produksi frukto-oligosakarida dari inulin umbi … · belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada...
TRANSCRIPT
PRODUKSI FRUKTO-OLIGOSAKARIDA DARI INULIN
UMBI DAHLIA (Dahlia pinnata) SECARA HIDROLISIS
ENZIMATIK
RENI SUPARWATI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Frukto-
oligosakarida dari Inulin Umbi Dahlia (Dahlia pinnata) secara Hidrolisis
Enzimatik adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Reni Suparwati
NIM F34090066
ABSTRAK
RENI SUPARWATI. Produksi Frukto-oligosakarida dari Inulin Umbi Dahlia
(Dahlia pinnata) secara Hidrolisis Enzimatik. Dibimbing oleh DJUMALI
MANGUNWIDJAJA dan MULYORINI RAHAYUNINGSIH.
Frukto-oligosakarida (FOS) merupakan prebiotik yang dapat diperoleh
dengan menghidrolisis inulin. Tujuan dari penelitian ini yaitu mendapatkan dan
menganalisis kadar inulin, mendapatkan enzim inulinase dan mengukur nilai
aktivitas enzimnya, serta mendapatkan FOS dan karakterisasinya. Penelitian ini
dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan meliputi analisis proksimat bahan (umbi dahlia, gembili,
bonggol pisang, dan turubuk), ekstraksi tepung inulin, pengujian kadar inulin,
produksi enzim inulinase kasar dan pengujian aktivitas enzimnya. Penelitian
utama meliputi proses hidrolisis tepung inulin menjadi FOS menggunakan enzim
inulinase komersial (dosis 1; 2; 3; 5; 7,5; dan 10 U/g) dan inulinase kasar (dosis 1;
2; dan 3 U/g) selama 24 jam serta pengujian karakteristik FOS. Hasil rendemen
tepung inulin tertinggi didapatkan dari umbi dahlia sebesar 48,20% dengan kadar
inulin 80,09%. Nilai aktivitas enzim inulinase inulinase kasar yang dihasilkan
sebesar 0,76 U/ml. Pada hidrolisis inulin menggunakan inulinase komersial rata-
rata produk yang terbentuk sebagian besar adalah fruktosa. Pada hidrolisis inulin
menggunakan inulinase kasar rata-rata produk yang terbentuk sebagian besar
adalah FOS.
Kata kunci: FOS, inulin, inulinase, hidrolisis enzimatik
ABSTRACT
RENI SUPARWATI. Production of Fructo-oligosaccharide from Dahlia Tuber
(Dahlia pinnata) Inulin by Enzymatic Hydrolysis. Supervised by DJUMALI
MANGUNWIDJAJA and MULYORINI RAHAYUNINGSIH.
Fructo-oligosaccharide (FOS) is a prebiotic which can be obtained by inulin
enzymatically hydrolyzed. The purpose of this research are extracting and
analyzing the levels of inulin, producing inulinase enzyme and measuring the
value of enzyme activity, and producing and characterizing FOS. This study was
conducted in two stages, preliminary researches and primary researches.
Preliminary researches include proximate analysis (dahlia tuber, gembili, banana
weevil, and turubuk), producing inulin, inulin assays, producing inulinase
enzymes, and enzyme activity assays. Primary researches include inulin
hydrolysis using commercial (dossage 1; 2; 5; 7,5; and 10 U/g) and raw inulinase
(dossage 1; 2; and 3 U/g) for 24 hours and characterize of this product. The
highest yield of inulin powder obtained from dahlia tubers at 48,20% with 80,09%
content of inulin. The enzyme activity of raw inulinase is 0,76 U/ml. Product
formed by commercial inulinase mostly fructose, meanwhile raw inulinase mostly
produced FOS.
Keywords: FOS, inulin, inulinase, enzimatic hydrolysis
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
PRODUKSI FRUKTO-OLIGOSAKARIDA DARI INULIN
UMBI DAHLIA (Dahlia pinnata) SECARA HIDROLISIS
ENZIMATIK
RENI SUPARWATI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Produksi Frukto-oligosakarida dari Inulin Umbi Dahlia (Dahlia
pinnata) secara Hidrolisis Enzimatik
Nama : Reni Suparwati
NIM : F34090066
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA
Pembimbing I
Dr Ir Mulyorini Rahayuningsih, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
---
Judul Skripsi: Produksi Frukto-oligosakarida dari Inulin Umbi Dahlia (Dahlia pinnata) secara Hidrolisis Enzimatik
Nama : Reni Suparwati NIM : F34090066
Disetujui oleh
.
Prof Dr jumali Mangunwidjaja, DEA sih MS Pembimbing I
l)
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah sakarida, dengan
judul Produksi Frukto-oligosakarida dari Inulin Umbi Dahlia (Dahlia pinnata)
secara Hidrolisis Enzimatik.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA dan Dr Ir Mulyorini
Rahayuningsih, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan support
nya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Ir Ade Iskandar, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran
bagi perbaikan skripsi ini.
3. Ayahanda Suroto, Ibunda Warminah, Mas Arifin, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
4. Laboran TIN yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.
5. Keluarga besar TIN 46 atas bantuan, masukan, semangat, dan
kebersamaannya dari awal semester 3 hingga penulis menyelesaikan
studinya.
6. Teman-teman Pondok JAIKA yang selalu menemani dan memberikan
dukungan kepada penulis.
7. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi
ini menjadi lebih baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Januari 2014
Reni Suparwati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 3
Bahan 3
Alat 3
Metode Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Penelitian Pendahuluan 5
Penelitian Utama 10
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 20
RIWAYAT HIDUP 27
DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia umbi dahlia, gembili, turubuk, dan bonggol
pisang 6
2 Komposisi kimia umbi gembili dan umbi dahlia 6
3 Rendemen tepung inulin dan kadar inulin 8
4 Derajat konversi inulin menjadi FOS 11
5 Analisis statistik produk hidrolisat inulin 17
DAFTAR GAMBAR
1 Pola pemutusan ikatan inulin oleh inulinase 9
2 Hubungan dosis enzim inulinase komersial dan waktu hidrolisis
terhadap sisa kadar inulin dalam FOS 12
3 Hubungan dosis enzim inulinase kasar dan waktu hidrolisis
terhadap sisa kadar inulin dalam FOS 12
4 Hubungan dosis enzim inulinase komersial dan waktu hidrolisis
terhadap nilai gula pereduksi 14
5 Hubungan dosis enzim inulinase kasar dan waktu hidrolisis
terhadap nilai gula pereduksi 14
6 Hubungan dosis enzim inulinase komersial dan waktu hidrolisis
terhadap nilai total gula 15
7 Hubungan dosis enzim inulinase kasar dan waktu hidrolisis
terhadap nilai total gula 15
8 Hubungan dosis enzim inulinase komersial dan waktu hidrolisis
terhadap derajat polimerisasi 16
9 Hubungan dosis enzim inulinase kasar dan waktu hidrolisis
terhadap derajat polimerisasi 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tata cara analisis proksimat bahan baku 20
2 Tata cara pengujian kadar inulin 21
3 Tata cara pengujian aktivitas enzim inulinase 22
4 Tata cara pengujian produk hidrolisat inulin 22
5 Hasil perhitungan rendemen dan kadar inulin tepung inulin 24
6 Analisis statistik karakterisasi FOS 24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan prebiotik saat ini semakin meningkat. Prebiotik yaitu
makanan yang tidak dapat dicerna oleh usus namun dapat menstimulasi
pertumbuhan atau aktivitas bakteri tertentu dalam kolon manusia. Prebiotik dapat
diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya adalah frukto-oligosakarida (FOS),
yaitu campuran oligosakarida yang terdiri dari unit-unit fruktosa dengan ikatan
rantai β-2,1 dan memiliki jumlah unit fruktosa penyusun antara dua sampai
sembilan unit. Komponen FOS hanya dapat dicerna sebagian saja oleh manusia.
Bagian lain yang tidak dapat dicerna dijadikan sebagai sumber makanan oleh
bakteri yang menguntungkan seperti spesies Bifidobacteria dan Lactobacillus
yang mampu mencegah infeksi pada sistem pencernaan. Manfaat tersebut
membuat FOS menjadi produk prebiotik yang cukup populer.
Produksi FOS di industri biasanya menggunakan substrat sukrosa yang
dikultivasi menggunakan fruktosiltransferase, namun penggunaan cara tersebut
masih menghasilkan inhibitor yaitu glukosa yang terbentuk dari proses kultivasi.
Oleh karena itu perlu penambahan glukosa oksidase untuk menghilangkan
glukosa dari produk FOS, hal ini menjadi salah satu kelemahan dalam proses
tersebut (Sirisansaneeyakul et al. 2000). Salah satu alternatif untuk memperoleh
FOS dapat dilakukan dengan cara menghidrolisis inulin karena FOS merupakan
produk antara dari inulin dan fruktosa. Hidrolisis inulin menjadi FOS dapat
dilakukan menggunakan dua metode yaitu hidrolisis secara asam dan enzimatik.
Hidrolisis secara enzimatik lebih baik dibandingkan hidrolisis secara asam karena
dapat memutus secara spesifik rantai ikatan dalam inulin sehingga produk FOS
yang dihasilkan lebih murni. Enzim yang digunakan dalam menghidrolisis inulin
menjadi FOS yaitu enzim inulinase yang memiliki pola aksi dalam atau disebut
endo enzim (Singh dan Singh 2010).
Produksi inulin komersial dunia selama ini diperoleh dari tumbuhan
Jerusalem artichoke dan akar chichori, sementara di Indonesia inulin diperoleh
dari umbi dahlia, padahal masih banyak lagi tumbuhan di Indonesia yang
berpotensi mengandung inulin. Selain umbi dahlia, inulin diduga dapat diperoleh
dari gembili, bonggol pisang, dan turubuk. Gembili mengandung inulin cukup
tinggi, menurut penelitian yang dilakukan oleh Winarti et al. (2011), dari
beberapa jenis uwi yang diteliti, gembili mengandung inulin dalam jumlah yang
paling besar yaitu 14,77%. Bonggol pisang merupakan salah satu limbah yang
mengandung karbohidrat dalam jumlah yang tinggi. Bonggol pisang juga diduga
mengandung inulin, oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai kadar inulin
yang terdapat pada bonggol pisang. Turubuk merupakan salah satu tanaman yang
dijadikan sayur oleh masyarakat di daerah sunda. Turubuk merupakan salah satu
kerabat dari tebu, tidak heran jika sayuran ini memiliki rasa yang manis. Inulin
diduga dapat ditemukan di dalam sayuran ini. Dari keempat bahan tersebut yakni
umbi dahlia, gembili, bonggol pisang, dan turubuk akan dipilih satu bahan yang memiliki kadar inulin tertinggi kemudian dijadikan sebagai bahan baku dalam
produksi FOS.
2
Perumusan Masalah
Salah satu alternatif untuk mendapatkan FOS dapat dilakukan dengan
menghidrolisis inulin karena FOS merupakan produk antara inulin dan fruktosa.
Berbagai sumber potensial dapat diteliti mengenai kandungan inulinnya. Umbi
dahlia dan gembili sudah terbukti mengandung inulin, sementara itu turubuk dan
bonggol pisang juga diduga mengandung inulin.
FOS yang dihasilkan dari inulin dapat diperoleh dengan dua macam cara
hidrolisis yaitu hidrolisis asam dan enzimatik. Hidrolisis enzimatik menggunakan
inulinase diharapkan dapat membentuk FOS dengan hasil yang lebih murni karena
dapat memutus secara spesifik rantai ikatan dalam inulin. Dua faktor yang diduga
berpengaruh terhadap hidrolisis ini yaitu dosis enzim dan waktu hidrolisis. Enzim
inulinase tentunya akan bekerja optimal pada dosis dan waktu tertentu.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan dan menganalisis kadar inulin yang terdapat pada umbi dahlia,
gembili, bonggol pisang, dan turubuk.
2. Mendapatkan enzim inulinase kasar dari kapang Aspergillus niger dan
menguji aktivitas enzim tersebut.
3. Mendapatkan FOS dari inulin umbi dahlia secara hidrolisis enzimatik dan
mengetahui pengaruh dosis enzim inulinase kasar dan komersial serta waktu
hidrolisis terhadap kinerja hidrolisis inulin.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan pengetahuan baru mengenai
kandungan inulin yang diduga ada pada turubuk dan bonggol pisang, serta
memberikan gambaran mengenai produksi FOS dari inulin menggunakan
inulinase.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi
1. Karakterisasi bahan baku yang meliputi uji proksimat.
2. Ekstraksi tepung inulin dari umbi dahlia, gembili, bonggol pisang, dan
turubuk, serta pengujian kadar inulin pada tepung inulin.
3. Produksi enzim inulinase kasar serta pengujian aktivitas enzim.
4. Produksi FOS dari inulin umbi dahlia menggunakan inulinase kasar dan
inulinase komersial, serta karakterisasi FOS yang meliputi uji gula
pereduksi, total gula, derajat polimerisasi, dan sisa inulin yang terdapat pada
FOS.
3
METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi inulin yaitu umbi dahlia,
gembili, bonggol pisang, turubuk, dan etanol. Bahan-bahan untuk produksi enzim
inulinase kasar yaitu kultur stok Aspergillus niger yang didapat dari Laboratorium
Bioindustri Teknologi Industri Pertanian IPB, medium potato dextrose agar
(PDA), inulin komersial dari akar chicori, larutan garam, dan mikronutrien. Untuk
produksi FOS digunakan enzim inulinase komersial dan enzim inulinase kasar.
Untuk analisis kadar inulin digunakan sistein 1,5% dan karbazol 0,12%, serta
bahan kimia lain digunakan untuk analisis.
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, mikropipet, peralatan
pengecilan ukuran, spektrofotometer, dan waterbath.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi karakterisasi komposisi kimia
bahan baku, ekstraksi tepung inulin, dan produksi enzim inulinase kasar.
Penelitian utama meliputi hidrolisis inulin menjadi FOS, analisis kimia produk
hidrolisat inulin, dan analisis statistik produk hidrolisat inulin.
Penelitian pendahuluan
a. Karakterisasi komposisi kimia bahan baku
Karakterisasi komposisi kimia bahan baku umbi dahlia, gembili, bonggol
pisang, dan turubuk meliputi analisis proksimat yang mencakup kadar air, kadar
abu, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Tata
cara analisis proksimat menggunakan metode AOAC (1995) yang disajikan dalam
Lampiran 1.
b. Ekstraksi tepung inulin
Ekstraksi tepung inulin dari umbi dahlia, bonggol pisang, dan turubuk
dilakukan berdasarkan metode yang dilakukan oleh Susdiana (1997). Bahan
sebelum diolah dilakukan penimbangan bobot terlebih dahulu. Bahan selanjutnya
dibersihkan dari kotoran yang menempel pada kulitnya kemudian diparut
menggunakan mesin pemarut. Hasil parutan ditambahkan air dengan
perbandingan antara air dengan parutan sebesar 2:1. Campuran kemudian
dipanaskan hingga suhu mencapai 80-90 oC selama kurang lebih 30 menit. Setelah
itu, pemanasan dihentikan dan didinginkan. Selanjutnya dilakukan penyaringan
dengan menggunakan kain saring untuk diambil filtratnya. Filtrat yang dihasilkan
diukur volumenya, kemudian ditambahkan etanol sebesar 40% dari volume filtrat.
Larutan disimpan dalam freezer yang bersuhu ± -10 o
C selama 18 jam sampai
4
diperoleh endapan. Endapan yang tersaring dikeringkan menggunakan panas
matahari atau mesin pengering sampai bobotnya konstan.
Tepung inulin gembili juga diekstrak menggunakan metode yang dilakukan
Susdiana (1997) namun dengan dilakukan modifikasi. Gembili dikeringkan
terlebih dahulu dan dibuat menjadi tepung gembili sebelum diekstrak menjadi
tepung inulin. Selanjutnya gembili tidak dipanaskan selama 30 menit, melainkan
dilarutkan dalam air panas selama 30 menit. Hal ini dikarenakan gembili memiliki
getah yang sangat banyak sehingga pada saat mengalami pengecilan ukuran
dengan cara diparut, gembili akan menjadi sangat lengket seperti lem, dan ketika
dipanaskan akan langsung tergelatinisasi. Selanjutnya dilakukan penyaringan
dengan menggunakan kain saring untuk diambil filtratnya. Filtrat yang dihasilkan
diukur volumenya, kemudian ditambahkan etanol sebesar 40% dari volume filtrat.
Larutan disimpan dalam freezer yang bersuhu ± -10 o
C selama ± 18 jam sampai
diperoleh endapan. Endapan yang tersaring dikeringkan menggunakan panas
matahari atau mesin pengering sampai bobotnya konstan.
Hasil yang diperoleh dari pengeringan berupa tepung inulin. Rendemen
dihitung berdasarkan persentase berat tepung inulin yang dihasilkan terhadap
berat awal bahan baku dalam basis kering.
n n rat t n in in
rat a a a an a a i rin
Setelah diperoleh tepung inulin dari umbi dahlia, gembili, turubuk, dan
bonggol pisang, selanjutnya dilakukan pengujian kadar inulin. Kadar inulin diuji
menggunakan metode sistein-karbazol yang disajikan pada Lampiran 2. Bahan
yang mengandung kadar inulin tertinggi akan digunakan dalam penelitian utama
untuk mendapatkan FOS.
c. Produksi enzim inulinase kasar
Tata cara produksi enzim inulinase kasar didasarkan pada metode yang
dilakukan oleh Setiawan (2005). Langkah produksi enzim inulinase kasar terdiri
dari tiga tahap yaitu penyegaran isolat, propagasi, dan kultivasi. Untuk
penyegaran isolat digunakan media agar miring yang berisi potato dextrose agar
(PDA). Pada tahap propagasi, biakan segar yang berumur 5 hari disuspensikan
dalam 10 ml garam fisiologis. Suspensi spora kemudian diinokulasikan dalam
media fermentasi steril inulin 2% (v/v). Selanjutnya dilakukan proses kultivasi
yaitu produksi enzim inulinase menggunakan erlenmeyer dalam waterbath shaker
selama 84 jam pada suhu 37 oC. Selanjutnya dilakukan penyaringan menggunakan
corong buchner yang berisi kertas saring Whatman 41 untuk memisahkan produk
dengan substrat yang belum terhidrolisis. Enzim kasar yang diperoleh kemudian
diuji aktivitas enzimnya menggunakan tata cara yang disajikan pada Lampiran 3.
Penelitian utama
a. Hidrolisis inulin menjadi FOS
Proses produksi FOS dilakukan dengan menghidrolisis tepung inulin
menggunakan enzim inulinase kasar yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan
dan enzim inulinase komersial. Proses hidrolisis ini didasarkan pada metode yang
dilakukan Singh dan Singh (2010). Substrat (inulin) 5% (w/v) dengan nilai pH 6
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan enzim inulinase komersial
5
dengan dosis 1; 2; 3; 5; 7,5; dan 10 U/g, dan inulinase kasar dengan dosis enzim 1,
2, dan 3 U/g. Hidrolisis dilakukan dalam waktu 24 jam pada 3 titik waktu
hidrolisis (0,25; 12; dan 24 jam) dalam waterbath pada suhu 45 oC. Setiap
erlenmeyer berisi 20 ml substrat inulin dan enzim inulinase pada masing-masing
dosis dan diambil pada satu titik waktu hidrolisis. Selama proses hidrolisis
dilakukan pengambilan produk pada jam ke-0,25; 12; dan 24. Produk yang telah
diambil langsung dilakukan pemucatan yaitu menambahkan arang aktif 1,5%
(w/v) kemudian dipanaskan pada suhu 80-90°C selama 15 menit. Contoh
selanjutnya disaring menggunakan kertas saring. Pemucatan secara langsung ini
dimaksudkan untuk menginaktifkan enzim yang mungkin terikut pada produk.
a n i an ita a an i n i (
U
) a trat
a ti ita n i U
Jumlah FOS yang dihasilkan dapat dihitung dari kadar inulin awal dikurangi
sisa kadar inulin yang ada pada produk akhir hidrolisis. Jumlah FOS ini
digunakan untuk mengetahui derajat konversi proses hidrolisis. Tata cara
pengujian sisa kadar inulin yang masih terdapat dalam FOS disajikan pada
Lampiran 2.
b. Analisis kimia produk hidrolisat inulin Produk yang dihasilkan dari hidrolisis inulin kemudian dilakukan pengujian
yang meliputi nilai gula pereduksi dengan menggunakan metode DNS, kadar total
gula dengan metode fenol, dan nilai derajat polimerisasi. Tata cara analisis
selengkapnya disajikan pada Lampiran 4.
Data yang diperoleh dari dua kali pengulangan diambil nilai rata-ratanya.
Selanjutnya dilakukan plot data dalam grafik pada masing-masing uji (gula
pereduksi, total gula, dan derajat polimerisasi) di dalam produk terhadap waktu
hidrolisis pada masing-masing dosis enzim.
c. Analisis statistik produk hidrolisat inulin
Analisis statistik produk hidrolisat inulin dilakukan menggunakan software
SPSS 16.0 untuk mengetahui pengaruh dosis enzim pada hidrolisis inulin.
Analisis statistik ini dilakukan pada gula pereduksi, total gula, nilai derajat
polimerisasi, serta inulin sisa dalam produk hidrolisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan
Karakterisasi komposisi kimia bahan baku
Bahan baku umbi dahlia, gembili, turubuk, dan bonggol pisang dianalisis
kandungannya menggunakan uji proksimat yang didasarkan pada metode AOAC
6
(1995). Tata cara selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Hasil pengujian
proksimat bahan-bahan tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia umbi dahlia, gembili, turubuk, dan bonggol pisanga
Bahan
Air
(%)
Abu(%) Lemak
(%)
Serat
kasar
(%)
Protein
(%)
Karbohidrat
(%)b
Umbi dahlia 79,90 3,83 1,39 8,06 5,92 80,80
Gembili 75,98 3,91 0,17 1,00 3,71 91,22
Turubuk 90,20 16,94 4,18 10,92 61,02 6,94
Bonggol pisang 91,22 11,62 1,48 19,59 35,08 32,23 aBasis kering
bBy difference
Umbi dahlia merupakan cadangan makanan pada tanaman dahlia yang
tersimpan pada akarnya. Menurut Vandamme dan Derycke (1983), umbi dahlia
banyak mengandung inulin. Umbi akar dahlia mengandung 80% air dan 20%
padatan. Padatan ini tersusun oleh kira-kira 85% gula jenis inulin dan bahan
berselulosa. Pada Tabel 2 disajikan komposisi kimia umbi dahlia. Kadar serat dan
abu penelitian lebih tinggi dibandingkan pustaka yang disebutkan Saryono et al
(1998). Kadar karbohidrat, lemak, dan protein nilainya masih dalam rentang yang
disebutkan dalam pustaka.
Gembili merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang tumbuh di Asia.
Komposisi kimia terbesar pada gembili adalah air kemudian karbohidrat.
Karbohidrat pada gembili tersusun atas gula, amilosa, dan amilopektin. Komposisi
gula tersusun atas glukosa, fruktosa, dan sukrosa sehingga menyebabkan rasa
manis. Produk gembili umumnya memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga
baik di konsumsi penderita diabetes. Menurut Muchtadi dkk (2010), komposisi
kimia umbi gembili disajikan dalam Tabel 2. Secara umum nilai analisis
proksimat gembili yang dilakukan dalam penelitian ini hampir sama dengan
pustaka yang disebutkan Muchtadi et al (2010).
Tabel 2 Komposisi kimia umbi gembili dan umbi dahliaa
Komposisi Umbi dahlia Gembili
Pustaka (%)b Hasil Penelitian
(%)
Pustaka (%)c Hasil Penelitian
(%)
Air 78,88-90,70 79,90 70,00-80,00 75,98
Karbohidrat 76,80-82,80 80,80 83,33-125,00 91,22
Protein 3,90-5,70 5,92 4,30-8,00 3,71
Lemak 0,50-1,00 1,39 0,30-1,50 0,17
Abu 0,20-0,40 3,83 1,67-6,00 3,91
Serat kasar 3,30-5,40 8,06 1,67-6,00 1,00 aBasis kering
bSumber: Saryono et al. 1998
cSumber: Muchtadi et al. 2010
Bonggol pisang merupakan batang sejati dari tanaman pisang. Batang ini
ditutupi dengan berkas sisik daun yang rapat. Bonggol pisang terbagi menjadi dua
bagian yaitu bagian silinder pusat dan bagian korteks. Pertemuan antara dua
bagian ini ditandai dengan berkas vaskuler yang terorientasi secara longitudinal
7
dalam konsentrasi tinggi (Simmonds 1966). Menurut Munadjim (1983), bonggol
pisang basah mengandung kurang lebih 11% pati.
Turubuk (Saccharum edule Hassk) atau terubuk merupakan salah satu jenis
tanaman yang dijadikan sayuran oleh masyarakat terutama di daerah Jawa Barat.
Turubuk merupakan salah satu kerabat dari tebu, oleh karena itu tidak heran jika
turubuk memiliki rasa manis.
Hasil pengujian proksimat untuk kadar air terbesar adalah bonggol pisang
dan turubuk. Turubuk juga memiliki kadar air yang tinggi, hal tersebut
ditunjukkan oleh umur simpan turubuk yang tidak terlalu lama, artinya turubuk
mudah busuk selama penyimpanan. Oleh karena itu sebaiknya dalam penanganan
bahan dari turubuk harus dilakukan sesegera mungkin sejak bahan tersebut
dipanen. Selain itu, semakin besar kadar air maka padatannya akan semakin kecil,
sehingga untuk ekstraksi tepung inulin, bahan yang memiliki kadar air besar
kemungkinan menghasilkan rendemen tepung inulin menjadi semakin kecil.
Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang ada dalam bahan. Pada
hasil proksimat kadar abu tertinggi didapatkan pada turubuk. Hal ini menunjukkan
dari keempat bahan yang digunakan, turubuk memiliki kandungan mineral yang
paling tinggi. Kadar lemak menunjukkan kandungan minyak atau lemak dalam
bahan. Dari keempat bahan yang telah diuji, kadar lemak tertinggi dimiliki oleh
turubuk.
Kadar serat kasar akan berpengaruh terhadap kemampuan bahan dicerna
tubuh, bahan yang memiliki kadar serat kasar yang tinggi akan cenderung susah
dicerna, karena sifat serat pada umumnya tidak dapat dicerna oleh tubuh. Bonggol
pisang memiliki kadar serat paling tinggi, hal ini dapat terlihat ketika diparut
bahan tersebut terlihat memiliki tekstur berserat.
Pada pengujian kadar protein, prinsipnya adalah pengukuran nitrogen yang
dibebaskan oleh bahan. Dari keempat bahan yang diuji, kadar protein tertinggi
dimiliki oleh turubuk. Hal ini sesuai dengan pemanfaatannya sebagai sayuran
yang memiliki protein tinggi. Kadar portein ini juga menunjukkan daya tahan
bahan terhadap kebusukan, bahan-bahan yang memiliki kadar protein tinggi akan
segera busuk karena bakteri akan segera tumbuh dalam bahan tersebut. Kadar
protein pada turubuk yang tinggi menyebabkan bahan ini juga mudah busuk.
Kadar karbohidrat sangat berpengaruh terhadap ekstraksi tepung inulin,
karena inulin merupakan salah satu jenis dari karbohidrat sehingga bahan yang
memiliki kadar karbohidrat yang tinggi akan berpotensi baik untuk diekstrak
menjadi tepung inulin dibandingkan bahan yang memiliki kadar karbohidrat
rendah. Dari tabel hasil uji proksimat diatas, dapat dilihat bahwa kadar
karbohidrat tertinggi dimiliki oleh gembili dan umbi dahlia.
Ekstraksi tepung inulin
Inulin dideskripsikan Steinbüchel dan Ki Rhee (2005) sebagai bubuk
granula putih yang bersifat amorf, tidak berbau, higroskopik, agak larut dalam air
dan sangat larut dalam air panas serta agak larut dalam larutan organik. Zat ini
terdapat pada sayuran, buah, dan sereal yang dimakan sehari-hari, termasuk
bawang merah, bawang putih, bawang bombay, gandum, chicori, artichoke, dan
pisang. Inulin alami selalu mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sebagian
kecil oligosakarida. Arti kata “a a i” rarti in in an belum dianalisis, inulin
8
tersebut diekstrak dari tanaman yang segar, dalam rangka pencegahan untuk
menghambat aktivitas inulinase tanaman itu sendiri serta hidrolisis secara asam.
Inulin biasanya mengandung minimum 30 unit fruktosa, atau dengan kata
lain derajat polimerisasi (DP) seharusnya 30 atau lebih. Derajat polimerisasi ini
menyebabkan berat molekul inulin mencapai 5400. Sehubungan dengan
beragamnya panjang rantai inulin yang ada, maka berat molekul inulin bervariasi
antara 3500 sampai 5500 (Vandamme dan Derycke 1983) .
Dalam ekstraksi tepung inulin, bahan dipanaskan dengan tujuan untuk
melarutkan inulin ke dalam cairan, karena inulin larut dalam air panas. Selain itu
pada proses pemanasan dengan suhu mencapai 90 oC pati akan tergelatinisasi dan
akan menempel pada serat, sehingga pada saat dilakukan penyaringan maka pati
akan terikut dengan ampas bukan pada filtrat. Hal ini akan menjadikan tepung
inulin yang dihasilkan lebih murni tidak ada campuran pati. Setelah dingin maka
inulin akan terdispersi, pada saat itulah etanol ditambahkan untuk mengendapkan
inulin yang telah terdispersi tersebut sehingga ketika diendapkan inulin akan
terpisah dari filtrat.
Setelah diperoleh tepung inulin maka dilakukan pengukuran massa untuk
mengetahui rendemennya. Rendemen dihitung berdasarkan persentase berat
kering tepung inulin yang dihasilkan terhadap berat awal bahan baku dalam basis
kering. Tepung inulin yang diperoleh dari umbi dahlia, gembili, bonggol pisang,
dan turubuk kemudian diuji kadar inulinnya. Hasil perhitungan rendemen dan
kadar inulin pada tepung inulin disajikan pada Lampiran 5. Rendemen dan kadar
tepung inulin umbi dahlia, gembili, bonggol pisang, dan turubuk dapat dilihat
pada Tabel 3.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa rendemen tepung inulin tertinggi
diperoleh dari hasil ekstraksi umbi dahlia sebesar 48,20%. Hal ini sesuai dengan
kandungan karbohidrat umbi dahlia yang tinggi pada pengujian proksimat.
Sementara itu, pada turubuk hasil rendemen tepung inulin sangat rendah, hal ini
terlihat jelas pada hasil pengujian proksimat bahwa sebagian besar komponen
yang terdapat dalam turubuk adalah air dan protein.
Tabel 3 Rendemen tepung inulin dan kadar inulin a
Bahan Rendemen tepung inulin (%) Kadar inulin (%)
Umbi dahlia 48,20 80,09
Gembili 40,77b 4,02
Turubuk 3,07 0,23
Bonggol pisang 0,88 1,16 aBasis kering
bModifikasi proses ekstraksi dari Susdiana (1997)
Tepung inulin dengan kadar inulin paling tinggi diperoleh dari tepung inulin
umbi dahlia yaitu sebesar 80,09%. Pada gembili walaupun kadar karbohidratnya
lebih tinggi dari pada umbi dahlia, namun kadar inulinnya jauh lebih kecil yaitu
sebesar 4,02%. Hal ini dapat disebabkan pada waktu ekstraksi tepung inulin dari
gembili tidak dilakukan pemanasan namun hanya dilarutkan dalam air panas
sehingga kemungkinan pati yang tergelatinisasi dan terikut pada ampas sedikit
sehingga hasil yang diperoleh masih mengandung pati dalam jumlah besar. Pada
turubuk kadar inulin yang dihasilkan sangat rendah sebesar 0,23%. Hal ini
disebabkan kandungan pada turubuk yang sebagian besar adalah air dan protein.
Pada saat ekstraksi tepung inulin dari turubuk, kemungkinan protein terikut dalam
9
tepung inulin sangat mungkin dalam jumlah yang besar karena etanol selain
mengendapkan inulin juga dapat mengendapkan protein. Jadi selain inulin,
kemungkinan protein yang ada dalam tepung inulin turubuk juga besar. Kadar
protein pada bonggol pisang juga tinggi namun tidak lebih besar dari turubuk,
kadar inulin yang didapatkan juga lebih tinggi dari kadar inulin turubuk yaitu
sebesar 1,16%. Dari hasil ini dipilih satu bahan yang memiliki kadar inulin
tertinggi yaitu umbi dahlia untuk produksi FOS pada penelitian utama.
Produksi enzim inulinase kasar
Menurut Singh dan Singh (2010), inulinase dikategorikan menjadi 2 jenis
yaitu endoinulinase dan eksoinulinase. Eks in ina t n i atan β-2,1
secara berurutan sehingga menghasilkan fruktosa, sementara endoinulinase
memotong secara acak dan menghidrolisis ikatan internal pada inulin sehingga
menghasilkan fruktooligosakarida. Inulinase dari fungi secara umum memiliki
pola aksi luar (ekso), namun pada Aspergillus niger ditemukan hanya dapat
memproduksi endoinulinase ekstraseluler kecuali pada A. niger galur 12 yang
dapat memproduksi baik ekso- maupun endoinulinase. Sebagai gambaran,
pemutusan ikatan pada inulin oleh inulinase dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Pola pemutusan ikatan inulin oleh inulinase
Sumber : Singh dan Singh (2010)
Pada penelitian ini substrat yang digunakan dalam produksi enzim inulinase
kasar adalah inulin komersial yang berasal dari akar chicori. Pada produksi enzim
inulinase setelah kultivasi selama 84 jam diperoleh enzim sebanyak 67 ml dengan
aktivitas enzim sebesar 0,76 U/ml, dimana 1 unit aktivitas sama dengan jumlah
enzim yang menghidrolisis 1 µmol inulin/menit. Enzim inulinase komersial juga
diuji menggunakan metode yang sama, hasil aktivitas enzim yang diperoleh untuk
enzim inulinase komersial sebesar 4 U/ml. Aktivitas enzim kasar yang dihasilkan
pada penelitian ini lebih tinggi dari pada penelitian terdahulu oleh Saryono (2008)
yang memperoleh aktivitas inulinase kasar sebesar 0,24 U/ml, namun aktivitas
enzim ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian Setiawan (2005) yang
mendapatkan nilai aktivitas enzim antara 2,85 sampai 6,85 U/ml.
10
Penelitian Utama
Hidrolisis inulin menjadi FOS
Singh dan Singh (2010) menjelaskan bahwa FOS merupakan salah satu
kelas dari bifidogenik oligosakarida (oligosakarida yang secara selektif
menstimulasi pertumbuhan dan atau aktivitas Bifidobacteria dan Lactobacillus di
dalam kolon). FOS terkandung secara alami pada beberapa tanaman seperti
Jerusalem artichoke, bawang, dan pisang. FOS digunakan sebagai pemanis,
peningkat aroma, pengembang, dan humektan. Sebagai pengganti sukrosa rendah
kalori, FOS digunakan dalam pembuatan kue, roti, permen, produk susu dan
beberapa minuman.
Oligofruktosa lebih mudah larut dibanding inulin (sekitar 80% dalam air
pada suhu ruang). Ketika murni, oligofruktosa memiliki tingkat kemanisan sekitar
35% dibandingkan sukrosa. Kemanisannya mirip dengan gula, rasanya sangat
bersih tanpa adanya efek iritasi pada lidah dan dapat pula menimbulkan aroma
buah-buahan. Oligofruktosa menunjukkan stabilitas yang baik selama proses
pemasakan seperti perlakuan panas (Gibson dan Roberfroid 1995).
FOS dapat diperoleh dari bahan baku sukrosa maupun inulin. FOS
dihasilkan dari sukrosa melalui proses transfruktosilasi dengan menggunakan
enzim β-fruktofuranosidase atau juga bisa dihasilkan dari inulin melalui proses
hidrolisis menggunakan endoinulinase. FOS yang dihasilkan dari sukrosa tersebut
memiliki derajat polimerisasi yang lebih rendah yaitu antara dua sampai empat
dibanding FOS dari inulin yang dihidrolisis menggunakan enzim inulinase yaitu
antara dua sampai sembilan (Singh dan Singh 2010).
Pada penelitian ini dilakukan hidrolisis inulin menjadi FOS menggunakan
enzim inulinase komersial mapun inulinase kasar yang dihasilkan dalam
penelitian pendahuluan. Menurut Singh dan Singh (2010), pada proses hirolisis
inulin menggunakan inulinase dari kapang Aspergillus sp harus diperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis. Faktor-faktor tersebut adalah
dosis enzim, pH, suhu, dan waktu. Semakin tinggi dosis enzim maka hidrolisis
akan berlangsung lebih cepat dan lebih banyak substrat yang terkonversi, namun
jika terlalu banyak enzim maka bisa saja produk yang dihasilkan justru bukan
yang dikehendaki, penggunaan enzim yang berlebih juga tidak baik jika dilihat
dari segi biaya. Singh dan Singh (2010) menambahkan bahwa dosis enzim
optimal untuk produksi FOS menggunakan Aspergillus sp sebesar 10 U/g substrat
dengan konsentrasi substrat sebanyak 5%. Keasaman atau pH sangat berpengaruh
dalam proses hidrolisis terutama jika menggunakan mikroorganisme. Suhu sangat
berpengaruh terhadap kinerja enzim karena enzim terdiri atas protein yang akan
terdenaturasi jika mencapai suhu yang terlalu tinggi, bisanya protein terdenaturasi
pada saat suhu mencapai 50 oC, namun ada juga jenis enzim yang mampu
bertahan hingga suhu 90 oC. Enzim inulinase dari kapang Aspergillus sp tersebut
bekerja optimal pada pH 6 atau netral dan suhu 45 oC. Waktu merupakan salah
satu faktor terpenting dalam proses hidrolisis, semakin lama waktu hidrolisis
maka produk yang terbentuk akan semakin banyak sampai pada waktu optimal,
setelah melewati waktu optimal maka laju pembentukan produk akan menurun.
Pada penelitian ini digunakan waktu hidrolisis pada 3 titik yaitu 15 menit (0,25
jam), 12 jam, dan 24 jam. Tidak seperti pada produksi enzim inulinase yang
membutuhkan kondisi steril dan memerlukan oksigen terlarut, proses hidrolisis
11
menggunakan enzim ini tidak membutuhkan kondisi yang steril dan oksigen
terlarut.
Substrat inulin awal dalam erlenmeyer sebelum dihidrolisis mengandung
inulin sebesar 99,22(%b/b) larutan. Substrat ini kemudian akan dihirolisis enzim
inulinase sehingga menghasilkan FOS. Jumlah FOS yang dihasilkan dapat
dihitung dari kadar inulin yang ada pada produk akhir hidrolisis. Dari jumlah FOS
yang dihasilkan oleh inulin tersebut dapat diketahui derajat konversi inulin
menjadi FOS, sehingga dapat dilihat apakah dari segi teknologi proses, proses
hidrolisis ini sudah maksimal atau belum. Proses hidrolisis dikatakan maksimal
apabila derajat konversi mencapai angka 100%, yang mengindikasikan bahwa
semua substrat telah diubah menjadi produk oleh enzim. Jumlah FOS yang
dihasilkan serta derajat konversi pada proses hidrolisis disajikan pada Tabel 4.
Jumlah FOS yang dihasilkan sangat kecil dalam produk yang dihasilkan dari
hidrolisis inulin pada penelitian ini. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa sisa inulin
pada akhir proses hidrolisis masih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah inulin
yang digunakan pada awal proses hidrolisis, artinya proses hidrolisis inulin
menjadi FOS ini belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari persentase derajat
konversi yang menunjukkan bahwa nilai derajat konversi dalam produksi FOS ini
masih belum optimal atau belum mencapai 100%, bahkan masih jauh dari 100%.
Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa derajat konversi paling tinggi hanya
sebesar 29,86% yang dihasilkan oleh enzim inulinase komersial pada dosis 10
U/g, sementara derajat konversi paling rendah sebesar 7,95% yang dihasilkan oleh
enzim inulinase komersial pada dosis 3 U/g. Pola perubahan konversi inulin pada
waktu hidrolisis jam ke-0,25; 12; dan 24 pada enzim inulinase komersial dan
kasar dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Tabel 4 Derajat konversi inulin menjadi FOS
Dosis enzim
(U/g)
Inulin awal
(%b/b)
Inulin akhir
(%b/b)
Jumlah FOS
(%b/b)
Derajat konversi
(%)
Inulinase komesial
1 99,22 88,43 10,79 10,88
2 99,22 89,86 9,36 9,43
3 99,22 91,33 7,89 7,95
5 99,22 74,88 24,34 24,53
7,5 99,22 77,48 21,74 21,91
10 99,22 69,60 29,62 29,86
Inulinase kasar
1 99,22 76,76 22,46 22,64
2 99,22 83,93 15,29 15,41
3 99,22 70,07 29,15 29,38
12
Gambar 2 Hubungan dosis enzim inulinase komersial dan waktu hidrolisis
terhadap sisa kadar inulin dalam FOS
Gambar 3 Hubungan dosis enzim inulinase kasar dan waktu hidrolisis terhadap
sisa kadar inulin dalam FOS
Pada produk hasil hidrolisis oleh inulinase komersial 1 dan 5 U/g dan
inulinase kasar 1 U/g, kadar substrat inulin menurun dari awal hidrolisis sebesar
99,22 (%b/b) kemudian menurun waktu hidrolisis pada jam ke-0,25; 12; dan 24.
Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama waktu hidrolisis maka jumlah
substrat akan menurun karena substrat di konversi menjadi produk oleh enzim.
Namun berbeda halnya dengan produk hasil hidrolisis oleh inulinase komersial 2
dan 3 U/g yang mengalami penurunan kadar inulin pada jam ke-0,25 dan
cenderung stabil jumlah inulin sampai jam ke-24, berarti pada jam ke-0,25 sampai
24 perubahan inulin menjadi FOS sudah sangat kecil. Hal ini ditunjukkan juga
pada Tabel 4 yang memperlihatkan derajat konversi substrat oleh enzim inulinase
komersial 2 dan 3 U/g sangat kecil yaitu sebesar 9,43% dan 7,95%.
Pada produk hasil hidrolisis oleh inulinase komersial 7,5 dan 10 U/g serta
inulinase kasar 3 U/g kadar inulin menurun sampai waktu hidrolisis jam ke-12,
namun mengalami peningkatan sampai jam ke-24. Pada produk hasil hidrolisis
oleh inulinase kasar 2 U/g kadar inulin menurun pada jam ke-0,25 lalu meningkat
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
110,00
0 12 24
Kad
ar i
nuli
n (
%b/b
)
Waktu hidrolisis (jam)
Inulinase Komersial
1 U/g
Inulinase Komersial
2 U/g
Inulinase Komersial
3 U/g
Inulinase Komersial
5 U/g
Inulinase Komersial
7,5 U/g
Inulinase Komersial
10 U/g
50,00
70,00
90,00
110,00
0 12 24
Kad
ar i
nuli
n
(%b/b
)
Waktu hidrolisis (jam)
Inulinase Kasar 1 U/g
Inulinase Kasar 2 U/g
Inulinase Kasar 3 U/g
0,25
0,25
13
pada jam ke-12 namun menurun kembali pada jam ke-24. Naik turunnya kadar
substrat pada produk hasil hidrolisis dapat disebabkan oleh reaksi enzimatis yang
bersifat reversible. Artinya enzim bekerja bisa dua arah, enzim bisa
menghidrolisis substrat menjadi produk namun pada waktu tertentu enzim justru
mensintesis substrat dari produk.
Untuk mengetahui produk yang dikonversi dari inulin merupakan FOS atau
bukan FOS dapat dilihat dengan menganalisis derajat polimerisasi dari produk
hasil hidrolisis. Derajat polimerisasi ini diperoleh dari pembagian total gula
terhadap nilai gula pereduksinya. Jika nilai derajat polimerisasi antara dua sampai
sembilan itu menandakan bahwa produk yang terbentuk adalah FOS, sementara
jika derajat polimerisasinya 1 berarti produk tersebut adalah fruktosa karena
fruktosa merupakan monomer, dan jika derajat polimerisasinya lebih dari 9 berarti
produk tersebut adalah inulin.
Analisis kimia produk hidrolisat inulin
1 Gula pereduksi
Gula pereduksi merupakan golongan gula yang dapat mereduksi senyawa
ion logam dalam keadaan basa. Monosakarida (glukosa, fruktosa , dan galaktosa)
termasuk ke dalam golongan gula pereduksi, beberapa disakarida juga termasuk
gula pereduksi yaitu laktosa, maltosa, dan isomaltosa. Gula-gula tersebut memiliki
sifat pereduksi karena adanya gugus keton atau aldehida dalam molekul gula
tersebut. Gula pereduksi berhubungan dengan aktivitas enzim, semakin tinggi
nilai gula pereduksi maka nilai aktivitas enzim juga semakin tinggi (Gusmarwani
et al. 2010). Grafik hubungan nilai gula pereduksi pada masing-masing dosis
enzim baik inulinase komersial maupun inulinase kasar dapat dilihat pada Gambar
4 dan Gambar 5.
Pada produk hasil hidrolisis oleh enzim inulinase komersial 1; 2; 3; 5; dan
7,5 U/g gula pereduksi meningkat sampai waktu hidrolisis jam ke-12, namun
kemudian menurun sampai jam ke-24. Ini berarti enzim inulinase bekerja optimal
sampai jam ke-12 setelah itu mengalami penurunan aktivitas enzim. Sementara itu
pada produk hasil hidrolisis oleh inulinse komersial 10 U/g serta inulinase kasar 1,
2 dan 3 U/g nilai gula pereduksi terus meningkat sampai waktu hidrolisis jam ke-
24, artinya aktivitas enzim inulinase komersial pada 10 U/g dan inulinase kasar
baik dosis 1, 2 maupun 3 U/g masih terus meningkat belum mengalami penurunan
mungkin juga belum mencapai titik optimal. Nilai gula pereduksi yang dihasilkan
oleh enzim inulinase komersial lebih tinggi dibandingkan dengan nilai gula
pereduksi yang dihasilkan enzim inulinase kasar. Hal ini menunjukkan bahwa
aktivitas enzim inulinase komersial lebih tinggi dari pada inulinase kasar.
14
Gambar 4 Hubungan dosis enzim inulinase komersial dan waktu hidrolisis
terhadap nilai gula pereduksi
Gambar 5 Hubungan dosis enzim inulinase kasar dan waktu hidrolisis
terhadap nilai gula pereduksi
2 Total gula
Total gula juga disebut total karbohidrat yang merupakan jumlah dari
keseluruhan gula sederhana, oligosakarida, polisakarida, dan turunannya. Grafik
hubungan total gula pada masing-masing dosis enzim baik inulinase komersial
maupun inulinase kasar dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7. Dari gambar
tersebut dapat dilihat bahwa nilai total gula pada produk yang dihasilkan oleh
inulinase komersial dan kasar nilainya tidak jauh berbeda, karena seharusnya nilai
total gula sama. Adanya perbedaan nilai total gula ini disebabkan volume substrat
inulin pada setiap erlenmeyer yang mungkin saja tidak selalu tepat 20 ml sehingga
berpengaruh ketika proses hidrolisis.
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
0 12 24
Gula
per
eduksi
(%
b/b
)
Waktu hidrolisis (jam)
Inulinase Komersial
1 U/g
Inulinase Komersial
2 U/g
Inulinase Komersial
3 U/g
Inulinase Komersial
5 U/g
Inulinase Komersial
7,5 U/g
Inulinase Komersial
10 U/g
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
0 12 24
Gula
per
eduksi
(%
b/b
)
Waktu hidrolisis (jam)
Inulinase Kasar 1 U/g
Inulinase Kasar 2 U/g
Inulinase Kasar 3 U/g
0,25
0,25
15
Gambar 6 Hubungan dosis enzim inulinase komersial dan waktu hidrolisis terhadap nilai total gula
Gambar 7 Hubungan dosis enzim inulinase kasar dan waktu hidrolisis terhadap
nilai total gula
3 Derajat polimerisasi
Derajat polimerisasi adalah jumlah unit monomer pada makro molekul atau
molekul oligomer dalam suatu blok atau rantai. Nilai derajat polimerisasi
diperoleh dari kadar total gula per kadar gula pereduksi. Nilai derajat polimerisasi
menunjukkan bahwa produk yang diuji merupakan FOS atau bukan. Jika nilai
derajat polimerisasi antara dua sampai sembilan itu menandakan bahwa produk
yang terbentuk adalah FOS. Jika derajat polimerisasinya satu berarti produk
tersebut adalah fruktosa. Jika derajat polimerisasinya lebih dari sembilan berarti
produk tersebut masih berupa inulin yang belum terhidrolisis. Grafik hubungan
derajat polimerisasi pada masing-masing dosis enzim baik inulinase komersial
maupun inulinase kasar dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Derajat
polimerisasi yang menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan adalah FOS
adalah produk hasil hidrolis oleh enzim inulinase komersial dosis 1; 2; dan 3 U/g
80,00
85,00
90,00
95,00
100,00
105,00
110,00
0 12 24
Tota
l gula
(%
b/b
)
Waktu hidrolisis (jam)
Inulinase Komersial
1 U/g
Inulinase Komersial
2 U/g
Inulinase Komersial
3 U/g
Inulinase Komersial
5 U/g
Inulinase Komersial
7,5 U/g
Inulinase Komersial
10 U/g
60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
85,00
90,00
95,00
100,00
0 12 24
Tota
l gula
(%
b/b
)
Waktu hidrolisis (jam)
Inulinase Kasar 1 U/g
Inulinase Kasar 2 U/g
Inulinase Kasar 3 U/g
0,25
0,25
16
pada waktu hidrolisis 0,25 jam, enzim inulinase kasar dosis 1 U/g pada waktu
hidrolisis jam ke-24, serta inulinase kasar dosis 2 dan 3 U/g baik pada pada waktu
hidrolisis jam ke-0,25; 12; maupun 24. Sementara pada inulinase komersial dosis
lain dan waktu hidrolisis lain hasil yang diperoleh adalah fruktosa. Untuk
inulinase kasar 1 U/g pada waktu hidrolisis jam ke-0,25 dan 12 hasil produknya
masih berupa inulin artinya inulin masih belum terkonversi, namun pada jam ke-
24 inulin sudah terkonversi menjadi FOS. Secara umum dari nilai derajat
polimerisasi ini enzim inzim inulinase komersial rata-rata menghasilkan fruktosa,
sementara enzim inulinase kasar menghasilkan FOS.
Gambar 8 Hubungan dosis enzim inulinase komersial dan waktu hidrolisis
terhadap derajat polimerisasi
Gambar 9 Hubungan dosis enzim inulinase kasar dan waktu hidrolisis terhadap
derajat polimerisasi
1,00
1,25
1,50
1,75
2,00
2,25
2,50
2,75
3,00
0 12 24
Der
ajat
Po
lim
eris
asi
Waktu hidrolisis (jam)
Inulinase Komersial
1 U/g
Inulinase Komersial
2 U/g
Inulinase Komersial
3 U/g
Inulinase Komersial
5 U/g
Inulinase Komersial
7,5 U/g
Inulinase Komersial
10 U/g
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
11,00
12,00
13,00
0 12 24
Der
ajat
Poli
mer
isas
i
Waktu hidrolisis (jam)
Inulinase Kasar 1 U/g
Inulinase Kasar 2 U/g
Inulinase Kasar 3 U/g
0,25
0,25
17
Analisis statistik produk hidrolisat inulin
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dosis dan jenis enzim maka
dilakukan analisis statistik terhadap produk yang dihasilkan dari proses hidrolisis
inulin. Pengujian statistik ini menggunakan software SPSS 16.0, hasil analisisnya
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Analisis statistik produk hidrolisat inulin
Dosis Enzim (U/g) Gula
Pereduksi
Total Gula Derajat
Polimerisasi
Kadar Inulin
Inulinase komersial
1 68,97b 97,23bc 1,63a 88,43cde
2 62,38b 88,97ab 1,52a 89,86de
3 74,63b 99,30bc 1,45a 91,33e
5 82,97b 100,22bc 1,22a 74,88ab
7,5 78,88b 94,01b 1,19a 77,48abcd
10 69,55b 105,30c 1,53a 69,60a
Inulinase kasar
1 9,06a 89,51ab 10,67c 76,76abc
2 10,49a 82,97a 8,22b 83,93bcde
3 13,14a 82,55a 6,33b 70,07a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda signifikan pada
taraf uji 5%
Pada kolom gula pereduksi terlihat jelas perbedaan antara enzim inulinase
komersial dengan enzim inulinase kasar pada taraf uji 5%. Enzim inulinase
komersial berbeda signifikan dengan enzim inulinase kasar pada semua dosis
enzim. Nilai rata-rata tertinggi gula pereduksi pada FOS dihasilkan oleh inulinase
komersial dosis 5 U/g yaitu sebesar 82,97 (%b/b), sementara rata-rata nilai gula
pereduksi terendah dihasilkan oleh enzim inulinase kasar dengan dosis 1 U/gr
sebesar 9,06 (%b/b). Artinya aktivitas enzim tertinggi ditunjukkan oleh enzim
inulinase komersial dosis 5 U/g sementara aktivitas enzim tertinggi ditunjukkan
oleh enzim inulinase kasar dosis 1 U/gr.
Pada kolom total gula enzim inulinase komersial dengan dosis 2 U/g tidak
berbeda signifikan dengan enzim inulinase kasar pada dosis 1; 2; dan 3 U/g,
namun berbeda signifikan dengan inulinase komersial dosis 1; 3; 5; 7,5; dan 10
U/g. Untuk total gula yang diuji pada FOS, nilai rata-rata tertinggi dihasilkan
enzim inulinase komersial dosis 10 U/g sebesar 105,30 (%b/b), sementara rata-
rata terendah dihasilkan enzim inulinase kasar dosis 3 U/g sebesar 82,55 (%b/b).
Secara umum nilai total gula pada masing-masing dosis enzim baik inulinase
komersial maupun inulinase kasar tidak jauh berbeda nilainya.
Derajat polimerisasi inulinase komersial pada masing-masing konsentrasi
tidak berbeda signifikan, sedangkan pada inulinase kasar dosis enzim 1 U/g
berbeda signifikan dengan dosis enzim 2 dan 3 U/g. Derajat polimerisasi inulinase
komersial berbeda signifikan dengan inulinase kasar. Rata-rata nilai derajat
polimerisasi tertinggi yaitu pada enzim inulinase kasar dosis 1 U/g sebesar 10,67
sementara rata-rata derajat polimerisasi terendah dihasilkan oleh enzim inulinase komersial dosis 7,5 U/g sebesar 1,19. Pada inulinase komersial rata-rata derajat
polimerisasi antara 1,19 sampai 1,63 artinya produk yang terbentuk sebagian
besar adalah fruktosa. Rata-rata derajat polimerisasi inulinase kasar 1 U/g
18
menunjukkan hasil yang diperoleh masih berupa inulin yang belum terkonversi
menjadi FOS, sementara inulinase kasar 2 dan 3 U/g menunjukkan hasil yang
diperoleh adalah FOS.
Kadar inulin yang terdapat pada produk hasil hidrolisis untuk enzim
inulinase tidak berbeda signifikan baik pada enzim inulinase komersial maupun
enzim inulinase kasar. Nilai rata-rata tertinggi sisa kadar inulin dihasilkan oleh
enzim inulinase komersial dosis 2 U/g sebesar 89,86 (%b/b), sementara rata-rata
terendah dihasilkan enzim inulinase komersial dosis 10 U/g sebesar 69,60 (%b/b).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Umbi dahlia berdasarkan hasil penelitian pendahuluan memiliki rendemen
tepung inulin tertinggi yaitu sebesar 48,20% dibandingkan dengan gembili,
bonggol pisang, dan turubuk. Kadar inulin yang diperoleh dari umbi dahlia,
gembili, bonggol pisang, dan turubuk masing-masing 80,09%; 4,02%; 1,16%;
0,23%. Enzim inulinase kasar yang dihasilkan dalam penelitian ini nilai
aktivitasnya sebesar 0,76 U/ml.
Derajat konversi hidrolisis inulin paling tinggi sebesar 29,86% yang
dihasilkan oleh enzim inulinase komersial dengan dosis 10 U/g, sementara derajat
konversi paling rendah sebesar 7,95% yang dihasilkan oleh enzim inulinase
komersial dengan dosis 3 U/g. Pada hidrolisis inulin menggunakan inulinase
komersial rata-rata produk yang terbentuk sebagian besar adalah fruktosa. Pada
hidrolisis inulin menggunakan inulinase kasar rata-rata produk yang terbentuk
sebagian besar adalah FOS.
Saran
Perlu dilakukan hidrolisis inulin menggunakan inulinase komersial dibawah
dosis 1 U/g dan waktu hirolisis antara 0 sampai 15 menit.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Method of
Analysis of the Association of Official Analytical Chemistry. Washington
DC (USA):AOAC.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, dan Budiyanto S. 1989.
Analisa Pangan. Bogor (ID):IPB Press
Byun SM dan Nahm BM. 1978. Production of fructose from Jerusalem artichoke
by enzimatik hydrolysis. J Food Sci.(43):1871.
19
Gibson GR, Roberfroid MB. 1995. Dietary modulation of the human colonic
microbiota : Introducing The Concept of Prebiotics. J Nutrition 25:1401-
1412.
Gusmarwani SR, Budi MSP, Sediawan WB, Hidayat M. 2010. Pengaruh
perbandingan berat padatan dan waktu reaksi terhadap gula pereduksi
terbentuk pada hidrolisis bonggol pisang. J Teknik Kimia Indonesia(9):77-
82.
Kierstan MPJ. 1978. Biotechnology and Bioengineering 20:447-450. New
York(USA): John Wiley&Sons.
Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of
reducing sugar. Anal Chem. 31(3):426-428.doi: 10.1021/ac60147a030.
Muchtadi TR, Sugiono, Ayustaningwarno F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Bogor(ID):Alfabeta.
Munadjim, 1983. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta(ID):Gramedia Pustaka.
Saryono. 2008. Isolasi dan karakterisasi inulinase dari Aspergillus niger Gmn 11.1
galur lokal. J Natur Indonesia 11(1):19-23.
Saryono, Chainulfiffah, Devi S, Monalisa, Dasli. 1998. Pemanfaatan umbi Dahlia
variabilis untuk produksi sirup fruktosa (HFS) dan fruktooligosarida (FOS).
Seminar Nasional PBBMI XIV, Bandung.
Singh RS, Singh RP. 2010. Production of fructooligosaccharides from inulin by
endoinulinases and their prebiotic potential. J Food Technol. 48(4):435-450.
Setiawan A. 2005. Pengaruh aerasi dan agitasi pada proses produksi enzim
inulinase kasar dari Aspergillus niger [skripsi]. Bogor(ID):Institut Pertanian
Bogor.
Simmonds NW. 1966. Bananas. London(GB):Longman Group Limited.
Sirisansaneeyakul S, Lertsiri S, Tonsagunrathanachai P, Luangpituksa P. 2000.
Enzymatic production of fructo-oligosaccharides from sucrose. J Kasetsart
(Nat. Sci)34:262-269.
Steinbüchel A, Sang KR. 2005. Polysaccharides and Polyamides in the Food
Industry : Volume 1. Münster(DE): Wiley-VHC.
Susdiana Y. 1997. Ekstraksi dan karakterisasi inulin dari umbi dahlia (Dahlia
pinnata cav.) [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Winarti S, Harmayani E, Nurismanto R. 2011. Karakteristik dan profil inulin
beberapa jenis uwi (Dioscorea spp). J Agritech. 31(4):378.
Vandamme EJ, Derycke DG. 1983. Microbial inulinases process, properties and
applications. Adv.App1. Microb. 29:139-176.
20
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tata cara analisis proksimat bahan baku
1.1 Kadar air (AOAC 1995)
Pinggan alumunium dipanaskan pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan di
dalam desikator dan ditimbang beratnya. Lebih kurang 2 gram contoh dimasukkan
di dalam pinggan alumunium dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 oC
selama 1 jam (pengukuran 1 jam dimulai ketika suhu oven tepat 105 oC ). Setelah
itu pinggan cepat-cepat dimasukkan di dalam desikator dan ditimbang setelah
mencapai suhu kamar. Pemanasan diulang hingga diperoleh berat konstan. Sisa
contoh dihitung sebagai total padatan dan berat yang hilang sebagai kadar air.
Kadar air dihitung dengan rumus :
a ar air rat a a nt rat a ir nt
rat a a nt
1.2 Kadar abu (AOAC 1995)
Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral
sebagai hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 °C. Penentuan
dilakukan dengan memanaskan cawan porselin di dalam tanur, didinginkan di
dalam desikator dan secepatnya ditimbang setelah dicapai suhu kamar. Contoh
sekitar 2-3 gram ditimbang di dalam cawan kemudian dibakar di dalam tanur pada
suhu 550 °C hingga abu berwarna kelabu atau beratnya konstan, didinginkan di
dalam desikator dan ditimbang secepatnya setelah mencapai suhu kamar. Kadar
abu dihitung dengan rumusan sebagai berikut :
a ar a rat a
rat nt
1.3 Kadar protein (AOAC 1995)
Contoh seberat satu gram didekstruksi dengan 5 ml asam sulfat pekat
dengan katalisator CuSO4 sampai berwarna hijau jernih. Destilasi dilakukan
setelah ditambahkan 5 ml air suling dan 15 ml NaOH 50%. Sebagai penampung
digunakan 25 ml asam sulfat 0,02 N dan 2-3 tetes indikator mengsel. Hasil
destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N. Tata cara blanko ditentukan
seperti diatas tanpa menggunakan bahan yang dianalisis. Kadar protein dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
a ar r t in a
nt
a = selisih ml NaOH yang digunakan untuk mentitrasi blanko dan contoh
N = Normalitas larutan NaOH
21
1.4 Kadar lemak (AOAC 1995)
Contoh sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam kertas saring yang dibuat
seperti kantong. Kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet dan diekstraksi selama 6
jam dengan menggunakan petroleum benzene. Sebelumnya labu lemak dan batu
didih dikeringkan di dalam oven 105 – 110 oC selama 1 jam, didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Setelah ekstraksi cukup, pelarut dalam labu lemak
diuapkan sampai habis lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai
diperoleh berat yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
a ar a a
a
a = berat contoh
c = berat labu dan batu didih setelah diekstraksi
1.5 Kadar serat kasar (AOAC 1995)
Prinsip uji ini adalah ekstraksi contoh dengan asam dan basa untuk
memisahkan serat kasar dari bahan lain. Sebanyak 2-4 gram sampel (a) ditimbang
dan dibebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi menggunakan soxhlet atau
dengan cara mengaduk-mengendap-tuangkan sampel dalam pelarut organik
sebanyak 3 kali. Sampel dikeringkan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500
ml. Ditambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25%, kemudian dididihkan selama 30
menit dengan menggunakan pendingin tegak. Selanjutnya ditambahkan 50 ml
NaOH 3,25% dan dididihkan lagi selama 30 menit. Dalam keadaan paas, sampel
disaring menggunakan corong bunchner yang berisi kertas saring Whatman 41
yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan yang terdapat pada
kertas saring berturut-turut dicuci menggunakan H2SO4 1,25% panas, air panas,
dan etanol 96%. Kertas saring beserta isinya diangkat, dikeringkan dalam oven
suhu 105 oC, didinginkan, dan ditimbang sampai bobot tetap (b).
a ar rat a ar
a
a = Bobot sampel (g)
b = Bobot endapan pada kertas saring (g)
1.6 Kadar karbohidrat (AOAC 1995)
Kadar karbohidrat diperoleh dengan metode by difference artinya semua uji
proksimat dalam basis basah dijumlahkan kemudian ditambahkan kadar
karbohidrat hingga hasilnya mencapai 100%.
a ar ar i rat a ar air a a rat a ar r t in
Lampiran 2 Tata cara pengujian kadar inulin
2.1 Kadar inulin metode sistein-karbazol (Kierstan 1978)
Kadar inulin diuji menggunakan metode sistein-karbazol, contoh yang padat
dilarutkan terlebih dahulu dalam aquades, jika contoh dinilai tinggi kadar
inulinnya maka contoh diencerkan lagi menggunakan aquades sampai dapat
terbaca oleh spektrofotometer. Sejumlah 1 ml contoh yang telah diencerkan
22
ditambah 0,2 ml sistein 1,5%, kemudian ditambahkan 6 ml H2SO4 70% dan
dikocok. Campuran kemudian ditambah 0,2 ml karbazol 0,12% dalam larutan
etanol. Campuran dipanaskan pada suhu 60 oC selama 10 menit kemudian
didinginkan dan diukur kadar inulinnya menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 560 nm. Kurva standar dibuat dengan menggunakan inulin
dengan kisaran 0-30 mg/l.
Grafik kurva standar inulin
Lampiran 3 Tata cara pengujian aktivitas enzim inulinase
3.1 Pengujian aktivitas inulinase (Byun dan Nahm 1978)
Aktivitas inulinase diuji dengan menginkubasi 0,1 ml enzim dengan 0,4 ml
inulin 1% (w/v) dan 0,5 ml larutan buffer asetat pada suhu 50o C selama 30 menit.
Kemudian dipanaskan selama 5 menit untuk menghentikan reaksi. Setelah dingin
dilakukan pengenceran menggunakan aquades untuk menghitung penurunan gula
total yang ditentukan dengan metode DNS. Satu unit enzim didefinisikan sebagai
jumlah enzim yang mampu menghidrolisis 1 µmol inulin per menit. Rata-rata
absorbansi (y) dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar DNS sehingga akan
diperoleh nilai (x) yang dikali dengan faktor pengenceran sehingga didapat kadar
fruktosa dalam satuan ppm.
a
Keterangan :
A. E = Aktivitas enzim (U/ml)
a = Kadar fruktosa (ppm)
b = BM fruktosa ( 180 g/mol)
c = BM inulin rata-rata (2500 g/mol)
d = Waktu inkubasi (30 menit)
e = Jumlah enzim yang ditambahkan (0,1 ml)
Lampiran 4 Tata cara pengujian produk hidrolisat inulin
4.1 Kadar gula pereduksi metode DNS (Miller 1959)
Sampel diencerkan bila diperlukan sampai dapat terukur pada kisaran 0,2-
0,9 absorbansi pada panjang gelombang 550 nm. Sebanyak 1 ml sampel
y = 0,0281x - 0,0057
R² = 0,9974
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0 10 20 30 40
Abso
rban
si
Konsentrasi (ppm)
23
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi DNS.
Selanjutnya ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit, dibiarkan dingin
sampai suhu ruang. Kemudian dibaca menggunakan spektrofotometer dengan
absorbasi pada panjang gelombang 550 nm. Blanko yang digunakan adalah
aquades. Kurva standar dibuat dengan menggunakan larutan fruktosa standar
dengan kisaran 0-300 mg/l.
Grafik kurva standar DNS
4.2 Kadar total gula metode fenol (Apriyantono et al 1989)
Sebanyak 2 ml larutan fruktosa standar yang mengandung 0, 10, 20, 30, 40
dan 60 mg/l fruktosa masing-masing dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambahkan 0,5 ml larutan fenol 5%, lalu dikocok. Selanjutnya
ditambahkan 2,5 ml larutan asam sulfat pekat dengan cara menuangkan secara
tegak lurus ke permukaan larutan. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 490 nm.
Penetapan Sampel
Penetapan total gula sampel harus berupa cairan yang jernih (disaring jika
ada endapan). Sampel diencerkan menggunakan aquades bila diperlukan.
Penetapan sampel dilakukan seperti pada pembuatan kurva standar, kemudian
ditentukan total karbohidrat atau total gula sampel.
Grafik kurva standar Fenol-Sulfat
y = 0,004x - 0,1644
R² = 0,9846
-0,4
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 100 200 300 400
Abso
rban
si
Konsentrasi (ppm)
y = 0,016x + 0,0203
R² = 0,9886
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
0 20 40 60 80
Abso
rban
si
Konsentrasi (ppm)
24
4.3 Derajat Polimerisasi (Apriyantono et al 1989)
Nilai derajat polimerisasi ditentukan setelah mengukur nilai gula pereduksi,
karena derajat polimerisasi diperoleh dengan membagi nilai total gula terhadap
nilai gula pereduksi.
ra at i ri a i t ta a
a r i
Lampiran 5 Hasil perhitungan rendemen dan kadar inulin tepung inulin
5.1 Rendemen tepung inulina
Bahan Umbi dahlia Gembili Bonggol
pisang
turubuk
Berat awal basah (g) 2.470 1.700 1.750 5.750
Kadar air (%) 79,90 75,95 91,22 90,20
Berat awal kering (g) 122,89 70,77 199,32 586,73
Berat tepung inulin (g) 59,22 28,85 6,13 5,16
Rendemen 48,20 40,77 3,07 0,88 aBasis kering
n n rat t n in in
rat a a rin a an a
5.2 Kadar inulin tepung inulin
Bahan Nilai
absorbansi 1 Nilai
absorbansi 2 Rata-rata Faktor
pengenceran Kadar inulin
(% b/b)
Umbi Dahlia 0,441 0,446 0,4435 2500 80,09
Gembili 0,095 0,120 0,1075 500 4,02
Bonggol Pisang 0,790 0,825 0,8075 20 1,16
Turubuk 0,624 0,660 0,642 5 0,23
a ar in in ata rata a r an i
a t r n n ran
Larutan inulin yang diukur absorbansinya adalah inulin 5% (b/v) atau 5 g/100ml
a ar in in a ar in in
Lampiran 6 Analisis statistik karakterisasi FOS
6.1 Gula pereduksi
SS df MS F Sig.
Perlakuan 23921,72 8 2990,22 13,72* 0.000 Galat 3922,03 18 217,89
Total 27843,75 26
25
Dosis enzim
(U/g) N
Subset for alpha = 0,05
1 2
1* 3 9,06
2* 3 10,49
3* 3 13,14
2 3 62,38
1 3 68,97
10 3 69,55
3 3 74,63
7,5 3 78,88
5 3 82,97
Sig. 0,75 0,15
*Enzim inulinase kasar
6.2 Total gula SS df MS F Sig.
Perlakuan 1464,38 8 183,05 5,17* 0.002 Galat 637,94 18 35,44
Total 2102,32 26
Dosis enzim
(U/g) N
Subset for alpha = 0,05
1 2 3
3* 3 82,55
2* 3 82,97
2 3 88,97 88,97
1* 3 89,51 89,51
7,5 3 94,01
1 3 97,22 97,22
3 3 98,30 98,30
5 3 10,02 10,02
10 3 10,53
Sig. 0,21 0,05 0,14
*Enzim inulinase kasar
6.3 Derajat polimerisasi SS df MS F Sig.
Perlakuan 321,53 8 40,19 27,10* 0,000
Galat 26,69 18 1,48
Total 348,22 26
26
Dosis enzim
(U/g) N
Subset for alpha = 0,05
1 2 3
7,5 3 1,19
5 3 1,22
3 3 1,46
2 3 1,52
10 3 1,53
1 3 1,63
3* 3 6,33
2* 3 8,220
1* 3 10,67
Sig. 0,70 0,07 1,00
*Enzim inulinase kasar
6.4 Kadar inulin SS df MS F Sig.
Perlakuan 1684,12 8 210,51 4,59* 0,003
Galat 825,40 18 45,86
Total 2509,52 26
Dosis
enzim
(U/g) N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
10 3 69,60
3* 3 70,07
5 3 74,88 74,88
1* 3 76,77 76,77 76,77
7,5 3 77,48 77,48 77,48 77,48
2* 3 83,93 83,93 83,93 83,93
1 3 88,43 88,43 88,43
3 3 89,86 89,86
2 3 91,33
Sig. 0,22 0,15 0,07 0,05 0,23
*Enzim inulinase kasar
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Temanggung pada tanggal 28
Agustus 1991 dari ayah Suroto dan ibu Warminah, dan
merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis yang
berdarah Jawa ini menempuh studi di SDN Congkrang 1997-
2003, SMPN 1 Ngadirejo 2003-2006, SMAN 1 Parakan 2006-
2009, dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi
Industri Pertanian IPB pada tahun 2009 melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa
Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai anggota departemen pengabdian
masyarakat pada tahun 2010-2012. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai
kepanitiaan salah satunya adalah sebagai bendahara acara One STEP yang
diselenggarakan RAMP-IPB pada tahun 2010. Selain aktif dalam organisasi,
penulis juga aktif dalam akademik yaitu menjadi asisten praktikum Teknologi Pati,
gula, dan sukrokimia pada tahun 2013 dan Pengawasan Mutu pada tahun yang
sama. Penulis juga mendapatkan dana dari PKM-GT yang dilaksanakan oleh
DIKTI dengan “P n ra an T n i i fi t r a ai S i P n n alian
P i U ara i a ra a an a tan i I a arta”. Penulis juga menjadi
finalis dalam Kompetisi Bisnis Model Internasional kategori Nasional yang
dilaksanakan di Universitas Brawijaya n an “Una i C i ”. Penulis
melaksanakan praktik lapangan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia,
Jember pada bulan Juli-Agustus 2012 dengan tema Teknologi Proses Produksi
Cokelat.