produksi serasah dan laju dekomposisi …

61
PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI Thalassiahemprichii DAN Cymodocea rotundata DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN SKRIPSI KARISKA KRISTIANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2020

Upload: others

Post on 25-Jan-2022

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI

Thalassiahemprichii DAN Cymodocea rotundata DI PERAIRAN

DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG

KABUPATEN BINTAN

SKRIPSI

KARISKA KRISTIANA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2020

Page 2: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

II

PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI Thalassia hemprichii

DAN Cymodocea rotundata DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT

KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN

SKRIPSI

KARISKA KRISTIANA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2020

Page 3: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …
Page 4: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

IV

ABSTRAK

KRISTIANA, KARISKA. Produksi Serasah dan Laju Dekomposisi Thalassia

hemprichii dan Cymodocea rotundata di Perairan Desa Malang Rapat Kecamatan

Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali

Haji. Pembimbing oleh Febrianti Lestari dan Aditya Hikmat Nugraha.

Penelitian mengenai produksi serasah dan laju dekomposisi Thalassia

hemprichii dan Cymodocea rotundata telah dilakukan di Perairan Desa Malang

Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui tutupan jenis T. hemprichii dan C. rotundata, mengetahui produksi

jenis T. hemprichii dan C. rotundata dan mengetahui laju dekomposisi lamun

jenis T. hemprichii dan C. rotundata. Penelitian ini di lakukan dengan metode

purposive sampling. Hasil penelitian tutupan lamun di Perairan Desa Malang

Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan stasiun satu jenis T.

hemprichii dengan tutupan lamun perjenis sebesar 8,51%, sedangkan C. rotundata

8,50%. Jika dilihat dari nilai total tutupan lamun sebesar 39,4% dikategorikan

sedang, stasiun dua tutupan lamun perjenis T. hemprichii berkisar 6,41%,

sedangakan C. rotundata berkisar 5,65% dan total tutupan sebesar 29,49%.

Produksi serasah di Perairan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang

Kabupaten Bintan pada stasiun satu T. hemprichii dan C. rotundata mengalami

kenaikan dibandingkan pada stasiun dua. Laju dekomposisi pada stasiun dua T.

hemprichii dan C. rotundata mengalami laju dekomposisi lebih cepat

dibandingkan stasiun satu.

Kata kunci: Tutupan lamun, Produksi serasah, Laju dekomposisi, Desa Malang

Rapat

Page 5: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

V

ABSTRACT

KRISTIANA, KARISKA. Litter Production and Thalassia hemprichii and

Cymodocea rotundata decomposition rates in the waters of Malang Rapat waters,

Gunung Kijang Subdistrict, Bintan Regency. Aquatic Resources Management

Study Program, Faculty of Marine and Fisheries Sciences, Raja Ali Haji Maritime

University. Supervisors by Febrianti Lestari and Aditya Hikmat Nugraha.

Research on litter production and the rate of decomposition of Thalassia

hemprichii and Cymodocea rotundata has been carried out in the waters of

Malang Village, Gunung Kijang Subdistrict, Bintan Regency. The purpose of this

study was to determine the cover of T. hemprichii and C. rotundata types, to

know the production of T. hemprichii and C. rotundata species and to determine

the rate of decomposition of seagrass species of T. hemprichii and C. rotundata.

This research was conducted with a purposive sampling method. The results of the

study of seagrass cover in the waters of Malang waters, Gunung Kijang

Subdistrict, Bintan Regency, one type T. hemprichii station with seagrass cover of

8.51%, while C. rotundata 8.50%. If seen from the total seagrass cover value of

39.4% is categorized as medium, the station two of seagrass cover types of T.

hemprichii is around 6.41%, while C. rotundata is around 5.65% and total cover

is 29.49%. Litter production in the waters of Malang waters, Gunung Kijang

Subdistrict, Bintan Regency at station T. hemprichii and C. rotundata increased

compared to station two. The decomposition rate at station two T. hemprichii and

C. rotundata experienced a faster rate of decomposition than station one.

Keywords: Seagrass cover, Litter production, Decomposition rate, Malang Rapat

Waters

Page 6: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

VI

© Hak cipta milik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tahun 2020

Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Universitas Maritim Raja Ali Haji, sebagian atau seluruh dalam

bentuk apa pun, fotocopi, microfilm, dan sebagainya.

Page 7: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

VII

PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI Thalassia hemprichii

DAN Cymodocea rotundata DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT

KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN

KARISKA KRISTIANA

NIM 160254242024

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar

Sarjana Perikanan

pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2020

Page 8: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …
Page 9: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

IX

PRAKATA

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat,

rahmat, dan hidayah-nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan

judul “Produksi serasah dan laju dekomposisi Thalassia hemprichii dan

Cymodocea rotundata di Perairan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang

Kabupaten Bintan” ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disampaikan untuk

mendukung salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Jurusan Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim

Raja Ali Haji.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, keluarga,

penasehat akademik ibu Susiana, S.Pi., M.Si dan Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan. Kepada Dr. Febrianti Lestari, S.Si., M.Si, selaku dosen pembimbing

utama dan Aditya Hikmat Nugraha, S.IK., M.Si, selaku dosen pendamping,

Winny Retna Melani, SP., M.Sc, selaku ketua penguji, Susiana, S.Pi., M.Si, dan

Wahyu Muzammil, S.Pi., M.Si, selaku anggota penguji terimakasih juga kepada

semua pihak yang telah membantu proses skripsi ini yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu. Semoga karya ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.

Tanjungpinang, Juli 2020

Kariska Kristiana

Page 10: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

X

RIWAYAT HIDUP

KARISKA KRISTIANA, dilahirkan di Tempapan

Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 31 Juli 1997.

Putri pertama dari dua bersaudara pasangan bapak

Muhdianto dan Ibu Supartin. Penulis menyelesaikan

pendidikan formal pertama di Sekolah Dasar Negeri

(SDN) 006 Pacong Provinsi Kalimantan Barat tahun

2010. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan

Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri

(SMPN) 01 Lembah Bawang Kabupaten Bengkayang

Provinsi Kalimantan Barat dan lulus pada tahun 2013, Kemudian penulis

melanjutkan pendidikan pada Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model

Singkawang Provinsi Kalimantan Barat dan lulus pada tahun 2016. Selanjutnya

pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Perguruan Tinggi

Negeri (PTN) di Kota Tanjungpinang, tepatnya pada Universitas Maritim Raja Ali

Haji (UMRAH) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan melalui jalur tes nasional Seleksi Bersama Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SBMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis mendapatkan kesempatan aktif dalam

mengikuti berbagai seminar dan sejenisnya yang diadakan baik oleh kampus.

Penulis berkesempatan mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan

Manajemen Sumberdaya Perairan (HMJ MSP) menjabat sebagai Comminfo

periode 2017/2018. Penulis kembali tercatat sebagai anggota Coral (Karya Ilmiah)

dilingkungan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Tahun 2018 Universitas

Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) menjadi tuan rumah dalam kegiatan nasional

yaitu Kegiatan Mahasiswa Rehabilitasi Nasional ke-V (KEMAREHABNAS-V)

yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan

Indonesia (HIMASUPERINDO).

Pada tahun 2019 penulis melaksanakan Praktik Lapang di perairan Kampung

Tanjung Keling Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten

Bintan. Selanjutnya penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Pupr 2019

Page 11: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

XI

di Desa Sebong Pereh Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Sebagai salah

satu syarat memperoleh gelar sarjana pada program studi Manajemen Sumberdaya

Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali

Haji (UMRAH), penulis menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul

Produksi Serasah dan Laju Dekomposisi Thalassia hemprichii dan Cymodocea

rotundata di Perairan Desa Malang Rapat Kecamatan gunung Kijang Kabupaten

Bintan.

Page 12: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

XII

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2

1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2

1.5 Kerangka Pikir Penelitian .......................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4

2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 4

2.2 Morfologi Lamun ....................................................................................... 5

2.2.1 Akar ......................................................................................................... 5

2.2.2 Rhizoma atau Batang .............................................................................. 5

2.2.3 Daun ........................................................................................................ 5

2.3 Jenis Lamun ............................................................................................... 6

2.3.1 Thalassia hemprichii ............................................................................... 6

2.3.2 Cymodocea rotundata ............................................................................. 7

2.4 Produksi Serasah ........................................................................................ 7

2.5 Laju Dekomposisi ...................................................................................... 8

2.6 Faktor Lingkungan yang Memengaruhi Pertumbuhan Lamun .................. 9

2.6.1 Parameter Fisika Perairan ....................................................................... 9

2.6.1.1 Suhu...................................................................................................... 9

2.6.1.2 Kecerahan ............................................................................................. 9

2.6.1.3 Substrat ................................................................................................. 9

2.6.1.4 Kedalaman............................................................................................ 9

2.7.1 Parameter Kimia Perairan ....................................................................... 10

2.7.1.1 Derajat Keasaman (pH) ........................................................................ 10

2.7.1.2 Salinitas ................................................................................................ 10

2.7.1.3 Oksigen Terlarut (DO) ......................................................................... 10

2.7.1.4 Nitrat (NO3-N) ...................................................................................... 11

2.7.1.5 Fosfat (PO4-P) ...................................................................................... 11

BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 12

3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 12

3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 12

3.3 Metode Penelitian....................................................................................... 14

3.3.1Metode Pengumpulan Data .................................................................... 14

3.3.2 Penentuan Stasiun dan Titik Sampling ................................................... 14

3.3.3 Pengamatan Tutupan Lamun................................................................... 14

Page 13: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

XIII

3.3.4 Pengamatan Produksi Serasah................................................................. 15

3.3.5 Pengamatan Laju Dekomposisi Serasah Lamun ..................................... 16

3.3.6 Pengukuran Parameter Kualitas Perairan ................................................ 16

3.4 Analisis Data .............................................................................................. 17

3.4.1 Tutupan Lamun ....................................................................................... 17

3.4.2 Produksi Serasah ..................................................................................... 17

3.4.3 Laju Dekomposisi ................................................................................... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 20

4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian ........................................................... 20

4.2 Parameter Lingkungan Perairan ................................................................. 20

4.3 Substrat ....................................................................................................... 24

4.4 Tutupan Lamun .......................................................................................... 24

4.5 Produksi Serasah ........................................................................................ 26

4.6 Laju Dekomposisi ...................................................................................... 28

4.7 Arahan Pengelolaan ................................................................................... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 33

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 33

5.2 Saran ........................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 34

LAMPIRAN ..................................................................................................... 40

Page 14: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

XIV

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................ 3

2. Morfologi Lamun ........................................................................................ 5

3. Thalassia hempricii ..................................................................................... 6

4. Cymodocea rotundata ................................................................................. 7

5. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................. 12

6. Metode Line Transek Kuadran .................................................................... 15

7. Jaring Perangkap Serasah ........................................................................... 16

8. Total Tutupan Lamun .................................................................................. 25

9. Tutupan Lamun Perjenis ............................................................................ 25

10. Produksi Serasah Stasiun 1 ........................................................................ 26

11. Produksi Serasah Stasiun 2 ........................................................................ 27

12. Persen Pengurangan Berat Serasah Lamun Stasiun 1 ................................ 28

13. Persen Pengurangan Berat Serasah Lamun Stasiun 2 ................................ 29

14. Laju Dekomposisi Serasah Lamun Stasiun 1 ............................................. 30

15. Laju Dekomposisi Serasah Lamun Stasiun 2 ............................................. 30

Page 15: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

XV

DAFTAR TABEL

1. Penelitian Terdahulu ……………………………………………………….4

2. Alat dan Bahan .............................................................................................. 13

3. Pengukuran Parameter Kualitas Perairan ...................................................... 16

4. Kategori Tutupan Lamun .............................................................................. 17

5. Paramter Lingkungan Perairan ..................................................................... 21

6. Hasil Pengukuran Tipe Substrat .................................................................... 24

7. Persamaan Peluruhan Daun Lamun di Seluruh Lokasi Penelitian ................ 31

Page 16: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

XVI

DAFTAR LAMPIRAN

1. Foto stasiun satu dan stasiun dua ................................................................ 42

2. Jaring Perangkap Serasah ............................................................................ 42

3. Sampel Serasah............................................................................................ 42

4. Pengamatan Tutupan Lamun ....................................................................... 42

5. Pengukuran Parameter Perairan .................................................................. 43

6. Pengovenan Serasah .................................................................................... 43

7. Pengayakan Substrat.................................................................................... 43

8. Buku Identifikasi Lamun ............................................................................. 44

9. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 ................... 44

10. Perhitungan Produksi Serasah ................................................................... 44

11. Perhitungan Laju Dekomposisi Serasah Lamun ....................................... 45

12. Hasil Perhitungan Tutupan Lamun ........................................................... 45

13. Hasil Perhitungan Parameter Lingkungan Perairan .................................. 45

Page 17: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Desa Malang Rapat merupakan salah satu Desa di Kabupaten Bintan yang

termasuk ke dalam wilayah pesisir. yang memiliki berbagai keanekaragaman

hayati yang sangat tinggi seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang. Perairan

Desa Malang Rapat termasuk ke dalam kawasan konservasi padang lamun yang

ada di Pulau Bintan (BPS Kabupaten Bintan 2015).

Lamun adalah bagian dari ekosistem yang ditemukan dipesisir daerah dan satu

satunya tanaman berbunga yang dapat hidup terendam di air laut. Lamun di

Indonesia ditemukan di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dapat hidup

sampai kedalaman 40 meter. Lamun hidup pada substrat pasir, lumpur berpasir,

terdapat 14 spesies dari 69 spesies ditemukan di dunia (Kawaroe et al., 2016).

Dari 7 spesies hanya 2 spesies sering di temukan di perairan timur Pulau Bintan

yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata,

Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis dan Syringodium

isoetifolium (Supriyadi et al., 2018).

Lamun secara ekologis memiliki fungsi penting pada daerah pesisir, antara lain

sebagai produsen primer pada perairan dangkal, daerah pembesaran, pemijahan

dan juga merupakan sumber makanan penting bagi beberapa jenis organisme

(dalam bentuk detritus), selain itu lamun juga dapat berfungsi sebagai penyedia

nutrien untuk biota, menstabilkan sedimen dasar melalui model perakaran yang

menjalar dan padat (Asmidar, 2015).

Serasah memiliki peran dalam penyedia nutrien, kandungan nutrien yang ada

di perairan dipengaruhi oleh hasil dekomposisi serasah. Serasah akan

terdekomposisi dan menghasilkan bahan organik yang terbawa oleh arus dan

dapat memperkaya ke ekosistem sekitarnya (Hutomo dan Azkab, 1987).

Penelitian yang di lakukan akan mengkaji terkait produksi serasah dan laju

dekomposisi dari lamun jenis T. hemprichii dan C. rotundata karena jenis ini

banyak ditemukan pada setiap lokasi penelitian dibandingkan jenis yang lainnya.

Page 18: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan fungsi dan peranan ekosistem lamun di perairan sebagai produsen

primer yang mana lamun berperan sebagai penyedia nutrien di perairan. sehingga

perlu di lakukannya pemecahan permasalahan di antaranya:

1. Bagaimana tutupan T. hemprichii dan C. rotundata di Perairan Desa Malang

Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan?

2. Bagaimana produksi serasah T. hemprichii dan C. rotundata di Perairan Desa

Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan?

3. Bagaimana laju dekomposisi T. hemprichii dan C. rotundata di Perairan Desa

Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengetahui tutupan T. hemprichii dan C. rotundata di Perairan Desa Malang

Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan.

2. Mengetahui produksi serasah lamun T. hemprichii dan C. rotundata di Perairan

Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan.

3. Mengetahui laju dekomposisi lamun T. hemprichii dan C. rotundata di Perairan

Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari Penelitian ini adalah sebagai berikut:

Sebagai sumber data atau informasi kepada pemerintah daerah Kabupaten

Bintan, masyarakat, akademisi, mahasiswa, terkait pentingnya serasah lamun di

perairan sebagai penyedia nutrien, sehingga perlu di lakukannya pengelolaan

ekosistem lamun di Desa Malang Rapat agar tetap terjaga secara berkelanjutan.

Page 19: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

3

1.5 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pikir Penelitian

Ekosistem padang lamun jenis

T. hemprichii dan C. rotundata

Serasah daun lamun Struktur ekosistem

Tutupan lamun

Faktor abotik

Parameter fisika

1. Suhu

2. Kecerahan

3. Substrat

4. Kedalaman

Parameter kimia

1. pH

2. Salinitas

3. DO

4. Nitrat

5. Fosfat

Produksi serasah

Laju dekomposisi

Perairan Desa Malang Rapat

Nutrien

Daun Lamun jenis T. hemprichii

dan C. rotundata

Arahan

pengelolaan

Page 20: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan

penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan untuk

mendukung penelitian ini. Penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 1.

No Peneliti Kajian Hasil Lokasi

1 Supriadi dan Arifin

(2005)

Dekomposisi

Serasah Daun

Lamun Enhalus

acoroides dan

Thalassia

hemprichii di Pulau

Barranglompo,

Makassar

Dekomposisi

serasah daun

lamun pada

jenis Enhalus

acoroides lebih

tinggi (92,11–

97,78%)

dibanding jenis

Thalassia

hemprichii

(85,32–

85,53%).

Pulau

Barranglompo,

Makassar

2 Roem (2013) Laju Produktifitas

Biomassa Daun

Halodule uninervis

Padang Lamun

Pulau Derawan

Tingkat

produktifitas

daun harian

sebesar 0,32 ±

0,03 gbk m2

hari-1.

Pulau

Derawan

3 Awaliah (2016) Produksi Serasah

dan Laju

Dekomposisi

Enhalus acoroides

dan Cymodocea

rotundata di

Perairan Pulau Pari

Kepulauan Seribu

Produksi

serasah

tertinggi

(0,0239

gbk/ind/m2),

rata-rata laju

dekomposisi E.

acoroides

adalah 3,62%

sedangkan C.

rotundata

Pulau Pari

Kepulauan

Seribu

Page 21: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

5

adalah

3,3%/hari.

2.2 Morfologi lamun

Secara morfologis tumbuhan lamun mempunyai bentuk yang hampir sama,

terdiri atas: akar, batang, dan daun. Daun pada lamun umumnya memanjang,

kecuali jenis Halophila memiliki bentuk daun lonjong (Tuwo, 2011). Untuk

melihat kondisi morfologi lamun secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi lamun (Sjafrie et al., 2018)

2.2.1 Akar

Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antar jenis lamun

yang dapat digunakan dalam kajian taksonomi lamun. Akar pada beberapa jenis

seperti Halophila dan Halodule memiliki karateristik tipis (fragile) seperti rambut,

sedangkan jenis Thalassodendron ciliatum memiliki akar yang kuat dan berkayu

dengan sel epidermal (Tuwo, 2011).

2.2.2 Rhizoma atau Batang

Struktur Rhizoma dan batangnya sangat bervariasi di antara jenis-jenis lamun,

sebagai ikatan pembuluh pada stele. Rhizoma bersama-sama akar, menacapkan

lamun pada substrat. Rhizoma biasanya terkubur di bawah sedimen dan

membentuk jaringan luar. Dengan rhizoma dan akarnya inilah lamun dapat hidup

kokoh didasar laut dan tahan terhadap hempasan gelombang dan arus laut (Kordi,

2011).

2.2.3 Daun

Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem

basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun

Page 22: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

6

memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi

khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi.

Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk

puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Daun lamun terdiri dari dua

bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma

yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang

memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah. Anatomi yang khas dari

daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel

daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga

daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut (Tangke, 2010).

2.3 Jenis Lamun

Jenis lamun yang dijadikan objek penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

2.3.1 Thalassia hemprichii

T. hemprichii memiliki bentuk daun seperti selendang (strap-like) yang tegak

lurus dan penutup penuh oleh sarung daun (leaf sheath). Ujung daun tumpul dan

bergerigi tajam. T. hemprichii memiliki jumlah yang cukup berlimpah dan sering

dominan pada lamun campuran, lebar kisaran vertikal intertidalnya mendekati 25

cm. Daunya bercabang dua, tidak terpisah,berbentuk pita dan bertepi rata dengan

ujung daun membulat serta memiliki akar yang berbuku-buku yang pendek,

(Tristanto et al., 2014). Mirip C. rotundata, tapi rhizoma beruas-ruas dan tebal

garis/bercak coklat pada helaian daun (Hernawan et al., 2017).

Gambar 3. Thalassia hemprichii (Sjafrie et al., 2018)

Kingdom : Plantae

Division : Angiospermae

Class :Liliopsida

Ordo : Hidrocharitales

Family : Hydrocharitaceae

Genus : Thalassia

Species : Thalassia hemprichii

Page 23: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

7

2.3.2 Cymodocea rotundata

C. rotundata memiliki kantong daun yang tertutup penuh dengan daun muda,

kadang-kadang berwarna gelap, daun biasanya muncul dari vertikal stem, ujung

yang halus dan bulat. Bijinya berwarna gelap dengan punggung yang menonjol.

Lamun ini di temukan di sepanjang Indo-Pasifik Barat di daerah tropis, tepi daun

tidak bergerigi Seludang daun menutup sempurna (Sjafrie et al., 2018).

Gambar 4. Cymodocea rotundata (Sjafrie et al., 2018)

Kingdom : Plantae

Division : Angiospermae

Class : Liliopsida

Order : Potamogetonales

Family : Potamogetonaceae

Genus : Cymodocea

Species : Cymodocea rotundata

2.4 Produksi serasah lamun

Produksi serasah adalah guguran struktur vegetatif dan reproduktif dari daun

yang disebabkan oleh faktor ketuaan, kematian serta kerusakan dari keseluruhan

tumbuhan oleh iklim (hujan dan angin) (Irawan, 2017). Serasah lamun yang

dihasilkan berupa daun merupakan serasah yang paling penting peranannya,

karena merupakan sumber nutrisi bagi organisme. Semakin tinggi produksi

serasah maka semakin tinggi pula produktivitas diekosistem padang lamun,

(Supriadi dan Arifin, 2005). Laju produksi ekosistem padang lamun diartikan

sebagai pertambahan biomassa lamun selang waktu tertentu dengan laju

produktivitas, produksi yang didapatkan bisa lebih kecil dari produksi yang

sebenarnya karena tidak memperhitungkan kehilangan serasah dan pengaruh oleh

Page 24: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

8

hewan-hewan herbivora yang memanfaatkan lamun sebagai makanannya (Alelo et

al., 2018).

Ciri biologis diantaranya ukuran daun yang kecil dan buah yang berbentuk

bulat atau panjang seperti Enhalus acoroides Komponen serasah yang lain,

dikarenakan bentuk dan ukuran daun yang panjang sehingga mudah digugurkan

oleh hembusan angin dan terpaan air hujan (Herlina et al., 2014). Serasah dari

daun lamun yang telah putus dari batangnya di sebabakan oleh gelombang atau

bisa juga disebabkan oleh aktivitas manusia, serasah ini kemudian akan di

manfaatkan oleh biota-biota laut, mikroorganisme sebagai makanan atau

mengendap didasar perairan (substrat).

2.5 Laju dekomposisi

Laju dekomposisi merupakan proses penghancuran atau penguraian bahan

organik mati yang di lakukan oleh agen biologi maupun fisika menjadi bahan-

bahan mineral organik, oleh karena itu dekomposisi bahan organik juga sering di

sebut proses mineralisasi. Proses ini merupakan proses mikroba (dekomposer)

dalam memperoleh energi bagi perkembangbiakannya. Adapun faktor-faktor yang

memengaruhi proses dekomposisi bahan organik dari sisi dekomposernya adalah

suhu, salinitas, dan pH. Proses ini sangat besar peranannya dalam rantai makanan

pada ekosistem lamun. Istilah dekomposisi digunakan untuk menerangkan

sejumlah besar proses yang di alami oleh bahan-bahan organik yaitu proses sejak

dari perombakan dan penghancuran bahan organik menjadi partikel-partikel kecil

sehingga menjadi unsur hara yang terlarut hingga tersedia dan dapat di serap oleh

tanaman kembali (Yuwono et al., 2015).

Laju dekomposisi serasah lamun dipengaruhi oleh pasang surut faktor-faktor

ini dapat menentukan cepat atau lambatnya proses dekomposisi berlangsung.

Dekomposisi serasah suatu perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana

oleh mikroorganisme (fungi, bakteri, dan hewan lainnya). Proses dekomposisi

dimulai dari proses penghancur atau fragmentasi atau pemecahan struktur fisik

yang mungkin dilakukan oleh hewan herbivora oleh tumbuhan dan

menyisakannya sebagai bahan organik yang selanjutnya menjadi serasah, dan di

manfaatkan oleh detritus dengan ukuran yang lebih kecil (Awaliah, 2016).

Page 25: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

9

2.6 Faktor Lingkungan yang Memengaruhi Pertumbuhan Lamun

Faktor lingkungan yang memengaruhi distribusi dan pertumbuhan lamun, yaitu:

2.6.1 Parameter Fisika Perairan

2.6.1.1 Suhu

Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme di perairan

khususnya lautan, karena pengaruhnya terhadap aktivitas metabolisme ataupun

perkembangbiakan dari organisme tersebut. Suhu mempengaruhi proses fisiologi

yaitu fotosintesis, laju respirasi, dan pertumbuhan. Lamun dapat tumbuh pada

kisaran 5–35 °C, dan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25–30 °C, sedangkan

pada suhu di atas 45 °C lamun akan mengalami stres dan dapat mengalami

kematian (McKenzie, 2003).

2.6.1.2 Kecerahan

Kecerahan air merupakan ukuran transparansi perairan dan pengukuran cahaya

sinar matahari di dalam air dapat dilakukan dengan menggunakan lempengan atau

kepingan Secchi disk. Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu perairan dengan alat

tersebut adalah satuan meter. Berdasarkan KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004

menyatakan bahwa baku mutu kecerahan perairan untuk ekosistem lamun adalah

> 3 meter.

2.6.1.3 Substrat

Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe substrat, mulai dari lumpur

sampai sedimen dasar yang terdiri dari endapan lumpur halus sebesar 40%.

Kedalaman substrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup

dua hal, yaitu perlindungan tumbuhan dari arus air laut, dan tempat pengelolaan

serta pemasuk nutrien (Asriyana dan Yuliana, 2012).

2.6.1.4 Kedalaman

Tingkat kedalaman suatu perairan dapat membatasi distribusi lamun secara

vertikal. Jenis lamun akan ditemukan berbeda berdasarkan kedalaman perairan

selain itu kedalaman mempunyai hubungan yang erat dengan stratifikasi suhu,

penetrasi cahaya, serta zat-zat hara (Purwati et al., 2014). Lamun hidup pada

daerah perairan dangkal yang masih dapat dijumpai sampai kedalaman 40 meter

dengan penetrasi cahaya yang masih baik. Lamun tumbuh dizona intertidal bawah

dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 meter. semakin dalam suatu

Page 26: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

10

perairan maka semakin sulit ditemukannya lamun, semakin dalam suatu perairan

maka insensitas cahaya matahari untuk menembus dasar perairan menjadi terbatas

dan kondisi ini akan menghambat laju fotosintesis lamun didalam air. Untuk

pengukuran kedalaman digunakan tongkat berskala yang ditancapkan kedalam air

sampai mencapai substrat (Hutomo,1997).

2.7.1 Parameter Kimia Perairan

2.7.1.1 Derajat keasaman (pH)

Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokomiawi perairan, pada kisaran pH

<4,00, sebagian besar tumbuhan akuatik akan mati karena tidak dapat bertoleransi

pada pH rendah (Effendi, 2003). Berdasarkan KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004

amenyatakan bahwa baku mutu pH perairan untuk ekosistem lamun adalah 7–8,5.

2.7.1.2 Salinitas

Berdasarkan KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004 menyatakan bahwa baku mutu

salinitas perairan untuk ekosistem lamun adalah 33–34%. Sedangkan menurut

menjelaskan bahwa lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap

salinitas, namun beberapa lamun dapat hidup pada kisaran 10-40 ‰. Salinitas

merupakan parameter yang penting diukur karena fluktuasinya sangat tinggi.

Fluktuasi alami salinitas di daerah pasang surut dapat disebabkan oleh penguapan

(evaporasi), curah hujan (presipitasi), dan berbagai aktifitas manusia, terutama di

daerah pesisir (Hasanuddin, 2013).

2.7.1.3 Oksigen Terlarut (DO)

Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di

atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air serta

fitoplankton. DO adalah sebagai penentu kondisi biologis dari organisme laut,

yang meliputi kondisi aerobik dan anaerobik. Pada kondisi aerobik, oksigen

berperan dalam mengoksidasi bahan organik dan anorganik dan menghasilkan

nutrient organisme akuatik membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah yang

cukup, namun kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, dan berfariasi

antar organisme (Effendi, 2003). Berdasarkan KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004

menyatakan bahwa baku mutu oksigen terlarut perairan untuk ekosistem lamun

adalah > 5 mg/l.

Page 27: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

11

2.7.1.4 Nitrat (NO3)

Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan

salah satu nutrien senyawa yang penting dalam pertumbuhan lamun. Konsentrasi

nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan

organisme perairan apabila di dukung oleh ketersediaan nutrient. Berdasarkan

baku mutu kandungan nitrat di perairan dalam Keputusan Mentri Negara

Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 untuk biota laut adalah 0,008 mg/l,

(Hamuna et al.,2018). konsentrasi nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l dapat

mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan nutrien) perairan dan

selanjutnya menstrimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat

(blooming) (Effendi, 2003). Ketersediaan nitrat dan fosfat di perairan padang

lamun dapat berperan sebagai faktor pembatas pertumbuhan sehingga efisiensi

daur nutrisi dalam sistemnya akan menjadi sangat penting untuk melihat

produktivitas primer pada padang lamun dan organisme autotrofnnya, kosentrasi

nitrat dan fosfat yang larut dalam perairan pada daerah tropis lebih rendah jika di

bandingkan dengan kosentrasi nutrien yang ada di sedimen dalam substrat

mengandung beberapa unsur zat hara diantaranya nutrien yang berpengaruh dalam

pertumbuhan dan perkembangan lamun (Subiakto et al., 2019).

2.7.1.5 Fosfat (PO4)

Fosfat (PO4) fosfat merupakan salah satu senyawa nutrien yang sangat penting

di laut. Fosfat merupakan zat hara yang di butuhkan untuk proses pertumbuhan,

metabolisme, dan pertumbuhan protein, di perairan laut fosfat berada dalam

bentuk anorganik dan organik terlarut serta particular fosfat. Pengaruh daratan

terhadap masukan fosfat ke perairan tersebut terlihat sangat besar, selain secara

alami sumber fosfat di perairan berasal dari sumber aktivitas manusia seperti

buangan limbah. Senyawa fosfat di perairan berasal dari sumber alami seperti

erosi, tanah, dan pelapukan tumbuhan. Konsentrasi meningkat dengan masuknya

limbah ke perairan yang banyak mengandung fosfat (Hamuna et al.,2018).

Kosentrasi nutrient yang ada di sedimen dalam substrat mengandung beberapa

unsur zat hara diantaranya nutrien yang berpengaruh dalam pertumbuhan dan

perkembangan lamun (Subiakto et al., 2019).

Page 28: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

12

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2020, pengambilan

sampel serta pengukuran parameter dilakukan di Perairan Desa Malang Rapat

Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Analisis laboratorium dilakukan

di Laboratorium Riset Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim

Raja Ali Haji, Senggarang, Kota Tanjungpinang, Analisis sampel nutrien

dianalisis di Laboratorium Lingkungan PT Surveyor Indonesia Kota Batam.

Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta lokasi penelitian (Google earth)

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat di lihat pada Tabel 2

sebagai berikut:

Page 29: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

13

Tabel 2. Alat dan bahan

No Alat dan Bahan Kegunaan

1 Multitester Mengukur DO, pH dan

suhu

2. Hand refractometer Mengukur salinitas

3. Secchi disk Mengukur kecerahan

4. Roll meter Menentukan jarak antar

titik stasiun

5. GPS (Global Positioning

System)

Menentukan titik

koordinat antar stasiun

pengamatan

6. Transek kuadrat (50x50 cm) Mengamati jenis lamun

yang ditemukan

7. Alat Tulis dan Kertas Mencatat hasil

pengamatan

8. Kamera digital Dokumentasi

9. Buku Identifikasi Identifikasi jenis lamun

10. Plastik Sampel Tempat sampel yang

dijumpai

11. Kertas Label Penamaan sampel

12. Aquades Membilas peralatan

13. Botol Sampel Tempat sampel

14. Oven Mengeringkan substrat

dan serasah lamun

15. Timbangan digital Menimbang substrat

16

17

18.

19.

Ayakan bertigkat

Perangkap serasah lamun

Tongkat berskala

Lamun

Pengayakan substrat

Menampung serasah

Mengukur kedalaman

Objek Penelitian

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu

dengan pengamatan langsung dimana pengambilan data menggunakan teknik

Page 30: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

14

purposive sampling. Data primer didapatkan dari observasi langsung di lapangan

berupa identifikasi jenis dan tutupan, serta pengukuran parameter lingkungan

perairan yaitu: suhu, salinitas, pH, kecerahan, DO, kedalaman, nitrat, fosfat dan

substrat.

3.3.2 Penentuan Stasiun dan Titik Sampling

Penelitian ini dilakukan pada Perairan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung

Kijang Kabupaten Bintan. Penentuan titik sampling ditentukan dengan metode

purposive sampling yaitu berdasarkan perbedaan karakteristik dari setiap stasiun

ditemukanya lamun. Stasiun satu terletak di posisi titik koordinat N 01.066020, E

104.379220 memiliki karakteristik perairan yang jernih, terletak di daerah dengan

pengaruh aktivitas wisata pantai, sedangkan pada stasiun dua terletak di posisi

titik koordinat N 01.068060, E 104.376420 dengan karakteristik substrat pasir

putih terletak di daerah dengan pengaruh aktivitas kelong, aktivitas bekarang,

menjaring, memancing, berada di sekitar buangan limbah tambak udang dan

masukan dari air tawar, dengan intensitas karakteristik perairan yang lebih tinggi

dibandingkan stasiun satu.

3.3.3 Pengamatan Tutupan Lamun

Metode yang digunakan untuk menghitung tutupan lamun adalah metode

transek garis, yang umum dipakai dalam pengamatan struktur komunitas padang

lamun. Satu stasiun terdapat tiga transek garis dimana masing-masing transek

garis panjangnya 100 meter jarak antar transek garis 50 m. Transek kuadrat

diletakkan mulai pertama kali ditemukanya lamun. Sepanjang 100 meter ini

pengamatan lamun dilakukan dengan bantuan transek kuadrat berukuran 50x50

cm diletakkan pada titik 0 hingga 100 dengan interval 10 meter. Ilustrasi transek

pengamatan tutupan lamun dapat di lihat pada Gambar 6.

Page 31: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

15

100 m 50 m

Kuadrat

10 m 50 cm

0 m pantai

Gambar 6. Metode line transek kuadran (Rahmawati et al., 2014)

3.3.4 Pengamatan Produksi Serasah

Pengumpulan serasah lamun dilakukan menggunakan perangkap jaring

(serasah). Jaring perangkap serasah dengan berukuran 50 x 50 cm (Gambar 7).

Terdapat tiga perangkap pada tiap stasiun, Dasar perairan dibersihkan terlebih

dahulu dari organisme benthos sebelum dilakukanya pengurungan sampel lamun

yang diambil adalah bagian daun yang melayang maupun yang berada di dasar

substrat (Awaliah, 2016). Serasah yang terapung dan tenggelam dikumpulkan

selama pengamatan yang dilakukan pertujuh hari selama satu bulan. Sampel yang

terkumpul kemudian dimasukkan kedalam kantong sampel untuk dibawa ke

laboratorium. Sampel yang telah diambil dibersihkan untuk menghilangkan epifit

kemudian sampel serasah dikeringkan pada suhu 80℃ selama dua hari mencapai

berat konstan (Faiqoh et al., 2018).

Page 32: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

16

Gambar 7. Jaring Perangkap Serasah (Afdal, 2017)

3.3.5 Pengamatan Laju Dekomposisi Serasah Lamun

Sampel yang telah dikeringkan diambil sebanyak 10 gram di masukkan ke

dalam waring, disimpan pada ekosistem lamun diletakkan selama 1 bulan dengan

waktu pengamatan per 7 hari kemudian diambil diamati bobot keringnya,

(Awaliah, 2016).

3.3.6 Pengukuran Parameter Kualitas Perairan

Parameter perairan yang diukur berupa parameter fisika, kimia, seperti suhu,

kecerahan, kecepatan arus, substrat, kedalaman, pH, salinitas, dan DO. Parameter

kualitas perairan yang di ukur dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengukuran Parameter Kualitas Perairan

No Parameter Alat Keterangan

1 Fisika

Suhu Multitester Insitu

Kecerahan Secchi disk Insitu

Kedalaman

Substrat

Tongkat berskala

Sekop

Insitu

Insitu

2 Kimia

pH Multitester Insitu

Salinitas Hand refractometer Insitu

DO

Nitrat (NO3)

Fosfat (PO4)

Multitester

Spektrofotometer

Spektrofotometer

Insitu

Laboratorium

Laboratorium

Page 33: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

17

3.4 Analisis Data

Analisa data primer adalah dengan pengolahan data menggunakan rumus sebagai

berikut :

3.4.1 Tutupan Lamun

Penutupan jenis merupakan perbandingan antara luas area yang ditutupi oleh

jenis lamun ke-i dengan jumlah total area yang ditutupi lamun. Penutupan jenis

lamun dapat dihitung dengan persamaan (KEPMEN LH No. 200/2004).

C = ⅀(Mi x fi)

⅀f

Keterangan:

C = Presentase penutupan jenis lamun i,

Mi = Presentase titik tengah dari kelas kehadiran jenis lamun i,

fi = frekuensi munculnya kelas penutupan ke -i

f = banyaknya sub petak dimna kehadiran jenis lamun i,

Tabel 4. Kategori Tutupan Lamun.

Kondisi Penutupan (%)

Baik ≥ 60

Sedang

Rusak

30-59,9

≤ 29,9

Sumber: KEPMEN LH No. 200 Tahun 2004.

3.4.2 Produksi Serasah

Produksi serasah dihitung berdasarkan berat serasah yang terapung dan

tenggelam yang berada di dalam kurungan dengan kerapatan yang berbeda pada

setiap 7 hari masa inkubasi (Awaliah 2016).

𝑝 =𝑤

𝐷𝑖

Page 34: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

18

Keterangan:

P = Produksi serasah (gram berat kering (gbk/ind/m2)

w = Berat serasah (gbk)

Di = kerapatan lamun jenis ke – i ( ind)

3.4.3 Laju Dekomposisi

Sampel serasah yang akan didekomposisi terlebih dahulu dibuat sampel standar

untuk mengetahui rasio antara berat kering, berat basah, dan kandungan air

(Awaliah 2016).

r = 𝐵𝐾

𝐵𝐵

Keterangan:

r = rasio berat kering dan berat basah

BK = Berat Kering (gbk)

BB = Berat Basah

k = 100 - (r x 100%)

Keterangan:

k = Kandungan air (%)

r = rasio berat kering dan berat basah

Laju dekomposisi dapat dihitung berdasarkan persen pengurangan berat pada

setiap lamanya inkubasi (Juman 2005).

R = 𝐼𝑊−𝐹𝑊

𝐷

Keterangan:

R = Laju dekomposisi (%)

IW = Berat awal serasah (%)

FW = Berat akhir serasah (%);dan

D = Lama inkubasi (7 hari)

Pendugaan nilai konstanta laju dekomposisi serasah dengan menggunakan rumus

(Ashton et al., 1999).

Page 35: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

19

Xt= X0.e-kt

ln(Xt/X0)= -kt

Keterangan:

Xt = Berat kering serasah setelah waktu pengamatan ke –t (g)

X0 = Berat kering serasah awal (gram)

e = Bilangan logaritma natural (2,72)

k = Konstanta laju dekomposisi serasah

t = Waktu pengamatan (hari)

Page 36: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Perairan Desa Malang Rapat merupakan salah satu wilayah yang termasuk

kedalam wilayah Kabupaten Bintan dengan luas wilayah 771.225 Ha. Desa

Malang Rapat terdiri dari beberapa kampung diantaranya Kampung Sei Angus,

Kampung Alur Pekap, Kampung Pemukiman, Kampung Tanjung Keling,

Kampung Lembah Cahaya, Kampung Pulau Pucung, Kampung Teluk Dalam, dan

Kampung Kampe. (BPS Kabupaten Bintan 2015). Banyaknya jumlah penduduk

yang ada di Desa Malang Rapat sekitar 2.079 jiwa, terletak di RT 01/RW02.

Dengan batas – batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Berakit

Sebelah Selatan : Kecamatan Teluk Bakau

Sebelah Timur : Laut Cina Selatan

Sebelah Barat : Toapaya Utara

Perairan Desa Malang Rapat merupakan perairan landai. Sebagian

memanfaatkan hasil laut berupa kerang untuk memenuhi kebutuhan. Selain itu

wilayah Desa Malang Rapat dijadikan sebagai kawasan wisata sehingga banyak

dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara untuk menikmati keindahan

lautnya. Secara umum perairan Desa Malang Rapat memiliki lingkungan yang

didominasi oleh keberadaan ekosistem lamun, substratnya didominasi pasir

berlumpur.

4.2 Parameter Lingkungan Perairan

Kondisi lingkungan perairan mempengaruhi kehidupan baik secara langsung

maupun tidak langsung. Sejumlah parameter lingkungan perairan sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun. Nilai-nilai parameter lingkungan

perairan menggambarkan kualitas perairan yang dapat mendukung keberadaan

ekosistem lamun. Parameter perairan yang diukur yaitu substrat, suhu, salinitas,

DO, pH, kecerahan, kecepatan arus, kedalaman, nitrat, fosfat dan substrat atau

sedimen hasil pengukuran disajikan didalam Tabel 5.

Page 37: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

21

Tabel 5. Parameter lingkungan perairan

Parameter Satuan Stasiun Baku Mutu*

1 2

Fisika

Suhu ℃ 30,60±0,10 29,87±0,65 28-30

Kecerahan m 100±0 100±0

Kedalaman cm 49,33±7,02 53,33±1,53

Kimia

Salinitas o/oo 32,67±0,58 31,33±1,15 33-34

Derajat

keasaman

(pH)

- 7,5±0,20 8,1±0,40 7-8,5

Oksigen

terlarut (DO)

mg/L 7,73±0,21 7,60±0,20 >5

Nitrat mg/L 0,008±0,002 0,007±0,001 0,008

Fosfat mg/L 0,009±0,003 0,010±0,002 0,015

Sumber : Data primer

*Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004.

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses

kehidupan dan penyebaran organisme, tinggi rendahnya suhu tersebut bisa

disebabkan oleh kedalaman perairan pada tiap lokasi pengambilan sampel juga

menyatakan bahwa semakin dalam suatu perairan maka suhu akan semakin

rendah sedangkan semakin dangkal suatu perairan maka suhunya semakin tinggi,

(Supiyati et al., 2012). Hasil pengukuran suhu perairan pada stasiun satu

didapatkan nilai berkisar 30,60 °C. Stasiun dua diperoleh nilai sebesar 29,87 °C.

Kisaran suhu tersebut merupakan kisaran normal untuk daerah tropis dan masih

dalam rentang toleransi untuk biota laut sesuai standar baku mutu yang ditetapkan

oleh Kementerian Lingkungan Hidup (2004) yakni antara 28-32 °C. sedangkan

untuk fotosintesis lamun membutuhkan suhu optimum antara 25-35°C dan pada

saat cahaya penuh (Salmin 2005).

Hasil yang diperoleh nilai kecerahan yang sangat tinggi yaitu 100 %, berarti

bahwa pada lokasi pengamatan penyinaran sinar masih terjadi sampai 100%.

Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melakukan proses

fotosintesis, distribusi lamun tergantung beberapa faktor, salah satunya adalah

faktor kecerahan (dengan kedalaman < 10 m), (Ati et al., 2016). Kecerahan

Page 38: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

22

tentunya mendukung kelangsungan proses fotosintesis lamun. Nilai kecerahan di

perairan Desa Malang Rapat tergolong baik bagi pertumbuhan lamun, kondisi

kecerahan yang tinggi menguntungkan bagi lamun karena proses fotosintesis

dapat berlangsung secara optimal.

Kedalaman perairan di stasiun satu sebesar 49,33 cm dan pada stasiun dua

sebesar 53,33 cm. Menurut (Ruswahyuni dan Widyorini, 2014), cahaya matahari

dapat tembus kekolom air sampai dasar sehingga proses fotosintesis oleh padang

lamun dapat berlangsung dengan baik. Ke dalaman sangat memengaruhi

kehidupan organisme perairan, ke dalaman suatu perairan sangat erat

hubungannya dengan penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air yang

digunakan oleh tumbuhan berklorofil untuk proses fotosintesis. Tumbuhan tidak

dapat hidup terus menerus tanpa adanya cahaya matahari yang cukup, penyinaran

cahaya matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tinggi ke

dalaman laut, perairan dalam dan jernih proses fotosintesisnya hanya terdapat

sampai kedalaman 200 meter saja.

Salinitas perairan Desa Malang Rapat berkisar antara 32,67‰ pada stasiun satu

sedangkan stasiun dua 31,33‰. Salinitas tertinggi dijumpai pada stasiun satu

sedangkan salinitas terendah dijumpai pada stasiun dua. Data yang diperoleh

dibandingkan dengan baku mutu air laut KEPMEN LH NO. 51 Tahun 2004.

Dimana untuk parameter salinitas berkisar antara 33-34‰. Hal ini masih sesuai

dengan salinitas alami yang dipengaruhi oleh kondisi musiman, salinitas yang

baik terhadap kehidupan lamun berkisar antara 28-35‰, (Poedjirahajoe et al.,

2013). Hasil yang didapat tidak jauh dari baku mutu sehingga parameter salinitas

di Desa Malang Rapat masih dapat dikategorikan baik.

Hasil pengukuran pH di Perairan Desa Malang Rapat pada stasiun satu

memperlihatkan bahwa nilai pH 7,5 sedangkan pada stasiun dua 8,1. Jika

dibandingkan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004

baku mutu yakni antara 7 - 8,5, angka tersebut memenuhi baku mutu Drajat

keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap organisme

perairan sehingga dipergunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruk

suatu perairan. pH yang optimal untuk air laut anatara 7,5-8,5. Kisaran pH yang

baik untuk lamun ialah pada saat pH air laut 7,5-8,5 karena pada saat kondisi pH

Page 39: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

23

berada dikisaran tersebut maka ion yang dibutuhkan oleh lamun untuk fotosintesis

dalam keadaan melimpah (Hoek et al., 2016).

Oksigen terlarut adalah kandungan oksigen yang terlarut dalam perairan yang

merupakan suatu komponen utama bagi metabolisme organisme perairan yang

digunakan untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan lamun (Prabowo dan

Dewi 2015). Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada stasiun satu 7,73 mg/L

sedangkan untuk stasiun dua 7,60 mg/L hal ini menunjukan nilai DO dalam

kondisi yang baik hal tersebut didukung dengan pernyataan Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 bahwa oksigen terlarut (DO) di perairan

yang mendukung untuk biota laut adalah ˃5 mg/L. Oksigen terlarut merupakan

salah satu faktor yang penting dalam kehidupan organisme untuk proses respirasi.

Berdasarkan hasil pengukuran nitrat di perairan Desa Malang Rapat di

dapatkan hasil keseluruhan dari stasiun sebesar 0,007-0,008 mg/L. Bila

dibandingkan dengan Keputusan Menteri Lingkungan hidup No 51 Tahun 2004

tentang baku mutu nitrat untuk biota laut sebesar 0,008 mg/L, kisaran nilai nitrat

pada semua stasiun memenuhi baku mutu atau dapat dikatakan masih mendukung

pertumbuhan lamun. Ketersediaan nitrat di perairan padang lamun dapat berperan

sebagai faktor penting untuk melihat produktivitas primer padang lamun dan

organisme autotrofnya, sumber utama nitrat berasal dari buangan rumah tangga,

pertanian, kotoran hewan dan manusia. Selain itu sumber nitrat di perairan juga

berasal dari limbah yang mengandung senyawa nitrat berupa bahan organik dan

senyawa anorganik seperti pupuk nitrogen dan masukan dari air tawar (Subiakto

et al., 2019).

Pengukuran fosfat di perairan Desa Malang Rapat diperoleh hasil sebesar

0,009-0,010 mg/L dan memenuhi kriteria baku mutu yaitu 0,015 mg/L (KEPMEN

LH. No 51 Tahun 2004). Tinggi rendahnya kadar fosfat di suatu perairan adalah

salah satu indikator untuk menentukan kesuburan suatu perairan. Pengaruh

daratan terhadap masukan fosfat ke perairan tersebut terlihat sangat besar, selain

secara alami sumber fosfat di perairan berasal dari sumber aktivitas manusia

seperti buangan limbah (Meirinawati dan Muchtar, 2017).

Page 40: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

24

4.3 Substrat

Hasil pengukuran klasifikasi tipe substrat yang dilakukan di Laboratorium

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji pada

semua stasiun yaitu di dominasi oleh pasir berlumpur. Hasil pengukuran tipe

substrat di perairan Desa Malang Rapat disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Hasil pengukuran tipe substrat

Stasiun Fraksi

Kerikil % Pasir % Lumpur %

Stasiun 1 0 86,5 13,5

Stasiun 2 0 85,3 14,7

Berdasarkan data pada Tabel 6 menunjukkan tipe substrat di Desa Malang

Rapat. Pada stasiun satu tipe substrat pasir dengan persentase 86,5% sedangkan

lumpur 13,5%, stasiun dua memiliki tipe substrat pasir dengan presentase 85,3%,

sedangkan lumpur 14,7% dimana lokasi tersebut yang merupakan perairan

terbuka menyebabkan pergerakan arus terus menerus sehingga membuat

pengadukan sedimen dapat berlangsung secara maksimal, (Nybakken, 1992)

menyatakan substrat pasir pada umumnya miskin akan organisme, tidak dihuni

oleh kehidupan makroskopik. Pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang

tetap untuk melekat bagi organisme.

4.4 Tutupan Lamun

Berdasarkan hasil persentase tutupan lamun yang ditemukan di lokasi

penelitian di perairan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten

Bintan dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.

Gambar 8. Total tutupan lamun

39,4

29,49

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Stasiun 1 Stasiun 2

Tutu

pan

lam

un (

%)

Stasiun 1

Stasiun 2

Page 41: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

25

Gambar 9. Tutupan lamun perjenis

Berdasarkan nilai total tutupan lamun yang diperoleh pada setiap stasiun dapat

diketahui bahwa kondisi dari setiap stasiun berada dalam kondisi sedang. Menurut

KEPMEN LH NO. 200 Tahun 2004 kategori tutupan lamun ≥ 60 kategori baik,

30-59,9 kategori sedang dan ≤ 29,9 kategori rusak. Pada stasiun satu jenis E.

acoroides sebesar 7,68%, T. hemprichii sebesar 8,51%, C. rotundata sebesar

8,50%, C. serrulata sebesar 8,59%, dan S. isoetifolium sebesar 8,11% sedangkan

pada stasiun dua jenis E. acoroides sebesar 7,35%, T. hemprichii sebesar 6,41%,

C. rotundata sebesar 5,65%, C. serrulata sebesar 4,83%, dan S. isoetifolium

sebesar 5,14%.

Faktor yang memengaruhi tutupan lamun antara lain, kemampuan adaptasinya

terhadap tipe substrat, nutrien, suhu, salinitas, menyebabkan tingginya nilai

penutupan lamun (Takaendengan dan Azkab, 2010). Ketersediaan nutrien di

perairan padang lamun dapat berperan sebagai faktor pembatas pertumbuhan.

Semakin banyaknya aktivitas di sepanjang wilayah pesisir akan menyebabkan

terganggunya lamun, dan tingginya kadar salinitas, suhu dan tipe substrat juga

dapat memengaruhi rendahnya tutupan lamun (Aziizah et al., 2016).

Sebagai perbandingan dari hasil penelitian yang di lakukan di perairan Malang

Rapat Bintan oleh (Adi et al., 2019). Hasil yang diperoleh menunjukan rata-rata

total penutupan lamun dalah 53,77% kategori padat, sedangkan untuk penutupan

rata-rata T. hemprichii 36,30% dan C. rotundata 0,34%. Dominasi jenis T.

hemprichii dan E. acoroides menggambarkan daerah penelitian adalah daerah

7,68 7,35

8,51

6,41

8,50

5,65

8,59

4,83

8,11

5,14

0

2

4

6

8

10

12

Stasiun 1 Stasiun 2

Tutu

pan

lam

un p

erje

nis

(%)

Enhalus acoroides

Thalassia hemprichii

Cymodocea rotundata

Cymodocea serrulata

Syringodium

isoetifolium

Page 42: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

26

yang stabil, kedua jenis tersebut merupakan lamun dengan bentuk yang besar dan

membutuhkan waktu yang lama untuk tumbuh besar (Aziizah et al., 2016).

4.5 Produksi Serasah

Hasil pengamatan produksi serasah lamun pada stasiun satu yang ditemukan di

lokasi penelitian di perairan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang

Kabupaten Bintan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Produksi serasah stasiun 1

Hasil rata-rata pengukuran di lokasi penelitian pada stasiun satu jenis T.

hemprichii pada hari ke-7 sebesar 3,89 gram/m²/hari, hari ke-14 sebesar 4,51

gram/m²/hari, pada hari ke-21 sebesar 4,58 gram/m²/hari dan pada hari ke-28

sebesar 4,68 gram/m²/hari,sedangkan C. rotundata pada hari ke-7 sebesar 1,67

gram/m²/hari, pada hari ke-14 sebesar 2,35 gram/m²/hari, hari ke-21 sebesar 2,65

gram/m²/hari dan pada hari ke-28 sebesar 3,0 gram/m²/hari.

Hasil pengamatan produksi serasah pada stasiun dua di perairan Desa Malang

Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan dapat dilihat pada Gambar

11.

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

5

0 7 14 21 28

Pro

duksi

ser

asah

(gra

m/m

²/har

i)

Hari pengamatan

Thalassia

hemprichii

Cymodocea

rotundata

Page 43: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

27

Gambar 11. Produksi serasah stasiun 2

Pada stasiun dua jenis T. hemprichii pada hari ke-7 sebesar 2,60 gram/m²/hari,

pada hari ke-14 sebesar 2,81 gram/m²/hari, hari ke-21 sebesar 3,01 gram/m²/hari

dan pada hari ke- 28 sebesar 3,14 gram/m²/hari. sedangkan C. rotundata pada hari

ke-7 sebesar 1,50 gram/m²/hari, hari ke-14 sebesar 1,57 gram/m²/hari, hari ke-21

sebesar 1,83gram/m²/hari dan hari ke-28 sebesar 2,2 gram/m²/hari.

Produksi serasah daun lamun dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan

perairan di antaranya ketersediaan nitrat dan fosfat, tipe substrat dan karakteristik

dari jenis lamun, kecerahan dan musim (hujan, kecepatan angin dan gelombang )

(Supriyadi dan Kuriandewa, 2013). Lamun jenis T. hemprichii memiliki ukuran

morfologi daun tebal dan besar serta menyukai tipe substrat pasir berlumpur

sedangkan C. rotundata memiliki morfologi daun tipis, panjang, kecil dan

ramping hidup pada substrat pasir berlumpur. Lamun dengan bentuk ukuran yang

lebih besar akan memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lamun

yang morfologinya kecil. Selain faktor morfologi lamun, produksi lamun juga

dipengaruhi oleh luas area padang lamun (Kiswara, 2010). Pengaruh kecepan

angin dan suhu udara yang tinggi dan penyinaran yang lama dapat menyebabkan

pengguguran daun dalam jumlah yang banyak untuk mencegah transpirasi yang

tinggi (Patty, 2010).

Seiring waktu produksi serasah terus menigkat hal ini sejalan dengan semakin

tinggi tutupan lamun maka semakin tinggi produksi serasah, begitu pula

sebaliknya semakin rendah tutupan lamun maka semakin rendah produksi

serasahnya. Tinggi nilai produktivitas serasah daun lamun ini juga dipengaruhi

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

0 7 14 21 28

Pro

duksi

ser

asah

(gra

m/m

²/har

i

Hari pengamatan

Thalassia hemprichii

Cymodocea rotundata

Page 44: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

28

oleh morfologi serasah daun pada daun tua memiliki produksi serasah lebih besar

dibandingkan serasah daun lamun yang masih muda dan serasah daun setengah

tua yang diduga karena morfologi serta kandungan unsur hara yang berbeda di

setiap jaringan daun (Santoso et al., 2018). Serasah yang mengendap

dimanfaatkan oleh fauna bentik dan partikel-partikel serasah dimanfaatkan oleh

organisme penyaring (filter feeder) (Irawan, 2017).

Sebagai perbandingan dari penelitian (Awaliah 2016), produksi serasah E.

acoroides lebih banyak dibandingkan serasah C. rotundata. Produksi serasah

E.acoroides terbanyak yaitu di Stasiun E2 dengan kerapatan 36 ind/m2 sebesar

0,0239 gbk/ind/m2.

4.6 Laju Dekomposisi

Hasil pengamatan persen pengurangan berat serasah lamun pada stasiun satu

yang ditemukan di lokasi penelitian di perairan Desa Malang Rapat Kecamatan

Gunung Kijang Kabupaten Bintan pada stasiun satu dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Persen pengurangan berat serasah lamun stasiun 1

Berdasarkan hasil pengamatan persen pengurangan berat serasah lamun pada

stasiun satu untuk jenis T. hemprichii pada hari ke-7 sebesar 73,8%, hari ke-14

sebesar 60,6%, hari ke-21 sebesar 57,5% dan hari ke-28 sebesar 46,8%.

sedangkan C. rotundata pada hari ke-7 sebesar 62,0%, hari ke-14 sebesar 59,9%,

hari ke-21 sebesar 55,7% dan untuk hari ke-28 sebesar 46%.

Hasil pengamatan persen pengurangan berat serasah lamun pada stasiun dua di

perairan Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan dapat

dilihat pada Gambar 13.

0

20

40

60

80

100

0 7 14 21 28

Per

sen P

engura

ngan

Ber

at (

%)

Hari pengamatan

Thalassia

hemprichiiCymodocea

rotundata

Page 45: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

29

Gambar 13. Persen pengurangan berat serasah lamun stasiun 2

Hasil pengamatan persen pengurangan berat serasah lamun pada stasiun dua

jenis T. hemprichii pada pengamatan hari ke-7 sebesar 69,5%, pada hari ke-14

sebesar 57,3%, hari ke-21 sebesar 47,6% dan hari ke-28 sebesar 43,2%.

sedangkan C. rotundata pada pengamatan hari ke-7 sebesar 59,7%, hari ke-14

sebesar 48,9%, hari ke-21 sebesar 44,7% dan pada hari ke-28 sebesar 42,4%.

Faktor yang mempengaruhi persen pengurangan berat serasah ini diduga

karena adanya penurunan aktivitas dari bakteri yang terlibat proses dekomposisi,

serasah yang terputus tidak langsung mengalami pelapukan oleh mikroorganisme

tetapi memerlukan bantuan makrozobentos. Makrozobentos berperan sebagai

dekomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah daun menjadi bagian-

bagian kecil yang kemudian dilanjutkan oleh organisme kecil yakni

mikroorganisme (bakteri dan Fungi) yang menguraikan bahan organik menjadi

protein dan karbohidrat (Kaswadji et al., 2012).

Perbandingan dari penelitian (Awaliah 2016), serasah C. rotundata kehilangan

berat mencapai lebih dari 50% dalam waktu 14 hari dan lebih cepat kehilangan

berat dibandingkan E. acoroides.

Laju dekomposisi serasah lamun pada stasiun satu di perairan Desa Malang

Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan dapat dilihat pada Gambar

14.

0

20

40

60

80

100

120

0 7 14 21 28

Per

sen P

engura

ngan

Ber

at

(%)

Hari pengamatan

Thalassia hemprichii

Cymodocea rotundata

Page 46: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

30

Gambar 14. Laju dekomposisi serasah lamun stasiun 1

Hasil laju dekomposisi serasah lamun pada stasiun satu jenis T. hemprichii

dilihat pada hari ke-7sebesar 3,74%/hari, pada hari ke-14 terjadi penurunan

sebesar 2,81%/hari, pada hari ke-21 sebesar 2,02%/hari dan pada hari ke-28

sebesar 1,90%/hari sedangkan C. rotundata pada hari ke-7 sebesar 5,43%/hari,

hari ke-14 sebesar 2,86%/hari, pada hari ke-21 sebesar 2,11%/hari dan hari ke-28

sebesar 1,92%/hari, laju dekomposisi mengalami penurunan setiap harinya.

Hasil pengamatan laju dekomposisi stasiun dua di perairan Desa Malang Rapat

Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Laju dekomposisi serasah lamun stasiun 2

Laju dekomposisi serasah lamun pada stasiun dua jenis T. hemprichii pada hari

ke-7 sebesar 4,35%/hari, hari ke-14 sebesar 3,05%/hari, pada hari ke-21 sebesar

2,49%/hari dan pada hari ke-28 sebesar 2,02%/hari, sedangkan C. rotundata pada

hari ke-7 sebesar 5,75%/hari, pada hari ke-14 sebesar 3,65%/hari, sedangkan pada

hari ke-21 sebesar 2,63%/hari dan untuk hari ke-28 sebesar 2,05%/hari.

Fakto waktu dalam pengukuran dekomposisi serasah daun berpengaruh

terhadap laju penghancuran serasah. Karena faktor waktu berkaitan dengan faktor

0

2

4

6

0 7 14 21 28

Laj

u d

ekom

posi

si

(%/h

ari)

Hari pengamatan

Thalassia hemprichii

Cymodocea

rotundata

0

2

4

6

8

0 7 14 21 28

Laj

u d

eko

mp

osi

si

(%/h

ari)

Hari pengamatan

Thalassia

hemprichii

Cymodocea

rotundata

Page 47: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

31

lingkungan, menurunya bahan organik, mikroorganisme yang berperan dalam

perombakan beberapa zat yang terkandung dalam serasah daun lamun.

Peningkatan suhu dapat merangsang kegiatan metabolisme mikroba untuk

mempercepat lajunya proses dekomposisi akan terdapat suatu peningkatan

didalam laju dekomposisi, (Zamroni dan Rohyani, 2008).

Selanjutnya persamaan peluruhan daun lamun di seluruh stasiun di sajikan

pada Tabel 7.

Tabel 7. Persamaan peluruhan daun lamun di seluruh lokasi penelitian

Stasiun Jenis Persamaan

Peluruhan

R2 K

1

Thalassia

hemprichii

83,979e-0,02x 0,9576 33,527

Cymodocea

rotundata

70,75e-0,014x 0,8786 33,677

2

Thalassia

Hemprichii

80,042e-0,023x 0,9801 34,240

Cymodocea

rotundata

64,113e-0,016x 0,9169 34,411

Berdasarkan nilai R2 mendekati satu artinya bahwa ada korelasi antara jumlah

hari dengan dekomposisi, kemudian dari nilai K ini semakin menguatkan bahwa

C. rotunadata itu lebih cepat dari pada T. hemprichii meskipun selisihnya sangat

sedikit. Pada Stasiun satu nilai R2 jenis T. hemprichii sebesar 0,9576, sedangkan

nilai K sebesar 33,527, nilai R2 jenis C. rotundata sebesar 0,8786, sedangkan nilai

K sebesar 33,677. Stasiun dua nilai R2 jenis T. hemprichii sebesar 0,9801,

sedangkan nilai K sebesar 34,240, nilai R2 jenis C. rotundata sebesar 0,9169,

sedangkan nilai K sebesar 34,411. Seluruh stasiun memiliki laju dekomposisi

yang tidak berbeda jauh, laju dekomposisi memiliki hubungan yang signifikan

dengan suhu, substrat, dan salinitas. Menurut (Dharmawan et al., 2016)

menjelaskan bahwa peluruhan serasah daun didefinisikan sebagai kehilangan

berat akibat beberapa proses fisika-kimia yang disebabkan oleh kondisi

lingkungan.

Faktor yang memengaruhi besarnya laju dekomposisi serasah dilihat dari

ukuran morfologi daunnya, parameter lingkungan perairan seperti pH, suhu,

Page 48: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

32

salinitas, gelombang, kecepatan arus, dan pasang surut. Daun T. hemprichii

mengalami laju dekomposisi yang lebih lambat dibandingkan C. rotundata hal ini

diduga luas permukaan daun yang lebih besar dan tebal, daun lamun yang

memiliki ukuran lebih kecil, tipis akan cepat mengalami dekomposisi

dibandingkan lamun yang memiliki ukuran yang lebih besar (Pratiwi et al., 2017).

Hasil penelitian (Awaliah 2016). laju dekomposisi C. rotundata lebih cepat

dibandingkan E. acoroides dengan laju tertinggi kedua spesies terjadi pada hari

kedua. E. acoroides mengalami laju dekomposisi yang lebih lambat dibandingkan

C. rotundata. Hal ini diduga luas permukaan daun yang lebih tebal, karakteristik

fisik serta komposisi kimia daun.

4.7 Arahan Pengelolaan

Berdasarkan hasil dari laju dekomposisi serasah lamun stasiun dua lebih cepat

sedangkan stasun satu lebih lambat, jenis C. rotundata lebih cepat mengalami

penurunan di bandingkan jenis T. hemprichii lebih lambat terdekomposisi. Laju

dekomposisi menyumbang nutrien ke perairan, sehingga semua ekosistem lamun

perlu dijaga keberdaanya agar tidak mengalami kerusakan dan terus

keberlanjutanya. Tetapi sekarang ekosistem lamun mengalami penurunan atau

berkurang keberadaanya, karena banyaknya aktivitas manusia sehingga

mengakibatkan ekosistem lamun terancam, mengakibatkan biota asosiasi semakin

berkurang seperti di ketahui Desa Malang Rapat merupakan daerah konservasi

bagi ekosistem padang lamun, perlu adanya tindakan rehabilitasi berupa

pembentukan kelembagaan yang mengarah pada stategi pengelolaan, pemantauan

dan pendataan.

Sehingga komunitas lamun terjaga secara tepat dan terpadu dengan penekanan

pada aspek sosial masyarakat, pemangku kepentingan, pemerintah terkait

pentingnya ekosistem lamun agar mengetahui peran lamun bagi perairan, dengan

cara menjaga kebersihan lingkungan perairan seperti tidak membuang sampah ke

laut, tidak membuang limbah ke perairan, Kedepanya perlu pembatasan aktivitas

manusia perlu kajian daya dukung terkait aktivitas manusia atau aktivitas

perikanan yang dapat di lakukan di ekosistem padang lamun yang ada di Desa

Malang Rapat.

Page 49: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

33

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Tutupan lamun perjenis pada stasiun satu T. hemprichii dan C. rotundata lebih

tinggi jika dibandingkan pada stasiun dua. Nilai total tutupan lamun setiap

stasiun dikategorikan sedang.

2. Produksi serasah pada stasiun satu jenis T. hemprichii dan C. rotundata lebih

tinggi dibandingkan pada stasiun dua.

3. Laju dekomposisi stasiun dua jenis T. hemprichii dan C. rotundata lebih cepat

dibandingkan pada stasiun satu.

5.2 Saran

Saran yang dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya di wilayah ini adalah

sebagai berikut:

1. Pada saat pemasangan perangkap serasah terlebih dahulu harus

mengetahui pasang surut air laut, dan mengetahui musim angin agar

memudahkan pada saat pemasangan perangkap.

2. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang timbul dari aktivitas

sekitar yang memberikan ancaman terhadap ekosistem lamun.

3. Mengetahui jenis-jenis lamun yang dapat menggugurkan serasah yang

lebih cepat.

4. Untuk penyempurnaan penelitian ini yaitu perlu dilakukannya penelitian

lebih lanjut mengenai produksi serasah dan laju dekomposisi daun dan

rhizoma untuk semua jenis lamun yang ada di perairan Desa Malang Rapat

sehingga hasil yang di dapatkan dapat maksimal.

Page 50: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

34

DAFTAR PUSTAKA

Adi,W, Nugraha , A.H, Dasmasela, Y.H, Ramli, A, Sondak, C.F.A, Sjafrie,

N.D.M. 2019. Struktur Komunitas Lamun di Malang Rapat Bintan. Jurnal

Enggano. 4(2):148-159.

Afdal. 2017. Potensi Stok Serapan Karbon Di Kawasan Pesisir Sikka,

NusaTenggara Timur. Kegiatan Penelitian. Pusat Penelitian Oseanografi

Lembaga Ilmu Pengetahuan-LIPI. Indonesia.

Alelo, M.L, Kondoy,K.I.F, Moningkey, R.D. 2018. Biomassa Tumbuhan Lamun

Jenis Thalassia hemprichii di Perairan Waleo. Kecamatan Kema Minahasa

Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 6(1):142-148.

Aprisanti, R.A, Mulyadi S,H, Siregar. 2013. Struktur Komunitas Diatom Epilitik

Perairan Sungai Senepelan dan Sungai Sail, Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu

Lingkungan. 7(2): 241 – 252.

Asmidar. 2015. Analisis Hubungan Beberapa Faktor Fisika Oseanografi Dengan

Kerapatan Ekosistem Lamun di Perairan Puntondo Kabupaten Takalar. Jurnal

Octopus, 4(1): 358–364.

Asriyana, Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta.

Asthon, E.C. 1999. Breakdown of Mangrove Leaf Litter in a Managed Mangrove

Forest in Peninnsular Malaysia. In Hydrobiologia 413:77-88.

Ati, R.N.A, Kepel, T.L,Kusumaningtyas, M.A,Hutahean,A.A,Mantiri,D.M.H.

2016. Karakteristik dan Potensi Perairan Sebagai Pendukung Pertumbuhan

Lamun di Perairan Teluk Buyat dan Teluk Ratatotok. Sulawesi Utara. Jurnal

Manusia dan Lingkungan. 23(2):342-348.

Awaliah SM. 2016. Produksi Serasah dan Laju Dekomposisi Enhalus acoroides

dan Cymodocea rotundata di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Fakultas

Ilmu Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Aziizah, N.N. Manuputty, A. Agus, S.B. Siregar,V.P. 2016. Analisis Spasial Luas

Tutupan Lamun di Pulau Tunda Serang, Banten. Jurnal OmniAkuatika.

12(1):73-80.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bintan. Desa Malang Rapat. Kepulauan Riau. 2015.

Binsasi, R. Bria, E.J. 2019. Komposisi Komunitas Padang Lamun di Perairan

Pantai Sukaerlaran. Kabupaten Belu. Jurnal Sains dan Teknologi.11(2):1-7.

Page 51: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

35

Dharmawan, I.W.E, Maddupa, H. H. Zamani, N.P. 2016. Laju Dekomposisi

Serasah Daun di Ekosistem Bakau Pulau Kelong. Kabupaten Bintan. Jurnal

OSEANOLOGI dan LIMNOLOGI di Indonesia.1(1): 1-10.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan.Yogyakarta: Kansius.

Fachrul, M. F., 2007. Metode Sampling Ekologi.Bumi Aksara: Jakarta.

Fahruddin, M.Yulianda, F.,Setyobudiandi, I. 2017. Kerapatan dan Penutupan

Ekosistem Lamun di Pesisir Desa Bahoi. Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu dan

Teknologi Kelautan Tropis. 9(1):375-383.

Faiqoh, E, Santoso, B, Dharma, I.G.B. 2018. Pertumbuhan dan Produktivitas

Daun Lamun Thalassia hemprichii (Ehrenb) Ascherson di Perairan Tanjung

Benoa. Bali. Journal Of Marine And Aquatic Seiences. 4(2):279-285.

Feryatum, F. 2012. Kerapatan dan Distribusi Lamun (Seagrass) Berdasarkan Zona

Kegiatan yang Berbeda di Perairan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu. Journal

Manajemen of Aquatic Resources.1(1):44-50.

Gosari, J.A, Haris A. 2012. Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di

Kepulauan Spermonde. Torani. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 22 (3):

256-162.

Hamuna, B. Tanjung, R.H.R, Maury, H.K, Suwito, Alianto. 2018. Kajian Kualitas

Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia Di

Perairan Distrik Depapre. Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan.16(1):35-43.

Hasanuddin, R. 2013. Hubungan Antara Kerapatan dan Morfometrik Lamun

Enhalus acoroides Dengan Substrat dan Nutrien di Pulau Sarappo Lompo Kab.

Pangkep.Universitas Hasanuddin: Makassar.

Hernawan U.E, Sjafrie N.D.M, Supriyadi I.H, Suyarso, Iswari M.Y, Anggraini K.

Rahmat. 2017. Status Padang Lamaun. Indonesia. Pusat Penelitian

Oseanografi. Puslit Oseanografi - LIPI. Jakarta.

Herlina, R. S., Khairijon., dan Fatonah, S. 2014. Produksi Serasah Berdasarkan

Zonasi Di Kawasan Mangrove Bandar Bakau, Dumai-Riau. Jurnal JOM

FMIPA 1(2):492-499.

Hoek, F, Arfah, A,Mustasim, Ulat, MA, Suruwaky AM, Razak, AD, Hamid,

Muhfizar, 2016. Struktur Komunitas Lamun di Perairan Distrik Sulawati Utara.

Kabupaten Raja Ampat. Jurnal airaha. 5(1):87-94.

Hutomo, H. 1997. Padang Lamun Indonesia Salah Satu Ekosistem Laut Dangkal

Yang Belum Banyak Dikenal. Jurnal Oseanologi-LIPI. Jakarta. Indonesia.

Page 52: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

36

Hutomo M. Azkab. MH. 1987. Peranan Lamun Di Lingkungan Laut Dangkal J

Oseana. Balitbang Biologi Laut. Jurnal Pustlibang Biologi Laut-LIPI. 12(1): 13

– 23.

Irawan A. 2017. Potensi Cadangan dan Serapan Karbon oleh Padang Lamun di

bagian Utara dan Timur Pulau Bintan. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di

Indonesia. 2(3): 35- 48.

Juman R.A. 2005. Biomass. Litterfall and Decomposition Rates for the Fringed

Rhizophora mangle Forest Lining the Bon Accord Lagoon. Tobago. Rev. Biol.

Trop. J. Trop. Biol. 53(1): 207-217.

Kaswadji, R.F, Bengen, D.G, Utomo, M. 2012. Produktivitas Komunitas Lamun

di Pulau Baranglompo Makassar. Jurnal Akuatika. 3(2):159-168.

Kawaroe, M, Nugraha, A.H, Juraij, Tasabaramo, I.A. 2016. Seagrass Biodiversity

At Three Marine Ecoregions of Indonesia:Sunda Shelf, Sulawesi Sea, and

Banda Sea. Jurnal BIODIVERSITAS. 17(2):585-591.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KEPMEN LH. No. 200. Tahun

2004.) Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Stastus Padang

Lamun.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004 ). Baku

Mutu Air Laut Untuk Biota. Jakarta.

Kiswara,W. 2010. Potensi Padang Lamun Sebagai Karbon Rosot dan Penyerapan

Karbon di Pulau Pari, Teluk Jakarta. Jurnal oseanologi dan Limnologi di

Indonesia. 36(3):361-376.

Kordi, K.G. ,2011. Ekosistem Lamun (seagrass) fungsi, potensi

pengelolaan.Rineka Cipta: Jakarta.

Kuo, J. 2007. New Monoecious Seagrass Of Halophila sulawesii

(Hydrocharitaceae) from Indonesia. Aquatic Botany. 87(1):171-175.

Krisye. 2012. Analisis Produksi Serasah dan Laju dekomposisis Berbagai Jenis

Lamun di Perairan Pulau Barrang Lompo. Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanana Universitas Hasanuddin. Makassar.

Manuputty, A. Azizah, NN. Agus, SB. Siregar, VP. 2016. Analisis Spasial

Tutupan Lamun di Pulau Tunda Serang. Banten. 12 (1):73-80.

Meirinawati, H., Muchtar, M. 2017. Fruktuasi Nitrat, Fosfat dan Silikat di

Perairan Pulau Bintan. Jurnal Segera. 13(3):141-148.

Page 53: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

37

McKenzie, L. J., 2003. Guidelines for The Rapid Assessment and Mapping of

Tropical Seagrass Habitats. The State of Queensland.Department of Primary

Industries.

Nadiarti, Riani, E, Djuita, I, Budiharsono, S, Purbayanto, A, Asmus, H. 2012.

Challenging for seagrass Management in Indonesia. journal of Coastal

Development. 15(3):234-242.

Nugraha, Y. Rudi, A. 2015. Teknik Identifikasi Lamun (Seagrass) di Kawasan

Pulau Parang, Karimunjawa Kabupaten Jepara. Jurnal Balai Penelitian dan

Pemulihan Konservasi Sumberdaya. 13(2) 97–100.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis PT. Gramedia.

Jakarta.

Patty,W. 2010. Analisa Produktifitas dan Laju Dekomposisi Serasah Daun

Mangrove di Desa Bahoi, Kabupaten Minahasa utara. Junal Chem. Prog.

3(2):91-95.

Poedjirahajoe, E, Mahayani, B, NPD, Shidarta, R, Salamuddin, M,. 2013. Tutupan

Lamun dan Kondisi Ekosistemnya di Kawasan Pesisir Madasanger Jelenga

Maluku. Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan

Tropis 5(1):36-46.

Purwati, F, Suryanto, A, Minerva, A. 2014. Analisis Hubungan Keberadaan dan

Kelimpahan Lamun Dengan Kualitas Air di Pulau Karimunjawa. Jepara.

Journal of Maquares. 3(3):88-94.

Prabowo, SA, Dewi, NK. 2015. Status Padang Lamun Pantai-Pantai Wisata di

pacitan. Madiun. Jurnal Biogenesis. 3(1):53-59.

Pratiwi TN, Hartati R, Pratikto I. 2017. Biomassa Dan Estimasi Simpanan Karbon

Pada Lamun Di Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Sintok, Kepulauan

Karimunjawa. Jurnal Buletin Oseanografi Marina. 6(1):74–81.

Rahman A.A, Nur A.I, Ramli M. 2016. Studi Laju Pertumbuhan Lamun Enhalus

acoroides di Perairan Pantai Desa Tanjung Tiram Kabupaten Konawa Selatan.

Jurnal Sapa Laut (Ilmu Kelautan) 1(1): 10-16.

Rasyid R, Wildian, Hendrizon Y. 2013. Uji Sensitivitas Sudut Hamburan

Kekeruhan Air Bersih Dari Rancang Bangun Alat Ukur Nephelometer.

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 : 345-348.

Riniatsih, I. 2016. Distribusi Jenis Lamun Dihubungkan Dengan Sebaran Nutrien

Perairan di Padang Lamun Teluk Awur. Jepara. Jurnal Kelautan Tropis.

19(2):101-107.

Page 54: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

38

Roem, M. 2013. Laju Produktifitas Biomassa Daun Halodule uninervis Padang

Lamun. Pulau Derawan. Jurnal Harpodon Borneo 6(2):153-162.

Russell, B.D., Connell, S.D., Uthicke, S., Muehllehner, N., Fabricius, K.E., Hall

Spencer, J,M. 2013. Future Seagrass Beds Can Increased Productivity Lead to

Increased Carbon. Jurnal Marine Pollution Bulletin. 73(2):463-469.

Ruswahyuni, MH,Widyorini, N. 2014. Analisis Laju Sedimentasi di Dearah

Padang Lamun Dengan Tingkat Kerapatan Berbeda di Pulau Panjang Jepara.

Semarang. Jawa Tengah. IPONEGORO JOURNAL of MAQUARES. 3(3):73-

79.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal

Oseana. 30(3):21-26.

Santoso, B. Dharma, I.G.B.S, Faiqoh, E. 2018. Pertumbuhan dan Produktivitas

Daun Lamun Thalassia hemprichii (Ehnrenb) Ascherson di Perairan Tanjung

Benao. Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences. 4(2):278-285.

Subiakto, A.Y, Riniatsih, I, Santoso, G.W.S, Suryono. 2019. Hubungan

Kandungan Nitrat dan Fosfat Dalam Substrat Terhadap Kerapatan Lamun Di

Perairan Pantai Prawean . Jepara. Journal of Marine Research. 8(1):55-61.

Supriadi dan Arifin. 2005. Dekomposisi Serasah Daun Lamun Enhalus acoroides

dan Thalassia hemprichii di Pulau Barranglompo. Makassar. Jurnal Torani.

15(1):59-64.

Supriadi, Kaswadji, R.F,Bengen, D.G, Hutomo, M. 2018. Produktivitas

Komunitas Lamun di Pulau Barranglompo. Makassar. Jurnal Akuatika.

1(2):159-168.

Supiyati, Halauddin, Arianty, G. 2012. Karakteristik dan Kualitas Air di Muara

Sungai Hitam Provinsi Bengkulu dengan Software Som Toolbox 2. Jurnal Ilmu

Fisika Indonesia. 1 (2): 67-73.

Supriyadi, I.H, and Kuriandewa, T.E. 2013. Seagrass Distribution at Small Ialand

Derawan Archipelago, East Kalimantan Province, Indonesia. Jurnal Oseanologi

dan Limnologi. 34(1):83-99.

Sjafrie, N.D.M, Hernawan, U.E, Prayudha, B, Supriyadi, I.H, Iswari, M.Y,

Rahmad, Anggraini, K, Rahmawati, S, Suyarso. 2018. Status Padang Lamun

Indonesia Ver.02. Pusat Penelitian Oseanaografi – LIPI. Jakarta Utara.

Tangke ,U., 2010. Ekosistem padang lamun. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan

Perikanan .Ternate . 3(1): 9-29.

Page 55: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

39

Takaendengan, K. dan Azkab, M.H. 2010. Struktur Komunitas Lamun di Pulau

Talise. Sulawesi Utara. Jurnal Oseanologi Limnologi di Indonesia. 36(1):85-

95.

Tristanto R, Putri MA, Situmorang AP, Suryanti. 2014. Optimalisasi Pemanfaatan

Daun Lamun Thalassia Hempricii Sebagai Sumber Antioksidan Alami. Jurnal

Saintek Perikanan.10(1):26-29.

Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut Brilian Internasional.

Sidoarjo. 412.

Wahyudin, Y, Kusumastanto, T, Adrianto, L, Wardiatno, Y. 2016. Jasa

Ekosistem Lamun Bagi Kesejahteraan Manusia. Jurnal Omni-Akuatika.

12(3):29-46.

Yunitha, A., Yulianda, F., Wardiatno, Y., 2014. Diameter Substrat dan Jenis

Lamun di Pesisir Bahoi. Minahasa Utara. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia

(JIPI). 19(3):130-1355.

Yuwono SB,Andrianto F, Bintoro A, 2015. Produksi dan Laju Dekomposisi

Serasah Mangrove (Rhizophora sp) di Desa Durai Dan Desa Batu Menyam

Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Jurnal Sylva Lestari. 3(1):9-

20.

Zamrony, Y. dan Rohyani, I. 2008. Produksi Serasah Hutan Mangrove di Perairan

Pantai Teluk Sepi. Lombok Barat. Jurnal BIODIPERSITAS. 9(4):284-287.

Page 56: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

40

LAMPIRAN

Page 57: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

41

Lampiran 1. Foto Stasiun satu foto stasiun dua

Lampiran 2. Jaring perangkap serasah

Lampiran 3. Sampel serasah

Lampiran 4. Pengamatan tutupan lamun

Page 58: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

42

Lampiran 5. Pengukuran parameter perairan

Lampiran 6. Pengovenan Serasah

Lampiran 7. Pengayakan substrat

Page 59: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

43

Lampiran 8. Buku identifikasi lamun

Lampiran 4. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut

Lampiran 9. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004

Lampiran 10. Perhitungan Produksi Serasah

minggu jenis stasiun 1 stasiun 2

1 Thalassia hemprichii 3,89 2,60 Cymodocea rotundata 1,67 1,50

2 Thalassia hemprichii 4,51 2,81 Cymodocea rotundata 2,35 1,57

3 Thalassia hemprichii 4,58 3,01 Cymodocea rotundata 2,31 1,83

4 Thalassia hemprichii 4,68 3,14 Cymodocea rotundata 3,0 2,2

Page 60: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

44

Lampiran 11. Perhitungan Laju Dekomposisi Serasah Lamun

Stasiun 1 0 7 14 21 28

Thalassia hemprichii 0 3,74 2,81 2,02 1,90

Cymodocea rotundata 0 5,43 2,86 2,11 1,92

Stasiun 2 0 7 14 21 28

Thalassia hemprichii 0 4,35 3,05 2,49 2,02

Cymodocea rotundata 0 5,75 3,65 2,63 2,05

Lampiran 12. Hasil Perhitungan Penutupan Lamun

Hasil rata-rata perstasiun

Jenis Tutupan lamun (%)

Stasiun 1 Stasiun 2

Enhalus acoroides 7,68 7,35

Thalassia hemprichii 8,51 6,41

Cymodocea rotundata 8,50 5,65

Cymodocea serrulata 8,59 4,83

Syringodium isoetifolium 8,11 5,14

rata-rata 39,4 29,73

Stdev 8,63 4,62

Lampiran 13. Hasil Pengukuran Parameter lingkungan perairan

stasiun 1 stasiun 2

parameter Titik

suhu 1 30,7 29,9

2 30,5 30,5

3 30,6 29,2

rata-rata 30,60 29,87

Stdev 0,10 0,65

salinitas 1 33 30

2 33 32

3 32 32

rata-rata 32,67 31,33

Stdev 0,58 1,15

DO 1 7,9 7,4

Page 61: PRODUKSI SERASAH DAN LAJU DEKOMPOSISI …

45

2 7,8 7,6

3 7,5 7,8

rata-rata 7,73 7,60

Stdev 0,21 0,20

pH 1 7 8,5

2 7,9 7,7

3 7.4 8,0

rata-rata 7,45 8,1

Stdev 0,64 0,40

kecerahan 1 100 100

2 100 100

3 100 100

rata-rata 100 100

Stdev 0 0

kedalaman 1 42 52

2 50 53

3 56 55

rata-rata 49,33 53,33

Stdev 7,02 1,53

Nitrat 1 0,006 0,0011

2 0,009 0,008

3 0,008 0,006

rata-rata 0,008 0,005

stdev 0,002 0,004

fosfat 1 0,009 0,005

2 0,007 0,011

3 0,012 0,008

rata-rata 0,009 0,008

stdev 0,003 0,003