program doktor ilmu hukum universitas …eprints.undip.ac.id/51642/1/ringkasan.pdf · 3. 2015 calon...
TRANSCRIPT
i
MODEL PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHANBERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG
BERKEADILAN
RINGKASAN DISERTASI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Doktor dalam Ilmu Hukum
ERY SETYANEGARA
NIM. 11010110500028
PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
85
4 Penyelesaian KonflikPertanahan Berbasis Pemberdayaan 2014
5Ormas dan LSM dalam Pemberantasan
IndeptPublisisting
20146
Perkara Dalam KonteksIndept
Publisisting2014
72012
8Dalam Memutus Perkara Pidana di 2012
9memutus perkara dalam konteks 2012
10alat bukti petunjuk KPK dalam perkara 2011
11Departemen Perikanan dan Kelautan RI,studi kasus Prof. Dr. Ir. Rohmin Dahuri,
2010
ii
TIM PROMOTOR
Promotor
Prof. Dr. Esmi Warassih Pujirahayu,S.H., M.S
Co-Promotor
Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, S.H., M.H.
iii
MAJELIS PENGUJI
Pada Sidang Ujian Promosi Doktor
Tanggal, Agustus 2015
Ketua : Prof. Dr. R. Benny Riyanto, S.H., M.H., CN
Sekretaris: Prof. Dr. FX Adji Samekto, S.H., M.Hum
Anggota :
1. Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si
2. Prof. Dr. Rahayu, S.H., M.H.
3. Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum.
4. Prof. Dr. Esmi Warassih Pujirahayu, S.H., M.S.
5. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, S.H., M.H.
84
8 2004 Election Training Project Kerjasama KPU RI,Australian Electoral Commision, U.N.D.P, IFES.
9 1995 Seminar Nasional Hubungan Ekonomi PolitikIndonesia - China, Fakultas Ekonomi UniversitasAtmajaya.
10 1993 dan KepentinganBusinnes Information Forum.
11 1999 Pendidikan dan Latihan Pemantau PemilihanUmum oleh KIPP, Jakarta.
12 1996 Pendidikan dan Latihan Calon Penatar IntiKamtibnas Tingkat Nasional, DirektoratBIMMAS MABES POLRI, Lemdiklat BrimobKepala Dua Jakarta.
13 1996 Pendidikan dan Latihan Bela Negara TingkatNasional Angkatan ke-XVII, Kerjasama KNPIBAKORSTANAS.
14 1996 Kursus PADNAS Tingkat Nasional,LEMHANAS RI Angkatan ke-XVI
15 1995 Pendidikan dan Latihan Manajemen OrganisasiKemasyarakatan (OKP) bagi pengurus OKPTingkat Nasional.
16 1995 Pendidikan dan Latihan Orientasi KewaspadaanNasional Bagi Pengurus OKP DKI Jakarta.
17 1995 Penataran Calon Penatar P4 Tingkat Nasional,Pola 144 Jam BP7 Pusat Jakarta.
E.Karya Ilmiah / Jurnal / Buku
No. Judul Penerbit danTahun
1Crime School
2014
2Restorative Justice
2014
32014
83
23 1996 - 1999 Kepala Departemen Kaderisasi Bela NegaraKNPI Kabinet Maulana Isman, Jakarta.
23 1996 - 1999 Wakil Sekjend. Forum Pemuda Pelopor RIKantor MENPORA.
24 1998 - 2000 Sekretaris Jenderal Forum KomunikasiKader Politik Pemuda Tingkat Nasional.
25 1995 Ketua Kelompok Kerja GDN - 95 KODAMJAYA, Jakarta
26 1993 - 1994 Biro Kaderisasi AMPI DKI Jakarta.27 1993 - 1994 HUMAS Media Karya, Jakarta.
D.Kursus / Seminar / PelatihanNo. Tahun Tempat1 2014 Seminar Nasional Hukum Progresif Universitas
Diponegoro, Semarang2 2014 Seminar Anti Korupsi (Pencegahan Korupsi dan
Pakem - Aliran Kepercayaan), UBL, Lampung3 2011 Asian Community In
Global Community Of NationUNDIP, Semarang
4 2011 Seminar Nasional Penyelenggaraan Peradilan :QUO VADIS Antara Penegak Hukum danPeradilan, Lab. FH dan Magister UniversitasLampung
5 2010Ilmu Hukum (Perspektif, Philosofis, Normatif,Sosio Legal). FH Universitas Diponegoro,Semarang
6 2010 Kursus Pendidikan Profesi Advokat (PKPA)PERADI dan DPC AAI Bandar Lampung SertaUniversitas Lampung
7 2009 Ketua Panitia Penyelenggara Seminar NasionalAnti Korupsi antara Dewan Pimpinan NasionalJaringan Pemberantasan Korupsi (JPK) danJAMPIDSUS KEJAKGUNG RI.
iv
MOTTO
Susungguhnya Allah Menyuruh (Kamu) berlaku Adil dan berbuat
Kebajikan, dan Allah Melarang dari perbuatan Keji,
Kemungkaran dan Permusuhan.Dia Memberikan Pengajaran
Kepadamu Agar Kamu Dapat Mengambil Pelajaran.
(An-Nahl : 90)
Hukum Bukanlah Suatu Skema Yang Final (Final Scheme) Namun
terus Bergerak, Berubah, Mengikuti Dinamika Kehidupan
Manusia, dan Hukum Juga Harus Dibedah dan Digali Melalui
Upaya-Upaya Progresif Untuk Mencari Cahaya Kebenaran
Dalam Menggapai Keadilan.
(Satjipto Rahardjo)
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yangtelah memberikan rahmat dan hidayah-Nya selama penulismenempuh pendidikan pada Program Doktor Ilmu HukumUniversitas Diponegoro (PDIH UNDIP) sejak September 2010,sehingga mampu menyelesaikan penulisan disertasi dengan judul:Model Penyelesaian Konflik Pertanahan Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat Yang BerkeadilanDisertasi ini mengkaji dinamika dari aspek sosial, dan aspek
hukum dan aspek kebijakan bagaimana model penyelesaiankonflik pertanahan di Mesuji yang berbasis pemberdayaanmasyarakat yang berkeadilan, kemudian apakah modelpenyelesaian konflik pertanahan yang berbasis pemberdayaansudah dilakukan dalam penyelesaian konflik MesujiLampung.selanjutnya bagaimana model penyelesaian konflikpertanahan berbasis pemberdayaan masyarakat yang berkeadilandi Mesuji dapat terwujud.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya prosespendidikan dan penulisan disertasi ini tidak terlepas dari bantuanberbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini izinkan penulismenyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepadasemua pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya pertama penulis sampaikan kepada yang terhormat danamat terpelajar Prof. Dr. Esmi Warassih Pujirahayu, S.H., M.S.selaku promotor dan co-promotor Prof. Dr. Nyoman Serikat PutraJaya, S.H., M.H. yang telah membimbing dan mengarahkanpenulis, dalam penyelesaian disertasi pada program Doktor IlmuHukum Universitas Diponegoro. Dan yang keduanya dengan tulus
82
7 2010 - 2015 Direktur Lembaga Independen danInvestigasi Kontrol Hukum (LIIKUM)Provinsi Lampung.
8 2010 - 2013 Sekretaris Biro Hubungan EksternalUniversitas Tulang Bawang, Lampung.
9 2013 Wakil Ketua Dewan Pakar Partai NasdemLampung
9 2010 Calon Bupati Lampung Tengah
10 2008 - 2012 Direktur Forum Kajian Kebijakan PublikLampung (FOKAL).
11 2008 - 2012 Dewan Pembina Komite Wartawan RepublikIndonesia (KWRI) Provinsi Lampung
12 2006 - 2015 Presiden Dewan Pimpinan Nasional JaringanPemberantas Korupsi (JPK).
13 2006 - 2010 Direktur LSM Nasional Yayasan LembagaEkonomi Masyarakat (YLEM)
14 2003 - 2008 Direktur Lembaga Advokasi dan ReformasiKebijakan Lingkungan (LINGKAR) ProvinsiLampung
15 2003 - 2008 Ketua Komisi Pemilihan Umum DaerahLampung Tengah, Lampung.
16 2003 - 2007 Sekretaris Dewan Pendidikan LampungTengah, Lampung.
17 2003 - 2007 Konsultan Manajemen Program (KMP)Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMLampung Tengah) Lampung.
18 2002 - 2015 Wakil Sekjend Komite Wartawan RepublikIndonesia (KWRI) Pusat.
19 2001 - 2003 Direktur Operasional Nusantara Jaya Raya(NJR), Lampung
20 1995 - 2000 Manajer Eksekutif PT. Masterindo PerdanaJaya, Jakarta.
21 1996 - 2000 Widyaiswara Kamtibnas, MABES POLRI,Jakarta
22 1997 - 1998 Penatar P4 DKI Jakarta.
81
B.Riwayat Pendidikan
No. Tingkat Nama Pendidikan Jurusan/Fakultas
Tahun
1 S3Universitas Diponegoro,Semarang
DoktorIlmu
Hukum2015
1 S2Universitas Bandar Lampung,Lampung
MagisterIlmu
Hukum2010
2 S1Universitas Bandar Lampung,Lampung
IlmuHukum
2009
3 S1STIE Satu Nusa Lampung Ilmu
Ekonomi2008
4 D IIINBA Collage InternasionalJakarta
Perbankan1994
5 STMSTM Negeri 1 TanjungKarang
Bangunan1990
6 SMP Persit KCK Tanjung Karang - 19877 SD Xaverius Tanjung Karang - 1984
C.Pengalaman Kerja / Organisasi
No. Tahun Jabatan1 2010 - 2015 Tenaga Ahli Walikota Bandar Lampung,
Lampung.2 2014 - 2015 Tenaga Ahli Bupati Lampung Utara,
Lampung.3. 2015 Calon Pimpinan Komosioner KPK.RI 2015-
20192014 Calon Anggota DPR RI Dapil Lampung II
(Partai Nasdem)4 2014 - 2015 Legal Consultant BTN (Persero) Regional
Sumatera5 2010 - 2015 Direktur LBH - SETYANEGARA.6 2010 - 2015 Direktur Eksekutif SETYANEGARA LAW
FIRM.
vi
dan sabar telah memberikan bimbingan, arahan, pencerahan, dandorongan semangat dalam penyelesaian disertasi ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi jugapenulis sampaikan kepada yang terhormat:1. Kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis, sehingga saya dapatmenyelesaikan jenjang pendidkan tertinggi di ProgramDoktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro.
2. Kepada kedua Orang Tua penulis Almarhum Hi. Abd. BasyidSepulau Raya dan Almarhumah Hj. Syamsidar yang telahmelahirkan dan membesarkan dengan penuh kasih sayang,mendidik dan mengajarkan arti perjuangan dalam hidupkepada penulis.
3. Kepada istriku, Nova Riza Sulianti,SE dan anak-anakkutersayang M. Faris Putra Setyanegara ; M. Sultan RaffiSetyanegara ; M. Tengku Raihan Setyanegara dan ChesiaAurel Putri Setyanegara yang telah sabar dan selalu menjadipenyemangat penulis dalam menempuh Pendidikan DoktorIlmu Hukum sampai terselesaionya Disertasi ini
4. Kepada Ayahanda dan Ibunda Mertua, Almarhum. Inani BinMai serta Almarhumah. Sukmawati.
5. Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH., M.Hum. selaku RektorUniversitas Diponegoro yang telah memberikan kesempatankepada penulis untuk menempuh pendidikan pada jenjangtertinggi PDIH UNDIP.
6. Prof. Dr. R. Benny Riyanto, S.H., M.H., CN selaku DekanFakulas Hukum UNDIP yang juga merupakan penguji.
vii
7. Prof. Dr. FX Adji Samekto, S.H., M.Hum. selaku KetuaProgram Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro danProf. Dr. Rahayu, S.H., M.H. selaku Sekretaris ProgramDoktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro yang telahmemberikan kesempatan, sarana dan bantuan selamamenempuh pendidikan serta sumbangsih pemikiran dalampenulisan disertasi ini.
8. Para Penguji Usulan Penelitian, Seminar Hasil Penelitian,Kelayakan, Pra Promosi Tertutup dan Promosi Terbuka, Prof.Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si, Prof. Dr. Suteki, S.H.,M.Hum.
9. Para Guru Besar serta Tenaga Pengajar pada PDIH UNDIP,Prof. Dr. Barda Nawawi S.H., Prof. Dr. I Gede A.B Wiranata,S.H., M.H., Prof. Dr Yusriyadi, S.H., M.S., Prof. Dr AriefHidayat, S.H., M.S., Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., (Alm)Prof. Dr. Paulus Hadisuprapto, S.H., M.H., Prof. Dr. FX.Sugiyanto, M.S.
10. Selanjutnya juga penulis menyampaikan ucapan terima kasihdan penghargaan yang tinggi kepada kekerabatan KejaksaanAgung Republik Indonesia:
11. (Alm) Prof. Dr. Marwan Efendi, S.H.,M.M.; H.M. Prasetyo,SH Jaksa Agung Republik Indonesia; Arminsyah, S.H., M.H(Jam Intel Kejagung RI).; Ajimbar, S.H., M.H.; Dr. M.Nurochmad, S.H., M.H.(Jam Datun Kejagung RI); Azhari,S.H., M.H., Teguh, S.H., M.H.; Sarjono Turin, S.H., M.H.;Widyantoro, S.H., M.H.; Yudi Handono, S.H., M.H.; Hi.Darmo Widjoyo, S.H., M.H.; dan Raja Nafrial, S.H., M.H.;yang selalu menjadikan sahabat diskusi, konsultasi sekaliguspemberi semangat penulis.
80
BIODATA
A.Identitas Diri
Nama LengkapJenis KelaminPekerjaanTempat/ TanggalLahirE-mail
No. Telpon
Nama Isteri
Nama AnakAlamat Kantor
Alamat Rumah
: ERY SETYANEGARA,S.E., S.H., M.H.: Laki-laki: Pengacara /Advokat: Tanjung Karang,13 Juni 1971: [email protected]: 0721 241306 HP. 0821.3327.5555: Nova Riza Sulianti,SE.: (1). M.Faris Putra Setyanegara
(15 Tahun)(2). M. Sulthan Rafi Setyanegara (13 Tahun)(3). M Tengku Reyhan Setyanegara (11 Tahun)(4). Chesia Aurel Putri Setyanegara ( 7 Tahun )
: (1). Jl.Way Abung No.34 PahomanBandar Lampung.
(2). Gd.Manggala Wana Bhakti Blok VII Lt.4Jakarta Selatan
: (1) Jl. Kalibata Raya No. 1 ApartemenKalibata CityTower C Lt. 15 CU, Kalibata JakartaSelatan
(2) Jl. Singosari I No. 26 Semarang, JawaTengah
(3) Perum Tanjung Raya Permai Blok CCNo. 3-4 Tanjung SenengKota Bandar Lampung
79
http://huma.or.id/kehutanan-dan-perubahan-iklim/konflik-kehutanan-di-indonesia-apakah-redd-peluang-atau-ancaman.html.
__________-http://www.haluankepri.com/nasional/53970-sektor-kehutanan-negara-rugi-rp691-triliun.html
Bunyamin Maftuh, Implementasi Model Pembelajaran ResolusiKonflik Melalui Pendidikan Kewarganegaraan SekolahMenengah Atas, Disertasi (tidak diterbitkan) UniversitasPendidikan Indonesia, 2005.
_________-Profil Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM), 2013.
Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 TentangPenanganan Gangguan Keamana Dalam Negeri, tahun 2014.
Peraturan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nomor002/KOMNAS HAM/IX/2011 Tentang ProsedurPelaksanaan Penyelidikan Proyustisia Pelanggaran HakAsasi Manusia Yang Berat.
Laporan Tim Terpadu Tindak Lanjut dan Monitoring PenangananKasus Mesuji Bulan September s.d Desember 2013,Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum danKeamanan Republik Indonesia.
Informasi Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Kehutanan,Edisi Tahun 2010 Nomor 1 s.d 4, Biro Hukum danOrganisasi Kementerian Kehutanan.
__________-Data Penduduk, Sido rukunPeraturan Sepanjang Adat Lampung, dikarang oleh Marga
Tegamongan, Boelan dan Soewai Oempoe.
viii
12. Rekan-Rekan Deputi V Kementerian Politik Hukum danKeamanan Republik Indonesia,; Komisi Nasional Hak AsasiManusia (Komnas HAM), Siti Noor Layla.; Kepala LitbangKementerian Kehutanan Republik Indonesia Prof. Dr. Ir. SanAfri Awang, M.Sc,; Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si.;Rekan-Rekan HuMa Andiko, S.H., M.H., ChalidMuhammad, S.H.; Nurul Firmansyah, S.H. yang selalumenjadikan sahabat diskusi, konsultasi dan pemberi referensikepada penulis.
13. Kepada Bapak Komjend. (Purn). Drs. H. Sjachroedin ZP(Mantan gubernur Lampung Periode 2008- 2013).; Irjend.Pol.(P) Drs. Darwan Siregar, M.Sc; Irjend Pol. Drs. SyaifulMaltha.; Brigjen Pol. Sulistyo Ishak.; Brigjen Pol. JodieRoseto.; Kombes Pol. Yusril Hakim YHS., SH.; menjadikansahabat diskusi, konsultasi sekaligus pemberi semangatpenulis.
14. Kepada Bupati Mesuji H. Khamami, SH, yang menjadikannara sumber, dan pemberi referensi kepada penulis.
15. Kepada Walikota Bandar Lampung Drs. H. Herman HN,M.M. yang telah memberikan dorongan semangat kepadapenulis untuk melanjutkan studi S3.
16. Bupati Lampung Utara H. Agung Ilmu Mangku Negara,S.SSTP., M.H., yang selalu memberi perhatian khusus,menanyakan kapan selesainya pendidikan Doktor.
17. Kepada Dr. Yuswanto, S.H., M.H. Pembantu Dekan IFakultas Hukum Universitas Lampung, Slamet Haryadi, S.H.,M.H. Hakim Pengadilan Tipikor Lampung, Dr. HS. Tisnanta,S.H., M.H. yang telah mendukung dalam penyelesaiandisertasi di PDIH UNDIP.
ix
18. Kepada Para Tokoh-tokoh Adat Megou Pak, Wan MaulySanggam Ketua Adat Megou Pak, Asaih Akib Kepala MargaTegamoan, Suttan Kaiser Kepala Marga Aji, Helmi GelarSuttan Tulang Bawang Kepala Marga Buay Bulan, HosiPagar Alam Kepala Marga Umpu, yang menjadikan narasumber, konsultasi dan pemberi referensi kepada penulis.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih danpenghargaan yang tinggi kepada :1. Rektor Universitas Bandar Lampung (UBL), Dr. Ir. Yusuf
Sulfarano Barusman, M.BA. yang telah memeberikansemangat dan dorongan kepada penulis untuk melanjutkanstudi S3 di PDIH UNDIP.
2. Teman-teman angkatan III/17/KPK UNDIP-UNILA, Hi.Zulfikar Ali Butho, S.H., M.H.; Dr. Heni Siswanto, S.H.,M.H.; Dr.Tri Herlianto, S.H., M.H., M.M.; Didiek R.Mawardi, S.H., M.H.; Dr.Tami Rusli, S.H., M.H.; Dr.Erlina,S.H., M.Hum.; Kingkin Wahyuningdiyah, S.H., M.Hum.;Dr.FX. Sumardja, S.H., M.H.; Dr.H. Sunaryo, S.H., M.H.;Dr.Marsudi Utoyo, S.H., M.H.; Dr. Bambang Hartono, S.H.,M.Hum dan (Alm). J, Pajar Widodo, S.H., M.H. Yang selalumemberikan semangat kepada penulis.
3. Rekan-rekan sejawat SETYANEGARA LAW FIRM dan LBHSETYANEGARA, Yustama, S.H.,M.H.; Resmen Kadapi,S.H., M.H.; Hermawan, S.HI., M.H.; Satria Muda SR., S.H.;Yopi Hendro, S.H.; Riski Menggala Putra, S.H.; Sugito, S.E.,M.M.; Marsoni, S.Kom.; Putri Flesia, Salamah, S.Pd; yangselalu memberikan semangat dalam menyelesaiakan di PDIHUndip.
4. Teman-teman sesama mahasiswa PDIH UNDIP yang tidakdapat saya sebutkan satu-persatunya, atas segala bantuan,kritik dan saran dalam menyelesaikan disertasi ini.
78
Undang-Undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 Tentang OTODA2004-2007, Citra Umbara.
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU RI Nomor 12Tahun 2011), CV. Karya Gemilang, 2014.
Undang-Undang Aparatul Sipil Negara (A.S.N) dan PeraturanPelaksanaannya, Focus Media, 2014.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Koleksi Buku TerbitanKOMNAS HAM, 2013.
Koleksi Terbitan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2013.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum AcaraPidana.
C. Sumber Lainnya:Anonim. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Cetakan Ketiga
Makalah tentang Pancasila Sebagai Pandangan Hidup BangsaIndonesia oleh Soedirman Kartohadiprodjo. 2009.
Makalah tentang Memasuki Bidang Penelitian Kualitatif olehNorman K. Denzin dan Yvona S. Lincoln.
Makalah tentang Teori, Konsep dan Paradigma dalam Kajian tentangManusia, Masyarakat dan Hukumnya.
_________-Makalah tentang Teori Hukum oleh Abdullah
_________-Makalah tentang Teori Hukum oleh Hasbi Hasan.
http://huma.or.id/kehutanan-dan-perubahan-iklim/konflik-kehutanan-di-indonesia-apakah-redd-peluang-atau-ancaman.html.
77
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004tentang Perencanaan Kehutanan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1999tentang Pengusahaan Hutan dan Hasil Hutan Pada HutanProduksi.
________-Undang-Undang Kehutanan, Pustaka Belajar, 2006
Naskah Komprehensif Perubahan Undang-undang Dasar NegaraRepublik Indonesia 1945, Hasil Perubahan 1999-2002,Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,2008
________-Himpunan Lengkap Undang-undang Tentang Desa,Saufa, 2014.
________-Himpunan Peraturan Tentang Keormasan, PT. TamitaUtama, 2013.
Peraturan Perundang-undangan Penyusunan A.P.B.D TahunAnggaran 2015, Fokus Media, 2014.
Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 22 Tahun 2009,tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan PeraturanRepublik Indonesia Nomor 55 tahun 2012, TentangKendaraan, Kesindo, 2012.
_________-Peraturan Pembentukan Produk Hukum Daerah, FokusMedia, 2014.
_________-Undang-Undang Peradilan Indonesia, Fokus Media,2010.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 TentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, CitraUmbara, 2009.
x
Terakhir penulis menyadari, disertasi ini masih jauh darisempurna. Mudah-mudahan, makna yang terkandung dalamdisertasi ini dapat menjadi bermanfaat untuk kita semua,baikdikalangan; Pemerintah, Penegak hukum, Praktisi, maupunmasyarakat umum lainnya.
Mudah-mudahan amal baik semua pihak mendapatkanbalasan yang setimpal dari Allah Subkarya yang sederhana ini dapat bermanfaat untuk pengembangankeilmuan hukum secara teoritis maupun praktis.
Semarang, Agustus 2015.Penulis,
Ery Setyanegara
xi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ....................................................................... i
Tim Promosi ........................................................................... ii
Tim Penguji Ujian Promosi................................................... iii
Motto....................................................................................... iv
Kata Pengantar ...................................................................... x
Daftar Isi................................................................................. xi
I. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang................................................................ 1
1.2.Permasalahan Penelitian ................................................. 5
1.3.Tujuan dan Kontribusi Penelitian ................................... 5
1. Tujuan Penelitian ........................................................ 5
2. Kontribusi Penelitian .................................................. 6
1.4.Metode Penelitian ........................................................... 6
II. Pembahasan dan Temuan
2.1.Pembahasan .................................................................... 7
1.Model-model Konflik Pertanahan ............................... 7
2.Penyelesaian Konflik Pertanahan ................................ 8
3.Cara-cara Penyelesaian Konflik Pertanahan ................ 10
a.Litigasi ..................................................................... 10
76
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.52/MenHut-II/2008. TataCara dan Persyaratan Perpanjangan Izin Usaha PemanfaatanHasil Hutan Kayu Alam Pada Hutan Produksi.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.57/MenHut-II/2008. ArahanStrategis Konservasi Spesies Nasional 2008 2018.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.58/MenHut-II/2008.Kompetensi dan Sertifikasi Tenaga Teknis PengelolaanHutan Produksi Lestari dengan Rahmat Tuhan Yang MahaEsa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002Tentang Hutan Kota;
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan FungsiKawasan Hutan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2008tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan RencanaPengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana PengelolaanHutan, serta Pemanfaatan Hutan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2004tentang Perlindungan Hutan.
75
E. Sumaryono, Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat, Kanisius,1999.
Erman, Suparman, Asal Usul Serta Landasan Pengembangan Ilmulam Buku: Menggagas Hukum
Progresif Indonesia, Pustaka Pelajar, 2006.
David, M Chalmers. Encyclopedia Americana, AmericanaCorporation.
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apadan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, GramediaPustaka, 2004.
Meuwissen Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, dan FilsafatHukum, Adita, 2007.
B. Undang-Undang dan Peraturan Lainnya :
__________-Pancasila
__________-UUD 1945
Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990. Konservasi Sumber DayaAlam Hayati dan Ekosistemnya. Biro Hukum dan OrganisasiSekretariat Jendral Departemen Kehutanan
Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999. Kehutanan. Biro Hukumdan Organisasi Sekretariat Jenderal Departmen Kehutanan.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Penjelasannya.Jakarta. Titik Terang.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.62/MenHut-II/2008.Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu HutanTanaman Industri dan Hutan Taman Rakyat.
xii
b.Non Litigasi.............................................................. 11
4.Konsepsi Konflik dalam Penyelesaian Konflik
Pertanahan ................................................................... 12
5.Konsepsi Pemberdayaan dalam Penyelesaian Konflik
Pertanahan Mesuji Lampung ....................................... 16
6.Konsepsi Keadilan dalam Penyelesaian Konflik
Pertanahan Mesuji Lampung ....................................... 19
a.Teori Keadilan Jeremy Bentham .............................. 19
b.Keadilan Menurut Pancasila..................................... 20
7.Model Penyelesaian Konflik Pertanahan
Menggunakan Chambliss-Seidman ............................. 25
a.Nilai-nilai Keadilan dalam Penyelesaian Konflik
Mesuji dengan Pendekatan Teori (The Triangular
of Natural Law and Its Pluralistic)........................... 27
b.Penyelesaian Konflik yang Dilakukan Melalui
Litigasi ..................................................................... 28
c.Penyelesaian Konflik yang Dilakukan Melalui Non
Litigasi ..................................................................... 29
d.Nilai-nilai Keadilan dalam Penyelesaian Konflik
Pertanahan ................................................................ 30
xiii
1) Nilai Keadilan dan Konsep Keadilan dalam
Penyelesaian Konflik Mesuji Lampung ........... 30
2) Konsep Keadilan .............................................. 31
3) Keadilan Distributif menurut John Rawls......... 32
4) Keadilan Menurut Pancasila ............................. 32
8.Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Megou Pak
Masuji Lampung.......................................................... 37
2.2.Temuan........................................................................... 38
1.Sejarah Konflik Tanah Megou Pak Tulang Bawang.... 38
2.Riwayat Konflik Tanah Register 45 Mesuji Lampung 40
a.Lokasi Moro-Moro ................................................... 41
b.Lokasi Tugu Roda, Karya Jaya, Karya Tani, Sawit
99, Air Mati, Suka Agung ........................................ 41
3.Ketidakpuasan Masyarakat Adat Terhadap
Perusahaan Sebagai Pemicu Konflik ........................... 41
4.Penyelesaian Konflik Pertanahan di Mesuji Lampung
yang Dilakukan oleh Pemerintah Daerah .................... 42
5.Upaya Pemerintah Daerah Propinsi Lampung
Terhadap Penyelesaian Konflik Mesuji Lampung ....... 44
6.Dampak-dampak dari Konflik Pertanahan di Mesuji
Lampung...................................................................... 47
74
Safitri, Myrna, Untuk Apa Pluralisme Hukum, Epistama Institute,HuMa & Forest People Programane, 2011.
_________Tak Ada Alasan Ditunda, HuMa, 2011.
T. Sirait, Martua & Rekan, Perencanaan Tata Ruang SecaraPartisipatif, Word Agroforerestry Center (ICRAF), 2013.
Kahman, Hisma & Rekan, Aturan Daerah dan Tenure MasyarakatAdat, Perkumpulan HuMa, 2011.
_________Mereka Yang Belum Setara, Kerjasama PontianakInstitute dan HuMa, 2011.
_________-Menuju Kepastian dan Keadilan Tenurial, HuMa, 2011.
Menski, Werner, Perbandingan Hukum Dalam Kontes Global, NusaMedia, 2011.
Akib, Muhammad, Politik Hukum Lingkungan, PT. Raja GrafindoPersada, 2012.
Yusriyadi, Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Sosial Hak MilikAtas Tanah, Genta Publishing, 2010.
Gunawan Wijaya & Kartini Mulyadi, Seri Hukum Harta Kekayaan,Hak-Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, 2004.
Pada Seminar Nasional Prospek Hukum Progresif di Indonesia diUNDIP, 2009.
Benjamin Cardozo, The Nature Of Judical Proces. New Heaven:Yale University Press. CA. Van Paursen. Susunan IlmuPengetahuan: Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu. TerjemahanJ. Drost. Ctk.3, Gramedia Pustaka Utama.
_________-Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989.
73
Moniaga, Adat Dalam
Prof. Dr. B. Arief Sidharta, SH., Refika Aditama, 2008.
__________-Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. PustakaPelajar. 1980.
__________-Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar. 2013.
__________-Penggunaan Masyarakat Merangkai Sebuah Kerangka.Pustaka Pelajar. 2012.
Sutedi, Adrian, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya,Sinar Grafika, Jakarta, 2008
Thohir, Mudjahirin, Memahami Kebudayaan. Teori, Metodologi,dan Implementasi. Semarang; Fasindo. 2007.
Wignjodipuro, Surojo ¸ Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat,Gunung Agung, Jakarta, 1982
Wignjosoebroto, Soetandyo. Hukum Dalam MasyarakatPerkembangan dan Masalah Sebuah Pengantar ke Arahkajian Sosiologi Hukum. Bayumedia Publishing. 2008
Williams, J.E.H, Criminology and Criminal Justice, Buttenn worth,London 1982.
Yusuf, Abdul Muis. Mohammad Taufik Makarao. HukumKehutanan di Indonesia. PT. Rineka Cipta. 2011.
Zubaedi. Pengembangan Masyarakat. PT. Fajar InterpratamaMandiri. 2013.
xiv
III. Simpulan........................................................................... 48
IV. Implikasi ........................................................................... 51
4.1.Secara Filosofis .............................................................. 51
4.2.Secara Teoritis ................................................................ 51
4.3.Secara Praktis ................................................................. 51
V. Rekomendasi .................................................................... 52
Daftar Pustaka ....................................................................... 53
Daftar Riwayat Hidup ........................................................... 64
1
I. Pendahuluan
1.1.Latar Belakang
Perkembangan dalam pengolahan tanah serta sejumlah
permasalahannya telah menjadi sejarah tersendiri di negara
Indonesia, sejak zaman penjajah kolonial sampai sekarang masih
meninggalkan permasalahan yang belum dapat terselesaikan.
Permasalahan mengenai tanah pada dewasa ini semakin kompleks,
disebabkan keadaan tanah yang terbatas sedangkan jumlah penduduk
yang semakin bertambah, harga tanah yang meningkat dengan cepat
dan kondisi masyarakat yang semakin sadar serta peduli akan
penting akan haknya. Berkaitan dengan hak tersebut, tentunya tidak
terlepas dengan semakin banyaknya kasus-kasus pertanahan yang
berujung konfik. Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan
benturan kepentingan (conflict of interest) di bidang pertanahan
antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkrit antara perorangan
dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum atau negara;
badan hukum dengan badan hukum lainnya.
Penguasaan dan kepemilikan tanah yang berkonflik juga
banyak terlihat dalam struktur masyarakat hukum adat, pada
umumnya selain dikenal dengan adanya tanah hak milik yang
bersifat individual, juga dikenal adanya tanah milik bersama
(komunal) yang lazim disebut sebagai Hak Ulayat atas tanah.1 Hak
Ulayat atas tanah ini dapat berupa lahan pertanian, perkebunan,
1Abdon Nababan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan setiap komunitas adat memiliki arealsekitar 8.000 hektar. Lihat Kompas, 23 April 2012, hlm.22.
Menurut Kepala badan Registrasi Wilayah Adat AMAN, Kasmita Widodo memperkirakan total luas tanah adat di Indonesiasekitar 10 juta hektar. Lihat Kompas, 21 April 2012.
72
Rahmat, Takdir. Hukum Lingkungan di Indonesia. PT. RajagrafindoPersada. 2011.
Roberts, Simon. Order and Dispute: An Introduction toLegal Anthopology, Harmonsworth: Penguin Books. 1979
Roberto Unger Mangabeira, Law in Modern Sociey-TowardCriticism of Social Theory, NY:The Free Press, 1976.
Safitri, MyrnaPenyelenggaran Pemerintah Menyimpang: Maladministrasi
Laporan Penelitian, KerjasamaKomisi Ombudsman Nasional dan Konsorsium PembaruanAgraria, 2002
akat Lokal PadaKawasan Hutan, Sebuah Arean Bagi Pluralisme Hukum:
KonferensiInternasional Penguasaan Tanah dan Kekayaan Alam diIndonesia yang Sedang Berubah: Mempertanyakan KembaliBerbagai Jawaban, Hotel Santika Jakarta, 11-13 Oktober2004.
Satjipto, Rahardjo, Hukum Dalam Jagad Ketertiban, Jakarta:UKIPress, 2006
Sarjita. Teknik Dan Strategi Penyelesaian Sengketa Atas tanah,Edisi Revisi, Tugu Jogja Pustaka, Yogyakarta, 2005.
Dari Adat ke Multikultur:Menggagas Format Kebijakan yang Tepat Bagi Masyarakat/
HakMinoritas, Multikulturalisme dan Dilema Negara Bangsa,Yayasan Interseksi, Jakarta,2007
Samekto, Adji, Kapitalisme, Modernisasi dan KerusakanLingkungan, Genta Press, Yogyakarta, 2008
71
Nurtjahjo Hendra, dan Fokky Fuad, Legal Standing KesatuanMasyarakat Hukum Adat, Salemba Humanika, Jakarta, 2010
Anthropology Point of Vi US-China Law Review,Volume 9, Number 1, February 2012
-prinsip Dasar Pengelolaan SumberDaya Alam yang Berkeadilan, Demokratis, dan
Focus Group Discussion dengan temaPertumbuhan Ekonomi Hijau Secara Inklusif (InclusiveGreen Growth) Bagi Pembangunan Nasional BerwawasanHijau: Peluang, Tantangan, dan Strategi, diselenggarakanBadan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK)Kementerian Luar Negeri RI tanggal 20 September 2013 diHotel Aston Tropicana, Cihampelas, Bandung.
Seminar Peran Masyarakat (Hukum) AdatDalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,Bagian Perdata Fakultas Hukum Undip, 24 November 2010.
Nurjaya, I NWithin the State Agrarian Law of Indonesia is It A Genuineor Pseudo- US-China LawReview, Volume 8, Number 4, April 2011.
Rahardjo, Satjipto. Hukum dan Masyarakat, Bandung,Angkasa,1990.
__________. Hukum dan Perubahan Sosial. Genta Publishing. 2009.
__________. Penegakan Hukum Progresif. PT. Kompas MediaNusantara. 2010.
2
padang penggembalaan, pemakaman, kolam, sungai, dan hutan
seisinya.2
Namun keberadaan Hak Ulayat atas tanah, terutama yang masih
berbentuk hutan adat, saat ini semakin tergerus oleh berbagai
kebijakan pemerintah yang mengabaikan eksistensi hak ulayat.
Misalnya dengan kebijakan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK)
Kementerian Kehutanan yang telah menetapkan sekitar 133,7 juta
hektar daratan Indonesia sebagai kawasan hutan.3 Klaim sebagai
hutan negara, ini antara lain agar memudahkan pemerintah
memperoleh dana segar dari pemberian izin terkait dengan
pemanfaatan hutan.4 Belakangan ini izin pemanfaatan hutan lebih
banyak digunakan untuk perkebunan kelapa sawit5 dan
pertambangan.6
Sebagai dampak dan akibat selanjutnya dari kebijakan tersebut
adalah merebaknya konflik antara Masyarakat Hukum Adat (MHA)
dengan pemilik modal atau dengan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) maupun dengan pemerintah sendiri. Selain itu beberapa
2Untuk kepentingan analisis,hak ulayat atas tanah ini hanya dibatasi dalam ruang lingkup lahan dan hutan, dengan tigaalasan: pertama, bagi masyarakat hukum adat,lahan dan hutan merupakan unsur utama dari hak ulayat atas tanah; kedua,
kelong di Batam, awig-awig hak ulayat laut di Lombok, sasi laut di Kep. Kei dan Raja Ampat; ketiga, tanah dan hutansering menjadi obyek konflik dan ditangani oleh lembaga pemerintah yang berbeda, tanah menjadi kewenangan BadanPertanahan Nasional dan hutan menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan.
3http;//www.dephut.go.id/files/Statistik_Kehutanan_2008_Planologi.pdf (diakses 19-2-2012).. Data terbaru menyebutkanbahwa pada tahun 2012, hutan Indonesia tinggal 45 juta hektar. Lihat www.badanplanologidephut.com, diakses 27 Juli2012.
4Sampai tahun 1991 telah diberikan izin 580 konsesi HPH dengan luas masing-masing rata-rata sekitar 105.000 hektar,sehingga totalnya mencapai 60 juta hektar atau sekitar 31 persen dari luas daratan RI, 1.992.570 km persegi atau setaradengan 192.257.000 hektar. Lihat Owen J. Lynch dan Kirik Taibott, Keseimbangan Tindakan: Sistem Pengelolaan HutanKerakyatan dan Hukum Negara di Asia Pasifik, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta, 2001,hlm.83.
5Data Sawit Watch menunjukan bahwa sampai bulan Juni 2010, pemerintah telah memberikan 9,4 juta hektar kepadaperkebunan sawit dan diperkirakan akan mencapai 26,7 juta hektar pada tahun 2020. Lihat Kompas 14 Januari 2012.
6Di Kalimantan Timur misalnya, luas izin pertambangan pada tahun 2011 meningkat 18 persen dibandingkan dengan tahun2010, umumnya izin dikeluarkan setelah pilkada atau menjelang pilkada. Hal yang sama tejadi di Jambi, NTB,Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah. Lihat Kompas, 22 Februari 2012.
3
konflik semakin parah dengan terbelitnya masalah penyewaan Hak
Ulayat pada jaman penjajahan Belanda yang tidak kunjung usai
setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Hingga saat ini sulit
dipastikan berapa jumlah konflik yang menyangkut hak ulayat. Dari
data Komnas HAM menyebutkan bahwa lembaga tersebut sampai
akhir 2011 telah menerima 700-800 kasus konflik tanah perusahaan
dengan masyarakat lokal. Data dari Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN) juga menyebutkan bahwa hingga akhir 2011
setidaknya pernah terjadi 530 konflik lahan di wilayah masyarakat
adat. Sedangkan catatan Sawit Watch menyebutkan bahwa pihaknya
telah menangani 663 kasus sengketa antara perusahaan perkebunan
sawit dengan masyarakat.7
Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanaan misi
pembangunannya cenderung menggunakan cara-cara otoriter dengan
tekanan militeristik yang sangat kental. Siapa saja masyarakat yang
berani menghalangi tujuan pembangunan dapat berurusan dengan
hukum dan militer.
Pemerintahan Orde Baru menginterprestasikan, bahwa Pasal
33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi : tanah, bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasi oleh Negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Pengertian dikuasai oleh negara adalah alasan kuat untuk tujuan
pemerintah tidak ada yang bisa menghalanginya.
7Kompas, 8 September 2011
70
Menski, Werner, Perbandingan Hukum Dalam Konteks Global:Sistem Eropa, Asia dan Afrika, Penerjemah M. Khozin, NusaMedia, Bandung, 2012
Maulana, M. Rizki, Model Penyelesaian Sengketa PT AsiaticPersada Pemegang HGU di atas Tanah Ulayat Suku AnakDalam Bathin Sembilan Kabupaten Batanghari ProvinsiJambi, Tesis, Magister Kenotariatan, Undip, 2013
Nader, Laura. Law in Culture and Society, Aldine PublishingCompany, Chicago, 1969.
Simposium UUPA dan Kedudukan Tanah-Tanah AdatDewasa Ini, Binacipta, Jakarta, 1978
Edi Petebang (eds), Pelajaran Dari Masyarakat Dayak:Gerakan Sosial dan Resiliensi Ekologis di KalimantanBarat, WWF da Institut Dayakologi, Pontianak, 2001
________________, Pengelolaan Sumber Daya Alam DalamPerspektif Antropologi Hukum, Prestasi Pustaka Publisher,Jakarta, 2008
SeminarHukum Adat dalam Politik Hukum Nasional,diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Airlanggatanggal 20 Agustus 2008 di Fakultas Hukum UniversitasAirlangga.
ND, Mukti Fajar, Yulianto Achmad. Dualisma Penelitian HukumNormatif dan Empiris. Pustaka Pelajar. 2010.
69
Lev, Daniel S. Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan danPerubahan. Terjemahan Nirwono dan AE Priyono. Jakarta:LP3ES, 1990.
Like Wilarjo, Realita dan Desiderata , Duta Wacana UniversityPress, 1990.
Luthan, Salman dan Agus Triyanya. Aparat. Jurnal Hukum, No, 9, Vol. 4 , 1997.
Lukito, Ratno, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, Studi tentagKonflik dan Resolusi Dalam Sistem Hukum Indonesia,Terjemahan dari Sacred and Secular Laws: A Study ofConflict and Resolution in Indonesia, Penerjemah InyiakRidwan Muzir, Pustaka Alvabet, Jakarta, Cetakan I 2008
Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu AtasTanah di Sumatera Timur (Tahun 1800-1975), Alumni,Bandung, 1978.
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, RemajaRosdakarya, Bandung, Cetakan ke-6, 1995
Menski, Werner, Comparative Law in a Global Context: The LegalSystems of Asia and Africa, Cambridge University Press,2006
Muladi, Barda Nawawi Arief. Teori dan Kebijakan Pidana. PT.Alumni 2010.
Moniaga, Sandra
Davidson, et. Al, Adat Dalam Politik Indonesia, KITLV-Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2010
4
Sejarah konflik tanah Ulayat dan tanah Marga adat Megou Pak
Mesuji Tulang Bawang Lampung, mengalami fase yang cukup
panjang, berawal dari bermukimnya masyarakat adat etnis Lampung
Way Umpu yang membentuk serta menetap pada 2 desa; yaitu (1).
desa Talang Batu, (2). desa Talang Gunung yang mendiami areal
Mesuji sejak tahun 1908 dan diakui oleh pemerintah Hindia Belanda
melalui Besluit Pan Den Resident der Lampoengshe tanggal 12
September 1918, kedua desa itu mempunyai 22 umbul (dusun/
pedukuhan).
Masyarakat Adat Megou Pak Mesuji Lampung, dari kedua
desa itu hidup dengan cara bercocok tanan, seperti karet, rotan,
kemenyan, dammar dan bambu dalam luas areal hutan adat seluas
lebih kurang 33.500 ha.
Pada tahun 1993, melalui SK Menteri Kehutanan Republik
Indonesia nomor 785/kpts-II/1993 tanggal 22 Oktober 1993 menjadi
Hutan Negara yang disebut Register 45 yang didalamnya terdapat 3
desa yaitu Talang Gunung, Talang Batu dan Labuhan Batin, dan
kemudian dengan alasan untuk kepentingan negara dalam
peningkatan sektor ekonomi serta menambah pendapatan keuangan
negara dari sektor industri maka ada penambahan luas areal, untuk
dikelola sebagai Hutan Tanaman Industri atau (HTI) yang diberikan
perizinannya kepada PT. Silva Inhutani Lampung melalui SK
Menteri Kehutanan Nomor 93/kpts-II/1997 pada tanggal 17 Febuari
1997 menjadi seluas 43.100 ha, adanya selisih penambahan
perluasan areal 9.700 ha.
5
Masyarakat Adat baik ketiga desa yang masuk dalam areal
perluasan maupun Masyarakat Hukum adat Megou Pak Tulang
Bawang Mesuji Lampung, mulai merasa kecewa dan cemas akan
perluasan areal itu,mereka menilai Pemerintah dalam hal ini pihak
Kementerian Kehutanan tidak berlaku adil dan memikirkan nasib
mereka serta masa depan anak dan cucunya,
Beriringan dengan waktu dan kesempatan yang ada setelah
Reformasi diawal tahun 2000, juga mulai masuknya para masyarakat
umum yang masuk dan mengelola lahan areal Register 45 untuk
bertani, menanam sawit dan singkong, mereka mendirikan
perkampungan yang disebut, Moro Dewe, Moro Seneng dan Moro
Dadi, masyarakat itu berasal dari wilayah Lampung dan luar
Lampung, menduduki areal seluas 4800 ha. Kegiatan serta usaha
mereka itu didukung pula oleh masyarakat hukum adat Megou Pak
Tulang Bawang Mesuji Lampung, hubungan yang baik dalam
kekerabatan adat mereka saling berinteraksi dan menjadi saudara
dalam adat, yang diakui oleh Tokoh-tokoh adat dari 4 Marga, yaitu :
marga Tegamoan, marga Suay Umpu, Marga Buai Bulan dan Marga
Aji.
Pada tahun 2004-2005 kembali bertambah masuknya
masyarakat pendatang, membuka lahan areal perkebunan di Register
45,1 ha per KK dengan jumlah sekitar 1.700 jiwa sampai di tahun
2012 jumlah mereka mencapai 15.000 jiwa. Hal ini menambah
catatan panjang serta kompleksitasnya konflik pertanahan di Mesuji
Lampung.Pemerintah dan Aparat Penegak hukum mencurigai
68
Simposium Masyarakat Adat Mempersoalkan KeberadaanMasyarakat Adat Sebagai Subjek Hukum, diselenggarakanoleh HuMa dan Epistema Institute, Jakarta, 27 Juni 2012
Ismail, Nurhasan, Hukum Dalam Lingkar Kehidupan KelompokMarjinal, Pidato dalam Rapat Senat Terbuka Dalam RangkaDies Natalis ke-67 Fakultas Hukum UGM, 19 Februari 2013
Juliantara, Dadang Noer Fauzi, Menyatakan Keadilan Agraria,Manual Kursus Intensif Untuk Aktivis Gerakan PembaruanAgraria, Badan Pelaksana KPA, Bandung, 2000
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: AksaraBam. 1986.
Kasim, Ifdhal, dan Johanes da Masenus Arus, Hak Ekonomi, Sosial,Budaya, ELSAM, Jakarta, 2001
-kebijakan Transnational Institutions yangMempengaruhi Peta Tenurial Security dalam Lingkup
KonferensiInternasional tentang Penguasaan Tanah dan KekayaanAlam di Indonesia yang Sedang Berubah: MempertanyakanKembali Berbagai Jawaban, Hotel Santika, Jakarta, 11-13Oktober 2004
Koesnoe, H. Moh. Dalam Irene A. Muslim, S. Jacobus E. Frans L
Florus, et. Al, Kebudayaan Dayak, Aktualisasi danTransformasi, Institut Dayakologi, Pontianak, Cet. Ke-3,2010
67
_____, T.O. (peny), Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993
Perlindungan Masyarakat Adat Dalam Konteks Pengelolaan
dalam Firsty Husbani (Peny), Demokratisasi PengelolaanSumber Daya Alam, ICEL, Jakarta, 1999
-Pokok Penting TentangMetodologi
Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodologis ke ArahRagam Varian Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta,2001.
Ife, Jim, Frank Tesoreiro. Community Development. Pustaka Pelajar.2004.
disampaikan dalam Seminar Pluralisme Hukum danTantangannya Bagi Pembentukan Hukum Nasional,Kerjasama BPHN- FH Unhas-Kanwil Depkumham SulawesiSelatan, tanggal 1-2 Mei 2007.
Ismail, Nurhasan, Perkembangan Hukum Pertanahan, PendekatanEkonomi-Politik, HuMa dan Magister Hukum UGM,Yogyakarta, 2007.
Ismatullah, Deddy dan Asep A. Sahid Gatara, Ilmu Negara DalamMulti Perspektif: Kekuasaan, Masyarakat, Hukum danAgama, Pustaka Setia, Bandung, 2007
dalam Sulistyowati Irianto danSidharta (Editor), Metode Penelitian Hukum, Konstelasi danRefleksi
6
adanya transaksional antara tokoh adat dengan masyarakat
pendatang adanya jual-beli tanah yang dilegalkan oleh masyarakat
hukum adat Megou Pak Tulang Bawang Mesuji Lampung. Dengan
ditangkapnya Tokoh Adat MPTBML, Wan Mauli B Sanggam pada
tanggal 3 Maret 2012, yang sempat dikecam keras oleh masyarakat
Tugu Roda dan Tokoh-tokoh adat 4 Marga MPTBML maupun
Tokoh-tokoh Marga Lampung lainya. Kepolisian dinilai telah
mengkriminalisasi salah satu tokoh adat Megou Pak dan tidak
menghargai kearifan lokal8
Tindakan yang dilakukan secara refresif oleh Penegak Hukum
Kepolisian daerah Lampung.dengan cara Litigasi dianggap tindakan
yang sangat berlebihan, masyarakat mengiginkan seharusnya
Pemerintah dan Penegak Hukum Harus adil arif dan bijaksana serta
menghargai nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Mesuji Lampung.
1.2.Permasalahan Penelitian
Permasalahan penelitian yang dirumuskan sehubungan dengan
latar belakang adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penyelesaian konflik pertanahan di Mesuji Lampung
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat?
2. Mengapa penyelesaian konflik pertanahan di Mesuji Lampung
yang telah dilaksanakan oleh pemerintah belum berbasis
pemberdayaan masyarakat yang berkeadilan?
8 Kompas.com,selasa 6 Maret 2012/ 14.02 wib
7
3. Bagaimana model ideal dalam penyelesaian konflik pertanahan
di Mesuji Lampung yang Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
yang berkeadilan?
1.3.Tujuan dan Kontribusi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengkaji dan menganalisa Penyelesaian konflik di
Mesuji Lampung yang dilakukan pemerintah daerah dan
pemerintah pusat.
b. Untuk mendeskripsikan, dan menganalisis penyelesaian
konflik pertanahan di Mesuji Lampung yang telah
dilaksanakan oleh pemerintah apakah sudah memberdayakan
masyararakat secara berkeadilan.
c. Untuk menemukan model ideal dalam penyelesaian konflik
pertanahan Mesuji Lampung yang berbasis pemberdayaan
masyarakat yang berkeadilan.
2. Kontribusi Penelitian
a. Kontribusi Teoritis
1) Memperkaya pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum
di bidang kehutanan, pertanahan, yang berkaitan dengan
pemberdayaan masyarakat secara berkeadilan.
2) Pengkayaan dan pengembangan hukum yang nantinya
memberikan kontribusi bagi pengembangan teoritis dan
66
Haar, Ter, Beginselen en Stelsel van Hef Adatrecht, terjemahan K.Ng. Soebakti Poesponoto, Asas-asa dan Susunan HukumAdat, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001
Hadikusuma, Hilman, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia,Mandar Maju, Bandung, 2003
Hamidi, Jazim, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum BaruDengan Interprestasi Teks, UII Press, Yogyakarta, 2005
Harsono, Boedi, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional,Universitas Trisakti, Jakarta, 2007
Hasanah, Yuliya, Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Tanah UlayatBaduy Pada Kawasan Hutan Lindung (Studi Kasus:Masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar, Desa Kanekes,Kec. Leuwidamar, Kab. Lebak, Propinsi Banten), SkripsiProgram Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, 2008.
Hasanusiman. Dinamika Hutan Rakyat di Indonesia. PustakaPelajar. 2010.
HarisBuM. Azzam Manan (ed), Nasionalisme dan KetahananBudaya di Indoensia, Sebuah Tantangan, LIPI Press, 2011.
Husni Anang. Hukum Birokrasi dan Budaya. Genta Publising. 2009.
Hutagalung, Arie S. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah HukumTanah, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta2005.
Iskandar, Johan, Ekologi Perladangan di Indonesia: Studi Kasusdari Daerah Baduy, Banten Selatan, Jawa Barat,Djambatan, Jakarta, 1992.
65
Creswell, John W., Research Design, Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif dan Mixed. Edisi Ketiga, Terjemahan AchmadFawaid, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2010
Chambliss, William J. & Robert B. Seidman, Law, Order andPower, Reading Mass, Addison-Wesley, 1971
Dahrendorf, Ralf dalam Bernard Raho. Teori Sosiologi Modern,Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2007.
Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. Penjabaran nilai-nilai Pancasiladalam Sistem Hukum Di Indonesia, Jakarta, PT. RajaGrafindo. 1996.
SantiajiPancasila, Suatu Tinjauan Filosofis, Historis dan YuridisKonstitusional, Usaha Nasional, Surabaya, 1991
Dj, Otong Setiawan. Teknik dan Panduan Menerjemahkan BahasaInggris Bahasa Indonesia. CV. Yrama Widya. 2004.
Friedman, Lawrence M. Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial. NusaIndah. 2009.
Giddes, Anthony. Problematika Utama dalam Teori Sosial. PustakaPelajar. 2009.
George, Ritzer & Goodman, Douglas J. ological6th edition, terj. Alimandan, Teori Sosiologi
Modern, Prenada Media, Jakarta, 2004.
Guba dan Linconc.SAGE Publications.
Gregory Leyh, Legal Hermeneutics, Diterjemahkan ke dalam BahasaIndonesia oleh M. Khozim, Nusa Media, Bandung, 2008.
8
konseptual tentang penemuan model penyelesaian konflik
pertanahan di Mesuji Lampung.
b. Kontribusi Praktis
1) Bagi pemerintah dapat digunakan sebagai rujukan kebijakan
dalam penyelesaian konflik pertanahan di Mesuji Lampung
yang memberdayakan secara berkeadilan.
2) Bagi masyarakat hukum adat Megou Pak Mesuji Lampung
penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan evaluasi
eksistensi, motivasi dan inspirasi dalam memperjuangkan
identitas budaya serta bertuk perjuangan untuk
mempertahankan hak-hak ulayatnya kepada negara.
3) Bagi elemen masyarakat sipil lainnya, sebagai bentuk
pembelaan kepentingan masyarakat serta pelestarian dalam
memperjuangkan eksistensi masyarakat hukum adat Mesuji
Lampung atau kearifan lokalnya agar tidak punah dan
tergerus modernisasi. Penelitian ini juga dapat menjadi
rujukan evaluasi penanganan konflik pertanahan pada daerah
lain di Indonesia.
1.4.Metode Penelitian
Menurut teori interaksionisme simbolik ini, realitas hukum yang
sesungguhnya nampak dalam simbol-simbol itu, yang hanya
dimengerti sesudah ditafsirkan. Maka realitas hukum yang demikian
itu tidaklah dengan mudah ditangkap melalui pengalaman dan
9
penghayatan-penghayatan internal yang membuahkan gambaran
pemahaman yang lengkap (verstehen).
Melalui konsep hukum ini penelitian ini akan mengidentifikasi
masalah yang terkait dengan bagaimana penyelesaian konflik
pertanahan di Mesuji Lampung dengan pendekatan pemberdayaan
dan mewujudkan keadilan sosial bagi masyarakat hukum adat
Megou Pak Tulang Bawang Mesuji Lampung. Penelitian ini
dilakukan secara partisifatif dalam kehidupan masyarakat adat
Megou Pak Tulang Bawang Mesuji Lampung guna menemukan akar
masalah serta jawaban permasalahan dari konflik pertanahan Mesuji.
Disamping itu juga peneliti melakukan wawancara yang mendalam
(in-depth) secara intensif dengan masyarakat yang menjadi
partisipan dari kehidupan sosial, ekonomi, budaya, serta hukum
masyarakat adat Mesuji Lampung.
II. Pembahasan dan Temuan
2.1.Pembahasan
1. Model-model Konflik Pertanahan
Tipologi konflik pertanahan merupakan jenis sengketa,
konflik dan atau perkara pertanahan yang disampaikan atau
diadukan dan ditangani. Tipologi konflik pertanahan yang
ditangani Badan Pertanahan Nasional RI dapat dikelompokkan
menjadi 8 (delapan), terdiri dari masalah yang berkaitan dengan :
a. Penguasaan dan Pemilikan Tanah, yaitu perbedaan persepsi,
nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan
64
Bedner,Pengakuan Hak atas Tanah Komunal di Indonesia: Sebuah
Masa Depan Hak-Hak Komunal Atas Tanah: BeberapaGagasan Untuk Pengakuan Hukum, Van VollenhovenInstitute, Universitas Leiden dan Bappenas, Jakarta, 2011
Beilharz, Peter. Teori-teori Sosial Observasi Kritis Terhadap ParaFilosof Terkemuka. Pustaka Pelajar. 2005
Berger, Peter L., Thomas Luckmann, The Social construction ofReality A treastise In The Sociology of Knowledge Tafsirsocial atas Kenyataan, Risalah tentang SosiologiPengetahuan, LP3ES, Jakarta, 1990
UUPA danKedudukan Tanah-Tanah Adat Dewasa Ini, Binacita,Jakarta, 1978
Burns, Collaborative Action Research for English LanguageTeachers, Cambrige, Cambrige University Press. 1999
S. Davidson, David Henley, Sandra Moniaga, Adat DalamPolitik Indonesia, Yayasan Pustaka Obor Indonesia-KITLV,Jakarta 2010
Cahyadi, Antonius, Donny Danardono. Sosiologi Hukum dalamPerubahan. Yayasan Obor Indonesia. 2009
dalam Antonius Cahyadi dan Donny Danardono (Editor),Sosiologi Hukum Dalam Perubahan, Yayasan OborIndonesia, Jakarta, 2009
63
Pluralisme Hukum : Konsep, Regulasi, Negoisasi DalamKonflik Agraria di Indonesia, Epitesma Institute-HuMA-Forest People Programme, Jakarta, 2011
Ali, Faried, Andi Syamsu Alam. Studi Keibijakan Pemerintah. PT.Refika Aditama. 2012.
Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum PidanaPerkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru. KencanaMedia Group. 2010.
_________-Pembaharuan Hukum dalam Perspektif KajianPerbandingan. PT. Citra Aditya Bakti. 2011.
_________-Tujuan dan Pedoman Pemindahan PerspektifPembaharuan Hukum Pidana dan Perbandingan BeberapaNegara. Oetama. 2009.
Baghi, Felix, Pluralisme, Demokrasi dan Toleransi, Ledalero,Maumere, 2012
Bakker, Laurens, Dapatkah kami memperoleh hak ulayat?, Tanahdan masyarakat di Kabupaten Paser dan Nunukan,
Moeliono, Hukum Agraria dan Masyarakat di Indonesia,HuMa, Van Vollenhoven Institute dan KITLV-Jakarta,Jakarta, Jakarta, 2010.
Bamba -Mempertegas IdentitasMasyarakat Adat Dayak Kalimantan dan Resiliensi
Petebang (eds), Pelajaran Dari Masyarakat Dayak: GerakanSosial dan Resiliensi Ekologis di Kalimantan Barat, WWFdan Institut Dayakologi, Pontianak, 2001
10
di atas tanah tertentu yang tidak atau belum tentu dilekati hak
(tanah Negara), maupun yang telah dilekati hak oleh pihak
tertentu;
b. Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, yaitu perbedaan
persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai proses
penetapan hak dan pendaftaran tanah yang merugikan pihak
lain sehingga menimbulkan anggapan tidak sahnya penetapan
atau perijinan di bidang pertanahan;
c. Batas atau letak bidang tanah, yaitu perbedaan pendapat, nilai
kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang
diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia maupun yang masih
dalam proses penetapan batas;
d. Pengadaan tanah, yaitu perbedaan pendapat, kepentingan,
persepsi atau nilai mengenai status hak tanah yang
perolehannya berasal dari proses pengadaan tanah, atau
mengenai keabsahan proses, pelaksanaan pelepasan atau
pengadaan tanah dan ganti rugi;
e. Tanah objek Landreform, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai prosedur penegasan, status
penguasaan dan pemilikan, proses penetapan ganti rugi,
penentuan subjek objek dan pembagian tanah obyek
Landreform;
f. Tuntutan Ganti Rugi Partikelir, yaitu perbedaan persepsi,
pendapat, kepentingan atau nilai mengenai Keputusan tentang
11
kesediaan pemerintah untuk memberikan ganti kerugian atas
tanah partikelir yang dilikwidasi.
g. Tanah Ulayat, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai status Ulayat dan masyarakat hukum
adat di atas areal tertentu baik yang telah diterbitkan hak atas
tanah maupun yang belum, akan tetapi dikuasai oleh pihak
lain;
h. Pelaksanaan Putusan Pengadilan, yaitu perbedaan persepsi,
nilai atau pendapat, kepentingan mengenai putusan badan
peradilan yang berkaitan dengan subjek atau obyek hak atas
tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah
tertentu.
2. Penyelesaian Konflik Pertanahan
Di Indonesia, konflik pertanahan yang ada diselesaikan
melalui Pengadilan Umum dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Namun dari sekian banyaknya kasus yang masuk ke badan
peradilan tersebut, banyak yang diselesaikan dengan hasil yang
kurang memuaskan, sehingga berkembanglah pandangan di
masyarakat bahwa badan peradilan tidak optimal dalam
menyelesaikan sengketa pertahanan. Akibatnya, rasa keadilan
dan kepastian hukum yang diharapkan masyarakat tersebut tidak
terpenuhi, bahkan yang ada hanyalah persoalan baru yang
dampaknya justru memperburuk kondisi yang ada.
62
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku :
Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Granit.2004.
Afiff, Suraya A,dalam Yayasan Kemala,
Tanah Masih di Langit, Penyelesaian Masalah PenguasaanTanah dan Kekayaan Alam di Indonesia yang tak KunjungTuntas di Era, Reformasi, Yayasan Kemala, 2005
ir dan dalamHutan, Bogor, 19-22 Februari 2006.
_______, Pendapat Hukum Terhadap RPP Tatacara Penetapan danPengelolaan Hutan Adat, HuMa, Jakarta, 2009
Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum dan Teori Keadilan, TermasukInterprestasi Undang-Undang, Kencana Prenada MediaGroup, Jakarta, 2009
AMAN, Memahami Dimensi-Dimensi Kemiskinan Masyarakat Adat,AMAN & ICCO, Jakarta, 2010
Adib, Mohammad. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar. 2010.
Arizona, Yance et.al, Dinamika Implementasi Pengakuan HukumHak Masyarakat Adat Atas Sumberdaya Alam, LearningCetre-HuMa, Jakarta, 2010.
Kepastian Hak Masyarakat Atas Tanah dan Kekayaan Alam:Perkembangan dan Masalahnya di Kabupaten Sigibiromaru,
itri, Untuk Apa
61
yang dituangkan dalam berita acara penyelesaian konflik
pertanahan di Mesuji Lampung.
2. Menginventarisasi ulang Jumlah Masyarakat Adat serta
masyarakat pendatang untuk dibuat kesepakatan penyelesaian
konflik pertanahan dengan Model Pemberdayaan.
3. Pengembalian tanah (inclave) ke masyarakat Adat MPTBM
Lampung untuk dapat dikelola oleh masyarakat Hukum Adat
sebagai Hutan Adat.
4. Mencabut izin yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan SK
tahun 1997 pemegang pelaksana HGU PT. Silva Inhutani
Lampung yang diteruskan oleh PT. BSMI.
5. Selanjutnya apabila akan dikelola kembali oleh Perusahaan harus
ada komitmen dan perjanjian ulang dari model pemberdayaan
berupa kemitraan.
12
Pola-pola penyelesaian konflik pertanahan di luar pengadilan
yang dilakukan adalah : negosiasi, musyawarah mufakat dan
mediasi. Negosiasi dilakukan dengan jalan dimana para pihak
yang berkonflik duduk bersama untuk mencari jalan terbaik
dalam penyelesaian konflik dengan prinsip bahwa penyelesaian
itu tidak ada pihak yang dirugikan (win-win solution), kedua
pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Musyawarah mufakat
adalah langkah lebih lanjut dari negosiasi. Jika dalam negosiasi
tidak terdapat kesepakatan yang saling menguntungkan, maka
langkah lebih lanjut adalah melakukan musyawarah mufakat
dengan melibatkan pihak lain selaku penengah. Hasil
musyawarah tersebut selanjutnya dibuatkan surat kesepatakan
bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan para saksi.
Mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaan
kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan yang
dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekananan atau
paksaan. Dengan demikian solusi yang dihasilkan mengarah
kepada win-win solution. Upaya untuk win-win solution itu
ditentukan oleh beberapa faktor:
1. Proses pendekatan yang objektif terhadap sumber sengketa
lebih dapat diterima pihak-pihak yang memberikan hasil
yang saling menguntungkan, dengan catatan bahwa
pendekatan harus menitikberatkan pada kepentingan yang
menjadi sumber dan bukan pada posisi atau kedudukan para
pihak.
13
2. Kemampuan yang seimbang dalam proses negosiasi atau
musyawarah. Perbedaan kemampuan tawar menawar akan
menyebabkan adanya penekanan oleh pihak satu terhadap
yang lain.
Dengan berjalannya waktu, penyelesaian konflik pertanahan
melalui ADR secara implisit dimuat dalam Peraturan Presiden
Nomor 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional
(BPN). Dalam struktur organisasi BPN dibentuk satu
kedeputian, yaitu Kedeputian Bidang Pengkajian dan
Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. BPN telah pula
menerbitkan Keputusan Kepala BPN No. 34 tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah
Pertanahan yang telah diganti dengan Peraturan Kepala BPN No.
3 tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan
Kasus Pertanahan. Dalam menjalankan tugasnya menyelesaikan
konflik pertanahan, BPN melakukan upaya antara lain melalui
mediasi.
3. Cara-cara Penyelesaian Konflik Pertanahan
a. Litigasi
Litigasi adalah penyelesaian sengketa atau konflik yang
paling umum, yaitu melalui mekanisme membawa sengketa ke
pengadilan dimana hakin akan membuat putusan. Litigasi harus
berdasarkan aturan yang ketat dan mengikat. Saat ini Indonesia
sedang melakukan reformasi sistem hukum untuk mencapai hal
60
beserta kearifan lokalnya agar mendapat perlindungan dari
negara.
3) Bagi elemen masyarakat lainya agar tidak arogansi dalam sikap
dan perilaku dalam memperjuangkan hak-haknya tetap dalam
koridor hukum dan aturan.
4) Bagi akademisi, penelitian ini dapat digunakan untuk
memperkuat penelitian-penelitian sebelumnya dengan topik
atau tema yang sama dalam perspektif yang berbeda, sehingga
penelitian ini juga dapat digunakan untuk membangun
penelitian lebih lanjut.
V. Rekomendasi
Untuk menyelesaikan konflik pertanahan di kawasan hutan
Register 45 Sungai Buaya, Pemerintah Pusat (Kementerian
Kehutanan), Pemerintah Provinsi Lampung, Pemerintah Kabupaten
Mesuji serta Instansi terkait duduk bersama, merumuskan
kesepakatan dan hal-hal yang berkaitan dalam pengelolaan
pertanahan di Mesuji yang melibatkan partisipatif masyarakat Adat
dan Pendatang.
Penyelesaian konflik pertanahan di Mesuji Lampung, harus
dilakukan langkah-langkah sbb :
1. Pemetaan kawasan areal Register 45, untuk dapat bersama sama
Tokoh Adat Megou Pak TBML dan Masyarakat bersama sama
dilibatkan dalam pengukuran ulang dan membuat kesepakatan
59
IV. Implikasi
4.1.Secara Filosofis
Agar dapat berpengaruh pada Perubahan Paradigma berfikir;
baik menyangkut budaya, hukum dan sosialnaya,untuk Masyarakat
Hukum adat Megou Pak Tulang Bawang Mesuji Lampung,
Masyarakat pendatang, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat,
Penegak Hukum, Ormas dan LSM untuk dapat saling bekerjasama
dan dapat merumuskan hal-hal yang mendukung program model
pemberdayan masyarakat yang akan dibentuk.
4.2.Secara teoritis
Memperkaya pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum di
bidang Kehutanan; kasus dan konflik Pertanahan, yang berkaitan
dengan pemberdayaan masyarakat secara berkeadilan. Pengkayaan
dan pengembangan hukum yang nantinya memberikan kontribusi
bagi penyelesaian konflik pertanahan di Mesuji Lampung.
4.3.Secara Praktis
1) Bagi Pemerintah dapat digunakan sebagai rujukan membuat
regulasi/ kebijakan model penyelesaian konflik pertanahan di
Mesuji Lampung yang dapat memberdayakan masyarakat
secara berkeadilan.
2) Bagi masyarakat hukum adat Megou Pak Mesuji Lampung
penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan evaluasi
eksistensi, motivasi dan inspirasi dalam memperjuangkan
identitas budaya serta bentuk perjuangan dalam
mempertahankan hak-hak masyarakat adat dan tradisional
14
tersebut. Proses litigasi bisa memakan waktu lama dan biaya
yang besar (termasuk biaya memperoleh perintah eksekusi dan
biaya lainnya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan eksekusi).
1) Dasar Hukum
Berikut adalah sumber hukum untuk penyelesaian sengketa
(gugatan perdata):
(1)Legalislature
a.HIR (Het Herzein Indonesisch Reglement) Stb. 1848
No. 16 Jonto Stb, 1941 No. 44 untuk wilayah Jawa dan
Madura.
b.RBg (Rechtsreglement Buitengewesten) Stb. 1927 No.
227 untuk wilayah di luar Jawa dan Madura.
c.BW: Buku IV of Burgelijke Wetboek Voor
Indonesisch.
d.RV (Reglement of de Burgelijk Rechtsvordering) Stb.
1847 No. 52 Jo. Stb. 1984 No. 63 Hukum Acara Perdata
untuk Golongan Eropa.
e.UU No. 20/1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan
Madura.
f. UU No. 04/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
g.UU No. 14/1985 Jo, UU No. 5/2004 tentang Jaksa
Agung.
h.UU No. 2/1986 Jo, UU No. 8/2004 tentang Lingkungan
Peradilan Umum.
i. Peraturan dan Surat Edaran Mahkamah Agung
15
(2)Yurisprudensi.
Pada yurisprudensi, putusan hakim pada kasus yang tidak
diatur undang-undang dapat digunakan sebagai referensi
oleh hakim yang sedang menilai kasus serupa.
(3)Kebiasaan yang diadopsi oleh hakim dalam pemeriksaan
kasus perdata.
(4)Doktrin
(5)Perjanjian Internasional
RV Pasal 8 Ayat 3 mengatur rincian yang harus
dimasukkan dalam penyusunan aplikasi gugatan ke
Pengadilan Negeri. Penyertaan rincian berikut dapat
mempercepat proses pendaftaran gugatan;
a. Ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
b. Tanggal.
c. Ditandatangani oleh penggugat atau yang memiliki
surat kuasa
d. Identitas semua pihak (nama lengkap, alamat)
e. Fundamental Petendi, termasuk deskripsi sengketa dan
dasar hukum atas gugatan.
f. Daftar tuntutan yang akan diputus di sidang setelah
aplikasi gugatan siap, penggugat atau pengacaranya
akan membawa gugatan ke Pengadilan Negeri dimana
tergugat terdaftar. Apabila ada lebih dari 1 tergugat,
maka gugatan dapat didaftarkan di salah satu
pengadilan negeri dimana salah satu tergugat terdaftar.
58
pagu anggaran tersendiri sehingga dapat mandiri dan
independen dalam penyelesaian konflik
(4)Kelembagaan khusus itu berupa Komisi Penyelesaian Konflik
Pertanahan yang di dalamnya tergabung SDM dari unsur
Kepolisian, Kejaksaan, BPN, Pemerintah Dalam Negeri
(Depdagri), Pemerintahan Desa Tertinggal (PDT), Kemetrian
Pekerjaan Umum (PU), dan Kementrian Kehutanan dan
Lingkungan Hidup, yang dapat melaksanakan model
penyelesaian konflik melalui pemberdayaan masyarakat.
(5)Model Pemberdayaan masyarakat berupa : Kemitraan
Terpadu Antara Perusahaan dan masyarakat di fasilitasi serta
diawasi, dimonitor serta di evaluasi oleh Pemerintah (Komisi
Penyelesaian Konflik Pertanahan).
(6)Model Pemberdayaan yang diprogramkan oleh Komisi
Penyelesaian Konflik Pertanahan berupa :
h. Hutan Sahabat Rakyat, kawasan konservasi dan serta madu
lebah hutan yang dibina secara berkelompok tani madu
hutan.
i. Hutan Desa, model hutan Tanaman Rakyat (HTR),
menanam sentra rotan, damar, jati, sengon dan sejenisnya
denga sistim tumpang sari, palawija, dan buah-buahan
serta ternak (ayam, sapi dan kambing).
57
pengelolaan oleh PT. BSMI, yang mengabaikan perjanjian
awal serta wan prestasi terhadap masyarakat dan plasmanya.
(4)Belum adanya kebijakan dan aturan menggunakan model
penyelesaiaan konflik pertanahan yang berbasis
pemberdayaan masyarakat berkeadilan di mesuji.
(5)Paradigma berfikir aparat penegak hukum dalam penyelesaian
konflik Mesuji terlihat sangat Positivistik, dengan cara
litigasi. Cara pandang serta berfikir dari penegak hukum yang
tekstual dan kontekstual, sehingga cenderung materialis,
pragmatis. Dalam melaksanakan tugas pengamanan serta
mengeluarkan masyarakat dari arel Register 45 dengan cara
memaksa sehingga ada perlawanan dari kelompok masyarakat
adat dan masyarakat pendatang di Mesuji.
3. Model Penyelesaian konflik pertanahan Mesuji Lampung yang
berbasis pemberdayaan masyarakat yang berkeadilan adalah sbb :
(1)Kebijakan Pemerintah untuk membuat Regulasi/ Payung
Hukum Undang-undang Khusus yang menangani Konflik
Pertanahan berikut cara-cara dan proses litigasi dan non
litigasi (mediasi).
(2)Membentuk Kelembagaan Khusus yang menangani persoalan
konflik pertanahan dan mempunyai konsep model
pemberdayaan masyarakat secara berkeadilan.
(3)Kelembagaan yang mempunyai kewenangan khusus dan
diberi anggaran khusus bersumber dari Pos APBN dan ada
16
b. Non Litigasi
Penyelesaian sengketa atau konflik melalui ADR.
Pada umumnya penyelesaian sengketa atau konflik tanah
dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui melalui pengadilan
(litigasi) dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-
litigasi). Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan
seringkali menimbulkan permasalahan baru. Permasalahan baru
ini timbul apabila ada pihak yang tidak menerima hasil putusan
pengadilan yang memenangkan salah satu pihak. Permasalahan
lainnya timbul, yaitu apabila memperkarakan objek sengketa
yang sama ke lembaga peradilan yang berbeda. Seringkali
ditemui sengketa tanah yang diajukan ke Peradilan Umum (PU)
dan Peradilan Tata Usaha Negara PTUN. Keputusan antara PU
dan PTUN seringkali berbeda, oleh karena itu hal ini dapat
menimbulkan permasalahan baru dalam penyelesaian sengketa
tanah.
Penyelesaian sengketa melalui di luar pengadilan (non-
litigasi) merupakan penyelesaian sengketa yang sedang
dikembangkan saat ini. penyelesaian sengketa melalui jalur non-
litigasi atau lebih dikenal dengan istilah Alternative Dispute
Resolution (ADR), diatur dalam Undang-undang Nomor 9 tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Mekanisme penyelesaian sengketa dengan cara ini digolongkan
dalam media non-litigasi yaitu merupakan penyelesaian konflik
atau sengketa yang kooperatif yang diarahkan pada suatu
17
kesepakatan satu solusi terhadap konflik atau sengketa yang
bersifat win-win solution.
Penyelesaian sengketa tanah saat ini banyak dilakukan
melalui jalur non-litigasi. Adanya pihak ketiga yang ikut campur
tangan dalam penyelesaian sengketa ini diharapkan dapat
memberikan solusi bagi permasalahan sengketa tanah. BPN
dalam menanggulangi sengketa tanah, telah mengeluarkan
Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2011
tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus
Pertanahan Perka BPN nomor 3 tahun 2011. Berdasarkan
peraturan ini BPN dapat berperan sebagai pihak ketiga yang
dapat memberikan solusi bagi para pihak yang sedang
bersengketa.
Penyelesaian sengketa melalui ADR merupakan
penyelesaian sengketa yang dilakukan bersama dengan pihak
ketiga. Pihak ketiga ini bertugas menjadi mediator antara kedua
belah pihak yang bersengketa.
4. Konsepsi Konflik dalam Penyelesaian Konflik
Pertanahan
Teori Konflik dari Ralf Dahrendorf9, masyarakat senantiasa
berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan
yang terus menerus di antara unsur-unsurnya. Keteraturan yang
terdapat dalam masyarakat hanyalah disebabkan karena adanya
9Ritzer, George & Goodman, Douglas J., 2004, 6th edition, terj. Alimandan, TeoriSosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta, hlm. 154
56
(4)Penggunaan dana dari Pos kegiatan lain akan berakibat
hukum, apabila pemerintah menggunakan maka berpotensi
penyalahgunaan keuangan negara.
(5)Kebijakan Pemerintah yang terdahulu yaitu SK Menhut
nomor :93/KPTS II/1997 yang belum dicabut tentang HGU
PT Inhutani Lampung yang digunakan oleh PT. BSMI
sekarang menjadi permasalahan yang tidak kunjung selesai/
lambat.
2. Penyelesaian konflik pertanahan di Mesuji belum menggunakan
model pemberdayaan masyarakat yang berkeadilan, dikarenakan
sbb :
(1)Penyelesaian konflik pertanahan di Mesuji Lampung
Pemerintah masih mengumpulkan bahan keterangan serta
mendata kelompok-kelompok masyarakat Adat serta
masyarakat pendatang sebagai bahan masukan untuk
mengambil langkah dan kebijakan apa kedepannya.
(2)Pihak Perusahaan PT. Bintang Sejahtera Mandiri Indonesia
(BSMI) sebagai pengelola HGU, Hutan Tanaman Industri
(HTI) masih memakai cara-cara pressures mengunakan
Ormas Pekat dan Aparat Penegak Hukum untuk mengusir
paksa/ mengeluarkan masyarakat di areal lahannya.
(3)Pola Kemitraan yang disepakati antara masyarakat dan PT.
Inhutani pada tahun 1997 tidak melanjutkan pengelolaannya
yang disebabkan krisis moneter, kemudian dilanjutkan
55
nyata masyarakat setelah terjadinya konflik adalah, interaksi
masyarakat yang semulanya tenang dan damai menjadi tidak
tenang dalam bekerja.
g. Dampak Religius
Adanya rasa takut untuk beribadah karena kondisi keamanan
yang tidak stabil. Dari pengamatan langsung di lokasi, dampak di
bidang religius secara keseluruhan dari konflik tidak begitu terasa
dalam kehidupan masyarakat, namun ada kecemasan dan
keraguan dalam kehidupan masyarakat tentang ketenangan dalam
beribadah dan aktivitas keagamaan lainnya.
III. Simpulan
Berdasarkan permasalahan yang diajukan dan kemudian
dilakukan analisis serta pembahasan, dalam penelitian ini berhasil
disimpulkan :
1. Penyelesaian konflik pertanahan di Mesuji Lampung belum
berbasis pemberdayaan masyarakat dikarenakan :
(1)Masyarakat Hukum Adat Megou Pak TBM Lampung, belum
diajak duduk bersama-sama membahas keinginan apa dalam
penyelesaian konflik pertanahan.
(2)Baik Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat saling
melempar kewenangan dalam penyelesaian konflik Mesuji.
(3)Belum Adanya anggaran yang khusus dapat dipergunakan
secara legal/ sah dalam menyelesaikan konflik pertanahan di
Mesuji Lampung.
18
tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang
berkuasa. Setiap individu mempunyai andil dalam terciptanya
pertentangan yang berujung pada konflik. Perubahan sosial dan
pembangunan yang terjadi merupakan hasil dari adanya konflik.
Dalam situasi konflik, golongan yang terlibat melakukan
tindakan-tindakan untuk mengadakan perubahan dalam struktur
sosial. Kalau konflik terjadi secara hebat maka perubahan yang
timbul akan bersifat radikal. Begitu pula kalau konflik itu
disertai oleh penggunaan kekerasan maka perubahan struktural
akan efektif.
Sehingga dalam menetapkan pilihan terhadap penyelesaian
sengketa yang dialaminya dibatasi oleh nilai, norma dan ide
abstrak yang mempengaruhi, tetapi setidaknya ia mempunyai
kemauan bebas dalam memilih berbagai alternatif tindakan.
Cara-cara yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa
antara lain dibahas oleh S. Roberts10 yang mengemukakan
tentang upaya-upaya seperti :
a. Penggunaan kekerasan, yaitu langsung antar pribadi.
b. Melalui upacara atau ritual, misalnya upacara adat.
c. Mempermalukan, biasanya dengan sindiran/kiasan.
d. Melalui makhluk-makhluk supernatural, misalnya dengan
sampah atau magic.
e. Pengucilan.
f. Melalui pembicaraan, yang dapat terdiri dari :
10Simon Roberts, 1979, Order and Dispute: An Introduction to Legal Anthopology, Harmonsworth: Penguin Books. hlm.57-59.
19
1.Membicarakan langsung (negosiasi)
2.Pembicaraan tidak langsung atau dengan bantuan pihak
ketiga, baik yang bertindak sebagai penengah atau
penasehat (peradilan/penegak hukum atau perantara/go
between) maupun sebagai pihak yang ikut menyelesaikan
(arbitrasi/arbitration dan peradilan/adjudicator).
Teori-teori konflik pada umumnya memusatkan
perhatiannya terhadap pengenalan dan penganalisisan kehadiran
konflik dalam kehidupan sosial, penyebabnya dan bentuknya,
serta akibatnya dalam menimbulkan perubahan sosial.
Konflik yang bersifat subyektif dimana melibatkan
masyarakat dengan instansi pemerintah atau masyarakat dengan
investor yang yang seharusnya memiliki posisi yang lebih tinggi
secara finansial. Konflik-konflik atas tanah pada akhirnya akan
menuntut pihak-pihak yang berkonflik untuk melakukan
perdamaian, dalam perspektif hukum sarana untuk
menyelesaikan konflik pertanahan dapat ditempuh melalui
proses peradilan (konsensus).
Pembuatan peraturan perundang-undangan yang baik tanpa
disertai dengan penegakan hukum secara konsekuen dapat juga
menyebabkan pendudukan tanah, penyerobotan, pemalsuan atau
penipuan surat bukti hak atas tanah. Seyogyanya konflik atas
tanah harus dapat dideteksi dan diselesaikan sedini mungkin.
Realitasnya lain, seperti halnya konflik di bidang lain, konflik
atas tanah dapat diselesaikan dengan tiga cara, yaitu :
54
dibangun pos-pos penjagaan oleh TNI untuk menjaga keamanan
masyarakat Mesuji.
d. Dampak Sosial Budaya
Hubungan sosial di antara masyarakat semakin renggang dan
nilai budaya menjadi luntur bahkan hampir hilang. Di samping itu
juga dampak yang dirasakan dari konflik ini adalah
berkembangnya sikap saling curiga antar kelompok masyarakat
sehingga hubungan sosial yang semula baik menjadi luntur.
e. Dampak Lingkungan Hidup
Suhu udara di sekitar Register 45 terasa sangat panas,
sumber mata air mulai berkurang, lokasi pencarian ikan sudah
tidak ada lagi. Berdasarkan temuan TPFG, bentuk-bentuk
pelanggaran itu antara lain: (1).Membiarkan pembuangan limbah
di hutan Register 45 yang dilakukan oleh PT. Silva Inhutani
Lampung yang mencemari wilayah sekitar, termasuk sungai-
sungai kecil di wilayah perusahaan. (2).Tidak melaksanakan
kewajiban penanaman 5% tanaman kehidupan dengan pola
kemitraan. (3).Tidak melaksanakan program CSR (Corporate
Sosial Responsibility) atau program bina lingkungan terhadap
masyarakat sekitar perusahaan. (4).Meminjamkan atau
menyewakan lahan kepada pihak ketiga.34
f. Dampak Psikologis
Adanya rasa stress, trauma, tekanan batin bahkan rasa duka
yang mendalam karena kehilangan anggota keluarga. Kondisi
34 Sumber data : Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Mesuji.
53
6. Dampak-Dampak dari Konflik Pertanahan di Mesuji
Lampung
Dari hasil penelitian empiris, didapati bahwa dampak yang
terjadi akibat konflik pemilikan tanah ini sangat besar dan
menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat. Dari pengakuan
warga masyarakat yang terlibat langsung dalam konflik Syahrul
Sidin (Sekretaris Jenderal Persatuan Petani Moro-Moro) meminta
pemerintah segera menuntaskan konflik Register 45
mesuji,penyelesaiannya ini akibat dari pengelolaan kawasan di
jaman orde baru yang menyingkirkan keberadaan masyarakat.
a. Dampak Politik
Yaitu kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sudah
berkurang karena pemerintah lamban menyelesaikan konflik ini.
Dari konflik pemilikan tanah ini terpolarisasi dinamika politik
daerah.
b. Dampak ekonomi
Yaitu sebagai korban, masyarakat kehilangan sumber mata
pencarian dari pekerjaan mereka sebagai petani dan buruh,
sehingga tidak bisa menyekolahkan anak dan kehilangan sumber
penghasilan.
c. Dampak Keamanan
Kondisi lingkungan menjadi tidak aman, karena banyak
tindakan kriminal seperti pencurian, penodongan dan perampokan.
Selain itu di lokasi-lokasi tertentu dapat dikatakan aman, karena
20
a.Penyelesaian secara musyawarah.
b.Penyelesaian melalui badan peradilan. Disini masalah diajukan
ke pengadilan umum secara perdata atau pidana jika
sengketanya terkait dengan pemakaian tanah secara ilegal
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 51 Tahum
1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang
Berhak atau Kuasanya, atau melalui Peradilan Tata Usaha
Negara.
c.Penyelesaian melalui arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
konflik, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
konflik. Ini merupakan upaya penyelesaian konflik diluar
pengadilan. Penyelesaian konflik tanah secara Arbitrase
bersifat informal, tertutup murah, dan lebih efisien sehingga
diharapkan lebih memenuhi keinginan para pihak berkonflik.
Sementara itu, alternatif penyelesaian konflik adalah upaya
penyelesaian konflik di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, peradilan, konsolidasi, atau penilaian
ahli.
Penyelesaian konflik tanah senantiasa diupayakan agar tetap
mengikuti tata cara dan prosedur yang telah diatur dalam
berbagai peraturan Perundang-undangan. Pentingnya
mengindahkan ketentuan Perundangan dimaksud, karena untuk
menghindari tindakan melanggar hukum.
21
Meskipun UUPA sama sekali tidak menyebut bagaimana
mekanisme penyelesaian konflik tanah, kecuali ketentuan pidana
Bab III Pasal 57 Ayat (1) yang menyebutkan ancaman pidana
untuk yang melanggar Pasal 15 UUPA selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000 (sepuluh ribu
rupiah). Ayat (2) menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah dan
peraturan Perundang-undangan yang dimaksud dalam Pasal 19,
22, 24, 26 Ayat (1), 46, 47, 48, 49, Ayat (3), dan 50 Ayat (2)
dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturan
Perundang-undangannya dengan hukuman kurungan selama-
lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp.
10.000. Jika melihat ketentuan pasal ini, adanya ancaman pidana
menunjukkan jika konflik tanah terjadi akan diselesaikan melalui
pengadilan. Tidak adanya ketentuan tentang penyelesaian
konflik tanah ini dalam UUPA dan karakteristik penyelesaian
konflik di pengadilan biasa yang sering mengecewakan pencari
keadilan, mendorong berbagai kalangan mengusulkan
pentingnya pengadilan mendorong berbagai kalangan
mengusulkan pentingnya pengadilan khususnya agraria. Tentu
saja, ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian
konflik tanah secara non-litigasi.
Penyelesaian konflik tanah dalam perspektif Hukum Tanah
Nasional menghendaki agar penyelesaian konflik diusahakan
pertama-tama melalui musyawarah. Dalam musyawarah itu
kedudukan para pihak adalah sederajat, biarpun salah satu
52
yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Lampung. Upaya-upaya
yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi
Lampung
No. Tanggal Upaya Pemerintah1. 21 Mei 2010 Pembentukan Tim Kerja Perlindungan Hutan
Provinsi Lampung berdasar SK GubernurLampung No.G/354/III/16/HK/2010
2. 6 November2010(Pukul 16.30)
Tim Perlindungan Hutan (sekitar 60 petugas)melakukan sosialisasi dan penertiban gubuk dieks dusun Pelita Jaya.
3. 17 Februari 2011 Pembentukan Panitia Tata Batas KawasanHutan Produksi Register 45 Sungai BuayaKabupaten Mesuji berdasar Keputusan BupatiNo.B/37/1.02/HK/MSJ/2011
4. 8 Februari 2012 Pejabat Bupati Mesuji Membentuk Tim TerpaduPenertiban, Pengosongan, dan PenyelamatanHutan Produksi Register 45 Sungai Buaya
5. 14 s/d 27Februari 2012
Tim Terpadu Penertiban, Pengosongan, danPenyelamatan Hutan Produksi Register 45Sungai Buaya melakukan sosialisasi terbuka dansosialisasi tertutup.
6. 28 s/d 3 Maret2012
Tim Terpadu Penertiban, Pengosongan, danPenyelamatan Hutan Produksi Register 45Sungai Buaya melakukan tindakan penertiban,pengosongan dan pengusiran secara paksa bagiperambah.
7. 28 Februari 2012 Atas saran Kapolres Tulang Bawang, penertibanditunda/dibatalkan.
8. 25 Juni 2012 Pembentukan Tim Terpadu Penertiban danPenyelamatan Hutan Register 45 Sungai Buayaberdasar SK Bupati MesujiNo.B/118/I.02/HK/MSJ/2012
51
10. Air Mati (Alba VI B)4. Karya Tani (Alba IV A) 900 1.878 9115. Pok TB (Alba VIII A Seputaran
Terminal)8 30 3
Jumlah 8.549 16.271 8.753Sumber: Dokumen PPLH (Pemuda Peduli Lingkungan Hidup),
Februari 2013
Berdasarkan data tersebut diatas dapat diketahui bahwa
masyarakat perambah hutan sudah meluas di berbagai wilayah
dengan jumlah perambah yang sudah mencapai puluhan ribu. Hal ini
merupakan permasalahan serius yang perlu di tangani oleh
pemerintah khususnya yang berwenang sebagai penengah rakyat,
memberikan kebijakan serta keamanan bagi masyarakatnya,
pernyataan ini diperkuat oleh Rasyid (dalam Labollo,2006:19). 33
Bahwa fungsi pemerintah adalah peraturan, pelayanan,
pemberdayaan, dan pembangunan. Pelaksanaan fungsi peraturan
yang lazim dikenal sebagai fungsi regulasi dengan segala bentuknya,
dimaksudkan sebagai usaha untuk menciptakan kondisi yang tepat
sehingga menjadi kondusif bagi berlangsungnya berbagai aktifitas.
Fungsi pelayanan membuahkan keadilan dalam masyarakat. Jadi,
pemerintah mempunyai peran yang sangat penting dalam
menyelesaikan serta menjadi penengah konflik perambahan hutan
Register 45.
Upaya yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung
dalam penyelesaian konflik Hutan Register 45 adalah dengan
melakukan sosialisasi terhadap masyarakat perambah oleh Tim kerja
33http://digilib.unila.ac.id/2207/10/BAB%20I.pdf
22
pihaknya adalah pemerintah. Kalau yang berkonflik meliputi
jumlah yang besar, dapat dilaksanakan melalui perwakilan atau
kuasa yang ditunjuk oleh yang bersangkutan. Musyawarah pada
hakikatnya adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan
sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan
atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan
pihak yang memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan
mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.
5. Konsepsi Pemberdayaan Dalam Penyelesaian Konflik
Pertanahan Mesuji Lampung
Para ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian
pemberdayaan mempunyai rumusan yang berbeda-beda dalam
berbagai konteks dan bidang kajian, artinya belum ada definisi
yang tegas mengenai konsep tersebut. Namun demikian, bila
dilihat secara lebih luas, pemberdayaan sering disamakan dengan
perolehan daya, kemampuan dan akses terhadap sumber daya
untuk memenuhi kebutuhannya.
Oleh karena itu, agar dapat memahami secara mendalam
tentang pengertian pemberdayaan maka perlu mengkaji beberapa
pendapat para ilmuwan yang memiliki komitmen terhadap
pemberdayaan masyarakat.
Pranarka & Vidhyandika (1996)11 menjelaskan bahwa
11www.sarjanaku.com/2011/09/pemberdayaan-masyarakat-pengertian.html?m=1
23
Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses
memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan
atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih
berdaya.Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai
kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Sedangkan
kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan
pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk
menentukan apayang menjadi pilihan hidupnya melalui proses
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu usaha yang
memungkinkan suatu kelompok (baca : masyarakat) mampu
bertahan (survive) dan dalam pengertian yang dinamis
mengembangkan diri dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Dimensi diatas sejalan dengan pemikiran pranarka dan
Moeljarto (1996)12 yang menempatkan manusia atau masyarakat
sebagai subyek (pelaku) sehingga memunculkan makna :
1.Pertama, proses pemberdayaan menekankan pada proses
memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan
atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi
lebih berdaya. proses ini dapat pula dilengkapi dengan upaya
membangun aset material guna mendukung pembangunan
kemandirian masyarakat melalui organisasi. kecenderungan
12http://2frameit.blogsport.com/2011/12/paparan-tentang-konsep-pemberdayaan.html?m=1
50
hutan Register 45 saat ini sudah hampir habis, hanya sisa sekitar
3.820 ha.
Gubernur Lampung 32mengatakan kisruh kepemilikan tanah di
Register 45 karena banyak yang telah memanfaatkan situasi untuk
mengeruk keuntungan sendiri dengan memperjualbelikan lahan
tersebut kepada pihak ketiga. Lahan tersebut diklaim warga atau
pihak tertentu untuk menduduki tanah hasil jual belinya.
Hingga saat ini para perambah tersebut sudah mencapai ribuan
orang yang datang dari berbagai daerah dan tinggal di kawasan
hutan Register 45 Mesuji dengan membentuk desa. Data masyarakat
perambah hutan Register 45 Mesuji adalah pada tabel dibawah:
Tabel 5. Data perambah Hutan Register 45 Kabupaten Mesuji
No Nama Kelompok dan Wilayah JumlahKK
JumlahJiwa
JumlahRumah
1. Suka Agung 1 (Blok Alba XII)Suka Agung 2 (Blok Alba VIIIA)Umbul Lalang (Blok Alba VIII A)
357215215
511431511
360234225
2. Tugu Roda (Margo Mulyo) (BlokAlba VIII A/IX)Tunggal Jaya (Blok Alba X, XI)
650615
1.0211.415
650632
3. 1. Karya Jaya 1 (Blok Div IV A)2. Karya Jaya 2 (Sawit 99 Alba II A)3. Karya jaya 3 (Pelita Jaya)4. Romo Samin (Blok Alba VII B)5.Karya Jaya 4 (Blok Alba V A)6. Marga Jaya (Alba VIII B)7. Marga Jaya Tengah (Alba IX)8. Mesuji Raya (Alba VI A, VII B)9. Lebung Gajah Jaya (Alba V A,
Abla VIIA)
750275651
-675800423787512716
2.000511
1.375-
1.1171.115
9121.1351.1971.112
750280661
-681816450800550750
32 Wawancara lamppost,tanggal 9 Setember 2013,jam 13.30 Wib.
49
3) Terhadap masyarakat Dusun Talang Gunung Kampung
Talang Batu yang telah bermukim secara turun-temurun dan
telah mendapat persetujuan Menteri Kehutanan seluas 149,1
ha tetap dipertahankan.
Proses yang dilakukan hingga saat ini adalah sampai pada tahap
sosialisasi dan penindakan hukum. Belum sampai pada tahap
pengusiran, karena tim bekerja dengan mengedepankan aspek sosial
dan mengantisipasi terjadinya korban. Karena adanya indikasi
perlawanan dari masyarakat perambah jika akan dilakukan
pengusiran secara paksa. Seperti yang sudah terjadi pada tanggal 6
November 2010.
Penyelesaian konflik hutan Register 45 yang berlarut-larut,salah
satu faktor penghambatnya karena pemerintah dalam menyelesaikan
konflik tersebut tidak menggunakan pola pemberdayaan masyarakat
secara berkeadilan. Serta tidak ada ketegasan dari pemerintah
tentang aturan serta kebijakan dalam menyelesaikan konflik
pertanahan di Mesuji Lampung.
5. Upaya Pemerintah Daerah Propinsi Lampung Terhadap
Penyelesaian Konflik Mesuji Lampung.
Konflik perambah hutan di kawasan hutan Register 45 Mesuji
semakin berlarut-larut dan belum terselesaikan hingga saat ini
(2013). Masyarakat perambah juga semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari media bahwa kawasan
24
dalam proses itu dapat disebut sebagai kecenderungan primer
dari makna pemberdayaan.
2.Kedua, proses pemberdayaan menekankan pada upaya untuk
menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menemukan
apa yang menjadi pilihan hidupnya, melalui proses dialog,
sehingga kecenderungan ini dapat dipahami sebagai
kecenderungan yang bersifat sekunder.
6. Konsepsi Keadilan dalam Penyelesaian Konflik
Pertanahan Mesuji Lampung
a. Teori Keadilan Jeremy Bentham
Sebagaimana dikemukakan yang dikemukakan oleh Jeremy
adalah memberi kemanfaatan sebanyak-banyaknya untuk orang
banyak. Kemanfaatan disini dapat diartikan sebagai kebahagiaan
(happiness), jadi baik ataupun buruk atau adil tidaknya suatu
hukum, bergantung apakah hukum itu dapat memberikan
kebahagiaan kepada manusia. Namun aliran Bentham ini dapat
dijadikan pemikiran hukum sepanjang masa karena garis
pemikirannya berupa pendekatan hukum kearah keadilan sosial
dan sebagai alat dalam perkembangan sosial di masyarakat, yang
semangkin kompleks, dalam benturan-benturan kepentingan
dalam masyarakat, terhadap pencapaian tujuan hukum modern di
25
Indonesia. Selanjutnya kita lihat keadaan Indonesia saat ini,
dimana sedang menuju negara modern, hal ini dapat dilihat dari
keterlibatan negara terhadap kepentingan masyarakat13
b. Keadilan Menurut Pancasila
Persepsi yang keliru dalam memahami makna penegakan
hukum yang lebih berorientasi pada asas legalitas formal, tidak
sejalan dengan karakteristik peradilan Indonesia yang berbasis
pada tiga aspek sumber hukum yaitu ilmu pengetahuan (doktrin)
hukum, nilai-nilai kebiasaan atau budaya luhur masyarakat lokal
dan nilai-nilai religius.14 Berdasarkan rumusan kesimpulan
seminar hukum nasional ke-IV/ 1994, dinyatakan bahwa perlu
dikembangkan gagasan kualitas pemberian keadilan (the
dispension of justice) yang lebih cocok dengan hukum pancasila.
Pernyataan tersebut menyiratkan perlunya dikembangkan
keadilan bercirikan Indonesia, yaitu Keadilan Pancasila, yang
berkemanusiaan (humanistik), keadilan yang demokratik,
nasionalistik, dan berkeadilan sosial. Ini berarti keadilan yang di
tegakkan tidak sekedar keadilan formal, tetapi juga keadilan
substansial.15 Oleh karena itu, penerapan asas legalitas dalam
KUHP dalam konteks ke-Indonesiaan (sistem hukum nasional)
13Damang,SH,Aliran Ultilitarianisme,http://www.negara hukum.com/hukum/aliran-ultilitarianisme.html,200114Suteki. Integrasi Hukum dan Masyarakat. Pustaka Magister. Semarang. 2007, hlm. 60, 61, 105. Lebih lanjut dikatakan
bahwa pembangunan hukum di Indonesia di dasarkan tiga bahan dasar yaitu hukum islam (religiouswisdom), hukum adat(living law wisdom) dan hukum modern (state law), kenyataannya terkesan ada upaya sistematis menegaskan hukum adat,maka perlu di lembagakan kembali (re-institusionalization).
15Barda Nawawi Arif. Op. Cit. hlm. 87
48
Tim yang saat itu masih bekerja dalam mengatasi konflik hutan
Register 45 Kabupaten Mesuji adalah Tim Terpadu Penertiban dan
Penyelamatan Hutan Register 45 Sungai Buaya yang dibentuk
berdasarkan SK Bupati Mesuji No. B/118/I.02/HK/MSJ/2012.
Akibat dari belum adanya penertiban Register 45 yang akan
dilakukan oleh Tim Terpadu Penertiban, Pengosongan dan
Penyelamatan Hutan Produksi Register 45 Kabupaten Mesuji pada
saat itu penduduk pendatang atau perambah Register 45 semakin
bertambah dan tak terkendali jumlahnya (± 15.000 Jiwa).
Pada tanggal 02 Mei 2012 Pemerintah Kabupaten Mesuji,
Pemerintah Provinsi Lampung, Kementerian Kehutanan RI dan
instansi terkait dalam penyelesaian masalah Register 45 telah
menyepakati hal-hal sebagai berikut :
1) Kawasan Hutan Produksi Register 45 tetap dipertahankan
sebagai Kawasan Hutan Negara, dengan catatan: Ketua
DPRD Kabupaten Mesuji merekomendasikan agar tanah
masyarakat di Talang Gunung seluas 7.000 Ha yang masuk
dalam KHP Register 45 agar dikaji kembali. Ketua DPRD
Provinsi Lampung (diwakili Anggota Komisi I)
merekomendasikan agar lahan masyarakat masyarakat
Labuhan Batin seluas 2.600 ha yang masuk dalam KHP
Register 45 agar juga dikaji kembali.
2) Terhadap masyarakat yang menduduki kawasan hutan tanpa
izin akan dikeluarkan dari kawasan hutan tersebut.
47
dibentuk oleh Kementerian Politik Hukum dan Keamanan. Tim
tersebut tidak hanya menangani kasus di Register 45, tim tersebut
telah melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1) Melakukan sosialisasi kepada para penduduk pendatang atau
perambah agar mengosongkan Register 45 (yang telah
dilakukan tanggal 08 s/d 15 Februari 2012).Sosialisasi yang
dilakukan oleh Tim tersebut berupa Sosialisasi Formil dan
sosialisasi Non Formil:
Sosialisasi non formil yaitu dengan adanya polisi intelijen
yang bertemu dengan masyarakat dengan memberi
himbauan:
a) Himbauan kepada masyarakat untuk menyadarkan bahwa
kawasan hutan Register 45 tidak layak untuk dijadikan
sebagai tempat tinggal.
b) Menghimbau masyarakat untuk kembali ke daerah asalnya
masing-masing.
c) Menghimbau masyarakat asli agar tidak terlibat dalam
perambahan hutan.
2) Telah melakukan pendataan para penduduk pendatang atau
perambah Register 45 yang dilaksanakan pada 08 s/d 12
Februari 2012 dan telah dilaporkan kepada Gubernur
Lampung.
3) Rencana penertiban pada tanggal 28 Februari 2012
dibatalkan atas saran Kapolres Tulang Bawang melalui Surat
No: B/302/II/2012 tanggal 27 Februari 2012.
26
jangan diartikan semata-mata kepastian/ kebenaran/ keadilan
formal Undang-undang tetapi lebih menukik pada kepastian/
kebenaran/ keadilan nilai-nilai substantif.16
Dalam menegakkan hukum, pemerintah juga harus
berpedoman diri pada Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan
ruh/ penentu arah. Dengan demikian dalam penegakan hukum,
pemerintah harus sesuai Grand design sistem dan politik hukum
nasional yang mestinya tetap berdasarkan pada paradigma
Pancasila, yaitu :
a. Paradigma Ketuhanan (moral-religius),
b. Paradigma Kemanusiaan (humanistik),
c. Paradigma Kebangsaan (persatuan/ nasionalistik),
d. Paradigma kerakyatan/ demokrasi,
e. Paradigma keadilan sosial.
Grand design ini menghendaki adanya keseimbangan ketiga
nilai dasar yaitu:
(1) Nilai Ketuhanan (moral-religius),
(2) Nilai Kemanusiaan (humanistik),
(3) Nilai Kemasyarakatan, yaitu nasionalistik, demokratik
dan keadilan sosial.
Dalam penegakan hukum seharusnya pemerintah berpegang
teguh pada prinsip bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan
manusia untuk hukum. Oleh karena itu, hakim harus senantiasa
mengedepankan nilai keadilan dalam masyarakat, sehingga harus
16Barda Nawawi Arif. 2010. Op. Cit. hlm. 27
27
selalu mengikuti dinamika perubahan yang ada dalam
masyarakat.17
Upaya penegakan hukum dan keadilan serta kepastian
kepastian substantif dan material
(substantive/ material certainty), tidak sekedar kepastian ormal
(formal/ legal certainty) sehingga diharapkan lebih bisa
mengarah ke penegakan hukum pidana yang adil.18 Kepastian
hukum dalam UUD 1945 lebih mengandung asas keseimbangan
dan mengandung konsep integratif.19 Intinya lebih mengandung
makna keadilan substantif tidak sekedar kepastian formal.20
Demikianlah berbagai syarat untuk mencapai atau
menciptakan penegakan hukum yang adil atau berkeadilan.
Lebih lanjut perlu dijajaki :
. Ada dua aspek
terpenting untuk mencapai penegakan hukum yang adil dan
berkeadilan, yaitu tatacara penegakan hukum (procedural
justice) dan isi atau hasil penegakan hukum (substantive justice).
Bagaimana dengan keadilan substantif?, keadilan substantif
menyangkut isi keadilan itu sendiri. Secara teoritik banyak
pandangan mengenai hal itu, ada yang melihat dari tingkat
17Siti Malikhatun Badriah. Penemuan Hukum dalam Konteks Pencarian Keadilan. Badan Penerbit Undip. Semarang. 2010.hlm. 95-96.
18Lihat Barda Nawawi Arief. Perkembangan Asas Hukum Pidana Indonesia . Semarang. Pustaka Magister. 2008. hlm.1319Istilah asas keseimbangan antara kepastian substantif (substantive certainty) dan kepastian formal (formal certainty) untuk
an oleh Barda Nawawi Arief,sedangkan istilah konsep Integratif dari UUD 1945 dikemukakan oleh M. Arief Amrullah untuk menggambarkankepaduan antara prinsip keadilan dalam Rechtsstaat dengan prinsip keadilan the Rule of Law.
20Kuat Puji Prayitno. Rekonstruksi Pemikiran Hukum Pidana yang Integral.Badan Penerbit UNDIP.Semarang.2011.hlm. 7-8.
46
BSMI yang menyangkut sengketa pemilikan tanah dengan
masyarakat sekitar dan permasalahan PT. Silva Inhutani Lampung
yang mengelola hutan Register 45 dengan masyarakat sekitar dan
para perambah. Penyelesaian masalah sudah beberapa kali
diusahakan melalui berbagai forum rapat, kajian akademis,
kunjungan lapangan dan lain-lain, namun hingga kini belum dapat
menyelesaikan permasalahan ini secara keseluruhan.31 Di wilayah
Kabupaten Mesuji yang potensial untuk perkebunan, berdiri
beberapa perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kepala
sawit, singkong dan sebagainya.
4. Penyelesaian Konflik Pertanahan di Mesuji Lampung yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Upaya penyelesaian konflik tanah yang telah ditempuh
pemerintah Kabupaten Mesuji terkait dengan Kawasan Register 45
antara PT. Silva Inhutani Lampung dengan masyarakat adalah
Pemerintah Kabupaten Mesuji telah membentuk Tim Terpadu
Penertiban, Pengosongan dan Penyelamatan Hutan Produksi
Register 45 Kabupaten Mesuji melalui SK Bupati Mesuji No:
B/18/I.02/HK/MSJ/2012 Tanggal 08 Februari 2012.
Tim yang menangani konflik Register 45 bukan hanya tim yang
dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Mesuji, tetapi juga tim yang
dibentuk oleh Pemerintah Pusat, salah satunya yaitu Tim Terpadu
Penanganan Kasus Mesuji. Tim terpadu penanganan kasus Mesuji
31 Sumber data : Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Mesuji
45
rasa, menuntut Pemerintah Kabupaten Mesuji menerbitkan KTP dan
mengakui mereka sebagai warga Mesuji dan juga menuntut hak
politik, dan hak administratif dalam momen pemilihan umum atau
Pemilihan Kepala Daerah.
b. Lokasi Tugu Roda, Karya Jaya, Karya Tani, Sawit 99, Air
Mati, Suka Agung.
Setelah dilakukan penertiban dari Tim Terpadu Provinsi dengan
sukarela, masyarakat yang berada di lokasi Tugu roda, Karya Jaya,
Karya Tani, Sawi 99, Air Mati dan suka Agung para perambah itu
mulai meninggalkan lokasi sengketa Register 45, akan tetapi setelah
adanya pemutaran Video di DPR RI yang direkayasa oleh oknum
yang tidak bertanggung jawab, serta pemberitaan di media yang
menghangat saat itu, mulailah kesempatan para masyarakat
penggarap atau perambah kembali ke Register 45.
3. Ketidakpuasan Masyarakat Adat Terhadap Perusahaan
sebagai Pemicu Konflik
Pj. Bupati Mesuji H.Khamamik Ishak30 mengatakan bahwa
Kabupaten Mesuji yang merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB),
sangat kompleks dengan permasalah tanah, baik itu permasalahan
antar Desa, antar Kecamatan maupun konflik pertanahan dengan
sejumlah perusahaan di Kabupaten Mesuji. Sebagai pemegang
kendali, pemerintah telah berusaha keras mengatasi persoalan
pertanahan di Kabupaten Mesuji, khususnya permasalahan PT.
30 http:/lamppost.co/page/lampung/mesuji
28
pencapaian kepuasan. Ada yang memandang dari sudut manfaat.
Ada pula yang memandang keadilan semata-mata diukur dari
pelaksanaan hukum itu sendiri. Untuk dapat menemukan secara
tepat, substansi keadilan haruslah dibedakan antara keadilan
individual (individual justice) dan keadilan sosial (sosial justice).
Sangat ideal apabila keadilan individual tercermindalam
keadilan sosial. Atau sebaliknya keadilan sosial menjadi tidak
laindari sublimasi keadilan individual. Namun dalam kenyataan
dapat terjadi semacam jarak antara keadilan individual dan
keadilan sosial. Jarak ini dapat diatasi atau dikurangi, apabila
sistem penegakan hukum dapat dengan cermat diletakkan nilai
sosial atau moral dari setiap aturan hukum yang akan
ditegakkan. Dengan demikian dalam setiap keadilan individual
akan terkandung keadilan sosial.21
7. Model Penyelesaian Konflik Pertanahan Menggunakan
Chambliss-Seidman
Model dari Chambliss-Seidman dapat dijelaskan bahwa
pengaruh dari faktor-faktor dan kekuatan sosial terjadi mulai dari
tahap pembuatan Undang-undang, penerapannya, dan sampai
kepada peran yang diharapkan. Ragaan dibawah ini akan
menunjukkan bahwa hukum merupakan suatu proses sosial yang
dengan sendirinya merupakan variabel yang mandiri (otonom)
maupun tak mandiri (tidak mandiri) sekaligus.
21Bagir Manan. Menegakkan Hukum Suatu Pencarian. hlm. 53 61. Jakarta. Asosiasi Advocat Indonesia.2009
29
Demikian pula pengaruh kekuatan-kekuatan sosial dirasakan
juga dalam bidang penerapan hukum.22
Ragaan 4 : Adaptasi ragaan model penyelesaian konflik
(Chambliss-Seidman)
Dalam ragaan 4 Chambliss-Seidman menggambarkan sistim
model bekerjanya hukum dalam masyarakat (sebagaimana
terjadinya konflik pertanahan di Masuji Lampung) dapat
diuraikan dengan tujuan mengarahkan perilaku pemegang peran
kebijakan (pemerintah), juga pelaku ekonomi (perusahaan) dan
masyarakat hukum adat Megou Pak Tulang Bawang sehingga
membentuk regulasi berupa kelembagaan khusus yang dapat
fokus menangani konflik,serta membuat kebijakan yaitu aturan
Undang-undang yang juga khusus dalam penanganan konflik
pertanahan yaitu melalui Model pemberdayaan masyarakat yang
berkeadilan,sehingga dapat bekerja pada 3 domain (dari
kekuatan sosial sebagai berikut :
22Esmi warassih, Pranata Hukum, Pustaka Magister Semarang, 2014, hlm. 10-11
KelembagaanKhusus
KelembagaanKhusus
Pembuatan undang-
undang
BirokrasiPenegakan
hukum
Pemegang
KelembagaanKhusus
Aktivitas pemberdayaanmasyarakat berkeadilan
umpan
Umpan balik Umpan balik
Norma
Peraturan hukum ataupernyataan lain mengenai
peran yang diharapkan
44
Gambar 2.
Grafik Kurva Konflik di Register 45
Sumber : Laporan Tim Pencari Fakta Kasus Mesuji, 16 Januari2012
Terkait aksi perambahan masyarakat di Kawasan Hutan
Produksi Terbatas (KHPT) Register 45 Kabupaten Mesuji, dilihat
dari lokasinya. Uraiannya adalah sebagai berikut :
a. Lokasi Moro-Moro.
Para masyarakat pendatang (Perambah) wilayah Moro-moro
yang terdiri dari kampung Moro Dewe, Moro Seneng dan Moro
Dadi berasal dari Kabupaten lain dalam wilayah Provinsi Lampung
dengan mayoritas berasal dari suku Bali. Mereka menduduki lahan
Kawasan Hutan Produksi Register 45 seluas sekitar 4.800 Ha sejak
awal tahun 2000-an. Mereka berupaya bertani dilokasi Register 45
dengan menanam singkong, bahkan sebagian telah menanam karet
yang sudah berumur ± 3 tahun. Mereka sering melakukan unjuk
43
II/2002 bulan November 2002. Merasa tidak terima maka PT. Silva
Inhutani menggugat Surat Keputusan Menteri Kehutanan melalui
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang dimenangkan oleh PT.
Silva Inhutani.
2. Riwayat Konflik Tanah Register 45 Mesuji Lampung
Konflik pertanahan dapat diartikan sebagai konflik yang lahir
sebagai akibat adanya hubungan antar orang atau kelompok yang
terkait dengan masalah bumi dan segala kekayaan alam yang
terdapat di atas permukaan maupun di dalam perut bumi. Istilah
konflik dan konflik pertanahan sering kali dipakai sebagai suatu
padanan kata yang dianggap mempunyai makna yang sama. Akan
tetapi sesungguhnya kedua istilah itu memiliki karakteristik yang
berbeda. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan (BPN)
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus Lahan, Badan Pertanahan
Nasional RI memberi batasan mengenai sengketa, konflik maupun
perkara lahan. Pasal (1). Peraturan Kepala Badan Pertanahan
tersebut menyatakan bahwa kasus lahan adalah sengketa, konflik dan
perkara lahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan, penyelesaian
sesuai peraturan Perundang-undangan dan/ atau kebijakan lahan
nasional.
30
1.Peraturan Perundang-undangan/ regulasi yang diajuakan oleh
pemerintah yang mendapat persetujuan DPR RI agar ada
kepastian hukum yang mengatur secara rinci model
penyelesaian konflik pertanahan di Indonersia.
2.Lembaga penyelesaian Konflik Pertanahan yang
Independen,yang di dalamnya dari berbagai unsur yaitu
Kepolisian, kejaksaan, kemetrian Kehutanan, Kementerian
Dalam Negeri, Kementrian Desa Tertingga serta Unsur tokoh
masyarakat atau LSM, sehinga dapat bekerja dan bersinergi
untuk dapat menangani secara cepat dan terintegrasi dalam
penyelesaian dan penanganan konfik sesuai dengan fungsi dari
masing-masing personil bekerja lintas sektoral agar
penanganan konflik dapat secara cepat dan komperhensif
dalam penanganannya di Indonesia.
3.Lembaga Pembuat Undang-undang seperti Dewan Perwakilan
Rakyat untuk dapat membuat Undang-Undang khusus yang
mengatur persoalan konflik pertanahan secara spesifik di
Indonesia serta model penyelesaian konflik melalui
pemberdayaan masyarakat yang berkeadilan.
Yang dimaksud dari Kelembagaan khusus itu sebagai
berikut:
1.Fungsi dari Kelembagaan khusus ini berupa mengatur,dan
mengelola serta menyelesaikan persoalan yang berhubungan
dengan persoalanm konflik pertanahan di Indonesia maupun
Mesuji Lampung.
31
2.Kedudukan Lembaga/ Komisi Penanganan Konflik pertanahan
ini adalah bersifat Independen sehingga tidak ada lagi conflic
of interest serta ada kekuatan-kekuatan lain baik pemerintah
maupun penegak hukum yang dapat menginterpensinya
3.Adanya Lembaga Peradilan Khusus yang menangani konflik
pertanahan di bawah Mahkamah Agung (MA )sehingga yang
berkonflik dapat cepat serta efisien dalam setiap
keputusannya..
4.Personil kelembagaan atau komisioner Penyelesaian Konflik
Pertanahan itu direkrut melalui Panitia seleksi yang
Independen, diajukan Presiden dan final Fit and Propertest di
DPR RI, yang direkrut dari Instansi yang berkepentingan serta
unsur partisipatis atau keterwakilan tokoh masyarakat atau
LSM.
a. Nilai-Nilai Keadilan Dalam Penyelesaian Konflik Mesuji
dengan pendekatan Teori (The Triangular of Natural Law
and Its Pluralistic)
Penjelasan yang bersifat substantif dalam model penyelesaian
konflik Mesuji Lampung dapat diketengahkan lewat kajian teori
Werner Menski yang di
tunjang pula dengan kajian teori Justice Of Fairness John Rawls.
Nilai kemanfaatan (society) yaitu nilai yang mendasar pada azas
kemanfaatan, serta mencari solusi yang paling tepat (win-win
solution) melalui langkah mediasi (non-penal). Gambaran dari
42
pengelolaan kawasan hutan tersebut diberi izin pengelolaan atau hak
penguasaan hutan industri (HPHTI) kepada PT. Silva Inhutani
dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 93/Kpts-II/97
tertanggal 17 Februari 1997.
Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan tersebut kehidupan
pertanian masyarakat mulai terusik dan gelisah dimana pengukuhan
tapal batas Register 45 serta perluasannya dianggap masyarakat
tidak melalui prosedural, dan tidak melibatkan partisipasi
masyarakat Adat Megou Pak Tulang Bawang. yang seharusnya dari
jumlah arel 33.500 ha berkembang luasnya menjadi 43.100 ha
dengan rasio kelebihan 9.600 ha seharusnya dilibatkan persetujuan
masyarakat Adat setempat (masyarakat Adat Talang Gunung, Desa
Talang Batu). Dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa tokoh
adat peristiwa tata batas yang dilaksanakan pada tahun 1985 sampai
1986 itu dilaksankan pada malam hari yang tidak melibatkan tokoh
masyarakat adat setempat, yang berakibat dusun Tulang Gunung,
DesaTalang Batu sudah berada di tengah-tengah Register 45 (dalam
areal perluasan).
Atas dasar peninjauan tersebut maka Menteri Kehutanan
melalui Sekjend dengan Nomor Surat 1224/II-KUM/2002 tanggal 8
Juli 2002 menyetujui masyarakat Desa Talang Batu mengeluarkan
7000 Ha dari dalam wilayah Register 45. Pada bulan November
2002 Direktur Jenderal Bina Produksi Departemen Kehutanan
mencabut izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Silva Inhutani
dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 9983/Kpts-
41
menanganinya dengan anggaran juga yang khusus yang ditopang
dari APBN dan APBD, sebagai wujud kepedulian Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dalam sinergitas untuk
mengembangkan pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang
terpadu secara adil.
2.2.Temuan
1. Sejarah Konflik Tanah Megou Pak Tulang Bawang
Desa Talang Batu Dusun Talang Gunung berdirinya sejak tahun
1908 dan dihuni oleh masyarakat setempat yang diakui oleh
Pemerintah Belanda pada tahun 1918 melalui Besluit Pan Den
Resident der Lampungsche 12 September 1918 Nomor 6185/5.1918
yang tediri dari 22 umbul (pedukuhan/ dusun).
Hutan Adat Suay Umpu Megou Pak Tulang Bawang dengan
luas 33.500 ha yang diminta oleh pemerintah Hindia Belanda dan
diserahkan oleh Kepala Kampung Talang Batu saat itu adalah
Bahusin gelar Tuan Pesirah pada tanggal 12 April 1940 melalui
Beshuit Resident Lampung Nomor 249 yang penyerahannya melalui
sidang Dewan Marga tertanggal 25 Januari 1940 yang penyerahan
tersebut tidak termasuk desa Talang Batu yang dihuni oleh 22
umbul/ dusun dimana masyarakat Adat Talang Batu menanam rotan,
kemenyan, damar, bambu dan karet. Setelah Indonesia merdeka baru
disebutkanlah Register 45 menjadi kawasan hutan industri pada
tahun 1993 yang di perluas menjadi 43.100 Ha dengan SK Menhut
No 785/kpts-II/1993 tanggal 22 November 1993. Kemudian
32
penjelasan dapat dilihat dari skema ragaan pada Teori Triangular
Concept of Legal Pluralism sebagai berikut :
Ragaan 5 :
Tringular Concept of legal pluralism
Sumber diadaptasi dari Werner Menski, Comparative law in A globalcontext (The Legal System of Asia and Africa), hlm 187&612 dan dari
Suteki, Desain Hukum Ruang Sosial, hlm 196
Sebagaimana yang digambarkan Menski dalam kajiannya, The
Triangular of Natural Law And Its Pluralistic, maka meminjam
istilah itu dapat dijelaskan bahwa Hukum Adat Masyarakat Megou
Pak Tulang Bawang Mesuji Lampung yang bersumber dari hukum
alam, yang merupakan hukum adat yang diterapkan secara turun
temurun dari unsur-unsur nilai dan unsur-unsur etnis/ norma yaitu
postulat hukum yang baik eksistensi maupun bentuk materiil
(substansi) bersumber pada kehadiran negara (some rule-negotiating
power). dari input sosial serta kultur masyarakat hukum adat Megou
Pak Tulang Bawang Mesuji Lampung
LegalPluralism:
SubstantiveJustice
Perfect
State Positivsm SocietySocial-legal approach
Morality/Ethic ReligionNatural Law
33
Secara filosofis semangat pemerintah harus tetap
mengedepankan nilai-nilai keadilan secara religius, yang merata dari
Sabang sampai Merauke. Secara teoritis penyelesaian sengketa dapat
dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu melalui mekanisme peradilan
formal dalam pengadilan (litigasi) dan diluar proses peradilan (non
litigasi) dapat dibandingkan 2 (dua) penyelesaian itu sbb :
b. Penyelesaian Konflik yang Dilakukan Melalui Litigasi
Konflik pertanahan yang diselesaikan dengan proses melalui
jalur litigasi (pengadilan) dapat dicontohkan sbb :
1) Kasus Pok Minah dengan 5 butir biji kakaonya, yang dituduh
dan disangkakan mencuri dari kebun milik Perhutani, yang
berujung dipenjara dampak dari kasus tersebut menuai
kontroversi dianggap menciderai rasa keadilan di
masyarakat, karena sesuatu yang dianggap tidak adil dan
manusiawi.
2) Kasus nenek Asyani yang dituduh mencuri kayu 2 batang
pohon jati yang diakui milik Perhutani, dituntut di
Pengadilan Situbondo dijerat dengan Pasal 18 Juncto Pasal
83 UU 18 tahun 2013 tentang pencegahan tentang
pencegahan dan perusakan hutan sehingga berujung
dipenjara dengan ancaman 15 tahun penjara.
3) Kasus Bahtiar, dari Situbondo Jawa Timur yang dijerat
dengan Pasal 18 Juncto Pasal 83 UU 18 tahun 2013.
40
Pasal (1). Pemberdayaan masyarakat setempat melaluiprogram kemitraan Kehutanan adalah upaya untukmeningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakatsetempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutansecara optimal dan adil melalui kemitraan Kehutanan dalamrangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Pasal (2). Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yangterdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggaldidalam dan/ atau disekitar hutan,yang bermukim didalamdan sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosialdengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung padahutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadapekosistem hutan.
Pemberdayaan mayarakat yang telah dilakukan oleh
Departemen Kehutanan dalam implementasi dari peraturan
menteri Kehutanan tersebut, selama ini sudah banyak dilakukan,
ada yang berhasil tetapi banyak juga yang gagal, dikarenakan
kurangnya koordinasi antar instansi satu dengan yang lainya,
sehingga banyak menemui kegagalan.
Kelemahan dari kegiatan pemberdayaan masyarakat
selama ini harus menjadi catatan dan analisa untuk perbaikan
pemberdayaan masyarakat kedepan baik yang akan di
formulasikan pada pemberdayaan mayarakat hukum adat
Megow Pak Mesuji Lampung dalam upaya pemerintah
menyelesaikan konflik pertanahan yang selama ini dirasa kurang
serius dalam penanganannya. Strategi pemberdayaan masyarakat
di Kabupaten Mesuji lebih pada keterlibatan dan koordinasi
yang terarah dan terpadu dalam Kelembagaan khusus yang
39
hak-hak administratifnya yang harus dilindungi oleh Negara.
Pemberdayaan masyarakat Megou Pak Tulang Bawang Mesuji
Lampung merupakan tanggung jawab Pemerintah dalam hal ini
Kementerian Desa Tertinggal serta Kementerian Dalam Negeri
Direktorat Otonomi Daerah/ Kampung. Pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat desa/ kampung haruslah adil dan
merata di seluruh pelosok tanah air tanpa terkecuali supaya tidak
ada kecemburuan daerah satu dengan yang lainnya baik di Jawa,
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Adil dan merata
dalam memberdayakan pembangunan ekonomi sosial
masyarakat adalah bentuk tanggung jawab negara dalam
mensejahterakan masyarakat Indonesia yang adil dan merata.
Pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan
merupakan salah satu wujud pelaksanaan konstitusi Negara.
Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan agar penguasaan negara
atas hutan ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat,dan secara bersama-sama juga harus mengakomodir
beberapa kelompok kepentingan. Misalnya; kelompok
rimbawan, kelompok petani, kelompok peternak, masyarakat
hukum adat yang mempunyai ikatan serta kaitannya dalam
pengelolaan hutan Negara.
Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
nomor: P.39/Menhut-II/2013 tentang pemberdayaan masyarakat
setempat melalui kemitraan Kehutanan Bab I Ketentuan Umum,
34
4) Kasus yang menimpa tokoh adat Megou Pak Tulang Bawang
Mesuji Lampung, dijerat dengan UU No. 41 tahun 1999
Pasal 50 ayat 3 huruf f, yang divonis 12 bulan penjara.
5) Kasus Harso Taruno, 67 tahun, dengan tuduhan menggarap
dan menyewa lahan BKSD senilai 2,5 juta rupiah, diseret ke
ranah hukum setelah memotong pohon di lahan, yang
dituntut 1 tahun penjara dan denda empat ratus ribu rupiah di
Pengadilan Negeri Wonosari, Gunung Kidul, Jogjakarta.
Dari beberapa kasus diatas dapat terlihat bahwa ada kelemahan
yang terjadi pada penegakan Hukum dibidang kehutanan, dengan
dihapusnya pasal 50 dari UU no 41/1999, yang digantikan oleh
Undang-undang no 18 tahun 2013 ternyata belum mampu
mewujudkan keadilan substantif dan tujuan dari hukum selain
kepastian adalah kemanfaatan. Ternyata dari permasalahan kasus
diatas kepedulian negara yang melindungi hak-hak masyarakat
hukum di Indonesia yang khususnya di Masyarakat Adat MPTBML.
Penegak hukum yang menjadikan tersangkanya tokoh
masyarakat adat Megou Pak Tulang Bawang Mesuji Lampung, yaitu
Wan Mauli B Sanggam, Masyarakat menganggap adalah sesuatu
yang menkriminalisasi dan melukai rasa keadilan.
Dari hasil fakta empiris diatas dapatlah disimpulkan bahwa
penyelesaian konfli pertanahan di Mesuji tidak memberdayakan dan
mengabaikan nilai keadilan sehingga dapat dilihat bahwa
35
penyelesaian konflik melalui litigasi berakhir pada ketidakadilan dan
penderitaan masyarakat saja.
Dikarenakan penyelesaian konflik melalui jalur litigasi yang
selama ini dilakukan oleh pemerintah dirasakan tidak adil dan
manusiawi, dan banyak menuai pertentangan di kalangan
masyarakat dan tokoh adat baik di Mesuji maupun di Propinsi
Lampung, seperti dikatakan oleh tokoh adat Megou Pak Tulang
Bawang Mesuji Lampung Suttan Kaiser dari Marga aji23
Hal serupa ditunjukkan semangat penanganan konflik
pertanahan oleh Badan Pertanahan RI (BPN) melalui keputusan
Kepala BPN RI nomor : 34 tahun 2007, tentang Petunjuk Teknis
Penangana dan Penyelesaian Masalah Pertanahan, dimana BPN
sebagai mediator dari yang berkonflik dan memediasi untuk mencari
solusi agar yang berkonflik dapat menyelesaikan melalui proses
mediasi.
c. Penyelesaian Konflik Pertanahan Mesuji Melalui Non
Litigasi
Ditangkapnya salah satu tokoh adat Megou Pak Tulang Bawang,
menurut Tokoh masyarakat Marga Suay Umpu Khozi Pagaralam24
adalah perlakuan arogansi dari aparat penegak hukum yang
merekayasa guna mengkriminalisasi saudara Wan Mauli B
Sanggem, tokoh adat Megou Pak TBML, yang ditangkap dengan
tuduhan memperjualbelikan lahan pertanahan di Register 45.
23 Wawancara dengan Suttan Keiser, tokoh Marga Aji Megou pak pada tanggal 10 Juli 2013.24 Wawancara dengan Khozi pagaralam tokoh Marga Suay Umpu Megou Pak Tulang Bawang, 12 Juli tahun 2013
38
Jurgen Habermas melangkah lebih jauh. Baik Frankena
maupun Rawls masih menempatkan keadilan sebagai bagian dari
teori moral. Tapi Habermas menganggap teori moral itu sendiri
adalah teori keadilan, atau dalam bahasa Habermas: masalah
keadilan konkstensif dengan maasalah moral. Habermas
mengikuti Kant, membuat distingsi tegas antara etika dan moral,
antar persoalan evaluatif dan persoalan normatif. Etika
berkenaan dengan nilai-nilai hidup baik menurut pandangan
hidup tertentu yang aneka ragam. Moral berkenaan dengan
norma yang diakui bersama dan mengikat masyarakat sebagai
suatu kesatuan. Norma itu adalah keadilan.
Demikian halnya, keadilan menurut Jeremy Bentham
kmanfaatan kepada orang sebanyak-banyaknya serta
kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan.28
8. Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Megou Pak
Masuji Lampung
Sumodiningrat29, mengemukakan bahwa pemberdayaan
masyarakat merupakan sebuah proses perubahan dari
ketergantungan menuju kemandirian baik dalam bidang
ekonomi, sosial, serta administrasi. Masyarakat tidak hanya
merupakan objek tetapi lebih sebagai subjek pembangunan.
Masyarakat hukum adat Megou Pak Tulang Bawang harus
diberdayakan dari ekonominya, status sosialnya, serta pengakuan
28http://mualev.blogspot.com/29 Catalogue.nla.gov.au/Record/4200344
37
Mahkamah Agung (PERMA) RI nomor 2 tahun 2003 tentang
prosedur mediasi di pengadilan.
d. Nilai-Nilai Keadilan dalam Penyelesaian Konflik Pertanahan
1) Nilai Keadilan dan Konsep Keadilan dalam penyelesaan
Konflik Mesuji Lampung
Konsep Keadilan, keadilan sesungguhnya merupakan konsep
relatif26. Pada sisi lain, keadilan merupakan hasil interaksi antara
harapan dan kenyataan yang ada, yang perumusannya dapat
menjadi pedoman dalam kehidupan individu maupun kelompok.
Dari aspek etimologis kebahasaan, kata adil berasal dari bahasa
Arab adalah yang mengandung makna tengah atau pertengahan.
Dari makna ini kata adala kemudian di sinonimkan dengan
Wasth yang menurunkan kata Wasith yang berarti penengah atau
orang yang berdiri di tengah yang mengisyaratkan sikap yang
adil27.
Keadilan ini menjadi ruh yang mampu mengarahkan dan
memberi kehidupan pada norma hukum tertulis, sehingga jika
keadilan ini menjadi ruh, maka hukum tertulis itu ibarat tubuh
manusia. Tanpa ruh, tubuh akan mati. Sebaliknya tanpa tubuh,
kehidupan ruh tidak akan terimplikasi dalam relitas. Jika ruh dan
tubuh dapat berjalan seiring, akan ada harmoni dalam kehidupan
manusia,
26 Majjid Khadduri .The Islamic Conception of Justice, Baltimore and London : The Johns Hopinks University Press, 1984.27 Adil itu sendiri dalam bahasa arab dikenal sebagai yang bermakna orang yang berlaku adalah atau mampu
sebagai penengah.
36
Seharusnya penegak hukum dapat juga menempuh jalur melalui non
litigasi atau mediasi, apalagi barang bukti yang dimiliki penegak
hukum berupa kuitansi jual-beli senilai 2 juta rupiah saja dan 2 orang
saksi yang dianggap korban dari pembelian tanah di kawasan
Register 45 Mesuji Lampung.
Dari hasil wawancara penulis dengan tersangka Wan Mauli
Sanggem,25 bahwa mengenai hal bukti kwitansi adalah hasil
rekayasa saja, karena para tokoh memberikan kavling tanah adat
karena pendatang merupakan bagian yang sudah menjadi keluarga
dalam adat.adapun mengenai persoalan dana merupakan inisiatif
masyarakat sendiri bergotong-royong, sumbangan suka rela dalam
misi memperjuangkan hak masyarakat yang sudah bergabung
dengan masyarakat adat Megou Pak Mesuji Lampung,
Penyelesaian perkara di luar pengadilan jauh lebih efektif serta
efisien dikarenakan tidak dibutuhkan waktu yang lama dalam
menyelesaikan konflik, karena para pihak tidak ada yang menang
dan kalah, sesuai asas dan kearifan lokal yaitu musyawarah dan
kekeluargaan. Berdasarkan pasal 1 ayat (10) Undang-undang No. 30
tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa,maka masyarakat dapat memilih menyelesaikan sengketa
melalui jalur non litigasi, misalnya : mediasi, negoisasi, konsiliasi,
konsultasi, dan penilaian ahli.Sedang mediasi di pengadilan atau
litigasi diatur secara jelas mengenai proses mediasi dalam Peraturan
25 Wawancara dengan Wan Mauli B Sanggam Tokoh Adat Megou Pak Tulang Bawang yang ditangkap dengan tuduhanmenjual belikan tanah hutan Register 45,tanggal 15 Juli 2013.