program binmatkum merupakan implementasi dari tug as dan...
TRANSCRIPT
Program Binmatkum merupakan implementasi dari tugas dan wewenang
kegiatan Intelijen Yustisial dibidang ideologi, politik, keuangan, sosial budaya
dan pertahanan keamanan untuk mendukung kebijakan hukum dan keadilan
baik preventif maupun represif.
Kegiatannya meliputi :
1. Kegiatan penyuluhan hukum
2. Kegiatan penerangan hukum
3. Kegiatan pos pelayanan hukum dan penerimaan pengaduan masyarakat
Binmatkum adalah nama program penyuluhan hukum dan penerangan
hukum yang meliputi seluruh kegiatan penyuluhan hukum dan penerangan
hukum yang diselenggarakan oleh Kejaksaan dalam rangka membina dan
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat supaya mentaati hukum.
Tujuan Binmatkum adalah untuk meningkatkan pelaksanaan tugas
preventif Kejaksaan serta untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam
melayani kebutuhan masyarakat dibidang hukum agar mereka mengetahui
apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam rangka
tegaknya supremasi hukum yang pada gilirannya akan terbentuk prilaku
masyarakat Indonesia yang taat hukum.
KORUPSI ADALAH :
SECARA HARFIAH BERARTI KEBUSUKAN, KEBURUKAN,
KEBEJATAN, KETIDAK JUJURAN, DAPAT DISUAP, TIDAK
BERMORAL, PENYIMPANGAN DARI KESUCIAN.
MENURUT KAMUS UMUM BAHASA INDONESIA :
KORUPSI ADALAH PERBUATAN YANG BURUK SEPERTI
PENGGELAPAN UANG, PENERIMAAN UANG SOGOK
DAN SEBAGAINYA.
PENGATURANNYA DIATUR DALAM UU NO 31/1999
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DAN DITAMBAH
DENGAN UU NO 20/2001 TENTANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
5
MENURUT DOKTRIN
SYED HUSSEIN ALATAS penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi ROBERT C. BROOKS dengan sengaja melakukan kesalahan / lalai menjalankan tugas atau kewajiban dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan untuk diri sendiri TRANSPARANCY INTERNASIONAL (bermarkas di Berlin) korupsi adalah perilaku pejabat-pejabat disektor publik (apakah politikus, PNS, Pegawai BUMN, BUMD, dan lain sebagainya), secara tidak benar dan melanggar Hukum memperkaya diri sendiri.
Korupsi Sebagai Budaya Bangsa ?
Korupsi di Indonesia sudah merasuk hampir di seluruh sendi
kehidupan bangsa, modus operandi dan luasan cakupan TP.
Korupsi kian hari kian meningkat mengikuti perkembangan
zaman, bahkan sudah merasuk disektor pendidikan, seolah-olah
TP. Korupsi begitu mengakar dan sistematis, sehingga timbul
anggapan korupsi sebagai Budaya Bangsa Indonesia.
???
Perlu Strategi Khusus
Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Berbagai kasus besar telah berhasil diungkap, dan banyak
kasus besar sedang dalam proses pengungkapan, namun
fenomena kejahatan korupsi seolah bermetamorfosa baik
modus maupun pelakunya.
Berbagai upaya pemberantasan TP. Korupsi telah ditempuh,
mulai dari menyesuaikan UU Pemberantasan TP. Korupsi,
membuat UU pendukungnya termasuk UU. TPPU, membentuk
komisi-komisi, namun TP. Korupsi tidak juga berkurang,
bahkan berdasarkan hasil penelitian Transparancy
International tahun 2011 Indonesia menjadi negara terkorup
no. 5 dengan CPI (Corruption Perception Index) 2,00 dengan
pola kejahatan korupsi yang semakin berkembang.
Perang melawan kejahatan korupsi seolah tiada
habisnya, sehingga diperlukan langkah yang bersifat
extra ordinary dalam memberantas korpsi, baik yang
bersifat pencegahan maupun penindakan.
Dalam hal pencegahan telah ditempuh beberapa
upaya antara lain mengenalkan perilaku yang tidak
korupsi di sekolah-sekolah (sebagai mata pelajaran
wajib, kantin kejujuran, dll).
Dalam hal penindakkan juga ditempuh berbagai
upaya, antara lain mensinergikan pola penangan antar
aparat hukum, membentuk pengadilan ad hoc,
melengkapi aparat penegak hukum dengan peralatan
pendukung (alat sadap dll)
DELIK
DELIK
KORUPSI
1. Kelompok delik yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian
negara (Pasal 2 & 3)
2. Kelompok delik penyuapan yang bersifat
aktif (yang menyuap) maupun yang bersifat
pasif (yang disuap) (Pasal 5, 6, 13, 12a)
3. Kelompok delik penggelapan (Pasal 8,10)
4. Kelompok delik pemerasan dalam jabatan
(knevelarij, extortion) (Pasal 12e,f,g)
5. Kelompok delik pemalsuan (pasal 9)
6. Kelompok delik yang berkaitan dengan
pemborongan, leveransir, rekanan. (Pasal 7)
7. Gratifikasi (pasal 11, 12 i, 12b, 12c)
Korupsi di Area Pengadaan Barang dan Jasa adalah model korupsi yang sangat potensial untuk menimbulkan kebocoran dan kerugian terhadap Pelaksanaan Program Pemerintah yang didanai oleh APBN, APBD, dan Bantuan Luar Negeri sampai dengan angka 30 sampai 50 % bahkan tidak menutup kemungkinan melebihi angka perkiraan tersebut. Pengadaan Barang dan Jasa Publik adalah segmen yang paling rawan terhadap adanya KKN
PRAKTEK KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA
Pada Umumnya dilakukan dengan Cara :
a. disengaja maupun tidak disengaja
b. dilakukan secara perorangan atau berkelompok
c. dikemas dengan rapi dan menuruti aturan yang berlaku
sehingga tidak kasat mata, maupun yang dilakukan secara
ceroboh dan terang – terangan melanggar aturan dan sangat
kasat mata.
TPK di bidang pengadaan barang dan jasa publik adalah
merupakan wacana korupsi yang bersifat penuh dengan
misteri bersifat tertutup atau terselubung seperti bangunan
benteng dari beton yang sangat sulit dibongkar oleh para
Penegak hukum kalau hanya dengan tangan kosong tanpa
akal, peralatan dan strategi yang memadai dan mumpuni.
F
A
K
T
A
1. 77 % Kasus Korupsi Yg Ditangani Kejaksaan Terkait dgn Pengadaan Barang/Jasa*
2. 100 % Kasus Korupsi Pengadaan Barang/Jasa terjadi karena adanya Kolusi Korupsi dan Nepotisme.
3. Semua Kasus Korupsi Pengadaan Barang/Jasa dapat Dipastikan bahwa HPS dihitung secara asal-asalan serta tidak didukung dengan data yg dapat dipertanggungjawabkan
4. Tidak ada Tindak Pidana Korupsi Yang Sempurna – Selalu ada celah Yang bisa digunakan untuk mengungkap Kasus Korupsi.
5. Hampir Dapat Dipastikan Proyek Yang Berasal dari Dana ABT , Sarat dengan Korupsi.
IDENTIFIKASI TERJADINYA KORUPSI
Mencari penyebab timbulnya korupsi adalah sangat kompleks, karena memiliki masing-masing keterkaitan antara satu sebab dengan sebab yang lain. Namun pada umumnya disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : 1. faktor manusianya : - Rendahnya kadar ketakwaan - Rendahnya etika dan integritas - Perilaku egoistik - Rendahnya profesionalisme
2. Faktor sistem administrasi pemerintahan : • produk undang-undang yang tidak realistis & Akomodatif terhadap
pencegahan korupsi. • Biasnya definisi dan standar operasi. • Birokrasi yang berbelit-belit. • Minimnya transparasi informasi. • Egoisme sektoral dan Institusional • Adanya upaya menutupi penyimpangan pada instansi yang
bersangkutan • Belum efektifnya fungsi pengawasan internal • Lemahnya kordinasi antara pengawas internal dengan aparat penegak
hukum. • Lemahnya manajemen Sumber Daya Manusia
3. Faktor Kultural: • Budaya yang cenderung primitif (contoh: Uang lelah,uang lembur,
uang pelicin,uang operasional dll dianggap sebagai hal yang wajar dan sebagai rejeki )
• Hubungan yang erat antara polisi, pemerintah dan organisasi non pemerintah
• Adanya sikap sungkan • Kepedulian masyarakat yang kurang terhadap TPK • Pergeseran nilai logika, sosial dan ekonomi.
KOMPLEKSITAS TERJADINYA KKN
Kompleksitas
faktor terjadinya
TP Korupsi
Masalah moral dan Sikap
mental
Lingkungan hidup/
kesenjangan sosial
ekonomi
Kelemahan birokrasi
atau prosedur
pengawasan
Celah-celah dalam suatu
sistem/sarana penunjang
Peluang dalam
mekanisme
pembangunan
Kesejahteraan/kebutuhan
hidup/tuntutan
ekonomi/rendahnya gaji
PNS
Pola hidup dan sosial
budaya
RUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI
PASAL 2 AYAT (1) UU NO. 31 TAHUN 1999 JO. UU NO. 20
TAHUN 2001 :
”SETIAP ORANG YANG SECARA MELAWAN HUKUM
MELAKUKAN PERBUATAN MEMPERKAYA DIRI SENDIRI
ATAU ORANG LAIN ATAU SUATU KORPORASI YANG
DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ATAU
PEREKONOMIAN NEGARA, DIPIDANA ..........”
SETIAP ORANG ADALAH ORANG PERSEORANGAN
DAN ATAU KORPORASI YANG DIDAPAT
DIPERTANGGUNG JAWABKAN MENURUT HUKUM
PIDANA.
MELAWAN HUKUM ADALAH TIDAK MEMPUNYAI
HAK SENDIRI UNTUK MENIKMATI
KEUNTUNGAN (KORUPSI) TERSEBUT.
MEMPERKAYA MAKSUDNYA MENJADIKAN ORANG YANG BELUM KAYA MENJADI KAYA, ATAU ORANG YANG SUDAH KAYA BERTAMBAH KAYA. (PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANGERANG TANGGAL 13 MEI 1992 NO. 18/PIT/B/ PN/TNG). MERUGIKAN ARTINYA MENJADI RUGI ATAU MENJADI BERKURANG. KEUANGAN NEGARA MENURUT PASAL 1 UU NO. 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA ARTINYA SEMUA HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA YANG DAPAT DINILAI DENGAN UANG, SERTA SEGALA SESUATU BAIK BERUPA UANG MAUPUN BERUPA BARANG YANG DAPAT DIJADIKAN MILIK NEGARA BERHUBUNG DENGAN PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN TERSEBUT.
K
E
U
A
N
G
A
N
N
E
G
A
R
A
SELURUH KEKAYAAN NEGARA DALAM BENTUK APAPUN YANG DIPISAHKAN ATAU YANG TIDAK DIPISAHKAN TERMASUK DIDALAMNYA SEGALA BAGIAN KEKAYAAN NEGARA DAN SEGALA HAK DAN KEWAJIBAN YANG TIMBUL KARENA : A. BERADA DALAM PENGUASAAN, PENGURUSAN,
DAN PERTANGGUNG JAWABAN PEJABAT LEMBAGA NEGARA, BAIK TINGKAT PUSAT MAUPUN DI DAERAH;
B. BERADA DALAM PENGUASAAN, PENGURUSAN,
DAN PERTANGGUNG JAWABAN BADAN USAHA MILIK NEGARA/BADAN USAHA MILIK DAERAH, YAYASAN, BADAN HUKUM DAN PERUSAHAAN YANG MENYERTAKAN MODAL NEGARA, ATAU PERUSAHAAN YANG MENYERTAKAN MODAL PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN DENGAN NEGARA.
YANG DIMAKSUD DENGAN PEREKONOMIAN NEGARA ADALAH KEHIDUPAN PEREKONOMIAN YANG DISUSUN SEBAGAI USAHA BERSAMA BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN ATAUPUN USAHA MASYARAKAT SECARA MANDIRI YANG DIDASARKAN PADA KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH, BAIK DITINGKAT PUSAT MAUPUN DIDAERAH SESUAI DENGAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU YANG BERTUJUAN MEMBERIKAN MANFAAT, KEMAKMURAN DAN KESEJAHTERAAN KEPADA SELURUH KEHIDUPAN RAKYAT. CONTOH KASUS : ”PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI TANGGAL 31 OKTOBER 1986 NO. 1164K/PID/1985 DENGAN TERDAKWA TONY GOZAL ALIAS GO TIONG KIEN, DIREKTUR CV. CIPTA NUSA........”
M
E
R
U
G
I
K
A
N
P
E
R
E
K
O
N
O
M
I
A
N
N
E
G
A
R
A
.
”SETIAP ORANG YANG DENGAN TUJUAN MENGUNTUNGKAN DIRI SENDIRI ATAU ORANG LAIN ATAU SUATU KORPORASI, MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN, KESEMPATAN ATAU SARANA YANG ADA PADANYA KARENA JABATAN ATAU KEDUDUKAN YANG DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ATAU PEREKONOMIAN NEGARA, DIPIDANA .....” MENGUNTUNGKAN ADALAH SAMA ARTINYA DENGAN MENDAPATKAN UNTUNG, YAITU PENDAPATAN YANG DIPEROLEH LEBIH BESAR DARI PENGELUARAN, TERLEPAS DARI PENGGUNAAN LEBIH LANJUT DARI PENDAPATAN YANG DIPEROLEHNYA.
RUMUSAN PASAL 3 UU NO 31 TAHUN 1999 JO. UU NO. 20 TAHUN 2001 :
MENYALAHGUNAKAN ADALAH MENGGUNAKAN
KEWENANGAN, KESEMPATAN ATAU SARANA YANG MELEKAT
PADA JABATAN ATAU KEDUDUKAN YANG DIJABAT ATAU
DIDUDUKI OLEH PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI UNTUK
TUJUAN LAIN DARI MAKSUD DIBERIKANNYA KEWENANGAN,
KESEMPATAN ATAU SARANA TERSEBUT.
RUMUSAN PASAL 13 UU NO 31 TAHUN 1999 JO. UU NO. 20 TAHUN 2001 :
”SETIAP ORANG YANG MEMBERI HADIAH ATAU JANJI
KEPADA PEGAWAI NEGERI DENGAN MENGINGAT
KEKUASAAN ATAU WEWENANG YANG MELEKAT PADA
JABATAN ATAU KEDUDUKANNYA, ATAU OLEH
PEMBERI HADIAH ATAU JANJI DIANGGAP MELEKAT
PADA JABATAN ATAU KEDUDUKAN TERSEBUT,
DIPIDANA .......”
RUMUSAN PASAL 11 UU NO 31 TAHUN 1999 JO. UU NO. 20 TAHUN 2001 :
”Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara Menerima hadiah
atau janji Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang
yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya
dengan jabatannya
PNS MENERIMA
RUMUSAN DELIK YANG DIADOPSI DARI KUHP :
ADA 13 PASAL YANG DIADOPSI DARI KUHP MENJADI DELIK TINDAK PIDANA KORUPSI, YAITU :
1. DELIK PENYUAPAN; PASAL 209, 210 KUHP (SUAP AKTIF), PASAL
418, 419 DAN 420 KUHP (SUAP PASIF).
2. DELIK PENGGELAPAN; (PASAL 8,9 DAN 10 UU NO. 31 TAHUN 1999 YANG DIADOPSI DARI PASAL 415,416 DAN 417 KUHP).
3. DELIK PEMERASAN DALAM JABATAN; (PASAL 12 UU NO. 31 TAHUN 1999 YANG DIADOPSI DARI PASAL 423 DAN 425 KUHP).
4. DELIK YANG BERKAITAN DENGAN PEMBORONGAN, LEVERANSIR DAN REKANAN; (YANG DIADOPSI DARI PASAL 387, 388 DAN 435 KUHP, PASAL-PASAL INI ERAT KAITANNYA DENGAN KEPPRES NO. 80 TAHUN 2003).
BAGAIMANA PROSEDUR PENANGANANNYA?
PENYELIDIKAN
PEMERIKSAAN BERKAS PERKARA
DAN MENGAMBIL DUA
KEPUTUSAN:
MENYATAKAN BERKAS PERKARA
LENGKAP; ATAU
MENGEMBALIKAN BERKAS
PERKARA KEPADA JAKSA PENYIDIK
DENGAN PETUNJUK , APABILA
MASIH ADA
KEKURANGLENGKAPAN BERKAS
PERKARA BAIK SECARA FORMIL
MAUPUN MATERIIL
PENUNTUTAN PERSIDANGAN
EKSEKUSI
DI KEJAKSAAN RI DAN KPK
PENYIDIKAN
Tertuang dalam Peraturan Nomor 7
Tahun 2005 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah &
Kebijakan Penyelenggaraan Negara
2004-2009
Pemberantasan Korupsi Melalui Program Pembangunan
1. Menuntaskan penaggulangan
penyalahgunaan kewenangan
dalam bentuk praktik-praktik
Korupsi, Kolusi & Nepotisme,
dengan cara :
A. Penerapan tata pemerintahan
yang baik (good coorporate
goverance).
B. Pemberian sanksi yang seberat-
beratnya.
C. Peningkatan efektivitas
pengawasan.
2. Meningkatkan kualitas
penyelenggara administrasi
negara, dengan cara :
A. Penataan kembali fungsi-fungsi
kelembagaan pemerintahan.
B. Peningkatan efektivitas semua
lini pemerintahan.
C. Penataan & peningkatan
kapasitas SDM.
2. Meningkatkan keberdayaan
masyarakat dalam
penyelenggaraan
pembangunan, dengan cara :
A. Peningkatan kualitas pelayanan
publik.
B. Peningkatan kapasitas
masyarakat untuk dapat
mencukupi kebutuhan dirinya.
C. Peningkatan transparansi,
partisipasi & mutu pelayanan.