profil usaha garam rakyat di jawa barat & strategi pengembangannya (04)

Upload: hera-suwarman

Post on 15-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PROFIL USAHA GARAM RAKYAT DI PROVINSI JAWA BARATDAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA

2.4.5. Aspek PermodalanBerdasarkan pembahasan pada aspek-aspek sebelumnya, salah satu penyebab utama petani tambak tidak bisa mensiasati anjloknya harga garam di tingkat petani saat panen raya adalah karena umumnya petani garam tidak memilki gudang untuk menyimpan garam yang mereka hasilkan di saat panen. Pada dasarnya semua petani garam tentu ingin memiliki gudang yang memadai, namun hal itu sulit diwujudkan akibat keterbatasan modal yang mereka miliki untuk investasi membeli/membangun gudang tersebut.Sampai saat ini para petani garam berada di Jawa Barat pada umumnya masih menghadapi kendala sulitnya memperoleh akses ke sumber pembiayaan (bank, lembaga keuangan, dll) untuk pengembangan usaha garamnya. Terlebih lagi ke sumber pembiayaan yang skim kreditnya bisa disesuaikan dengan siklus produksi usaha garam rakyat yang sifatnya musiman (tidak dilakukan sepanjang tahun) dan hasil produksi pun baru bisa dipanen hampir selang 2 bulan sejak persiapan lahan mulai dikerjakan. Selama ini kelemahan modal para petani garam tersebut dimanfaatkan oleh para pengepul/tengkulak untuk mendapatkan harga garam yang rendah pada masa produksi/panen garam.[endnoteRef:2] Lemahnya modal petambak juga dimanfaatkan tengkulak dengan memberikan bantuan modal kerja yang sifatnya hutang dan harus dikembalikan sebelum musim garam usai. Pada akhirnya petani harus menjual garam yang mereka hasilkan dengan harga rendah ke pengepul/tengkulak untuk dapat membayar hutang tersebut.[endnoteRef:3] [2: Tengkulak menyimpan Garam di gudang dan menjual ke pasar dengan harga yang tinggi di luar masa usaha Garam.] [3: Pengepul/tengkulak menyediakan kredit usaha tani bagi para petani garam yang bisa dilunasi kemudian setelah panen (sesuai siklus produksi usaha garam rakyat), atau dikenal dengan sistem yarnen (dibayar di saat panen sebelum musim garam usai). Dengan perkataan lain, hubungan yang terjadi antara petani garam dengan tengkulak bukan semata bersifat ekonomis tetapi sudah bersifat kultural (Muara Consul, 2011).]

2.4.6. Aspek RegulasiAda 3 (tiga) kebijakan pemerintah yang mendukung usaha garam rakyat, termasuk yang berada di Jawa Barat, yaitu: (1) Kebijakan produksi untuk mencapai swasembada garam nasional melalui program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) pada daerah penghasil Garam, termasuk Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon; (2) Kebijakan manajemen usaha dan harga dengan penetapan harga dasar garam kualitas 1 (K1) sebesar Rp750 per kg dan kualitas 2 (K2) sebesar Rp550 per kg untuk: meningkatkan harga Garam, penyediaan stok cadangan (buffer stock) melalui PT Garam dan pengembangan usaha garam di masyarakat; serta (3) Kebijakan impor garam berupa larangan impor selama masa usaha garam rakyat (Juli Oktober) dan adanya kewajiban bagi importir garam untuk melakukan pembelian garam rakyat minimal sama dengan jumlah garam yang diimpornya (50% : 50%).Pada dasarnya kebijakan-kebijakan pemerintah di atas merupakan kesempatan besar yang dimiliki oleh para petani garam (yang dapat dimanfaatkan) untuk mengatasi ancaman terhadap usaha garam mereka.[endnoteRef:4] Namun demikian, dari ketiga kebijakan pemerintah tersebut tampaknya baru kebijakan pertama (PUGAR) yang sampai saat ini cukup efektif diterapkan di akar rumput pada daerah-daerah penghasil garam, khususnya yang berada di Jawa Barat (Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon). Menurut Widiarto (2012), hasil kajian implementasi PUGAR di Desa Losarang, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu adalah efektif didasarkan pada 4 (empat) hal, yaitu: (1) Terbentuknya 17 Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) di Desa Losarang sesuai target PUGAR, dan tersalurkannya Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Rp850.000.000 kepada 17 KUGAR; (2) Tercapainya produktivitas lahan garam sebesar 90,34 ton/Ha (113% dari target PUGAR 80 ton/ha); (3) Tercapainya target produksi garam PUGAR di Desa Losarang sebanyak 15.300 ton yang berasal dari 170 Ha lahan PUGAR; dan (4) Tercapainya peningkatan kesejahteraan petambak 15% sesuai target PUGAR, dengan nilai efektivitas program sebesar 97,725. [4: Sumber: Widiarto (2012)]

Adapun untuk kebijakan kedua (penetapan HPP) dan ketiga (Larangan Impor Garam selama Juli Oktober), berdasarkan pembahasan pada aspek-aspek sebelumnya, tampaknya relatif hanya bagus dari segi konsep dan teori, namun sampai saat ini masih sulit diterapkan di tingkat akar rumput. Salah satu penyebabnya adalah mekanisme pengawasan yang lemah dalam pelaksanaan regulasi (seperti tidak adanya lembaga pengawas dan sanksi yang tegas bagi para pelanggar).2.4.7. Aspek KelembagaanMasalah utama usaha garam (rakyat) di Jawa Barat (dan Indonesia pada umumnya) tidak hanya masalah mutu garam, produksi, dan produktivitas, tetapi ada kesalahan pula dalam manajemen supply chain (rantai pasok) yang berpengaruh pada nilai jual garam petani.[endnoteRef:5] Saat ini dengan kurangnya gudang dan lemahnya modal yang dimiliki petani tambak menjadikan saat musim panen raya garam, petani terpaksa menjual garam dengan harga murah ke pengepul atau industri pengolah garam.[endnoteRef:6] Dengan perkataan lain posisi tawar petani garam sangat rendah bila berhadapan dengan para pengepul/tengkulak/pedagang. Di sisi lain, konsumen tetap menerima harga garam dengan harga yang tetap (tinggi). Mata rantai usaha garam selama ini kurang menguntungkan bagi petani garam. Perbaikan supply chain management (pengelolaan rantai pasok) akan memaksimalkan nilai garam yang dihasilkan secara keseluruhan, sehingga tidak terjadi gap yang tinggi antara harga garam di tingkat petani dengan harga garam yang harus dibayar oleh konsumen.[endnoteRef:7] [5: Tidak akan ada lagi kelebihan garam ketika musim kemarau (Juli November) ataupun kekurangan Garam pada bulan Desember-Juni yang mendorong dilakukan impor Garam untuk memenuhi kebutuhan Garam nasional.] [6: Kebanyakan pedagang/tengkulak memiliki hubungan yang pasti dengan pedagang tingkat kecamatan atau pedagang besar Kabupaten. Tak jarang mereka adalah kepanjangan tangan dari para pedagang besar. Pedagang besar menyimpan stok garam dan menjual saat harga bagus. Dengan demikian petambak hanya menjadi price taker (Muara Consul, 2011).] [7: Sumber: Widiarto (2012)]

Terkait kondisi ini harus ada upaya untuk mengintegrasikan antara petani garam, gudang penyimpanan garam, industri pengolahan garam, distributor, dan took/pengecer sehingga garam bisa diproduksi dan didistribusikan dengan jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat, dan pada waktu yang tepat pula.[endnoteRef:8] Karena itu, ke depan seharusnya pemerintah bisa segera merancang dan menerapkan sistem tata niaga garam yang jelas dan berpihak kepada para petani garam. [8: Tidak akan ada lagi kelebihan garam ketika musim kemarau (Juli November) ataupun kekurangan Garam pada bulan Desember-Juni yang mendorong dilakukan impor Garam untuk memenuhi kebutuhan Garam nasional.]

Salah satu solusi yang banyak diusulkan di lapangan adalah segera dibentuknya badan penyangga garam atau Lembaga Stabilisasi Harga Garam, yakni semacam Badan Urusan Logistik (Bulog) khusus garam, guna menjamin penyerapan garam rakyat sesuai HPP. Menurut PT Garam (2012), resiko apabila Lembaga Stabilisasi Harga Garam Nasional tidak segera dibentuk, antara lain adalah: 1) SK Menteri Perdagangan Nomor 02 Tgl 5 Mei 2011 tentang ketetapan harga garam petani tidak akan berjalan efektif; 2) harga garam petani masih berfluktuasi sesuai dengan permainan para trader (tenggkulak dan pedagang); 3) daya tawar petani kepada trader akan tetap masih rendah; 4) masih akan terus berlakunya sistem ijon; 5) kesejahteraan petani belum akan dapat ditingkatkan; serta 6) masih tidak akan terjaminnya peningkatan produktifitas dan kualitas garam petani sehingga ketergantungan terhadap garam impor masih akan sangat tinggi.Solusi alternatif lainnya yang banyak diusulkan adalah dengan cara lebih memberdayakan dan meningkatkan kapasitas koperasi di sekitar sentra-sentra produksi garam supaya bisa berperan sebagai lembaga penyangga dan pengontrol harga garam rakyat di saat panen.[endnoteRef:9] Dalam hal ini koperasi tersebut melakukan pembelian pasokan garam rakyat dengan harga yang sesuai, serta penyedia pinjaman modal berbunga rendah bagi para petani garam. Di samping itu, perlu juga segera dibentuk lembaga pengawas pelaksanaan regulasi di tingkat akar rumput untuk memperkuat mekanisme pengawasan, serta memberi sanksi yang tegas kepada para pelanggar. [9: Pada saat ini, koperasi (KUD)dan/atau kelompok tani belum banyak berperan. Kebanyakan mereka selama ini masih berperan hanya dalam masalah teknis budidaya dan penyaluran sarana produksi (Muara Consul, 2011).]

Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) juga perlu didorong agar bisa menjadi suatu kelompok usaha bukan hanya kelompok penyalur BLM. Sebagai kelompok usaha tidak hanya pada saat musim garam, tetapi juga diluar musim garam. Penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB) digunakan untuk usaha dalam waktu 1 tahun, sehingga KUGAR dapat memberikan manfaat secara ekonomi terhadap anggotanya selama 1 tahun, tidak hanya pada saat musim Garam.[endnoteRef:10] Karena itu, perlu ada program pengembangan usaha garam di wilayah potensial penghasil garam untuk mendorong perluasan usaha garam di masyarakat. Usaha garam rakyat tidak hanya menjadi pekerjaan sampingan, ketika cuaca mendukung. Usaha garam rakyat tidak hanya merupakan usaha pembentukan kristal garam tetapi juga memberikan nilai tambah pada garam yang dihasilkan seperti pembuatan garam beryodium, pembuatan garam cair, garam sebagai pupuk, dan lain-lain. [endnoteRef:11] [10: Sumber: Widiarto (2012)] [11: Sumber: Widiarto (2012)]

17