profil masyarakat hukum adat dan kearifan lokal di ... · kebudayaan, agama dan system kepercayaan...
TRANSCRIPT
Profil Masyarakat Hukum Adat dan Kearifan Lokal di
Provinsi Banten
(Kajian Kearifan Lokal dalam Pelestarian Lingkungan Hidup dan Hutan )
DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PROVINSI BANTEN
2017
i
KATA PENGANTAR
Dalam peta etnografi, Indonesia dikenal sebagai sebuah Negara yang multi etnis,
multikultur dan multiras, dibangun oleh ratusa suku bangsa dan ribuan kelompok
masyarakat hukum adat dengan latar belakang budaya yang berbeda satu sama lain.
Kemajemukan masyarakat penduduk Indonesia ini bukan saja dibentuk karena
keberagaman etnis, melainkan juga perbedaanya dalam latar belakang sejarah,
kebudayaan, agama dan system kepercayaan yang dianut, serta lingkungan
geografisnya. Akan tetapi perbedaan tersebut mampu dibingkai menjadi visi yang sama
yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat Hukum Adat merupakan masyarakat yang memegang teguh adat
istiadat warisan leluhur, mereka hidup dengan memanfaatkan sumber daya alam tanpa
melupakan kelestarian alam itu sendiri. Hutan merupakan tempat masyarakat adat hidup
dan mempertahankan kehidupannya, mereka mengambil apa yang mereka perlukan dan
sebagai timbal baliknya mereka memberikan apa yang hutan butuhkan, yaitu
perlindungan, pelestarian guna tercipta keseimbangan anatara hutan dan lingkungan
hidup manusia.
Dalam prakteknya, tercatat 2.332 komunitas adat dengan latar belakang budaya
yang berbeda yang ada di Indonesia (Catatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara). Di
Provinsi Banten, tepatnya di Kabupaten Lebak, terdapat 2 tipologi masyarakat adat
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak. Perda Kab. Lebak No. 32 tahun 2001
tentang Perlındungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy dan Perda Perda Kab. Lebak
No. 8 Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat
Adat Kasepuhan.
Eksistensi masyarakat adat kasepuhan di Provinsi Banten yang didukung oleh
pemerintah Kabupaten Lebak, berimplikasi terhadap kuatnya identitas dan jatidiri asli,
terjaminnya hak hak masyarakat adat, dan kebebasan masyarakat adat untuk
melaksanakan tatali paranti karuhun yang menjadi ruh dari kehidupan masyarakat adat
itu sendiri. Hal ini memberi ruang lebih kepada masyarakat adat di Kabupaten Lebak
untuk melaksanakan ritual-ritual kebudayaanya dan melaksanakan pikukuh baik yang
ii
mengatur pola hubungan antar manusia, manusia dengan penciptanya dan manusia
dengan alam sekitar. Terkait dalam hubungannya dengan alam, masyarakat Kasepuhan
sudah menerapkan pola pemanfaatan hutan yang sustainable, dengan menggunakan
sistem zonasi Hutan tutupan, Hutan Titipan dan Hutan Garapan.
Patut disyukuri bahwa Masyarakat Adat Kasepuhan sudah secara turun temurun
turut mengkampanyekan dan mengimplementasikan program program pelestarian hutan
meski dengan tata caranya sendiri, melalui tatali paranti karuhun, melalui simbol
simbol entitas budaya, melalui perilaku perilaku ke-adat-nya, melalui kearifan lokal
budayanya. Tentu saja pola-pola tersebut secara langsung membantu mengisi ruang
ruang pengetahuan kosong tentang keterlibatan Masyarakat Adat pada program
pemerintah dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten.
Tulisan ini bukan merupakan hasil akhir yang sempurna, melainkan masih
memerlukan perbaikan dan saran untuk menyempurnakan tulisan. Namun besar harapan
kami agar tulisan sederhana ini dapat memberikan pemahanan enklusif terhadap
pengimplementasian nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat akan pentingnya
lingkungan hidup dan hutan, tidak hanya untuk dimanfaatkan oleh generasi sekarang
tetapi dapat sustain untuk generasi dan kehidupan yang akan datang.
Terobosan yang dibuat oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi
Banten, telah membuka jalan panjang tentang pentingnya keterlibatan Masyarakat Adat
dalam men-sinergi-kan program program pemerintah dengan kearifan lokal sehingga
program program tersebut dapat tepat sasaran dan bermanfaat signifikan tidak hanya
terhadap penguatan entitas budayanya tetapi juga dapat seiring sejalan dalam menjaga
dan melestarikan hutan dan lingkungan.
Melalui kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kelancaran proses penyususnan tulisan ini, baik di lapangan
maupun instansi terkait.
Juni 2017
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan ...................................... i
Pengantar Penulis .......................................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................................... iii
Daftar Gambar .............................................................................................................. iv
Daftar Tabel ................................................................................................................... vi
Bab 1 Masyarakat Hukum Adat dan Kearifan Lokal ............................................... 1
1.1 Pengertian Masyarakat Hukum Adat ................................................................... 1
1.2 Pengertian Kearifan Lokal ................................................................................... 2
Bab 2 Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Banten ................................................. 4
2.1 Masyarakat Kanekes (Baduy) .............................................................................. 4
2.2 Masyarakat Adat Kasepuhan ............................................................................... 7
Bab 3 Kondisi Geografis, Alam dan Lingkungan Masyarakat Hukum Adat ......... 14
3.1 Letak Geografis, Alam dan Lingkungan Masyarakat Kanekes (Baduy) ............. 14
3.2 Letak Geografis, Alam dan Lingkungan Masyarakat Kasepuhan ....................... 17
Bab 4 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................................. 21
4.1 Teknik Pengumpulan Data .................................................................................. 21
4.2 Sumber Data Primer ............................................................................................ 22
4.3 Sumber Data Sekunder ........................................................................................ 22
iv
Bab 5 Mayarakat Adat dalam Pelestarian Lingkungan Hidup dan Hutan ............ 23
5.1 Profil Masyarakat Adat Kanekes (Baduy) ........................................................... 23
5.1.1 Sistem Kelembagaan ........................................................................................ 23
5.1.2 Mata Pencaharian ............................................................................................. 25
5.1.3 Agama ............................................................................................................... 27
5.1.4 Pendidikan ........................................................................................................ 31
5.2 Profil Masyarakat Kasepuhan .............................................................................. 33
5.2.1 Kasepuhan Cisungsang ..................................................................................... 33
5.2.2 Kasepuhan Cicarucub ....................................................................................... 38
5.2.3 Kasepuhan Citorek ........................................................................................... 40
5.2.4 Kasepuhan Cirompang ..................................................................................... 43
5.2.5 Kasepuhan Karang ............................................................................................ 47
5.2.6 Kasepuhan Pasir Eurih ...................................................................................... 50
5.2.7 Sistem Pertanian Masyarakat Adat Kasepuhan ................................................ 53
5.2.8 Keanekaragaman Flora dan Fauna ................................................................... 58
5.3 Konsep Hutan Masyarakat Hukum Adat ............................................................. 63
5.4 Kearifan Lokal Masyarakat Adat ........................................................................ 71
5.4.1 Pikukuh Karuhun Masyarakat Kanekes ........................................................... 71
5.4.2 Tatali Paranti masyarakat Adat Kasepuhan ..................................................... 72
Bab 6 Rekomendasi ....................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 80
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kain Tenun Baduy merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang harus dilestarikan
................................................................................................................................... 3
Gambar 2. Peta Wilayah Masyarakat Kanekes (Baduy) ........................................... 5
Gambar 3. Suasana Upacara Adat Seren Taun dalam rangka Ngamumule pare (memelihara padi)
................................................................................................................................... 8
Gambar 4. Padi adalah komoditas pertanian utama, masyarakat Kasepuhan pamali menjual padi
(beras) ........................................................................................................................ 11
Gambar 5. Masyarakat Baduy sedang menyemai benih padi (ngaseuk) di huma ..................... 16
Gambar 6. Lahan pertanian (sawah & ladang) di Kasepuhan Cisungsang .............................. 19
Gambar 7. Warga Baduy sedang emngencangkan ikat padi yang sedang dijemur ................... 25
Gambar 8. Anak-anak Baduy yang sejak kecil sudah terbiasa hidup dengan alam ................... 31
Gambar 9. Invasi teknologi terhadap masyarakat Baduy melalui pengunjung ......................... 32
Gambar 10. Peta Wilayah Adat Kasepuhan ..................................................................... 34
Gambar 11. Kawasan Pusat Kasepuhan Cisungsang ......................................................... 35
Gambar 12. Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cicarucub 38
Gambar 13. Pusat Kawasan Kasepuhan Cisungsang ......................................................... 39
Gambar 14. Peta wilayah Kasepuhan Citorek .................................................................. 41
Gamabr 15. Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cirompang ..................................................... 44
Gambar 16. Rumah adat Kasepuhan Cirompang 45
Gamabar 17. Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cirompang ................................................... 47
Gambar 18. Rumah Adat Kasepuhan Karang .................................................................. 48
vi
Gambar 19. Sawah dan hutan sebagai jantung dan paru-paru masyarakat adat
Kasepuhan ................................................................................................................. 49
Gambar 20. Peta wilayah Adat Kasepuhan Pasir Eurih .......................................... 52
Gambae 21.Proses panen (dibuat/ngetem) di masyarakat adat Kasepuhan ............. 53
Gambar 22. Tanaman Kapol (tanamn obat) tumbuh subur dan dibudidayakn oleh
masyarakat adat ....................................................................................................... 59
Gambar 23.Kerbau adalah satwa peliharaan masyarakat adat, setiap satu ekor kerbau
diwajibkan membayar cacah jiwa sebesar Rp 5000 ................................................ 63
Gambar 24. Pemanfaatna hutan sampalan untuk kebutuhan lahan pemukiman dan
pertanian .................................................................................................................. 66
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pembagian Tugas/wewenang lembaga adat (Kapuunan) .......................... 23
Tabel 2. Tata Guna Lahan Wilayah Adat Baduy ..................................................... 26
Tabel 3. Tahapan pertanian sawah .......................................................................... 54
Tabel 4. Proses atau tahapan Ngahuma ................................................................... 56
Tabel 5. Flora di Kawasan Kasepuhan Masyarakat Adat Banten Kidul ................. 59
Tabel 6. Fauan di Kawasan Masyarakat Adat Banten Kidul ................................... 63
Tabel 7. Pelaksaaan Seba dari tahun 2013 sampai 2017 ......................................... 69
Tabel 8. Daftar Pikukuh Karuhun masyarakat adat Kanekes ................................. 72
Tabel 9. Tatali parani karuhun dari para leluhur kepada Incu Putu di berbagai
Kasepuhan ............................................................................................................... 74
1
Bab 1 Masyarakat Hukum Adat dan Kearifan Lokal
1.1 Pengertian Masyarakat Hukum Adat
Indonesia memiliki beragam komunitas adat yang tersebar di seluruh
Nusantara, setiap masyarakat adat memiliki ciri dan identitas tersendiri
yang membedakan antara masyarakat adat satu dengan masyarakat yang
lainya. Masyrakat hukum adat juga memiliki beragam pengertian, Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendefinisikan masyarakat adat
sebagai suatu komunitas yang memiliki asal-usul leluhur secara turun-
temurun di wilayah geografis tertentu, serta memiliki nilai, ideologi,
ekonomi, politik, budaya, dan sistem sosial yang khas.1 Sementara dalam
program pemerintah yang digunakan sejak tahun 1970 – 1999 masyarakat
hukum adat juga dikenal dengan istilah Komunitas Adat Terpencil (KAT)
yang memiliki pengertian sebagai kelompok sosial budaya yang bersifat
lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan
pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik. Masyarakat adat sering
juga disebut ‘masyarakat tradisional’ atau dalam istilah lain disebut
indigeneous people, secara garis besar masyarakat adat adalah sekelompok
masyarakat yang menggunakan keseragaman pola hidup yang kemudian
dijadikan pedoman, baik itu pedoman lisan maupun tulisan. Perbedaan
masyarakat adat dengan masyarakat non adat adalah cara hidup
masyarakat adat dengan pola yang berulang dan bahkan tetap, sehingga
terkesan statis dan menutup diri dari kehidupan modern yang dinamis.
Sementara itu menurut UU No 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
menyebutkan bahwa : Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang
yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum adat yang didasarkan atas kesamaan tempat tinggal
atau dasar keturunan2 Selain itu dalam UU No 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa :
Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun 1 Nyoman Shuida. 2016. Masyarakat Adat dalam Pusaran Perubahan. Kemenko Bidang Pembangunan Manusia & Kebudayaan. Hal.3 2 Ibid. 11
2
temurun bermukim diwilayah geografis tertentu karena adanya ikatan
pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan
hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial, dan hukum. Dalam UU NO 18 tahun 2004 tentang
Perkebunan dijelaskan kriteria Masyarakat Hukum Adat, yaitu : (1)
Masyarakat yang masih hidup dalam paguyuban; (2) Memiliki
kelembagaan dalam bentuk perangkat adat; (3) Memiliki wilayah hukum
adat yang jelas; (4) memiliki pranata hukum, khususnya peradilan adat
yang masih ditaati; (5) adanya pengukuhan dengan peraturan daerah.
Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Masyarakat Hukum Adat adalah masyarakat yang
masih menjaga aturan-aturan adat dalam mempertahankan hidup dan
kehidupannya sesuai amanat leluhur.
1.2 Pengertian Kearifan Lokal
Kearifan lokal secara etimologis merupakan serapan dari bahasa
Inggris, yaitu local wisdom. Dalam definisi Quartich Wales, local wisdom
diartikan sebagai kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi
pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan saling
berhubungan.3 Local wisdom sebenarnya memiliki arti yang sendiri-
sendiri. Local atau lokal adalah kondisi sebuah tempat atau setempat,
sementara wisdom atau kearifan adalah sifat yang melekat pada karakter
seseorang, yang berarti arif dan bijaksana. Ketika digabuungkan menjadi
local wisdom maka mempunyai definisi atau makna yang sangat luas,
terutama hal-hal yang menyangkut tatanan nilai, kebiasaan, tradisi, baik
budaya maupun agama, yang menjadi aturan dan kesepakatan tempatan
(lokalitas). Sehingga kearifan lokal dapat dimaknai sebagai suatu gagasan-
gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,
dan tertanam serta diikuti oleh anggota masyarakatnya.4 Kerafina lokal
juga diartikan sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya
(kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau 3 Dhila Fadhila dan Dadan Sujana, 2015 :Kearifan Lokal di Kabupaten Lebak-Provinsi Banten. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov. Banten. Hal 1. 4 Ahmad Baedowi. 2015. Calak Edu 4 –Esai-esai Pendidikan. PT. Pustaka Alvabet. Hal 61
3
peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Keraifan lokal merupakan cara
masyarakat hidup dan mepertahankan kehidupannya dengan berpegang
teguh pada keyakinan yang bersumber dari para leluhur atau nenek
moyang.
Kearifan lokal mengandung nilai-nilai suci firman Tuhan yang
berkaitan dengan tata cara atau pedoman hidup. Kearifan lokal juga
merupakan bentuk warisan nilai-nilai yang sudah sepatutnya untuk dijaga
dan dilestarikan, tidak hanya sebagai cara mempertahankan hidup namun
juga menjadi bagian atau identitas dari kelompok masyarakat tertentu.
Kearifan lokal dapat dijumapai dalam berbagai bentuk, seperti dalam
tarian, nyanyian, pepatah, kitab-kitab atau benda pusaka peninggalan para
leluhur.
Gambar 1: Kain Tenun Baduy merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang harus dilestarikan Sumber : https://keepo.me/_rendradwi-/kearifan-lokal-suku-baduy
4
Bab 2 Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Banten
2.1 Masyarakat Kanekes (Baduy)
Masyarakat Kanekes “Masyarakat Baduy” atau “Masyarakat
Rawayan” adalah sekelompok masyarakat Sunda yang masih
mempertahankan gaya hidup tradisional dan mengisolasi diri dari
kehidupan modern, segala sesuatunya dilakukan dengan menggunakan
aturan adat. Masyarakat Baduy terbagi ke dalam kelompok masyarakat
Baduy Dalam dan masyarakat Baduy Luar, hal mendasar yang
membedakan keduanya terletak pada ketaatan terhadap aturan adat, hal itu
tampak dari cara berpakain dan keterbukaan terhadap kehidupan modern.
Masyarakat Baduy Dalam sangat ketat dalam menjalankan setiap aturan
adat, sehingga hal-hal yang baerbau modern sangat dihindari, dari segi
pakain mereka biasa menggunakan pakaian putih dengan ikat kepala
warna senada, berbeda dengan masyarakat Baduy Luar yang biasa
menggunakan pakaian warna hitam dan ikat kepala warna biru motif batik
Baduy. Masyarakat Baduy Luar sudah cukup terbuka dengan mulai
mengenal perangkat teknologi komunikasi yaitu telefon genggam (hand
phone).
Istilah Baduy berasal dari nama tempat yang diambil dari nama sungai
Cibaduy. Kemudian orang-orang yang tinggal di sekitar wilayah itu
dikenal dengan nama orang Baduy, selain itu istilah Baduy juga berasal
dari nama pohon yang hanya terdapat di kampung itu yaitu pohon
Baduyut, yang kemudian juga dijadikan nama untuk menyebut orang-
orang yang tinggal di sekitar pohon-pohon itu tumbuh.5 Keterangan lain
menyebutkan bahwa kata Baduy berasal dari kata Budha, yaitu agama
yang dianut oleh Prabu Siliwangi dan rakyat dari Kerajaan Padjadjaran,
hal ini sejalan dengan sumber yang mengatakan bahwa asal muasal
masyarakat Baduy adalah berasal dari masyarakat para punggawa
Kerajaan Padjadjaran (sekitar abad XVI) yang melarikan diri dari
kerjaaan, karena masuknya agama Islam ke wilayah Banten melalui Pantai
5Nandang Rusnandar dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di Banten. Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung. Hal. 65
5
utara Cirebon. Kemudian mereka melarikan ke daerah Banten selatan, di
wilayah Pegunungan Kendeng.6
Selanjutnya ada pendapat yang mengatakan bahwa mereka berasal dari
kelompok masyarakat pengungsi yang terdesak oleh gerakan perluasan
wilayah kekuasaan dan pengislaman dari Kesultanan Banten. Mereka
menganut agama Hindu, dan pada mulanya menetap disekitar gunung
Polosari (Kabupaten Pandeglang) yang berhasil ditundukan oleh
Kesultanan Banten. Sebagian diantaranya berhasil melarikan diri ke arah
selatan dan mendirikan pemukiman baru di tempat pengungsian mereka,
maka jadilah pemukiman masyarakat Baduy.7 Sedangkan menurut
masyarakat Baduy sendiri, bahwa leluhur masyarakat Kanekes memang
sudah sejak dahulu kala mendiami tempat yang mereka tempati sekarang,
yaitu Desa Kanekes.
Masyarakat Kanekes memiliki stratifikasi sosial atau pelapisan
masyarakat berdasarkan status atau tingkatan tertentu sesuai kesepakatan.
Pelapisan ini didasarkan pada sataus wilayah kemandalaan (tanah suci)
Kanekes. Kemandalaan Kanekes terbagi menjadi tiga lokasi pemukiman :
6Ibid.Hal677Ibid.Hal68
Gambar 2 : Peta Wilayah Masyarakat Kanekes (Baduy)
6
(1) Wilayah Tangtu yang dikenal dengan Baduy Kajeroan atau Baduy
Jero; (2) Wilayah Panamping, dikenal dengan sebutan Panamping; dan (3)
Wilayah Dangka, yakni kampung yang dianggap dibawah keterikatan
secara adat dengan orang Baduy yang mempunyai wewenang
kemandalaan secara penuh.8 Wilayah Tangtu terdiri atas tiga kampung
atau dikenal dengan Tangtu Telu (tiga Tangtu), yaitu Cikesik,
Cikartawana, dan Cibeo, ketiganya mempunyai otoritas kemandalaan
penuh. Tangtu sendiri bermakan pasti (tentu) sehingga mereka yang
tinggal di ketiga kampung tersebut wajib mengikuti setiap aturan adat
secara mutlak. Penamaan tangtu berkaitan dengan kayakinan bahwa
mereka adalah inti keturunan dan pendiri kampung. Orang tangtu juga
dikenal dengan sebutan urang girang yaitu orang yang mempunyai strata
lebih tinggi atau dengan kata lain istilah ini digunakan sebagai panggilan
kehormatan terhadap orang tangtu. Kampung Panamping, kata panamping
berasal dari kata tamping, atinya buang. Jadi Kampung Panamping
merupakan kampung tempat pembuangan bagi orang-orang tangtu yang
melanggar pikukuh (aturan) atau ketentuan adat. Kampung Panamping
berada di luar tangtu telu, salah satu Kampung Panamping adalah Babakan
Jaro yang merupakan pusat pemerintahan Desa Kanekes. Selanjutnya
Wilayah Dangka, wilayah ini berada di luar Desa Kanekes, hampir sama
dengan Kampung Panamping, Kampung Dangka juga merupakan tempat
pengasingan atau pembuangan para pelanggar aturan adat. Mengenai
Kampung Dangka, diantaranya ada Cihulu, Cibengkung, Panyaweuyan,
Kompol, Kamancing, Nungkulan dan Cihandam. Terkait ketaatan terhadap
aturan adat, masyarakat Kampung Dangka sudah cukup bebas, mereka
hidup mengadopsi kehidupan modern dan menerima perubahan termasuk
keyakinan dalam beragama.
Masyarakat Kanekes dipimpin oleh tiga puun, yakni Puun Cikeusik,
Puun Cibeo, dan Puun Cikartawana. Orientasi atau kegiatan para puun
merujuk pada pikukuh karuhun. Pikukuh merupakan ketentuan adat
mutlak, sedangkan karuhun adalah para arwah nenek moyang. Pikukuh
8Ibid,Hal78
7
karuhun bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat Kanekes
dan dunia ramai. Mensejahterakan dunia dengan prinsip tanpa perubahan
apapaun, yaitu melalui : (1) ngabaratapakeun (melakukan tapa terhadap
inti jagat dan dunia); (2) ngareremokeun (menghormati dengan cara
menjodohkan Dewi Padi/Sanghyang Asri dengan bumi); dan
mengekalkan pikukuh dengan melaksanakan semua ketentuan yang ada.9
Proses menjalankan pemerintahan adat, ketiga puun memiliki tugas
dan wewenang berbeda. Kapuunan Cikeusik bertugas mengurusi bidang
keagamaan dan pengadilan adat, terutama dalam menentukan waktu
pelaksanaan upacara-upacara adat (seren tahun, kawalu dan seba) dan
memutuskan hukuman bagi para pelanggar adat. Kapuunan Cibeo
berwenang mengurusi bidang pelayanan kepada warga dan tamu di
kawasan Kanekes, termasuk terkait ketertiban wilayah, pelintas batas dan
berhubungan dengan daerah luar. Kapuunan Cikartawana berwenang
mengurusi bidang pembinaan warga, kesejahteraan, keamanan dan
monitoring yang berhubungan denga Kanekes. Dalam lembaga Kapuunan,
puun dibantu oleh Girang Seurat (‘sekretaris’ puun atau pemangku adat),
Baresan (petugas keamanan kampung), Jaro (pelaksana harian urusan
pemerintahan kapuunan), dan Palawari (‘panitia tetap’ dalam berbagai
kegiatan upacara adat).10
2.2 Masyarakat Adat Kasepuhan
Masyarakat Kasepuhan berdasarkan cerita para baris kolot (tetua adat)
bermula dari runtuhnya Kerjaan Padjadjaran, masyarakat adat percaya
bahwa asal muasal Kasepuhan didirikan oleh keturunan Prabu Siliwangi
yang melakukan perjalanan ke daerah sekitar gunung Halimun dan
mendiami wilayah-wilayah baru yang kemudian berkembang menjadi
perkampungan adat yang kini dikenal dengan istilah Kasepuhan. Istilah
kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan ‘ka’ dan akhiran ‘an’.
Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti 'kolot' atau 'tua' dalam bahasa
9Imam Hanafi dkk. 2014 . Nyorenag Alam Ka Tukang. Nyawang Anu Bakal Datang.RMI – The Indonesian Institute for Forest and Environment. Hal 1510Ibid.Hal15
8
Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, munculah istilah kasepuhan, yaitu
tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan
model 'sistem kepemimpinan' dari suatu komunitas atau masyarakat yang
berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot).11 Penyebaran
masyrakat Kasepuhan mengakibatkan banyaknya jumlah Kasepuhan yang
tersebar di Kabupaten Lebak, masyarakat Kasepuahan mendiami lereng-
lereng di pegunungan, hal itulah yang kemudian menjadikan masyarakat
Kasepuhan menggantungkan kehidupannya di sektor pertanian (huma dan
sawah), dengan padi sebagai komoditas utama, padi yang ditanam oleh
masyarakat kasepuhan berbeda dengan padi pada umunya, masyarakat
adat mengenalnya dengan nama pare Geude (padi besar). berbeda dengan
padi biasa, pare Geude mempunyai masa tanam selama enam bulan,
sehingga dalam setahun masyarakat adat hanya menanam padi sebanyak
satu kali.
Meskipun sekarang ada beberapa Kasepuhan yang menanam padi dua
kali dalam setahun, namun padi musim kedua bukan merupakan pare
Geude yang biasa ditanam, tapi padi kecil yang merupakan hasil
kolaborasi dengan pemerintah dalam upaya pengembangan sektor pangan.
Masyarakat Kasepuahan bersifat nomaden atau berpindah-pindah, hal ini
11http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=475&lang=id,diaksespadatanggal12Juni2017pukul22.17
Gambar 3 : Suasana Upacara Adat Seren Taun dalam rangka Ngamumule pare (memelihara padi)
9
yang kemudian menjadi salah satu alasan kenapa rumah adat di Kasepuhan
adalah rumah panggung atau semi permanen bergaya tradisional, dengan
memanfaatkan bahan-bahan yang diperoleh dari alam sekitar, rumah
panggung beralaskan palupuh atau lantai bambu atau papan kayu, dinding
dari bilik bambu serta atap dari hateup (daun kiray/sagu) berlapiskan ijuk
pohon aren. Perpindahan dari satu daerah ke daerah lain tidak dilakukan
secara sembarangan, melainkan harus melalui wangsit dari para leluhur,
sehingga tidak peduli berapa lama sudah menempati daerah tertentu, jika
wangsit mengharuskan untuk pindah, maka tidak ada tawar menawar lagi,
memang sudah seharusnya untuk ngalalakon (berkelana/pindah).
Perpindahan ini hanya berlaku untuk pusat kasepuhan, bukan
perkampungan yang dihuni masyarakat adat keseluruhan, itulah sebabnya
masyarakat adat diluar area pusat Kasepuhan diizinkan membangun rumah
permanen dan mengadopsi arsitektur modern.
Kehidupan sosial masyarakat adat tidak terlepas dari aturan atau
norma-norma adat, ada tiga sistem aturan yang dianut masyarakat adat
Kasepuhan dan digunakan sebagai pedoman hidup, yaitu sistem adat,
agama dan pemerintahan. Ketiganya digunakan secara beriringan tanpa
ada benturan. Proses kehidupan bermasyrakat di Kasepuhan memiliki
keunikan tersendiri, rutinitas masyarakat adat adalah bercocok tanam
(tani), ada pula yang berdagang, gurandil (penambang emas tradisional),
pengrajin dan tukang. bahasa kesehariannya adalah bahasa Sunda yang
terbagi menjadi Sunda Alus dan Sunda kasar. Pakaian masyarakat adat
serba hitam (khususnya saat ritual-ritual adat), ada pula pakaian adat yang
berwaran putih, ciri masyarakat adat Kasepuhan adalah selalu
menggunakan iket (ikat kepala) bagi kaum laki-laki. Namun jika dalam
keseharian, masyarakat Kasepuhan juga bergaya santai seperti masyarakat
modern pada umumnya. Warna hitam yang digunakan sebagai warna
pakaian adat bermakna paham atau mengerti, hal ini karena dalam bahasa
Sunda, hitam artinya hideung, sedangkan kata hideung merupkan bentuk
lain dari hideng, sementara hideng itu sendiri bermakna paham atau
mengerti. Sedangkan warna pakaian putih melambangkan kesucian dan
10
kebersihan hati, sehingga cara berpakain melambangkan bahwa hanya
dengan kebersihan atau kesucian hati dan pikiran dapat memahami
berbagai fenomena atau teka-teki dalam kehidupan. Aturan adat
Kasepuhan biasanya berbentuk kalimat siloka atau teka-teki, bukan dalam
bentuk kalimat sederhana, maka dari itu perlu penafsiran mendalam
tentang istilah yang dikemukakan oleh para karuhun.
Masyarakat hukum adat menggunakan adat istiadat sebagai pedoman
hidup dalam sosial kemasyarakatan, aturan tersebut kemudian diwariskan
secara turun menurun. Masyarakat adat kasepuhan berpegang pada filosofi
tatali paranti karuhun, secara harfiah tatali paranti karuhun bermakana
mengikuti, mentaati serta mematuhi tuntutan rahasia seperi yang dilakukan
para karuhun (leluhur) yang merupakan landasan moral dan etik. Nilai-
nilai kearifan lokal tatali paranti karuhun tidak hanya tercrmin dalam
tataran religius tapi juga termnifestasikan dalam kehidupan sosial, sistem
kepemimpinan, dan tata cara berinteraksi dengan alam.12 Bentuk-bentuk
kearifan lokal dapat ditemukan melalui berbagai aspek kehidupan
manusia, salah sataunya tercermin dalam tata cara bersosialisasi
masyarakat adat, yaitu "Hiji ucap, dua lampah, tilu tekad". Artinya yaitu :
(1) 'ucap' yang berarti perkataan, perkataan seseorang dapat
mencerminkan seperti apa orang tersebut, jadi setiap perkataan
mendeskripsikan identitas seseorang itu tadi. pada konteks ucapan atau
perkataan, masyarakat adat mempunyai aturan atau norma-norma yang
bersifat lisan, walaupun tidak tertulis, tapi aturan itu berlaku dan dipatuhi
oleh anggota masyarakat adat. Sebagai contoh, masyarakat adat mengenal
istilah pamali, yaitu sebuah larangan untuk tidak melakukan sesuatu yang
karena sifatnya dapat merugikan. Sebagai sebuah larangan, pamali
mempunyai konsekuensi bagi pelanggarnya yaitu kabendon (bencana).
Percaya atau tidak, ketika anggota masyarakat adat melakukan sebuah
kesalahan atau melanggar aturan adat yang telah ditentukan, maka hal
buruk akan terjadi kepada pelanggarnya, baik itu penyakit yang tak
12 Imam Hanafi dkk. 2014 . Nyorenag Alam Ka Tukang. Nyawang Anu Bakal Datang.RMI – The Indonesian Institute for Forest and Environment. Hal 16
11
kunjung sembuh, usaha yang selalu merugi atau bahkan pada tingkatan
paling fatal akan mengakibatkan pelanggarnya mati mendadak.
Contoh kongkrit larangan atau pamali di masyarakat adat Kasepuhan
adalah teu meunang ngajual beas, beas mah nyawa (tidak boleh menjual
beras, beras adalah nyawa).
Sehingga hasil panen padi selama satu tahun hanya akan dikonsumsi
sendiri dan sisanya disimpan di Leuit sebagai cadangan pangan untuk dua
sampai tiga tahun kedepan. Analogi beras disejajarkan dengan nyawa,
artinya padi atau beras mempunyai kedudukan begitu luhur dalam
pandangan masyarakat adat Kasepuhan. Masyrakat Kasepuhan percaya
bahwa padi merupakan jelmaan dari Nyai Sri (Nyai Pohaci) atau Dewi
Padi. Sebagai jelmaan sosok seorang Dewi, padi begitu diistimewakan,
maka dari itu ada ritual Ngamumule Pare atau merawat dan memanjakan
padi. Ngamumule pare dilakukan selama siklus musim panen, yang setiap
proses dalam menanam padi selalu disertai dengan berbagai ritual, mulai
dari nibakeun sri ka bumi (proses awal menanam benih padi), teubar
(proses menebarkan benih padi), tandur (menanam padi di sawah),
Gambar 4 : Padi adalah komoditas pertanian utama, Padi juga dianggap jelmaan Nyai Sri (Dewi Padi). Foto : Joe
12
salamet pare nyiram (syukuran saat padi mulai akan berbuah), mipit (ritual
tanda akan dimulainya proses memanen padi), dibuat (proses panen padi
tradisional dengan Etem), Mocong (proses membersihkan dan merapikan
padi), Ngunjal yaitu membawa padi dari lantaian (penjemuran) menuju
lumbung atau leuit, Ngadiukeun (ritual memasukan padi hasil panen ke
dalam lumbung padi) atau juga istilah lainnya ngamitkeun sri ti bumi
(ritual merapikan atau memasukan padi yang tadinya di tebar di sawah
“bumi” ke dalam leuit), nganyaran (ritual pertama kali memasak pare
anyar atau padi baru yang selesai dipanen) Seren taun (ritual puncak
‘syukuran’ sebagai penutup dan awal akan dimulainya proses menanam
padi kembali). (2), 'lampah' atau perbuatan, sejatinya antara apa yang
diucapkan harus sesuai dengan apa yang dilakukan, perbuatan juga
mendeskripsikan pribadi seseorang. Bagi masyarakat adat, setiap tindakan
yang akan dilakukan harus sesuai dengan ketentuan adat. Bentuk-bentuk
karifan lokal tercermin dalam tindakan berupa ritual-ritual warisan nenek
moyang yang hingga kini masih tetap dilestarikan. Ritual yang dilakukan
tidak hanya bersifat seremonial semata, namun juga memiliki nilai-nilai
kehidupan yang mencerminkan identitas masyarakat adat yang hidup
tertata sesuai aturan adat. Salah satu fiosofi masyarakat adat yang
mengatur konsep bagaimana seharusnya bersikap tertuang dalam pepatah
atau wasiat para karuhun (leluhur) “nyucrug galur mapay wahangan nete
taraje nincak hambalan,” yang artinya dalam kehidupan sehari-hari kita
harus jujur mengikuti apa yang telah digariskan, tidak boleh menentang
apa yang bukan haknya. (3) tekad yaitu berkaitan dengan keteguhan dan
keyakinan masyarakat adat dalam melestarikan apa yang menjadi
keyakinannya. Tekad ini tercermin dalam kuatnya aturan-aturan adat atau
kebiasaan masyarakat adat yang masih terjaga yang bahkan tidak lekang
oleh waktu, walaupun zaman sudah berganti.
Masyarakat Kasepuhan bersifat adaptif bukan primitif, sehingga
teknologi atau inovasi modern sangat diterima, meskipun beberapa
penggunaan teknologi masih belum diizinkan atau istilahnya can nepi ka
zaman artinya belum waktunya. Masyarakat Kasepuhan menganut filosofi
13
'hirup kudu ngigeulan zaman' atau dalam istilah lain 'ngindung ka waktu,
ngabapak ka zaman', filosofi itu mencerminkan bahwa, masyarakat
Kasepuhan begitu terbuka mengenai perubahan zaman, mereka menyadari
bahwa dunia terus berputar dan zaman pun ikut berganti, sehingga
diperlukan adanya penyesuaian agar terjadi keseimbangan antara aturan
adat dan kondisi zaman saat ini. Kendati demikian, dengan adanya
keterbukaan itu maka tidak secara otomatis menghilangkan tradisi lama
dan menggantinya dengan cara baru, ada pakem atau patokan yang tetap
dijaga, sehingga keaslian atau hakekat dari tradisi tersebut tidak
mengalami perubahan. Penyesuaian terhadap kemajuan zaman terlihat
dalam berbagai aspek, dalam teknologi pertanian misalanya, dahulu
masyarakat Kasepuhan menggunakan kerbau untuk membantu membajak
sawah, namun sekarang sudah menggunakan traktor yang dirasa lebih
cepat dan efesien dari segi waktu dalam membajak sawah. Meski demikian
tidak semua Kasepuhan melakukan hal yang sama, terdapat beberapa
Kasepuhan yang masih menahan diri dari penggunaan teknologi tersebut
dengan alasan can nepi ka wanci, can datang ka jaman (belum saatnya).
Pada dasarnya masyarakat Kasepuhan hampir sama dengan masyarakat
modern, hanya saja mereka memadukan sikap taat pada aturan adat namun
juga tetap menyambut baik modernisasi selama tidak bertentangan dengan
aturan adat. Dari ketiga aturan adat (ucap, lampah, dan tekad) semuanya
merunut pada bagaimana pola masyarakat hidup dengan tetap
mempertahankan nilai-nilai warisan leluhur di tengah-tengah kehidupan
yang modern. Disisi lain ucap, lampah dan tekad juga merupakan konsep
hidup yang begitu luhur, yaitu konsep hidup yang mengajarkan betapa
pentingnya sebuah keselarasan, keseimbangan dan kedewasaan dalam
bertindak dalam menyikapi setiap persoalan. Aturan adat bersifat
mengikat sehingga pengikutnya dituntut untuk taat dan patuh guna
terciptanya kehidupan yang sesuai tatali paranti karuhun.
14
Bab 3 Kondisi Geografis, Alam dan Lingkungan Masyarakat Hukum Adat
3.1 Letak Geografis dan Alam dan Lingkungan Masyarakat Kanekes
Daerah Tatar Kanekes, secara Astronomis berada pada posisi ; 6o
27’:27” Lintang Selatan (LS) sampai dengan 6o 30’:00” Lintang Selatan
(LS) 108o 3’:9” Bujur Timur (BT) samapai dengan 106o 104 4’:55” Bujur
Timur (BT). Batas Wilayah Administratif Desa Kanekes sebagai wilayah
Masyarakat Baduy yang memeiliki batas-batas Desa sebagai berikut :13
a. Utara :
1. Desa Bojong Menteng Kecamatan Leuwidamar;
2. Desa Cisimeut Kecamatan Leuwidamar;
3. Desa Nayagati Kecamatan Leuwidamar.
b. Barat :
1. Desa Parakan Beusi Kecamatan Bojongmanik;
2. Desa Keboncau Kecamatan Bojongamanik;
3. Desa Karang Nunggal Kecamatan Cigemblong;
c. Selatan : Cikate Kecamatan Cigemblong.
d. Timur :
1 Karang Combong Kecamatan Muncang;
2 Desa Sukajaya dan Sinarjaya Kecamatan Sobang;
3 Kampung Cidikit Desa Hariang Kecamatan Sobang.
Batas Alam, wilayah masyarakat Baduy yang berlokasi di Desa Kanekes
memiliki batas-batas alam sebagai berikut :
a. Utara : Sungai Ciujung;
b. Selatan : Sungai Cididkit;
c. Barat : Sungai Cibarani;
d. Timur : Sungai Cisimeut.
Kondisi lingkungan masyarakat Baduy berada di sekitar wilayah
Pegunungan Kendeng, dengan wilayah yang memiliki tipe alam
bertofografi perbukitan. Keadaan wilayah yang berbukit-bukit menjadikan
masyarakat baduy mengandalkan sistem pertanian kering yaitu huma. 13 Ibid. Hal 69-70
15
Biasanya masyarakat Baduy bermukim tepat di kaki Pegunungan
Kendeng di Desa Kanekes, dengan ketinggian 300-600 meter di atas
permukaan laut (MDPL), struktur tanah tersusun atas tanah vulkanik (di
bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di
bagian selatan), dengan suhu rata-rata 20 0C.14
Desa Kanekes yang termasuk dalam Kecamatan Leuwidamar berjarak
sekitar 40 km dari ibu kota Kabupaten Lebak yaitu Rangkasbitung. Daerah
Kanekes berada di daerah subur dengan banyak aliran sungai, sungai
terbesar yang mengalir di daerah Kanekes yaitu Sungai Ciujung, sungai ini
berhulu di daeah selatan wilayah Kampung Tangtu. Sungai Ciujung
mengalir ke bagian hilir melintasi wilayah Rangkasbitung dan bermuara di
pantai utara laut Jawa. Dengan demikian, dipandang dari Daerah Aliran
Sungai (DAS) wilayah Kanekes merupakan daerah penting yang
merupakan daerah hulu DAS Ciujung, yang aliran sungainya
dimanfaatkan untuk pelbagai kebutuhan penduduk, seperti mandi,
mencuci, menangkap ikan, mengambil pasir dan transportasi.15
Jumlah penduduk masyarakat Baduy diperkirakan mencapai 12 ribu
jiwa yang mendiami 65 kampung. Mengutif dari pemberitaan detikcom
bahwa : Kebutuhan lahan Baduy terus meningkat seiring dengan terus
bertambahnya jumalah populasi. Hak Ulayaat adat Baduy yang hanya
seluas 5.136,8 hektare sudah tidak mencukupi untuk penghidupan
penduduk Baduy, yang setiap tahun meningkat. Apalagi pemanfaatan
lahan itu masih dibatasi dengan berbagai aturan seperti peruntukan utan
larangan dan sasaka domas (tempat yang disucikan bagi Baduy). Orang
Baduy, lebih-lebih orang luar, tak boleh menginjak dan memanfaatkan
lahan seluas 3.000 hektare ini.16 artiya permasalahan kekurangan lahan
merupakan situasi terkini yang dialami masyarakat Baduy, mengingat
mereka sangat tergantung dari alam, sehingga bagaiamna mereka akan
14 Ibid. Hal 71 15 Ibid. Hal 72 16https://x.detik.com/detail/intermeso/20170530/Ketika-Tanah-Baduy-Terasa-Kian-Sempit/index.php, diakses pada 13 Juni 2017 pukul 05.40
16
melanjutkan kehidupannya sementara lahan tempat mereka hidup sudah
semakin berkurang.
Masih berkaitan dengan penggunaan lahan, hampir seluruh lahan yang
ada digunakan untuk pertanian lahan kering (huma). Lahan yang
digunakan adalah lahan pegunungan yang termasuk dalam wilayah Desa
Kanekes. Pertanian huma sifatnya berpindah-pindah dari satu lahan ke
lahan yang lain dalam kurun waktu tertentu. Berebeda dengan masyarakat
Kasepuhan yang juga menggarap sawah (pertanian lahan basah), justru
pertanian sawah ini sangat dilarang oleh pikukuh, yang masyarakat
Kanekes menyeebutnya buyut (tabu).
Sistem pertanian sawah memerlukan air yang direkayasa dari aliran
tetap (sungai) untuk kemudian dialirkan ke sawah dan benih padi akan
ditanam di lahan basah, sedangkan merekasaya ketetapan aliran sungai
adalah hal yang tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan kodrat
alam sehingga dipandang buyut, begitu pula dengan membiarkan padi
tergenang dalam air juga sesuatu yang dilarang (buyut). Selain itu proses
pertanian sawah juga perlu proses membajak, yang pada prakteknya
dipandang merusak kodrat atau ketetapan bumi (tanah). Tidak sebatas
dalam sistem pertanian yang amat sangat sederhana dengan tidak merusak
ketetapan alam lingkungan, hal serupa juga berlaku pada aktivitas lain
Gambar 5 : Masyarakat Baduy sedang menyemai benih padi (ngaseuk) di huma Sumber : http://www.kanekes.desa.id/2016/10/29/ngaseuk-penghormatan-budaya-dan-kedaulatan-pangan-masyarakat-baduy/
17
dalam keseharian seperti dalam menangkap ikan. Proses menangkap ikan
juga tidak boleh menggunakan pancing, ikan hanya boleh ditangkap
dengan menggunakan jala, bubu atau alat sair. Tidak ada istilah
peternakan dalam sistem kehidupan masyarakat Baduy, tidak boleh
memelihara kambing, sapi, kerbau, bahkan tidak diizinkan untuk
menyembelih hewan-hewan tersebut. Hewan yang dipelihara hanya ayam
dan anjing sebagai teman berburu. Sistem jual beli hanya terjadi pada
masyrakat Baduy Penamping, yang memang sudah terbuka, itu juga
semata hanya untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Sementara Baduy
Dalam masih menggunkan sistem barter untuk mendapatkan barang-
barang tertentu.17
3.2 Letak Geografis, Alam dan Lingkungan Masyarakat Adat
Kasepuhan
Masyarakat adat Kasepuhan tersebar di daerah kabupaten Lebak
bagian selatan, masyarakat Kasepuhan adalah suatu komunitas yang dalam
kesehariannya menjalankan pola perilaku sosio-budaya tradisional yang
mengacu pada karakteristik Sunda pada abad ke 18.18 Masyarakat
Kasepuhan tersebar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Lebak-Banten.
Jumlah Kasepuhan terbanyak terdapat di wilayah Kecamatan Cibeber-
Lebak, yaitu Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan
Citorek. Kasepuhan Cisitu, Kasepuhan Cibadak, dan Kasepuhan Ciherang.
Sedangkan Kasepuahan Cirompang dan Kasepuhan Pasir Eurih berada di
Kecamatan Sobang-Lebak serta Kasepuahn Karang yang terletak di
Kecamatan Muncang-Lebak. Kasepuhan juga terbagi menjadi Kasepuhan
induk, yaitu Kasepuhan besar dan ada juga Kasepuhan kecil atau Kaolotan
yang tersebar di berbagai wilayah. Wilayah Kasepuahn berada di sekitar
lahan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS),
dengan kondisi wilayah pegunungan dan perbukitan. Wilayah yang
17Nandang Rusnandar dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di Banten. Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung. Hal. 10318 Imam Hanafi dkk. 2014 . Nyorenag Alam Ka Tukang. Nyawang Anu Bakal Datang.RMI – The Indonesian Institute for Forest and Environment. Hal 16
18
berbukit-bukit mempengaruhi sistem pemukiman dan pertanian yang
semuanya sangat tergantung dengan alam. Masyarakat Kasepuhan
mengandalkan sistem pertanian lahan kering yaitu huma dan juga
pertanian lahan basah atau sawah.
Lokasi Kasepuhan yang berdampingan dengan wilayah Konservasi
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menjadikan wilayah
tersebut merupakan representasi terlengkap yang menggambarkan hutan
hujan pegunungan yang ada di Jawa. Terdata (diyakini dapat beertambah,
karena belum seluruh kawasan diinventarisasi) kawasan ini merupkan
habitat bagi lebih daroi 500 spesies tumbuhan, 156 anggrek, 244 spesies
burung (27 diantaranya endemik Jawa dengan sebarab terbatas), 16 spesies
kodok, 12 spesies kadal, 9 spesies ular dan 61 jenis mamalia khas.19
Kawasan Ekosistem Halimun adalah kawasan pegunungan yang
selalu diselimuti kabut, masyarakat yang bermukim di dalam dan sekitar
kawasan itu awalnya lebih mengenal tempat tersebut sebagai Kawasan
Gunung Sangga Buana atau Tutugan Sangga Buana atau Leuweung
Pangabuan Sangga Buan yang bermakna gunung penyangga bumi, salah
satu gunung yang di dalamnya terdapat gunung Halimun. Masyarakat
Kasepuhan Banten Kidul percaya bahwa Gunung Halimun merupakan satu
kesatuan urat Gunung Kendeng yang tidak putus dari ujung timur sampai
ujung barat dan sebagai penciri dalam pengelolaan wilayah. Pada
sebagaian wilayah masih dilarang menggarap (membuka hutan) atau
menebang pohon. Kegiatan yang diperbolehkan hanya sebatas
pemanfaatan hutan non kayu berupa rotan, madu, jamur dan tanaman
obat.20
Lahan pertanian masyarakat adat Kasepuhan terbilang subur,
ditambah dengan metode bercocok tanam sistem tumpang sari. Selain itu
dikarenakan masyarakat Kasepuhan rata-rata hanya menanam padi sekali
19YokiYusanto,AhmadSihabudindanHenrianaHatra.2014.KasepuhanCisungsang.PustakaGetokTular&PT.KemitraanEnergiIndustri.Hal16.20Ibid.Hal17
19
dalam setahun yang kurang lebih dalam kurun waktu enam bulan, artinya
ada tenggat waktu sekitar enam bulan antara musim tanam dan musim
rumpakjami (musim istirahat). Disadari atau tidak sistem pertanian seperti
ini sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah, mengingat lahan
pertanian juga perlu diistirahatkan, perlu waktu untuk kembali memulai
kembali proses penyuburan lahan secara alami. Disamping bertani yang
merupakan mata pencaharian utama, masyarakat Kasepuhan juga
berternak, namun hal ini terkesan ala kadarnya, karena memang bukan
merupakan prioritas layaikanya komoditas padi.
Hewan-hewan ternak yang umum dipelihara oleh masyarakat adat
diantaranya ayam kampung, bebek, kambing, dan kerbau. Terkesan asal-
asalan dalam berternak karena diakibatkan dari salah satu filosofi hidup
masyarakat adat yaitu hirup sacukpna (hidup secukupnya) sehingga pada
konteks berternak, masyarakat tidak berpikir untuk menjadikannya sebagai
komoditi usaha, hanya sebatas keperluan semata, mengingat ayam
kampung selalu dipakai untuk acara-acara selametan atau ritual tertentu
dan memang tidak boleh menggunakan jenis ayam lain, kecuali untuk
konsumsi sehari-hari. Masih terkait dengan hewan ternak, ada hewan
ternak yang wajib dikenai pajak, atau masyarakat adat menyebutnya
ngajiwa (sensus pada konsep tradisional), hewan tersebut adalah kerbau,
setiap kepemilikan kerbau diwajibkan membayar ngajiwa sebesar kurang
Gambar 6 : Lahan pertanian (sawah & ladang) di Kasepuhan Cisungsang Foto : Joe
20
lebih 5000 ribu rupiah per ekor (tiap Kasepuhan bisa berbeda-beda).
Konsep ngajiwa pada hewan ternak merupakan bentuk lain dari sensus
ekonomi yang bahkan itu sudah dilakukan sebelum konsep sensus
ekonomi modern dilakukan. Hewan kerbau juga merupakan hewan yang
diperlakukan dengan baik, mengingat jasa kerbau yang amat besar dalam
proses penggarapan sawah (membajak sawah), selain itu dari segi ekonomi
harga kerbau terbilang memiliki harga jual yang bagus.
Lokasi pemukiman masyarakat adat yang bersinggungan langsung
dengan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) menjadikan masyarakat hidup berdampingan dengan hutan,
terkait hal ini, masyrakat adat punya pandangan tersendiri tentang konsep
hutan. Setidaknya ada empat jenis hutan yaitu : (1) Leuweung tutupan
yaitu leuweung kolot/geledegan (hutan tua/rimba), hutan ini tidak boleh
dijamah; (2) Leuweung Titipan yaitu hutan yang dititipkan oleh karuhun
dan boleh digunakan jika mendapat izin dari leluhur melalui wangsit; (3)
Leuweung awisan (hutan cadangan) yaitu hutan yang dapat digunakan
untuk lahan pertanian maupun permunikamn pada waktu yang akan
datang; (4) leuweung garapan atau sampalan yaitu hutan atau lahan yang
boleh dipergunakan untuk keperluan menunjang kehidupan.21 Pembagian
wilayah hutan dalam pandangan adat menjelaskan bahwa konsep
kesimbangan antara hidup makmur tanpa mengorbankan alam sudah
tertanam dalam tatali paranti karuhun. Masyarakat adat mengakui bahwa
hidup harus saling berdampingan dengan alam. pamali bukan sesuatu yang
dapat diabaikan atau bahkan dilanggar. Hutan bagi masyrakat adat juga
merupakan sirah cai atau sumber air. Sehingga jika merusak ekosistem
hutan sama artinya dengan merusak sumber air, sedangkan air merupakan
sumber kehidupan, sehingga merusak hutan artinya merusak kehidupan
manusia itu sendiri karena masyarakat adat memanfaatkan sumber air
murni untuk kebutuhan minum, mandi dan lain sebagainya.
21 Irvan setiawan dkk. 2012. Upacara Seren taun pada Masyarakat Kasepuhan di Ciptagelar di Sukabumi. Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung. Hal. 149
21
Bab 4 Prosedur Pengumpulan Data
4.1 Teknik Pengumpulan Data
4.1.1 Teknik Observasi
Basrowi dan Suwandi menjelaskan bahwa observasi merupakan
salah satu metode pengumpulan data dimana peneliti melihat, mengamati
secara visual sehingga validitas data sangat tergantung pada kemampuan
observer.22 Nasution mengatakan bahwa observasi adalah dasar semua
ilmu pengetahuan. Para ilmuan dapat bekerja berdasarkan data, yaitu
fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.23
Dengan kata lain pada proses pengumpulan data peneliti dituntut untuk
mengumpulkan data penelitian seakurat mungkin dan mengesampingkan
subjektivitas peneliti dengan hanya fokus pada apa yang diteliti. Teknik
observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi
terfokus, yakni salah satu jenis pengamatan yang secara spesifik
mempunyai rujukan pada rumusan masalah atau tema penelitian.24
4.1.1 Teknik Wawancara
Wawancara terarah dilaksanakan secara bebas dan juga mendalam
(in-depth), tetapi kebebasan ini tetap tidak akan terlepas dari pokok
permasalahan yang akan ditanyakan kepada responden dan telah
dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara.25 Pengumpulan data melalui
wawancara memiliki kelebihan tersendiri karena data yang diperoleh
dapat dikonfirmasi saat itu juga saat wawancara berlangsung, teknik
wawancara dapat meminimalisir kesalahan informasi karena peneliti
dapat menentukan sendiri siapa narasumber yang dianggap kompeten
sebagai sumber informasi. Wawancara dapat dilakukan secara langsung
face to face (tatap muka) maupun secara tidak langsung, seperti via
22BasrowidanSuwandi.2008.MemahamiPenelitianKualitatif.PT.RinekaCipta.Hal.9423 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Hal. 226 24BasrowidanSuwandi.2008.MemahamiPenelitianKualitatif.PT.RinekaCipta.Hal.9925YokiYusanto,AhmadSihabudindanHenrianaHatra.2014.KasepuhanCisungsang.PustakaGetokTular&PT.KemitraanEnergiIndustri.Hal.37
22
telefon atau alat komunikasi lain yang memungkinkan untuk terjadinya
kontak pertukaran informasi.
4.1.3 Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data yang
digunakan dalam metodologi penulisan sosial.26 Dokumentasi dalam hal
ini merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumentasi dapat
berupa dokumen yang dipublikasikan seperti buku, jurnal, artikel, surat
kabar, berita online, catatan harian dan sebagainya. Dokumentasi juga
dapat berupa foto, vidio, rekaman suara, maupun cerita rakyat.
Pengumpulan data dokumentsi tidak terpaku pada satu sumber tapi
kolaboratif.
4.2 Sumber Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh
peneliti secara langsung dari sumber datanya langsung. Data primer disebut
juga sebagai data asli atau data yang memiliki sifat kebaruan, hal ini karena
langsung diperoleh saat melakukan pengumpulan data. Untuk mendapatkan
data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung dengan
menggunakan teknik pengumpulan data seperti : wawancara, observasi,
diskusi terfokus (focus grup discussion – FGD) dan penyebaran kuesioner.
4.3 Sumber Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti
dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data
sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan,
Biro Pusat Statistik (BPS), dan lain-lain. Data sekunder dibutuhkan untuk
menunjang hasil penelitian dari berbagai perspektif, sehingga hasil
penelitian yang disajikan tidak bersifat subjektif.
26YokiYusanto,AhmadSihabudindanHenrianaHatra.2014.KasepuhanCisungsang.PustakaGetokTular&PT.KemitraanEnergiIndustri.Hal.38
23
Bab 5 Masyarakat Adat dalam Pelestarian Lingkungan Hidup dan Hutan
5.1 Masyarakat Adat Baduy
5.1.1 Sistem Kelembagaan Masyarakat Kanekes
Seperti sudah dijelaskan di awal, bahwa Masyarakat Kanekes dipimpin
oleh Puun (ketua adat). Ada tiga puun yang memimpin masyarakat Kanekes,
yaitu Puun Cikeusik, Puun Cikartawana, dan Puun Cibeo. Di bawah ini
adalah pembagian tugas atau wewenang para puun beserta para pembantu
pelaksana kelembagaan adat dalam menjalankan pemerintahan adatnya.27
Tabel 1 : Pembagian tugas/wewenang lembaga adat (Kapuunan)
Jabatan Kapuunan Tugas/wewenang
Puun Cikeusik Mengurusi bidang keagamaan, pengadilan
adat, menentukan pelaksanaan (seren taun,
kawalu dan seba), menentukan hukamn
bagi para pelangar adat.
Puun Cibeo Mengurusi bidang pelayanan kepada
warga dan tamu di kawasan Kanekes,
administratur tertib wilayah, batas wilayah
dan hal yang berhubungan dengan daerah
luar.
Puun Cikartawana Mengurusi bidang pembinaan warga,
kesejahteraan, keamanan dan monitoring
kawasan Kanekes.
Girang seurat sekretaris puun
Baresan Petugas keamana kampung
27Imam Hanafi dkk. 2014 .Nyorenag Alam Ka Tukang. Nyawang Anu Bakal Datang.RMI – The Indonesian Institute for Forest and Environment. Hal. 15
24
Jaro Pamarentah Pelaksana harian urusan pemerintah
Kapuunan, penghubung antara unsur
pemerintahan (Camat, Bupati, dll) dengan
masyarakat Kanekes.
Tangkesan (Dukun kepala), bertanggung jawab
mengenai masalah kesehatan warga
Kanekes
Palawari Panitia tetap untuk mengurusi berbagai
kegiatan upacara adat
Pemerintahan Desa Kanekes sedikit berbeda dengan pemerintah Desa pada
umunya, jika mengacu pada Undang-undang nomor 5 tahun 1979, tentang
Pemerintahan Desa. Terdapat perbedaan dalam beberapa aspek, diantaranya
:28
1. Kepala Desa Kanekes (Jaro Pamarentah), bukan dipilih oleh rakyat,
melainkan diangkat dan ditunjuk langsung pemerintah atas persetujuan
Puun;
2. Kepala Desa hanya dibantu oleh Carik Desa, Pangiwa, dan Kokolot
(tidak ada LKMD atu aparatur pembantu pemerintah desa);
3. Kepala Desa tidak disyaratakan harus pandai baca-tulis, karena dalam
adat masyarakat Baduy, baca-tulis adalah buyut (tabu);
4. Desa Kanekes tidak memiliki kantor, yang menjadi kantor adalah rumah
Jaro Pamarentah itu sendiri.
28Nandang Rusnandar dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di Banten. Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung. Hal. 79
25
5.1.2 Mata Pencaharian
Sebagaimana masyrakat yang hidup dan bermukim di pegunungan,
maka sektor pertanian adalah hal yang paling memungkinkan untuk
memaksimalkan potensi alam. Begitu pula dengan masyarakat Kanekes
yang juga menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Namun
berbeda dengan masyrakat atau petani pada umumnya yang sudah
menggunakan teknologi modern dalam bidang pertanian, seperti
penggunaan mesin traktor, atau mesin pemanen otomatis. Masyarakat
Kanekes masih menganut sistem pertanian tradisional yang berlandaskan
pada aturan-aturan adat atau pikukuh karuhun. Masyarakat Kanekes
menggunakan lahan pertanian sekitar 2,585.29 hektare yang termasuk
dalam wilayah administratif Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar.
Sitem pertanian masyarakat Kanekes adalah pertanian lahan kering atau
masyarakat setempat menyebutnya huma. Ngahuma merupakan pertanian
yang hanya menggandalkan air hujan sebagai pengairan (tadah hujan).
Huma adalah pertnian yang berpindah-pindah dalam kurun waktu tertentu,
artinya lahan yang sama bisa saja digunakan satu atau dua kali musim
tanam, bisa juga hanya sekali musim tanam dan ditinggalkan berpindah ke
lahan lain. Pertimbangannya adalah kesuburan lahan, mengingat
masyarakat Kanekes tidak menggunakan bahan kimia untuk menyuburkan
Gambar 7 : Warga Baduy sedang mengencangkan ikat padi yang sedang dijemur Sumber : https://humaspdg.wordpress.com/2010/05/04/perilaku-konformitas-masyarakat-baduy/
26
tanah. Proses ngahuma dimulai dengan pemilihan lahan, kemudian masuk
pada proses nyacar (menebang rerumputan dan semak belukar), setelah
rumput-rumput liar kering, maka selanjutnya yaitu ngaduruk (pembakaran
rumput untuk kemudian abunya digunakan sebagai pupuk), setelah lahan
bersih, lalu masuk pada proses ngaseuk (menanam benih padi di lahan
huma dengan menggunakan tongkat runcing untuk melubangi tanah),
setelah proses ngaseuk, maka tinggal tunngu beberpa bulan untuk
kemudian masuk musim panen. Semua proses itu dilakukan dengan
teknologi sederhana berupa, arit, kujang, kored dan aseuk.29
Tabel 2 : Tata Guna Lahan Wilayah Adat Baduy
Lahan Luas Lahan (ha) Presentase %
Lahan Pertanian 2, 585.29 50.67
Hutan Tetap 2,492.06 48.85
Pemukiman 24.50 0.48
Jumlah 5,101.85 100
Masyarakat Kanekes tidak menganut sistem pertanian lahan basah
atau sawah, dikarenakan pada proses bersawah dianggap merusak tatanan
alam, dalam bersawah harus menggunakan pengairan dari sungai, untuk
melakukan itu perlu merekayasa aliran sungai untuk kemudian dialirakan
ke sawah-sawah. Merekayasa aliran sungai (irigasi) sama artinya merubah
tatanan alam dan itu sifatnya buyut (tabu) menurut pikukuh. Masyarakat
Kanekes menggunakan banyak pantangan-pantangan dalam bercocok
tanam, hal itu dilakukan semata karena tidak ingin bumi tempat manusia
hidup hancur oleh manusia itu sendiri, sebuah konsep yang amat sangat
luhur yang diaplikasikan oleh sekelompok masyrakat adat yang memilih
mengisolasi diri. Jika dunia internaasional menggaungkan global warming
29Hal101
27
akibat kekhawatiran akan pemanasan global yang dapat menghancurkan
bumi, maka masyarakat Kanekes sudah melakukan apa yang manusia
modern khawatirkan, dan itu sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu.
Tidak hanya dalam bercocok tanam, hidup yang berdampingan
dengan alam juga mengakibatkan batasan-batasan dalam mengambil
sumber daya alam yang ada. Masyarakat kanekes tidak berternak untuk
memenuhi kebutuhan akan konsumsi daging, mereka hanya mengambil
ikan di sungai dan itu juga harus dilakukan secara tradisional, tidak
menggunakan alat pancing, hanya berupa jala, bubu, dan ayakan (sair).
5.1.3 Agama
Sama seperti masyrakat adat lainnya, Mayarakat Kanekes juga
mempunyai keyakinan, dari semua rujukan atau literatur yang ada bahkan
pengakuan dari masyarakat Kanekes sendiri, agama masyarakat Kanekes
adalah Sunda Wiwitan.Dalam catatan N.J.C. Giese yang dikutip Garna
(Garna, 1987:84)30 pernytaan Giese yang dimaksud adalah :
Nabi Adam anak Puun Cibeo boga deui putra, jadi Kangjeng Nabi
Muhammad. Nabi Adam Jeung Kangjeng Nabi Muhammad jadi incu
Puun Cikeusik. Ceuk Puun Cibeo ka anakna Kangjeng Nabi
Muhammad : “Hayu sia kudu ayeuna ngaramekeun nagara. Kudu
ngadegkeun masigit bagoang di Mekah. Kudu make salat kasaban,
ajian, kudu ngaramekeun nagara bae”. Ceuk Kangjeng Nabi
Muhammad : “Heug, tapi para buyut kabeh kudu dicekelan ku kaka,
nyaeta Kangjeng Nabi Adam. Jadi kaka eta kudu ngasuh ngajayak
menak. Sakung kurung ning langit satangkarak ning lemah. Nagara
satelung puluh sawidak lima panca salawe nagara kudu dicekel para
buyutna ku kaka, ku Nabi Adam”.
Artinya :
30Nandang Rusnandar dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di Banten. Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung. 124
28
(Nabi Adam anak Puun Cibeo mempunyai putra lagi, yaitu Kangjeng
Nabi Muhammad. Nabi Adam dan kangjeng Nabi Muhammad
menjadi cucu Puun Cikeusik. Berkata Puun Cibeo kepada anaknya,
Kangjeng Nabi Muhammad : “Marilah ! Kau sekarang harus
meramaikan negara, Harus ada salat, korban, pengajian, rewah dan
mulud. Tetapi jangan bercampur dengan kami, harus meramaikan
negara saja”. Lalu jawab Kangjeng Nabi Muhammad : “Baiklah !
tetapi para tanah nenek moyang semuanya harus di bawah tanggung
jawab Abang, yaitu Kanjeng Nabi Adam. Jadi Abang harus
mengasuh ratu, memelihara bangsawan, seluas langit dan selebar
bumi tiga puluh tiga negara, enam puluh lima panca dan dua puluh
lima negara. Nenek moyang harus dipegang oleh Abang, oleh Nabi
Adam”.)
Penuturan di atas lebih kepada pembagian wewenang antara Nabi
Adam dan Nabi Muhammad. Sebagai catatan, masyarakat Kanekes
memahami dan menyebarkan pesan nenek moyang melalui cerita lisan,
bukan dengan tulisan. Sehingga bukan tidak mungkin, informasi dari satu
generasi ke generasi yang lain mengalami distorsi pesan, artinya terdapat
pengurangan dan penambahan makna, dan sangat mungkin informasi yang
disampaikan tidak diserap secara sempurna. Jadi dari paparan di atas,
dapat dikatakan bahwa ada pesan Islam yang disampaikan namun
mengalami distorsi karena ketidaksempurnaan pemahaman.
Masyarakat Kanekes (Tangtu) juga mengenal adanya syahadat,
meski sedikit berbeda, berikut ini adalah Syahadat Baduy Tangtu :
Asyhadu syahadat sunda
Jaman Allah ngan sorangan
Kaduan Gusti Rasul
Katilu Nabi Muhammad
29
Kaopat Umat Muhammad
Nu cicing di bumi ngarincing
Nu calik di alam keueung
Ngacacang di alam mokaha
Salamet umat Muhammad
(Ashadu syahadat Sunda
Waktu Allah sendiri (Esa)
Kedua para Rasul
Ketiga nabi Muhammad
Keempat umat Muhammad
Yang tinggal di dunia ramai
Yang duduk di alam takut
Menjelajah di alam tekebur
Selamat umat Muhammad) (Suhandi, 1986:62-63)31
Istilah Sunda Wiwitan, seperti dalam makalah Jatisunda (Jatisunda,
2005). Jatisunda menyebutkan : Istilah sunda Wiwitan dikemukakan oleh
Ayah Sacin (1972) dan Aki Bantarwaru (1972). Ayah Sacin adalah ahli
sastra bambu dan salah seorang bekas panengen atau penasehat Puun
Cikeusik, sedangkan Aki Bantarwaru adalah mantandamar Kampung
Cikeusik. Ayah Sacin mengemukakan:
“Sunda Wiwitan eta biena mah Sunda bae, agama Sunda. Keurna
ngaraton keneh para aji di pakwan, lajuna disarebut Sunda
31Ibid Hal. 128
30
Pajajaran bae. Di kami disarebutna pikukuh Sunda Wiwitan.
Baheula karaton Pajajaran ruka dirurug ku Eslam, loga rawayan
anu kapaksa jaradi Eslam. Ngeun kami nu hanteu. Cik para
wangatuha ; beusi isuk jagana pageto aya rawayan ne ndeuk
parulang deui ka agama Sunda nyah, wiwitanan mudu di kami
heula. Matakna, para wangtuha kami nyarebutna pikukuh agama
Sunda Wiwitan. Kitu geh meureun”.
(Sunda Wiwitan itu, tadinya agama Sunda. Pada saat berjaya di keraton
Pakuan (Pajajaran), yang disebut agama Sunda Pajajaran. Di sini
disebutnya pikukuh Sunda Wiwitan. Dahulu ketika Pajajaran diserbu
pasukan Islam, banyak rawayan yang secara terpaksa masuk (agama)
Islam. Hanya kami yang tidak. Mudah-mudahn nanti ada rawayan yang
masuk agama Sunda Wiwitan. Harus dari sisni (Baduy) terlebih dahulu.
Sebab di sinilah mulanya agama Sunda Wiwitan. Itu pun mungkin.).
Kemudian Bantarwaru mengatakan :
“Sunda ma agama kami. Sunda ta dipurna ti mimiti ngadegna Batara
Cikal, wayah jagat ieu mimiti teuas sageude jangnjang reungit di
Sasaka Pusaka Buana Pada Geude. Mantakna di kami disebut Sunda
Wiwitan”.
(agama kami Sunda. Agama Sunda muncul sejak berdirinya Batara
Cikal, ketika bumi mulai mengeras sebesar sayap nyamuk di Sasaka
Pusaka Buwana Pada Geude. Makanya kami menyebutnya Sunda
Wiwitan).
Dari penjelasan yang disampaikan di atas, menggambarkan asal
muasal agama Sunda Wiwitan yang dulunya hanya agama Sunda atau
Keyakinan sunda saja. Dari paparan tersebut juga menyebutkan asal usul
masyarakat Kanekes yang merupakan masyarkat pelarian dari kerajaan
Pajajaran. Alasan pelarian itu antara lain dikarenakan adanya penyerangan
dari pasukan Islam, sehingga rakyat Pajajaran (rawayan) ada yang
31
kemudian masuk Islam dan ada juga yang memilih lari dan bersembunyi
ke daerah pegunungan Kendeng. Rawayan yang dalam pelarian itu tetap
melestarikan ajaran Sunda yang kemudian dikenal dengan agama Sunda
wiwitan sampai sekarang.
5.1.4 Pendidikan
Sebagian besar masyarakat Kanekes tidak mengenal baca tulis,
terutama masyarakat Baduy Dalam. Sekolah adalah hal yang tabu, tempat
anak-anak Baduy sekolah adalah lingkungan dengan orang tua mereka
sebagai gurunya. Mereka tidak diajarkan pendidikan umum yang biasa
diajarkan di sekolah konvensional. Anak-anak Baduy belajar tentang ilmu
bercocok tanam dan pikukuh karuhun, mereka belajar tentang hidup dari
alam dan memanfaatkan apa yang alam sediakan tanpa mengskploarsi
alam itu sendiri, seperti belajar berburu, menangkap ikan, mengambil
madu hutan atau belajar bagaimana caranya menyadap air nira.
Sekarang masyarakat Baduy sudah mulai mengenal baca tulis
bahkan lebih dari itu, terutama masyarakat Panamping (Baduy Luar),
pemerintah setempat sudah mendirikan Sekolah Dasar Ciboleger, Desa
Bojong Menteng, Kecamatan Leuwidamar. Tidak hanya itu, sekarang
Gambar 8 : Anak-anak Baduy yang sejak kecil sudah terbiasa hidup dengan alam Sumber : http://lidibiru67.com/baduy/
32
masyarakat Baduy Luar sudah menguasi beberapa perangkat elektronik,
seperti telefon genggam sebagai sarana komuniksi. Artinya masyrakat
Baduy bukan merupakan masyarakat yang terbelakang, melainkan
masyarakat yang memilih untuk tidak mengimbangi perubahan zaman
dengan alasan bertentangan dengan pikukuh para leluhur. Bahkan
masyarakat Kanekes adalah masyarakat yang cerdas, masyarakat yang
sudah mengaplikasikan sikap yang bahkan masyarakat modern belum
melakukannya. Masyarakat Kanekes menyadari bahwa dengan menjadi
‘pintar’ maka artinya juga menjadi ancaman (perusak). Masyarakat
Kanekes menjaga ekosistem hutan disaat banyak pembalakan liar oleh
korporasi, masyarakat Kanekes sudah menjawab keresahan masyarakat
modern akan keselamatan alam, jika masyarakat modern masih tenang-
tenang saja akan keselamatan bumi dari kehancuran tangan-tanag tidak
bertanggung jawab, maka beda halnya dengan masyarakat Kanekes yang
hidup berdampingan dan melestarikan alam, mereka hanya mengambil apa
yang mereka butuhkan, mereka menjaga apa yang seharusnya dijaga,
mereka menjauhi apa yang pikukuh adat larang.
Gambar 9 : Invasi teknologi terhadap masyarakat Baduy melalui pengunjung Sumber :Banten Pos
33
5.2 Profil Masyarakat Adat Kasepuahan
Berdasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Lebak no 8 tahun 2015
tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan masyarakat Hukum
Adat, terdapat 522 masyarakat Adat Kasepuhan yang tersebar di wilayah
Kabupaten Lebak. Kasepuhan adalah kesatuan masyarakat hukum adat
yang terdapat di Kabupaten Lebak. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
adalah kelompok masyarakat yang secara turun-temurun bermukim di
wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur,
adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya
sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya
dan hukum. Masyarakat Kasepuhan mempunyai Hak atau kewenangan
yang disebut Hak ulayat atau kewenangan masyarakat hukum adat
Kasepuhan untuk mengatur secara bersama-sama pemanfaatan tanah,
wilayah, dan sumber daya alam yang ada di dalam wilayah adat yang
menjadi sumber kehidupan dan mata pencahariannya. Salah satu
kewenangan masyarakat adat adalah megelola daerah yang menjadi bagian
dari Wewengkonnya, Wewengkon adalah wilayah adat yang terdiri dari
tanah, air dan sumber daya alam yang terdapat di atasnya, yang
penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatannya dilakukan menurut hukum
adat.
5.2.1 Kasepuhan Cisungsang
5.2.1.1 Letak Geografis
Kasepuhan Cisungsang secara administratif berada di Desa
Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak. Kondisi alam
Kasepuhan Cisungsnag terdiri dari pegunungan dan perbukitan. Kampung
Cisungsang terletak persis di tepi kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak. Masih asri. Tak jauh dari Cisungsang, terdapat perbatasan
Banten dan Jawa Barat dengan sungai yang menjadi garis pemisah
Kabupaten Lebak dan Sukabumi. Dari ibu kota Rangkasbitung, jarak
kampung adat ini sekitar 150 kilometer, sedangkan dari Jakarta sekitar 280
kilometer.
34
5.2.1.2 Batas Wilayah
Batas Utara :Desa Cisistu
Batas Selatan :Desa Kujang Jaya
Batas Timur :Desa Gunung Wangun
Batas Barat :Gunung Tumbal
5.2.1.3 Sejarah
Warga kampung percaya Cisungsang didirikan oleh anak Prabu
Siliwangi yang bernama Prabu Walangsungsang yang telah mengalami
situasi 'Ilang Galuh Pajajaran'. Raja ini memberikan banyak keturunan
bagi masyarakat Sunda yang tersebar di hampir seluruh daerah Jawa Barat.
Konon, kata Cisungsang juga dibentuk dari dua suku kata, 'ci' dan
'sungsang'. Secara harfiah kata ‘ci’ adalah bentuk singkat dari cai dalam
bahasa Sunda, yang berarti air. Sedangkan ‘sungsang’, dalam bahasa
Sunda berarti terbalik atau berlawanan dari keadaan yang sudah lazim.
Maka istilah Cisungsang dapat diartikan air yang mengalir kembali ke
Gambar 10 : Peta Wilayah Adat Kasepuhan
35
hulu (mengalir secara terbalik). Warga Kampung Cisungsang percaya
bahwa kampung mereka merupakan desa pertama yang dibuka oleh
Walangsunsang. Mereka menyebutnya dengan istilah ‘Guru Cucuk’. Apih
Jampana, salah satu sesepuh Cisungsang mengatakan, wilayahnya adalah
lahan hutan yang dipilih para leluhur untuk dijadikan tempat tinggal.
Nama Cisungsang secara etimologi berasal dari gabungan dua kata
yaitu Ci dan Sungsang. Pengertiannya sebuah tempat di daerah Sunda
banyak yang diawali dengan Ci atau Cai (Air), (aspek Hidrologis).
Dinamai kata Ci menggambarkan bahwa masyarakat sunda termasuk pada
Hodrolic Society, artinya masyarakat yang tidak terlepas dari air.
Sebabnya Sunda terkenal dengan kesuburannya, Indikator utamanya
banyak mata air dan sungai mengalir di mana-mana.
Sedangakan Sungsang, mempunyai arti tumbuhan yang merambat dan
mengndung racun, bunganya merah seperti bunga angrek. Menurut Apih
Adeng, Cisungsang merupakan hutan yang banyak tumbuh bunga
Sungsang yang berada di sekitar sungai.
Dahulu Cisungsang merupakan sebuah hutan yang luas, menurutnya
Mbah Ruman membuka hutan menjadi perkampungan, tanpa membawa
Gambar 11 : Kawasan Pusat Kasepuhan Cisungsang Foto : Henriana Hatra
36
keris atau perkakas apapun hanya dengan tangan saja mengubah hutan
menjadi lahan perkampungan. Mbah Ruman atau juga disebut Mbah
Buyut yang berusia kurang lebih 350 tahun, diteruskan generasi kedua
oleh Uyut Sakrim yang berusia kurang lebih 250 tahun, generasi ketiga
oleh Olot Sardani berusia kurang lebuh 126 tahun dan generasi keempat
oleh Abah Usep Suyatma yang kini berusia 46 tahun. Abah Usep
memegang tampuk pimpinan Kasepuhan Cisungsang sejak berusia 18
tahun. Pada tahun 1984 pernah di pegang sementara oleh Olot Naedi
namun tidak sanggup, lalu diserahkan ke Abah Usep Suyatma pada tahun
1989
5.2.1.4 Lembaga Adat
- Abah yaitu pimpinan Kasepuhan, puncak piramida kekuasaan,
memiliki keahlian dalam bidang pertanian (teknis dan simbolis),
pemberi do’a dan restu segala kegiatan masyarakat di Kasepuhan
Cisungsang.
- Dukun bertanggung jawab dalam menangani kesehatan, ritual
pertanian dan siklus hidup.
- Paraji bertanggung jawab dalam menangani masyarakat (ibu-ibu)
dalam proses melahirkan dan pengurusan bayi.
- Bengkong bertanggung jawab dalam menangani dan membantu
masyarakat dalam khitanan.
- Amil bertanggung jawab dalam menangani dan membantu
masyarakat dalam urusan dan pengelolaan zakat, menikahkan,
kematian, urusan kelahiran bekerjasama dengan pemerintah desa dan
kecamatan.
- Panei bertanggung jawab dalam menangani perkakas kerja dalam
bidang pertanian dan kebun.
- Rendangan, tokoh yang dituakan / pimpinan kelompok masyarakat
didasarkan hubungan keluarga dalam suatu dusun, memimpin
anggota dengan jumlah bervariasi. Legitimasi secara turun temurun
jatuh ke anak laki-laki
37
- Tutunggul lembur (Kasepuhan), yaitu tokoh masyarakat di setiap
Kampung yang bertugas sebagai kepanjangan tangan dari Abah.
- Baris kolot, yaitu tokoh rendangan di Kasepuhan, istilah baris kolot
muncul krtika para rendangan sedang berkumpul bersam dalam
sebuah ritual adat.
- Dukun kolot bertugas menentukan kapan tibanya kidang dan kerti
untuk menentukan waktu dimulainya musim tanam padi, selain itu
tugas dukun kolot juga membaca tanda-tanda gejala alam yang
bersifat gaib, seperti datangnya wabah penyakit ayau bencana.
Dukun kolot harus melakukan ritual tolak bala untuk keselamatan
masyarakat Kasepuhan
- Ulu-ulu bertugas mengatur sistem pengairan di kawasan
Kasepuhan, terutama pengairan utama yaitu irigasi
- Parawari semacam panitia pembantu umum dalam rangkaian adat.
Seperti pada saat Seren Taun.
- Canoli, yaitu juru dapur atau juru masak yang tidak boleh
meninggalkan dapur selama proses acara ritual berlangsung.
- Tukang Para, yaitu orang yang bertugas mengatur berbagai
makanan atau hidangan dalam sebuah acara, istilah ini muncul
karena struktur bangunan rumah adat yang memiliki para (sekat
kosong antara plafon dan atap rumah).
- Juru Leuit, yaitu orang yang bertugas menagtur ketika hendak
dilakukan ritual ngamitkeun pare ti bumi (proses memasukan padi
ke lumbung).
- Juru Seni, yaitu mengatur kesenian.
- Juru Pantun, yaitu orang yang bertugas melantunkan pantun secara
lisan dengan diiringi musik kecapi.
- Tukang Ngala Lauk Cai, yaitu orang yang bertugas mencari bahan
makann khusus untuk acara ritual, sperti mencari keyep (kepiting
kecil jenis air tawar).
38
5.2.2 Kasepuhan Cicarucub
5.2.2.1 Letak Geografis
Kasepuhan Cicarucub terletak daerah kampung Cicarucub, Desa
Neglasari, Kecamatan Cibeber, kabupaten Lebak. dan sampai saat ini
masih terus tinggal di daerah tersebut. Kasepuhan Cicarucub adalah
salah satu dari 5 Kasepuhan Induk yang ada di Banten Selatan.
Sebaran masyarakatnya selain berada di Kabupaten Lebak, bermukim
juga di Wilayah Kabupaten Pandeglang dan Lampung. Jumlah
Anggota masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub menduduki
peringkat teratas dan penyebaranya terluas.
5.2.2.2 Batas Wilayah
Batas Utara : Sungai Cimayanten
Batas Selatan : Jalan Raya Bayah
Batas Timur : Kampung Cipanggung
Batas Barat : Desa Warung Banten
5.2.2.3 Sejarah
Informasi mengenai sejarah Kasepuahn Cicarucub tidak banyak
disebutkan, hak itu berkenaan dengan aturan adat. Kasepuhan Cicarucub
sejak awal memang menempati Perkampungan di Cicarucub yang terbagi
Gamabr 12 : Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cicarucub
39
ke dalam tiga lokasi yaitu, Kampung Cicarucub Girang, Cicarucub
Tengah dan Cicarucub hilir. Kasepuhan Cicarucub dipimpin Oleh ketua
adat yang disebut Oyot, saat ini Kasepuhan Cicarucub dipimpin Oleh
Oyot Enjay. Berikut adalah hierarki kepemimpinan masyarakat adat
Kasepuhan Cicarucub :
- Informasi tidak diperkenankan disebutkan
- Informasi tidak diperkenankan disebutkan
- Uyut Edot
- Ama Dulhana
- Oyot Enjay
Bagian informasi yang tidak disebutkan berkenaan dengan aturan adat
yang tidak membolehkan untuk membuka informasi terkait leluhur
mereka.
5.2.2.4 Lembaga Adat
Menegnai lembaga adat yang terdapat di Kaepuahn Cicarucub, pada
dasarnya sama saja dengan Kasepuhan Cisungsang, hanya perbedaannya
terletak pada penyebutan beberapa istilah saja seperti, penyebutan untuk
ketua adat, kalau Cisungang itu Abah sedangkan Cicarucub itu Oyot.
- Oyot (ketua adat)
- Tutunggul lembur
Gambar 13 : Pusat Kawasan Kasepuhan Cisungsang Foto : Henriana Hatra
40
- Baris kolot
- Dukun kolot
- Paraji
- Panghulu atau amil kampong
- Ulu-ulu
- Palawari
- Canoli
- Tukang para
- Juru leuit
- Juru seni
- Juru pantun
- Tukang ngala lauk cai
5.2.3 Kasepuhan Citorek
5.2.3.1 Letak Geografis
Kondisi Tofografis Wewengkon Citorek, ketinggian 501-1050 mdpl,
serta dataran tinggi Gunung Sanggabuana dan puncak Pegunungan
Halimun, yang letaknya mengelilingi Citorek. Suhu udara di Citorek
antara 24,5 – 28,8oC. Sebagai wilayah tropis.
5.2.3.2 Batas Wilayah
Batas Utara : Gunung Kendeng/Kecamatan Sobang
Batas Selatan : Pasir Soge/Desa Cihambali
Batas Timur : Gunung Nyungcung/Cibedug
Batas Barat : Parakan Saat/Batu Meungpeuk/Desa Cisitu
5.2.3.3 Sejarah
Masyarakat Kasepuhan Citorek berasal dari Guradog (Jasinga) yang
mulai menetap di Citorek pada tahun 1846. Tujuan perpindahan tersebut
adalah untuk mencari lahan yang luas disebelah selatan Gungung Kendeng
dan untuk mengembangkan pertanian sesuai dengan wangsit dari leluhur.
Pusat kasepuhan berada di wilayah wewengkon adat Citorek meski sempat
beberapa kali berpindah-pindah. Perpindahan ini dilakukan untuk
menjalankan wangsit dari leluhur masyarakat Kasepuhan Pada waktu di
41
Lebak Singka ada Raja bernama Raja Suna, beliau membawa 2 orang
keturunan Pangawinan (Pacalikan), kedua orang tersebut yaitu sepasang
laki-laki dan perempuan, yang laki-laki dibawa ke Cikaret (Cisungsang,
Cicarucub, dll) disebut Dulur Lalaki dan diberi bekal kemenyan,
sedangkan yang perempuan dibawa ke Citorek disebut Dulur Awewe
diberi bekal Panglay (bangle)
5.2.3.4 Lembaga Adat
Kasepuhan Wewengkon Citorek, Lembaga Adat merupakan Lembaga
yang dianggap formal. Ada tiga lemabag yang dipakai sebagai acuan hidup
masyarakat adat Cioter uaitu, Negara (jaro/lurah), Agama (panghulu),
Karuhun (kasepuhan/kaolotan). Sebagian besar wilayah Kasepuhan
Gambar 14 : Peta wilayah Kasepuhan Citorek
42
Citorek berada didalam wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak,
tepatnya di Kampung Guradog, Desa Citorek Timur, Kecamatan Cibeber
Kabbupaten Lebak. Sejak tahun 1802, Kasepuhan Citorek sudah menetap
di wilayah tersebut, meskipun sebelumnya pernah mendiami wilayah lain
disekitarnya. Sebaran Masyarakat Adat Kasepuhan Citorek tersebar di 5
Desa Administrasi yaitu Desa Citorek Sabrang, Citorek Kidul, Citorek
Tengah, Citorek Barat dan CItorek Timur.
Ketua Adat Kasepuhan Citorek adalah “Oyok” saat ini diduduki oleh
Oyok Didi. Dalam menjalankan tugasnya, Oyok dibantu oleh Jaro Kolot,
Panghulu, Juru Basa / Jalan, Bengkong dan Paraji/Indung Berang.
Keberadaan lembaga adat merupakan bagian yang terpenting dalan sistem
kehidupan sosial masyarakatnya. Pemimpin adat merupakan sosok
pemipin yang dipatuhi. Kepatuhan terhadap pemimpin adat merupakan hal
yang tidak dapat terbantahkan. Sesuai dengan kebutuhan komunitas adat,
Adat Kasepuhan Citorek memiliki moment penting yang menjadi latar
belakang terbentuknya struktur kelembagan Adat Kasepuhan Citorek.
Moment ini telah membetnuk posisi-posisi/jabatan-jabatan tertentu sesuai
dengan fungsinya dalam kelembagaan Adat Kasepuhan Citorek, moment
yang dimaksud adalah:
- Kelahiran
- Kehidupan /Penghidupan
- Kematian.
Peristiwa kelahiran menjadi cikal bakal adanya jabatan Bengkong,
peristiwa Kehidupan melahirkan jabatan Jaro Adat dan peristiwa Kematian
melahirkan jabatan Panghulu dalam struktur Adat Kasepuhan Citorek.
Adapun adanya baris kolot dalam struktur merupakan bagain dari
kebutuhan seorang pemimpin terhadap struktur dalam mengawal setiap
kebijakan yang akan ditetapkan32
32http://pancercitorek.blogspot.co.id/2013/01/wewengkon-adat-kasepuhan-citorek.htmldiaksespada18Juni2017pukul10:48
43
5.2.4 Kasepuhan Cirompang
5.2.4.1 Letak Geografis
Wilayah Desa Cirompang secara geografis berada di sekitar hamparan
kawasan Gunung Halimun Salak maka secara kontur alam berupa
pegunungan. Sementara secara administratif Desa Cirompang masuk ke
wilayah administratif Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten. Akses menuju Desa Cirompang antara lain dapat ditempuh dari
Kota Rangkasbitung (Ibu Kota Kabupaten) melalui Gajrug-Mucang-
Cirompang dengan waktu tempuh lebih kurang 3 jam. Dari arah Jawa
Barat (Kabupaten Bogor) melalui Jasinga-Cipanas-Cirompang dengan
waktu tempuh lebih kurang 4 jam perjalanan.
5.2.4.2 Batas Wilayah
Batas Utara :Desa Sukaresmi Kecamatan Sobang
Sebelah Selatan :Desa Citorek Timur-Tengah-Barat Kecamatan
Cibeber
Sebelah Timur :Desa Sukamaju Kecamatan Sobang
Batas Barat :Desa Sindang Laya Kecamatan Sobang
5.2.4.3 Sejarah
Berdasarkan pemaparan atau penuturan masyarakat bahwa
masyarakat sudah bermukim di wilayah Desa yang dinamakan
‘Cirompang’ ini sejak masa penjajahan Belanda. Jaro Sarinun menuturkan
bahwa Desa Cirompang merupakan pemekaran dari Desa Sukamaju pada
tahun 1988. Olot Amir menyatakan bahwa asal kata ‘Cirompang’ dari kata
‘Ci/Cai’ yang berarti air atau sungai dalam bahasa Sunda dan nama sebuah
bukit yaitu Gunung Rompang yang ada di wilayah Desa. Konon ceritanya
menurut Olot Amir bahwa berdasarkan kepercayaan masyarakat di semua
tempat memiliki ‘penghuni’. Ketika itu ada burung Garuda yang
bertengger di Gunung Bongkok yang letaknya di sekitar Gunung
Rompang dan dirasakan akan mengganggu kehidupan penghuni setempat
sehingga harus diusir dengan cara dilempari dengan tanah gunung. Alhasil
gunung tersebut tampak ’rarompang’ (bahasa Sunda berarti tidak utuh).
44
Gambar 15 : Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cirompang
45
Runutan Kaolotan cirompang
Citorek
- Olot Sarsiah, Olot Sawa, Olot Sahali, Olot Amir (Sekarang)
Ciptagelar
- Olot Selat, Olot Jasim, Olot Sali, Olot Opon (Sekarang)
Ciptagelar
- Olot Sata, Olot Nalan, Olot Nasir, Olot Upen (Sekarang)
Menurut Olot Amir bahwa masyarakat yang bermukim di Desa
Cirompang merupakan keturunan/incu putu dari Kasepuhan Citorek dan
Ciptagelar. Hingga sekarang ada 3 Kaolotan di Desa Cirompang.
Masyarakat Cirompang memiliki bentuk kelembagaan tersendiri dalam
menata keseharian kehidupan Desa Cirompang. Secara umum
kelembagaan yang ada terbagi menjadi dua, yaitu kelembagaan yang
terkait dengan urusan adat dan kelembagaan yang terkait dengan urusan
desa (kenegaraan). Olot Amir menyatakan bahwa kelembagaan adat di
Cirompang ini bukan sebagai pengambil keputusan dalam urusan adat,
Gambar 16 : Rumah adat Kasepuhan Cirompang Foto : Henriana Hatra
46
melainkan hanya garis koordinasi dan komunikasi; karena pengambil
keputusan dalam urusan adat tetap berada di pusat Kasepuhan Citorek dan
Ciptagelar. Hasil diskusi dengan para kokolot di Kasepuhan Cirompang
pada tahun 2009, bahwa kokolot dibantu oleh barisan pager sebagai
lapisan koordinasi pertama dan lajer sebagai lapisan kedua koordinasi
sebagai saluran informasi-informasi terkait urusan adat, khususnya dalam
konteks pertanian (tatanen). Oleh karena itu lajer tersebar di setiap
kampung di Desa Cirompang.
5.2.4.4 Lembaga Adat
Secara umum kelembagaan yang ada terbagi menjadi dua, yaitu
kelembagaan yang terkait dengan urusan adat dan kelembagaan yang
terkait dengan urusan Desa (kenegaraan). Olot Amir menyatakan bahwa
kelembagaan adat di Cirompang ini bukan sebagai pengambil keputusan
dalam urusan adat, melainkan hanya garis koordinasi dan komunikasi;
karena pengambil keputusan dalam urusan adat tetap berada di pusat
Kasepuhan Citorek dan Ciptagelar. Kokolot dibantu oleh barisan pager
sebagai lapisan koordinasi pertama dan lajer sebagai lapisan kedua
koordinasi sebagai saluran informasi-informasi terkait urusan adat,
khususnya dalam konteks pertanian (tatanen). Selanjutnya masing-masing
lajer akan mengkomunikasikan kepada masyarakat adat di Cirompang.
Oleh karena itu lajer tersebar di setiap kampung di Desa Cirompang. Hal
lain yang menjadi ciri spesifik kelembagaan adat di Desa Cirompang
memiliki perangkat adat yang antara lain memiliki fungsi dan tugas
tersendiri, yaitu :
- Juru Basa bertugas mengurus keperluan orang luar terkait dengan
adatKasepuhan, mendampingi kasepuhan (Olot) - Pager/Lajer bertugas mengurus Incu-Putu (Warga) yang tersebar di beberapa
kampung - Amil bertugas mengurus pernikahan dan kematian
- Ma Beurang bertugas mengurus persalinan (kelahiran) - Palawari bertugas mengurus acara-acara hajatan (Kasepuhan dan Warga)
47
5.2.5 Kasepuhan Karang
5.2.5.1 Letak Geografis
Secara administratif Kasepuhan Karang masuk ke dalam Desa
Jagaraksa, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak. Kasepuhan Karang
berada di jalur lintas antara Kecamatan Sobang - Kecamatan Sajira –
Kota Rangkasbitung. Kondisi jalan aspal dan sebagian berbatu. Letak
Kasepuhan Karang ini dapat dibilang agak jauh, sekitar 35 km, dari pusat
pemerintahan Kabupaten Lebak di Rangkasbitung.
5.2.5.2 Batas Wilayah
Batas Utara : Kampung Pondok Raksa Desa Cikarang
Batas selatan : Kampung Cilunglum-Cibinglum Desa Jagaraksa
Batas Timur : Desa Kumpay
Batas Barat : Kampung Pasir Nangka Desa Pasir Nangka
Gambar 17 : Peta Wilayah Adat Kasepuhan Cirompang
48
5.2.5.3 Sejarah
Kasepuhan Karang berasal dari turunan Bongbang. Bongbang
memiliki arti pasukan kerajaan yang bertugas membuka atau membuat
kampung. Sedangkan kata Bobojong adalah fase atau proses cikal bakal
terbentuknya kampung. Oleh sebab itu Kampung Karang disebut juga
sebagai Bobojong Bongbang. Orang karang berasal dari Kampung
Kosala (Lebak Sangka sekarang), komunitas ini diberikan tugas oleh
leluhur mereka untuk menjaga serta memelihara situs kosala sehingga
dalam satu tahun sekali situs kosala (karamat) masih di pelihara
(jiarah/pangjarahan) oleh Kokolot Karang. Situs Kosala dianggap sebagai
titipan (anu dititipkeun). Versi lain menyebutkan arti Bongbang adalah
anu Ngaratuan (Ratu) sedangkan kelompok lain adalah sajira diartikan
sebagai Panglima.
Kasepuhan Karang mengalami fase perpindahan dari Kosala pindah
ke kampung Lebuh saat ini secara administratif masuk di kecamatan
Cimarga. Dari Lebuh kemudian berpindah lagi ke Sindangwangi
Muncang. Dari Sindangwangi kemudian pindah ke Kampung Bagu
Ciminyak. Dari Bagu Ciminyak kemudian ke Kampung karang hingga
saat ini. Proses perpindahan kemudian akan terjadi lagi dari Karang akan
berpindah ke lahan cawisan yaitu Lebakpatat kemudian ke Kosala dan
Gambar 18 : Rumah Adat Kasepuhan Karang Sumber : https://arikaharmon.wordpress.com/2016/10/01/mengungkap-komunitas-adat-kasepuhan-karang-belajar-memposting-di-wordpress/
49
berakhir di wilayah jasinga. Proses perpindahan didasarkan pada wangsit
yang diterima oleh kokolot. Perpindahan pun sangat dipengaruhi oleh
masuknya ajaran agama. Sehingga proses pindah hanya diikuti oleh
kokolot dan baris kolot (pemangku adat) sedangkan incu putu diberikan
keleluasaan untuk menetap tinggal dikampung yang telah didiami dengan
filosofi “ngaula karatu tumut kajaman” yang memiliki arti mengikuti
dinamika perubahan jaman yang berlangsung artinya kaolotan karang
memberikan kebebasan bagi warganya untuk menentukan pilihan.
Sedangkan wilayah-wilayah yang dijadikan perpindahan adalah wilayah
adat keturunan Bongbang atau dikenal oleh masyarakat kasepuhan karang
adalah tanah bongbang. Diperkirakan dari mulai jaman Belanda-Jepang
sudah sampai di Kampung Karang dan telah mengalami pergantian empat
kokolot yaitu Kolot Asmir, Kolot Narsim, Kolot Sadin, Kolot Icong.
5.2.5.4 Lembaga Adat
Kasepuhan seperti halnya sebuah negara memiliki wilayah, penduduk
dan juga pemerintahan. Lembaga adat Kasepuhan Karang hingga saat ini
ada dipimpin oleh Kokolot atau Olot.
Gambar 19 : Sawah dan hutan sebagai jantung dan paru-paru masyarakat adat Kasepuhan Foto : Henriana Hatra
50
- Baris Kolot ini terdiri dari Wakil kokolot/Jurubasa bertugas untuk
mewakili kasepuhan berhubungan dengan pihak luar.
- Pangiwa bertugas menjaga ketertiban kampung serta memimpin
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemerintahan.
- Ronda kokolot bertugas menjaga keamanan Imah Geude atau rumah
kasepuhan.
- Amil bertugas mengajarkan pemahaman agama, prosesi kematian dan
pernikahan.
- Ma beurang/Paraji bertugas melayani kelahiran.
- Bengkong bertugas melayani incu putu untuk khitanan
- Palawari bertugas mengatur serta melayani tamu pada saat hajatan
atau kegiatan adat yang dijalankan oleh kasepuhan.
5.2.6 Kasepuhan Pasir Eurih
5.2.6.1 Letak geografis
Kasepuhan Pasireurih secara administratif masuk di Desa Sindanglaya
Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak Banten. Menuju ke kasepuhan ini
ditempuh dengan perjalanan selama 3 jam menggunakan angkutan umum
kendaran roda empat dari Rangkasbitung ibu Kota Kabupaten Lebak
Banten. Sedangkan dengan kendaraan pribadi menghabiskan waktu
tempuh 1,5 – 2 jam dengan jarak 62 Km
5.2.6.2 Batas Wilayah
Batas Utara : Kasepuhan Sindangagung
Batas Selatan : Kasepuhan Cirompang
Batas Timur : Kasepuhan Bongkok
Batas Barat : Desa Sukajaya Kecamatan Sobang Lebak
5.2.6.3 Sejarah
Kasepuhan Pasireurih berasal dari Bogor. Masyarakat Adat
Kasepuhan Pasireurih mengartikan Bogor adalah Bongol atau Canir yang
artinya pusat atau asal muasal. Masyarakat kasepuhan meyakini bahwa
nenek moyang (Karuhun) yang ada di Pasireurih berasal dari Cipatat yang
51
melakukan perjalanan lewat jalur tengah. Perjalanan menuju Pasireurih
melewati wilayah Cibarani (sekarang Desa Pasirmadang Bogor)
kemudian Leuwijamang- Cisalak –Sarongge (Desa Cisarua Bogor) –
Sampay - Cibanung (Desa Lebaksitu Lebak) dan berakhir di Muhara
Cirompang (Desa Cirompang Lebak). Wilayah yang dilaui oleh Karuhun
merupakan bekas pemukiman (patilasan) dan saat ini menjadi rendangan
dari Kasepuhan Cipatat.
Sebelum pada akhirnya menetap di Pasireurih. Rombongan dibagi dua
di Muhara Cirompang. Rombongan pertama melanjutkan perjalanan ke
wilayah selatan yang merupkan cikal bakal dari Kasepuhan Cicarucub
sedangkan Rombongan kedua menetap di Pasireurih.Pasireurih mendapat
mandat untuk menjaga Gunung Bongkok sebagai Titipan untuk incu putu.
5.2.6.4 Lembaga Adat
Kasepuhan Pasireurih telah mengalami delapan kali pergantian sesepuh
(abah) sebagai kepala adat yang bisa diketahui yaitu :
1. Uyut Asif
2. Abah Sarmali
3. Abah Sarmain
4. Abah Ijot
5. Abah Murta
6. Abah Jasura
7. Abah Epeng
8. Abah Aden
Abah (Pupuhu ) Kasepuhan sebagai kepala adat Kasepuhan berperan
sebagai penanggung jawab atas segala urusan yang dititipkan oleh karuhun
dalam melayani kepentingan incu putu menuju keselamatan dunia dan
akhirat. Hal ini dikenal dalam filosopi “Nungtun Karahayuan Nyayak
Kamokahaan”. Dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua adat
kasepuhan Abah dibantu oleh Baris Kolot yang masing-masing memiliki
tugas yaitu :
52
- Palu bertugas untuk mempertimbangkan keputusan sekaligus
memberikan masukan (penasehat) kepada Abah
- Lajer bertugas memberikan nasihat atau peringatan kepada kasepuhan
Gambar 20 : Peta Wilayah Adat Kasepuhan Karang
53
- Juru Serat/Surat bertugas untuk menyampaikan informasi kepada
incu putu dan menjadi penyambung menyampaikam kepentingan dari
incuputu ke kasepuhan
- Juru Basa bertugas menyampaikan informasi tentang tentang
Kasepuahan
- Juru Masak Mengatur masakan untuk kepentingan ritual
- Canoli bertugas menjadi juru gowah atau mempersiapkan sesajen
- Lukun bertugas mempersiapkan Alat ritual Seren taun
- Ronda Kokolot bertanggung jawab untuk hal-hal keamanan
- Palawari bertugas melayani tamu, mempersiapkan tempat
5.2.7 Sistem Pertanian Masyarakat Adat Kasepuhan
Berada di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)
menjadikan masyarakat adat Kasepuhan Banten Kidul menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian. Masyarakat Adat Kasepuhan menyadari
bahwa dalam pengelolaan alam, masyarakat harus menitikberatkan pada
keseimbangan. Artinya, apa yang diambil, harus berbanding lurus dengan
apa yang diberikan terhadap alam. Sistem pertanian di masyarakat adat
Kasepuhan terbagi menjadi dua, yaitu sistem pertanian lahan kering atau
huma dan pertanian lahan basah atau sawah, selain keduanya terdapat juga
ladang atau perkebunan yang ditnamai berbagai macam pohon kayu dan
buah-buahan serta aneka pangan lain.
Gambar 21 : Proses panen/ngetem di masyarakat Kasepuhan Foto : Joe
54
Pertanian lahan basah atau sawah pengerjaannya relatif lebih lama.
Bagi masyarakat Kasepuhan bertani sawah merupakan sebuah keharusan,
bahkan bagi masyarakat yang tidak mempunyai sawah pun tetap bisa
menggarap sawah orang lain atau istilahnya nengah yaitu sistem bagi
hasil. Berbeda dengan pertnian lahan kering yang tidak tergantung pada
air, pertanian sawah lebih membutuhkan perhatian ekstra agar kondisi air
tetap terkontrol. Berikut ini adalah tahapan pertnian lahan basah (sawah).
Tabel 3 : Tahapan pertanian sawah
No Tahapan Pengertian Lama
Waktu
Dilakukan Oleh
Perempuan Laki-laki
1 Beberes Ritual persiapan
awal 1 bulan Kasepuhan
2 Macul Membajak sawah 1 bulan √
3 Babad
Membersihkan
rumput di areal
pematang sawah
1 hari √ √
4 Tebar Menyemai bibit padi 1 hari √
5 Babut Memindahkan padi
dari pembibitan 1 hari √
6 Tandur Menanam padi 1
minggu √ √
7 Ngoyos Membersihakn padi
dari gulma √ √
8 Ngubaran Selamatan untuk 1 √ √
55
menjaga sekaligus
mengusir hama
penyakit
minggu
9 Mapag Pare
beukah
Ritual menyambut
padi saat muali
berbuah
1 hari √ √
10 Salamet
mipit pare
Selamatan ketika
hendak memulai
panen
1 hari √ √
11 Mipit
Ritual pertama kali
akan memanen padi
(dilakukan di
pungpuhunan)
1 hari √
12 Dibuat/Nget
em Panen padi
2
minggu √ √
13 Ngalantai Menjemur padi di
lantaian 1 hari √ √
14 Mocong
Membersihkan dan
merapikan padi
ketika hendak
disimpan
1
minggu √ √
15 Ngunjal Memindahkan padi
dari lantian ke leuit 1 hari √
16 Netepkeun/
ngadiukeun
Ritual saat hendak
menyimpan padi di
leuit
I hari √ √
56
Pertanian lahan kering (huma) di masyrakat adat sangatlah unik, setiap
rangkaian atau tahapan proses bercocok tanam (menanam padi) harus
melalui berbagai tahapan ritual adat, mulai dari memilih bibit sampai
menjelang panen tiba, berikut ini adalah tahapan mengelola huma :
Tabel 4 : Proses atau tahapan Ngahuma
17 Seren Taun Rangkaian puncak
pesta panen
1
minggu Kasepuhan
No Tahapan Pengertian Lama
Waktu
Dilakukan Oleh
Perempuan Laki-
laki
1 Beberes Ritual persiapan
awal 1 bulan Kasepuhan
2 Nyacar Membersihkan
lahan 1 bulan √ √
3 Ngahuru
Membakar puing
sisa-sisa
membersihkan
lahan
1 hari √ √
4 Ngaduruk
Membakar sisa
ngahuru agar lebih
bersih
1 hari √ √
5 Ngaseuk Menanam atau 1 hari √ √
57
menyemai benih
padi
6 Ngored Membersihkan
rumpul liar/gulma
1
minggu √ √
7 Ngubaran
Selamatan untuk
menjaga sekaligus
mengusir hama
penyakit
1
minggu √ √
8
Mapag
Pare
beukah
Ritual menyambut
padi saat muali
berbuah
1 hari √ √
9 Salamet
mipit pare
Selamatan ketika
hendak memulai
panen
1 hari √ √
10 Mipit
Ritual pertama kali
akan memanen
padi (dilakukan di
pungpuhunan)
1 hari √
11 Dibuat/Nge
tem Panen padi
2
minggu √ √
12 Ngalantai Menjemur padi di
lantaian 1 hari √ √
13 Mocong
Membersihkan dan
merapikan padi
ketika hendak
disimpan
1
minggu √ √
58
Jenis padi yang ditanam di sawah dan di huma adalah jenis yang
berbeda, namun umumnya jenis-jenis padi yang ditanam di sekitar
masyarakat adat kasepuhan diantaranya yaitu, Rajawesi, Srikuning, Cere,
Kui, Kewal, Cere Ketan, Langkasari, Ketan Bogor, Ketan Tawa, Ketan
Putri, Ketan Hideung dan Gantang, Pare nete, Ketan langsari, Cere
markoti, Keta,Ketan Putri, Cere Marire, Jamu, Emas, Gantang, Kewal,
Cere Belut, Pare Beunteur, Ketan Odeng, Ketan Nangka, Pare Peuteuy,
Pare Seksek,Pare Mute, Pare Kadut, Pare Sirimahi,Pare Jogja, Apel dan
masih banyak lagi jenis nama-nama padi yang di tanam di masyarakat
Kasepuhan Banten Kidul.
5.2.8 Keanekaragaman Flora dan Fauna
Kawasan TNGHS merupakan representasi hutan hujan yang memiliki
berbagai macam keanekaragaman flora dan faunanya, hal ini pula
berdampak pada wilayah Kasepuhan yang memang awalnya merupakan
daerah yang sama, hanya saja mengalaim perubahan setelah adanya
pemukiman masyarakat adat di sekitarnya.
14 Ngunjal Memindahkan padi
dari lantian ke leuit 1 hari √
15 Netepkeun/
ngadiukeun
Ritual saat hendak
menyimpan padi di
leuit
I hari √ √
16 Seren Taun Rangkaian puncak
pesta panen
1
minggu Kasepuhan
59
namun secara vegetasi baik yang merupakan kawasan Taman Nasional
maupun masyarakat Kasepuhan memiliki flora dan fauna yang sejenis.
Meski dibeberpa daerah Kasepuhan ada yang berbeda, tapi gambaran
keseluruhan flora yang terdapat di areal kasepuhan Banten Kidul antara
lain :
Tabel 5 : Flora di Kawasan Kasepuhan Masyarakat Adat Banten Kidul
No Nama
Tanaman
Kategori Habitat Nama
Tanaman
Kategori Habitat
1 Rasamala Kayu Hutan Singkong Palawija Huma/ladang
2 Puspa Kayu Hutan Ubi Palawija Huma/ladang
3 Mahoni Kayu Hutan Talas Palawija Huma/ladang
4 Pasang Kayu Hutan Pisang Palawija Huma/ladang
5 Maranti Kayu Hutan Tiwu Endog Palawija Huma/ladang
6 Afrika Kayu Kebun Kentang Sayur Huma/ladang
7 Jengjeng Kayu Kebun Waluh Palawija Huma/ladang
8 Ki Maja Kayu Kebun Pete Sayur Huma/ladang
9 Ki Buluh Kayu Kebun Jengkol Sayur Huma/ladang
10 Ki Bancet Kayu Kebun Lamtoro Sayur Huma/ladang
11 Ki
Bangkong
Kayu Kebun Lada Rempah Huma/ladang
Gambar 22 : Tanamn Kapol (tanamn obat) tumbuh subur dan dibudidayakan oleh masyarakat adat Foto : Joe
60
12 Ki
Sampang
Kayu Kebun Cengkeh Rempah Huma/ladang
13 Ki
Ronyok
Kayu Kebun Rinu Obat Huma/ladang
14 Saninten Kayu Kebun Kunir Palawija Huma/ladang
15 Kalimorot Kayu Kebun Koneng
Geude
Palawija Huma/ladang
16 Ki Awi Kayu Kebun Babanyaran Palawija Huma/ladang
17
18
Ki Putri
Ki Bima
Kayu
Kayu
Kebun
Kebun
Lampuyang
Babadotan
Palawija
Palawija
Huma/ladang
Huma/ladang
20
Kalapa
Ciung
Kayu
Kebun
Nilam Palawija Huma/ladang
21
Kokosan
Monyet
Kayu
Kebun
Ki Beling Palawija Huma/lading
22
Huru
Madang
Kayu
Kebun
Seureuh
Palawija Huma/ladang
23 Huru hiris Kayu Kebun Pining Palawija Huma/ladang
24
Huru
Sampalan
Kayu
Kebun
Ranyang
Palawija Huma/ladang
25 Jurang Kayu Kebun Akar
Kawung
Palawija Huma/ladang
26 Huru batu Kayu Kebun Pinang Palawija Huma/ladang
27 Ki Kawat Kayu Kebun Rane Palawija Huma/ladang
28 Ki Besi Kayu Kebun Taras Tulang Palawija Huma/ladang
29 Ki Pinang Kayu Kebun Manganeh Palawija Huma/ladang
30 Salam Kayu Kebun Rende Palawija Huma/ladang
31 Ki Sereh Kayu Kebun Ki Lampahan Palawija Huma/ladang
32 Ki Sapi Kayu Kebun Buah Mahuni Palawija Huma/ladang
33 Hamirung Kayu Kebun Paku Palawija Huma/ladang
34 Laban Kayu Kebun Kapipingkel Palawija Huma/ladang
61
35 Ki Padali Kayu Kebun Buah Picung Obat Huma/ladang
36 Manglid Kayu Kebun Randu Obat Huma/ladang
37 Ceuri Kayu Kebun Ki Sereh Obat Huma/ladang
38 Ki
Sebrang
Kayu Kebun Areuy
Kidang
Obat Huma/ladang
39 Waru Kayu Kebun Aawian Obat Huma/ladang
40 Cangcarat
an
Kayu Kebun Kapol Obat Huma/ladang
41 Kitamarga Kayu Kebun Jukut Bau Obat Huma/ladang
42 Bareubeuy Kayu Kebun Beuti
Ganawang
Obat Huma/ladang
43 Tulak
Tangul
Kayu Kebun Cecenet Obat Huma/ladang
44 Ki Kacang Kayu Kebun Capeu Obat Huma/ladang
45 Dawolong Kayu Kebun Kumis Ucing Obat Huma/ladang
46 Leungsir Kayu Kebun Jawer Kotok Obat Huma/ladang
47 Cangkalak Kayu Kebun Kukuk Palawija Pekarangan
48 Ki
Beureum
Kayu Kebun Lengkuas Palawija Pekarangan
49 Gintung Kayu Kebun Jahe Palawija Pekarangan
50 Dahu Kayu Kebun Pisang
Kepok
Buah Kebun
51 Ki Tano Kayu Kebun Pisang
Sarebu
Buah Kebun
52 Ki Sawo Kayu Kebun Pepaya Buah Kebun
53 Laka Kayu Kebun Kedondong Buah Kebun
54 Palahlar Kayu Kebun Erbis Buah Kebun
55 Angrit Kayu Kebun Kopi Buah Kebun
56
Huru
Carulang
Kayu
Kebun
Coklat Buah Kebun
57 Ki Sigeng Kayu Kebun Gandarasa Buah Kebun
62
58 Bengang Kayu Kebun Salak Buah Kebun
59 Ki Amis Kayu Kebun Pisang
Lampeneng
Buah Kebun
60 Ki
Cariang
Kayu Kebun Pisitan Buah Kebun
61 Tenyo Kayu Kebun Jambe Buah Kebun
62 Cengal Kayu Kebun Jambu Batu Buah Kebun
63 Teureup Kayu Kebun Jambu Buah Kebun
64 Dadap Kayu Kebun Cingcolo Buah Kebun
65 Jirak Kayu Kebun Jambu Air Buah Kebun
66 Parengpen
g
Kayu Kebun Jambu Bol Buah Kebun
67 Rengas Kayu Kebun Jambu
Monyet
Buah Kebun
68 Hantap Kayu Kebun Jeruk Nipis Buah Kebun
69 Bungur Kayu Kebun Jeruk Bali Buah Kebun
70 Katulamp
a
Kayu Kebun Pisang
Hurang
Buah Kebun
71 Jeret Kayu Kebun Pisang Abu Buah Kebun
72 Tengek
caah
Kayu Kebun Pisang Sepet Buah Kebun
73 Kiara Kayu Kebun Mang Pelem Buah Kebun
74 Karoya Kayu Kebun Darmayu Buah Kebun
77 Nangka Buah Kebun Manggis Buah Kebun
78 Durian Buah Kebun Duku Buah Kebun
79 Rambutan Buah Kebun Jatake Buah Kebun
80 Picung Buah Kebun Kokosan Buah Kebun
81 Kelapa Buah Kebun Limus Buah Kebun
82 Kacapi Buah Kebun Kaweni Buah Kebun
Sumber : RMI
63
Selain flora, jenis fauna di setiap Kasepuhan hampir serupa,
meskipun ada sedikit beberap perbedaan dipenamaannya saja. Fauna di
Kawasan Masyarakat adat Banten Kidul terbagi kedalam hewan peliharaan
dan hewan liar yang mendiami wilayah di sekitar Kasepuhan. Berikut ini
adalah macam-macam fauna :
Tabel 6 : Fauna di Kawasan Masyarakat Adat Banten Kidul
No Nama Satwa Kategori Habitat
1 Kerbau Peliharaan Pemukiman/Sawah/Kebun
2 Kambing Peliharaan Pemukiman/Kebun
3 Domba Peliharaan Pemukiman/Kebun
4 Bebek Peliharaan Pemukiman
5 Ayam Peliharaan Pemukiman
6 Monyet Liar Hutan/Leuweung
7 Bagong/Babi Hutan Liar Hutan/Leuweung
8 Ikan Benteur Liar Sungai
9 Ikan Kehkel Liar Sungai
Gambar 23 : Kerbau adalah satwa peliharaan masyarakat adat, setiap satu ekor kerbau diwajibkan membayar cacah jiwa sebesar Rp 5000 Foto : Joe
64
10 Ikan Bogo Liar Sungai
11 Ikan Mas Peliharaan Pemukiman/Kebun
12 Ikan Mujair Peliharaan Pemukiman/Kebun
13 Ikan Nila Peliharaan Pemukiman/Kebun
14 Ikan Lele Peliharaan Pemukiman/Kebun
15 Ikan Jeler Liar Sungai
16 Ikan Sengal Liar Sungai
17 Ikan Nanyeng Liar Sungai
18 Ikan Regis Liar Sungai
19 Ikan Sarompet Liar Sungai
20 Ikan Mayo Liar Sungai
21 Belut Liar Sawah
22 Ikan Amis Pinang Liar Sungai
23 Ikan Bungkreng Liar Sungai
24 Ikan Serewet Liar Sungai
25 Ikan Tampele Liar Sungai
26 Lubang Liar Sungai
27 Keuyeup Liar Sungai
28 Hurang Liar Sungai
29 Beragam jenis
burung
Liar Alam
30 Tawon Liar Alam
5.3 Konsep Hutan Masyarakat Hukum Adat
Masyarakat Adat Kasepuhan hidup bergantung pada alam, mereka
memanfaatkan apa yang alam sediakan tanpa mengambilnya scara
berlebihan. Pemahaman tentang menjaga alam sudah tertuang sejak
Kasepuhan itu ada, hal ini terbukti melalui beberapa tatali paranti karuhun
yang isinya mengacu pada bagaiamna seharusnya hidup menyelaraskan
dengan alam, seperti pemahaman konsep tentang hutan misalnya. Konsep
65
hutan, masyarakat punya pandangan tersendiri. Jika pemerintah
mempunyai program zonasi hutan lindung, maka masyarakat adat
Kasepuhan mengenal adanya leuweung tutupan, leuweung titipan,
leuweung awisan dan leuweung garapan/sampalan yang merupakan
bagian dari tatali paranti karuhun.
- Leuweung Tutupan, disebut juga leuweung kolot/leuweung geledegan
(rimba), merupakan sebuah lahan hutan yang masih terjaga
keasliannya. Habitat dan vegetasinya masih tidak tersentuh.
Masyarakat adat mengkategorikan hutan ke dalam hutan larangan yang
sama sekali tidak boleh diganggu gugat, bahkan masyarakat adat
meyakini bahwa hutan ini dijaga oleh makhluk gaib, dan siapapun
yang mencoba memasuki dan mengganggu keaslian hutan ini akan
tertimpa kabendon (kuwalat). Ketika sudah berhubungan dengan
kabendon atau sesuatu yang melanggar aturan adat maka tidak ada
tawar menawar lagi bagi masyarakat hukum adat.
- Leuweung Titipan, lahan hutan ini merupakan titipan dari karuhun.
Mengenai penggunaannya masyarakat adat belum diizinkan sebelum
ada wangsit dari karuhun untuk membuka atau menggarapnya. Aturan
pada hutan ini tidak seketat leuweung tutupan, jika memang ada
kebutuhan mendesak yang harus diambil dari hutan ini, maka masih
bisa dimasuki namun harus celuk (meminta izin kepada karuhun).
- Leuweung Awisan, yaitu hutan atau lahan cadangan yang akan
digunakan untuk lahan pemukiman atau lahan garapan pada masa yang
akan datang, setelah ada perintah atau wangsit yang mengharuskan
untuk berpindah atau ngalalakon (berkelana). Pusat kasepuhan
memang selalu berpindah-pindah sesuai perintah karuhun. sehingga
bukan tidak mungkin jika kepindahannya bukan semakin ke tempat
yang ramai, tapi justru semakin menjauh dan terpencil memasuki lahan
atau hutan baru.
- Leuweung sampalan, lahan hutan ini merupakan hutan garapan yang
digunkan untuk pemukiman dan lahan pertanian.
66
Pemahaman tentang konsep hutan ini merupakan sebuah kearifan lokal
yang bahakn sudah ada sebelum gaung pembagian zonasi hutan lindung
oleh pemerintah, artinya masyarakat adat Kasepuhan sejak dahulu sudah
memahami betapa pentingnya hutan untuk kehidupan, hutan adalah sirah
cai (sumber mata air) sehingga jika merusak hutan maka artinya merusak
sumber air, dan merusak sumber air bearti merusak keberlangsungan hidup
masyarkat adat.
Pemanfaatan hasil hutan seperti kayu untuk membangun rumah juga
dibatasi. beberpa pohon yang diperbolehkan untuk digunakan untuk
membangun rumah yaitu, pohon puspa, kisereh dan pasang. Dibeberpa
kasepuhan akan sedikit berbeda, tapi satu hal yang pasti bahwa
penggunaan hasil hutan dibatasi hanya sekedar untuk kebutuhan
mendesak saja, hasil hutan lain yang boleh dimanfaatkan adalah tanaman
obat yang terdapat dihutan, pohon gaharu dan pohon kemenyan yang
digunakan juga sebagai alat ritual adat, selain itu ada pula rotan yang
digunakan untuk bahan pembuatan berbagai perkakas dapur dan perkakas
lain yang memang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk
membuat kaneron (tas tradisional dari rotan). Pemnafaatan yang serba
dibatasi, artinya sangat mempertimbangkan kelangsungan atau kelestarian
Gambar 24 : Pemanfaatna hutan sampalan untuk kebutuhan lahan pemukiman dan pertanian Foto : Henriana Hatra
67
hutan itu sendiri, hal ini sangat bertolak belakang dan para oknum yang
mengekplorasi hutan tanpa tnaggung jawab. Mereka melakukan
penebangan hutan untuk kepentingan pribadi.
Sementara itu konsep hutan adat diatur dalam Peraturan Daerah no 8 tahun
2015 tentang, Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat
Hukum Adat. Disitu dijelaskan bahwa :
- Leuweung Kolot atau disebut dengan Leuweung Tutupan adalah
wilayah adat yang berdasarkan hukum adat dipertahankan sebagai
wilayah konservasi lingkungan.
- Leuweung Titipan atau Cawisan adalah wilayah adat yang berdasarkan
hukum adat dipertahankan sebagai wilayah cadangan untuk kegiatan
pemanfaatan tanah dan sumber daya alam.
- Leuweung Sampalan atau Garapan adalah wilayah adat yang
berdasarkan hukum adat dipergunakan untuk kepentingan mata
pencaharian atau pemukiman masyarakat hukum adat.
- Leuweung Kolot atau Titipan adalah hutan adat yang berada di dalam
wilayah adat.
Dari sekian banyak Kasepuhan yang ada di Kabupaten Lebak, baru
Kasepuhann Karang yang sudah secara resmi mempunyai hutan adat
sendiri dan sudah disahkan langsung oleh Presiden. Mengutip pemberitaan
yang di muat di halaman RMI Bogor
“Masyarakat Kasepuhan Karang, Lebak, Banten, kini bisa bernafas lega.
Pasalnya, perjuangan selama tiga tahun untuk mendapatkan pengakuan
hak hutan adat dari pemerintah dapat diwujudkan. Setelah melewati dua
kali tahap verifikasi dan validasi sejak pengajuan penetapan hutan adat 5
Oktober 2015, hari ini (30/120), Presiden Jokowi menetapkan status hutan
seluas 486 hektar yang dikelola turun-temurun oleh masyarakat adat
Kasepuhan Karang.
68
Luas hutan adat Kasepuhan Karang yang ditetapkan adalah 485,366
hektar yang terdiri dari 389,207 hektar hutan tutupan dan hutan titipan
dan 96 hektar di wilayah Gunung Haruman masyarakat adat Kasepuhan
Karang. Luas tersebut dalam SK Penetapan Hutan Adat menjadi 486
hektar, dengan keterangan 462 hektar berada dalam wilayah TNGHS
(Taman Nasional Gunung Halimun Salak) dan 24 hektar berada di
wilayah APL (Areal Penggunaan Lain).
“Alhamdulillah hutan adat kami sekarang sudah diakui pemerintah, ibu
menteri sangat memahami apa yg dibutuhkan oleh masyarakat adat. Ini
tentu menjadi penguat semangat kami untuk memperkuat pengelolaannya,
termasuk keterlibatan anak muda adat,” ujar Kepala Desa Jagaraksa,
Jaro Wahid, sebagai perwakilan Kasepuhan Karang.”33
Selain PERDA, penegakan hak ulayat masyarakat adat juga tertuang
dalam Putusan MK 35/PUU-X/2012 yang isi putusannya mengacu pada
“Hutan adat adalah hutan hak dan bukan merupakan hutan negara”.
Sehingga jika ada hutan adat yang masih masuk claim sebagai hutan
negara, maka negara wajib mengeluarkannya dan mengembalikannya
kepada masyarakat adat, karena itu merupakan perintah undang-undang.
Putusan tersebut merupakan legal standing bagi masyarakat adat sebagai
penjaga dan pelestari hutan. Disinilah pemerintah harus bersama-sama
dengan masyarakat adat untuk segera merealisasikan putusan tersebut,
guna melestarikan alam dan lingkungan tempat manusia hidup dan
mempertahankan kehidupannya.
Masyarakat Baduy adalah salah satu masyarakat yang aktif dalam
menggaungkan pesan-pesan menjaga kelestarian alam dan hutan, mereka
meyakini jika alam dirusaka maka akan timbul bencana yang akan
merugikan manusia. Kampanye-kampanye itu disampaiakan dalam bentuk
ritual tahunan, yaitu Seba Baduy, ritual ini merupakan bentuk
penghormatan masyarakat Kanekes terhadap negara. Selain membawa
33http://rmibogor.id/2016/12/30/hutan-adat-kasepuhan-karang-resmi-diakui-presiden/diaksespada18Juni2017pukul05:15
69
berbagai hasil bumi seperti pisang, telor tebu, gula, beras, dan hasil alam
lainnya, Seba juga digunakan sebagai momentum masyarakat Kanekes
untuk menyampaikan beberapa situasi terkini tentang kondisi alam
masyarakat Baduy itu sendiri. Hal ini dapat terlihat dari tema acara Seba
yang setiap tahunnya berubah.
Tabel 7 : Pelaksaaan Seba dari tahun 2013 sampai 2017
Tanggal Tema Jumlah Peserta Jenis
Seba
Pembaca
Seba Tangtu Baduy
Luar
Mei
2003
Penegakan dan
Pengukuhan
Perlindungan batas-
batas wilayah tanah
ulayat
20 380 Geude Jaro Saidi
dan Jaro
Warega
1-3 Mei
2004
Penitipan kelestarian
alam dan lingkungan
agar gunung-gunung
tidak rusak agar
terhindar dari
bencana alam
21 470 Geude Jaro Saidi
2-3 Mei
2005
Mengingatkan
bencana alam akibat
ulah manusia yang
berlebihan
27 580 Geude Jaro Saidi
1-3 Mei
2006
Meminta
menghilangkan
suap-menyuap dan
penegakan keadilan
22 759 Leutik Jaro Saidi
dan Jaro
Warega
20-22
April
Meminta pejabat
datang ke Baduy dan
meninjau langsung
23 1012 Geude Jaro Saidi
70
2007 penegakan hukum
9-10
Mei
2008
Mempererat
silaturahmi,
mengajak
pemerintah untuk
menyatu peduli
lingkungan
25 987 Leutik Jaro Saidi
1-3 Mei
2009
Perlindungan dan
tindakan hukum bagi
penyerobot tanah
ulayat, perbaikan
jalan, mendukung
pemilu dan
memohon bantuan
bencana kebakaran
dan penerbiatan
buku “Saatnya
Baduy bicara”
56 1781 Geude Jaro saidi
dan Jaro
Warega
19-21
April
2010
Perlindungan tanah
milik warga Baduy
di luar kawasan
Baduy seluas 700 ha
agar dipronakan dan
peningkatan
kesejahteraan
menagih janji ke
Depsos pusat dan
meminta dibuatkan
UU perlindungan
tanah ulayat
25 580 Leutik Jaro Saidi
dan Jaro
Warega
8-9 Ngasuh Ratu
Ngajayak Menak
99 1492 Geude Jaro saidi
71
April
2011
27-29
April
2012
Silaturahmi demi
kelestarian alam
50 1720 Leutik Jaro Saidi
16-17
Mei
2013
Melestarikan dan
melindungi hutan
1.750 Geude Jaro saidi
3–4
Mei
2014
- 1.200 Geude Jaro saidi
23-25
April
2015
Ngasuh Ratu
Nganjak Menak
Mageuhkeun Tali
Duluran Ngajaga
Lingkungan
Pamarentah
Negakeun Hukum
Jeung Keadilan
1957 Geude Jaro Saidi
3-15
Mei
2016
- 91 1.752 Geude Jaro saidi
28-29
April
2017
Menjaga kelestarian
alam, hutan, dan
lingkungan
1658 Geude Jaro Saidi
Sumber : Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di banten dan
Kompilasi data
72
5.4 Kearifan Lokal Masyarakat Hukum Adat
5.4.1 Pikukuh Karuhun Masyarakat Kanekes
Masyarakat Kanekes adalah masyarakat yang berpegang teguh
pada aturan adat yang disebut pikukuh karuhun, aturan ini bersifat
mengikat dan mutlak bagi setiap pengikut adat. Beikut ini adalah daftar
pikukuh karuhun masyarakat Kanekes.
Tabel 8 : Daftar Pikukuh Karuhun masyarakat Adat Kanekes
No Pikukuh karuhun Baduy Makna
1 Buyut nu dititipkeun ka
puun
Pantangan yang dititipkan kepada
puun
2 Gunung teu meunang di
lebur Gunung tidak boleh digempur
3 Lebak teu meunang
dirakrak Lembah tidak boleh dirusak
4 Larangan teu menang
dirempak Pantangan tidak boleh dilanggar
5 Buyut teu meunang dirobah Pantangan tidak boleh dirubah
6 Nu ulah kudu diulahkeun Yang dilarang harus dilarang
7 Nu enya kudu dienyakeun Yang benar harus dibenarkan
8 Ngala kudu menta Mengambil harus minta
9 Nyaur kudu naur Berkata harus diukur
10 Nyabda kudu diunggang Berkata harus diukur
11 Ulah maling papanjingan Jangan mencuri walau kekurangan
12 Ulah jinah papacangan Jangan berzinah dan berpacaran
13 Matak burung jadi ratu Bisa gagal jadi pemimpin
14 Matak edan jadi menak Bisa gila menjadi pembesar
73
15 Matak pupul pangaruh Bisa hilang pengaruh
16 Matak hambar komara Bisa hilang kewibawaan
17
Nu pondok te meuanng
disambung nu panjang teu
menang di potong
Biarkan apa adanya
18 Ngawalu Ritual kembalinya padi dari ladang
ke lumbung
19 Ngalaksa
Yaitu ritual membentuk mie yang
lebar, untuk mengungkapkan rasa
syukur kepada Karuhun
21 Seba Datang mempersembahkan/
berkunjung
22 Seba laksa Kunjungan kepada camat dan bupati
23 Seba Geude Dilakukan apabila hasil panen
baik/berlimpah
24 Seba leutik Dilakukan apabila hasil panen
merugi/sedikit
5.4.2 Tatali Paranti Karuhun Masyarakat Adat Kasepuhan
Ujaran-ujaran yang tetap menjadi bagian kehidupan keseharain di
komunitas adat Kasepuhan Cisungsang adalah tatali parani karuhun dari para
leluhur, yang tetap dipercaya sebagai Siger (mawas diri), untuk menjalani
kehidupan Incu Putu di Kasepuhan. Baik di sampaikan dalam prosesi ritual
adat atau dalam kehidupan sehari-hari di rumah para Incu Putu. tatali parani
karuhun yang biasa di sampaikan dari Kepala Adat kepada Rendangan dan
oleh Rendangan disampaikan kepada Incu Putu, dalam keseharaiannya.
Ungkapan itu merupakan tatali parani karuhun dari para leluhur yang
diturunkan secara turun temurun kepada Incu Putu, tatali parani karuhun itu
untuk kebaikan Incu Putu dalam menjalani kehidupan di dunia. Dalam
kehidupan dengan sesama dan dalam pencarian kehidupan, seperti berusaha
74
dan agar dapat dipercaya orang lain, untuk memenuhi unsur ketertiban dalam
kehidupan sehari-hari. Intinya bukan untuk dihapal namun diterapkan dan
dihayati serta dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari di manapun berada.
Selain itu Incu Putu, memaknai dengan seksama berbagai ungkapan-ungkapan
yang tidak tertulis untuk menjalani kehidupannya. Karena bekal bukanlah
hanya harta namun, ujaran berupa tatali parani karuhun itu juga merupakan
suatu warisan yang sangat berharga. Aturan tradisi jika dilaksanakan oleh Incu
Putu dan tatali parani karuhun di pegang erat dan dilaksanakan, maka akan
selamat. Apalagi jika dilaksanakan semua ketentuan adat istiadat, dan tentunya
tetap pada jalur yang benar. Berikut ini adalah tabel tentang tatali parani
karuhun sehari-hari yang biasa disampaikan kepada Incu Putu :
Tabel 9 : Tatali parani karuhun dari para leluhur kepada Incu Putu di
berbagai Kasepuhan
No. Tatali parani karuhun Makna
1.
“Nyucrug galur mapay
wahangan nete taraje
nincak hambalan,”
Maknanya bagi masyarakat adat
Kasepuhan Cisungsang adalah,
dalam kehidupan sehari-hari kita
harus jujur mengikuti apa yang telah
digariskan, tidak boleh menentang
sesuatu yang bukan haknya.
2. “Mipit Kudu AMit
Ngala Kudu menta
Nngaggo Kudu Suci
Ngadahar Anu Halal
Ngecap Sabenerna
Nganjuk Kudu Naur
Ngahutang Kudu mayar
Nginjem Kudu Mulangkeun
Sing Tigin Kana janji
Makna dari ujaran tersebut di atas
adalah sebagai manusia yang hidup
dalam lingkungan sosial, hendaknya
ketika akan melakukan sesuatu harus
direncanakan, ditertibkan lalu
meminta ijin ke orang tua, ketika
akan meminta sesuatu harus
berbicara terlebih dahulu, dalam
kehidupan ini hati harus suci bersih,
75
Iman Ka diri Sorangan”
dalam mengkomsumsi makanan
sehari-hari harus dari uang yang
halal hasil kerja keras, jika berbicara
harus yang sebenarnya, tidak boleh
berbohong sedikitpun, dalam hal
hutang piutang tidak boleh dilupakan
namun harus membayar dengan
semestinya.
Juga pinjam meminjam harus
mengembalikan. Tidak boleh ingkar
janji. Dan memiliki iman yang kuat
dalam diri sendiri.
3 “Sing Sarua cangkang
jeung eusina bisi pahili
adina, patuker lanceukna
bisi jadi kawih mamaruan”
Makna bagi masyarakat adat
Kasepuhan Cisungsang adalah, jika
kita melakukan sesuatu harus sesuai
dengan hati kita, tidak boleh
menghianati, karena jika tidak seia
sekata, maka jadi masalah yang
sangat besar bagi diri sendiri.
4
“Bisi jadi genteng ku-
kadekna, legok ku amal
perbuatan-nana,”
Dalam kehidupan sehari-hari semua
yang dilakukan oleh Incu Putu di
kasepuhan, harus seimbang dan tidak
boleh semena-mena terhadap orang
lain, bahakan nanti jika terkena
musibah itu karena perbuatannya
sendiri.
5.
“Moal di duduka ku batur
mun urang teu ngaduduka
batur”
Tatali parani karuhun ini
mengandung makna, tidak akan di
disakiti hati kita oleh orang lain jika
76
“Moal di cabok batur, mun
urang teu nyabok batur”
“Moal di kadek batur, mun
urang teu ngadek batur”
kita tidak menyakiti hati orang lain.
Tidak akan di tempeleng orang lain
jika kita tidak menempeleng orang
lain, dan tidak akan di tebas orang
apabila kita tidak menebas orang.
Incu Putu di Kasepuhan memegang
tatali parani karuhun seperti ini,
agar tidak terjadi perselisihan yang
menimbulkan salah sangka dan
permasalahan di kemudian hari.
6.
“Ka Cai Kudu Saleuwi, Ka
Darat Kudu Saleugok,
Sareundeuk Saigeul, Sa
Bobok Sa Pinahean,”
Dapat dimaknai bahwa ketika dalam
sutau pekerjaan yang menyangkut
harkat hidup orang banyak kita harus
saling bekerjasama, dan saling
berbagi kebaikan.
7
“Lamun Lelemburan
Kumaha Batur Salembur,
Mun Makaya Kumaha batur
Sacatihan,”
Dapat dimaknai sebagai berikut, Jika
hidup bertetangga kita harus
mengikuti apa yang menjadi
kehendak orang banyak, jika
berusaha mencari nafkah harus
seperti rang lain, jangan ingin lebih
sendiri dan tidak memikirkan orang
lain.
8
“Dug Hulu Pet Nyawa,
Congeang balik Aseupan,”
Yang tidak bisa dilupakan adalah
ungkapan tersebut adalah yang
77
dimaknai bahwa, belahan jiwa
adalah untuk kemanfaatan kesuburan
dan kemakmuran seluruh keluarga.
9 Nungtun Karahayuan
Nyayak Kamokahaan
Abah (Pupuhu ) Kasepuhan sebagai
kepala adat Kasepuhan berperan
sebagai penanggung jawab atas
segala urusan yang dititipkan oleh
karuhun dalam melayani
kepentingan incu putu menuju
keselamatan dunia dan akhirat
10 Salamet ku Peso, bersih ku
Cai
kesederhanaan masyarakat di
Kasepuhan menyandarkan sumber
keberlangsungan penghidupan dari
kemurahan alam yang merupakan
anugerah dari Tuhan yang Maha
Kuasa
11 Caricing pageuh kancing,
saringset pageuh iket
waspada dan siap siaga
12 Nibakeun Sri ka Bumi kegiatan yang dilakukan pada saat
akan menyebar benih dan waktu dari
menyebar sampai menuai benih
selama 45 s/d 50 hari.
13 Ngamitkeun Sri ti Bumi kegiatan yang dilakukan sebelum
memetik atau menuai hasil panen
yang diawali dengan upacara
selamatan yang dilakukan dirumah
kasepuhan dan diawali acara doa
bersama, dilanjutkan dengan makan
bersama
14 Ngunjal kegiatan penyimpanan padi ke
lumbung (leuit) setelah
78
dikeringkan/dilantayan
15 Rasul Pare di Leuit mempersembahkan tumpeng rasul
dan bebakak ayam jantan berwarna
kuning keemasan. Kegiatan ini
dilaksanakan dan dipimpin oleh
ketua adat yang didampingi 7 (tujuh)
orang baris kolot (tujuh orang tua
yang diambil berdasarkan garis
keturunan.
16 Nyebor ini merupakan lanjutan dari Prah
prahan yaitu suatu kegiatan di mana
para bayi yang lahir pada tahun
tersebut untuk di simur/nyimur.
Acara simur ini dilakukan oleh
petugas khusus yang dinamakan
Tukang Rorok. Seorang Tukang
Rorok adalah tokoh Tokoh Adat.
17 Seren Taun Ritual punyak setelah selesai panen,
sebagai wujud syukur masyarakat
adat kepada Tuhan Ynag Maha
kuasa.
18 Cacah Jiwa Sensus penduduk masyarakat adat
setiap tahun.
19 Ngindung ka waktu,
ngabapa ka jaman
Menyesuaikan perubahan atau
perkembangan jaman.
20 Hirup kudu ngigeulan
jaman
Menyesuaikan perubahan atau
perkembangan jaman.
21 Carita Yaitu laporan atau meminta izin
untuk melakukan suatu pekerjaan
22 Balik taun Lapran rendangan kepada ketua adat
setelah melakukan prose sbercocok
tanam
79
Bab 6 Rekomendasi
Masyarakat hukum adat di Kabupaten Lebak yaitu Baduy dan
Kasepuhan memiliki hubungan yang erat dengan sumber daya alam khususnya
sumber daya hutan. Letak geografis dari MHA ini berada dikawasan hulu
yang memiliki fungsi penting untuk penyelamatan lingkungan serta flasma
nuftah. Ketaatan MHA terhadap pelestarian sumber daya hutan turut
berkontribusi mencegah terjadinya Deforestasi dan Degradasi kualitas
lingkungan.
Disisi lain keberadaan MHA kurang mendapat penerimaan dari
masyarakat secara luas. MHA kerap mendapat stigma sebagai komunitas
yang terbelakang, kondisi ini berdampak secara phsikis bagi MHA sendiri
malu untuk mengakui jati diri sebagai MHA terutama kalangan generasi
muda. Kondisi ini adalah kerentanan terhadap keberadaan MHA dan nilai-
nilai yang dimiliki. Akses dan kontrol terhadap SDA sangat lemah. Areal
kelola Hutan Adat bersinggungan dengan klaim pihak lain, kondisi ini
memicu terjadinya konflik tenurial antara MHA dengan pengelola kawasan.
Berkenaan dengan hal tersebut maka rekomendasi yang dapat disampaikan
adalah :
1. Pemberdayaan MHA untuk meningkatkan kapasitas serta kepercayaan diri
MHA terutama generasi muda dalam pengelolaan Sumber daya hutan
melalui kegiatan produktif pengembangan tananam asli MHA.
2. Pendokumentasian aturan adat dan kearifan lokal yang berkaitan dengan
Pengelolaan Sumber Daya Hutan hal ini bermanfaat untuk menguatkan
serta meningkatkan pemahaman dinternal MHA terutama generasi muda
dan bagi pihak luar untuk mengenal, mengakui, menghormati dan
mempelajari nilai-nilai di MHA dalam pelestarian sumber daya hutan.
3. Pengembangan ekonomi lokal dengan inovasi pengembangan tanaman
produktif dibawah tegakan menja nilai tambah di lingkungan Hutan Adat.
4. Memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan pihak pengelola kawasan
melalui program kemitraan pengelolaan hutan dan lingkungan.
5. Memfasilitasi pengajuan dan penetapaan Hutan Adat dengan tidak
merubah fungsi atas kawasan.
80
DAFTAR PUSTAKA
Fadhila, Dhila., dan Sujana, Dadan. 2015. Kearifan Lokal di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Serang : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten
Hanafi, Imam., Ramadhaniaty, Nia., dan Nurzaman, Budi. 2012. Nyoreang Alam Katukang Nyawang Anu Bakal Datang. Bogor : RMI
Rusnandar, Nandang., dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di Banten. Bandung : Balai Pelsetarian Nilai Budaya (BPNB)
Setiawan, Irva., dkk. 2012. Upacara Seren Taun pada Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar di Sukabumi.Bandung : Balai Pelsetarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung
Shuida, Nyoma. 2016. Masyarakat Adat dalam Pusaran Perubahan. Jakarta : Kemenko Bidang Pembangunan Manusia & Kebudayaan
Yusanto, Yoki.. Hihabudin, Ahmad., dan Hatra, Henriana. 2014. Kasepuhan Cisungsang, Serang : Pustaka Getok Tular.
Sumber Lain :
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=475&lang=id https://x.detik.com/detail/intermeso/20170530/Ketika-Tanah-Baduy-Terasa-Kian-Sempit/index.php, https://keepo.me/_rendradwi-/kearifan-lokal-suku-baduy http://www.kanekes.desa.id/2016/10/29/ngaseuk-penghormatan-budaya-dan-kedaulatan-pangan-masyarakat-baduy/ https://humaspdg.wordpress.com/2010/05/04/perilaku-konformitas-masyarakat-baduy/ http://lidibiru67.com/baduy/ https://arikaharmon.wordpress.com/2016/10/01/mengungkap-komunitas-adat-kasepuhan-karang-belajar-memposting-di-wordpress/
LAMPIRAN
PERATURAN DAERAH NO 8 TAHUN 2015
TENTANG PENGAKUAN, PERLINDUNGAN, DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT KASEPUHAN
DAFTAR NAMA KASEPUHAN DI KABUPATEN LEBAK
NONAMAKASEPUHAN
NamaKetuaAdat
KAMPUNG DESA KECAMATAN KETERANGAN
1WEWENGKONCITOREK OyokDidi Guradog CitorekTimur Cibeber
PUPUHUKASEPUHAN
2 Naga AkiUndikar NagaCitorekTengah Cibeber Gurumulan
3 Cibengkung OlotUmar Cibengkung CitorekBarat Cibeber Gurumulan
4BabakanPasirNangka OlotSana
BabakanPasirNangka
CitorekSabrang Cibeber Gurumulan
5BabakanInpres OlotSukardi Sukamaju
CitorekSabrang Cibeber Gurumulan
6 Ciusul AkiCalo Ciusul CitorekKidul Cibeber Gurumulan
7 Sampay OlotSana Sampay LebakSituLebakGedong Gurumulan
8 Cirompang OlotAmir Cirompang Cirompang SobangSesepuhKampung
9 CibamaLebak CibamaLebak Cirompang Sobang Rendangan
10 CibamaPasir CibamaPasir Cirompang Sobang Rendangan
11 Sinargalih SinarGalih Cirompang Sobang Rendangan
12 Cibarani Olotarwata Cibarani Cibarani CirintenSesepuhKampung
13 GURADOGH.OnoRohadi Guradog Guradog CurugBitung
PUPUHUKASEPUHAN
14 LemburGede AkiNurkibLemburGede Guradog CurugBitung Gurumulan
15 Alung AkiKosim Alung Guradog CurugBitung Gurumulan
16 Sengkol AkiSapri Sengkol Guradog CurugBitung Gurumulan
17 CIBARANIAbahDulhani Cibarani Cibarani Cirinten
SesepuhKampung
18 Cipaku AbahUci Cipaku Cibarani Cirinten Gurumulan
19 GunungBatu AbahJamur GunungBatu Cibarani Cirinten Gurumulan
20 Cisedok AbahJasir Cisedok Cibarani Cirinten Gurumulan
21 Cikolelet AbahSahari Cikolelet Cibarani Cirinten Gurumulan
22 Cinangka OlotHarun Cinangka Cibarani Cirinten Gurumulan
23KarangCombong OlotSaldi
KarangCombong Cibarani Cirinten Gurumulan
24PasirGembong OlotArda
PasirGembong Cibarani Cirinten Gurumulan
25 Sempur OlotAdin Sempur Cibarani Cirinten Gurumulan
26 LebakGadog AkiSarbi LebakGadog Cikadu CibeberSesepuhKampung
27 Cikadu AkiAdwari Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan
28 Cibengkung AKIALIK Cibengkung Cikadu CibeberSesepuhKampung
29CibengkungLebak AkiMuhadi
CibengkungLebak Cikadu Cibeber Rendangan
30 Cisungsang AkiIpit Cisungsang Cisungsang CibeberSesepuhKampung
31LeemburGede UwaAdul Cisungsang Cisungsang Cibeber
SesepuhKampung
32 RabigHilir AkiNadi RabigHilir Kujangjaya CibeberSesepuhKampung
33 TegalLumbu AkiIdit TegalLumbu Wanasari CibeberSesepuhKampung
34 Cirangkas AkiUjid Cirangkas Wanasari CibeberSesepuhKampung
35 LebakTipar AkiWahid LebakTipar Wanasari CibeberSesepuhKampung
36 Cimanggu AkiSuki Cimanggu Cikadu CibeberSesepuhKampung
37 JambeJajar AkiHarman JambeJajar Wanasari CibeberSesepuhKampung
38 Tambleg AkiSurhani Tambleg Cidikit CibeberSesepuhKampung
39 Cikarang AkiOkim Cikarang Kujangjaya CibeberSesepuhKampung
40 LebakLarang AkiAta LebakLarang Mekarsari CibeberSesepuhKampung
41 Ciburial AkiUkam Ciburial Wanasari CibeberSesepuhKampung
42 Cihaneut AkiDa'i Cihaneut Wanasari CibeberSesepuhKampung
43 WaruDoyong AkiApudWaruDoyong Girimukti Cibeber
SesepuhKampung
44 Cinangka AkiEmis Cinangka Girimukti CibeberSesepuhKampung
45 Cikiyam AkiMadhani Cikiyam Girimukti CibeberSesepuhKampung
46 Cikadu AkiTasrip CikaduLebak Cikadu CibeberSesepuhKampung
47 Cikadu AkiTarmidi CikaduLebak Cikadu Cibeber Rendangan
48 Cikadu AkiJuhadBabakanEmpang Cikadu Cibeber
SesepuhKampung
49 PasirEurih AbahAdenS PasirEurih SindangLaya SobangSesepuhKampung
50 Cibeas AkiTalung Cibeas SindangLaya SobangSesepuhKampung
51 Cibece OlotAde Cibece SindangLaya Sobang Gurumulan
52BabakanNangka OlotJarman
BabakanNangka SindangLaya Sobang Gurumulan
53 Cigoyot OlotSidik Cigoyot SindangLaya Sobang Gurumulan
54 Cileler OlotSawira Cileler SindangLaya Sobang Gurumulan
55 Hegarsari OlotTempel Hegarsari SindangLaya Sobang Gurumulan
56 SelaGunung OlotJahadi SelaGunung SindangLaya Sobang Gurumulan
57SindangLayung AkiKalong
SindangLayung SindangLaya Sobang Gurumulan
58 Satong OlotMarta Satong SindangLaya Sobang Gurumulan
59SINDANGAGUNG OlotSolihin
SINDANGAGUNG Hariang Sobang
SesepuhKampung
60 Cikate AbahOnen Cikate Cikate Cigemblong Gurumulan
61 Cigaclung AbahNarim Cigaclung Sobang Sobang Gurumulan
62 LebakNangka AbahSamidLebakNangka Cikate Cigemblong Gurumulan
63 JAMRUT OlotSantura JAMRUT WangunJaya CigemblongSesepuhKampung
64 Cikareo OlotAsmin Cikareo WangunJaya CigemblongSesepuhKampung
65 Cangkeuteuk OlotLamri Cangkeuteuk WangunJaya CigemblongSesepuhKampung
66ParungGedong OlotNurjaya
ParungGedong WangunJaya Cigemblong
SesepuhKampung
67 CIBEDUG OlotAsbaji CIBEDUG CitorekBarat CibeberSesepuhKampung
68 BAYAH ApaUjang Bungkeureuk BayahTimur BayahPUPUHUKASEPUHAN
69 KARANG OlotAriksan KARANG Jagaraksa MuncangSesepuhKampung
70 Cilunglum OlotSaltum Cilunglum Jagaraksa MuncangSesepuh
Kampung
71 Cikadu OlotArmat Cikadu Jagaraksa MuncangSesepuhKampung
72 Cibangkala OlotJodi Cibangkala Jagaraksa MuncangSesepuhKampung
73WEWENGKONSAJIRA AbahNaik Sajira Maraya Sajira
PUPUHUKASEPUHAN
74CokelPasirnangka AbahYana
CoktlPasirnangka Curugbitung CurugBitung
SesepuhKampung
75 Cikawah AbahUsa Cikawah Sobang SobangSesepuhKampung
76 Cokel AbahJarsim Cokel Sekarwangi CurugBitungSesepuhKampung
77 Cicarucub OyotEnjay Cicarucub Neglasari CibeberPUPUHUKASEPUHAN
78BabakanMede Nurpatah
BabakanMede Neglasari Cibeber
SesepuhKampung
79 KaduLahang Sarmin KaduLahang Neglasari CibeberSesepuhKampung
80 Cicarucub Sakid Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
81 Cicarucub Tuhari Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
82 Cicarucub Madtasa Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
83 Cicarucub Sapura Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
84 Cicarucub Wahi Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
85 Cicarucub Masri Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
86 Cicarucub Encid Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
87 Cicarucub Ahmad Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
88 Cicarucub Marnasih Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
89 Cicarucub Anong Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
90 Cicarucub Manap Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
91 Cicarucub Owik Cicarucub Neglasari CibeberSesepuhKampung
92 Ciawi Sugarna Ciawi Neglasari CibeberSesepuhKampung
93 LebakMunti Marhada LebakMunti Neglasari CibeberSesepuhKampung
94 Nagasari Sarta Nagasari Neglasari CibeberSesepuhKampung
95 Langkob Mulyadi Langkob Neglasari CibeberSesepuhKampung
96 Langkob Madsira Langkob Neglasari CibeberSesepuhKampung
97 Langkob Ubra Langkob Neglasari CibeberSesepuhKampung
98 LebakPicung Amat LebakPicung Hegarmanah CibeberSesepuhKampung
99 LebakPicung Cuding LebakPicung Hegarmanah CibeberSesepuhKampung
100 LebakPicung Artuki LebakPicung Hegarmanah CibeberSesepuhKampung
101 Cipanggung Musti Cipanggung Hegarmanah CibeberSesepuhKampung
102 Cipanggung Subarna Cipanggung Hegarmanah CibeberSesepuhKampung
103 Sukarasa Juhana Sukarasa Hegarmanah CibeberSesepuh
Kampung
104 LebakLimus Emad LebakLimus Hegarmanah CibeberSesepuhKampung
105 LebakBinong SurhadLebakBinong Neglasari Cibeber
SesepuhKampung
106 Ciseureuh Saili Ciseureuh Cihambali CibeberSesepuhKampung
107 Ciseureuh Nata Ciseureuh Cihambali CibeberSesepuhKampung
108 Cirotan Rusman Cirotan Cihambali CibeberSesepuhKampung
109 Cihambali Ayo Cihambali Cihambali CibeberSesepuhKampung
110 Cihambali Sariani Cihambali Cihambali CibeberSesepuhKampung
111 Cikondang Ju'ang Cikondang Cihambali CibeberSesepuhKampung
112 Tegallumbu Sukrani Tegallumbu Wanasari CibeberSesepuhKampung
113CiayunanTonggoh Juhani
CiayunanTonggoh Sukamulya Cibeber
SesepuhKampung
114CiayunanLebak Madhari
CiayunanLebak Sukamulya Cibeber
SesepuhKampung
115 Bojong Lancong Bojong Sukamulya CibeberSesepuhKampung
116CurugBandung Juka
CurugBandung Sukamulya Cibeber
SesepuhKampung
117 CiparayI Iyong CiparayI Sukamulya CibeberSesepuhKampung
118 CiparayII Hasim CiparayII Sukamulya CibeberSesepuhKampung
119Bbk.Psr.Rengit Asmid
Bbk.Psr.Rengit Sukamulya Cibeber
SesepuhKampung
120CiparaySawah Ipon
CiparaySawah CitorekTimur Cibeber
SesepuhKampung
121 Cijaha Sahib Cijaha CitorekTimur CibeberSesepuhKampung
122 Cibadak Dalim CibadakWarungBanten Cibeber
SesepuhKampung
123WarungBanten Janata
WarungBanten
WarungBanten Cibeber
SesepuhKampung
124 Panyaungan Salimun PanyaunganWarungBanten Cibeber
SesepuhKampung
125 NagaJaya Jukandi NagaJayaWarungBanten Cibeber
SesepuhKampung
126 KaduTilu Anda KaduTilu Sukamulya CibeberSesepuhKampung
127 PasirKolecer Sala PasirKolecer Cisuren BayahSesepuhKampung
128 Cipancur Sutawi Cipancur Cisuren BayahSesepuhKampung
129 CisurenKaler Karma CisurenKaler Cisuren BayahSesepuhKampung
130 Bbk.Mayak Adih Bbk.Mayak Cisuren BayahSesepuhKampung
131 Cisuren Suryana Cisuren Cisuren BayahSesepuhKampung
132 CisurenKidul Dulmukri CisurenKidul Cisuren BayahSesepuhKampung
133 Satong Sarnata Satong Cisuren BayahSesepuhKampung
134CidadapGirang Aga
CidadapGirang Cisuren Bayah
SesepuhKampung
135 CidadapHilir Bakri CidadapHilir Cisuren BayahSesepuhKampung
136 NagaMukti Arsata NagaMukti Cisuren BayahSesepuh
Kampung
137 Cigaledug Nunung Cigaledug Cisuren BayahSesepuhKampung
138 Ciakar Wira Ciakar Cisuren BayahSesepuhKampung
139 BojongLio Hadi BojongLio Cijengkol CilograngSesepuhKampung
140 Cibeber Oji Cibeber Mekarsari CibeberSesepuhKampung
141 Cikareo Narheda Cikareo Girimukti CilograngSesepuhKampung
142 Cinangka Madconi Cinangka Girimukti CilograngSesepuhKampung
143 Cicariang Sadromi Cicariang Girimukti CilograngSesepuhKampung
144 Cigaru Marhi Cigaru Girimukti CilograngSesepuhKampung
145 Cileungsir Darman Cileungsir Girimukti CilograngSesepuhKampung
146BantarGadung Sahri
BantarGadung Cibeber Cibeber
SesepuhKampung
147 RancaPasung OjerRancaPasung Cibeber Cibeber
SesepuhKampung
148 Cibeureum Suherman Cibeureum Cibeber CibeberSesepuhKampung
149 BLapang Juhasan BLapang Cibeber CibeberSesepuhKampung
150 Cilaksana Rusdi Cilaksana Cibeber CibeberSesepuhKampung
151 Garung Marta GarungPasirGembong Bayah
SesepuhKampung
152 PasirNangka Omek PasirNangka Cikotok CibeberSesepuhKampung
153 Sukmajati Bohari Sukmajati Cikotok CibeberSesepuhKampung
154GarungCipalasari Santama
GarungCipalasari
PasirGembong Bayah
SesepuhKampung
155 CidikitGirang SalehCidikitGirang Cidikit Bayah
SesepuhKampung
156 Panenjoan Santura Panenjoan Cidikit BayahSesepuhKampung
157 Cikapudang Armaja Cikapudang Cidikit BayahSesepuhKampung
158 Cibeas AjayH Cibeas Cidikit BayahSesepuhKampung
159 PasirLebu Maryudi PasirLebu Cibeber CibeberSesepuhKampung
160 Pamubulan Sukri Pamubulan Darmasari BayahSesepuhKampung
161 TenyoLaut Samin TenyoLaut Darmasari BayahSesepuhKampung
162 Cirendeu Sumri Cirendeu Caringin CisolokSesepuhKampung
163GunungGandaria Jahdi
GunungGandaria Caringin Cisolok
SesepuhKampung
164BbkCibeungkung Medi
BbkCibeungkung Cidikit Bayah
SesepuhKampung
165 Cibeungkung Miskarya Cibeungkung Cidikit BayahSesepuhKampung
166 NagaHurip Suwirno NagaHurip Cidikit BayahSesepuhKampung
167LebakMalaning Eman
LebakMalaning Sawarna Bayah
SesepuhKampung
168 Gondang Misnar Gondang Sawarna BayahSesepuhKampung
169 PasirGebang Husen PasirGebang Sawarna BayahSesepuh
Kampung
170KarangNebeng Sukanta
KarangNebeng Sawarna Bayah
SesepuhKampung
171 Sawarna Sapri Sawarna Sawarna BayahSesepuhKampung
172 SelaAwi Karata SelaAwi Sawarna BayahSesepuhKampung
173 BToke Buhani BToke Sawarna BayahSesepuhKampung
174 Nangewer Usin Nangewer Cijengkol CilograngSesepuhKampung
175 PasirAngin Supani PasirAngin Cijengkol CilograngSesepuhKampung
176 PasirPeteuy Emus PasirPeteuy Cijengkol CilograngSesepuhKampung
177 BbkPsPeteuy MadtaBbkPsPeteuy Cijengkol Cilograng
SesepuhKampung
178 PasirPeteuy Warta PasirPeteuy Cijengkol CilograngSesepuhKampung
179 PasirPeteuy Sukatma PasirPeteuy Cijengkol CilograngSesepuhKampung
180 PasirPeteuy Rosid PasirPeteuy Cijengkol CilograngSesepuhKampung
181 LebakLame Madta LebakLame Cijengkol CilograngSesepuhKampung
182 PasirPeteuy Suma PasirPeteuy Cijengkol CilograngSesepuhKampung
183 Neglasari Sahri Neglasari BayahBarat BayahSesepuhKampung
184CinanggaLebak Satra
CinanggaLebak BayahTimur Bayah
SesepuhKampung
185CinanggaBarat Mukidin
CinanggaBarat BayahTimur Bayah
SesepuhKampung
186CinanggaTengah Sukarta
CinanggaTengah BayahTimur Bayah
SesepuhKampung
187 Neglasari Jamri Neglasari BayahTimur BayahSesepuhKampung
188 Cintawana HBulloh Cintawana BayahTimur BayahSesepuhKampung
189 Bayah,BTN Juha Bayah,BTN BayahBarat BayahSesepuhKampung
190 GarungLebak HanapiGarungLebak
PasirGembong Bayah
SesepuhKampung
191 Cipalasari Urta CipalasariPasirGembong Bayah
SesepuhKampung
192GarungCiguha Ali
GarungCiguha
PasirGembong Bayah
SesepuhKampung
193 GunungBatu Edi GunungBatu Cilograng CilograngSesepuhKampung
194 CiawiTengah WarsaCiawiTengah Cilograng Cilograng
SesepuhKampung
195 CibunarIII Rois CibunarIII Cilograng CilograngSesepuhKampung
196 CibunarI Tabroni CibunarI Cilograng CilograngSesepuhKampung
197 Citapen Dadi Citapen LebakTipar CilograngSesepuhKampung
198 Cirompang Emad Cirompang LebakTipar CilograngSesepuhKampung
199 PasirHaur Sahroni PasirHaur LebakTipar CilograngSesepuhKampung
200 Tipar Sapei/Empe Tipar LebakTipar CilograngSesepuhKampung
201 Picung Matna Picung LebakTipar CilograngSesepuhKampung
202 KalapaDua Suhadi KalapaDua LebakTipar CilograngSesepuh
Kampung
203 DayaSari Padna DayaSari LebakTipar CilograngSesepuhKampung
204 LebakLame Sanam LebakLame Cijengkol CilograngSesepuhKampung
205 CiawiTengah MamadCiawiTengah Cijengkol Cilograng
SesepuhKampung
206 CiawiLebak Udin CiawiLebak Cijengkol CilograngSesepuhKampung
207BabakanCiawi Ukat
BabakanCiawi Cijengkol Cilograng
SesepuhKampung
208 Cijatra Atok Cijatra LebakTipar CilograngSesepuhKampung
209 Cikamunding Madrohim Cikamunding Cikamunding CilograngSesepuhKampung
210 CilengsirKidul HananCilengsirKidul Cikamunding Cilograng
SesepuhKampung
211CilengsirWetan Muhdi
CilengsirWetan Cikamunding Cilograng
SesepuhKampung
212 CikatomasI Oman CikatomasI Cikatomas BayahSesepuhKampung
213 CikatomasII Endar CikatomasII Cikatomas BayahSesepuhKampung
214 CihidengI Dana CihidengI Cikatomas BayahSesepuhKampung
215KampungSawah Kair
KampungSawah Cikatomas Bayah
SesepuhKampung
216 Cikeusik Omom Cikeusik Cikatomas BayahSesepuhKampung
217 CihidengII Sadai CihidengII Cikatomas BayahSesepuhKampung
218 Sukamulya Sukanta Sukamulya Cikatomas BayahSesepuhKampung
219 Nagajaya Sarmat Nagajaya Cikatomas BayahSesepuhKampung
220 CiseelLebak Arjoi CiseelLebak Cikatomas BayahSesepuhKampung
221CiseelTonggoh Madsa/Suma
CiseelTonggoh Cikatomas Bayah
SesepuhKampung
222 CiseelLebak Arat CiseelLebak Cikatomas BayahSesepuhKampung
223 CiseelLebak Uju CiseelLebak Cikatomas BayahSesepuhKampung
224 Cikatomas Madtohi Cikatomas Cikatomas BayahSesepuhKampung
225 BBeas Empad BBeas Cidikit BayahSesepuhKampung
226 CibuntuI HPani CibuntuI Suwakan BayahSesepuhKampung
227 CibuntuII Toi CibuntuII Suwakan BayahSesepuhKampung
228 PasirIpis Suali PasirIpis Mancak BayahSesepuhKampung
229 Panyaungan Sarip Panyaungan Panyaungan CiharaSesepuhKampung
230 Ciletuh Sukria/Suhedi Ciletuh Panggarangan PanggaranganSesepuhKampung
231 Sukamantri Karta Sukamantri Panggarangan PanggaranganSesepuhKampung
232 Cibuluh Dulasan Cibuluh Panggarangan PanggaranganSesepuhKampung
233 Cikaram Supendi Cikaram Panggarangan PanggaranganSesepuhKampung
234 Cisitu Mumuh Cisitu SituJaya CibeberSesepuhKampung
235 Cisitu Hu'ih Cisitu SituJaya CibeberSesepuh
Kampung
236 Lengsar Surja Lengsar GunungGede PanggaranganSesepuhKampung
237 Cigaru Suman Cigaru GunungGede PanggaranganSesepuhKampung
238 Janti'ah Sukroni Janti'ah GunungGede PanggaranganSesepuhKampung
239 GunungTilu Enjen GunungTilu GunungGede PanggaranganSesepuhKampung
240 BantarKidung SaminBantarKidung GunungGede Panggarangan
SesepuhKampung
241 HuruGadingI Dulkaer HuruGadingI GunungGede PanggaranganSesepuhKampung
242 Mekarjaya Suandi Mekarjaya GunungGede PanggaranganSesepuhKampung
243 Gintung Yadi Gintung GunungGede PanggaranganSesepuhKampung
244 Bangkonol Dulasan Bangkonol GunungGede PanggaranganSesepuhKampung
245 HuruGading Jasria HuruGading GunungGede PanggaranganSesepuhKampung
246 Hoewalat Adsura Hoewalat GunungGede PanggaranganSesepuhKampung
247 Cibitung Mista Cibitung Jatake PanggaranganSesepuhKampung
248 Cisero Miskari Cisero Jatake PanggaranganSesepuhKampung
249 Seredang Madsur Seredang Jatake PanggaranganSesepuhKampung
250 Seredang Ayudi Seredang Jatake PanggaranganSesepuhKampung
251 Picung Adsari Picung Jatake PanggaranganSesepuhKampung
252 BKCiastana Dulhamid BKCiastana Jatake PanggaranganSesepuhKampung
253 Jatake Ruhadi Jatake MekarJaya PanggaranganSesepuhKampung
254GiungMungke Mirhasan
GiungMungke MekarJaya Panggarangan
SesepuhKampung
255 PasirTangkil Jarip/Karis PasirTangkil MekarJaya PanggaranganSesepuhKampung
256CurugDengdeng Kasjaya
CurugDengdeng MekarJaya Panggarangan
SesepuhKampung
257 NagaHurip Suarja NagaHurip MekarJaya PanggaranganSesepuhKampung
258 KaduPanak Oban KaduPanak MekarJaya PanggaranganSesepuhKampung
259 Mekarsari Rasnadi Mekarsari MekarJaya PanggaranganSesepuhKampung
260 Cisaat Margani Cisaat MekarJaya PanggaranganSesepuhKampung
261 Susukan Juman/Mursa Susukan MekarJaya PanggaranganSesepuhKampung
262 PasirRangap Dulhari PasirRangap MekarJaya PanggaranganSesepuhKampung
263 Cikadu Kirman Cikadu MekarJaya PanggaranganSesepuhKampung
264 Tenjojaya Juhi Tenjojaya MekarJaya PanggaranganSesepuhKampung
265 Citerep Wahidin Citerep Sogong PanggaranganSesepuhKampung
266 Cikacapi Murhad Cikacapi Sogong PanggaranganSesepuhKampung
267 Cimapag Mista Cimapag Sogong PanggaranganSesepuhKampung
268 SukaAsih Sukarta SukaAsih Sogong PanggaranganSesepuh
Kampung
269CurugDengdeng Surhaya
CurugDengdeng Sogong Panggarangan
SesepuhKampung
270 LebakPanan Rakib LebakPanan Cikate CijakuSesepuhKampung
271 LebakRinu Sardi LebakRinu Cikate CijakuSesepuhKampung
272 LewiGede Ahmad LewiGede Cikate CigemblongSesepuhKampung
273 Paneresan Dina Paneresan Cikate CigemblongSesepuhKampung
274 Cisarua Madhaya Cisarua SinangRatu PanggaranganSesepuhKampung
275 Nagajaya Tarsa Nagajaya SinangRatu PanggaranganSesepuhKampung
276 CiIjewI Sajuli CiIjewI SinangRatu PanggaranganSesepuhKampung
277 CiIjewII HSuharta CiIjewII SinangRatu PanggaranganSesepuhKampung
278 Cisunel Katja Cisunel Cicadas CibeberSesepuhKampung
279 BbkCisunel Darman BbkCisunel Cicadas CibeberSesepuhKampung
280 Kulantung Jahidi Kulantung Mekarsari PanggaranganSesepuhKampung
281 Kertasari Nurjaya Kertasari Tanjungan CikeusikSesepuhKampung
282 Cihanjuang Marsudin Cihanjuang Cihanjuang CimangguSesepuhKampung
283 BatuHideung SahidBatuHideung MangkuAlam Cimanggu
SesepuhKampung
284 PasirEurih Marta PasirEurih Mancak BayahSesepuhKampung
285 Cicadas Rahmat Cicadas Mancak BayahSesepuhKampung
286 Cihambali Adsari Cihambali Cihambali CibeberSesepuhKampung
287 Cihambali Samirin Cihambali Cihambali CibeberSesepuhKampung
288 KaliCa'ah Markai KaliCa'ah Nangela CikeusikSesepuhKampung
289 Nagrak Husen Nagrak Situregen PanggaranganSesepuhKampung
290 LameCopong AkeLameCopong
KarangKamulya Cihara
SesepuhKampung
291 Mantiyung Ahri Mantiyung Mekarsari PanggaranganSesepuhKampung
292 Cikandang Emud CikandangKarangKamulya Cihara
SesepuhKampung
293 GiriAsih Adna GiriAsih Panyaungan CiharaSesepuhKampung
294 Cidego Ajong Cidego GGede PanggaranganSesepuhKampung
295 Sangko Sugani Sangko Sawarna BayahSesepuhKampung
296 Darmasari Edi Darmasari Darmasari BayahSesepuhKampung
297 BbkKpSawah SapraBbkKpSawah Darmasari Bayah
SesepuhKampung
298 Kpsawah Juri Kpsawah Darmasari BayahSesepuhKampung
299 Margamukti Dani Margamukti Cikatomas BayahSesepuhKampung
300 CibuntuII To'i CibuntuII Suwakan BayahSesepuhKampung
301 Sukasari Asja Sukasari Mekarjaya PanggaranganSesepuh
Kampung
302BabakanCisalada Jono
BabakanCisalada Pamubulan Bayah
SesepuhKampung
303 Cibadak OlotDalim CibadakWarungBanten Cibeber
SesepuhKampung
304 Cigoler AkiAkria Cigoler Cikadu CibeberSesepuhKampung
305BabakanRabig AkiMahaya
BabakanRabig Kujangjaya Cilograng
SesepuhKampung
306 Cipinang AkiJuan Cipinang Girimukti CilograngSesepuhKampung
307 Ciherang OlotAcang Ciherang Ciherang CibeberSesepuhKampung
308 Ciputer OlotAdon Ciputer Cibeber Cibeber Rendangan
309 Situmekar OlotUkar Situmekar Cikotok Cibeber Rendangan
310 Pasirnangka OlotAnda Pasirnangka Cikotok Cibeber Rendangan
311 Nyompok OlotAhmad Nyompok Suakan Bayah Rendangan
312 Garung OlotAdul Garung Pasirgombong Bayah Rendangan
313 Satong Satong Cisuren Bayah Rendangan
314 Seredang Seredang Jatake Panggarangan Rendangan
315 Sinagar Sinagar Jatake Panggarangan Rendangan
316 CisiihLeutik OlotNana CisiihLeutik CitorekBarat Cibeber Rendangan
317 Ciparay Ciparay Sukamulya Cibeber Rendangan
318 Cihambali OlotSaiban Cihambali Cihambali Cibeber Rendangan
319 Cijengkol Cijengkol Cihara Cihara Rendangan
320Cibadak Wikanta
CibadakWarungBanten Cibeber Rendangan
321KarangRopong
OlotHendiKarangRopong
HegarmanahCibeber Rendangan
322 Cisuren OlotOji Cisuren Cisuren Bayah Rendangan
323 PondokIris PondokIris Jatake Panggarangan Rendangan
324 Tambleg OlotAdtoni Tambleg Cikatomas Cilograng Rendangan
325 CISUNGSANGAbahUsepSuyatma Sukarasa Cisungsang Cibeber
PUPUHUKASEPUHAN
326 LemburGede HarunLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
327 LemburGede RoniLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
328 LemburGede ObayLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
329 LemburGede AhripLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
330 LemburGede DarmajiLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
331 LemburGede NataLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
332 LemburGede NuhriLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
333 LemburGede EncangLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
334 LemburGede MadnuLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
335 LemburGede SaptaLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
336 LemburGede KomarLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
337 LemburGede SaiLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
338 LemburGede AndiLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
339 LemburGede OibLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
340 LemburGede JampanaLemburGede Cisungsang Cibeber Rendangan
341PasirKapudang Johanas
PasirKapudang Girimukti Cibeber Rendangan
342PasirKapudang Anas
PasirKapudang Girimukti Cibeber
SesepuhKampung
343PasirKapudang Arjuni
PasirKapudang Girimukti Cibeber Rendangan
344PasirKapudang Supani
PasirKapudang Girimukti Cibeber Rendangan
345PasirKapudang Juhana
PasirKapudang Girimukti Cibeber Rendangan
346 Cipayung Adkasa Cipayung Cisungsang CibeberSesepuhKampung
347 Cipayung Yuhadi Cipayung Cisungsang CibeberSesepuhKampung
348 Cipayung Sarta Cipayung Cisungsang CibeberSesepuhKampung
349 Cipayung Jumani Cipayung Cisungsang CibeberSesepuhKampung
350 Cipayung A.Basari Cipayung Cisungsang Cibeber Rendangan
351 Cipayung Madturi Cipayung Cisungsang Cibeber Rendangan
352 Sukarasa Johansyah Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
353 Sukarasa Acep Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
354 Sukarasa Adhani Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
355 Sukarasa Sabi Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
356 Sukarasa Nuhaya Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
357 Sukarasa Armaya Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
358 Sukarasa Sawari Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
359 Sukarasa Sukri Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
360 Sukarasa Artaya Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
361 Sukarasa Surdai Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
362 Sukarasa Sudir Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
363 Sukarasa Agus Sukarasa Cisungsang CibeberSesepuhKampung
364 Sukarasa Subani Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
365 Sukarasa Jakar Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
366 Sukarasa Adeng Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
367 Cisitu Uba Cisitu Situmulya Cibeber Rendangan
368 Cisitu Deden Cisitu Situmulya Cibeber Rendangan
369 Cisitu Jumsana Cisitu Situmulya Cibeber Rendangan
370 Cisitu Sakub Cisitu Situmulya Cibeber Rendangan
371 Cisitu Edis Cisitu Situmulya CibeberSesepuhKampung
372 Cisitu Osa Cisitu Situmulya Cibeber Rendangan
373 Ciater Jajang Ciater Situmulya Cibeber Rendangan
374 Ciater Ado Ciater Situmulya Cibeber Rendangan
375 Ciater Sana Ciater Situmulya Cibeber Rendangan
376 Ciater Engkos Ciater Situmulya Cibeber Rendangan
377 Ciater Yudin Ciater Situmulya Cibeber Rendangan
378 Ciater Uming Ciater Situmulya Cibeber Rendangan
379 Ciater Marna Ciater Situmulya Cibeber Rendangan
380 Tapos Nedi Tapos Cisungsang CibeberSesepuhKampung
381 Tapos Samsudin Tapos Cisungsang Cibeber Rendangan
382 Tapos Winarya Tapos Cisungsang Cibeber Rendangan
383 Tapos Husen Tapos Cisungsang Cibeber Rendangan
384 Ps.cariang Anata Ps.cariang Cisungsang CibeberSesepuh
Kampung
385 Ps.pilar Barsa Ps.pilar Cisungsang CibeberSesepuhKampung
386 Gn.bongkok Parta Gn.bongkokGunungWangun Cibeber Rendangan
387 Sukamulya Madsa'i Sukamulya Cisungsang CibeberSesepuhKampung
388 Sukamulya Umsana Sukamulya Cisungsang Cibeber Rendangan
389 Cikarang Sahia Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan
390 Cikarang Dulmukri Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan
391 Cikarang Egeng Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan
392 Cikarang Oneng Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan
393 Cikarang Uhadi Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan
394 Cikarang Rais Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan
395 Cikarang Ahmid Cikarang Cisungsang CibeberSesepuhKampung
396 Cikarang Dedih Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan
397 Cilayi Liot Cilayi Cisungsang CibeberSesepuhKampung
398 Cilayi Ahidi Cilayi Cisungsang Cibeber Rendangan
399 Rabig Dirja Rabig Wanasari Cibeber Rendangan
400 Rabig Enjang Rabig Wanasari Cibeber Rendangan
401 Lb.Maja Sumpena Lb.Maja Cisungsang CibeberSesepuhKampung
402 Cigoler Aji Cigoler Cisungsang Cibeber Rendangan
403 Cigoler Nuhidi Cigoler Cisungsang Cibeber Rendangan
404 Cikadu Sukatja Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan
405 Cimangu Saja Cimangu Cikadu Cibeber Rendangan
406 Tegallumbu Ruhanta Tegallumbu Wanasari Cibeber Rendangan
407 Babakan Maenay Babakan Cisungsang Cibeber Rendangan
408 Cilayi Maeti Cilayi Cisungsang Cibeber Rendangan
409 Cikarang Bienar Cikarang Cisungsang Cibeber Rendangan
410 Lbgede Manaeni Lbgede Cisungsang Cibeber Rendangan
411 Pasirpilar Uun Pasirpilar Cisungsang Cibeber Rendangan
412 Sukamulya Emanersah Sukamulya Cisungsang Cibeber Rendangan
413Pasirkapudang Komarudin
Pasirkapudang Girimukti Cibeber Rendangan
414 Babakan Ukan Babakan Cisungsang Cibeber Rendangan
415 Sukarasa Hotib Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
416 Sukarasa Erwan Sukarasa Cisungsang Cibeber Rendangan
417 Babakan Dayat Babakan Cisungsang Cibeber Rendangan
418 Lb.gede Nana Lb.gede Cisungsang Cibeber Rendangan
419 Tegallumbu Euning Tegallumbu Wanasari Cibeber Rendangan
420Pasirkapudang Anas
Pasirkapudang Cisungsang Cibeber
SesepuhKampung
421 Selakopi Deris Selakopi Cisungsang CibeberSesepuhKampung
422 LebakMaja Sumpena LebakMaja Cisungsang CibeberSesepuhKampung
423 Cisitu Parjo Cisitu Kujangsari Cibeber Rendangan
424 Cisitu HOkri Cisitu Situmulya CibeberSesepuhKampung
425 Cisitu OlotAta Cisitu Kujangsari CibeberSesepuhKampung
426 Cisitu OlotMarja Cisitu Situmulya CibeberSesepuhKampung
427 Cisitu OlotEnjam Cisitu Situmulya CibeberSesepuhKampung
428 Cisitu OlotJohanas Cisitu Situmulya CibeberSesepuh
Kampung
429 Palanggaran Akiengko Palanggaran Sinargalih Cibeber Rendangan
430 Cihanjawar Akiunang Cihanjawar Sinargalih Cibeber Rendangan
431 Kmpsawah Akijumadi Kmpsawah Sinargalih Cibeber Rendangan
432 Nanggela Akinirya Nanggela Sinargalih Cibeber Rendangan
433 Kubang Akijamsu Kubang Sinargalih Cibeber Rendangan
434 Pangampoan Akiunata Pangampoan Sinargalih Cibeber Rendangan
435 Mandala Akiedah Mandala Sinargalih Cibeber Rendangan
436 Bbknrandu Akiaja Bbknrandu Sinargalih Cibeber Rendangan
437 Bbknimpres Akimamat Bbknimpres Sinargalih Cibeber Rendangan
438 Sukamulih Akimadroih Sukamulih Sinargalih Cibeber Rendangan
439 Cibadak Akisanta Cibadak Sinargalih Cibeber Rendangan
440 Karehkel Akiuruy Karehkel Sinargalih Cibeber Rendangan
441 Cicemet Akitori Cicemet Sinargalih Cibeber Rendangan
442 Gnwangun Akianta Gnwangun Gnwangun Cibeber Rendangan
443Bojong AkiSumpena
BojongGunungWangun Cibeber
SesepuhKampung
444Cimanggu Akimiharja
CimangguCikadu
CibeberSesepuhKampung
445Cibengkung Akimuhamad
CibengkungCikadu
CibeberSesepuhKampung
446Cikarang AkiSalmudi
CikarangKujangjaya
CibeberSesepuhKampung
447Cikadu AkiAsju
CikaduCikadu
CibeberSesepuhKampung
448Karangropong
AkijuhaKarangropong
CikaduCibeber
SesepuhKampung
449LeterEs AkiOnen
LeterEsCikadu
CibeberSesepuhKampung
450 Ciawi AkiPurna Ciawi Cikadu Cibeber Rendangan
451Cigoler Akiuan
CiawiCikadu
CibeberSesepuhKampung
452Cikempul AkiAdhana
CikempulCikadu
CibeberSesepuhKampung
453Lebakmaja Akiawantan
LebakmajaCikadu
CibeberSesepuhKampung
454Cikadu AkiSuha
CikaduLebakCikadu
CibeberSesepuhKampung
455Cikadu AkiMisdani
CikaduCikadu
CibeberSesepuhKampung
456 Cikadu AkiNata Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan
457 Cikadu AkiSahrom Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan
458 Cikadu AkiSupri Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan
459 Cikadu AkiAtma Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan
460 Cikadu Akisardi Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan
461 Cikadu AkiDarta Cikadu Cikadu Cibeber Rendangan
462 LeterEs AkiKapi LeterEs Cikadu Cibeber Rendangan
463LeterEs AkiRuhanta
LeterEsCikadu
CibeberSesepuhKampung
464Karangropong
AkiLastaKarangropong
CikaduCibeber Rendangan
465Karangropong
AkiAtanKarangropong
CikaduCibeber Rendangan
466Karangropong
AkiMisjariKarangropong
CikaduCibeber Rendangan
467Karangropong
AkiSukantaKarangropong
CikaduCibeber Rendangan
468 Ciawi AkiSuwedin Ciawi Cikadu Cibeber Rendangan
469 Ciawi AkiJahri Ciawi Cikadu Cibeber Rendangan
470 Cigoler AkiUkat Cigoler Cikadu Cibeber Rendangan
471 Cigoler AkiPudna Cigoler Cikadu Cibeber Rendangan
472Cikempul AkiAsjari
CikempulCikadu
CibeberSesepuhKampung
473 LebakMaja AkiJawita LebakMaja Cikadu Cibeber Rendangan
474 LebakMaja AkiWarta LebakMaja Cikadu Cibeber Rendangan
475LebakMaja
AkiUjani/AkiJumdi LebakMaja
CikaduCibeber
SesepuhKampung
476LebakMaja AkiUgani
LebakMajaCikadu
CibeberSesepuhKampung
477 LebakMaja AkiSabani LebakMaja Cikadu Cibeber Rendangan
478 Cimanggu AkiSuhata Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan
479 Cimanggu AkiJuarna Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan
480 Cimanggu AkiRuhata Cipariuk Cikadu Cibeber Rendangan
481Cikarang
AkiAhmid/AkiBardi Cikarang
KujangjayaCibeber
SesepuhKampung
482 Cimanggu AkiSukarta Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan
483BabakanNangka
AkiKudikBabakanNangka
CikaduCibeber Rendangan
484BabakanNangka
AkiDadiBabakanNangka
CikaduCibeber
SesepuhKampung
485 Cibengkung AkiAhedi Cibengkung Cikadu Cibeber Rendangan
486 Cibengkung AkiOdi Cibengkung Cikadu Cibeber Rendangan
487 Cimanggu AkiOtih Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan
488 Rabig Akibahri Rabig Kujangjaya Cibeber Rendangan
489 Bbknsari Akiatok Bbknsari Kujangjaya Cibeber Rendangan
490 Cirangkas Akiadsuri Cirangkas Wanasari Cibeber Rendangan
491 Cianeut Akisuparma Cianeut Wanasari Cibeber Rendangan
492 Ciburial Akienan Ciburial Mekarsari Cibeber Rendangan
493 Lebaklarang Akiaan Lebaklarang Mekarsari Cibeber Rendangan
494 Cipanggung Akiened Cipanggung Hegarmanah Cibeber Rendangan
495Cibadakkulon
AkiarnumCibadakkulon
Wrungbanten Cibeber Rendangan
496Babakanmanggu
AkiarnomBabakanmanggu
NeglasariCibeber Rendangan
497 Langkob Akiabu Langkob Neglasari Cibeber Rendangan
498Lebakbinong Akiuko
Lebakbinong
HegarmanahCibeber Rendangan
499 Cihambali Akimardi Cihambali Cihambali Cibeber Rendangan
500 Cisereuh Akiempat Cisereuh Cihambali Cibeber Rendangan
501 Cicariang Akiengkam Cicariang Girimukti Cibeber Rendangan
502Pasirkapudang
AkianadiPasirkapudang
GirimuktiCibeber Rendangan
503 Cigaru Akisuna Cigaru Girimukti Cibeber Rendangan
504 Ciayunan Akimadsuri Ciayunan Sukamulya Cibeber Rendangan
505 Cinangka Akipiin Cinangka Girimukti Cibeber Rendangan
506 Ciseel Akiujang Ciseel Cikatomas Cibeber Rendangan
507 Lebakpicung Akiaut Lebakpicung Hegarmanah Cibeber Rendangan
508 CikaduLebak Ukay CikaduLebak Cikadu Cibeber Rendangan
509CikaduTonggoh
SuantaCikaduTonggoh
CikaduCibeber Rendangan
510 Cimanggu Sadhi Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan
511 Cigoler Madsu'i Cigoler Cikadu Cibeber Rendangan
512BabakanNangka
YadiBabakanNangka
CikaduCibeber Rendangan
513BabakanNangka
AkiAtdiBabakanNangka
CikaduCibeber Rendangan
514 Cibengkung AkiWiyanta Cibengkung Cikadu Cibeber Rendangan
515 Cimanggu AkiSunta Cimanggu Cikadu Cibeber Rendangan
516WarungBanten
SapaniWarungBanten
WarungBanten Cibeber Rendangan
517Langkob Ukar
LangkobWarungBanten Cibeber Rendangan
518 Hegarmanah Ukar Hegarmanah Hegarmanah Cibeber Rendangan
519WaruDoyong Jumsa
WaruDoyong
GirimuktiCibeber Rendangan
520 Cihambali Atma Cihambali Cihambali Cibeber Rendangan
521 Jalupang Uding Jalupang Jalupang Banjarsari Rendangan
522 Ciparay Suheri Ciparay Sukamulya Cibeber Rendangan
Fadhila, Dhila., dan Sujana, Dadan. 2015. Kearifan Lokal di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Serang : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten
Hanafi, Imam., Ramadhaniaty, Nia., dan Nurzaman, Budi. 2012. Nyoreang Alam Katukang Nyawang Anu Bakal Datang. Bogor : RMI
Rusnandar, Nandang., dkk. 2012. Seba dalam Tradisi Masyarakat Baduy di Banten. Bandung : Balai Pelsetarian Nilai Budaya (BPNB)
Setiawan, Irva., dkk. 2012. Upacara Seren Taun pada Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar di Sukabumi.Bandung : Balai Pelsetarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung
Shuida, Nyoma. 2016. Masyarakat Adat dalam Pusaran Perubahan. Jakarta : Kemenko Bidang Pembangunan Manusia & Kebudayaan
Yusanto, Yoki.. Hihabudin, Ahmad., dan Hatra, Henriana. 2014. Kasepuhan Cisungsang, Serang : Pustaka Getok Tular.
Sumber Lain :
http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=475&lang=idhttps://x.detik.com/detail/intermeso/20170530/Ketika-Tanah-Baduy-Terasa-Kian-Sempit/index.php, https://keepo.me/_rendradwi-/kearifan-lokal-suku-baduy http://www.kanekes.desa.id/2016/10/29/ngaseuk-penghormatan-budaya-dan-kedaulatan-pangan-masyarakat-baduy/ https://humaspdg.wordpress.com/2010/05/04/perilaku-konformitas-masyarakat-baduy/ http://lidibiru67.com/baduy/ https://arikaharmon.wordpress.com/2016/10/01/mengungkap-komunitas-adat-kasepuhan-karang-belajar-memposting-di-wordpress/