profil kemiskinan sumatera utara maret 2016
TRANSCRIPT
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA
MARET 2016
ISBN : 978-602-331-030-2Katalog : 3205005.12 No. Publikasi : 12520.1602 Ukuran Buku : 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman : viii + 54 hal
Naskah:
Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara
Gambar Kulit:
Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara
Diterbitkan Oleh:
©Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara
Dicetak Oleh:
C.V. Rilis Grafika
“Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersil
tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik”
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
TIM PENYUSUN
Penanggung Jawab: Ir. Wien Kusdiatmono, MM
Penyunting: Drs. Ramlan, MM
Koordinator: Dadan Supriadi, S.ST, M.Si
Penulis: Reny Ari Noviyanti, S.ST, M.Si
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 iv
Kemiskinan merupakan permasalahan multidimensi yang dihadapi
oleh negara-negara berkembang di dunia. Persoalan yang sama juga
menjadi fokus perhatian pemerintah dan masyarakat di Sumatera Utara.
Salah satu aspek penting yang diperlukan untuk membuat suatu kebijakan
dalam rangka pengentasan kemiskinan adalah diperlukan data kemiskinan
yang akurat.
Publikasi ini menyajikan metodologi, data dan informasi serta
analisis kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016. Diharapkan publikasi ini
mampu memberikan gambaran mengenai perkembangan tingkat
kemiskinan di wilayah Provinsi Sumatera Utara pada Maret 2016 sehingga
dapat menjadi bahan rujukan bagi perencana pembangunan, peneliti,
akademisi, serta pemakai data umumnya.
Kepada semua pihak yang telah turut membantu sehingga publikasi
ini dapat terwujud, kami ucapkan terima kasih. Kritik dan saran bagi
penyempurnaan publikasi ini di masa mendatang sangat kami harapkan.
Medan, September 2016 Kepala Badan Pusat Statistik
Provinsi Sumatera Utara
Ir. WIEN KUSDIATMONO, MM
KATA PENGANTAR
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 v
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………… iv
Daftar Isi …………………………………………………………………………………………. v
Daftar Tabel ……………………………………..................................................................... vi
Daftar Gambar …………………………………................................................................... vii
Daftar Lampiran ………………………………................................................................... viii
PENDAHULUAN ………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………. 2
1.2 Tujuan Penulisan .………………………………………...... 4
1.3 Ruang Lingkup dan Data yang Digunakan …....…. 5
1.4 Sistematika Penulisan ………………………………….... 5
KAJIAN LITERATUR ……………………………………… 6
2.1 Definisi Kemiskinan …………………………………… 7
2.2 Data Kemiskinan ……………………………………….. 9
2.3 Penghitungan Kemiskinan Makro ………………. 12
2.4 Indikator Kemiskinan ………………………………… 16
2.5 Distribusi Pengeluaran ………………………………. 17
ANALISIS KEMISKINAN ………………………… 22
3.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Sumatera Utara …………………. 23
3.2 Distribusi Pengeluaran Penduduk Sumatera Utara ……………………………………. 34
3.3 Share Basket Komoditi …………………………. 38
PENUTUP ……………………………………………………….. 45
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 vi
Halaman
Tabel 2.1 Perbandingan antara Data Kemiskinan Makro dan Data Kemiskinan Mikro ……………………………………………………… 11
Tabel 3.1 Garis Kemiskinan Sumatera Utara menurut Daerah dan Komponennya, September 2015 – Maret 2016 ……………. 27
Tabel 3.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara, September 2015 – Maret 2016 …………………………. 28
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 vii
Halaman
Gambar 2.1 Ilustrasi Garis Kemiskinan …………………………………….. 15
Gambar 2.2 Kurva Lorenz ………………………………………………………... 18
Gambar 3.1 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Utara dan Indonesia, Maret 2014-Maret 2016 …………………………………………………………………….. 24
Gambar 3.2 Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi, Maret 2016 …………………………………………………………... 25
Gambar 3.3 Garis Kemiskinan Sumatera Utara, Maret 2014- Maret 2016 ………………………………………………………….. 26
Gambar 3.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara, Maret 2014-September 2015 ……………………… 29
Gambar 3.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index – P1) Sumatera Utara menurut Daerah, Maret 2014-September 2015 …………………………………………………… 31
Gambar 3.6 Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index – P2) Sumatera Utara menurut Daerah, Maret 2014-September 2015 ………………………………………….. 33
Gambar 3.7 Gini Rasio Sumatera Utara menurut Daerah, September 2014-Maret 2016 …………………….………….. 35
Gambar 3.8 Distribusi Pengeluaran Penduduk Sumatera Utara menurut Daerah dan Kriteria Bank Dunia, Maret 2016 …………………………………………………………………….. 37
Gambar 3.9 Kontribusi GKM dan GKNM terhadap Garis Kemiskinan Berdasarkan Daerah, Maret 2016 ……….. 38
Gambar 3.10 Share Basket Komoditi Makanan terhadap GKM Berdasarkan Daerah, Maret 2016 ………………………….. 40
Gambar 3.11 Share Basket Komoditi Non Makanan terhadap GKNM Berdasarkan Daerah, Maret 2016 ……………….. 41
Gambar 3.12 Share Basket Komoditi Makanan dan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan Berdasarkan Daerah, Maret 2016 …………………………………………………………... 43
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 viii
Halaman
Lampiran 1 Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Provinsi dan Daerah, Maret 2016 …………………………………………. 51
Lampiran 2 Share Basket Makanan terhadap Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan (GK), Maret 2016 ……………………………………………………………………… 52
Lampiran 3 Share Basket Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) dan Garis Kemiskinan (GK), Maret 2016 ………………………………… 54
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 2
1.1 LATAR BELAKANG
Kemiskinan merupakan permasalahan multidimensi yang kompleks dan
mencakup berbagai sektor. Akibat kompleksitas yang dimilikinya, maka
penanggulangan kemiskinan memerlukan program yang terintegrasi dan
tidak tumpang tindih. Pengentasan kemiskinan merupakan tantangan global
terbesar yang dihadapi dunia dan menjadi syarat mutlak bagi pembangunan
berkelanjutan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menempatkan program
pengentasan kemiskinan sebagai tujuan pertama dalam Suistanable Development
Goals (SDG’s) untuk periode 2015-2030. Indonesia sebagai salah satu negara
anggota PBB menetapkan pengentasan kemiskinan sebagai salah satu
tujuan pembangunan nasional sebagaimana yang termaktub dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu memajukan kesejahteraan
umum.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah
diharapkan lebih peka terhadap isu kemiskinan sebagai dasar dalam
penyusunan suatu kebijakan strategis yang berkaitan dengan program
pengentasan kemiskinan. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan
tersedianya data dan informasi
kemiskinan yang akurat dan up to
date sehingga program
pengentasan kemiskinan bisa
lebih tepat sasaran.
Diperlukan tersedianya data dan informasi kemiskinan yang akurat dan up to date sehingga program pengentasan kemiskinan bisa lebih tepat sasaran.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 3
Ravallion (1992), menyebutkan
bahwa pengukuran kemiskinan dapat
dipercaya menjadi instrumen yang tangguh
bagi pengambil kebijakan dalam
memfokuskan perhatian pada kondisi
hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk
mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan
kemiskinan antar waktu dan wilayah, serta menentukan target penduduk miskin
dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka (BPS & World Bank, 2002).
Di Indonesia, sumber data mengenai kemiskinan telah tersedia di
berbagai sumber. Namun demikian, pemerintah menggunakan data
kemiskinan yang bersumber resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data
kemiskinan yang bersumber dari BPS menjadi dasar dalam implementasi
program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah. BPS selain
mengeluarkan data kemiskinan makro juga mengumpulkan data
kemiskinan mikro. Akan tetapi, data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS
hanya data kemiskinan makro. Data kemiskinan makro biasanya digunakan
untuk geographical targeting sedangkan kemiskinan mikro lebih banyak
digunakan untuk keperluan household targeting seperti untuk social
protection.
Penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin pertama kali
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1984, dengan
menggunakan data modul konsumsi Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) untuk penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin
periode 1976-1981. Sejak tahun 1984, setiap tiga tahun sekali BPS secara
rutin mengeluarkan jumlah dan persentase penduduk miskin. Sampai
dengan tahun 1987, informasi mengenai jumlah dan persentase penduduk
Data kemiskinan yang bersumber dari BPS menjadi dasar dalam implementasi program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 4
miskin hanya disajikan untuk tingkat nasional yang dipisahkan menurut
daerah perkotaan dan perdesaan.
Pada tahun 1990, informasi mengenai penduduk miskin sudah dapat
disajikan sampai tingkat provinsi meskipun beberapa provinsi masih
digabung. Provinsi-provinsi gabungan tersebut antara lain: Provinsi Jambi,
Bengkulu, Timor Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua. Selanjutnya sejak tahun
1993, informasi mengenai jumlah dan persentase penduduk miskin sudah
dapat disajikan untuk seluruh provinsi. Sejak tahun 2002, BPS telah
menyajikan data dan informasi kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota
dengan menggunakan data Susenas KOR dan pada tahun 2011-2015
menggunakan data gabungan Susenas Modul Konsumsi Triwulan I, II, III,
dan IV. Sejak tahun 2015-sekarang, penghitungan kemiskinan dilakukan dua
kali dalam satu tahun, yaitu pada bulan Maret untuk menghitung kemiskinan
level kabupaten/kota dan bulan September untuk menghitung kemiskinan
level provinsi.
1.2 TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan publikasi ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui perkembangan tingkat kemiskinan di Sumatera
Utara Maret 2016.
b. Untuk mengetahui distribusi pengeluaran penduduk miskin di
Sumatera Utara Maret 2016.
c. Untuk mengetahui share basket komoditi penduduk miskin di
Sumatera Utara Maret 2016.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 5
1.3 RUANG LINGKUP DAN DATA YANG DIGUNAKAN
Ruang lingkup publikasi ini mencakup tingkat kemiskinan Provinsi
Sumatera Utara menurut daerah perkotaan dan perdesaan pada kondisi
Maret 2016. Sumber data yang digunakan dalam publikasi ini adalah data
Susenas Kor dan Susenas Modul Konsumsi Maret 2016 dengan jumlah
sampel sekitar 18.960 rumah tangga di Sumatera Utara.
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan dalam memahami isi publikasi, maka sistematika
penulisan dibagi ke dalam 4 bab, yaitu:
Bab I. Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang, tujuan
penulisan, ruang lingkup dan data yang digunakan, dan
sistematika penulisan.
Bab II. Kajian Literatur, menjelaskan tentang definisi kemiskinan, data
kemiskinan, dan penghitungan kemiskinan makro.
Bab III. Analisis Kemiskinan, menjelaskan tentang perkembangan
tingkat kemiskinan, distribusi pengeluaran penduduk miskin,
serta share basket komoditi penduduk miskin.
Bab IV. Penutup. http:/
/sumut.
bps.g
o.id
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 7
2.1 DEFINISI KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan kondisi ketika seseorang atau sekelompok
orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut
antara lain: terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan
lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan
dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (Bappenas,
2004).
Menurut World Bank (Bank Dunia) dalam World Bank Institute
(2005), kemiskinan adalah deprivasi dalam kesejahteraan. Berdasarkan
definisi tersebut kemiskinan dapat dipandang dari beberapa sisi. Dari
pandangan konvensional kemiskinan dipandang dari sisi moneter, yaitu
kemiskinan diukur dengan membandingkan pendapatan/konsumsi
individu dengan beberapa batasan tertentu, jika mereka berada di bawah
batasan tersebut, maka mereka dianggap miskin.
Pandangan mengenai kemiskinan berikutnya adalah bahwa
kemiskinan tidak hanya sebatas ukuran moneter, tetapi juga mencakup
miskin nutrisi yang diukur dengan memeriksa apakah pertumbuhan anak-
anak terhambat. Selain itu, juga bisa dari miskin pendidikan, misalnya
dengan menggunakan indikator angka buta huruf. Selanjutnya pandangan
yang lebih luas mengenai kemiskinan adalah kemiskinan ada jika
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 8
masyarakat kekurangan kemampuan dasar, sehingga pendapatan dan
pendidikan yang dimiliki tidak memadai atau kesehatan yang buruk, atau
ketidakamanan, atau kepercayaan diri yang rendah, atau rasa
ketidakberdayaan, atau tidak adanya hak bebas berpendapat.
Definisi kemiskinan yang digunakan di berbagai negara bermacam-macam.
Kemiskinan sering dipandang sebagai ketidakmampuan untuk membayar
biaya hidup minimal (Bank Dunia, 1990) walaupun beberapa ahli
berpendapat bahwa kemiskinan juga merupakan kurangnya akses terhadap
jasa-jasa seperti pendidikan, kesehatan, informasi, serta kurangnya akses
masyarakat terhadap partisipasi pembangunan dan politik. Definisi
kemiskinan dapat juga dipandang dari sisi relatif dan sisi absolut:
1. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh
kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh
lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi
pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu
Negara pada waktu tertentu.
2. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk
mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang,
kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa
hidup dan bekerja.
Indonesia melalui BPS mengadopsi definisi kemiskinan secara
absolut yaitu dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs approach) untuk mengukur tingkat
kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 9
penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran per kapita per
bulan di bawah garis kemiskinan.
Tujuannya adalah untuk
membandingkan kemiskinan
secara umum dan menilai efek dari kebijakan program-program
penanggulangan kemiskinan antar waktu.
2.2 DATA KEMISKINAN
BPS selain mengeluarkan data kemiskinan makro juga
mengumpulkan data kemiskinan mikro. Data kemiskinan makro biasanya
digunakan untuk geographical targeting sedangkan kemiskinan mikro lebih
banyak digunakan untuk keperluan household targeting seperti untuk social
protection. Kedua data tersebut memiliki kriteria, pengukuran, dan cakupan
kemiskinan yang berbeda.
Pendekatan pertama,
yaitu kemiskinan makro yang
dikeluarkan oleh BPS adalah
data kemiskinan yang
bersumber dari Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas).
Kemiskinan makro dihitung
dengan menggunakan
pendekatan kebutuhan dasar yang mencakup kebutuhan dasar makanan
dan bukan makanan. Dari kebutuhan dasar ini dihitung suatu garis yang
disebut garis kemiskinan. Selanjutnya, yang dikategorikan penduduk miskin
BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
BPS selain mengeluarkan data kemiskinan makro juga mengumpulkan data kemiskinan mikro. Data kemiskinan makro biasanya digunakan untuk geographical targeting sedangkan kemiskinan mikro lebih banyak digunakan untuk keperluan household targeting.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 10
adalah penduduk yang pengeluarannya ada di bawah garis kemiskinan.
Pendekatan ini disebut juga pendekatan moneter. Keberadaan data
kemiskinan makro tidak hanya menjawab berapa jumlah penduduk dan
persentase penduduk miskin secara agregat, namun juga menelaah sejauh
mana kedalaman dan keparahan kemiskinan di suatu wilayah
(provinsi/kabupaten/kota).
Pendekatan kedua adalah kemiskinan mikro yang penghitungannya
menggunakan pendekatan non moneter yaitu dengan menggunakan kriteria
akses terhadap kebutuhan dasar. Data kemiskinan mikro yang dikumpulkan
oleh BPS diserahkan kepada Tim Nasional Percepatan Penanggulanan
Kemiskinan (TNP2K) untuk diolah menjadi Basis Data Terpadu. Data rumah
tangga dalam Basis Data Terpadu diurutkan menurut peringkat
kesejahteraannya dengan menggunakan metode Proxy Means Testing (PMT).
PMT digunakan untuk memperkirakan kondisi sosial ekonomi setiap rumah
tangga dengan menggunakan data karakteristik rumah tangga. Data
kemiskinan mikro sering disebut data rumah tangga sasaran (RTS) yang
digunakan untuk penyaluran program penanggulangan kemiskinan.
Di Indonesia, pendataan kemiskinan mikro sudah dilakukan empat
kali. Pertama, data kemiskinan mikro yang bersumber dari Pendataan Sosial
Ekonomi 2005 (PSE 2005), selanjutnya Pendataan Program Perlindungan
Sosial 2008 (PPLS 2008), Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011
(PPLS 2011), yang terbaru adalah Pemutakhiran Basis Data Terpadu 2015
(PBDT 2015). Perbedaan antara data kemiskinan makro dan mikro di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.1.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 11
Tabel 2.1 Perbandingan antara Data Kemiskinan Makro dan Data Kemiskinan Mikro
Data Kemiskinan Makro Data Kemiskinan Mikro
1. Metodologi:
- Konsep: Basic Needs Approach
- Pendekatan Moneter
- Didasarkan pada Garis Kemiskinan Makanan (2100 kkal/kapita/hari)+Non Makanan esensial.
1. Metodologi:
- Konsep: Multi Dimensi
- Pendekatan Non Moneter
- Didasarkan pada Indeks atau Proxy Means Test (PMT) dari ciri-ciri Rumah Tangga Miskin (variabel non-moneter) yang dapat dikumpulkan dengan mudah.
2. Sumber data: Susenas 2. Sumber data: Pendataan Sosial Ekonomi Tahun 2005 (PSE-05), PPLS 2008, PPLS 2011, PBDT 2015
3. Data menunjukkan jumlah penduduk miskin di level nasional, provinsi, dan kabupaten/kota berdasarkan estimasi
3. Data menunjukkan jumlah RT sasaran – by name by address
4. Digunakan untuk perencanaan dan evaluasi program kemiskinan dengan target geografis, tapi tidak dapat menunjukkan siapa dan dimana alamat penduduk miskin
4. Digunakan untuk target sasaran rumah tangga secara langsung pada Program Bantuan dan Perlindungan Sosial (BLT, PKH, Raskin, Jamkesmas, KIS, KIP, PSKS, dll)
Sumber : BPS
Dalam perkembangannya, untuk mempermudah pengguna
memahami data dan menentukan sasaran program, maka dikembangkan
kategorisasi dalam mengklasifikasikan RTS oleh BPS, yaitu:
1) Sangat miskin, adalah mereka yang konsumsi per kapita per bulan
berada di bawah 0,8 x Garis Kemiskinan (GK)
2) Miskin, adalah mereka yang konsumsi per kapita per bulan berada
berada di antara 0,8 GK dan 1 GK.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 12
3) Hampir miskin, adalah mereka yang konsumsi per kapita per bulan
berada berada di antara 1 GK dan 1,2 GK.
4) Rentan miskin, adalah mereka yang konsumsi per kapita per bulan
berada di antara 1,2 GK dan 1,6 GK.
2.3 PENGHITUNGAN KEMISKINAN MAKRO
Data kemiskinan yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi
(Susenas) merupakan data makro yang hanya menunjukkan jumlah agregat.
Penentuan penduduk miskin diperoleh dengan menggunakan nilai garis
kemiskinan, yaitu penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan.
BPS (2011) menyebutkan bahwa untuk mengukur kesejahteraan
digunakan pendekatan yang berdasarkan pada pengeluaran per kapita.
Setelah itu, dibangun standar minimum dari indikator kesejahteraan
tersebut untuk membagi penduduk menjadi miskin dan tidak miskin.
Standar minimum tersebut dikenal sebagai garis kemiskinan (GK). Untuk
menentukan GK yang mencakup kebutuhan dasar, BPS menggunakan
metode food energy intake (FEI). Pada metode FEI ini nilai kuantitas dan
harga setiap komoditi yang terpilih berubah sesuai dengan perubahan pola
konsumsi dari penduduk referensi (20 persen penduduk yang
pengeluarannya berada di atas garis kemiskinan sementara) dan basket
komoditi (sekelompok komoditi makanan dan non makanan terpilih yang
dikonsumsi rumah tangga) ditentukan dengan pendekatan kebutuhan dasar
(basic need approach).
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 13
Tahapan penghitungan kemiskinan adalah sebagai berikut:
1) Menentukan kelompok penduduk referensi (reference population) yang
didefinisikan sebagai penduduk kelas marjinal. Penduduk referensi
merupakan 20 persen penduduk yang berada di atas Garis Kemiskinan
Sementara (GKS). Penentuan GKS didasarkan pada GK periode
sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Berdasarkan
penduduk referensi tersebut selanjutnya dihitung Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM).
2) Menentukan GKM yang merupakan penjumlahan dari nilai pengeluaran
52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi
yang kemudian disetarakan dengan 2.100 kkal per kapita per hari
(mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978). Formula dasar
dalam menghitung GKM adalah:
Keterangan:
𝐺𝐾𝑀𝑗 = GKM daerah ke-j (sebelum disetarakan menjadi 2.100 kkal)
𝑃𝑗𝑘 = Harga komoditi ke-k di daerah ke-j
𝑄𝑗𝑘 = Rata-rata kuantitas komoditi ke-k yang dikonsumsi di daerah
ke-j
𝑉𝑗𝑘 = Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi ke-k di daerah ke-j
𝑗 = Daerah (perkotaan dan perdesaan)
Selanjutnya menentukan kebutuhan minimum makanan yang diperoleh
dari nilai kalori setiap komoditi makanan yaitu 𝐺𝐾𝑀𝑗 disetarakan
𝐺𝐾𝑀𝑗 = 𝑃𝑗𝑘𝑥𝑄𝑗𝑘
52
𝑘=1
= 𝑉𝑗𝑘
52
𝑘=1
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 14
dengan 2.100 kkal dengan mengalikan 2.100 terhadap harga implisit
rata-rata kalori menurut daerah ke-j dari penduduk referensi.
2100j jF HK x
152
52
1
2100j
k
kk
jk
Vx
k
Keterangan:
𝐹𝑗 = Kebutuhan minimum makanan di daerah ke-j, yaitu yang
menghasilkan energi setara dengan 2.100 kkal/kapita/hari
𝐾𝑗𝑘 = Kalori dari komoditi ke-k di daerah ke-j
𝐻𝐾𝑗̅̅ ̅̅ ̅ = Harga rata-rata kalori di daerah ke-j
3) Menentukan GKNM yang merupakan penjumlahan nilai kebutuhan
minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan
lainnya (diwakili 51 jenis komoditi non makanan di perkotaan dan 47
jenis komoditi non makanan di pedesaan). Nilai kebutuhan minimum per
komoditi/subkelompok non makanan dihitung dengan menggunakan
suatu rasio pengeluaran komoditi/subkelompok tersebut terhadap total
pengeluaran komoditi/subkelompok yang tercatat dalam data Susenas
modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil SPKKD 2004. Nilai
kebutuhan minimum non makanan secara matematis dirumuskan
sebagai berikut:
𝐺𝐾𝑁𝑀𝑗 = 𝑟𝑖𝑥𝑉𝑖
𝑛
𝑖=1
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 15
Keterangan:
𝐺𝐾𝑁𝑀𝑗 = Pengeluaran minimum non makanan atau garis kemiskinan
non makanan daerah ke-j
𝑉𝑖 = Nilai pengeluaran per komoditi/sub kelompok non-makanan ke-
i menurut daerah
𝑟𝑖 = Rasio pengeluaran komoditi/subkelompok non makanan ke-i
menurut daerah
i = Jenis komoditi non makanan terpilih di daerah ke-j
j = Daerah (perkotaan atau perdesaan)
4) Menghitung Garis Kemiskinan (GK) yang merupakan penjumlahan dari
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan
(GKNM).
Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Gambar 2.1 Ilustrasi Garis Kemiskinan
𝐺𝐾 = 𝐺𝐾𝑀 + 𝐺𝐾𝑁𝑀
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 16
2.4 INDIKATOR KEMISKINAN
Secara umum terdapat tiga indeks yang digunakan untuk mengukur
tingkat kemiskinan yaitu persentase kemiskinan, indeks kedalaman
kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan.
a) Persentase Kemiskinan (Head Count Index – P0) untuk mengukur
persentase penduduk miskin terhadap total penduduk atau persentase
penduduk yang berada di bawah GK.
b) Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index – P1) merupakan
ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk
miskin terhadap GK. Indeks Kedalaman Kemiskinan memberikan
gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk
miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran
penduduk dari GK.
c) Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index – P2) memberikan
gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk
miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan
pengeluaran di antara penduduk miskin.
Ukuran tingkat kemiskinan menggunakan Formula Foster-Greer-
Thorbecke (FGT)
Keterangan:
α = 0, 1, 2
z = GK
𝑃∝ =1
𝑛 𝑧 − 𝑦
𝑖
𝑧 ∝
𝑞
𝑖=1
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 17
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada
di bawah GK (i=1, 2, 3, …,q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah GK
n = Jumlah penduduk
Ketiga indeks tersebut merupakan keluarga indeks kemiskinan F-G-
T (Foster-Greer-Thorbecke) yang sering untuk mengetahui perubahan
tingkat kemiskinan antar waktu maupun wilayah. Menurut Madden dan
Smith (2000), kelemahan ketiga indeks tersebut dalam mengetahui
perubahan tingkat kemiskinan adalah sensitif terhadap pemilihan GK
maupun ukuran tingkat kemiskinan artinya apabila digunakan ukuran
tingkat kemiskinan yang berbeda atau posisi GK diubah akan diperoleh
kesimpulan yang berbeda.
2.5 DISTRIBUSI PENGELUARAN
2.5.1 Gini Rasio
Distribusi pendapatan merupakan salah satu indikator pemerataan.
Pemerataan akan terwujud jika proporsi pendapatan yang dikuasai oleh
sekelompok masyarakat tertentu sama besarnya dengan proporsi kelompok
tersebut. Ada sejumlah alat atau media untuk mengukur tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan. Alat atau media yang lazim digunakan
adalah gini rasio.
Gini rasio adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengukur
derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Todaro (1989) menyatakan
bahwa Gini Rasio akan dapat dijelaskan dengan menggunakan kurva Lorenz.
Dengan menggunakan kurva Lorenz maka tingkat pemerataan akan dapat
diketahui dengan jalan membandingkan bidang yang terletak antara garis
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 18
diagonal dengan kurva Lorenz (bidang yang diarsir) dengan bidang
setengah bujur sangkar sebagaimana terlihat pada gambar berikut,
Gambar 2.2
Kurva Lorenz
Gambar 2.2 menjelaskan bahwa sumbu horisontal menggambarkan
persentase kumulatif penduduk, sedangkan sumbu vertikal menyatakan
bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase
penduduk tersebut. Sedangkan garis diagonal di tengah disebut garis
kemerataan sempurna. Karena setiap titik pada garis diagonal merupakan
tempat kedudukan persentase penduduk yang sama dengan persentase
penerimaan pendapatan.
Besarnya ketimpangan digambarkan sebagai daerah yang diarsir.
Sedangkan Gini Rasio adalah rasio (perbandingan) antara luas bidang A yang
diarsir tersebut dengan luas segitiga OPE. Dari gambaran tersebut dapat
dikatakan bahwa bila pendapatan didistribusikan secara merata dengan
sempurna, maka semua titik akan terletak pada garis diagonal. Artinya,
daerah yang diarsir akan bernilai nol karena daerah tersebut sama dengan
garis diagonalnya. Dengan demikian angka koefisiennya sama dengan nol.
Sebaliknya, bila hanya satu pihak saja yang menerima seluruh pendapatan,
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 19
maka luas daerah yang diarsir akan sama dengan luas segitiga, sehingga
Koefisien Gini bernilai satu. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa suatu
distribusi pendapatan dikatakan makin merata bila nilai Koefisien Gini
mendekati nol (0), sedangkan makin tidak merata suatu distribusi
pendapatan maka nilai Koefisien Gini makin mendekati satu.
Data yang diperlukan dalam penghitungan gini rasio:
1) Jumlah rumah tangga atau penduduk
2) Rata-rata pendapatan atau pengeluaran rumah tangga yang sudah
dikelompokkan menurut kelasnya.
Rumus untuk menghitung gini rasio:
dengan: Pi : Persentase rumah tangga atau penduduk pada kelas ke-i
Qi : Persentase kumulatif total pendapatan atau pengeluaran
sampai kelas ke-i
Nilai gini rasio berkisar antara 0 dan 1, jika:
G < 0,4 → Tingkat ketimpangan rendah
0,4 ≤ G ≤ 0,5 → Tingkat ketimpangan sedang/moderate
G > 0,5 → Tingkat ketimpangan tinggi
Menurut Todaro dan Smith (2006), Koefisien Gini merupakan salah
satu ukuran ketimpangan pendapatan yang memenuhi empat kriteria,
antara lain:
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 20
1) Prinsip anonimitas (anonymity principle): Ukuran ketimpangan
seharusnya tidak bergantung pada siapa yang mendapatkan
pendapatan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, ukuran tersebut tidak
bergantung pada apa yang kita yakini sebagai manusia yang lebih baik,
apakah itu orang kaya atau orang miskin
2) Prinsip independensi skala (scale independence principle): Ukuran
ketimpangan kita seharusnya tidak tergantung pada ukuran suatu
perekonomian atau negara, atau cara kita mengukur pendapatannya.
Dengan kata lain, ukuran ketimpangan tersebut tidak bergantung pada
apakah kita mengukur pendapatan dalam dolar atau dalam sen, dalam
rupee atau dalam rupiah, atau apakah perekonomian negara itu secara
rata-rata kaya atau miskin.
3) Prinsip independensi populasi (population independence principle):
Prinsip ini menyatakan bahwa pengukuran ketimpangan seharusnya
tidak didasarkan pada jumlah penerima pendapatan (jumlah
penduduk).
4) Prinsip transfer (transfer principle) : Prinsip ini juga sering disebut
sebagai prinsip Pigou-Dalton. Prinsip ini menyatakan bahwa dengan
mengasumsikan semua pendapatan yang lain konstan, jika kita
mentransfer sejumlah pendapatan dari orang kaya ke orang miskin
(namun tidak sangat banyak hingga mengakibatkan orang miskin itu
sekarang justru lebih kaya daripada orang yang awalnya kaya tadi),
maka akan dihasilkan distribusi pendapatan baru yang lebih merata.
2.5.2 Kriteria Bank Dunia
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk menurut kriteria Bank
Dunia terpusat pada 40 persen penduduk dengan pengeluaran terendah.
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk ini digambarkan oleh porsi
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 21
pengeluaran dari kelompok pengeluaran ini terhadap seluruh pengeluaran
penduduk, dengan penggolongan ketimpangan pengeluaran sebagai
berikut:
1) Ketimpangan pengeluaran tinggi (highly inequality), jika porsi
pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terendah kurang dari 12
persen,
2) Ketimpangan pengeluaran sedang (moderate inequality), jika porsi
pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terendah berada
diantara 12 persen sampai dengan 17 persen,
3) Ketimpangan pengeluaran rendah (low inequality), jika porsi
pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terendah di atas 17
persen.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 23
3.1 PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN SUMATERA UTARA
Persentase penduduk miskin di Sumatera Utara lebih rendah
dibanding persentase penduduk miskin di Indonesia. Pada periode Maret
2014 – Maret 2016 perkembangan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara
cenderung meningkat selama empat periode pertama, dan mengalami
penurunan kembali pada Maret 2016. Sedangkan perkembangan tingkat
kemiskinan di Indonesia cenderung sedikit berfluktuasi.
Persentase penduduk miskin Indonesia adalah sebesar 12,36 persen
pada Maret 2014, sedikit berfluktuasi selama empat periode hingga
mencapai 10,86 persen pada Maret 2016. Perkembangan tingkat
kemiskinan di Sumatera Utara, persentase penduduk miskin Sumatera Utara
pada Maret 2014 adalah sebesar 9,38 persen, meningkat hingga mencapai
10,79 persen pada September 2015, dan sedikit mengalami penurunan pada
Maret 2016 menjadi 10,36 persen.
Apabila dilihat berdasarkan daerah, persentase penduduk miskin di
perkotaan Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan dengan persentase
penduduk miskin wilayah perkotaan di Indonesia, akan tetapi sebaliknya
persentase penduduk miskin di perdesaan Sumatera Utara lebih rendah
dibandingkan dengan persentase penduduk miskin wilayah perdesaan di
Indonesia.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 24
Gambar 3.1 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin
di Sumatera Utara dan Indonesia, Maret 2014 – Maret 2016
Pada Maret 2016, persentase penduduk miskin di perkotaan
Sumatera Utara adalah 9,75 persen dan di perkotaan Indonesia adalah 7,79
persen. Sedangkan persentase penduduk miskin di perdesaan Sumatera
Utara adalah 10,97 persen dan di perdesaan Indonesia adalah 14,11 persen.
Apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia, pada
Maret 2016 meskipun persentase penduduk miskin di Sumatera Utara
berada sedikit di bawah persentase penduduk miskin Indonesia, akan tetapi
persentase penduduk miskin di Sumatera Utara masih cukup tinggi dan
menempati peringkat ke-17 dari 34 provinsi. Persentase penduduk miskin
di Indonesia adalah 10,86 persen dan Sumatera Utara 10,35 persen.
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
Maret2014
Sept2014
Maret2015
Sept2015
Maret2016
Maret2014
Sept2014
Maret2015
Sept2015
Maret2016
Maret2014
Sept2014
Maret2015
Sept2015
Maret2016
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
9,35 9,81 10,16 10,519,75 9,40 9,89
10,89 11,06 10,97
9,38 9,8510,53 10,79 10,35
8,34 8,16 8,29 8,22 7,79
14,17 13,76 14,21 14,09 14,11
11,25 10,96 11,22 11,13 10,86
Sumut Indonesia
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 25
Gambar 3.2 Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi
Maret 2016
Tiga provinsi dengan persentase
penduduk miskin tertinggi berada di
kawasan timur Indonesia antara lain Papua,
Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Sedangkan provinsi dengan persentase
penduduk miskin terendah adalah DKI
Jakarta, Bali, dan Kalimantan Selatan.
3.1.1 Garis Kemiskinan
GK merupakan komponen penting dalam menentukan penduduk
miskin. Berdasarkan GK penduduk dikategorikan sebagai miskin atau tidak
miskin. Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang mempunyai
pengeluaran per kapita di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan
Pada Maret 2016, persentase penduduk miskin di Sumatera Utara menempati peringkat ke- 17 dari 34 provinsi.
Indonesia : 10,86
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
Pap
ua
Pap
ua
Bar
at
Nu
sa T
engg
ara
Tim
ur
Mal
uku
Go
ron
talo
Ben
gku
lu
Ace
h
Nu
sa T
engg
ara
Bar
at
Sula
wes
i Ten
gah
Lam
pu
ng
Sum
ater
a Se
lata
n
DI Y
ogy
akar
ta
Jaw
a Te
nga
h
Sula
wes
i Ten
ggar
a
Jaw
a Ti
mu
r
Sula
wes
i Bar
at
Sum
ater
a U
tara
Sula
wes
i Sel
atan
Jaw
a B
arat
Jam
bi
Sula
wes
i Uta
ra
Ria
u
Kal
iman
tan
Bar
at
Sum
ater
a B
arat
Mal
uku
Uta
ra
Kal
iman
tan
Uta
ra
Kal
iman
tan
Tim
ur
Kep
ula
uan
Ria
u
Kal
iman
tan
Ten
gah
Ban
ten
Ban
gka
Bel
itu
ng
Kal
iman
tan
Se
lata
n
Bal
i
DK
I Jak
arta
28,54
25,43
22,19
10,35
4,854,25
3,75
Indonesia : 10,86
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 26
dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran makanan dan non makanan per
kapita pada kelompok referensi yang telah ditetapkan.
Gambar 3.3 Garis Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2014 – Maret 2016
(Rp/kapita/bulan)
Perkembangan GK selama periode Maret 2014 – Maret 2016
cenderung meningkat secara konsisten. GK Sumatera Utara pada Maret
2014 adalah Rp. 318.398 per kapita per bulan. Angka ini pada Maret 2016
meningkat sekitar 21,91 persen hingga menjadi Rp. 388.156 per kapita per
bulan. Peningkatan rata-rata garis kemiskinan per tahun selama periode
Maret 2014 – Maret 2016 adalah sekitar 5,08 persen.
Garis kemiskinan pada periode September 2015 – Maret 2016
mengalami peningkatan sebesar Rp. 22.019 per kapita per bulan atau 6,01
persen, yaitu dari Rp. 366.137 per kapita per bulan pada September 2015
menjadi Rp. 388.156 per kapita per bulan pada Maret 2016. Sama halnya
dengan yang terjadi di wilayah perkotaan dan perdesaan. GK di perkotaan
meningkat sebesar Rp. 18.510 per kapita per bulan atau 4,87 persen yaitu
dari Rp. 379.898 per kapita per bulan pada September 2015 meningkat
menjadi Rp. 398.408 per kapita per bulan pada Maret 2016. Sedangkan, garis
kemiskinan di perdesaan meningkat sebesar Rp. 25.111 per kapita per bulan
-
50 000
100 000
150 000
200 000
250 000
300 000
350 000
400 000
Maret 2014 Sept 2014 Maret 2015 Sept 2015 Maret 2016
318 398 330 663 347 953
366 137 388 156
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 27
atau 7,12 persen yaitu dari Rp. 352.637 per kapita per bulan pada September
2015 meningkat menjadi Rp. 377.748 per kapita per bulan pada Maret 2016.
Tabel 3.1 Garis Kemiskinan Sumatera Utara menurut Daerah dan Komponennya
September 2015 – Maret 2016 (Rp/kapita/bulan)
Daerah/Tahun Garis Kemiskinan
Makanan (GKM)
Non Makanan (GKM)
Total (GK)
Perkotaan
September 2015
Maret 2016
273 271
290 096
106 627
108 312
379 898
398 408
Perdesaan
September 2015
Maret 2016
284 650 304 942
67 987 72 806
352 637 377 748
Perkotaan+Perdesaan September 2015
Maret 2016
279 015 296 832
87 123 91 324
366 137 388 156
GK di perkotaan lebih tinggi dari GK di perdesaan. Hal ini disebabkan
karena harga komoditi di perkotaan umumnya lebih tinggi dari harga di
perdesaan. Sehingga menyebabkan pengeluaran penduduk miskin di
perkotaan menjadi lebih tinggi dibanding di perdesaan.
Adapun beberapa faktor yang diduga mempengaruhi peningkatan GK
pada bulan Maret 2016 di Sumatera Utara, antara lain:
a) Inflasi selama periode September 2015 – Maret 2016 meningkat
sebesar 3,75 persen.
b) Nilai Tukar Petani mengalami peningkatan, yaitu dari 98,19 pada
September 2015 menjadi 99,17 pada Maret 2016.
c) Tingkat Pengangguran Terbuka mengalami penurunan yaitu dari
6,71 persen pada Agustus 2015 menjadi 6,49 persen pada Februari
2016.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 28
3.1.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin (P0)
Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada bulan September
2015 adalah 1.508,14 ribu orang atau 10,79 persen, pada Maret 2016
menurun 52,19 ribu orang atau 0,44 persen menjadi 1.455,95 ribu orang
atau 10,35 persen.
Tabel 3.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara
September 2015 – Maret 2016
Daerah/Tahun
Jumlah Penduduk
Miskin (ribu jiwa)
Persentase Penduduk
Miskin
Perubahan Jumlah
Penduduk Miskin
Perubahan Persentase Penduduk
Miskin
Perkotaan
September 2015
Maret 2016
727,76
690,80
10,51
9,75
(36,96)
(0,76)
Perdesaan
September 2015
Maret 2016
780,38
765,15
11,06
10,97
(15,23)
(0,09)
Perkotaan+Perdesaan
September 2015 Maret 2016
1 508,14 1 455,95
10,79 10,35
(52,19)
(0,44)
Penurunan penduduk miskin di wilayah perkotaan lebih tinggi
dibanding perdesaan. Pada periode September 2015 – Maret 2016,
penduduk miskin di perkotaan menurun 36,96 ribu orang atau 0,76 persen
yaitu dari 727,76 ribu orang (10,51%) menurun menjadi 690,80 ribu orang
(9,75%), demikian juga di perdesaan menurun sebesar 15,23 ribu orang
(0,09%) yaitu dari 780,38 ribu orang (11,06%) menjadi 765,15 ribu orang
(10,97%).
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 29
Trend perkembangan penduduk
miskin di Sumatera Utara selama kurun
waktu tiga tahun terakhir (Maret 2014 –
Maret 2016) cenderung mengalami
peningkatan baik dari segi persentase
maupun jumlah. Kemudian sedikit
mengalami penurunan pada periode Maret 2016. Selama periode Maret
2014 – Maret 2016, jumlah penduduk miskin meningkat sekitar 2,21 ribu
orang yaitu dari 1.286,7 ribu orang pada Maret 2014 menjadi 1.508,1 ribu
orang pada September 2015. Sedangkan pada periode Maret 2016
mengalami sedikit penurunan sebesar 52,19 menjadi 1.455,9 ribu orang
atau 10,35 persen.
Gambar 3.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara
Maret 2014 – Maret 2016
12,87 13,61 14,64 15,08 14,56
9,38 9,8510,53 10,79 10,35
Maret 2014 Sept 2014 Maret 2015 Sept 2015 Maret 2016
PENDUDUK MISKIN [00 000] % MISKIN
Pada periode September 2015 – Maret 2016, penurunan penduduk miskin di wilayah perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 30
3.1.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index - P1)
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah mengurangi jumlah
penduduk miskin. Agar tujuan pembangunan lebih tepat sasaran maka
informasi kemiskinan tidak cukup hanya sekadar berapa jumlah dan
persentase penduduk miskin. Akan tetapi dibutuhkan informasi lain yang
salah satunya adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Kebijakan penanggulangan kemiskinan selain untuk upaya memperkecil
jumlah penduduk miskin, diharapkan juga terkait dengan bagaimana
mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Indeks kedalaman kemiskinan (yang sering dinotasikan dengan P1)
merupakan indeks yang merepresentasikan besarnya total uang yang harus
disediakan untuk mengangkat seluruh individu dan rumah tangga miskin
sampai pada garis kemiskinan (sebagai rasio terhadap total pendapatan
seluruh penduduk pada tingkat garis kemiskinan). Nilai agregat dari indeks
kedalaman kemiskinan menunjukkan biaya mengentaskan kemiskinan
dengan membuat target transfer yang sempurna terhadap penduduk miskin
dalam hal tidak adanya biaya transaksi dan faktor penghambat.
Semakin kecil nilai indeks kedalaman kemiskinan, semakin besar
potensi ekonomi untuk dana pengentasan kemiskinan berdasarkan
identifikasi karakteristik penduduk miskin dan juga untuk target sasaran
bantuan dan program. Secara intervensi program pengentasan kemiskinan
relatif lebih efektif untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Penurunan nilai
indeks Kedalaman Kemiskinan mengindikasikan bahwa rata-rata
pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis
kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin
menyempit.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 31
Gambar 3.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index – P1) Sumatera Utara
menurut Daerah, Maret 2014 – Maret 2016
Selama periode Maret 2014 – Maret 2016, Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) Sumatera Utara meningkat sebesar 0,08 point yaitu dari
1,69 pada Maret 2014 menjadi 1,77 pada Maret 2016. Hal ini
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung
makin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk
miskin semakin melebar.
Dari segi wilayah, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) di
daerah perkotaan lebih rendah
dibanding perdesaan. Pada
periode Maret 2014 – Maret
2016, Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) di perkotaan
terus mengalami peningkatan.
Peningkatan tertinggi terjadi pada Maret 2016 yang mencapai angka 1,75
Selama periode Maret 2014 – Maret 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Sumatera Utara mengalami peningkatan. Rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin melebar.
1,24
1,561,60 1,57
1,75
1,69
1,86
1,70
2,21
1,79
1,691,71 1,65
1,89 1,77
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
2,0
2,2
2,4
Maret 2014 Sept 2014 Maret 2015 Sept 2015 Maret 2016
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 32
dari 1,24 pada Maret 2014. Selama kurun waktu 3 tahun terakhir, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) di daerah perkotaan mengalami peningkatan
cukup signifikan yaitu sebesar 0,51, yang artinya rata-rata pengeluaran
penduduk miskin di perkotaan cenderung makin menjauhi GK dan
ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di perkotaan semakin melebar.
Sementara itu, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) di daerah
perdesaan juga mengalami hal yang
sama dengan daerah perkotaan yaitu
mengalami peningkatan. Pada periode
Maret 2014 – Maret 2016, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) di
perdesaan mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi pada September
2015 yang mencapai angka 2,21 dari 1,69 pada Maret 2014, kemudian
sedikit mengalami penurunan menjadi 1,79 pada Maret 2016, sehingga
selama kurun waktu tiga tahun terakhir (Maret 2014 – Maret 2016) Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) di perdesaan mengalami peningkatan 0,1. Rata-
rata pengeluaran penduduk miskin di perdesaan cenderung makin menjauhi
GK dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin melebar.
3.1.4 Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index - P2)
Indeks keparahan kemiskinan (yang sering dinotasikan dengan P2)
merupakan ukuran kemiskinan yang memberikan bobot yang lebih besar
kepada masyarakat yang lebih miskin. Indeks Keparahan Kemiskinan
memberikan informasi mengenai gambaran penyebaran pengeluaran di
antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi
ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Selama kurun waktu 3 tahun terakhir, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di daerah perkotaan mengalami peningkatan sebaliknya di perdesaan hanya mengalami penurunan.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 33
Gambar 3.6 Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index – P2) Sumatera Utara
menurut Daerah, Maret 2014 – Maret 2016
Selama periode September Maret 2014 – Maret 2016, Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) Sumatera Utara meningkat sebesar 0,12 point
yaitu dari 0,37 pada Maret 2014 menjadi 0,49 pada Maret 2016. Hal ini
menandakan bahwa ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin
di Sumatera Utara semakin tinggi.
Apabila dilihat dari segi wilayah, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
di daerah perkotaan lebih rendah dibandingkan di perdesaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa distribusi pengeluaran penduduk miskin di daerah
perkotaan memiliki ketimpangan yang lebih rendah daripada pada
ketimpangan distribusi pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan.
Pada Maret 2014, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di perkotaan
sebesar 0,30 mengalami peningkatan menjadi 0,39 kemudian mengalami
penurunan setiap periodenya sehingga pada September 2015 menjadi 0,35.
0,30
0,39 0,38 0,35
0,47
0,44
0,51
0,46
0,69
0,52
0,37
0,45 0,42
0,52 0,49
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
Maret 2014 Sept 2014 Maret 2015 Sept 2015 Maret 2016
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 34
Akan tetapi pada Maret 2016 mengalami peningkatan cukup tajam menjadi
0,47.
Hal yang sama juga terjadi
di wilayah perdesaan, Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) di
daerah perdesaan lebih tinggi
dibandingkan di perkotaan. Pada
Maret 2014, Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) di perdesaan 0,44
sedikit berfluktuatif dan mengalami peningkatan cukup tajam pada
September 2015 menjadi 0,69. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir
terjadi peningkatan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) baik di perkotaan
maupun perdesaan dengan peningkatan sebesar 0,17 dan 0,08. Hal ini
memberikan gambaran bahwa selama periode tiga tahun terakhir (Maret
2014 – Maret 2016) ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin
di Sumatera Utara semakin tinggi baik di daerah perkotaan maupun
perdesaan.
3.2 DISTRIBUSI PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA
Dalam mengatasi permasalahan kemiskinan, aspek penting yang juga
perlu diperhatikan adalah mengenai ketidakmerataan atau kesenjangan
distribusi pengeluaran penduduk. Kesenjangan distribusi pengeluaran
merupakan permasalahan yang selalu muncul dalam pelaksanaan
pembangunan yang umumnya terjadi karena ketidakmerataan dari
distribusi program pembangunan dan kesempatan untuk berpartisipasi
dalam program pembangunan. Kebijakan pembangunan yang
menempatkan kota sebagai pusat pertumbuhan justru menghasilkan
ketimpangan wilayah.
Selama kurun waktu 3 tahun terakhir terjadi peningkatan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) baik di perkotaan maupun perdesaan. Artinya ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin di Sumatera Utara semakin tinggi.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 35
3.2.1 Gini Rasio
Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk melihat adanya
perubahan distribusi pengeluaran penduduk adalah gini rasio. Selain itu,
gini rasio juga digunakan untuk melihat apakah pemerataan pengeluaran
penduduk semakin baik atau semakin buruk.
Gambar 3.7 Gini Rasio Sumatera Utara menurut Daerah
Maret 2015 – Maret 2016
Secara umum angka gini rasio pada Maret 2015 – Maret 2016 di
Sumatera Utara mengalami penurunan, baik di daerah perkotaan maupun
perdesaan. Penurunan angka gini rasio pada periode tersebut
mengindikasikan bahwa distribusi pengeluaran penduduk pada periode
tersebut semakin membaik.
Pada Maret 2015, angka gini rasio Sumatera Utara sebesar 0,336,
pada Maret 2016 mengalami penurunan sebesar 0,017 menjadi 0,319.
Apabila dilihat berdasarkan daerah, angka gini rasio di perkotaan lebih
tinggi dibanding perdesaan. Pada Maret 2015, angka gini rasio di perkotaan
adalah 0,360 dan di perdesaan adalah 0,296. Pada Maret 2016, angka gini
rasio mengalami penurunan menjadi 0,334 di perkotaan dan 0,282 di
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
0,360
0,296
0,3360,332
0,2850,326
0,334
0,2820,319
Maret 2015 Sept 2015 Maret 2016
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 36
perdesaan. Artinya bahwa tingkat
ketimpangan pengeluaran penduduk di
perkotaan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan di perdesaan.
3.2.2 Kriteria Bank Dunia
Untuk melihat distribusi pengeluaran antar kelompok penduduk,
selain gini rasio juga bisa digunakan indikator lain yaitu Kriteria Bank Dunia.
Kriteria Bank Dunia membagi kelompok penduduk menjadi tiga bagian
besar, yaitu 40 persen terbawah, 40 persen menengah, dan 20 persen
teratas.
Berdasarkan kriteria Bank Dunia, pada Maret 2016 ketimpangan
pengeluaran penduduk Sumatera Utara cenderung rendah (low inequality),
karena porsi pengeluaran dari kelompok 40 persen terendah di atas 17
persen yaitu 21,13 persen.
Angka gini rasio di perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan. Artinya tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di perkotaan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 37
Gambar 3.8 Distribusi Pengeluaran Penduduk Sumatera Utara menurut Daerah dan
Kriteria Bank Dunia, Maret 2016
Apabila dilihat berdasarkan daerah, pada Maret 2016 baik di
perkotaan maupun perdesaan ketimpangan pengeluaran penduduk
termasuk rendah (low inequality) karena pada periode tersebut porsi
pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terendah keduanya berada di
atas 17 persen. Dengan persentase pengeluaran kelompok penduduk 40
persen terendah di perkotaan (20,35 persen) lebih rendah dibanding
perdesaan (23,17 persen) yang berarti
bahwa secara umum pada Maret 2016
berdasarkan Kriteria Bank Dunia
maka pada daerah perkotaan
memiliki tingkat ketimpangan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah perdesaan.
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
20,35 23,17 21,13
37,76 38,65 38,05
41,89 38,17 40,82
40% Bawah 40% Tengah 20% Atas
Berdasarkan Kriteria Bank Dunia, persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terendah di perkotaan lebih rendah dibanding perdesaan. Artinya perkotaan memiliki tingkat ketimpangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 38
3.3 SHARE BASKET KOMODITI
Penghitungan GK didasarkan
pada sejumlah komoditi yang
ditentukan dengan pendekatan
kebutuhan dasar (basic need
approach) dan dikonsumsi oleh
kelompok penduduk referensi (20 persen penduduk yang berada di atas
GK). Komoditi dikelompokkan menjadi dua yaitu basket komoditi makanan
dan non makanan. Basket komoditi makanan digunakan untuk menentukan
GKM, sedangkan basket komoditi makanan digunakan untuk menentukan
GKNM.
Gambar 3.9 Kontribusi GKM dan GKNM terhadap Garis Kemiskinan
Berdasarkan Daerah, Maret 2016
(a) Perkotaan (b) Perdesaan
Dilihat berdasarkan daerah, baik di perkotaan maupun perdesaan
GKM mempunyai kontribusi yang lebih besar terhadap GK. Kontribusi GKM
terhadap GK di perdesaan lebih besar dibanding perkotaan. Di perdesaan,
persentase GKM terhadap GK sebesar 80,73 persen, dan persentase GKNM
terhadap GK sebesar 19,27 persen. Sedangkan di perkotaan, persentase
GKM terhadap GK sebesar 72,81 persen, dan persentase GKNM terhadap GK
sebesar 27,19 persen. Hal ini menandakan bahwa pemenuhan kebutuhan
Garis kemiskinan makanan (GKM) mempunyai kontribusi yang lebih besar terhadap Garis Kemiskinan (GK).
GKM80,73%
GKMN19,27%
GKM72,81%
GKMN27,19%
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 39
makanan merupakan komponen utama bagi kelangsungan hidup orang
miskin.
3.3.1 Share Basket Komoditi Makanan
GKM mempunyai kontribusi yang lebih besar terhadap GK
dibandingkan GKNM. Komoditi makanan yang memberikan sumbangan
paling besar dalam pengukuran GKM adalah beras. Hal ini wajar karena
beras merupakan sebagai makanan pokok penduduk Sumatera Utara dan
Indonesia pada umumnya.
Pada Maret 2016, sumbangan
beras terhadap garis kemiskinan
makanan adalah sebesar 32,18 persen
di perkotaan dan 46,36 persen di
perdesaan. Hampir setengah dari
pengeluaran penduduk miskin di perdesaan digunakan untuk membeli
beras. Oleh karena itu, salah satu upaya yang bisa dilakukan agar kondisi
penduduk miskin tetap stabil adalah melalui pengendalian harga beras.
Komoditi makanan lainnya yang mempunyai sumbangan terbesar
kedua terhadap GKM adalah rokok kretek filter yaitu sebesar 13,43 persen
di perkotaan dan sebesar 7,54 persen di perdesaan. Hal ini seharusnya
menjadi perhatian oleh para pengambil kebijakan dan juga peneliti, karena
rokok kretek filter adalah komoditi yang tidak menghasilkan kalori tapi
dikonsumsi relatif banyak oleh penduduk
miskin. Seyogyanya, pengeluaran untuk
rokok kretek filter oleh penduduk miskin
bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain
yang lebih bermanfaat.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan agar kondisi penduduk miskin tetap stabil adalah melalui pengendalian harga beras.
Selain beras, rokok kretek filter dikonsumsi relatif banyak oleh penduduk miskin.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 40
Gambar 3.10 Share Basket Komoditi Makanan terhadap GKM
Berdasarkan Daerah, Maret 2016
(a) Perkotaan
(b) Perdesaan
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00
Tempe
Teri
Kelapa
Tomat
Mie instan
Tongkol/tuna/cakalang
Daging ayam ras
Roti
Kembung
Bawang merah
Gula pasir
Telur ayam ras
Cabe merah
Rokok kretek filter
Beras
1,43
1,56
1,63
1,98
2,01
2,25
2,85
2,91
3,33
3,67
4,48
4,95
5,74
13,43
32,18
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00
Daun ketela pohon
Daging babi
Cabe rawit
Mie instan
Kembung
Tongkol/tuna/cakalang
Tomat
Roti
Kelapa
Telur ayam ras
Bawang merah
Gula pasir
Cabe merah
Rokok kretek filter
Beras
0,00
1,26
1,39
1,46
1,62
1,62
1,66
1,77
1,97
2,27
3,18
3,45
3,96
4,62
7,54
46,36
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 41
3.3.2 Share Basket Komoditi Non Makanan
Pada Maret 2016, komoditi non makanan yang memberikan
sumbangan terbesar kepada GKNM adalah perumahan. Perumahan
merupakan salah satu kebutuhan papan utama masyarakat.
Gambar 3.11 Share Basket Komoditi Non Makanan terhadap GKNM
Berdasarkan Daerah, September 2015
(a) Perkotaan
(b) Perdesaan
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
Barang kecantikan
Pakaian jadi laki-laki dewasa
Pakaian jadi perempuan dewasa
Pakaian jadi anak-anak
Perlengkapan mandi
Angkutan
Pendidikan
Listrik
Bensin
Perumahan
2,51
3,18
3,51
3,56
5,26
6,37
7,98
10,33
12,57
24,26
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
Pakaian jadi perempuan dewasa
Sabun cuci
Angkutan
Kayu bakar
Pakaian jadi anak-anak
Perlengkapan mandi
Listrik
Pendidikan
Bensin
Perumahan
3,31
4,54
4,68
5,10
5,19
5,66
6,70
9,02
10,09
22,48
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 42
Share komoditi perumahan terhadap GKNM adalah 24,26 persen di
perkotaan dan 22,48 persen di perdesaan. Selain itu, komoditi yang
memberikan sumbangan terbesar selanjutnya adalah bensin yaitu 12,57
persen di perkotaan dan 10,09 persen di perdesaan. Bensin merupakan
salah satu kebutuhan yang diperlukan untuk mendukung mobilitas
penduduk miskin. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah menjaga
stabilitas harga BBM (Bahan Bakar Minyak) di pasaran.
3.3.3 Share Basket Komoditi Makanan dan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan Apabila dilihat secara keseluruhan,
share basket komoditi yang terdiri dari 52
jenis komoditi makanan dan 36 jenis
komoditi non makanan, terhadap GK, tiga
komoditi yang memberikan sumbangan
terbesar terhadap GK adalah beras, rokok kretek filter, dan perumahan. Di
perkotaan, share basket komoditi tersebut terhadap GK secara berturut-
turut sebesar 23,43 persen, 9,78 persen, dan 6,59 persen. Sedangkan di
perdesaan sebesar 37,43 persen, 6,09 persen dan 4,33 persen.
Tiga komoditi yang memberikan sumbangan terbesar terhadap GK adalah beras, rokok kretek filter, dan perumahan.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 43
Gambar 3.12 Share Basket Komoditi Makanan dan Non Makanan terhadap
Garis Kemiskinan Berdasarkan Daerah, Maret 2016
(a) Perkotaan
(b) Perdesaan
Berdasarkan share basket komoditi yang dikonsumsi oleh penduduk
miskin terhadap garis kemiskinan, diharapkan bisa dijadikan sebagai salah
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00 23,43
9,78
6,594,18 3,61 3,42 3,26 2,81 2,67 2,43 2,17 2,12 2,08 1,73 1,64
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00 37,43
6,094,33 3,73 3,20 2,79 2,57 1,94 1,83 1,74 1,59 1,43 1,34 1,31 1,31http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 44
satu pertimbangan dalam menyusun program-program pembangunan.
Pemerintah diharapkan bisa mengendalikan harga komoditi mayoritas yang
dikonsumsi oleh penduduk miskin. Hal ini disebabkan karena peningkatan
harga dari sejumlah basket komoditi yang dikonsumsi oleh penduduk
miskin tersebut secara langsung dan tidak langsung bisa mempengaruhi
tingkat kemiskinan.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 46
Trend perkembangan penduduk miskin di Sumatera Utara selama
kurun waktu lima periode terakhir (Maret 2014 – Maret 2016) cenderung
meningkat selama empat periode pertama, dan mengalami penurunan
kembali pada Maret 2016. Jumlah penduduk miskin meningkat sekitar 2,21
ribu orang yaitu dari 1.286,7 ribu orang pada Maret 2014 menjadi 1.508,1
ribu orang pada September 2015. Sedangkan pada periode Maret 2016
mengalami sedikit penurunan sebesar 52,19 menjadi 1.455,9 ribu orang
atau 10,35 persen. Apabila dilihat secara nasional, persentase penduduk
miskin di Sumatera Utara berada sedikit di bawah persentase penduduk
miskin Indonesia dan menempati peringkat ke-17 dari 34 provinsi.
Perkembangan GK selama periode Maret 2014 – Maret 2016
cenderung meningkat secara konsisten. GK Sumatera Utara pada Maret
2014 – Maret 2016 meningkat sekitar 5,08 persen hingga menjadi Rp.
388.156 per kapita per bulan. Berdasarkan daerah, GK di perkotaan lebih
tinggi dari GK di perdesaan. Pada Maret 2016, GK di perkotaan Rp. 398.408
per kapita per bulan, sedangkan GK di perdesaan Rp. 377.748 per kapita per
bulan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Sumatera Utara selama periode
Maret 2014 – Maret 2016, meningkat sebesar 0,08 point yaitu dari 1,69 pada
Maret 2014 menjadi 1,77 pada Maret 2016. Hal ini mengindikasikan bahwa
rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin menjauhi garis
kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin
melebar.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 47
Sedangkan, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Sumatera Utara
meningkat sebesar 0,12 point yaitu dari 0,37 pada Maret 2014 menjadi 0,49
pada Maret 2016. Hal ini menandakan bahwa ketimpangan pengeluaran di
antara penduduk miskin di Sumatera Utara semakin tinggi.
Angka gini rasio pada Maret 2015 – Maret 2016 di Sumatera Utara
mengalami penurunan. Pada Maret 2015, angka gini rasio Sumatera Utara
sebesar 0,336, pada Maret 2016 mengalami penurunan sebesar 0,017
menjadi 0,319. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, pada Maret 2016
ketimpangan pengeluaran penduduk Sumatera Utara cenderung rendah
(low inequality), karena porsi pengeluaran dari kelompok 40 persen
terendah diatas 17 persen yaitu sebesar 21,13 persen.
Dilihat berdasarkan daerah, baik di perkotaan maupun perdesaan
GKM mempunyai kontribusi yang lebih besar terhadap GK. Kontribusi GKM
terhadap GK di perdesaan lebih besar dibanding perkotaan. Di perdesaan,
persentase GKM terhadap GK 80,73 persen, dan persentase GKNM terhadap
GK 19,27 persen. Sedangkan di perkotaan, persentase GKM terhadap GK
72,81 persen, dan persentase GKNM terhadap GK 27,19 persen.
Share basket komoditi terhadap GK, tiga komoditi yang memberikan
sumbangan terbesar terhadap GK adalah beras, rokok kretek filter, dan
perumahan. Di perkotaan, share basket komoditi tersebut terhadap GK
secara berturut-turut sebesar 23,43 persen, 9,78 persen, dan 6,59 persen.
Sedangkan di perdesaan sebesar 37,43 persen, 6,09 persen dan 4,33 persen.
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 49
Bank Dunia. (1990). Indonesia: Poverty Assessment and Strategy Report. Report, No. 8034-IND, Country Department III East Asia and Pacific Region. Washington.
Bappenas. (2004). Rencana Strategik Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta.
BPS & World Bank Institute. (2002). Dasar-Dasar Analisis Kemiskinan. Jakarta.
BPS. (2014). Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia Tahun 2014. Jakarta: BPS.
Helmet, P. (2010). Analisis Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Pada Rumah Tangga Di Daerah Kejadian Luar Biasa (KLB) Kemiskinan, Penerima Raskin, Dan Penerima Pelayanan Kesehatan Gratis Di Pulau Jawa Tahun 2007. Universitas Indonesia, Jakarta.
Madden, D. dan Smith, F. (2000). Poverty in Ireland, 1987-1994: A Stochastic Dominance Approach. The Economic and Social Review, Vol. 31, 187-214.
Ravallion, M. (1992). Poverty Comparisons. A Guide to Concepts and Methods. LSMS Working Paper Number 88, The World Bank, Washington, D.C.
[TNP2K] Tim Nasional Percepatan Penaggulangan Kemiskinan. (2013). Strategi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Diakses pada 12 Januari 2016 dari http://tnp2k.go.id/kebijakan-percepatan/ strategipercepatanpenangulangan-kemiskinan/sekilas-strategi-per cepatan
Todaro, Michael. P. (1989). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: PT Erlangga (Terjemahan).
Todaro, M.P., dan Smith, S.C. (2006). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.
World Bank Institute. (2005). Introduction to Poverty Analysis: Poverty Manual. World Bank Institute.
World Bank. (2007). Era Baru Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta: The World Bank Office. Diakses pada 8 Februari 2016 dari http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-1152870963030/2753486165385030085/Mak - ingtheNewIndone sia_BH.pdf
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 51
Lampiran 1
Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Provinsi dan Daerah Maret 2016
Provinsi Persentase Penduduk Miskin
(%) Kota Desa Kota + Desa
11 Aceh 10,82 19,15 16,73 12 Sumatera Utara 9,75 10,97 10,35 13 Sumatera Barat 5,54 8,16 7,09 14 Riau 6,40 9,00 7,98 15 Jambi 10,86 7,32 8,41 16 Sumatera Selatan 12,74 13,99 13,54 17 Bengkulu 16,19 17,85 17,32 18 Lampung 10,53 15,69 14,29 19 Bangka Belitung 2,78 7,72 5,22 21 Kepulauan Riau 5,16 10,43 5,98 31 DKI Jakarta 3,75 - 3,75 32 Jawa Barat 7,67 11,80 8,95 33 Jawa Tengah 11,44 14,89 13,27 34 DI Yogyakarta 11,79 16,63 13,34 35 Jawa Timur 7,94 16,01 12,05 36 Banten 4,51 7,45 5,42 51 Bali 3,68 5,23 4,25 52 Nusa Tenggara Barat 18,20 15,17 16,48 53 Nusa Tenggara Timur 10,58 25,17 22,19 61 Kalimantan Barat 5,16 9,11 7,87 62 Kalimantan Tengah 4,60 6,23 5,66 63 Kalimantan Selatan 3,48 5,89 4,85 64 Kalimantan Timur 3,93 10,05 6,11 65 Kalimantan Utara 3,78 9,47 6,23 71 Sulawesi Utara 5,34 10,97 8,34 72 Sulawesi Tengah 10,18 15,91 14,45 73 Sulawesi Selatan 4,51 12,46 9,40 74 Sulawesi Tenggara 6,74 15,49 12,88 75 Gorontalo 5,84 24,41 17,72 76 Sulawesi Barat 8,59 12,56 11,74 81 Maluku 7,66 26,82 19,18 82 Maluku Utara 3,32 7,44 6,33 91 Papua Barat 6,14 37,48 25,43 94 Papua 4,42 37,14 28,54
INDONESIA 7,79 14,11 10,86
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 52
Lampiran 2
Share Basket Makanan Terhadap Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan (GK)
Maret 2016
Jenis Komoditi
Share terhadap GKM (%)
Share terhadap GK (%)
Kota Desa Kota Desa
1. Beras 32,18 46,36 23,43 37,43
2. Beras ketan 0,01 0,00 0,01 0,00
3. Jagung pipilan/beras jagung 0,01 0,01 0,01 0,01
4. Tepung terigu 0,18 0,10 0,13 0,08
5. Ketela pohon/singkong 0,38 0,55 0,27 0,44
6. Ketela rambat/ubi 0,17 0,32 0,13 0,26
7. Gaplek 0,01 0,01 0,01 0,01
8. Tongkol/tuna/cakalang 2,25 1,66 1,64 1,34
9. Kembung 3,33 1,62 2,43 1,31
10. Teri 1,56 1,09 1,13 0,88
11. Bandeng 0,02 0,04 0,01 0,03
12. Mujair 0,44 1,00 0,32 0,81
13. Daging sapi 0,09 0,01 0,07 0,00
14. Daging babi 0,20 1,39 0,15 1,12
15. Daging ayam ras 2,85 1,19 2,08 0,96
16. Daging ayam kampung 0,31 0,33 0,22 0,27
17. Tetelan 0,02 0,00 0,02 0,00
18. Telur ayam ras 4,95 3,18 3,61 2,57
19. Telur itik/telur itik manila 0,12 0,17 0,09 0,14
20. Susu kental manis 0,91 0,33 0,66 0,26
21. Susu bubuk 0,70 0,32 0,51 0,26
22. Bayam 1,01 0,70 0,73 0,57
23. Buncis 0,19 0,15 0,14 0,12
24. Kacang panjang 0,64 0,58 0,47 0,47
25. Tomat 1,98 1,77 1,44 1,43
26. Daun ketela pohon 0,67 1,26 0,49 1,01
27. Nangka muda 0,09 0,12 0,06 0,10
28. Bawang merah 3,67 3,45 2,67 2,79
29. Cabe merah 5,74 4,62 4,18 3,73
30. Cabe rawit 1,18 1,46 0,86 1,18
31. Kacang tanah tanpa kulit 0,13 0,09 0,09 0,07
32. Tahu 1,19 1,05 0,87 0,85
33. Tempe 1,43 0,97 1,04 0,78
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 53
Lanjutan
Jenis Komoditi Share terhadap
GKM (%) Share terhadap
GK (%) Kota Desa Kota Desa
34. Mangga 0,07 0,06 0,05 0.05
35. Salak 0,36 0,43 0,26 0.35
36. Pisang 0,98 1,23 0,71 0.99
37. Pepaya 0,43 0,26 0,32 0.21
38. Minyak kelapa 0,02 0,06 0,02 0.05
39. Kelapa 1,63 2,27 1,19 1.83
40. Gula pasir 4,48 3,96 3,26 3.20
41. Gula merah 0,13 0,08 0,10 0.06
42. Tehbbubuk & tehccelup (sachet) 0,98 0,76 0,72 0.62
43. Kopi bubuk & kopi instan (sachet) 0,57 1,02 0,41 0.82
44. Garam 0,38 0,48 0,27 0.38
45. Kemiri 0,21 0,13 0,15 0.10
46. Terasi/petis 0,16 0,10 0,12 0.08
47. Kerupuk mentah 0,08 0,02 0,05 0.02
48. Mie instan 2,01 1,62 1,47 1.31
49. Roti 2,91 1,97 2,12 1.59
50. Kue kering/biskuit 1,33 0,96 0,97 0.78
51. Kue basah 1,22 1,14 0,89 0.92
52. Rokok kretek filter 13,43 7,54 9,78 6.09
Jumlah 100.00 100,00 72,81 80,73
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
Profil Kemiskinan Sumatera Utara Maret 2016 54
Lampiran 3
Share Basket Non Makanan Terhadap Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) dan Garis Kemiskinan (GK), Maret 2016
Jenis Komoditi
Share terhadap GKNM (%)
Share terhadap GK (%)
Kota Desa Kota Desa
1. Perumahan 24,26 22,48 6,59 4,33 2. Listrik 10,33 6,70 2,81 1,29 3. Air 2,02 0,44 0,55 0,09 4. Minyak tanah 0,70 0,73 0,19 0,14 5. Kayu bakar 0,72 5,10 0,19 0,98
6. Obat nyamuk, korek api, baterai, aki, dsb
1,88 2,38 0,51 0,46
7. Pos dan benda pos 0,49 0,48 0,13 0,09 8. Perlengkapan mandi 5,26 5,66 1,43 1,09 9. Barang kecantikan 2,51 2,61 0,68 0,50 10. Perawatan kulit, muka, kuku, tambut 1,87 2,41 0,51 0,46 11. Sabun cuci 2,25 4,54 0,61 0,88 12. Pendidikan 7,98 9,02 2,17 1,74 13. Kesehatan 2,26 3,10 0,61 0,60 14. Bahan pemeliharaan pakaian 1,27 0,69 0,34 0,13 15. Pemeliharaan kesehatan 0,17 0,05 0,05 0,01 16. Bensin 12,57 10,09 3,42 1,94 17. Angkutan 6,37 4,68 1,73 0,90
18. KTP, SIM, akte kelahiran, foto copy, photo, dsb
0,04 0,07 0,01 0,01
19. Pakaian jadi laki-laki dewasa 3,18 2,85 0,86 0,55 20. Pakaian jadi perempuan dewasa 3,51 3,31 0,95 0,64 21. Pakaian jadi anak-anak 3,56 5,19 0,97 1,00 22. Keperluan menjahit 0,13 0,15 0,04 0,03 23. Alas kaki 1,94 2,37 0,53 0,46 24. Tutup kepala 0,40 0,30 0,11 0,06 25. Handuk, ikat pinggang, dsb 0,17 0,22 0,05 0,04 26. Perlengkapan perabot rumah tangga 0,04 0,11 0,01 0,02 27. Perkakas rumah tangga 0,14 0,31 0,04 0,06 28. Alat-alat dapur/makan 0,15 0,45 0,04 0,09 29. Arloji/jam, kamera, dll 0,00 0,01 0,00 0,00 30. Tas, koper, dsb 0,05 0,09 0,01 0,02 31. Mainan anak dan perbaikannya 0,17 0,11 0,05 0,02 32. Pajak Bumi dan Bangunan 0,43 0,31 0,12 0,06 33. Pajak kendaraan bermotor 2,30 2,26 0,62 0,44 34. Pungutan/retribusi 0,28 0,24 0,08 0,05 35. Perayaan hari raya agama 0,03 0,03 0,01 0,01 36. Upacara agama atau adat lainnnya 0,58 0,46 0,16 0,09
Jumlah 100,00 100,00 27,19 19,27
http:/
/sumut.
bps.g
o.id
http:/
/sumut.
bps.g
o.id