisa memenuhi fungsi dan kebutuhan, Need
Analysis harus mengedepankan kebebasan calon peserta didik
Pengembangan dan penyajian program pembelajaran Bahasa Inggris berbasis
kompetensi kerja di IHS, tidak bisa didasarkan pada analisis kebutuhan pembelajaran
yang melibatkan peserta didik. Hal ini karena peserta didik IHS tidak kompeten dalam
mengidentifikasi kebutuhan belajar mereka. Dalam hal ini, peserta didik IHS tidak
memiliki pengetahuan yang memadahi mengenai kebutuhan kecakapan berkomunikasi
dalam Bahasa Inggris yang akan menjadi bagian dari tuntutan pekerjaan mereka.
Berdasarkan profil calon peserta didik, Need Analysis adalah tahap
mengumpulkan data dan informasi yang relevan, untuk dijadikan rujukan dalam
mengidentifikasi dan merumuskan kebutuhan pembelajaran, yang menjadi dasar
pengembangan bahan ajar yang dibutuhkan peserta didik. Hal ini sesuai dengan Iwai
et.al (1999) dalam Songhori (2008) menyatakan bahwa Need Analysis merujuk pada
kegiatan mengumpulkan informsi yang akan digunakan sebagai dasar pengembangan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
Oleh karena keikutsertaan dan keberhasilan peserta didik IHS di dalam
menempuh program pembelajaran Bahasa Inggris akan menentukan tahap OJT, maka
dasar pengembangan program pembelajaran Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja
adalah standar kecakapan berkomunikasi Bahasa Inggris yang merujuk pada norma atau
standar kompetensi kerja, yang ditetapkan oleh institusi atau lembaga yang memiliki
otoritas untuk menyusun dan menetapkan standar kompetensi kerja tersebut. Merujuk
pada norma dan standar kompetensi kerja di dalam pengembangan bahan ajar Bahasa
Inggris berbasis kompetensi kerja telah selaras dengan Kepmen No. 239/MEN/X/2004
tentang SKKNI Pariwisata subsektor Hotel dan Restauran.
Dengan merujuk pada standar kompetensi kerja (SKKNI), program pembelajaran
Bahasa Inggris yang dikembangkan akan relevan dan benar-benar mendukung
persiapan peserta didik memasuki dunia kerja, sesuai dengan pilihan profesi yang ingin
mereka tekuni. Selain itu, kurikulum, silabus, dan bahan ajar yang dihasilkan akan benar-
benar membekali peserta didik IHS dengan kecakapan berkomunikasi dalam Bahasa
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
75
Volume 14 No.01 Maret 2016
Inggris sesuai dengan kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk bisa berada di posisi dan
jabatan tertentu di hotel, serta melaksanakan suatu tugas sesuai dengan posisi atau
jabatan itu.
SIMPULAN DAN SARAN
Program pembelajaran Bahasa Inggris yang dikembagkan untuk memenuhi kebutuhan
pembelajaran khusus disebut English for Specific Purposes (ESP). Adapun program
pembelajaran Bahasa Inggris yang digunakan di IHS termasuk program English for
Occupational Purposes (EOP), karena karena dikembangkan berdasarkan situasi atau
keadaan di mana peserta didik membutuhkan kerampilan berkomunikasi dalam Bahasa
Inggris sebagai bagian tuntutan pekerjaan mereka.
Program ESP/EOP dikembangkan berdasarkan kebutuhan peserta didik.
Sehingga, Needs Analysis menjadi tahap paling awal sekaligus menentukan di dalam
proses pengembangan bahan ajar ESP/EOP. Namun, karena peserta didik IHS tidak
cukup kompeten dalam mengidentifikasi dan merumuskan kebutuhan pembelajaran
mereka, maka pengembangan bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja di
dalam penelitian ini adalah standar kompetensi kerja yang saat ini ada dan berlaku di
Indonesia, yaitu sistem standarisasi kompetensi kerja yang ditetapkan oleh Badan
Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), yaitu Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI), maka dasar pengembangan program pembelajaran Bahasa Inggris di IHS
adalah Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) subsektor Hotel dan
Restoran, khususnya bidang kompetensi English Profeciency dan Front Office.
Model pengembangan Dick and Carey diadopsi sebagai instrumen konseptual
untuk menganalisa, merancang, serta mengevaluasi bahan ajar yang dikembangkan.
Produk akhir dari penelitian pengembangan ini adalah bahan ajar Bahasa Inggris
berbasis kompetensi kerja, yang ditujukan untuk mempersiapkan peserta didik IHS untuk
menempuh OJT di bagian Front Office hotel.
Hasil uji efektifitas produk bahan ajar dengan instrumen Uji – T menunjukkan
bahwa bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja, terbukti efektif. Sementara
itu, hasil uji kelayakan produk, yang meliputi kelayakan isi, kelayakan kebahasaan,
kelayakan penyajian, dan kelayakan unsur dekoratif bahan ajar, bahan ajar Bahasa
Inggris berbasis kompetensi kerja yang dihasilkan dianggap layak untuk digunakan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disarankan: (1) Untuk Insternational
Hotel Management School, (a) Bahan ajar Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja
yang sudah disusun agar bisa digunakan dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di
IHS untuk mempersiapkan peserta didik IHS menempuh On the Job Traning di bagian
Front Office Hotel; (b) Bagian kurikulum dan perencanaan program di IHS diharapkan
melakukan evaluasi secara berkala terhadap implementasi bahan ajar Bahasa Inggris
berbasis kompetensi kerja ini, untuk kebutuhan penyempurnaan terhadap bahan ajar
Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja ini; (c) Bagian kurikulum dan perencanaan
program di IHS perlu mempertimbangkan untuk melakukan pengembangan bahan ajar
Bahasa Inggris berbasis kompetensi kerja untuk bidang profesi lain di sektor industri
perhotelan. Selain itu, perlu juga melakukan peninjauan dan pembenahan secukupnya
terhadap terhadap bahan ajar diimplementasikan di IHS, untuk memastikan bahwa
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
76
Volume 14 No.01 Maret 2016
pijakan teoritis pengembangan bahan ajar tersebut sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai melalui proses pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar yang dihasilkan.
Akhirnya, (2) perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengembangkan dan
merumuskan strategi baru dalam mengembangakan bahan ajar berbasis kompetensi
kerja dengan model yang lebih bervariasi karena pengembangan bahan ajar Bahasa
Inggris berbasis kompetensi kerja yang dihasilkan di dalam penelitian ini merupakan
sebuah produk yang dihasilkan oleh salah satu dari sekian banyak model pengembangan
bahan ajar.
Daftar Pustaka
Atwi Suparman. 2012. Desain Intruksional Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Aytekin Isman. 2011. Instructional Design in Education: New Model. The Turkish Online
Journal of Educational Technology. Vol.10 issue I. Januari 2011.
Bojovic, Milevica M.A., 2006. Teaching Foreign Language for Specific Purposes: Teacher
Development. hlm 489 – 493 dalam Mateja Brejc (edt.) disampaikan pada 31st
Annual ATEE Conference, 21 – 25 Oktober 2006.
Chang, Nan-Yu. 2009. A Need Analysisof Applying an ESP Program for Hotel
Employees. Yu Da Academic Journal Vo. 21 December 2009 hlm. 1 – 10.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2004. Lampiran
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor
KEP.239/MEN/X/2004 tentang Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) Pariwisata subsektor Hotel dan Restoran. Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi.
Dick, Walter, Lou Carey, & James O. Carey. 2009. The Systematic Design of Instruction.
2009 Upper Saddle River, NJ.
Morrison, Gary; Steven Ross; Jarold Kemp. 2007. Designing Effective Indtruction: 5th
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Robert Bogdan & Steven J Taylor. 1975. Introduction to Qualitative Research Method. A
Wiley-Interscience Publication John Wiley & Son
Tahir Mohammed Mizel. English for Specific Puroses (ESP) and Syllaus Design. Diunduh
pada tanggal 21 Oktober 2014 dari:
http://www.iasj.net/iasj?func=fulltext&aId=45953
Songhori, Mehdi Haseli. 2007. Introduction to Need Analysis. English for Specific
Purposes World Issue 4, hlm. 1 – 25.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
77
Volume 14 No.01 Maret 2016
Penerapan Strategi Pembelajaran Point-Counterpoint Bervariasi
untuk Meningkatkan Daya Kritis dan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran PKn
Topik Usaha Pembelaan Negara bagi Siswa Kelas IXE
SMP Negeri 1 Mojosongo
Suwadi18
Abstract: The objective of this research “The application of Point- Counterpoint Variety” is to increase the students‟ creativity capable and the outcome of Pkn subject with “Pembelaan Negara” topic for the students of IX E SMPN 1 Mojosongo the first semester academic year 2013/ 2014.
This research using qualitative method with descriptive feature, describe the data and interprise the data. The kind of this research is action research (PTK) that was done by the researcher directly.
The setting of this reseach is IXE class SMP N 1 Mojosongo the first semester academic year 2013/2014 which has low capable from one of the sevent classses paralel.
The technic of collecting the data are test and non test. For collecting the data using the observation and the items of test. To know the efectiveness the process of learning using the strategy “Point-CounterPoint Variety”, the researcher and the collaborator have done the observation in the process of learning. While the validity of the data using content validity and triangulasi. The analysis of the data using the analysis descriptive comparative and qualitative. Indicators which be hope in this research are : 1) Increase the students‟ critical capacity from 13,33% (before treatment) become 26,00 % in the 1
st cycle, and 35,00 % in 2
nd cycle; 2) Increase the students‟ average
71,90 (before tretment) in the 1St
cycle to 80,00 in the 1nd
cycle and 85,00 in the 2 nd cycle.
After the process of collected and analised the data, the result of the research is significant. This result show that the strategy of learning Point-counterpoint variety can improve :1) The students‟s critical capacity 13,33% ( before treatment) to 28,57% in the 1
st cycle, and 41,90% in the 2
nd cycle. 2)
The students‟ average 71,90 (before treatment) to 86,67 in the 1st cycle, and
92,14 in the 2rd cycle. Increase the critical capacity and the outcome for “Pendidikan Kewarganegaraan” with topic “Usaha Pembelaan Negara” for the students IXE class SMP Negeri 1 Mojosongo the first semester academic year 2013/2014.
Key word: Point-Counterpoint variety learning, The students‟ creativity capable and the outcome.
18 Guru SMP Negeri 1 Mojosongo Boyolali
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
78
Volume 14 No.01 Maret 2016
PENDAHULUAN
egiatan pembelajaran yang bermakna adalah proses pembelajaran yang
melibatkan aktivitas siswa secara optimal. Kegiatan pembelajaran tersebut terjadi
interaksi aktif anatara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa. Untuk
menciptakan interaksi tersebut, guru memegang peranan yang sangat penting. Guru
harus bisa menciptakan suasana yang kondusif, menyenangkan, dan membangkitkan
siswa agar mampu berfikir kritis. Dalam proses belajar mengajar mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan dibutuhkan kualifikasi dan kompetensi seorang guru yang
memadai, karena Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) tidak bersifat statis, akan tetapi
selalu dinamis dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi dalam
berbagai aspek kehidupan.
Amandemen UUD 1945 membuat perubahan yang mendasar terhadap kebijakan
dalam bidang pendidikan. Muatan kurikulum pasca amandemen UUD 1945, mengalami
perubahan isi yang menyangkut aspek hukum, HAM, dan politik. Adanya perubahan
tersebut, menuntut siswa untuk lebih berfikir secara kritis. Guru memiliki peran yang
sangat strategis untuk meningkatkan daya kritis siswa di dalam proses pembelajaran.
Tingkat daya kritis yang tinggi akan mempengaruhi pencapaian hasil belajar siswa.
Seperti yang terjadi pada saat peneliti melakukan pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran
2013/2014, ketika menyampaikan materi tentang Usaha Pembelaan Negara (Kompetensi
Dasar 1.1. Menejelaskan pentingnya usaha pembelaan negara), sebagian besar siswa
malas berfikir secara kritis dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat
dilihat dari hasil pengamatan dalam kegiatan pembelajaran kondisi awal (pra penelitian).
Dari pengamatan proses pembelajaran pada pra penelitian diperoleh data yang memiliki
respon terhadap daya kritis siswa adalah: (1) Kemampuan siswa menemukan ide baru
terdiri 2 orang (9,52%), (2) Kemampuan siswa menyampaikan argument terdiri 2 orang
(9,52%), (3) Kemampuan siswa menganalisa sebab dan akibat terdiri 1 orang (4,76%),
(4) Kemampuan siswa memecahkan masalah terdiri 2 orang (9,52%), (5) Kemampuan
siswa membuat kesimpulan/keputusan terdiri 7 orang (33,33%)
Rata-rata 13,33% dari 21 jumlah siswa dalam satu kelas menunjukkan rendahnya
daya kritis dalam proses pembelajaran. Kurangnya kemauan siswa berfikir kritis ini
diduga terletak pada metode pembelajaran yang diterapkan tidak tepat, peneliti masih
menerapkan pola pembelajaran yang bersifat konfensional. yaitu kurang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk dapat mengembangkan potensinya. Kegiatan belajar
mengajar masih berpusat pada guru, sehingga siswa tidak punya kesempatan untuk
mengembangkan dirinya secara optimal. Akibat rendahnya daya kritis siswa memiliki
dampak negative terhadap siswa, akibatnya prestasi atau hasil belajar siswa rendah,
rata-rata berada di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM). Dari hasil evaluasi
diperoleh data bahwa prestasi belajar siswa kelas IXE hanya mencapai rata-rata 71,90
dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75.00. Sedangkan ketuntasan belajar secara
klasikal hanya mencapai 57,14%, yang seharusnya lebih dari sama dengan 85%. Data
prestasi atau hasil belajar siswa yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran pada kondisi
awal sebagai berikut:
Mencermati hasil nilai siswa yang berada di bawah KKM yang telah ditentukan,
K
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
79
Volume 14 No.01 Maret 2016
peneliti selanjutnya melakukan analisis pembelajaran yang diperkirakan faktor penyebab
rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh rendahnya daya kritis siswa yang ditandai
dengan kurangnya kemauan siswa berfikir dalam mengikuti pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan.
Dari hasil analisa tersebut peneliti melakukan refleksi yang akhirnya muncullah
gagasan untuk mencari sebuah solusi. Sebagai upaya penyelesainnya adalah guru harus
membangun proses pembelajaran supaya lebih bermakna. Kelas menjadi lebih interaktif,
siswa lebih bersifat aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran dan senantiasa
meningkatkan sikap berfikir kritis, penalaran logis , dan pemecahan masalah. Langkah
yang diambil peneliti di sini adalah menerapkan pola pembelajaran yang kontruktivistik,
yaitu memilih strategi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan siswa, sehingga
siswa tersebut berpartisipasi aktif dan bisa mengembangkan dirinya secara optimal.
Tindakan yang akan dilakukan oleh peneliti adalah membangun proses pembelajaran
dengan menerapkan strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi.
Strategi pembelajaran ini sangat baik untuk menciptakan suasana yang
menantang dan memacu siswa untuk berfikir kritis. Karena ada unsur bersaing dalam
bentuk debat pendapat atau adu argumentasi. Melalui strategi Point-Counterpoint,
peneliti mempredikasi akan mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di kelas
IXE semester 1 tahun pelajaran 2013/2014.
Berdasar latar belakang tersebut, rumusan masalah yang ingin dicari jawabanya
adalah: (1) Apakah melalui penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint
bervariasi dapat meningkatkan daya kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan topik usaha pembelaan negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1
Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014? (2) Apakah melalui penerapan
strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topik usaha pembelaan
Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran
2013/2014? (3) Apakah melalui penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint
bervariasi dapat meningkatkan daya kritis dan hasil belajar pada mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan topik usaha pembelaan negara bagi siswa kelas IXE SMP
Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014?.
Strategi pembelajaran Point-Counterpoint yaitu strategi yang sangat baik dipakai
untuk melibatkan siswa dalam mendiskusikan issu-issu komplek secara mendalam.
Strategi ini mirip dengan debat, hanya saja dikemas dalam suasana yang tidak terlalu
formal. (Zaini et al, 2004: 42). Langkah-langkah strategi pembelajaran debat pendapat
(Point-Counterpoint) adalah sebagai berikut: (1). Pilihlah issu-issu yang mempunyai
beberapa perspektif; (2). Bagilah siswa ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan
jumlah perspektif yang telah anda tentukan; (3) Minta masing-masing kelompok untuk
menyiapkan argument-argument sesuai dengan pandangan kelompok yang diwakili.
Dalam aktifitas ini, pisahlah tempat duduk masing-masing kelompok; (4) Kumpulkan
kembali semua siswa dengan catatan, siswa duduk berdekatan dengan teman-teman
satu kelompok; (5) Mulai debat dengan mempersilahkan kelompok mana saja yang akan
memulaai; (6) Setelah salah seorang siswa menyampaikan satu argument sesuai dengan
pandangan kelompoknya, bantahan atau koreksi dari kelompok yang lain perihal issu
yang sama; (7) Lanjutkan proses ini sampai waktu yang memungkinkan; (8) Rangkum
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
80
Volume 14 No.01 Maret 2016
debat yang baru saja dilaksanakan dengan menggarisbawahi atau mungkin mencari titik
temu dari argumen-argumen yang muncul.
Delapan langkah strategi pembelajaran Point-Counterpoint tersebut merupakan
design pembelajaran yang agresif untuk membangkitkan daya kritis siswa.
Dasim Budimansyah (2003: 3) menjelaskan bahwa “Daya kritis adalah
kemampuan berfikir secara tajam dalam penganalisaan terhadap suatu hal, mencermati
dengan seksama, tidak lekas percaya dengan hal itu, sehingga ada rasa ingin tahu yang
besar dan tidak cepat puas atas jawaban yang telah ada”
Tingkat daya kritis siswa akan memiliki dampak yang besar terhadap hasil belajar
siswa. Hasil belajar, merupakan sesuatu yang dimiliki oleh siswa setelah melalui kegiatan
pembelajaran. Seorang siswa dikatakan telah berhasil dalam mengikuti pelajaran,
apabila telah menyelesaikan semua materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dalam
arti telah menguasai kompetensi di atas kriteria ketuntasan yang telah ditentukan. Untuk
mengetahui keberhasilan pencapaian indikator dan tujuan pembelajaran dilakukan
melalui penilaian, yang disebut ulangan harian. Melalui penilaian akan diketahui hasil
kompetensi siswa, apakah sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal (KKM) apa
belum. Kemampuan siswa dalam menguasai kompetensi tersebut disebut dengan hasil
belajar.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo
pada semester 1 tahun pelajaran 2013/2014.
Sumber data yang digunakan terdiri dari dua macam yaitu : (1) Sumber data
primer, yaitu data diperoleh peneliti mulai dari kondisi awal penelitian sampai
pelaksanaan tindakan dilakukan. Pada kondisi awal diperoleh data nilai siswa setelah
melakukan pembelajaran menyampaikan kompetensi dasar 1.1. Menjelaskan pentingnya
usaha bela negara. Pada tindakan siklus I dan II diperoleh nilai hasil belajar siswa
setelah peneliti melaksanakan pembelajaran/ menyampaikan kompetensi dasar 1.2.
Mengidentifikasi bentuk-bentuk usaha pembelaan negara, dan 1.3. Menampilkan peran
serta dalam usaha bela negara. (2) Sumber data sekunder yaitu sumber data yang
diperoleh peneliti dari hasil pengamatan bersama kolaborator.
Pengumpulan data menggunakan 2 macam teknik, yaitu: (1) Teknis tes, yaitu
teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dengan melaksanakan test tertulis
pada saat setelah selesai pembelajaran, baik pada kondisis awal, siklus I maupun siklus
II. (2) Teknis non tes, yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti pada
saat melakukan pengamatan proses pembelajaran dengan menggunakan lembar
pengamatan supaya diperoleh data yang valid, yaitu melalui dokumentasi dan observasi.
Untuk memperoleh data yang lengkap dalam penelitian tindakan kelas ini, Peneliti
menggunakan alat pengumpulan data yang berupa : (1) Butir-butir soal tes, yaitu soal-
soal tes yang digunakan untuk mengukur kemajuan atau tingkat keberhasilan siswa
dalam menerima/menyerap materi pembelajaran yang disajikan oleh guru atau peneliti.
Sehingga hasil belajar siswa bisa diketahui secara jelas. Melalui soal-soal tes tersebut
dapat diketahui peningkatan hasil belajar siswa mulai dari pra penelitian, tindakan siklus
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
81
Volume 14 No.01 Maret 2016
I, dan tindakan siklus II. (2) Lembar observasi, yaitu lembar pengamatan yang digunakan
oleh peneliti untuk memperoleh data dalam proses pembelajaran/tindakan. Sehingga
dapat dketahui sejauh mana tingkat keterlibatan siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran. Dengan mengetahui kondisi ketika proses pembelajaran berlangsung,
akan diketahui segala kekurangan dan kelebihan yang dapat dijadikan sebagai bahan
refleksi.
Supaya data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini bisa lebih valid
baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, maka divalidasi dengan menggunakan :
(1) Content validity, yaitu untuk memvalidasi data yang bersifat kuantitatif (berupa angka).
Melalui content validiti ini data tersebut secara teoritik lebih operasional, spesifik, dan
dapat mengukur indikator yang diharapkan. (2) Triangulasi sumber, digunakan untuk
memvalidasi data yang bersifat kualitatif, yang diperoleh oleh Peneliti bersama
kolaborator melalui pengamatan dalam proses pembelajaran/tindakan. Sehingga data
tersebut lebih akurat digunakan dalam penelitian tindakan kelas.
Untuk menganalisis data yang diperoleh pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II,
dalam penelitian tindakan kelas ini digunakan analisis data adalah: (1) Analisis diskriptif
komparatif yaitu untuk membandingkan hasil belajar kondisi awal, siklus I, dan siklus II.
Dengan menggunakan analisis diskriptif tersebut, peneliti dapat membandingkan hasil
belajar siswa pada kondisi awal dengan hasil belajar siswa setelah melalui tindakan pada
siklus I maupun siklus II. Selanjutnya peneliti dapat mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa. Kemudian dari hasil analisis data tersebut peneliti melakukan refleksi untuk
menentukan langkah atau tindakan berikutnya. (2) Analisis diskriptif kualitatif yaitu untuk
membandingkan hasil pengamatan peneliti tentang proses pembelajaran dari kondisi
awal, siklus I dan siklus II. Dimaksudkan supaya diketahui peningkatan proses
pembelajaran dari tahap ke tahap, yaitu dari kondisi awal sampai dengan tindakan siklus
I maupun siklus II. Selanjutnya peneliti dapat menentukan atau membuat simpulan akhir.
Indikator yang ingin dicapai oleh peneliti adalah: (1) Daya kritis siswa yang rata-
rata 13,33 % pada kondisi awal meningkat menjadi rata-rata 26,00 %. (2) Nilai hasil
belajar siswa yang rata-rata 71,90 pada kondisi awal, meningkat menjadi 80,00 pada
siklus I. (3) Daya kritis siswa yang rata-rata 26% pada siklus I, meningkat menjadi rata-
rata 35%. (4) Nilai hasil belajar siswa yang rata-rata 80,00 pada siklus I, meningkat
menjadi 85.00 pada siklus II.
Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus.
Masing-masing siklus terdiri dari 4 (empat) tahapan, antara lain : (1). Perencanaan
(Planning), (2). Tindakan (Acting), (3) Observasi (Observing), dan (4). Refleksi
(Reflecting).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisisi Awal
Ketika peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan
materi usaha pembelaan negara (Kompetensi Dasar 1.1. Menjelaskan pentingnya usaha
pembelaan negara), sekaligus secara partisipan mengamati proses pembelajaran
terhadap siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
82
Volume 14 No.01 Maret 2016
2013/2014. Berdasarkan pengamatan tersebut tampak sebagian besar siswa tidak
memiliki daya kritis dalam mengikuti pembelajaran. Rendahnya daya kritis tersebut
sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar
siswa. Akhirnya setelah dilakukan eavaluasi pembelajaran diperoleh hasil nilai siswa
dengan rata-rata kelas 71,90. Rata-rata nilai tersebut masih berada di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75.
Deskripsi Siklus I
Pada pelaksanaan tindakan siklus I peneliti melakukan kegiatan yang terbagi
dalam empat tahap, yaitu:
1. Panning (Perencanaan tindakan)
Pada tahap, peneliti menyusun perencanaan tindakan yang terdiri dari: (a)
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menyajikan kompetensi
dasar: 1.2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk usaha pembelaan negara. (b) Menyiapkan
materi ajar dan bahan diskusi berupa materi/topik permasalahan yang dipakai untuk
point-counterpoint. (c) Menyusun lembar observasi yang berupa lembar pengamatan (d)
Menyusun alat penilaian yang berbentuk kisi-kisi dan soal-soal tes.
2. Acting (Pelaksanaan Tindakan)
Pada saat pelaksanaan tindakan siklus I, peneliti Melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi
yang terdiri dari:
Pendahuluan, yang meliputi: (1) Memberikan apersepsi, (2) Memberikan pretes kepada
siswa.
Kegiatan inti, dengan langkah-langkah strategi pembelajaran point-counterpoint
bervariasi sebagai berikut: (1) Memilih issu-issu tentang bentuk-bentuk usaha pembelaan
Negara yang mempunyai 5 perspektif; (2) Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok
sesuai dengan jumlah perspektif yang telah anda tentukan, yaitu kelas dibagi ke dalam 5
kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 dan 5 orang; (3) Meminta masing-masing
kelompok untuk menyiapkan argument-argument sesuai dengan pandangan kelompok
yang diwakili. Dalam aktifitas ini, dipisahkan tempat duduk masing-masing kelompok; (5)
Mengumpulkan kembali semua siswa dengan catatan, siswa duduk berdekatan dengan
teman-teeman satu kelompok; (6) Mulai debat dengan mempersilahkan salah satu
kelompok untuk memulai; (7) Setelah salah seorang siswa menyampaikan satu argument
sesuai dengan pandangan kelompoknya, bantahan atau koreksi dari kelompok yang lain
perihal issu yang sama; (8) Melanjutkan proses ini sampai waktu yang memungkinkan;
(9) Membuat rangkuman debat yang baru saja dilaksanakan dengan menggarisbawahi
atau mungkin mencari titik temu dari argument-argumen yang muncul.
Penutup: (1) Melaksanakan post tes (2) Pemberian tugas
3. Observing (Pengamatan)
Selama pelaksanaan pembelajaran pada siklus I, peneliti bersama kolaborator
melakukan pengamatan jalannya proses pembelajaran berlangsung. Aspek-aspek dalam
pengamatan meliputi: (a) Kemampuan siswa menemukan ide baru; (b) Kemampuan
siswa dalam memberi argumen terhadap ide yang muncul; (c) Kemampuan siswa dalam
menganalisa sebab dan akibat dari ide yang muncul; (d) Kemampuan siswa dalam
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
83
Volume 14 No.01 Maret 2016
memecahkan munculnya ide; (e) Kemampuan siswa dalam membuat
kesimpulan/keputusan terhadap ide sesuai dengan norma atau kaidah yang berlaku.
4. Reflecting (Refleksi)
Tahap ini peneliti mengevaluasi penggunaan strategi pembelajaran point-
counterpoint bervariasi dari perencanaan pembelajaran sampai dengan penilaian akhir
pembelajaran. Temuan-temuan yang ada dalam pembelajaran ini akan dijadikan input
untuk memperbaiki proses pembelajaran berikutnya. Misalnya pada siklus I ditemukan
kelemahan-kelemahan dalam strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi, maka
kelemahan-kelemahan tersebut diperbaiki pada siklus II.
Deskripsi Siklus II
Pada prinsipnya kegiatan pada siklus II ini hampir sama dengan kegiatan pada
siklus I. Pelaksanaan tindakan pada siklus II terdiri dari empat tahap, antara lain:
1. Planning (Perencanaan Tindakan)
Kegiatan yang dilakukan meliputi: (a) Mendesain Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dengan menyajikan kompetensi dasar: 1.3.Menampilkan peran
serta dalam usaha pembelaan negara. (b) Menyiapkan materi ajar dan permasalahan
untuk disajikan sebagai bahan point-counterpoint atau debat pendapat bagi masing-
masing kelompok. (c) Menyiapkan media pembelajaran berupa power point. (d)
Menyusun lembar observasi catatan aktivitas siswa ketika mengikuti pembelajaran
dengan strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi. (e) Menyusun alat penilaian
yang berbentuk kisi-kisi dan soal-soal tes.
2. Acting (Pelaksanaan Tindakan)
Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini ada sedikit perubahan, yaitu pelaksanaan
point-counterpoint bervariasi dengan setting tempat duduk yang berbeda. Jika pada
siklus I tempat duduk siswa diseting dengan posisi searah, namun pada siklus II ini
diseting dengan variasi berhadap-hadapan antara kelompok satu dengan lainnya. Hal ini
dimaksudkan agar siswa memiliki daya kompetisi yang tinggi dalam melakukan point-
counterpoint atau debat pendapat. Langkah-langkah pelaksanaan tindakan pembelajaran
dilakukan sebagai berikut:
Pendahuluan: (1) Melakukan pre tes. (2) Melakukan apersepsi. (3) Menyampaikan
indikator pembelajaran.
Kegiatan inti, yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut: (1) Memilih issu-issu
tentang peran serta dalam usaha pembelaan Negara yang mempunyai 5 perspektif; (2)
Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah perspektif yang
telah anda tentukan, yaitu kelas dibagi ke dalam 5 kelompok yang masing-masing terdiri
dari 4 dan 5 orang; (3) Meminta masing-masing kelompok untuk menyiapkan argument-
argument sesuai dengan pandangan kelompok yang diwakili. Dalam aktifitas ini, pisahlah
tempat duduk masing-masing kelompok; (4) Mengumpulkan kembali semua siswa
dengan catatan, siswa duduk berdekatan dengan teman-teman satu kelompok; (5) Mulai
debat dengan mempersilahkan salah satu kelompok untuk memulai; (6) Setelah salah
seorang siswa menyampaikan satu argument sesuai dengan pandangan kelompoknya,
bantahan atau koreksi dari kelompok yang lain perihal issu yang sama; (7) Melanjutkan
proses ini sampai waktu yang memungkinkan; (8) Membuat rangkuman debat yang baru
saja dilaksanakan dengan menggarisbawahi atau mungkin mencari titik temu dari
argument-argumen yang muncul.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
84
Volume 14 No.01 Maret 2016
Penutup, diakhiri dengan kegiatan: (1) Peneliti yang sekaligus sebagai guru memberi
penguatan berupa kesimpulan; (2) Mengadakan penilaian akhir pelajaran
3. Observing (Pengamatan)
Melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran dengan menerapkan
strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi yang merupakan pengembangan
dari siklus I. Dalam pengamatan di sini, ingin mengetahui efektifitas strategi pembelajaran
point-counterpoint bervartasi apakah mampu meningkatkan daya kritis dan hasil belajar
siswa.
Teknik yang digunakan dalam pengamatan, peneliti dan kolaborator menggunakan
lembar observasi catatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Kemudian hasil
observasi dimanfaatkan untuk memberi kesimpulan.
4. Reflecting (Refleksi)
Peneliti merefleksikan temuan-temuan yang ada pada tindakan siklus II untuk
dijadikan acuan dalam pembelajaran berikutnya. Jika strategi pembelajaran point-
counterpoint bervariasi ini efektif atau bagus diterapkan dalam pembelajaran, khususnya
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, maka strategi pembelajaran tersebut
dapat digunakan untuk menyampaikan materi yang lain dalam pembelajaran PKn.
Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus
Pembahasan Siklus I
Pelaksanaan tindakan pada siklus I berjalan sangat kondusif, siswa nampak
antusias dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini tampak ketika siswa melakukan diskusi,
mereka benar-benar semangat kerjasamanya dalam membahas materi. Lebih-lebih
ketika melakukan debat pendapat atau point-counterpoint, siswa tampak dalam
kesungguhannya dengan memperlihatkan tanggung jawabnya melaksanakan tugas.
Secara garis besar diperoleh catatan selama pengamatan dalam proses
pembelajaran dengan strategi pembelajaran point-counterpoint bervariasi sebagai
berikut: (1) Siswa tampak ambisi melakukan debat pendapat di depan kelas, dan
kelihatan berkeinginan tinggi menjadi kelompok yang terbaik. (2) Kegiatan belajar
mengajar tampak hidup, siswa berpartisipasi aktif, interaksi sosial terjalin dengan baik,
kehidupan demokratis tampak ketika melakukan diskusi kelompok dan melakukan debat
pendapat.
Dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran siklus I, peneliti bersama
kolaborator memperoleh data sebagai berikut: (1) Kemampuan siswa menemukan ide
baru sebanyak 8 siswa (38%). (2) Kemampuan siswa dalam memberi argumen terhadap
ide yang muncul sebanyak 5 siswa atau (24%) dari 21 siswa. (3) Kemampuan siswa
dalam menganalisa sebab dan akibat dari ide yang muncul terdapat 3 siswa atau (14%)
dari 21 siswa. (4) Kemampuan siswa dalam memecahkan munculnya ide terdapat 5
siswa (24%). (5) Kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan terhadap ide terdapat 8
siswa atau (38%).
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
85
Volume 14 No.01 Maret 2016
Tabel 4
Hasil Pengamatan Tindakan Siklus I
No Indikator Ketercapaian Daya Kritis dalam
Pembelajaran Point-Counterpoint Bervariasi.
Banyaknya Siswa yang Merespon
Ya Tidak
1
2
3
4
5
Kemampuan siswa menemukan ide baru.
Kemampuan siswa dalam memberi argument
terhadap ide yang muncul.
Kemampuan siswa dalam menganalisa sebab dan
akibat dari ide yang muncul.
Kemampuan siswa dalam memecahkan munculnya
ide.
Kemampuan siswa dalam membuat
kesimpulan/keputusan terhadap ide
8 (38%)
5 (24%)
3 (14%)
5 (24%)
8 (38%)
13 (62%)
16 (76%)
18 (86%)
16 (76%)
13 (62%)
RATA-RATA 6 (28,57%) 15
(71,42%)
Penerapan model pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi pada siklus I dapat
disimpulkan bahwa rata-rata daya kritis siswa dalam menerima pelajaran menunjukkan
28,57%. Ada peningkatan daya kritis siswa sebanyak 114,32% dari kondisi awal yang
hanya rata-rata hanya 13,33%. Meningkatnya daya kritis siswa yang lebih dari 100% ini
menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan.
Setelah selesai tindakan pada siklus I kemudian dilaksanakan evaluasi belajar.
Hasil evaluasi diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 5
Analisis Hasil Belajar Siswa Kelas IXE pada Siklus I
No Rentang
Nilai
Jumlah
Siswa
Prosentase Kategori
1 90-100 8 38,095 Tinggi
2 75-90 10 47,619 Sedang
3 < 75 3 14,286 Rendah
Jumlah 21 100
Nilai Tertinggi 100
Nilai Terendah 65
Rata-rata 86,67
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
86
Volume 14 No.01 Maret 2016
Dari data tersebut diperoleh nilai hasil belajar siswa dengan rata-rata kelas 86,67.
Rata-rata tersebut sudah melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus
dicapai pada kompetensi dasar adalah 75.00. Dapat dikatakan ada peningkatan hasil
belajar jika dibandingkan dengan kondisi awal yang hanya rata-rata nilai hasil belajar
71,90. Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal dari perolehan data tersebut di atas
mencapai 85,71%. Dengan dicapainya ketuntasan belajar 85,71%, maka secara klasikal
dinyatakan tuntas belajar.
Dari pembahasan tersebut di atas, maka kegiatan pada siklus I ini dapat diambil
kesimpulan bahwa: (a) Ada peningkatan daya kriris siswa kelas IXE sebesar 114,32%,
dari kondisi awal 13,33% menjadi 28,57%. (b) Ada peningkatan hasil belajar siswa
sebesar 20,54%, dari kondisi awal rata-rata nilai hasil belajar 71,90 menjadi 86,67 pada
siklius I.
Perbandingan daya kritis dan hasil belajar siswa dapat disusun dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 6
Perbandingan Daya Kritis dan Hasil Belajar Siswa pada Kondisi Awal dengan
Siklus I
NO Ranah Rata-rata
Kondisi
Awal
Rata-rata
Siklus I
Keterangan
1 Respon Daya Kritis Siswa 13,33 28,57 Daya kritir siswa
meningkat 114,32%Nilai
hasil belajar siswa
meningkat 20,54%.
2 Nilai Hasil Belajar Siswa 71,90 86,67
1. Pembahasan Siklus II
Pada siklus II ini, siswa semakin tertarik pada strategi pembelajaran point-
counterpoint bervariasi. Ketertarikan siswa terletak pada modifikasi strategi
pembelajaran point-counterpoint yang sudah diterapkan pada siklus I. Pada siklus I
dilaksanakan dengan seting tempat duduk searah, sedangkan pada siklus II
dilaksanakan dengan setting tempat duduk melingkar berhadap-hadapan. Teknik ini
siswa merasa tertantang untuk melakukan eksplorasi melalui debat pendapat,
pembelajaran semakin efektif, sebab siswa semakin kritis dalam menanggapi masalah.
Hasil pengamatan diperoleh sebagai berikut: (a) Siswa tampak antusias sekali,
baik ketika diskusi maupun melakukan debat pendapat di depan kelas. Siswa kelihatan
berkeinginan tinggi untuk menjadi kelompok yang terbaik. (b) Kegiatan pembelajaran
menyenangkan, siswa melibatkan diri secara aktif, interaksi sosial terjalin dengan baik,
kehidupan demokratis tampak ketika melakukan diskusi kelompok dan melakukan debat
pendapat.
Hasil pengamatan pembelajaran siklus II, diperoleh data: (1) Kemampuan siswa
menemukan ide baru ada 11 siswa (52%), (2) Kemampuan siswa dalam memberi
argumen terhadap ide yang muncul ada 11 siswa (52%) (3) Kemampuan siswa dalam
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
87
Volume 14 No.01 Maret 2016
menganalisa sebab dan akibat dari ide yang muncul terdapat 5 siswa (24%), (4)
Kemampuan siswa dalam memecahkan munculnya ide menunjukkan 9 siswa (43%), (5)
Kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan/keputusan terhadap ide terdapat 8 siswa
(38%).
Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh peneliti dan kolabolator tersebut di
atas, dapat disusun dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 7.
Hasil Pengamatan Daya Kritis Siswa pada Siklus II
No Indikator Ketercapaian Daya Kritis dalam Pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi.
Banyaknya Siswa yang Merespon
Ya Tidak
1 2
3
4
5
Kemampuan siswa menemukan ide baru. Kemampuan siswa dalam memberi argument terhadap ide yang muncul. Kemampuan siswa dalam menganalisa sebab dan akibat dari ide yang muncul. Kemampuan siswa dalam memecahkan munculnya ide. Kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan/keputusan terhadap ide
11 (52%) 11 (52%)
5 (24%)
9 (43%)
8 (38%)
10 (48%) 10 (48%)
16 (66%)
12 (57%)
13 (62%)
RATA-RATA 9 41,90%)
12 (58,09%)
Data pengamatan tersebut menunjukkan adanya peningkatan daya kritis siswa
dari siklus I ke siklus II. Daya kritis siswa pada siklus I, respon siswa rata-rata 28,57%
atau sebanyak 6 orang dari jumlah siswa dalam kelas 21 orang. Pada siklus II daya kritis
siswa menunjukkan angka rata-rata 41,90% atau sebanyak 8 dari 21 oorang siswa. Ada
peningkatan daya kritis siswa sebesar 46,65%.
Setelah selesai pembelajaran pada siklus II kemudian dilaksanakan penilaian
untuk mengetahui hasil belajar siswa. Hasil belajar pada siklus II ini setelah dianalisa
diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 8
Analisis Hasil Belajar Siswa Kelas IXE pada Siklus I
No Rentang Nilai Jumlah Siswa
Prosentase Kategori
1 90-100 14 66,667 Tinggi 2 75-90 6 28,571 Sedang 3 < 75 1 4,762 Rendah
Jumlah 21 100 Nilai Tertinggi 100 Nilai Terendah 65
Rata-rata 92,14
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
88
Volume 14 No.01 Maret 2016
Dari data tersebut diperoleh nilai hasil belajar siswa dengan rata-rata kelas 92,14.
Terdapat peningkatan nilai hasil belajar dari siklus I dengan rata-rata nilai hasil belajar
86,67 menjadi 92,14 pada siklus II. Ada kenaikan sebesar 6,31%. Sedangkan rata-rata
ketuntasan belajar secara klasikal meningkat menjadi tinggi, dari 85,71% pada siklus I
menjadi 95,24% pada siklus II. Dengan dicapainya ketuntasan belajar 95,24%, maka
secara klasikal dinyatakan tuntas belajar.
Dari pembahasan siklus II tersebut dapat disimpulkan bahwa:
a. Ada peningkatan daya kriris siswa kelas IXE dari siklus I 28,57% menjadi 41,90%
pada siklus II. Peningkatan daya kritis tetersebut mencapai 46,65%.
b. Ada peningkatan hasil belajar siswa sebesar 6,31%, dari kondisi awal rata-rata nilai
hasil belajar 86,67 menjadi 92,14 pada siklius II. Prosentase ketuntasan belajar
klasikal meningkat tinggi menjadi 95,24%.
Perbandingan daya kritis dan hasil belajar siswa kelas IXE SMP Negeri 1
Mojosongo semester 1 Tahun pelajaran 2013/2014 padasiklus I dengan siklus II dapat
disusun dalam table sebagai berikut:
Tabel 9
Perbandingan Daya Kritis dan Hasil Belajar Siswa pada Siklus I dengan Siklus I
No Ranah Rata-rata
Siklus I
Rata-rata
Siklus II
Keterangan
1 Respon Daya Kritis
Siswa
28,57 41,90 Daya kritir siswa
meningkat 46,65%Hasil
belajar siswa
meningkat 6,31%.
2 Nilai Hasil Belajar Siswa 86,67 92,14
2. Pembahasan Antar Siklus
Pada kondisi awal penelitian, pembelajaran dilakukan dengan model
pembelajaran yang masih konvensional, yaitu dengan metode ceramah. Selama proses
pembelajaran berlangsung, siswa hanya pasif, tidak terjadi interaksi timbal balik antara
guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Sehingga tidak ada aktivitas siswa
selama pembelajaran, siswa hanya mendengarkan ceramah guru dan kadang-kadang
diselingi mencatat.
Kondisi seperti ini menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk berfikir secara kritis
dalam mengikuti pembelajaran. Setelah dilakukan pengamatan, daya kritis siswa hanya
rata-rata 13,33. Dampak terhadap hasil belajar siswa adalah rendah. Setelah diadakan
penilaian akhir pelajaran, hasil belajar siswa hanya mencapai rata-rata kelas sebesar
71,90. Nilai tersebut berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75.00 (hasil
belajar siswa rendah).
Rendahnya hasil belajar, menjadi permasalahan yang harus diselesaikan oleh
guru. Maka Peneliti yang juga sebagai guru mencari alternatif lain untuk memecahkan
masalah. Alternatif pilihan yang diambil adalah memilih strategi pembelajaran yang bisa
meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran point-
counterpoint bervariasi. Strategi ini dilaksanakan pada tindakan siklus I dan II.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
89
Volume 14 No.01 Maret 2016
Kegiatan pembelajaran siklus I peneliti sudah menerapkan strategi pembelajaran
point-counterpoint bervariasi. Selama proses pembelajaran dengan strategi point-
counterpoint berlangsung, siswa aktif dan kreatif. Siswa terlibat secara langsung
sehingga bisa mengembangkan potensinya secara optimal. Terjadi interaksi aktif timbal
balik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa. Pada saat melakukan debat
pendapat siswa begitu antusias dan penuh tanggung jawab terhadap tugasnya.
Tingkat daya kritis siswa dalam pengamatan selama proses pembelajaran pada
siklus I meningkat dari rata-rata 13,33% pada kondisi awal menjadi 28,57 pada siklus I.
Dengan meningkatnya daya kritis siswa tersebut, memiliki dampak positif terhadap hasil
belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan khususnya pada topic
usaha pembelaan negara. Setelah selesai kegiatan pembelajaran, peneliti melaksanakan
evaluasi belajar. Hasil evaluasi belajar yang dilakukan pada siklus I diperoleh nilai
dengan rata-rata kelas 86,67. Naik sebesar 20,54% dari kondisi awal yang hanya rata-
rata kelas 71,90.
Kenaikan daya kritis dan hasil belajar siswa yang didapat dari siklus I, menurut
peneliti masih perlu dinaikkan lagi supaya hasil semakin optimal. Maka peneliti
melakukan tindakan selanjutnya pada siklus II.
Pada siklus II, peneliti melakukan perubahan strategi pembelajaran point-
counterpoint bervariasi supaya siswa lebih berkompetisi dalam melakukan debat
pendapat. Debat pendapat yang semula pada siklus I dengan posisi duduk yang searah,
kemudian pada siklus II seting tempat duduk berhadap-hadapan secara melingkar.
Strategi seperti ini siswa semakin tinggi daya saing dan lebih kritis melakukan debat
pendapat. Dengan meningkatnya daya kritis diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar.
Terjadi peningkatan daya kritis dan hasil belajar siswa. Terbukti ketika dilakukan
pengamatan daya kritis siswa mencapai 41,90%. Setelah diadakan penilaian akhir
pelajaran hasil nilai siswa kelas IXE rata-rata adalah 92,14. Jika bandingkan dengan
siklus I, maka hasil nilai siswa pada siklus II ini mengalami kenaikan sebesar 6,31%. Dari
uraian tersebut di atas, maka dalam pembahasan antar siklus ini dapat disimpulkan
bahwa: (a) Ada kenaikan daya kritis siswa dari kondisi awal 13,33% menjadi 28,57 pada
siklus I, dan 41,90% pada siklus II. Dari kondisi awal ke siklus I naik secara signifikan
sebesar 114,32%, kemudian siklus I ke siklus II naik sebesar 46,65%. (b) Ada kenaikan
hasil belajar yang signifikan dari kondisi awal dengan rata-rata 71,90 menjadi 86,67 pada
siklus I, dan 92,14 pada siklus II Kenaikan nilai hasil belajar sebesar 20,54% dari kondisi
awal ke siklus I, dan 6,31% dari siklus I ke siklus II.
Berdasarkan data tersebut di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pelaksanaan
tindakan pada siklus I dan siklus II dapat meningkatkan daya kritis dan hasil belajar siswa
kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014 dari kondisi
awal secara signifikan. Dari Tingkat kemajuan atau perkembangan pembelajaran dapat
digambarkan dengan grafik sebagai berikut:
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
90
Volume 14 No.01 Maret 2016
Grafik 1.
Perbandingan Daya Kritis dan Hasil Belajar Siswa
pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
Hasil Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan data empirik, penelitian tindakan kelas ini telah
mampu menjawab hipotesa: (1) Melalui penerapan strategi pembelajaran Point-
Counterpoint bervariasi dapat meningkatkan daya kritis siswa pada mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan topi upaya pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP
Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014. (2) Melalui penerapan
strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topik upaya pembelaan
Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun pelajaran
2013/2014. (3) Melalui penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi
dapat meningkatkan daya kritis dan hasil belajar pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan topik upaya pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1
Mojosongo semester 1 tahun pelajaran 2013/2014.
SIMPULAN
1. Penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi dapat meningkatkan
daya kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topi usaha
pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun
pelajaran 2013/2014.
2. Penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topik usaha
pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1 tahun
pelajaran 2013/2014.
3. Penerapan strategi pembelajaran Point-Counterpoint bervariasi dapat meningkatkan
Daya Kritis Siswa
Hasil Belajar Siswa
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
91
Volume 14 No.01 Maret 2016
daya kritis dan hasil belajar pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan topik
usaha pembelaan Negara bagi siswa kelas IXE SMP Negeri 1 Mojosongo semester 1
tahun pelajaran 2013/2014.
DAFTAR PUSTAKA
Dasim Budimansyah. 2003. Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio. Bandung: PT. Granesindo
Diny Handayani, dan Sadiah Kusumahwati. 2009. Perencanaan Desain Pembelajaran
Bahan Ajar untuk Diklat e-Training PPPPTK TK dan PLB. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Luar Biasa.
Elin Rosalin. 2008. Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT. Karsa
Mandiri Persada.
E.Mulyasa. 2009. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hendy Herwawan. 2010. Teori Belajar dan Motivasi. Bandung: CV. Citra Praya.
Margaret E. Bell Gredler, 1991: 436. Belajar dan Membelajarkan Seri Pustaka Teknologi
Pendidikan No.11. Jakarta: CV. Rajawali. Radno Harsanto. 2005. Melatih Anak Berfikir Analistis, Kritis, dan Kreatif. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sri Hartati. 2007. Model Pembelajaran Inovatif. Semarang: Dinas Diknas.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Jakarta: Fokus Media.
Zaini, Hisyam, Munthe, Bermawy, dan Aryani Sekar Ayu. 2004. Strategi Pembelajaran
Aktif. Yogyakarta: CTSD (Center for Teaching Staff Development) Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Zaleha Izhab. 2005. Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis. Bandung: Nuansa
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
92
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
93
Volume 14 No.01 Maret 2016
Pengembangan ‘Cyeber’ Berbasis Website Pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Dasar
Tangsi Sasmito19
Abstract: Developing Instructional Basic Website „Cyeber‟ for Sains Studies Instruction of Elementary Schools. 2013.
The aims of this research are: (1) to develope instructional multimedia for sains instruction for the grade six students of elementary schools; (2) to investigate aspects the quality of the developed instructional basic website „Cyeber‟ for sains instruction.
The respondents of the try-out in this research consisted of one media specialist, one subject matter specialist, three students for one-to-one try-out, 12 students for the small-group try-out, and 30 students for the field try-out. The data collected in this research included the evaluation data from the subject matter expert, the evaluation data from the media specialist, and data from the students on the aspects of content, instruction, and media. The data were collected using an evaluation sheet for the media specialist and the subject matter expert, questionnaire for the one-to-one try-out, the small group try-out, and the field try-out, pretest and postest to reveal the effectiveness of the product implementation. The data were analyzed using the statistic descriptive technique.
The findings suggest that: (1) the product of the development of the instructional basic website „Cyeber‟ for sains instruction in the grade six of elementary schools is interactif; (2) the model was developed through steps consisting of analysis, design, production, and evaluation stages; (3) viewed from the content, instruction, and media aspects the quality of the developed instructional basic website „Cyeber‟ was very good with average score of “4.40” for the content, “4.39” for the instruction aspect, and “4.48” for the media aspect. The effeciveness of the developed instruction multimedia was indicated by difference in the students‟ average scores in the pretest (M=45.30) and the postest (M=73.19). The percentage of students who master the learning material after using the developed instructional multimedia was 85.11%.
Keyword: Developing„Cyeber‟, basic Website, Sains studies Instruction
19 Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
94
Volume 14 No.01 Maret 2016
PENDAHULUAN
Latar belakang
embelajaran merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
mencapai tujuan pendidikan karena pembelajaran merupakan proses interaksi
antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar, agar terjadi interaksi antara
peserta didik dengan sumber belajar, diperlukan fasilitas yang memungkinkan peserta
didik melakukan interaksi secara terarah dan efektif. Pembelajaran yang berpusat pada
siswa merupakan paradigma baru dalam pendidikan, tugas guru lebih banyak berperan
sebagai fasilitator yang memungkinkan peserta didik belajar dengan kehadirannya maupun
tanpa kehadirannya (Heni Safitri, 2006 : 17). Pandangan teori behavioristik tentang proses
belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dengan respon, seseorang
dianggap belajar jika mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Sedangkan
pandangan teori kognitif tentang belajar lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajar, pandangan kognitif menyatakan bahwa belajar tidak hanya melibatkan stimulus
dan respon saja tetapi merupakan bentuk teori belajar yang disebut model perseptual (Asri
Budiningsih, 2003).
Pembelajaran di sekolah saat ini banyak yang berlangsung secara monoton dan berpusat
pada guru sehingga siswa kurang mengetahui kompetensi pembelajaran yang harus
dikuasai. Indikator dari fenomena tersebut adalah kurangnya perencanaan pembelajaran
yang mengaktifkan siswa, kurangnya pengetahuan para pendidik tentang penggunaan dan
pengembangan media maupun multimedia pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang
belum kontektual dan kurangnya tindak lanjut serta umpan balik dari proses pembelajaran.
Pemanfaatan dan pengembangan multimedia saat ini sangat relevan dengan paradigma di
atas bahwa dalam pembelajaran memerlukan suatu alat atau media yang membantu siswa
dalam memperoleh pengalaman langsung melalui animasi, gambar, foto, teks maupun
film. Kenyataan sekarang banyak sekolah-sekolah khususnya sekolah dasar (SD) yang
memiliki komputer bahkan laboratorium komputer yang bisa dimanfaatkan untuk
pembelajaran tetapi sedikit guru yang mampu memanfaatkannya dalam pembelajaran
karena kurangnya informasi dan kemampuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan
multimedia pembelajaran.
Pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) SD diberikan kepada siswa untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Mempelajari IPA
khususnya kelas VI SD berarti mempelajari kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan
yang hidup berdampingan dengan mahkluk lain dan alam sekitar. IPA diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia melalui pemecahan
masalah yang dapat diidentifikasi (Depdiknas,2006:484).
Pembelajaran dengan pendekatan “cyeber” merupakan alternatif untuk meningkatkan
motivasi dan prestasi belajar siswa karena cyeber berarti cara yang efektif dalam belajar
dengan berbantuan komputer. Jadi pembelajaran dengan pendekatan cyeber mempunyai
maksud pembelajaran dengan cara yang paling efektif didukung pemanfaatan komputer
menggunakan perangkat multimedia berbasis web pembelajaran yang off-line, khususnya
mata pelajaran IPA.
P
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
95
Volume 14 No.01 Maret 2016
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah menghasilkan produk pengembangan berupa
multimedia berbasis web pembelajaran IPA SD kelas VI yang interaktif, mampu
memberikan latihan dan umpan balik secara langsung kepada siswa dan
menggunakannya dalam pembelajaran dengan pendekatan „cyeber‟ khususnya materi
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (SD) kelas VI pokok bahasan Bumi dan Alam
Semesta.
Agar pembahasan lebih spesifik perlu disampaikan lingkup pembahasan,
yaitu:
a. Pengembangan produk pembelajaran yaitu membuat produk dengan
mengadopsi pada penelitian dan pengembangan model Borg dan Gall melalui
tahapan uji coba dan revisi
b. Pembelajaran Cyeber adalah bentuk cara yang efektif dalam belajar dengan
berbantuan komputer berbasis web (off line)
Tujuan dan Manfaat Pengembangan
a. Tujuan penelitian ini adalah :
1) Mengembangkan produk multimedia pembelajaran IPA SD kelas VI dengan
penelitian dan pengembangan
2) Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah menggunakan
multimedia web dalam pembelajaran „cyeber‟
b. Manfaat penelitian ini adalah :
1) Upaya meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kualitas media
dan pemanfaatan web pembelajaran pada mata pelajaran IPA.
2) Pendekatan yang dilakukan adalah memanfaatkan komputer di sekolah atau
di rumah sehingga mampu memotivasi siswa belajar
3) Paradigma baru bahwa guru bukan sebagai satu-satunya sumber ilmu.
Definisi Istilah
Agar memperoleh gambaran yang lebih operasional dari penelitian maka dijelaskan
beberapa istilah berikut:
a. Pengembangan multimedia pembelajaran merupakan kegiatan mendesain,
memproduksi dan mengevaluasi suatu software multimedia berbantuan komputer
untuk pengembangan media pembelajaran IPA.
b. IPA adalah ilmu pengetahuan alam sebagai mata pelajaran yang mengkaji
tentang kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan yang hidup berdampingan
dengan makhluk lain dan alam sekitarnya.
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
96
Volume 14 No.01 Maret 2016
c. Cyeber dimaksudkan sebagai cara yang efektif dalam belajar dengan berbantuan
komputer memanfaatkan web pembelajaran khususnya IPA SD kelas VI
LAPORAN KEGIATAN
1. Prosedur Penelitian
Tahap-tahap penelitian mengadopsi model Borg & Gall (1983) meliputi: (1)
pemilihan jenis/model produk, (2) kajian literatur, (3) perencanaan, (4)
pengembangan bentuk awal produk dan revisi produk, kegiatan untuk mewujudkan
produk yang direncanakan; (5) uji lapangan awal dan revisi produk, (6) uji lapangan
utama dan revisi produk; (7) uji lapangan operasional dan revisi produk, (8)
diseminasi dan implementasi produk.
Gambar 1
Prosedur Pengembangan Multimedia
2. Langkah-Langkah Pembuatan Program Web Pembelajaran
a. Menyusun desain instruksional
Pada tahap desain instruksional ini terdapat beberapa tahapan yaitu:
1) Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan standar kompetensi
2) Menganalisis pembelajaran yang akan dibuat web pembelajaran
3) Mengidentifikasi karakteristik dan perilaku awal siswa
4) Menuliskan kompetensi dasar dan indikator
5) Menentukan kriteri dan tes acuan patokan
6) Menyusun strategi pembelajaran sesuai silabus
7) Mengembangkan bahan pembelajaran
Secara umum pada tahap desain web pembelajaran terkait instruksional perlu
memperhatikan jadwal pembelajaran, komponen pengguna, spesifikasi media
Sosialisasi dan
Diseminasi
Preliminary Field Test
Desian Hipotetik
Main Field Test
Operational Field Test
STUDI PUSTAKA
-teori
-hasil penelitian
yang relevan
STUDI LAPANGAN
Profil sasaran
kekuatan dan
kelemahan
-Tujuan
-Kemampuan
peneliti
-Partisipan
-Prosedur
-Uji kelayakan
terbatas
Desian
Hipotetik
PENDAHULUAN PENGEMBANGAN UJI LAPANGAN DISEMINASI
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
97
Volume 14 No.01 Maret 2016
yang akan dibuat, model pembelajaran, dan model kontrol serta bagaimana web
pembelajaran dikelola/dimanfaatkan.
Selain memperhatikan desain instruksional tersebut pembuat web harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Perencanaan
Tujuan-tujuan ini adalah termasuk antisipasi dan memutuskan target
untuk pengguna, tujuan dan sasaran dari informasi. Perencanaan juga
dilakukan untuk informasi domain dengan sebuah proses pendefinisian,
spesifikasi informasi pendukung yang harus dikumpulkan, bagaimana
informasi dikumpulkan dan bagaimana informasi tersebut di up date.
Perencana web juga harus mengetahui lebih dulu sumber lain yang
dibutuhkan untuk mendukung operasi dan pengembangan web.
2) Analisis
Proses mengumpulkan dan membandingkan informasi tentang web
dan pengoperasiannya dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas web
secara keseluruhan. Analisa dari perancang web, seperti isi dari web
kompetitor, harus dipertimbangkan. Seorang analis mempunyai banyak
alternatif dan mengumpulkan informasi untuk membantu proses
perencanaan, perancangan, implementasi dan pengembangan.
3) Perancangan
Sebuah proses yang dilakukan oleh perancang web, mengerjakan
spesifikasi web, membuat keputusan tentang bagaimana komponen web
diaktualisasikan. Proses ini menyangkut tujuan web tersebut, pengguna,
objek, dan informasi domain.
b. Langkah pengembangan prototype web pembelajaran
1) Memilih software program
a) Adobe photoshop integrasi flash
b) Dreamweaver
c) Frontpage
d) Microsoft Publisher
e) Wordpress/Blog
f) SJ Namo Editor
2) Membuat flowchart
Flowchart adalah skema/alur dari program bahan ajar yang akan
dikembangkan, flowchart ini disusun dengan alur tertentu meliputi :
a) Menu utama atau disebut Home, yang terdiri :
i. Pendahuluan berisi petunjuk dan prasarat yang dibutuhkan
ii. Standar kompetensi dan Kompetensi dasar serta indikator
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
98
Volume 14 No.01 Maret 2016
iii. Materi pembelajaran
iv. Tes umum untuk latihan dengan umpan baik/ feedback
v. Evaluasi pembelajaran dengan feedback dan penilaian
vi. Hiburan : Informasi ringan, game, atau foto-foto
vii. Referensi : pustaka, alat dan bahan serta profil pengembang
b) Sub menu , terdiri dari :
i. Pendahuluan untuk sub menu
ii. Materi sub menu
iii. Latihan-latihan dan feedback
iv. Tes/evaluasi materi pada sub menu
3) Membuat skrip/ story board
Story board merupakan kumpulan lembaran-lembaran desain tampilan
bahan ajar yang akan dikembangkan, lembaran tersebut berisi desain
tampilan meliputi pendahuluan, tampilan menu dengan navigasi, tampilan isi
dengan navigasi, tampilan tes atau evaluasi dengan navigasi, dll. Secara
umum pembuatan storyboard meliputi :
a) Membuat bagan site yang diperlukan untuk menyusun link dari Home,
menu, sub menu, materi, latihan , evaluasi, dan lain-lain
b) Membuat ilustrasi dan import informasi yang diperlukan (teks, gambar,
foto, animasi dan video) yang memuat :
i. Bagan
ii. Gambar
iii. Grafik
c) Memilih deskripsi verbal atau kebahasaan untuk penyampai
informasi/petunjuk serta soal-soal dengan memperhatikan :
i. Pemilihan kata yang benar
ii. Kalimat, menggunakan kalimat yang efektif dan baku
4) Menuangkan flowchart dan skrip dalam format komputer, untuk tampilan
dalam komputer dengan memperhatikan :
Slide layout
Slide design
Slide transition
SD color scheme
Animation scheme
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
99
Volume 14 No.01 Maret 2016
Sound
Design template
Auto content wizard
From exiting presentation
c. Memformat hasil pengembangan dalam web on-line maupun off-line :
1) Upload untuk disajikan secara online dengan sofware publish yang
mendukung program/ desain web (Web on-line) bersangkutan
2) Mengkopi dalam bentuk VCD dengan fasilitas software burning nero atau
nero expres (untuk web pembelajaran off-line)
3) Mengkopi dalam flash disk menggunakan fasilitas USB
4) Mengkopi dalam hard disk menggunakan system file komputer
Proses dibangunnya web menggunakan Hyper Text Markup Language (HTML)
lebih mirip dengan pengembangan software multimedia sebab menggunakan
syntax yang spesifik untuk link dari struktur web dalam sebuah bahasa formasi
dalam file komputer.
d. Langkah validasi/evaluasi
Setelah desain dibuat dan kembangkan dalam bentuk online atau offline
diujicobakan kepada pengguna/siswa untuk mengetahui kualitas web
pembelajaran secara teoritis maupun empiris, ujicoba bertujuan menggali
informasi untuk menjadi dasar pengambilan keputusan tentang web
pembelajaran yang dikembangkan. Uji coba dilakukan dengan serangkaian uji
coba produk dengan memberikan halaman khusus untuk komentar dan memberi
masukan bagi pengguna/ahli materi maupun media atau melalui angket
observasi. Hasil uji coba digunakan sebagai bahan masukan pengguna untuk
pertimbangan dalam melakukan perbaikan (evaluasi dan revisi ). Hal yang perlu
diperhatikan dalam tahap evaluasi dan validasi, diantaranya :
1) Kecapatan dan ketepatan saat akses pada menu dan sub menu web
2) Dokumen web mudah ditemukan saat akses (link )
3) Web mudah mengkonversi dengan web site yang lain saat on-line
4) Dapat memberikan kemudahan dan layanan khusus bagi pengguna yang
mengalami ketunaan indera atau cacat fisik lainnya
5) Substansi web pembelajaran menarik, bermanfaat dan menghindari unsur
SARA, etika dan estetika dari pengguna/siswa
6) Sistem operasi sederhana, mudah terbaca dan mudah ditelusuri
7) Untuk web offline disertakan petunjuk penggunaan dan kejelasan perintah
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
100
Volume 14 No.01 Maret 2016
3. Uji coba Produk
a. Desain Uji Coba
Produk tahap awal perlu divalidasi oleh ahli materi dan ahli media,
tinjauan ahli materi adalah untuk mengetahui kaidah-kaidah penyusunan materi
sedangkan tinjauan ahli media untuk mengetahui kelayakan produk sebelum
digunakan. Pelaksanaan uji coba dilakukan secara bertahap meliputi: (1) uji caba
perorangan, (2) uji coba kelompok, dan (3) uji coba lapangan di sekolah.
b. Subjek Uji Coba
Subjek uji coba produk ini adalah siswa kelas VI yang diambil sampel
secara acak 3 siswa untuk uji coba satu-satu dan 12 siswa untuk uji coba
kelompok kecil serta 30 siswa untuk uji coba kelompok besar
c. Teknik analisis data
1) Teknik analisis data kuisioner
Skala penilaian yang cocok digunakan untuk jumlah subjek sedikit adalah
skala 5, seperti dalam tabel konfersi berikut;
Tabel 1
Konversi Skor pada Skala 5
NILAI
INTERVAL
KATEGORI
A
X > i + 1, 80 SBi Sangat baik
B
i + 0, 60 SBi < X ≤ i + 1, 80 SBi Baik
C
i - 0, 60 SBi < X ≤ i + 0, 60 SBi Cukup
D
i - 1, 80 SBi < X ≤ i - 0, 60 SBi Tidak baik
E
X ≤ i - 1, 80 SBi Sangat tidak baik
Keterangan : X : skor rata-rata data empiris
Xi : rerata ideal = 2
1 ( skor maks. ideal + skor min ideal)
Sbi : simpangan baku ideal =6
1( skor maks. ideal-skor min.ideal)
Berdasarkan rumus konversi pada Tabel 1 di atas, dapat diperoleh
gambaran yang jelas dalam mengubah data kuantitatif menjadi data kualitatif.
Pedoman pengubahan data kuantitatif menjadi data kualitatif dipaparkan
dalam Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2
Pedoman Pengubahan Data Kuantitatif Menjadi Data Kualitatif
Interval Skor Nilai Kategori
X
X X
X X
X X
X
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
101
Volume 14 No.01 Maret 2016
X > 4,21 A Sangat Baik
3,40< X ≤ 4,21 B Baik
2,60< X ≤ 3,40 C Cukup Baik
1,79 < X ≤ 2,60 D Kurang Baik
X ≤ 1,79 E Sangat Kurang Baik
Keterangan :
Skor maksimal = 5 X i = 2
1 (5 + 1) = 3
Skor minimal = 1 SBi = 6
1 (5-1) = 0,67
X = Skor aktual
2) Analisis kelayakan produk
Produk multimedia dikategorikan layak untuk digunakan jika memenuhi
beberapa persyaratan meliputi kriteria pendidikan (educational criteria),
tampilan program (cosmetics), dan kualitas teknik (technical quality) dengan
skala 5 dikonversikan dalam skor tabel 3 :
Tabel 3
Konversi Skor ke Nilai pada Skala 5
Interval skor Nilai Kategori
X > X i + 1, 80 SBi A Sangat Baik
X i + 0, 60 SBi < X ≤ X i + 1, 80 SBi B Baik
X i - 0, 60 SBi < X ≤ X i + 0, 60 SBi C Cukup Baik
X i - 1, 80 SBi < X ≤ X i - 0, 60 SBi D Kurang Baik
X ≤ X i - 1, 80 SBi E Sangat Kurang Baik
Keterangan :
X i = Rerata ideal = 2
1 (skor maksimal ideal + skor minimal ideal)
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
102
Volume 14 No.01 Maret 2016
SBi = Simpangan baku ideal =6
1 (skor maksimal ideal–skor min. ideal)
X = Skor siswa hasil uji coba
3) Teknik analisis data dari pretest dan postest
Teknik untuk menentukan skor dan nilai rata-rata dari pretest dan
postest dalam penelitian ini menggunakan rumus berikut:
n
XX
Keterangan :
X = Rata-rata skor
X = Jumlah skor
n = Banyaknya responden
A. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN
1. Spesifikasi Produk Hasil Pengembangan
Produk multimedia dapat dioperasionalkan untuk semua jenis komputer
dengan spesifikasi minimal processor setara Pentium III, memory 32 MB, setting
monitor 800 x 600 pixel dan hardisk 120 MB dianjurkan ada CD-ROM. Sampel
tampilan menu atau sajian materi yang dikembangkan dalam CD pembelajaran
dengan berbasis web pembelajaran sebagai berikut:
Gambar 2
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
103
Volume 14 No.01 Maret 2016
Tampilan Halaman Menu Utama
Gambar 3
Tampilan Halaman Materi
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
104
Volume 14 No.01 Maret 2016
Gambar 4
Tampilan Halaman Menu Latihan
Gambar 5
Tampilan Halaman Evaluasi
2. Analisis Data Hasil Penilaian Ahli Materi
Ahli materi memberikan penilaian pada aspek pembelajaran dengan nilai
rata-rata keseluruhan 4,80 termasuk kriteria ”sangat baik” dan aspek materi
dengan nilai rata-rata keseluruhan 4,71 termasuk kriteria ”sangat baik”. Rata-rata
skor keseluruhan dari aspek pembelajaran dan aspek materi yaitu 4,75 setelah
dikonversikan ke skala 5 termasuk kriteria ”sangat baik”.
3. Analisis Data Hasil Penilaian Ahli Media
Skor total untuk aspek media 39 dan skor rata-ratanya 4,88 setelah
dikonversikan ke skala 5 termasuk kategori ”sangat baik”. Dari data penilaian
pembelajaran persentase baik 12,5% dan persentase sangat baik 87,5%. Revisi
produk telah dilakukan sesuai saran ahli media, disimpulkan bahwa produk
multimedia pembelajaran IPA hasil pengembangan dinyatakan layak.
4. Analisis Data Hasil Uji Coba Satu Lawan Satu
Ada tiga aspek yang dianalisis dalam uji coba satu lawan satu, yaitu
aspek pembelajaran, aspek materi, dan aspek media. hasil tanggapan terhadap
produk dalam uji coba digambarkan dalam diagram berikut:
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
105
Volume 14 No.01 Maret 2016
Skor rata-rata untuk aspek pembelajaran 4,64 dengan kategori sangat
baik, skor rata-rata untuk aspek materi 4,33 dengan kategori sangat baik dan
skor rata-rata untuk aspek media 4,71 dengan kategori sangat baik. Jumlah skor
keseluruhan untuk aspek pembelajaran, aspek materi dan aspek media adalah
91,74 dan rata-rata keseluruhan 4,59 termasuk dalam kategori ”sangat baik”
(hasil selengkapnya pada lampiran).
5. Analisis Data Hasil Uji Coba Kelompok Kecil
Dari data uji coba dijelaskan bahwa skor rata-rata keseluruhan untuk
aspek pembelajaran 4,71 setelah dikonversikan pada skala 5 berarti termasuk
kategori ”sangat baik”. Skor rata-rata keseluruhan untuk aspek materi 4,67
setelah dikonversikan pada skala 5 berarti termasuk kategori ”sangat baik”, dan
skor rata-rata keseluruhan aspek media 4,54 setelah dikonversikan pada skala 5
berarti termasuk kategori ”sangat baik”. Jumlah skor keseluruhan aspek
pembelajaran, aspek materi, dan aspek media adalah 92,66 dan skor rata-rata
keseluruhan 4,63 setelah dikonversikan pada skala 5 berarti termasuk kategori
”sangat baik” Hasil uji coba secara keseluruhan ditampilkan dalam diagram
berikut:
0
Gambar 6
Diagram Batang tentang Persentase
yang Diperoleh pada Uji Coba Satu Lawan Satu
MATERI PEMBELAJARAN MEDIA
2
3
4
4,71 4,33 4,64
PERSENTASE
5
4,71 4,67 4,54
PERSENTASE
Gambar 7
Diagram Batang tentang Persentase
yang Diperoleh pada Uji Coba Kelompok Kecil
MATERI PEMBELAJARAN MEDIA 1
2
3
4
5
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
106
Volume 14 No.01 Maret 2016
6. Analisis Data pada Kelompok Besar (Kelompok Responden)
Jumlah skor aspek Pembelajaran persentase tanggapan siswa terhadap
multimedia aspek pembelajaran yaitu siswa merespon kurang baik berjumlah 0%;
8,1% siswa memberikan respon cukup; 44,3% siswa memberikan respon baik;
dan 47,6% siswa memberikan respon sangat baik. Respon siswa terhadap
produk aspek pembelajaran digambar dalam diagram berikut (gambar 8) :
Jumlah skor aspek materi 21,96 dan rata-rata skor keseluruhan 4,39
dengan kategori sangat baik, persentase tanggapan siswa merespon kurang baik
ada 0%; siswa merespon cukup 7,3%; siswa merespon baik 45,9% dan siswa
merespon sangat baik 46,8%. (lihat gambar 9)
PERSENTASE ASPEK PEMBELAJARAN
PERSENTASE
Gambar 8
Diagram Batang tentang Persentase Aspek Pembelajaran
yang Diperoleh pada Uji Coba kelompok Besar
BAIK SANGAT
KURANG
KURANG 0
47,6
SANGAT
BAIK
44,3
0 CUKUP
8,1
PERSENTASE ASPEK MATERI
PERSENTASE
Gambar 9
Diagram Batang tentang Persentase Aspek Materi
yang Diperoleh pada Uji Coba kelompok Besar
BAIK SANGAT
KURANG
KURANG
0
46,8
SANGAT
BAIK
45,9
0
7,3
CUKUP
0 5
10 15 20
25 30
35 40
45
50
0
5 10
15 20
25 30 35
40
45
50
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
107
Volume 14 No.01 Maret 2016
Jumlah skor keseluruhan untuk aspek media 35,84 dan rata-rata skor
keseluruhan 4,48 dengan kategori sangat baik, sedangkan persentase
tanggapan siswa terhadap aspek media yaitu 0% siswa memberikan merespon
kurang baik; 5,8% siswa merespon cukup; 42,5% siswa merespon baik, dan 51,7
% siswa merespon sangat baik (gambar 10)
7. Langkah Cara Efektif Belajar Dengan Berbantuan Komputer (cyeber)
Beberapa langkah pembelajaran guru dalam mata pelajaran IPA kelas VI
berbantuan komputer dengan web pembelajaran sebagai berikut :
a. Tahap awal (10 menit)
Siswa diajak menyanyikan lagu “Bintang Kecil”
Siswa mendeskripsikan berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya
tentang bintang dan benda langit lainnya
Siswa mempersiapkan diri untuk kegiatan pretest
b. Tahap inti (40 menit)
Siswa mengerjakan pretest tentang Bumi dan Alam Semesta
Siswa mendiskusikan hal-hal yang belum diketahui terkait soal, setelah
kegiatan pretest dilaksanakan
Siswa membuka web pembelajaran untuk menemukan informasi-informasi
yang dibutuhkan terkait materi/pokok bahasan
Siswa mengerjakan latihan-latihan/tugas di dalam web dengan bimbingan
guru
Siswa membahas informasi-informasi yang belum jelas dengan bimbingan
guru atau menggunakan referensi lain
Siswa mengerjakan evaluasi (postest)
c. Tahap akhir (10 menit)
Siswa dan guru merefleksi pelaksanaan pembelajaran dan penggunaan web
pembelajaran
PERSENTASE
Gambar 10
Diagram Batang tentang Persentase Aspek Media
yang Diperoleh pada Uji Coba kelompok Besar
BAIK SANGAT
KURANG
KURANG
0
51,7
SANGAT
BAIK
42,5
0
5,8
CUKUP
0 5
45
50
55
40
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
108
Volume 14 No.01 Maret 2016
Siswa dibimbing membuat kesimpulan singkat tentang materi pelajaran
dalam bentuk catatan atau resume
Langkah pembelajaran untuk materi yang lain dapat mengadopsi model
pembelajaran di atas karena web pembelajaran yang dikembangkan mampu
menyimpan file/informasi yang banyak terkait pokok bahasan Bumi dan Alam
Semesta, guru tinggal membimbing siswa untuk mengakses menu yang akan
diajarkan dalam pembelajaran yang bersangkutan. Hal yang perlu diperhatikan
dalam penggunaan web pembelajaran ini adalah kemampuan dan spesifikasi
komputer serta software yang mendukung sehingga web pembelajaran dapat
diakses siswa dengan mudah dan lancar, aapun spesifikasi yang diharapkan
untuk mengopersionalkan web pembelajaran ini adalah komputer pentium III
pada resolusi minimal 800 X 600 ppi dengan didukung windows 2000 atau 2007
atau vista serta ada software macromedia flash maupun SJ Namo
8. Hasil Pembelajaran dengan pendekatan Cyeber
Setelah multimedia pembelajaran digunakan dalam proses pembelajaran
maka terjadi peningkatan prestasi yang dapat dilihat dari peningkatan skor tes
melalui pretest maupun postest. Subjek responden mengambil siswa kelas VI SD
Negeri Nglempong Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman dengan jumlah siswa
47 anak, instrument evaluasi menggunakan soal berjumlah 20 butir soal dengan
hasil sebagai berikut:
No. Siswa
KKM Skor Nilai
PRETEST POSTEST PRETES POSTEST
1 61 6 10 30 50
2 61 6 13 30 65
3 61 6 13 30 65
4 61 6 15 30 75
5 61 7 13 35 65
6 61 7 13 35 65
7 61 7 13 35 65
8 61 7 14 35 70
9 61 7 14 35 70
10 61 7 15 35 75
11 61 7 19 35 85
12 61 8 13 40 65
13 61 8 13 40 65
14 61 8 14 40 70
15 61 8 14 40 70
16 61 8 17 40 85
17 61 8 18 40 90
18 61 8 19 40 95
19 61 9 12 45 60
20 61 9 12 45 60
21 61 9 12 45 60
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
109
Volume 14 No.01 Maret 2016
22 61 9 15 45 75
23 61 9 15 45 75
24 61 9 15 45 75
25 61 9 16 45 80
26 61 9 19 45 95
27 61 10 11 50 55
28 61 10 13 50 65
29 61 10 13 50 65
30 61 10 13 50 65
31 61 10 13 50 65
32 61 10 14 50 70
33 61 10 14 50 70
34 61 10 15 50 75
35 61 10 15 50 75
36 61 10 16 50 80
37 61 10 16 50 80
38 61 10 16 50 80
39 61 10 18 50 90
40 61 11 15 55 75
41 61 11 17 55 85
42 61 12 13 60 65
43 61 12 16 60 80
44 61 12 18 60 90
45 61 12 20 60 100
46 61 12 20 60 100
47 61 13 18 65 90
Jumlah 426 700 2130 3490
Rata2 9.06 14.85 45.32 74.25
Menggunakan multimedia IPA hasil pengembangan dalam pembelajaran
kelompok responden mampu mencapai tingkat ketuntasan belajar siswa 85,11%
dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 61, rata-rata skor keseluruhan 73,19
yang berarti produk multimedia berbasis web pembelajaran ini sudah layak untuk
diimplementasikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Produk multimedia hasil penelitian dan pengembangan telah digunakan
dalam tahapan uji coba dan revisi. Data uji coba produk dianalisis menggunakan
statistik deskriptif, hasil analisis data disimpulkan sebagai berikut:
a. Pengembangan produk menggunakan kaidah-kaidah pengembangan yang
mengadopsi model Borg dan Gall melalui tahapan analisis kebutuhan, desain,
produksi, validasi, uji coba, revisi, dan distribusi.
b. Setelah diujicobakan dalam kelas responden yang terdiri 47 anak maka diperoleh
data ketuntasan belajar dengan KKM di atas ”61” sebanyak 85,11% rata-rata nilai
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
110
Volume 14 No.01 Maret 2016
keseluruhan 73,19 sehingga produk multimedia web pembelajaran hasil
pengembangan ini layak digunakan dalam pembelajaran IPA SD kelas VI.
2. Saran-Saran
a. Produk hasil pengembangan dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran secara
klasikal maupun individu
b. Pengembangan web pembelajaran ini tidak sampai uji efektifitas dan tahap
distribusi hanya dibatasi pada sosialisasi di tingkat gugus atau KKG
DAFTAR PUSTAKA
Borg,W. & V Gall, M.D. (2003). Educational research an introduction, 4 th ed. New York:: Pearson
Education, Inc.
Budiningsih, Asri. (2003). Belajar dan pembelajaran. Yogyakarta: FIP UNY
Depdiknas. (2006). Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Jakarta: Depdiknas
Indrawati. (2008). Hakekat IPA dan pendidikan IPA. Bandung: P4TK IPA
Mukminan. (1998). Belajar dan pembelajaran. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta
Poerwanti, Endang. (2008). Asesmen pembelajaran SD. Jakarta: Depdiknas
Pujiantoro. (2005). Desain grafis komputer. Yogyakarta: Andi Offset
Safitri, Heni. (2006). Pengantar pendidikan jarak jauh (PJJ). Jakarta: Depdiknas
Setijadi. (1994). Pemilihan dan pengembangan multimedia untuk pembelajaran. Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada
Suparman, M. Atwi. (2001). Desain instruksional. Jakarta : Universitas Terbuka
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
111
Volume 14 No.01 Maret 2016
Penerapan Model Pembelajaran Latihan Penelitian untuk
Meningkatkan Penguasaan Konsep IPA di SD 1 Gondoharum Kudus
Yuni Ratnasari20
Abstract: This study aims to 1) determine the effect of the application of research practice learning model to improve the mastery of science concepts in SD 1 Gondoharum Kudus. 2) determine the effectiveness of the application of research practice learning model to improve the mastery of science concepts in SD 1 Gondoharum Kudus.
Model research practice has five stages: the first confronts the problem, both searching and reviewing the data, analyzing the data and experimentation third, fourth and fifth stage of formulating the problem to analyze the research process. IPA concept mastery is the ability of teachers to address the basic concepts in cognitive, affective and psikomotor science.
This research uses a quasi-experimental research design one group pretest posttest equipped with descriptive analysis. This research subject is class IVA and IVB SDN 1 Gondoharum Jekulo Kudus. Techniques of collecting data in the form of data pre test, post test, observation, worksheets, and documentation. Analysis of data obtained from the mastery of concepts pretest and posttest. Pretest and posttest scores were tested with descriptive statistics include mean, median, standard devisasi, sknewness and persentiles. The next test as a condition of normality and homogeneity test t -test. T-test using paired samples t -test.
The success of this research can be seen from the effect of the application of learning exercise science research on mastery of concepts is shown t-test results sig. ( 2 - tailed) 0.35 < 0.05, there are differences in the data concluded graders post test experimental and control classes . That difference shows that the mastery of science concepts experimental class is better than the control class . The effective application of research to improve the practice of learning the mastery of science concepts seen in the value of the average pre-test to post-test increases 13.7.
Keywords : Research Training Model , quasi-experimental one group pretest posttest, IPA Concept Mastery.
PENDAHULUAN
enerapan kurikulum 2013 menuntut siswa untuk selalu aktif dalam proses
pembelajaran, menuntut guru untuk kreatif dalam mengembangkan
pembelajaran, menuntut sekolah untuk mampu menyediakan sarana dan
prasarana, serta menuntut orang tua dapat mendampingi belajar anak dirumah.
Perubahan kurikulum selalu di ikuti dengan perkembangan tingkat penguasaan konsep
oleh siswa. Contoh dengan kurikulum 2013, diharapkan siswa mampu menguasai ranah
20 Alumni Magister Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
P
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
112
Volume 14 No.01 Maret 2016
kognitif, afektif dan psikomotorik. Kurikulum 2013 menonjolkan kedudukan ranah afektif
dan psikomotorik menjadi tujuan yang utama, baru di ikuti ranah kognitif.
Berdasarkan hasil observasi di SD 1 Gondoharum Kudus menunjukkan bahwa
pada penerapan kurikulum KTSP belum menonjolkan ranah afektif dan psikomotorik.
Guru mengutamakan ranah kognitif, karena dituntut untuk dapat nilai bagus, naik kelas,
bahkan lulus sekolah. Ujian nasional menjadi standar utama sehingga melupakan ranah
yang lainnya.
Kondisi lain yang terlihat adalah guru selalu memberikan drill soal-soal, tanpa
menumbuhkan sikap dan keterampilan siswa untuk mampu menguasai konsep materi
sendiri. Penguasaan konsep tidak di anggap penting, penyelesaian soal dan jawaban
betul menjadi tonggak utama. Hal tersebut membuat guru melupakan model
pembelajaran yang inovatif.
KTSP menjelaskan bahwa Ranah kognitif, afektif dan psikomotorik merupakan
tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Ketiga ranah tersebut menuntut guru untuk
dapat memberikan model pembelajaran yang inovatif sehingga siswa dapat
meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Pembelajaran yang inovatif
dapat menggiring pemahaman pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa dalam
menguasai konsep dari materi pembelajaran.
Solusi yang diterapkan di SD 1 Gondoharum Kudus adalah dengan menerapkan
model latihan penelitian dalam pembelajaran. Latihan penelitian merupakan sebuah
model dimana pembelajaran diawali dengan permasalahan. Masalah tersebut akan
memancing rasa ingin tau yang tinggi dari siswa. Selanjutnya siswa harus menyelesaikan
permasalahan dengan melakukan sebuah percobaan. Percobaan di awali dengan
merangkai peralatan, kemudian menemukan data, menuliskan data, dan mengkaji data.
Selanjutnya berdasarkan data percobaan, siswa dapat mengorganisasikan, merumuskan
pembahasan, dan menjelaskan data. Di akhir siswa harus mampu memberikan
kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan. Model latihan penelitian yang dierapkan
dalam penelitian ini sejalan dengan Joyce dan Weil (dalam Udin S. Winataputra,
2001:17) ada lima tahapan yaitu Tahap Pertama Menghadapkan Masalah, Tahap Kedua
Mencari dan Mengkaji Data, Tahap Ketiga Mengkaji Data dan Eksperimentasi, Tahap
Keempat Mengorganisasikan, Merumuskan dan Menjelaskan dan Tahap Kelima
Menganalisis Proses Penelitian.
Model latihan penelitian dilaksanakan dengan memberikan pengalaman langsung
kepada siswa untuk dapat menyelsaikan permasalahan sendiri, menemukan sendiri,
sehingga mampu mengerti dan memahami konsep sesuai dengan temuannya.
Pembelajaran ini mampu menggugah semangat siswa untuk dapat memahami konsep
sebuah materi, terutama materi mata pelajaran IPA. Konsep IPA akan selalu mudah di
ingat, dipahami, dan di aplikasikan apabila siswa mengalami langsung.
Penguasaan konsep IPA adalah kemampuan guru untuk dapat mananamkan
konsep dasar IPA pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif sesuai
klasifikasi Bloom yaitu Tingkatan pengetahuan (knowledge), Tingkatan pemahaman
(comprehension), Tingkat penerapan (application), Tingkat analisis (analysis), Tingkat
sintesis (synthesis), Tingkat evaluasi (evaluation). Menurut Nana Sudjana (2009: 3)
mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
113
Volume 14 No.01 Maret 2016
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
Uraian taksonomi Bloom dan Nana Sudjana dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik, dimana penguasaan konsep IPA
merupakan rangkaian dari ketiga ranah tersebut. Seorang siswa dikatakan mampu
menguasai konsep IPA apabila siswa tersebut dapat mengikuti pembelajaran dengan
aktif, melakukan sendiri, memiliki sikap ilmiah yang tinggi dan akhirnya siswa mampu
memecahkan masalah. Jadi ketiga ranah tersebut tidak dapat dipisahkan, atau harus
mampu dikuasai oleh siswa secara menyeluruh.
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah 1)
Mengetahui pengaruh penerapan Model Pembelajaran Latihan Penelitian untuk
meningkatkan penguasaan konsep IPA siswa di SD 1 Gondoharum Kudus, 2) Untuk
mengetahui efektifitas Model Pembelajaran Latihan Penelitian untuk meningkatkan
penguasaan konsep IPA siswa di SD 1 Gondoharum Kudus.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasi experiment one group
pretest posttest yang dilengkapi dengan analisis deskriptif. Pengambilan data dilakukan
dengan menggunakan pretest dan posttest, observasi, dan lembar kerja siswa. Sebelum
diberikan perlakuan siswa diberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Pada
penelitian ini peneliti memberikan perlakuan kepada subjek peneliti berupa pembelajaran
yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran latihan penelitian. Setelah
perlakuan diberikan, kemudian diadakan posttest. Soal pretest dan posttest terdiri dari 19
soal pilihan ganda.
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV di SDN 1 Gondoharum Kecamatan
Jekulo Kabupaten Kudus tahun pelajaran 2014/2015. Jumlah siswa kelas IV di SDN 1
Gondoharum ada 3 kelas sebagai populasi. Sampel penelitian ini ada 2 kelas yaitu IVA
sebagai kelas eksperimen dan IVB sebagai kelas kontrol masing-masing sebanyak 23
siswa.
Prosedur penelitian quasi experiment one group pretest posttest yang dilengkapi
dengan analisis deskriptif. Berikut prosedur penelitian ditunjukkan oleh diagram 1.1.
Diagram 1.1 Prosedur Penelitian
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
114
Volume 14 No.01 Maret 2016
Uji validitas isi dilakukan untuk instrument tes penguasaan konsep IPA.
Selanjutnya data penelitian di analisis hasil pretest dan posttest. Pengujian validasi soal
kepada pakar ahli sains. Soal yang valid digunakan sebagai pretest dan posttest. Skor
pretest dan posttest diuji dengan statistik deskriptif frekuensi. Statistik deskristif ini
meliputi mean, median, standart devisasi, sknewness dan persentiles. Berikutnya
dilakukan uji normalitas dan homogenitas sebagai syarat Uji t-test. Uji t-test digunakan
untuk menentukan perbedaan antara pretest dan posttest. Penelitian ini menggunakan uji
paired sample t-test. Hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
H0 = H1, maka H1 diterima yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh model
latihan penelitian terhadap peningkatan penguasaan konsep IPA siswa kelas IV di
SD 1 Gondoharum Kudus.
H0 = H1, jika H0 diterima maka H1 ditolak yang menyatakan bahwa tidak terdapat
pengaruh model latihan penelitian terhadap peningkatan penguasaan konsep IPA
siswa kelas IV di SD 1 Gondoharum Kudus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian quasi eksperimen one group pre test post test dilaksanakan dengan
menerapkan model latihan penelitian Joyce dan Weil (dalam Udin S. Winataputra,
2001:17), dimana terdapat lima tahapan yaitu tahap pertama menghadapkan masalah,
tahap kedua mencari dan mengkaji data, tahap ketiga mengkaji data dan eksperimentasi,
tahap ke empat merumuskan masalah dan tahap kelima menganalisis proses penelitian.
Tahapan tersebut dilaksanakan dengan mengawali pre test untuk mendapatkan nilai
awal dimana kelas eksperimen sebesar 67,32 dan kelas kontrol sebesar 67,59. Kedua
kelas memiliki karakteristik yang sama.
Tahap pertama diawali dengan membentuk siswa menjadi 5 kelompok, dimana
masing-masing kelompok beranggotakan 4 dan 5 orang. Selanjutnya siswa dijelaskan
tentang alat dan bahan. Siswa diberikan permasalahan, dimana guru menunjukkan
sebuah gambar serta tanya jawab. Tahap kedua siswa keluar kelas untuk melakukan
penelitian, yaitu tentang bentuk daun dari berbagai tumbuhan. siswa menuliskan hasil
pengamatannya serta menggambarnya. Tahap ketiga siswa kembali masuk kelas untuk
mengolah data serta menyusun hipotesis. Dilanjutkan tahap ke empat yaitu siswa
mempresentasikan hasil pengamatan, kemudian tanya jawab seputar hasil tersebut.
Guru memberikan penguatan dari jawaban serta meluruskan jawaban yang kurang tepat.
Di akhiri tahap kelima yaitu guru bersama siswa menganalisis hasil pengamatan,
kemudian berdiskusi solusi untuk permasalah yang masih ada.
Pada akhir pembelajaran dilaksanakan post test di dapatkan hasil untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol sebagai berikut:
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
115
Volume 14 No.01 Maret 2016
Tabel 1.1 Hasil Nilai Post Test
Berdasarkan tabel 1.1 di dapatkan hasil nilai rata-rata untuk kelas eksperimen
sebesar 80,39 dan kelas kontrol nilai rata-rata sebesar 73,95. Data nilai tersebut di uji
normalitas diperoleh nilai signifikansi kelas eksperimen sebesar 0,187, sedangkan kelas
kontrol yaitu 0, 092. Nilai signifikansi kelas eksperimen dan kontrol > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data post test terdistribusi normal. hasil uji homogenitas data post
test diperoleh nilai signifikansi kelas eksperimen berdasarkan variabel kelas kontrol
sebesar 0,358, Nilai signifikansi > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data post test
memiliki varian yang sama.
Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup
bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Selaras dengan penelitian ini bahwa perubahan
tingkah laku kognitif siswa ditunjukkan dengan adanya perubahan dari nilai pre test ke
nilai post test, dimana untuk kelas eksperimen rata-rata meningkat 13,7 sedangkan untuk
kelas kontrol hanya meningkat 6,36. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan
perlakuan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Data post test telah teruji normal dan memiliki varian yang sama selanjutkan
dilaksanakan uji T-Test dengan SPSS. Berikut hasil uji T-test ditunjukkan pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 Uji T-Test
Berdasar tabel 1.2 menunjukkan bahwa nilai sig.(2-tailed) sebesar 0,35 < 0,05,
disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat perbedaan data post test
Jurnal Penelitian Teknologi Pendidikan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/teknodika
116
Volume 14 No.01 Maret 2016
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa
penguasaan konsep IPA kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Hasil
tersebut selaras dengan penelitian Tati Setiawati dkk (2012) dan Zaidatul Inaiyah dkk
(2014) yaitu bahwa model inquiry training dapat meningkatkan hasil belajar dan
penguasaan konsep IPA akan meningkat dengan melakukan praktikum.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelas eksperimen layanan penguasaan konten
IPA lebih baik dari pada kelas kontrol. Penyebab keadaan tersebut adalah dikelas
eksperimen diberikan model pembelajaran latihan penelitian dimana siswa diberikan
bimbingan aktif dalam melaksanakan penelitian. Siswa aktif melakukan langsung,
menemukan, menuliskan data, menemukan sesuatu yang baru serta menganalisis data
yang di dapatkan. Kelas kontrol siswa hanya mendengarkan, menulis dan menghafal,
disini siswa tidak aktif.
Jadi penerapan pembelajaran latihan penelitian berpengaruh terhadap
penguasaan konsep IPA dilihat dari Uji-t. Model pembelajaran latihan penelitian sangat
efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep IPA dilihat dari perubahan nilai pre test
ke post test siswa.
Daftar Pustaka
Betty Marisi Tunip. Penguasaan Konsep IPA dan Pajanannya Dalam Interaksi Kelas Di
SD Negeri Kotamadya Medan. Jurnal Pendidikan. Medan, 2000. h.173.
Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standasrt Isi Sekolah
Dasar. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. 2013. Permendiknas Nomor 63 Tahun 2013 Tentang Kurikulum 2013.
Jakarta: Depdiknas.
Edogogia. Pengaruh Umpan Balik Evaluasi Formatif. 2004. Vol.1. No. 1. h. 23.
Muhibin Syah. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet.3. h. 23.
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Rajawali Press (Hlm.254).
Saripudin W., Udin, (1989). Konsep dan Masalah Pengajaran Ilmu Sosial Di Sekolah
Menengah. Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti.
Sutarto. Buku Ajar Fisika (BAF) Dengan Tugas Analisis Foto Kejadian Fisika (AFKF)
Sebagai Alat Bantu Penguasaan Konsep Fisika. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan. Mei, 2005. No. 054. h. 237.
Tati Setiawati, dkk. Penerapan Model Pembelajaran Inquiri Training Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Mata Kuliah Praktek Industri Pada Program Studi Pendidikan Tata
Boga. Jurnal Penelitian Pendidikan. UPI. Bandung. Vol.13. No. 1, April 2012.
Zaidatul Inayah, dkk. 2014. Penerapan Pembelajaran Learning Cycle 5E Untuk
Meningkatkan Penguasaan Konsep Pada Materi Kalor siswa Di SMAN 9 Malang.
Jurnal Pendidikan Fisika. Universitas Negeri Malang. Vol.2. No. 1. 2014.
______. 2000. Teori-teori Belajar. Bandung: Erlangga. h.81-82.