profil pasien, agung muda patih, fk ui,...
TRANSCRIPT
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
iii Universitas Indonesia
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
iv Universitas Indonesia
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
v Universitas Indonesia
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
vi Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada TuhanYang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Dokter Spesialis Bedah Saraf
pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan kemurahan hati dari banyak
pihak, sejak mulai pendidikan hingga pada akhir penyusunan tesis ini, akan sulit bagi
saya menyelesaikan pendidikan ini. Oleh karena itu, saya menyampaikan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Samsul Ashari, Sp.BS(K) sebagai Kepala Departemen yang telah menerima
dan mengajarkan saya cara berpikir cerdas dan bijak, seorang guru yang
membuat pendidikan saya menjadi lebih baik dan berguna dan membimbing
dalam penyelesaian tugas akhir ini.
2. Dr. Setyo Widi Nugroho, Sp.BS(K) sebagai Ketua Program Studi dan guru yang
membuka wawasan serta ketrampilan sebagai ahli Bedah Saraf dan berfikir
sebagai seorang ahli bedah saraf.
3. Prof. Dr. RM. Padmosantjojo, Sp.BS(K) sebagai Orang Tua dan Guru saya yang
telah memberikan saya kesempatan untuk boleh belajar tentang pengetahuan,
ketrampilan dan kebijaksanaan dalam bidang Bedah Saraf juga nasehat, arahan
serta motivasi dalam menjalani seluruh aspek kehidupan seorang dokter.
4. Prof. Dr. Hilman Mahyuddin, Sp.BS(K) sebagai Guru yang mendidik dan
mengajar saya bukan saja di bidang Bedah Saraf, namun juga mengobarkan
semangat nasionalisme, kebangsaan, persatuan dan cinta tanah air.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
vii Universitas Indonesia
5. DR. dr. Renindra Ananda Aman, Sp.BS(K) sebagai Dosen Wali yang telah
mencurahkan perhatian, dukungan dan waktu selama saya menjalani pendidikan
sebagai residen serta pencerahan mengenai Ilmu Bedah Saraf yang berhubungan
dengan peningkatan pengetahuan serta ketrampilan hingga mengantarkan saya
selesai dalam tugas pendidikan Bedah Saraf serta dalam penyelesaian tugas
akhir, serta Dr. M. Saekhu, Sp.BS(K) sebagai Sekretaris Program Studi yang
selalu memberikan arahan dalam menjalani proses pendidikan ini.
6. Para Konsultan dan Staf Medis Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM,
Dr.Hanif G. Tobing, Sp.BS(K), Dr. Syaiful Ichwan, Sp.BS(K), Dr. David
Tandian, Sp.BS(K) dan DR. dr. Wismaji Sadewo, Sp.BS(K) yang semuanya
sudah menjadi pembimbing dan mentor yang telah memberikan pengetahuan,
kemampuan dan ketrampilan selama pendidikan Bedah Saraf.
7. Para Konsultan dan Staf Medis Bedah Saraf di RSPAD Gatot Soebroto, RSU
Dr. Margono Purwokerto, RSU Dr. Sardjito Yogyakarta dan Dr. Lukas B.
Atmadji, Sp.BS yang telah memberikan kesempatan dan pengalaman selama
pendidikan, serta para senior yang telah memudahkan saya menjalani proses
pendidikan ini.
8. DR. Dr. Joedo Prihartono, MPH sebagai pembimbing metodologi penelitian,
terima kasih untuk waktu dan bimbingannya hingga tesis ini bisa terselesaikan
dengan baik.
9. Dr. H. Syahril Aziz. DAFK, SpFK, M.Kes. dan Hj. Rosadanita orang yang
tercinta yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, mengarahkan dan
mendukung saya hingga saat ini. Kasih sayang dan kesabaran mereka adalah hal
yang tak ternilai dalam kehidupan saya dan tidak akan tergantikan.
10. H.M. Yusuf dan Hj.Nurhayati M. Noor mertua saya yang saya cintai yang turut
mendukung dan mendoakan hingga akhir masa pendidikan.
11. Kepada Kakak dan kakak ipar saya dr. Denny satria Utama Sp. THT-KL. MSi
dan dr. Vita Phrasanty,MSi , adik saya dr. Pandu Indra Bangsawan. MSi dan
seluruh kakak-kakak ipar yang telah mendukung dan mendoakan hingga
terselesainya tugas akhir ini
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
viii Universitas Indonesia
12. Dr. Eriza.Sp. THT-KL, sebagai pendamping hidup saya, terima kasih untuk
pengertian, pengorbanan, kasih sayang, kesabaran dan kesetiaan serta ketabahan
dalam memberikan semangat dan dukungan moril dan material selama
menjalani pendidikan ini. Juga anak saya yang terkasih Muhammad Akhtar
Daniswara yang telah menghibur dan menjadi motivasi saya untuk
menyelesaikan pendidikan ini.
13. Rekan-rekan residen senasib seperjuangan, untuk saudara saya Dr. Andrew
Robert Diyo SpBS, Dr. Mustaqim Prasetya, Dr. M. Riza, Dr. Affan Priambodho,
Dr. Adi Sulistyanto, Dr. Nur Hasan, Dr. Ridwan Kamal, Dr. Deni Nasution, Dr.
Ade Wirdayanto, Dr. Abdi Reza, Dr. Kumara Wisyesa, Dr. Ryan Rivaldi, Dr.
Nosiko Alber, Dr. Liza Amelia, Dr. Agus Sihabudin, Dr. Iqbal Rivai, Dr. Hesty
Lidia, Dr. Alfi Aulia, Dr. Julius Seno, Dr. Aryandhito Widi Nugroho, Dr. Danu
Rolian, Dr. M. Harrisyah, Dr. Harris Istianggoro, Dr. Jeremia Pardede, Dr.
Bismo Nugroho dan Dr. Adel Maousavi, terima kasih untuk kerjasama,
dukungan tenaga dan pikiran selama ini, saya sangat menghargai dan mohon
maaf bila ada tutur kata dan perbuatan saya yang tidak berkenan serta dr. Kevin
Gunawan yang sudah membantu statistik tesis ini.
14. Rekan-rekan medis, perawat Bedah Saraf, pegawai tata usaha Bedah Saraf dan
pekarya yang telah membantu dan mendukung saya selama pendidikan di Bedah
Saraf.
15. RSCM dan pasien-pasien yang telah memberikan saya kesempatan untuk belajar
dan kelak bermanfaat saat menjadi ahli Bedah Saraf.
16. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namun telah
membantu dan mendukung saya selama proses pendidikan ini.
Semoga Tuhan yang membalas kemurahan hati semua pihak yang telah
membantu.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
ix Universitas Indonesia
Penulis menyadari dengan keterbatasan pengetahuan, pengalaman maupun pustaka
yang ditinjau, tesis ini masih ada kekurangan dan perlu pengembangan lebih lanjut agar
benar bermanfaat. Penulis mengharapkan kritikdan saran yang membangun agar tesis
ini lebih sempurna dan sebagai masukan untuk penulisan dan penelitian karya ilimah di
masa yang akan datang. Semoga ilmu yang saya dapatkan akan lebih menyadarkan
saya atas kekurangan saya dan mengingatkan saya atas kebesaran-Nya, sehingga dapat
saya amalkan untuk kepentingan umat dan masyarakat luas. Semoga Allah SWT
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, selalu melindungi,
membimbing setiap langkah dan keputusanku.
AminyaaRabbal‘alamin.
Wassalamu’alaikumwarahmatullaahiwabarakatuh.
.
Jakarta, 22 Mei 2014
AgungMudaPatih
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………….....………………..……….i
DAFTAR ISI………………………………………….....………....………………...x
DAFTAR GAMBAR………………………………….…...……………….……….xiii
DAFTAR TABEL………………………………………..………………….……...xiv
BAB 1. PENDAHULUAN…………………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………………………. 1
1.2 Perumusan Masalah………………………………………………..…………….2
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………..…………….2
1.3.1 Tujuan Umum …………………………….......………..…………… 2
1.3.2 Tujuan Khusus ……………………………………………..……….. 3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bidang Pelayanan Masyarakat………………….……….…….............3
1.4.2. Bidang Akademik...............................................…..…………..… ... 3
1.4.2. Bidang Penelitian………………………………………...……...….... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Epidemiologi …………...………………………………………………………..4
2.2. Komponen Sistem VP-shunt................................................................................ 6
2.3. Komplikasi Shunting Serebrospinal………...…………………………….….......7
2.3.1. Infeksi VP-shunt………...……………………………………….……..7
2.4. Etiologi dan Patogenesis VP-shunt Infeksi……...………………………...…... 9
2.5. Gambaran Klinis Infeksi VP-shunt ……...…………......................................... 11
2.6. Diagnosis Infeksi VP-shunt ………………... ………………..…………..….....12
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
xi Universitas Indonesia
2.7. Tatalaksana ……………………………………………………………..……. 15
2.7.1. Terapi Antimikroba …………………………………………....…… 15
2.7.2. Shunt Removal.................................................................................... 17
2.7.3 Durasi Terapi Antimikroba dan Shunt Reimplantasi.............................18
2.8. Kerangka Teori………………….……................…………………..………….20
2.9. Kerangka Konsep Penelitian……………………………………………….......21
BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………………….. 22
3.1 Desain Penelitian …………………………………………………………….. 22
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………………….. 22
3.3. Populasi dan Percontoh ……………………………………………………… 22
3.4. Kriteria Seleksi Percontoh................................................................................ 23
3.4.1.KriteriaPenerimaan…………………………………..……………… 23
3.4.2.KriteriaPenolakan…………………………………..……………….. 23
3.4.3 Besar Percontoh................................................................................... 23
3.4.4 Cara Memilih Percontoh ..................................................................... 23
3.5 Prosedur Penelitian............................................................................................ 23
3.5.1 PerlengkapanPenelitian......................................................................... 23
3.5.2 Pengumpulan Data danProsedur.......................................................... 23
3.5.3 Alur Penelitian...................................................................................... 24
3.5.4 Proses PenjagaanMutu ......................................................................... 24
3.6 Definisi Operasional ................................................................................... 25
3.7 Hambatan Penelitian ....................................................................................... 30
3.8 Manajemen Data .............................................................................................. 30
3.9 Etika Penelitian ............................................................................................... 30
3.10 Organisasi Penelitian ................................................................................... 30
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
xii Universitas Indonesia
BAB IV. HASIL PENELITIAN………………………………...……………….. 31
4.1 Karakteristik Demografik ………...………………...………………………... 31
4.2. Sebaran Karakteristik Berdasarkan Pemberian Antibiotik Profilaksis,
operasi Revisi dan Kejadian Infeksi...……………………………….………... 35
BAB V.
DISKUSI………………………………...………………………….……………. 37
5.1. Karakteristik Demografik ………..………………...………………….…...... 37
5.2. Sebaran Karakteristik Berdasarkan Pemberian Antibiotik Profilaksis,
Operasi Revisi dan Kejadian Infeksi......…………...………………............... 41
5.2.1. Antibiotik Profilaksis………………………………..………...….... 41
5.2.2. Risiko Infeksi, Operasi Revisi, Durasi Pemberian Antibiotik……... 41
5.3. Keterbatasan Penelitian ……………………………………………………... 43
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………... 44
6.1. Kesimpulan ………………………………………………………………….. 44
6.2. Saran ………………………………………………………………………… 45
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 47
Lampiran…………………………………………………………………………... 50
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar2.1. SistemPompaVentrikular Peritoneal Shunting……………………… 7
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Mikroorganisme pada Shunt Infection…………..……….................... 10
Tabel 2.2 . Faktor yang Berhubungan dengan peningkatan infeksi CSF………… 11
Tabel 2.3. Gambaran sel darah pada VP-Shunt infeksi…………….……………. 13
Tabel 4.1 Tabel Karakteristik Demografik…………………..…………………. 31
Tabel 4.1.1 Tabel Karakteristik Demografik…………………..………………..... 31
Tabel 4.1.2 Jumlah Pemeriksaan Kultur Kuman ………..….…………................. 32
Tabel 4.1.3 Hasil Kultur Kuman…………………..……………………….…….... 33
Tabel 4.2.1 Tabel Distribusi Penggunaan Antibiotik…………………..………….. 33
Tabel 4.2.2 Tabel Distribusi Operasi Revisi atau Tidak………………..………... 34
Tabel 4.2.3 Sebaran Infeksi VP-shunt……………………………..………........... 34
Tabel 4.2.4 Distribusi Angka Kematian…………………………………………… 35
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
xv Universitas Indonesia
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
xvi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Agung Muda Patih
ProgramStudi : Ilmu Kesehatan Bedah Saraf
Judul : Profil Pasien Infeksi Ventrikuloperitoneal Shunt di Rumah Sakit
CiptoMangunkusumoPeriode April 2009 - April 2014.
Objektif : Untuk mengetahui bagaimana profil pasien infeksi ventrikuloperitoneal
shunt (VP-shunt) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode April 2009 - April
2014.
Metode : Studi potong lintang yang bersifat deskriptif pada 25 data rekam medis
pasien yang mengalami infeksi ventrikuloperitoneal shunt yang menjalani operasi di
RSCM. Pada data rekam medis dilakukan review faktor – faktor apa saja yang
menyebabkan infeksi VP-shunt. Faktor - faktor yang ditemukan pada kasus –kasus
infeksi di evaluasi dan dianalisis
Hasil : Terdapat 25 pasien yang mengalami infeksi shunt yaitu sebesar 4,4% dari 566
kasus yang menjalani prosedur operasi pemasangan ventrikuloperitoneal shunt.
Sebaran usiater banyak kurang dari 1 tahun sebanyak 9 pasien (36%) dengan rasio
perbandingan berdasarkan jenis kelamin laki – laki dan perempuan 1:1,33. Status gizi
terbanyak yaitu gizi kurang pada 16 pasien (64%) . Untuk infeksi dini merupakan
rasio terbanya pada usia 1 - < 5 tahun sebanyak 5 orang (20%), durasi awal
pemasangan sampai terjadi infeksi dengan nilai tengah 3,5 bulan. Gejala klinis
terbanyak pada pasien infeksi VP-shunt adalah demam pada 11 orang (44%). Temuan
klinis pada pasien infeksi VP-shunt terbanyak yaitu terbentuknya track sebanyak 8
orang (32%). Lama pemberian antibiotik lebih dari 5 hari sebanyak 19 orang (76%)
dan lama perawatan lebih dari 5 hari sebanyak 23 orang (92%). Pola kuman
berdasarkan hasil kultur berdasarkan hasil kultur pada CSS, drain peritoneal dan drain
ventrikel terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis.
Kesimpulan : Berdasarkan gambaran profil pasien yang mengalami infeksi VP-shunt
usia yang lebih muda, status gizi kurang, lama pemberian antibiotik dan lama
perawatan di rumah sakit diduga merupakan faktor resiko tinggi untuk terjadinya
infeksi.
Kata kunci : hidrosefalus, ventrikuloperitoneal shunt, infeksi
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
xvii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Nama : Agung Muda Patih
ProgramStudi : Neurosurgery, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia
Judul : Profile of` Ventriculoperitoneal Shunt Infections Patients in
Cipto Mangunkusumo Hospital Period April 2009 - April 2014.
Introduction : To determine the profile of ventriculoperitoneal shunt (VP-shunt)
infections patients in CiptoMangunkusumo Hospital from April 2009 to April 2014.
Methods : Adescriptive cross-sectional study on 25 medical records of patients who
had a VP-shunt infection in RSCM. We reviewed the factors contribute to shunt
infections from medical records. Factors that were found in infection cases were
evaluated and analyzed.
Results : There were 25 (4,4%) patients of 566 VP-shunt patients experienced of
shunt infection who underwent shunt procedure. Distribution of age the majority was
less than 1 year with 9 patients (36%) with sex ratio of male and female 1:1.33. The
most nutritional status wasmal nutrition in 16 patients (64%). The most prevalence age
group for early infection was 1 - <5 years with 5 people (20%), the duration of the
initial installation to an infection with a median value 3.5months - old. The most
prevalence clinical symptoms of patients was fever 11 patients (44%) and the most
clinical findings was the formation of most tracks 8 patients (32%). The duration of
antibiotic over 5 days was 19 patients (76%) and treatment duration of more than 5
days was 23 patients (92%). The pattern was based on the results of bacterial cultures
based on cerebrospinal fluid, peritoneal drain and ventricular drain.
The most bacterialfindingswas Staphylococcus epidermidis.
Conclusion : Based on the description of the profile of patients who experienced VP-
shunt infection younger age, less nutritional status, and long duration of antibiotic
treatment in hospitalis thought to be the high risk factor for the occurrence of
infections.
Keywords : hydrocephalus, ventriculoperitoneal shunt, infection
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
1
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus hidrosefalus sampai saat ini diterapi dengan operasi
ventriculoperitoneal shunt (VP-shunt). Aliran cairan serebrospinal yang
tersumbat akibat berbagai hal harus dialirkan ke rongga lain di dalam
tubuh untuk mencegah penumpukan cairan serebrospinal didalam ruang
ventrikel sehingga tidak terjadi desakan ke jaringan otak sekitar atau
peningkatan tekanan intrakranial. Metode konvensional pengelolaan
hidrosefalus sampai saat ini adalah ventriculoperitoneal shunt.1-3
Komplikasi dari shunt terbagi atas 2 kategori utama yaitu malfungsi dan
infeksi. Malfungsi VP-shunt dapat terjadi pada semua jenis shunt, dapat
terjadi baik pada bagian proksimal atau distal dari pipa.1-4
Kejadian infeksi
VP-shunt yang dihubungkan dengan tindakan operatif (berkaitan dengan
prosedur operasi) berkisar antara 2,8-14%. Pada empat penelitian
prospektif, randomize trial pada pasien anak dengan penggantian VP-
shunt infeksi terjadi berkisar 8-14%. Penelitian di RSU dr.Sutomo
Surabaya didapatkan angka kejadian infeksi VP-shunt sebanyak 14 orang,
yaitu sebesar 8,3% dari 168 pasien.6
Vinchon seperti yang dikutip oleh
Alan melakukan penelitian retrospektif didapatkan angka kejadian infeksi
VP-shunt sebesar 13,6%.4,7
Infeksi VP-shunt dapat ditegakkan melalui gejala klinis, tidak
berfungsinya shunt, penampakan luka, terbentuk track kemerahan
dipermukaan kulit sepanjang jalur selang, terbentuk kantung di tempat
insersi shunt dan peritonitis. Hasil kultur yang berasal dari jaringan atau
dari drain shunt, analisa cairan serebrospinal (CSS) dan kultur dapat
digunakan sebagai penanda terjadinya infeksi.5
1
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Infeksi VP-shunt dapat terjadi pada kurun waktu kurang dari 6 bulan
(infeksi dini) dan lebih dari 6 bulan (infeksi lambat). Staphylococus
aureus dan Staphylococcus Negative-coagulase, Propionibacterium dan
Enterofaecalis merupakan kuman penyebab terjadinya infeksi pada VP-
shunt.7,8
Infeksi pada VP-shunt berhubungan dengan meningkatnya risiko kejang
pada anak, menurunnya kemampuan intelektual dan meningkatkan resiko
kematian pada jangka panjang. Simon et al mengatakan melalui
penelitiannya di rumah sakit di Kansas didapatkan angka kejadian
reinfeksi pasca pemasangan selang ventrikuloperitoneal adalah 14,8%.
Setelah terjadi infeksi tidak menutup kemungkinan masih dapat terjadi
infeksi berulang.9,11
Kestle et al dari Primary Children’s Medical Center University of Utah di
Salt Lake City mengatakan melalui metode standar protokolisasi di rumah
sakit tersebut (2011) dapat menurunkan angka infeksi pada VP-shunt
sebanyak 36%.10
Belum terdapatnya data mengenai gambaran infeksi VP-
shunt di Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM Jakarta mendorong
peneliti untuk melakukan penelitian.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah profil pasien infeksi VP-shunt di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo periode April 2009 - April 2014?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui profil pasien infeksi VP-shunt di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo periode April 2009- April 2014.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
3
Universitas Indonesia
1.3.2 Tujuan Khusus :
1.3.2.1 Mengetahui sebaran karakteristik demografik berdasarkan
usia, jenis kelamin, etiologi hidrosefalus, status gizi pada
pasien infeksi VP-shunt
1.3.2.2 Melihat gambaran infeksi VP-shunt berdasarkan gejala klinis,
temuan klinis, lama penggunaan antibiotik, lama perawatan
dirumah sakit, riwayat revisi VP-shunt, jenis antibiotik
profilaksis dan angka kematian akibat infeksi VP-shunt
1.3.2.3 Mendapatkan pola kuman pada infeksi VP-shunt.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Pelayanan Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat membantu upaya pencegahan terjadinya
infeksi VP-shunt sehingga dapat menurunkan angka kecacatan
maupun kematian pasien serta menekan biaya pengobatan.
1.4.2 Bidang Akademik
Meningkatkan pengetahuan ahli bedah saraf melalui kajian
gambaran sebaran karakteristik demografik berdasarkan usia,
jenis kelamin, etiologi hidrosefalus, pemberian antibiotik
profilaksis, pada pasien infeksi VP-shunt. Melalui hasil kajian ini
dapat dilihat selanjutnya berbagai dimensi dari faktor-faktor
penyebab terjadinya infeksi VP-shunt dalam hal persiapan
operasi, pemberian antibiotik profilaksis dan pasca operasi,
tindakan pencegahan dan tata laksana apabila sudah terjadi infeksi
pada VP-shunt.
1.4.3 Bidang Penelitian
Dapat menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
4
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Kejadian infeksi VP-shunt yang dihubungkan dengan tindakan operatif
(berkaitan dengan prosedur operasi) berkisar antara 2,8-14%. Pada empat
penelitian prospektif, randomize trial pada pasien anak dengan penggantian
infeksi VP-shunt berkisar 8-14%. Infeksi VP-shunt dapat ditegakkan melalui
gejala klinis, tidak berfungsinya shunt, penampakan luka, terbentuk track
kemerahan dipermukaan kulit sepanjang jalur selang, terbentuk kantung di
tempat insersi selang, peritonitis. Hasil kultur yang berasal dari drain shunt,
analisa cairan serebrospinal (CSS) dan kultur dapat digunakan sebagai
penanda terjadinya infeksi VP-shunt.5
Penelitian Wihasto di RSU dr. Sutomo Surabaya didapatkan 14 orang dari 168
pasien yang mengalami infeksi VP-shunt.6 Dari penelitian tersebut juga
dikatakan malnutrisi, riwayat pemasangan shunt kurang dari 6 bulan, lamanya
operasi dan lamanya pemberian antibiotik memiliki resiko tinggi menjadi
infeksi VP-shunt.6
Beberapa faktor dilaporkan berhubungan dengan peningkatan infeksi VP-
shunt, dimana anak–anak terutama pada usia kurang dari 1 tahun lebih mudah
mendapatkan infeksi VP-shunt dibandingkan dewasa.7 Lamanya masa
perawatan di rumah sakit, tingginya angka infeksi bakteri pada kulit, sistem
imun yang belum matang diduga berhubungan dengan meningkatnya resiko
infeksi VP-shunt.7
4
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
5
Universitas Indonesia
Infeksi VP-shunt dapat terjadi pada kurun waktu kurang dari 6 bulan setelah
operasi VP-shunt (infeksi dini) dan lebih dari 6 bulan setelah operasi VP-shunt
(infeksi lambat). Staphylococcus aureus dan Staphylococcus Negative-
coagulase, Propionibacterium dan Enterofaecalis merupakan kuman
penyebab terjadinya infeksi pada VP-shunt. Penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya tidak berhasil mengidentifikasi gejala klinis yang terkait dengan
jenis patogen tertentu. Kecurigaan adanya gejala klinis akibat infeksi pada
shunt CSS masih tergantung pengalaman dari dokter dalam mendiagnosis.
Matthieu pada penelitianya, melaporkan pada 31 pasien yang mengalami
infeksi pada VP-shunt yang dilakukan analisis pada CSS, terdapat 27 pasien
terinfeksi yang dapat diketahui melalui kuman patogennya. Penyebab utama
infeksi pada VP-shunt adalah Staphylococcus aureus.8
Infeksi VP-shunt berhubungan dengan meningkatnya risiko kejang pada anak,
menurunnya kemampuan intelektual dan meningkatkan resiko kematian pada
jangka panjang. Setelah terjadi infeksi tidak menutup kemungkinan masih
dapat terjadi infeksi berulang.9-11
Simon melalui penilitiannya mengatakan
pada rumah sakit di Kansas, penelitian dari Januari 2001 – Desember 2008
didapatkan 14,8% (100 kasus dari 675 pasien) reinfeksi pasca operasi
pemasangan alatVP-shunt.9
Kestle et al dari Primary Children’s Medical Center University of Utah di Salt
Lake City mengatakan melalui metode standar protokolisasi di rumah sakit
tersebut (2011) dapat menurunkan angka infeksi pada VP-shunt sebanyak
36% dengan menghindari penggunaan antiseptik krim dan Bio-Glide
Catheters.12
Namun terdapat berbagai metode cara pencegahan terhadap
infeksi VP-shunt dan sampai dengan saat ini masih terus dikembangkan dalam
berbagai cara untuk setiap kasus operasi pemasangan VP-shunt, salah satunya
yang terpenting adalah no touch technique.11,12
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Tehnik ini digunakan pada tindakan pemasangan implant dengan tujuan
mengurangi angka infeksi yang berasal dari kuman flora normal kulit seperti
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus yang merupakan
angka tertinggi ditemukan pada hasil kultur untuk kasus pemasangan implan
baik kasus bedah saraf ataupun bedah lainnya. Teknik pembedahan ini
dilakukan tanpa menggunakan sentuhan pada kulit, berarti bahwa manipulasi
peralatan shunt sebanyak mungkin dengan menggunakan instrumen steril dan
bukan dengan sentuhan tangan operator. Untuk pencegahan perioperatif dan
intra operatif pencegahan infeksi dilakukan dengan cara: pemberian antibiotik
perioperatif 1 jam sebelum operasi, memastikan alat VP-shunt dan alat operasi
dalam keadaan steril, pencukuran rambut area operasi, membersihkan area
lapangan operasi dan material adesif, lapangan operasi disikat dengan
handscrub betadin, pemakaian sarung tangan steril yang dobel, penutupan
lapangan operasi dengan kain steril dan penutupan dengan opsite diatas
lapangan operasi, mengalirkan antibiotik (gentamycin) kedalam selang dan
diupayakan pada saat operasi pemasangan implan selang tidak terkena
permukaan kulit. Pasca operasi pencegahan infeksi dilakukan dengan cara:
perawatan luka operasi, pemberian antibiotik minimal 5 hari dan
memperhatikan gizi pasien saat perawatan di rumah sakit ataupun di rumah.10
2.2 Komponen Sistem VP-shunt
Setiap sistem VP-shunt terdiri dari tiga komponen : kateter ventrikel, valves,
dan kateter distal. VP-shunt sederhana hanya memiliki kateter ventrikel, katup
dan katelter distal sedangkan VP-shunt kompleks memiliki pengaturan yang
lebih rumit. Umumnya terdiri dari beberapa kateter ventrikel, tetapi banyak
susunan urutan yang mungkin berbeda dari setiap jenis tipe.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Kateter ventrikel adalah komponen dari VP-shunt yang masuk kedalam ruang
ventrikel dari katup (valves). Berbagai desain kateter ventrikel telah digunakan
selama bertahun-tahun, namun semua itu memiliki prinsip-prinsip desain yang
sama. Ujung rostral kateter memiliki ujung bulat dan beberapa lubang di
sepanjang proksimal kateter. Penyebab paling umum obstruksi proksimal
kateter ventrikel adalah kegagalan shunt mekanik dan terdapat jaringan seperti
pleksus choroidal.13
Katup (valves) diklasifikasikan menjadi tiga pendekatan konseptual : katup
fixed pressure, flow regulated, dan programmable shunt valve. Kateter distal
adalah komponen terpanjang dari VP-shunt sistem. Saat ini penggunaan kateter
distal dengan tip kateter masuk kedalam rongga abdominal.13
Gambar 2.1. Sistem pompa ventrikular peritoneal shunt
(dikutip dari Omotayo O, Journal of Romanian Neurosurgery, 2013; (10): 3 kepustakaan no.13)
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
8
Universitas Indonesia
2.3 Komplikasi Shunt Serebrospinal
Tindakan pemasangan VP-shunt merupakan salah satu tindakan operatif yang
tersering dilakukan dalam bidang bedah saraf. VP-shunt sering dianggap
sebagai prosedur yang relatif aman, namun pada kenyataannya merupakan
tindakan yang saat ini menunjukkan komplikasi tertinggi untuk terjadinya
infeksi. Komplikasi dari pemasangan VP-shunt terbagi atas dua kategori
utama yaitu malfungsi dan infeksi. Komplikasi malfungsi dianggap sebagai
komplikasi yang dapat terjadi pada semua jenis shunt.1,2,3,14,15
Malfungsi tersebut dapat terjadi pada bagian proksimal dari pipa shunt atau
bagian distalnya. Drainase cairan serebrospinal yang berlebihan
(overdrainage) akan memberikan masalah yang berbeda dibandingkan
dengan keadaan drainase yang kurang lancar (underdrainage). Selain itu saat
ini pun ditemukan komplikasi yang berhubungan dengan jenis pipa shunt itu
sendiri.1,2,5,6
2.3.1 Infeksi VP-shunt
Walaupun berbagai usaha dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya
infeksi secara umum angka komplikasi infeksi pasca operasi VP-shunt
adalah sekitar 1-15% dari seluruh prosedur operasi VP-shunt. Angka ini
relatif stabil walau sudah diberikan perlindungan pertahanan pada pasien,
termasuk diantaranya dengan pemberian antibiotik sistemik dan antibiotik
intra shunt, pemberian betadin pada daerah insisi dan bukaan operasi,
penggantian sarung tangan, serta menggunakan alat-alat khusus untuk
menangani alat shunt.
Infeksi VP-shunt dapat terjadi pada kurun waktu kurang dari 6 bulan (infeksi
dini) dan lebih dari 6 bulan (infeksi lambat). Bayi yang prematur memiliki
risiko yang lebih tinggi mengalami infeksi dengan rasio dibandingkan bayi
yang cukup usia gestational. Tidak banyak pusat-pusat bedah saraf di dunia
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
9
Universitas Indonesia
yang bisa mempertahankan angka infeksi pasca operasi VP-shunt dibawah
1%. Pusat-pusat tersebut menerapkan tindakan precaution yang canggih dan
sulit dilakukan dirumah sakit lainnya di seluruh dunia.6-8,14,15
2.4 Etiologi dan Patogenesis Infeksi VP-shunt
Ada empat mekanisme dapat menjadi infeksi pada operasi VP-shunt.
Mekanisme pertama adalah infeksi retrograd dari ujung distal shunt,
meskipun hal ini jarang terjadi. Sebagai contoh: perforasi usus dapat
menyebabkan kontaminasi kateter distal. Infeksi retrograd adalah mekanisme
yang paling mungkin dari infeksi perangkat eksternal. Mikroorganisme dapat
masuk melalui pipa shunt dan mendapatkan akses ke CSS.7
Mekanisme kedua adalah melalui kulit. Pada bayi prematur dengan kulit tipis
atau pasien dengan kondisi umum lemah, ulkus dekubitus dapat berkembang
menjadi infeksi shunt. Infeksi jaringan dekat lokasi shunt juga dapat
menyebabkan inokulasi langsung dari mikroorganisme.7
Mekanisme ketiga adalah infeksi masuk secara hematogen. Mekanisme
keempat, dan yang paling sering adalah mekanisme kolonisasi shunt pada
saat diatas meja operasi. Mekanisme ini terjadi kebanyakan pada bulan
pertama setelah operasi.7
Anak-anak memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya infeksi VP-shunt
dibandingkan orang dewasa. Terdapat beberapa faktor yang diduga
mengkontribusi terjadinya infeksi VP-shunt pada anak yaitu: lama perawatan
di rumah sakit, jumlah bakteri yang tinggi pada kulit, sistem kekebalan tubuh
yang belum matang, atau adanya strain bakteri tertentu yang patogen. Tingkat
infeksi dapat sangat tinggi pada pasien yang menjalani ≥3 kali operasi revisi
(12-26%). Faktor yang terkait dengan peningkatan risiko infeksi yaitu
perdarahan intraventrikular, perdarahan subaraknoid, fraktur tengkorak
dengan kebocoran CSS, external ventricular drainage (EVD), kraniotomi dan
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
10
Universitas Indonesia
durasi EVD. Meskipun ada kontroversi mengenai hubungan antara durasi
EVD dan risiko infeksi, kebanyakan penelitian mempertimbangkan durasi
kateter diperpanjang lebih dari 5 hari akan menjadi faktor risiko penting
terjadinya infeksi. 6-8,14,15
Diidentifikasi dalam infeksi VP-shunt spesies Staphylococcus terdapat pada
sebagian besar isolat pada pasien dengan infeksi VP-shunt. Jenis yang paling
sering yaitu Staphylococcus epidermidis (47-64%), diikuti oleh
Staphylococcus aureus (12-29%). Bakteri gram negatif yang berhasil diisolasi
adalah Escherichia colli, Klebsiella, Proteus, Acinetobacter dan
Pseudomonas. Kasus meningitis nosokomial juga telah dilaporkan pada
pasien dengan VP-shunt. Agen etiologi meningitis bakteri yaitu Haemophilus
influenzae, Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis, yang
hanya terisolasi sekitar 5% dari infeksi VP-shunt. Infeksi VP-shunt akibat
jamur jarang terjadi, walaupun frekuensi infeksi shunt karena Candida telah
meningkat dalam beberapa tahun terakhir (dari 6% menjadi 17%).
Mikroorganisme dan faktor apa saja yang mengkontribusi terjadinya infeksi
VP-shunt seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.1,3,6,14
Tabel 2.1. Mikroorganisme Pada Infeksi VP-shunt
Bakteri Insidens
Staphylococci 55-95
Bakteri gram negative 6-20
Streptococci 8-10
Diptheri 1-14
Anaerob 6
Mixed culture 10-15
(Dikutip dari Braga Moisés.Early shunt complications in 46 children with hydrocephalus.
Neuropsiquiatri.2009 kepustakaan no.15)
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
11
Universitas Indonesia
Tabel 2.2. Faktor yang Berhubungan dengan Peningkatan Infeksi CSS
Faktor yang berhubungan
Kelahiran premature
Riwayat infeksi shunt sebelumnya
Etiologi dari hidrosefalus
Pengalaman dari operator
Jumlah orang yang berada didalam ruang operasi
Ekspose operator dari sarung tangan yang robek
Lamanya prosedur operasi
Persiapan asepsis dan antisepsis
Pencukuran kulit
Operasi revisi VP-Shunt
(Dikutip dari Allan T and James D. Cerebrospinal fluid shunt infections. Dalam principles and
practice of infectious diseases. Elsevier, 2009 kepustakaan no.7)
2.5 Gambaran Klinis Infeksi VP-shunt
Gambaran klinis infeksi VP-shunt sangat bervariasi dan tergantung pada
patogenesis infeksi, virulensi, dan jenis shunt. Gejala yang paling sering
muncul adalah sakit kepala, mual dan perubahan status mental (65%dari
pasien yang terinfeksi).1,6-8
Gejala ini terjadi sebagai akibat dari kerusakan
shunt sekunder karena infeksi, sebesar 14-92% terjadi demam, namun pada
sedikit kasus dengan tidak ditemukannya demam masih memungkinkan
merupakan kasus infeksi VP-shunt.
Nyeri sering berhubungan dengan infeksi pada ujung peritoneal shunt
sebanyak 60%. Gejala dan tanda-tanda infeksi VP-shunt mungkin reversibel
baik proksimal atau bagian distal shunt. Infeksi dimulai di bagian proksimal
dari shunt menjadi meningitis atau ventrikulitis pada sekitar 30% kasus dan
dapat menyebabkan obstruksi shunt.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
12
Universitas Indonesia
Infeksi VP-shunt pada rongga peritoneum dapat menyebabkan respon
inflamasi pada jaringan sehingga terjadi peritonitis. Pada pasien dengan
infeksi VP-shunt, gejala peritonitis muncul sebagai peradangan peritoneal
tingkat lanjut (demam, anoreksia, tanda-tanda dan gejala akut abdomen).
Mikroorganisme dengan virulensi rendah, lokalisasi tanda-tanda peritonitis
mungkin terbatas pada nyeri perut. Pada rongga peritoneal, mekanisme
pertahanan mencoba untuk membatasi infeksi, sering mengakibatkan
terbentuk kantung menyelubungi distal drain peritoneal shunt, dan
penumpukan cairan CSS dalam kantong yang berada di dalam rongga
perut.7,9,14,15
Mayoritas bakteri terisolasi pada pasien dengan nefritis shunt biasanya
Staphylococci Coagulase-negatif. Patogenesis nefritis shunt mirip dengan
yang subakut endokarditis bakteri, dengan deposisi imunoglobulin kompleks
antigen-antibodi M dan G dalam glomerulus ginjal. Keterlambatan dalam
deteksi dini hal tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal repermanen.
Terdapat beberapa kasus infeksi VP-shunt yang berbahaya walaupun dengan
sedikit atau tanpa gejala. Seperti pada pasien timbul dengan oklusi dari
kateter peritoneal yang terekspose atau kegagalan penyerapan CSS
peritoneal.2,7
2.6 Diagnosis
Diagnosis infeksi VP-shunt dapat diambil langsung melalui VP-shunt
reservoir atau cairan di dalam atau disekitar shunt dan dari kateter ventrikel.
Untuk mendapatkan cairan langsung dari shunt ventrikel harus ada reservoir.
Reservoir ini biasanya terletak pada lokasi yang mudah diakses pada
subkutan dengan metode persiapan steril. Pengenalan infeksi dapat dilakukan
dengan cara tersebut. Meskipun dilaporkan sebanyak 12% pasien menjalani
pemeriksaan aspirasi ulang reservoir. Pada pasien dengan kateter ventrikel
yang terinfeksi, pemeriksaanCSS lumbal biasanya negatif. Karena jumlah sel
CSSdari lumbar, glukosa dan konsentrasi protein mungkin tidak
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
13
Universitas Indonesia
mencerminkan adanya infeksi. Setelah CSS diperoleh harus segera dikirim
dan untuk menghitung jumlah jenis sel dengan diferensial, kimia (glukosa
dan protein), pulasan gram.1,14
Jumlah sel darah putih yang tinggi berkorelasi dengan adanya infeksi, namun
infeksi dapat terjadi bahkan pada pasien pada pemeriksaan CSS dengan
jumlah sel darah putih yang normal. Pada infeksi shunt, jumlah sel darah
putih dan konsentrasi laktat yang normal pada sekitar 20% pasien.
Pemeriksaan CSS dari shunt, reservoir, atau kateter adalah tes yang paling
penting untuk menegakkan diagnosis infeksi. Hasil pemeriksaan akan positif
pada pasien dengan perangkat yang terinfeksi bahkan ketika tidak ada
pleositosis atau akibat perubahan kimia CSS.1,7,13,14
Pemeriksaan kultur CSS mungkin memerlukan beberapa hari inkubasi
sebelum dapat disebut negatif atau hasil dapat bias pada pasien yang
sebelumnya telah mendapatkan terapi antimikroba. Pada pasien dengan
ventrikel externalized ventriculostomies, diperoleh gambaran infeksi sebagai
dari kultur CSSyang positif (yang diperoleh dari ventrikel atau kateter
lumbar) terkait dengan CSS pleositosis. Selain gejala klinis demam dan sakit
kepala jika disertai dengan demam tinggi dan tanda-tanda klinis meningitis
artinya telah berkembang menjadi ventriculitis. Semakin menurun glukosa
CSS dan protein CSS meningkat disertai dengan terjadi CSS pleositosis,
dengan tidak adanya kultur CSS positif atau Gram positif haruslah dicurigai
merupakan ciri infeksi. Gambaran sel darah putih yang ditemukan pada
infeksi VP-shunt dapat dilihat pada (gambar 2.3).7,8
Polymerase chain reaction (PCR) berguna untuk mendeteksi keberadaan
DNA bakteri dalam CSS yang berasal dari EVD danVP-shunt pasien. Pada
satu penelitian yang menggunakan PCR untuk mendeteksi bakteri gram
positif dalam 86 spesimen, 42 pemeriksaan dinyatakan negatif tetapi PCR
positif. Tidak ada hasil kultur positif pada CSS PCR pasien menunjukkan
bahwa terdapatnya infeksi. Pada pasien dengan ventriculoatrial shunt kultur
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
14
Universitas Indonesia
darah harus dilakukan karena bakterimia adalah penyebab utama pada pasien
dengan infeksi ventriculoatrial shunt (kultur darah positif pada >90%
kasus).1,6,7,14,15
Hal ini bertolak belakang dengan infeksi pada VP-shunt
dimana kejadian kultur darah negatif mendekati 80%. Diagnosis infeksi VP-
shunt akan lebih sulit ditegakkan bila yang terinfeksi bagian distal VP-shunt.
Banyak terdapat kasus pasien dengan oklusi drain peritoneal bagian distal tapi
tidak terdapat gejala atau tanda-tanda infeksi, harus dilakukan pemeriksaan
lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi pada saat revisi.
Pemeriksaan ultrasound sonography abdominal atau CT-Scan abdominal
dapat mengidentifikasi penumpukan CSS di dalam kantung pada ujung drain
peritoneal.6,7,14
Tabel 2.3. Gambaran Sel Darah Pada Infeksi VP-Shunt
Organism Initial WBC
count
(cells/mm3)
PMN
(%)
Lymphocyte
(%)
Monocyte
(%)
Eosinophil
(%)
Staphylococci
Coagulase-
negative
387.9 ± 652.8
48.3 ± 31.6
28.7 ± 24.9
19.4 ± 16.1
3.3 ± 4.0
S. aureus
574.6±1539.0
56.1 ± 26.3
16.6 ± 15.8
22.9 ± 17.3
5.1 ± 6.8
P. acnes
110.8±163.9
18.0 ± 38.0
37.2 ± 29.0
33.0 ± 32.7
14.4 ± 24.8
Streptococcal sp.
913.9±1190.9
66.7 ± 41.9
16.7 ± 20.1
16.6 ± 19.6
3.5 ± 4.0
Gram-negative sp.
1618.0 ± 3165.9
69.3 ± 31.6
11.9 ± 12.0
15.6 ± 23.1
6.9 ± 13.2
(Dikutip dari Allan T and James D. Cerebrospinal fluid shunt infections. Dalam principles and
practice of infectious diseases. Elsevier, 2009 kepustakaan no.7)
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
15
Universitas Indonesia
2.7 Tatalaksana
Tidak sedikit penelitian telah dilakukan untuk tatalaksana infeksi VP-shunt.
Baik studi randomized dan studi prospektif telah dilakukan. Follow up fungsi
dari perangkat VP-shunt harus diperhatikan secara saksama untuk sebuah
pendekatan terapi terhadap infeksi VP-shunt selama atau setelah perawatan.
Sebagai contoh pada pasien dengan non-communicating hidrosefalus dan
infeksi persisten, removal shunt dan ETV sangatlah disarankan. Pemilihan
antibiotik dalam terapi infeksi VP-shunt harus dipertimbangkan, waktu
removal shunt system dan waktu penggantian shunt. Walaupun pada
kenyataannya masih terdapat variasi yang luas.3,7,15-18
2.7.1 Terapi Antimikroba
Prinsip-prinsip dasar terapi antimikroba untuk infeksi VP-shunt
umumnya sama dengan meningitis bakteri akut. Agen yang dipilih
harus menembus blood brain barrier dan memiliki aktivitas bakterisida
terhadap patogen yang menginfeksi. Jika CSS menunjukkan pleositosis
terapi antimikroba harus dimulai sebelum hasil kultur tersedia.
Mikroorganisme terkait yang paling mungkin dengan infeksi VP-shunt
adalah Staphylococci Coagulase-negatif (S.epidermidis), S.aureus,
Propionibacterium acnes, dan basil gram negatif (termasuk
Pseudomonas aeruginosa). Terapi empirik dengan vankomisin baik
ditambahkan sefepim, ceftazidime atau meropenem yang tepat, sambil
menunggu hasil kultur dan uji kepekaan patogen invitro yang terisolasi.
Pilihan empiris untuk mengobati patogen gram negatif harus
berdasarkan pola resistensi antimikroba lokal patogen tersebut. Jika
Staphylococci terisolasi dan organisme adalah Methicillin Resistant,
terapi harus diubah menjadi Nafcillin atau Oksasilin.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
16
Universitas Indonesia
Pasien dengan infeksi VP-shunt S.epidermidis dan dengan infeksi VP-
shunt Enterococcus faecalis dapat sembuh dengan removal shunt dan
antibiotik linezolid intravena, meskipun linezolid tidak dapat dianggap
sebagai lini pertama terapi untuk infeksi ini. Agen antimikroba yang
direkomendasikan (berdasarkan patogen terisolasi) dan dosis agen ini
untuk digunakan untuk infeksi sistem saraf pusat pada neonatus, anak-
anak, dan orang dewasa. Persiapan amfoterisin B intravena, sering
dikombinasikan dengan 5-flusitosin, atau flukonazol, dianjurkan untuk
infeksi VP-shunt yang disebabkan oleh kolonisasi Candida. Injeksi
langsung agen antimikroba ke dalam ventrikel (melalui ventriculostomy
eksternal atau shunt reservoar) kadang-kadang diperlukan pada pasien
dengan infeksi shunt yang sulit untuk diberantas atau ketika pasien
tidak mampu untuk menjalani terapi bedah.
Sampai dengan saat ini Tidak ada agen antimikroba yang disetujui oleh
Food and Drug Administration untuk penggunaan intraventrikular.
Dosis agen antimikroba untuk penggunaan intraventrikular telah
ditentukan secara empiris dengan penyesuaian dosis dan interval
pemberian dosis berdasarkan kemampuan agen untuk mencapai CSS
dengan dosis yang tepat. efektivitas dan tolerabilitas obat
intraventrikular dipengaruhi oleh drainase lanjutan dari ventrikel, yang
memungkinkan obat untuk cepat keluar dari ventrikel ke dalam shunt
atau ventriculostomy. Sangat sedikit obat dapat masuk ke seluruh sistem
ventrikel. Antibiotik Vancomycin sering digunakan langsung diinjeksi
ke dalam ventrikel untuk mengatasi penetrasi CSS. Dosis harian
berkisar dari 5-20 mg. Dalam satu report, 20 infeksi shunt yang
berhasil diobati dengan 20 mg Vancomycin intraventrikular pada orang
dewasa dan 10 mg pada anak-anak yang diberikan dalam 5-19
hari.7,14,15,19,20
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
17
Universitas Indonesia
2.7.2 Shunt Removal
Dalam upaya awal untuk mengobati infeksi VP-shunt agen antimikroba
intravena atau intraventrikular digunakan secara eksklusif untuk
menghindari operasi tambahan dan untuk menjaga CSS selama
pengobatan. Namun keberhasilan dengan pendekatan ini rendah (34-
36%) dan dengan angka mortalitas yang tinggi.1,4.9,14
Selain itu, pemberian dari agen antimikroba ke dalam CSS membutuhkan
rawat inap yang panjang, dan tingkat keberhasilan yang rendah. Namun,
dalam sebuah penelitian observasional pengobatan dengan agen
antimikroba sistemik dan intraventrikular (implan melalui perangkat
akses ventrikel terpisah) 84% dari 43 pasien sembuh, dengan tingkat
keberhasilan 92 % untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri selain
S.aureus.1,4
Hal ini menunjukkan bahwa manajemen konservatif mungkin sesuai
untuk pasien tertentu dengan infeksi VP-shunt disebabkan oleh mikro-
organisme yang kurang virulen seperti Staphylococci Coagulase-negatif.
Hasil serupa telah dicapai pada pasien dengan infeksi VP-shunt yang
disebabkan oleh P. acnes. Removal implant shunt dengan penggantian
shunt segera kombinasi dengan terapi intravena antimikroba sekitar 65-
75% dari pasien dengan infeksi VP-shunt, meskipun tingkat kegagalan
dan tingkat reinfeksi masih tetap cukup signifikan dengan pendekatan ini.
Pilihan lainnya adalah removal shunt dan menunda penggantian implan
shunt (untuk mengobati infeksi dengan terapi antimikroba). Awal
penggunaan antimikroba dengan pengangkatan semua komponen shunt
yang terinfeksi bersama dengan penggunaan EVD tampaknya menjadi
perawatan yang paling efektif untuk infeksi VP-shunt. Ventrikulitis
infeksi VP-shunt dapat tertangani lebih cepat dengan EVD. Penggunaan
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
18
Universitas Indonesia
EVD memungkinkan untuk memantau dan sebagai parameter CSS,
termasuk deteksi ada atau tidaknya mikroorganisme yang menginfeksi.
Drainase ventrikel juga merupakan solusi lanjutan dari hidrosefalus dan
menghindari komplikasi dengan removal shunt. Keberhasilan pengobatan
dengan pendekatan ini biasanya lebih besar dari 85%. Risiko terbesar
dari pemasangan EVD adalah infeksi. Durasi waktu yang lebih lama dari
penempatan ventriculostomy dapat meningkatkan risiko infeksi,
meskipun retunelling kateter dan profilaksis dilakukan setiap 5 hari tidak
signifikan mengurangi kemungkinan terjadi infeksi.6,7,14,19
2.7.3 Durasi Terapi Antimikroba dan VP-Shunt Reimplantasi
Terdapat bukti yang mendukung penggunaan periprosedural administrasi
profilaksis antimikroba untuk pasien yang menjalani penempatan EVD-
CSS. Beberapa penelitian metaanalisis telah disimpulkan bahwa
pendekatan ini menurunkan tingkat infeksi sekitar 50%. Cochrane review
database menunjukkan bahwa odds rasio untuk infeksi menurun 0,52
(95% confidence interval, 0,36-0,74). Agen antimikroba harus diberikan
sebelum sayatan untuk mencapai konsentrasi jaringan dan terus selama
24 jam pasca operasi. Satu studi mencatat bahwa tingkat infeksi sebesar
3,8% pada mereka yang menerima antibiotik profilaksis selama
penempatan ventrikel eksternal dan 4,0% bagi mereka yang hanya
menerima antibiotik periprosedural, menunjukkan bahwa antibiotik
profilaksis seluruh drainase tidak menurun tingkat ventrikulitis dan
mungkin memicu untuk munculnya organisme resisten. Sebaliknya, studi
lain menunjukkan manfaat dari antibiotik profilaksis (tingkat 2,6% CSS
infeksi dibandingkan 10,6% pada mereka yang hanya menerima
antibiotik periprosedural, P = 0,001).14
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
19
Universitas Indonesia
CSS pada pasien dengan infeksi VP-shunt yang disebabkan oleh
Staphylococci Coagulase-negatif dan dengan temuan CSS normal, hasil
pemeriksaan CSS negatif 2x24 jam setelah eksternalisasi jelaslah bahwa
removal implant (pengangkatan alat shunt) dipengaruhi obat dan pasien
dapat re-shunt pada hari ketiga setelah pengangkatan. Jika Staphylococci
Coagulase-negatif diisolasi dalam hubungannya dengan kelainan CSS
(yaitu: pleositosis, kimia abnormal) kemungkinan besar terdapat infeksi.
Tujuh hari setelah terapi antimikroba yang direkomendasikan,
pemeriksaan ulang harus negatif sebelum re-shunt. Tetapi jika
pemeriksaan yang diulang positif, pengobatan antimikroba dilanjutkan
sampai kultur CSS tetap negatif selama 10 hari berturut-turut sebelum
VP-shunt yang baru ditempatkan. Pendekatan ini juga dianjurkan untuk
infeksi yang disebabkan oleh P.acnes.14
Untuk infeksi VP-shunt yang disebabkan oleh S.aureus atau basil gram
negatif, 10 hari terapi antimikroba dengan pemeriksaan harus negatif
sebelum re-shunt. meskipun beberapa pihak berwenang akan
mempertimbangkan selama 21 hari terapi ketika basil gram negatif
terisolasi. Beberapa ahli juga menyarankan bahwa pertimbangan
diberikan dengan jangka waktu 3 hari dari terapi antimikroba untuk
memverifikasi pembersihan infeksi sebelum implantasi ulang VP-shunt,
meskipun periode pengamatan ini bersifat opsional dan mungkin tidak
diperlukan dalam semua pasien. Variasi signifikan telah diamati dalam
durasi terapi antimikroba pada pasien dengan infeksi VP-shunt. Terlepas
dari metode pengobatan infeksi VP-shunt dapat terjadi kembali
(reinfeksi).9,12
Dalam satu studi tingkat reinfeksi 26%, dengan dua pertiga dari kasus
yang disebabkan oleh mikroorganisme yang sama, tingkat kekambuhan
pada pasien dengan infeksi VP-shunt S.epidermidis adalah 29%. Faktor
risiko utama untuk kekambuhan riwayat infeksi shunt dalam 6 bulan
sebelumnya.1
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
20
Universitas Indonesia
2.8. Kerangka Teori
Trauma Vaskular Kongenital Tumor Infeksi
Hidrosefalus
Pemasangan VP shunt
Persiapan preoperasi
Antibiotik profilaksis
Alat-alat steril
Pemberian antibitik post operasi.
Kultur dan uji resistensi
Komplikasi
Malfungsi
Infeksi
outcome
Baik
Pengalaman operator Jumlah orang dalam ruang operasi Ekspose sarung tangan yg robek Lama prosedur Operasi A dan antisepsis Pencukuran kulit Operasi Revisi
Usia Jenis Kelamin Status Gizi Imunitas Riwayat premature
Etiologi Hidrosefalus Riwayat Infeksi shunt sebelumnya Operasi revisi Kuman Pathogen
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
21
Universitas Indonesia
2.9. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
Variabel tidak terikat
Variabel terikat
Lama Penggunaan
VP-Shunt sampai
terjadi Infeksi
infeksi
VP-shunt
Etiologi
hidrosefalus
usia Jenis kelamin
Pendidikan
Orang Tua
Lama Waktu
Operasi
Status
Imunitas Status Gizi
Persiapan Kulit preoperasi
dari pencukuran sampai
aseptic dan antiseptik
Revisi/tidak Home Care
Lama
Pemberian
Antibiotik
post Operasi
Antibiotik
Profilaktik
Yang diteliti
Yang tidak diteliti
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
22
Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang bersifat deskriptif untuk
menilai profil infeksi VP-shunt di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) periode April 2009-April 2014.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM dan Unit
Pelayanan Rekam Medis dan administrasi pasien rawat inap RSCM.
3.3 Populasi Penelitian
3.3.1 Populasi Target
Populasi target adalah semua pasien yang mengalami infeksi VP-shunt
dan kontrol ke Poli Bedah Saraf RSCM dan atau rawat inap di RSCM
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah pasien yang mengalami infeksi VP-shunt
dan kontrol ke Poli Bedah Saraf RSCM dan atau rawat inap di RSCM
dari bulan April 2009 sampai bulan April 2014 serta memenuhi kriteria
penelitian.
3.3.3 Percontoh Penelitian
Percontoh penelitian adalah data rekam medis pasien mengalami infeksi
VP-shunt dan datang kontrol atau rawat inap di RSCM sejak bulan
April 2009 sampai bulan April 2014 yang memenuhi kriteria
penerimaan dan tidakmemenuhi kriteria penolakan.
22
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
3.4 Krieria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1 Kriteria Penerimaan
1. Telah dilakukan operasi VP-shunt dan mengalami infeksi VP-shunt
2. Melakukan pemeriksaan ulang di poli RSCM atau rawat inap di RSCM
3.4.2 Kriteria Penolakan
Rekam medis tidak ditemukan.
3.4.3 Besar Percontoh Penelitian
Besar percontoh penelitian untuk mengetahui profil infeksi VP-shunt
pasien dalam penelitian ini seluruh pasien infeksi VP-shunt di RSCM
periode April 2009 – April 2014.
3.4.4 Cara Pemilihan Percontoh Penelitian
Sampel penelitian akan dikumpulkan melalui pendekatan total sampling
pasien infeksi VP-shunt di RSCM periode April 2009 – April 2014.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Perlengkapan Penelitian
1. Rekam medis pasien
2. Alat tulis
3. Komputer
3.5.2 Pengumpulan Data dan Prosedur
3.5.2.1 Data pasien diambil dari rekam medis pasien dengan hidrosefalus
yang menggunakan VP-shunt dan terdapat infeksi dari unit
pelayanan rekam medis dan administrasi pasien rawat inap RSCM
yang sesuai dengan kriteria penelitian.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
24
Universitas Indonesia
3.5.2.2 Pengumpulan data dari rekam medis berupa usia, jenis kela-min,
onset, faktor etiologi, status gizi, gejala klinis, temuan klinis dan
hasil kultur kuman. Data dari rekam medis telah dikumpulkan oleh
peneliti dan didokumentasikan dalam bentuk status penelitian
yang selanjutnya menjadi data distribusi frekuensi dalam data
sheet Microsoft Excel 2011
3.5.3 Alur Penelitian
3.5.4 Proses Penjagaan Mutu
Seluruh langkah pemeriksaan dilakukan oleh peneliti dibawah
pengawasan staf pembimbing. Data dari rekam medis telah
dikumpulkan oleh peneliti dan didokumentasikan dalam bentuk status
penelitian yang selanjutnya menjadi data distribusi frekuensi dalam
data sheet Microsoft Excel 2011
Data Rekam Medis
Rekam medis dicatat data demografi dan
karakteristik percontoh
Analisis Data
Pelaporan
Penapisan
kriteria
penelitian
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
25
Universitas Indonesia
3.6 Definisi Operasional
1. Usia
Definisi : Usia percontoh penelitian adalah usia pasien saat masuk
rawat inap berdasarkan rekam medis.
Alat ukur : Rekam medis
Cara ukur : Satuan usia percontoh disamakan menjadi satu satuan,
yaitu tahun.
Hasil ukur : dalam Tahun (<1 tahun, 1 – 5 tahun, 5 - 11 tahun, 12-17
tahun, 18– 25tahun, 26 – 45 tahun, 46-65 tahun, >65
tahun)
2. Jenis kelamin
Definisi : Jenis kelamin percontoh
Alat ukur : Rekam medis
Hasil ukur : 1. Laki-laki 2. Perempuan
3. Faktor etiologi
Definisi : Faktor yang menyebabkan timbulnya hidrosefalus, tercatat
di dalam rekam medis. Faktor etiologi dibagi menjadi lima,
yaitu:
a. Kongenital
b. Trauma
c. Infeksi
d. Tumor
e. Perdarahan
Alat ukur : Rekam medis
Cara ukur : Faktor etiologi yang tercatat di dalam rekam medis
Hasil ukur : 1. Kongenital 3. Infeksi 5.Perdarahan
2. Trauma 4. Tumor
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
26
Universitas Indonesia
4. Gejala klinis
Definisi : Gejala yang tercatat di dalam rekam medis, yaitu :
a. Demam
b. Sakit kepala
c. Mual
d. Muntah
e. Demam + Mual
f. Demam + Muntah
g. Tidak bergejala
Alat ukur : Rekam medis
Cara ukur : Gejala yang tercatat di rekam medis
Hasil ukur :
a. Demam
b. Sakit kepala
c. Mual
d. Muntah
e. Demam + Mual
f. Demam + Muntah
g. Tidak bergejala
5. Temuan Klinis
Definisi : Temuan secara klinis yang ditemukan dalam rekam medis
a. Kemerahan kulit di jalur selang (track)
b. Shunt exposed di kepala
c. Shunt exposed di abdomen
d. Tidak ada temuan klinis
Alat ukur : Rekam Medis
Hasil Ukur :
a. Kemerahan kulit di jalur selang (track)
b. Shunt exposed dikepala
c. Shunt exposed di abdomen
d. Tidak ada temuan klinis
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
27
Universitas Indonesia
6. Hasil Uji kultur kuman
Definisi : Hasil pemeriksaan kultur kuman yang dilakukan saat operasi
atau post operasi berasal dari CSS, drain ventrikel dan
drain peritoneal yang tercatat dalam rekam medis. Dibagi
atas : Streptococcus milleri,Streptococcus non-hemolitikus,
Streptococcus α-hemolitikus, Streptococcus -hemolitikus,
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Spesies
Neisseria, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter
baumannii, Peptostreptococcus, Eikenella, polimkrobial
(>2 jenis kuman), lain-lain (jenis kuman diluar daftar
kuman yang sering terisolasi)
Alat ukur : Rekam medis
Cara ukur : Pemeriksaan kultur kuman yang tercatat dalam rekam
medis
Hasil ukur : a. Streptococcus milleri 1. Ya 2. Tidak
b. Streptococcus non-hemolitikus 1. Ya 2. Tidak
c. Streptococcus α-hemolitikus 1. Ya 2. Tidak
d. Streptococcus -hemolitikus 1. Ya 2. Tidak
e. Staphylococcus aureus 1. Ya 2. Tidak
f. Klebsiella pneumoniae 1. Ya 2. Tidak
g. Neisseria Sp. 1. Ya 2. Tidak
h. Pseudomonas aeruginosa 1. Ya 2. Tidak
i. Acinetobacter baumannii 1. Ya 2. Tidak
j. Peptostreptococcus 1. Ya 2. Tidak
k. Eikenella 1. Ya 2. Tidak
l. Polimikrobial 1. Ya 2. Tidak
m. Lain-lain 1. Ya 2. Tidak
n. Tidak tumbuh kuman 1. Ya 2. Tidak
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
28
Universitas Indonesia
7. Jenis Antibiotik Profilaksis
Definisi : Jenis pemberian antibiotik sebelum operasi
Alat ukur : Rekam medis
Cara ukur : Jenis antibiotik yang tercatat dalam rekam medis
Hasil ukur : 1. Ya atau Tidak
2. Jenis Antibiotik
8. Lama pemberian Antibiotik
Definisi : Pemberian antibiotik setelah operasi
Alat ukur : Rekam medis
Cara ukur : Jenis antibiotik yang tercatat dalam rekam medis
Hasil ukur :
1. 5 hari
2. >5 hari
9. Durasi rawat inap
Definisi : Lamanya pasien dirawat di rumah sakit, tercatat dalam rekam
medis.
Alat ukur : Rekam medis
Cara ukur : Lama pasien dirawat di rumah sakit yang tercatat dalam
Rekam medis
Hasil ukur :
1. 5 hari
2. >5 hari
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
29
Universitas Indonesia
10. Infeksi VP-shunt
Definisi : Infeksi dini adalah subyek yang mengalami atau
menunjukkan adanya tanda dan gejala infeksi dalam jangka
waktu kurang dari 6 bulan pasca operasi.
Infeksi lambat adalah subyek yang mengalami atau
menunjukkan adanya tanda dan gejala infeksi dalam jangka
waktulebih dari 6 bulan pasca operasi.
Alat ukur : Rekam medis
Cara ukur : Dilihat dari catatan rekam medis, dapat ditemukan
adanya gejala klinis dan temuan klinis, ditegakkan juga
diagnosa melalui hasil kultur CSS, drain ventrikel dan
drain peritoneal. Jika terdapat hal tersebut maka
digolongkan dengan infeksi.
Hasil ukur : 1. Infeksi Dini.
2. Infeksi Lambat.
11. Revisi shunt
Definisi : Proses pemasangan kembali atau perbaikan VP-shunt
setelah operasi pertama.
Alat ukur : Rekam medis
Cara ukur : Dilihat dari jenis tindakan operasi berupa revisi VP-shunt
pada rekam medis
Hasil Ukur : 1. Revisi
2.Tidak revisi
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
30
Universitas Indonesia
12. Angka kematian
Definisi : Tingkat kematian yang telah didiagnosa dengan infeksi VP-
Shunt
Alat ukur : Rekam medis
3.7 Hambatan Penelitian
Hambatan penelitian adalah kesulitan mengumpulkan data yang lengkap dari
percontoh berupa rekam medis pasien dengan hidrosefalus yang menggunakan
VP-shunt.
3.8 Manajemen Data
Semua data dicatat pada status penelitian, data dimasukkan ke komputer
dalam bentuk data sheet Microsoft Excel 2011yang selanjutnya data diolah
menjadi data distribusi frekuensi.
3.9 Etika Penelitian
Penelitian akan mempergunakan data sekunder sehinga tidak diperlukan
adanya formulir Informed Consent, namun data penelitian akan diperlakukan
secara confidential dan identitas subyek akan dirahasiakan.
3.10 Organisasi Penelitian
Peneliti : dr. Agung Muda Patih
Pembimbing I : dr. Samsul Ashari, Sp. BS (K)
Pembimbing II : Dr.dr. Renindra Ananda Aman, Sp. BS (K)
Pembimbing III : dr. Setyo Widi Nugroho, Sp.BS (K)
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
31
Universitas Indonesia
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Karakteristik Demografi dan Hasil Kultur
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis didapatkan pasien yang
pernah mengalami infeksi VP-shunt dari April 2009-April 2014 pada penelitian
ini sebanyak 25 orang, yaitu sebesar 4,4% dari 566 pasien. Rentang usianya dari
antara <1 - 65 tahun. Karakteristik demografik pasien yang mengalami infeksi
VP-shunt berdasarkan jenis kelamin terbanyak yaitu perempuan (sebesar 56%).
Usia pasien yang mengalami infeksi VP-shunt terbanyak yaitu <1 tahun sebesar
36% dan terkecil pada usia 12-17tahun sebesar 0%. Rasio terbanyak dari sampel
25 pasien adalah untuk infeksi dini pada umur <1 tahun sebanyak 9 orang (36%)
dengan durasi dari awal pemasangan sampai terjadi infeksi antara 2 - 5 bulan
dengan nilai tengah 3,5 bulan. Etiologi terjadinya hidrosefalus terbanyak
didapatkan akibat kelainan kongenital sebesar 68%, akibat tumor sebesar 12%
dan terkecil akibat dari perdarahan sebesar 4%. Pada penelitian ini dilihat
berdasarkan status gizi didapatkan pada status gizi kurang yang mengalami
infeksi VP-shunt yaitu sebanyak 64%. Gejala klinis pada pasien yang mengalami
Infeksi VP-shunt yang terbanyak yaitu didapatkan demam sebanyak 44%.
Temuan klinis didapatkan kemerahan sepanjang jalur selang (track) VP-shunt
sebanyak 32%. Paska operasi didapatkan bahwa lama pemberian antibiotik >5
hari sebesar 76% dengan lama perawatan lebih dari 5 hari sebesar 92 %. Pada
penelitian ini berdasarkan dari hasil uji kultur kuman didapatkan Staphylococcus
epidermidis dengan persentase sebesar 20% dan merupakan angka tertinggi dari
hasil kultur CSS.
31
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
32
Universitas Indonesia
4.1.1 Tabel karakteristik demografik
Karakteristik
Kelompok umur
0 – <1 tahun
1 – 5 tahun
5 – 11 tahun
12 – 17 tahun
18 – 25 tahun
26 – 45 tahun
46 – 65 tahun
> 65 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Wanita
Etiologi
Kongenital
Trauma
Infeksi
Tumor
Perdarahan
Status Gizi
Buruk
Kurang
Baik
Gejala Klinis Demam
Sakit kepala
Mual
Muntah
Demam + Mual
Demam + Muntah
Tidak Bergejala
Temuan Klinis
Kemerahan kulit di jalur selang (Track)
Shunt exposed di kepala
Shunt exposed di abdomen
Tidak ada temuan klinis
Lama pemberian antibiotik
5 hari
>5 hari
Lama Perawatan
5 hari
>5 hari
n
9
7
2
0
3
1
1
2
11
14
17
2
2
3
1
4
16
5
11
3
0
0
1
3
7
8
5
3
9
6
19
2
23
%
36
28
8
0
12
4
4
8
44
56
68
8
8
12
4
16
64
20
44
12
0
0
4
12
28
32
20
12
36
24
76
8
92
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
33
Universitas Indonesia
4.1.2Tabel hasil uji kultur kuman
Dari data yang berhasil dikumpulkan, jumlah pasien yang dilakukan
pemeriksaan kultur sebanyak 20 pasien (80%), dengan rincian 14 pasien (56%)
dilakukan pemeriksaan CSS saja, 2 pasien (8%) dilakukan pemeriksaan CSS
dan drain ventrikel, 4 pasien (16%) dilakukan pemeriksaan CSS, drain
ventrikel, dan drain peritoneal. Sedangkan sisanya sebanyak 5 pasien (20%)
tidak dilakukan pemeriksaan kultur kuman, baik dari CSS, drain ventrikel,
maupun drain peritoneal. Hal ini sudah dilakukan pelacakan pada rekam medis,
laboratorium Mikrobiologi dan laboratorium Patologi Klinik untuk periode
tahun penelitian ini.
Lokasi Pemeriksaan n %
CSS 14 56
Drain peritoneal (DP) 0 0
Drain ventrikel (DV) 0 0
CSS + DP 0 0
CSS + DV 2 8
DV + DV 0 0
CSS + DP + DV 4 16
Tidak diperiksa 5 20
Total 25 100
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
34
Universitas Indonesia
4.1.3 Hasil Kultur Kuman
Mikroorganisme Cairan
Serebrospinal
Drain Peritoneal Drain Ventrikel
n % n % n %
S. epidermidis 5 20 0 0 0 0
S aureus 3 12 0 0 0 0
Pseudomonas a. 4 16 1 4 1 4
Enterococcus Sp 2 8 2 8 1 4
Salmonela enteridis 1 4 0 0 0 0
Klebsiela pneumonia 0 0 0 0 2 8
E.colli 0 0 0 0 1 4
Steril/Tidak Tumbuh 5 20 5 20 4 16
Pada penelitian ini berdasarkan dari hasil uji kultur kuman yang dilakukan pada
cairan CSS, drain peritoneal, dan drain ventrikel didapatkan terbanyak pada
cairan CSS yaitu Staphylococcus epidermidis (20%) diikuti Pseudomonas
aeruginosa (16%). Pada drain peritoneal terbanyak didapatkan Enterococcus sp.
sebesar 8%. Pada drain ventrikel didapatkan terbanyak adalah Klebsiela
pneumonia sebesar 8%. Tidak terdapatnya hasil uji kultur pada CSS sebanyak 5
pasien (20%), drain peritoneal sebanyak 17 pasien (68%) dan drain ventrikel 18
pasien (72 %). Terdapat 5 pasien dari total pasien dimana tidak didapatkan hasil
kultur dari CSS, drain peritoneal dan drain ventrikel.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
35
Universitas Indonesia
4.2 Sebaran Karakteristik Berdasarkan Penggunaan Antibiotik Profilaksis,
Operasi Revisi, Kejadian Infeksi dan Angka Kematian Infeksi VP-shunt
Tabel 4.2.1 Tabel distribusi penggunaan antibiotik profilaksis
Pada tabel 4.2.1 didapatkan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis sebelum
operasi persentase 100%. Seluruh antibiotik profilaksis yang digunakan adalah
golongan sefalosporin generasi III dengan penggunaan terbanyak adalah
cefotaxime, terutama pada pasien berusia di bawah 11 tahun (72%). Antibiotik
profilaksis yang sering digunakan untuk mencegah infeksi VP-shunt adalah
golongan sefalosporin generasi III yang sensitif terhadap kuman komensal selain
quinolon. Selain itu keuntungannya adalah harga yang relatif lebih murah
dibandingkan antibiotik intravena dengan sifat spektrum luas yang lain.26
Tabel 4.2.2 Tabel distribusi operasi revisi atau tidak
Berdasarkan sebaran percontoh pada tabel diatas didapatkan pasien yang
mengalami infeksi VP-shunt dan telah dilakukan prosedur operasi sebanyak
60%. Pada pasien dengan riwayat revisi VP-shunt akan meningkatkan risiko
terjadinya infeksi VP-shunt.9,12
Jenis Antibiotik n %
Cefotaxime
Ceftriaxone
18
5
72
20
Cefepime
2
8
Operasi n
%
Revisi 15 60
Tidak revisi 10 40
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Tabel 4.2.3 Sebaran Infeksi VP-Shunt
VP shunt n %
Infeksi dini (RSCM) 8 32
Infeksi lambat (RSCM) 3 12
Infeksi dini (Rujukan RS luar) 9 36
Infeksi lambat (Rujukan RS luar) 5 20
Berdasarkan data pada tabel 4.2.3 didapatkan terjadinya infeksi dini yang terjadi
di RSCM sebesar 32 % dan infeksi lambat sebesar 12 %. Pada pasien rujukan
dari rumah sakit luar didapatkan infeksi dini sebesar 36% dan infeksi lambat
sebesar 20%. Berdasarkan pada beberapa literatur penyebab infeksi shunt
tersering adalah Staphylococcus epidermidis (47-64%) yang merupakan flora
normal kulit pada manusia dan terjadi pada infeksi dini.3,6-9,12,23,24.
Tabel 4.2.4 Distribusi angka kematian
VP shunt n %
Hidup 21 84
Meninggal 4 16
Pada tabel diatas didapatkan angka angka kematian dari seluruh pasien dengan
infeksi VP-shunt sebesar 16%. Staal8
menyatakan bahwa kematian akibat
komplikasi shunt didapatkan pada kasus terutama dengan etiologi non tumor
(infeksi, perdarahan, trauma, kongenital). Staal mendapatkan bahwa pasien
dengan malfungsi VP-shunt tidak didapatkan penyebab utama kematian tersebut.
Iskandar et al dari tahun 1990 – 1996 mengatakan terdapat 11 dari 357 pasien
meninggal pasca pemasangan VP-shunt diduga berhubungan dengan malfungsi
VP-shunt, namun tidak didapatkan data mengenai penyebab kematian pasien
tersebut.27
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
37
Universitas Indonesia
BAB V
DISKUSI
5.1 Karakteristik Demografik
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis didapatkan pasien yang
pernah mengalami infeksi VP-shunt dari April 2009-April 2014 pada penelitian
ini sebanyak 25 orang, yaitu sebesar 4,4% dari 566 pasien yang dilakukan
operasi VP-shunt. Berdasarkan usia didapatkan terbanyak usia yang mengalami
infeksi VP-shunt yaitu pada rentang usia kurang dari 1 tahun sebanyak 36%. Usia
merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya infeksi VP-shunt. Pada
beberapa literatur dikatakan prematur dan pada usia anak lebih berisiko untuk
terjadinya infeksi. Pada suatu penelitian yang dilakukan di Kenyan Hospital
didapatkan 49,6 % infeksi shunt terjadi pada pasien durasi kurang dari 6 bulan,
terdapat korelasi positif antara komplikasi VP-shunt, usia dan lama pemakaian
shunt. Hal ini diduga terjadi karena masih rendahnya perkembangan sistem imun
dan humoral pada anak-anak dengan umur kurang dari 1 tahun dan belum
matangnya pertahanan kulit pada infan sehingga memungkinkan terjadinya
infeksi.20
Berdasarkan jenis kelamin pasien yang mengalami infeksi VP-shunt perempuan
lebih banyak dibanding laki-laki dengan perbandingan 1:1.3. Penelitian yang
dilaporkan oleh Kesava mendapatkan bahwa usia, jenis kelamin, etiologi
hidrosefalus merupakan faktor independen terhadap terjadinya infeksi, dari
penelitiannya didapatkan risiko jenis kelamin terhadap terjadinya infeksi pada
laki-laki risiko meningkat 1,67x lebih tinggi dibandingkan infeksi yang terjadi
pada perempuan.21
Keterbatasan pada penelitian ini adalah pada jumlah pasien
penelitian dan kurangnya heterogen pasien antara jumlah laki-laki dan
37
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
38
Universitas Indonesia
perempuan serta desain penelitian terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk
dilakukan analisis multivariat untuk melihat sejauh mana faktor risiko
memengaruhi terjadinya infeksi VP-shunt.
Terdapat beberapa etiologi hidrosefalus yaitu: tumor atau kista, perdarahan
serebral, kongenital, post trauma, spinal dysraphism, post kraniotomi dan infeksi.
Kongenital merupakan etiologi hidrosefalus yang terbanyak (sebesar 68%) yang
diikuti kemudian oleh etiologi karena tumor (12%). Sedangkan perdarahan
merupakan etiologi terjadinya hidrosefalus yang terkecil dengan persentase 1%.
Kesava dalam penelitianya melaporkan bahwa etiologi hidrosefalus seperti
kongenital dan Spinal Dysraphism berisiko tinggi untuk terjadinya infeksi
dengan nilai odds ratio sebesar 1,98x dibandingkan etiologi yang lain.21
Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar pasien berstatus gizi kurang (64%),
dimana pada gizi kurang terjadi gangguan pada berbagai aspek imunitas,
termasuk fagositosis, respons proliferasi sel ke mitogen, serta produksi T-
lymphocyte dan sitokin.22
Status gizi dikaitkan dengan tingginya risiko terjadinya
infeksi. Gizi merupakan salah satu determinan penting respons imunitas.
Penelitian epidemiologi dan klinis menunjukkan bahwa kekurangan gizi
menghambat respons imunitas dan meningkatkan risiko penyakit infeksi.
Kekurangan energi protein berkaitan dengan gangguan imunitas berperantara sel
(cell mediated immunity), fungsi fagositosit, sistem komplemen, sekresi antibodi
imunoglobulin A dan produksi sitokin. Kekurangan zat gizi tunggal seperti seng,
selenium, besi, vitamin A,C,E, B6 dan asam folat juga dapat memperburuk
respons imunitas. Pada tahun 1968, World Health Organzation (WHO)
menerbitkan publikasi kaitan antara malnutrisi dan infeksi adalah sinergi. Gizi
yang baik dapat mencegah dan mengurangi beban penyakit infeksi dengan
peningkatan daya tahan tubuh.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Gejala dan tampilan klinis infeksi VP-shunt dapat bervariasi dan bergantung
pada patogenesis infeksi, virulensi mikroorganisme, dan tipe shunt. Gejala
infeksi VP-shunt yang paling sering adalah sakit kepala, mual, lesu dan
perubahan status mental yang terlihat pada 65% dari pasien yang terinfeksi. Pada
kepustakaan lain melaporkan manifestasi klinis infeksi VP-shunt sebesar 91,4%
terjadi inflamasi lokal (pembengkakan, demam, malfungsi dari shunt), iritabilitas
34,3%, nyeri abdomen 20,0% dan kejang17,1%.23
Demam, kejang, C-reactive
protein yang tinggi dalam darah, leukositosis, neutrofil, kadar glukosa yang
rendah, protein tinggi dalam ventrikel dapat digunakan untuk melihat adanya
infeksi VP-shunt.24
Gejala klinis yang lain pada penelitian ini adalah demam (60%) dan gambaran
kemerahan kulit sepanjang jalur selang (53%) pada yang terinfeksi VP-shunt.
Pemeriksaan yang rutin dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yaitu
pemeriksaan lab darah lengkap, kultur, hitung sel dan pemeriksaan CRP sudah
dilakukan untuk melihat adanya infeksi. Terbatasnya data pasien dan hasil
pemeriksaan yang tidak terdapat pada status pasien merupakan keterbatasan juga
pada penelitian ini. Beberapa bakteri penyebab infeksi VP-shunt tersering antara
lain Staphylococcus epidermidis (47 - 64%). Hal tersebut sesuai dengan yang
didapatkan pada penelitian ini, yaitu penyebab utama infeksi VP-shunt adalah
Staphylococcus epidermidis sebanyak 20% yang didapatkan melalui CSS, diikuti
oleh Pseudomonas aeroginosa sebanyak 16% dan diurutan ketiga
Staphylococcus aureus didapatkan sebanyak 4%. Untuk Staphylococcus
epidermidis terjadi mungkin disebabkan oleh flora normal kulit sendiri yang
merupakan suatu penyebab dari infeksi VP-shunt. Namun Bayston mengatakan
hal yang berbeda bahwa dalam observasinya melaporkan umumnya
mikroorganisme yang ditemukan yaitu Staphylococcus aureus dibandingkan
jenis lain, hal tersebut dimungkinkan adanya mikroorganisme tersebut disekitar
shunt.25
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Pada literatur lain menyebutkan mikroorganisme penyebab yaitu Staphylococus
Coagulase-negative (45,7%) dan Staphylococcus aureus (22,9%). Pada suatu
penelitian retrospektif di Seoul National University Childrens Hospital di Korea
didapatkan infeksi VP-shunt yang terjadi sebesar 10,5% dengan mikroorganisme
penyebab yaitu Methicillin-Resistant Staphylococus Coagulase-Negative
(83,3%). Pada penelitian tersebut pemberian vancomycyn preoperatif dianggap
sebagai profilaksis pada situasi dimana tingginya Methicillin-Resisten.22
Pentingnya dilakukan uji kultur kuman dan resistensi antibiotik berguna dalam
melihat pola kuman dan pemilihan antibiotik yang sesuai, sehingga dapat
memperpendek lama pemberian antibiotik dan lama masa perawatan untuk dapat
mencegah dari terjadinya infeksi VP-shunt.
Lama pemberian antibiotik pada penelitian ini didapatkan 19 orang (92%) dari
pasien VP-shunt pasca operasi diberikan antibiotik lebih dari 5 hari dan pasien
dirawat lebih dari 5 hari sebagai upaya untuk melakukan pencegahan infeksi
pasca operasi. Selain antibiotik, asupan gizi, perawatan luka post operasi juga
merupakan hal penting yang juga mempengaruhi proses penyembuhan luka
operasi. Kontrol terhadap tanda-tanda vital pasien dan kontrol terhadap shunt
juga harus dilakukan sebagai upaya untuk observasi adanya tanda-tanda infeksi.
Prosedur cuci tangan tenaga medis, penggunaan sarung tangan saat melakukan
tindakan dan kontak dengan kulit serta edukasi orang tua mengenai pentingnya
cuci tangan dan menghindari kontak langsung dengan luka operasi juga
merupakan upaya untuk pencegahan infeksi.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
41
Universitas Indonesia
5.2. Sebaran Karakteristik Berdasarkan Penggunaan Antibiotik Profilaksis,
Operasi Revisi dan Kejadian Infeksi
5.2.1 Antibiotik Profilaksis
Terdapat bukti yang mendukung penggunaan pemberian antibiotik
profilaksis periprosedural untuk pasien yang akan dilakukan EVD.
Walaupun tidak terdapat bukti penelitian uji klinis terandomisasi yang
adekuat untuk membuktikan keefektivitasannya, beberapa meta-analisis
membuktikan pendekatan ini menurunkan laju infeksi sampai dengan 50%.
Walaupun terdapat berbagai kontroversi mengenai penggunaan antibiotik
periprosedural, sebuah studi mendapatkan angka laju infeksi 2,6% pada
pasien yang mendapatkan antibiotik, dan 10,6% pada pasien yang tidak
mendapatkan antibiotik periprosedural. Pada penelitian ini 100% seluruh
subjek penelitian mendapatkan antibiotik profilaksis yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi post operasi.
5.2.2 Risiko Infeksi, Operasi Revisi dan Durasi Pemberian Antibiotik Pre-
reinsersi
Komplikasi dari tindakan dapat terjadi pada setiap prosedur operasi
pembedahan.Infeksi VP-shunt dapat terjadi pada kurun waktu kurang dari 6
bulan (infeksi dini) dan lebih dari 6 bulan (infeksi lambat).Rasio terbanyak
infeksi dini pada umur 1 tahun - <5tahun sebanyak 5 orang (20%) dengan
durasi dari awal pemasangan sampai terjadi infeksi antara 2 bulan sampai
dengan 5 bulan dengan nilai tengah 3,5 bulan.
Laju infeksi biasa tinggi pada pasien-pasien yang mengalami revisi tiga
kali atau lebih, walaupun tidak semuanya terjadi pada semua studi. Studi
oleh Simon dan Kestlemendapatkan bahwa pasien yang menjalani operasi
revisi shunt karena suatu infeksi, akan terjadi insiden infeksi operasi
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
42
Universitas Indonesia
sebesar 12% - 26%.9,10
Pada penelitian ini diapatkan 60% pasien yang
mengalami infeksi VP-shunt telah dilakukan operasi revisi VP-shunt
sebelumnya.9,12
Infeksi yang terjadi di RSCM sebesar 32% dan infeksi
lambat sebesar 12%. Pada pasien rujukan dari rumah sakit luar RSCM
didapatkan infeksi dini sebesar 36% dan infeksi lambat sebesar 20%. Dari
seluruh jumlah pasien yang mengalami infeksi dini di RSCM adalah 8
orang. Tatalaksana untuk infeksi VP-shunt berdasarkan konsensus yaitu
mengeluarkan shunt yang terinfeksi dan memasang kembali shunt baru
setelah rata-rata 10 hari pemberian terapi antibiotik dengan hasil kultur
negatif.22
Pada kepustakaan lain durasi terapi antibiotik untuk infeksi shunt
tidak dijelaskan dan bergantung pada mikroorganisme yang didapatkan dari
hasil kultur. Pada pasien-pasien dengan infeksi VP-shunt akibat bakteri
Staphylococcus, pemberian antibiotik harus diberikan sampai dengan 10
hari setelah kultur menjadi negatif.22,27
Beberapa peneliti menetapkan
pemberian antibiotik sampai dengan 21 hari ketika ditemukan basil gram
negatif. Beberapa ahli menyarankan untuk mempertimbangkan pemberian
antibiotik dihentikan selama 3 hari untuk melakukan verifikasi bahwa
infeksi sudah tidak terjadi sebelum dilakukan pemasangan shunt
kembali.9,12,14,27
Meskipun demikian, berbagai variasi durasi pemberian
antibiotik dapat ditemukan.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
43
Universitas Indonesia
5.3 Keterbatasan Penelitian
5.3.1 Tidak lengkapnya pencatatan mengenai data pasien dalam status rekam
medis sehingga menyulitkan pengambilan data.
5.3.2 Tidak rutinnyapemeriksaan prosedur uji kultur dan resistensi pada drain
peritoneal dan drain ventrikel sehingga tidak terdapatnya hasil kultur pada
sebagian besar status pasien dengan infeksi VP-shunt, sehingga tidak
diketahuinya seluruh pola kuman dari data hasil kultur.
5.3.3 Tidak heterogen dan kurang memadainya jumlah pasien serta desain
penelitian yang terbatas sehingga tidak bisa dilihat hubungan antara faktor
risiko terhadap terjadinya infeksi.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
44
Universitas Indonesia
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Pasien yang mengalami infeksi VP-shunt di RSCM periode April 2009 -
April 2014 sebanyak 25 orang, yaitu sebesar 4,4% dari 566 pasien yang
dilakukan operasi VP-shunt.
2. Sebaran usia terbanyak yang mengalami infeksi VP-shunt pada rentang
usiakurang dari 1 tahun sebanyak 9 orang (36%).
3. Jenis kelamin terbanyak yang mengalami infeksi VP-shunt yaitu perempuan
sebanyak 14 orang (56%). Dengan perbandingan laki-laki : perempuan
adalah 1:1,3.
4. Status gizi seluruh subjek penelitian yang mengalami infeksi VP-shunt yaitu
gizi kurang sebanyak 16 orang (64%).
5. Untuk infeksi dini merupakan rasio terbanyak pada umur 1-< 5 tahun
sebanyak 5 orang (20%) dengan durasi dari awal pemasangan sampai terjadi
infeksi antara 2 bulan sampai dengan 5 bulan dengan nilai tengah 3,5 bulan.
6. Terdapat 5 orang pasien yang tidak memiliki hasil kultur kuman baik dari
CSS, drain ventrikel atau drain peritoneal.
7. Didapatkan angka kematian berjumlah 4 orang (16%) dari seluruh pasien
infeksi VP-shunt. Namun tidak didapatkan penyebab utama kematian yang
berhubungan dengan infeksi VP-shunt.
44
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
45
Universitas Indonesia
8. Profil pasien infeksi VP-shunt berdasarkan gejala klinis didapatkan
terbanyak adalah demam pada 11 orang (44%).
9. Berdasarkan temuan klinis didapatkan track di permukaan kulit sepanjang
insersi shunt sebanyak 8 orang (32%).
10. Lama pemberian antibiotik pasca operasi pertama terbanyak diberikan lebih
dari 5 hari pada subjek sebanyak 19 orang (76%) dan lama perawatan subjek
terbanyak lebih dari 5 hari sebesar 23 orang (92%).
11. Pola kuman berdasarkan hasil kultur baik dari kultur cairan serebrospinal,
drain peritoneal dan drain ventrikel, didapatkan terbanyak yaitu
Staphylococcus epidermidis pada 5 orang (20%), setelah itu adalah
Pseudomonas a. Pada 4 orang (16%) dan Staphylococcus aureus pada 3
orang (12%)
6.2. Saran
1. Gizi yang baik dapat mencegah dan mengurangi beban penyakit infeksi
dengan peningkatan daya tahan tubuh pada pasien dengan indikasi
pemasangan shunt dengan umur terutama yang kurang dari satu tahun.
Sehingga dapat menekan laju angka infeksi VP-shunt.
2. Untuk data rekam medis perlunya perhatian terhadap kelengkapan data dan
pencatatan kondisi pasien dalam rekam medis sehingga akan didapatkan
jumlah pasien yang lebih banyak untuk penelitian lebih lanjut.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
46
Universitas Indonesia
3. Prosedur kultur pada drain peritoneal dan drain ventrikel dapat menjadi
prosedur rutin yang penting untuk dapat melihat pola kuman sehingga dapat
diberikan antibiotik yang lebih tepat.
4. Agar dapat dilakukan edukasi terhadap pasien dan keluarga mengenai
pentingnya kontrol teratur pasca pemasangan VP-shunt agar dapat
didapatkan follow up rawat jalan jangka panjang lebih baik, sehingga apabila
didapatkan adanya komplikasi dapat segera ditatalaksana.
5. Dengan melihat dan mengkaji tinggi angka infeksi diakibatkan Pola kuman
berdasarkan hasil kultur didapatkan yang terbanyak yaitu Staphylococcus
epidermidis merupakan flora normal kulit, perlu dilakukan pencegahan
berupa pentingnya pengertian No Touch Technique dan No Skin Touch
Technique oleh operator. Teknik pembedahan ini dilakukan tanpa
menggunakan sentuhan berarti bahwa manipulasi peralatan shunt dengan
menggunakan instrumen steril sebanyak mungkin dan bukan dengan
sentuhan tangan operator dan permukaan kulit pasien walaupun masih dalam
area steril operasi.10
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
47
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. Sri. M. Sunaka N, Kari K. Hidrosefalus. Dexa Media. 2006;19: 40-48.
2. Rekate H.L. The definition and classification of hydrocephalus : a personal
recommendation to stimulate debate. Cerebrospinal Fluid Res. 2008; 5: 2.
3. Matthew J. McGirt, Aimee Zaas, Herbert E. Fuchs, Timothy M. George,
Keith Kaye, and Daniel J. Sexton. Risk factors for pediatric
ventriculoperitoneal shunt infection and predictors of infectious pathogens.
Clin Infect Dis. 2003;36(7):858-862.
4. Ojo. O, Olumide E, Okiezie O, Olusegun AP. Unusual complication of
ventriculoperitoneal shunt. Romanian Neurosurgery. 2013; 20:1-4.
5. Mwang’ombe NJ, Omulo T. Ventriculoperitoneal shunt surgery and shunt
infections in children with non-tumor hydrocephalus at the Kenyata National
Hospital Nairobi. East African Medical Journal. 2000;77(7)386-390.
6. Suryaningtyas Wihasto dan Arifin Muhammad. Faktor Resiko Kejadian
Infeksi Shunt Pada Hidrosefalus di RSU dr.Sutomo. Surabaya. 2007.
(diunduh dari:
http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_FAKTOR%20RISIKO%20KEJADI
AN%20INFEKSI%20SHUNT%20PADA%20HIDROSEFALUS%20DI%20
RSU%20DR.%20SOETOMO,%20SURABAYA%20%20_4692_2265)
7. Tunkel Allan R. and Drake James M.Cerebrospinal Fluid Shunt Infections. In:
Mandell, Douglas, and Bennett's. Principles and Practice of Infectious
Diseases, 7th edPart II Major Clinical Syndromes. Churchill Livingstone :
Elsevier. Maryland USA. 2009.p.1231-1236
8. Matthieu V, Harold R, Abhaya V K. Pediatric hydrocephalus outcomes: a
review. Fluids and Barriers of the CNS 2012, 9:18
9. Simon TD. Reinfection following initial cerebrospinal fluid shunt infection. J
Neurosurg Pediatric. 2010; 6(3): 277–285.
47
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
48
Universitas Indonesia
10. Kestle John, Cambrin Jay, Wellons John, Kulkarni Abhaya, Whitehead
William, Walker Marion, et al.A standardized protocol to reduce
cerebrospinal fluid shunt infection: the hydrocephalus clinical research
network quality improvement initiative. Neurosurgery Pediatrics. 2011;
8(1):22-29.
11. Baehr Mathias & Frotscher Michael. Cerebrospinal Fluid and Ventricular
System. In: Peter Duus, ed. Topical Diagnosis in Neurology, 2nd ed. New
York. Thieme. 2005. p.406-411.
12. Kestle JR, Garton HJ, Whitehead WE, Drake JM, Kulkarni A, Cochrane DD,
et al. Management of shunt infections: a multicenter pilot study. J Neurosurg
2006 ;105:177–181.
13. Ojo. O, Olumide E, Okiezie O, Olusegun AP. Unusual complication of
ventriculoperitoneal shunt. Romanian Neurosurgery. 2013; 20:1-4.
14. Pfisterer W, Muhlbauer M, Czech T, and Renprecht A.Early diagnosis of
external ventricular drainage infection : results of a prospective study. J
Neurol Neurosurg Psychiatry.2003;74:929–932.
15. Braga Moisés, Carvalho GTC, Brandao ACS, Lima FBF, and Costa BS.Early
shunt complications in 46 children with hydrocephalus.Arq
Neuropsiquiatr.2009;67(2):273-277.
16. Chern JJ, Jea A, Curry DJ, Luerssen TG, and Whitehead WE .Effectiveness of
a clinical pathway for patients with cerebrospinal fluid shunt malfunction.J
Neurosurg Pediatrics. 2010:318-324.
17. Matthieu V, Harold R, Abhaya V K. Pediatric hydrocephalus outcomes: a
review. Fluids and Barriers of the CNS 2012, 9:18
18. Komolafe, E. O., Adeolu, A. A., & Komolafe, M. A. Treatment of
cerebrospinal fluid shunt complications in a Nigerian neurosurgery
programme. Case illustrations and review. Pediatr Neurosurg, 2008;44(1): 36-
42.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
49
Universitas Indonesia
19. Piatt, J. H., Jr., & Garton, H. J. Clinical diagnosis of ventriculoperitoneal
shunt failure among children with hydrocephalus. Pediatr Emerg Care.2008
;24(4): 201-210.
20. Mwachaka PM, Obonyo NG, Mutiso BK, Ranketi S, Mwang’ombe N.
Ventriculoperitoneal shunt complications : a three-year retrospective study in
a Kenyan national teaching and referral hospital. Pediatric
Neurosurg.2010;46(1):1-5.
21. Kesava GR, Papireddy B, Gloria. Ventriculoperitoneal shunt surgery and the
risk of shunt infection in patient with hydrocephalus: long term single
institution experience. World Neurosurg.2012;78(1-2):155-63.DOI :
10.1016/j.wneu.2011.10.034.
22. Chandra.RK. Nutrition and immune system : an introduction. AM J Clin
Nutr.1997;66(2):460-463.
23. Lee JK, Seok JY, Lee JH, Choi EH, Phi JH, Kim SK, et al. Incidence abd risk
factor of ventriculoperitoneal shunt infections in children : a study of 333
concecutive shunt in 6 years. JKorean Med Sci.2012;27(12):1563-1568.
24. Lan.CC, Wong TT, Chen SJ, Liang ML, Tang RB. Early diagnosis of
ventriculoperotoneal shunt infections and malfunctions in children with
hydrocephalus.J Microbiol Immunol Infect.2003:36(1):47-50.
25. Bayston R. Hydrocephalus shunt infections. J Antimicrob
Chemother.1994;34:75-84.
26. Sarguna P & Lakshmi A. Ventriculoperitoneal Shunt Infections. Indian
Journal of Medical Microbiology. 2006:24 (1):52-54.
27. Tuli Sagun, Tuli Jayshree, Drake James, Spears Julian.Predictors of death in
pediatrics patients requiring cerebrospinal fluid shunt. J Neurosurg (Pediatrics
5). 2004;100:442-446.
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
Lampiran
51 Universitas Indonesia
NO NAMA UMUR
MR DIAGNOSA TINDAKAN PASIEN
1 Qub 10 th 3224220 drain peritoneal ekspose VA Shunt 2 AS 4 bl 3384190 Malfungsi VPS VPS + Aff drain 3 NS 58th 3023680 Malfungsi Shunt ec ventrikulitis VPS + Aff drain 4 YB 23 th 3481999 Post VP-shunt aff shunt + Ext. Drain 5 MB 24 th 3481168 Meningitis Ext drain + aff shunt 6 Fr 8 bl 350649 Hidransefali Aff Shunt + psg mono drain 7 Rah 6 bl 3499522 Post External Ventrikular Drainage Aff shunt + Ext. Drainage 8 Zal 21 th 543428 Malfungsi Shunt ec ventrikulitis Aff shunt 9 Ros 4 th 3713443 Shunt expose Aff Shunt
10 Ram 1 th 3549887 Susp VPS rejection Aff Shunt 11 MR 8 bl 3773774 Shunt expose Aff shunt & ext drain 12 NA 2 th 3729902 Malfungsi VPS Aff shunt 13 RK 3 bl 3779372 Malfungsi VPS ec.Vintrikulitis Ext Drainage 14 Sun 79 th NPH Aff shunt 15 Alv 8 bl 3884959 Rejeksi shunt ec. infeksi EVD 16 DG 3 bl 3873995 Dandy Walker Malformation Cyst VPS 17 PA 1 th 3762471 Rejeksi shunt ec. Infeksi Aff shunt+EVD 18 MA 1 th 3714452 Ventriculitis & ecs shunt expose EVD + Aff VPS 19 MS 28 th 2251996 Malfungsi Shunt ec Infeksi Aff Shunt 20 Alt 9 bl 3818569 Ventrikulitis malfungsi shunt Aff shunt pasang EVD 21 AJ 5 th 3889606 susp ventrikulitis & malfungsi VPS Aff shunt kiri + externalisasi shunt 22 NA 2 th 3889887 Shunt expose Aff shunt 23 AR 5 bl 3915879 Shunting expose Aff shunt 24 UB 75 th 3673996 Malfungsi distal ec. Infeksi Revisi Shunt 25 PC 2 th 3907403 Shunt expose Aff shunt
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
Lampiran
52 Universitas Indonesia
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014
Lampiran
53 Universitas Indonesia
Op RSCM early infeksi 8 pasien Kelompok umur
Lama pemberian
antibiotik
Op RSCM Late infeksi 3 Pasien 1. 0-1 tahun 8 1.5 hari 6Op RS Luar early infeksi 9 Pasien 2. >1- <5 tahun 10 2.>5 hari 19Op RS Luar late infeksi 5 pasien 3. >5-18 tahun 4
Jumlah VPS Infeksi 25 pasien 4. >18 tahun 3 Lama Rawat
1.5 hari 2Jenis Kelamin 2.>5 hari 231. Laki-laki 11
2. Wanita 14Hasil Uji Kultur
kuman LCS Drain Peritoneal Drain Ventrikel
S. Epidermidis 5 0 0
Etiologi S Aureus 3 0 0
1. Kongenital 17 Pseudomonas A. 4 1 1
2.Trauma 2 Enterococcus Sp 2 2 1
3. Infeksi 2 Salmonela Enteridis 1 0 0
4.Tumor 3 Klebsiela Pneumonia 0 0 2
5, perdarahan 1 E.Coli 0 0 1
Status Gizi Steril/Tidak Tumbuh 5 5 4
1.Buruk 4 Tidak Ada Data 5 17 18
2.Kurang 16
3.Baik 5Antibiotik
Profilaksis
4.Overweigt 0 1. Ya 255.Obese 0 2. Tidak 0
Gejala Klinis Operasi Revisi
1. Demam 11 1. Ya 152. Sakit kepala 3 2. Tidak 103. Mual 04. Muntah 0 Infeksi
Demam dan Mual 1 1. early ( < 6 bulan) 17Demam dan Muntah 3 2. Late ( > 6 bulan) 8Tidak Bergejala 7
Operasi Awal
Temuan Klinis 1. RSCM 1110. Track 8 2. RS Luar 14
Profil pasien..., Agung Muda Patih, FK UI, 2014