problematika pembelajaran pendidikan...

104
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Tarbiyah Oleh : Emmy F. W NIM. 3102150 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2 0 0 8

Upload: duongcong

Post on 16-Sep-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI

SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Dalam Ilmu Tarbiyah

Oleh :

Emmy F. W NIM. 3102150

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2 0 0 8

ب

Drs. H. Raharjo, M.Ed, St

Rt 01/II Jambearum

Patebon Kendal

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp. : 5 (empat) eks.

Hal : Naskah Skripsi

a.n. Saudari Emmy F W

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka

bersama ini saya kirim naskah skripsi saudari :

Nama : Emmy F W

NIM : 3102150

Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)

Judul : PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH

PUTRA MANDIRI SEMARANG

Dengan ini saya mohon agar skripsi tersebut dapat dimunaqosahkan.

Demikian harap menjadi maklum.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Semarang, Februari 2008

Pembimbing

Drs. H. Raharjo, M.Ed, St NIP. 150 246 873

ج

د

PERNYATAAN

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau

diterbitkan. Demikian pula skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran

orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan

sebagai bahan rujukan.

Semarang, 2 Februari 2008

Deklarator

Emmy F. W NIM. 3102150

ه

PERSEMBAHAN

Aku persembahkan karya ini teruntuk Bapak dan Ibuku

Terima kasih atas doa dan restu bapak dan ibu, semoga ananda dapat

mengukir “bahagia” pada hari-hari bapak dan ibu selanjutnya setelah

kisah berat dan panjang terlampaui.

Adik dan sepupuku (Arip, Ema, Lany)

Terima kasih atas supportnya selama ini.

Teman-temanku paket C 2002 (Wee', Adel, Bejo, Awank, Pico,

Saefuroh,)

Semoga karya ini menjadi pemicu letupan semangat atas nama cita,

Cinta, dan persahabatan kita.

و

ABSTRAK Emmy F W (NIM: 3102150), Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2007.

Dalam penelitian ini rumusan permasalahan yang diangkat adalah, bagaimana kreativitas guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta problematika dan solusi yang ditawarkan guru dalam mengembangkan kreativitasnya terhadap meode dan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dari rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kreativitas guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis psikologi dan deskrptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengembangkan kreativitas guru terhadap metode dan media pembelajaran pendidikan agama Islam, guru telah berhasil dalam mengoptimalkan kreativitasnya meskipun masih butuh pembenahan. Kreativitas yang telah dikembangkan tertuang dalam sebuah bentuk pembelajaran yang inovatif. Artinya selain menjadi seorang pendidik, guru juga menjadi seorang kreator. Kreativitas yang diterapkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran pendidikan agama Islam adalah dengan menciptakan sebuah model pembelajaran yang dekat dengan keseharian siswa secara nyata, artinya guru mampu menyinergikan pelajaran dengan kenyataan yang biasa ditemukan dalam kesehariannya dan disesuaikan dengan tingkat perkambangan siswa. Kreativitas serta aktivitas guru mampu menjadi inspirasi bagi para siswanya sehingga siswa terpacu motivasinya untuk belajar, berkarya dan berkreasi meskipun masih sederhana.

Problematika mendasar yang dihadapi guru dalam mengembangkan kreativitasnya terhadap metode dan media pembelajaran pendidikan agama Islam yaitu adanya kesulitan siswa dalam memahami materi. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognisi siswa sehingga siswa kesulitan dalam menerima materi Pendidikan Agama Islam. Sedangkan solusi yang ditawarkan guru yaitu dengan mengadakan hubungan emosional antara guru dan siswa agar guru dapat menyesuaikan metode dan media yang tepat bagi siswa.

ز

ح

MOTTO

… فسهما بأنوا مريغى يتم حا بقوم ريغلا ي إن الله…

“…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum

sehingga mereka merobah keadaan yang ada

pada diri mereka sendiri. ..”

(QS. Ar-Ra'd: 11)1

تفعر فاء كيمإلى السو,تصبن فال كيإلى الجبو ,

تطحس فض كيإلى الأرو “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia

diciptakan.

Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung

bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan.”

(QS. Al-Ghosiyah: 17-20)2

1 Muhammad Yunus, Terjemahan Al-Qur’an al-Karim, (Bandung: Al-Ma’arif, t.th), hlm.

226. 2 Ibid, hlm

ط

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis

mampu menyelesaikan penelitian dengan judul “Kreativitas Guru dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah Putra

Mandiri Semarang”. Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi

Muhammad SAW, yang telah menuntun kita kejalan yang lurus yakni agama

Islam.

Setelah melewati berbagai ujian dan cobaan, akhirnya laporan yang

menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata I (S1) Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo dalam Ilmu Tarbiyah ini dapat

terselesaikan. Selesainya penyusunan laporan skripsi ini tentu saja tidak dapat

dilepaskan dari peran serta dan bantuan banyak pihak. Oleh karena itu

perkenankan penulis pada lembar ini menghaturkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hadjar, M.Ed selaku Dekan Fakultas Tarbiyah yang

telah mengabdikan jiwa dan raganya demi memajukan anak bangsa.

2. Bapak Drs.H. Raharjo, M.Ed, St selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu dan tenaga ditengah kesibukannya yang teramat padat.

Terima kasih atas nasehat, motivasi, dan bimbingan yang sungguh tiada

ternilai harganya. Mudah-mudahan Allah membalas segala kebaikannya.

3. Semua dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah

memberi penulis bekal ilmu yang begitu besar dengan penuh kesabaran dan

pengertian.

4. Staff karyawan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Walisongo Semarang yang senantiasa membantu penulis dalam mengatasi

masalah administrasi selama penulis belajar.

5. Staff pengelola perpustakaan baik fakultas maupun institut yang telah

memberikan pelayanan yang baik ketika penulis membutuhkan bahan rujukan

sebagai referensi.

ي

6. Kepala Sekolah dan segenap terapis Sekolah Putra Mandiri Semarang yang

telah memberikan izin dan kesempatan serta bantuannya.

7. Bapak (Fadlan) dan Ibu (Latifah) tercinta yang telah memberikan dukungan

dan doa restunya.

8. Adik dan seluruh keluargaku yang penuh kerelaan dan kesabaran

membimbing dan mengarahkanku dengan ilmu kehidupan karena cinta dan

dukungan mereka sehingga karya ini ada.

9. Teman-temanku paket C (Wee', Adel, Bejo, Awank, Pico, Saefuroh, dll) yang

telah memberikan support.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2002 yang baik hati yang telah

membantu pengetikan skripsi ini, penulis ucapkan banyak terima kasih.

11. Teman-teman PPL (Dani, Mbak Ning, Lubis, Pak Say, Mustofa, Salis, Nina,

Oliv, Faid, Mbak Anis, Mbak Alvi , Mbak Khasanah dan Awar)

12. Teman-teman KKN (Mami Larmi, Papi Trisno, Om Minan, Neng Aya', Idut,

Comat Kartolo Ginting, Kasan, Aan, Bang Ali, Kak Ozzy, Cholis, Teh Ifa dan

Pa'de Jamal) posko 23 di Pesantren Batang yang terus memberikan dorongan

dan semangat.

13. Seluruh pihak yang mungkin belum dan tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu dalam lembar ini karena keterbatasan yang ada.

Hanya sepenggal ucapan terima kasih yang penulis ungkapkan, semoga

segala kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.

Akhir kata semoga sekelumit karya ini mampu memberikan manfaat bagi

khazanah keilmuan di IAIN Walisongo Semarang khususnya dalam ilmu

Tarbiyah, dan bagi kita semua yang membacanya. Amiin ya Robbal ‘Alamin.

Penulis

ك

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv

HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ v

HALAMAN MOTTO .................................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... viii

KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................. xi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Penegasan Istilah .................................................................... 5

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ....................................... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 7

E. Telaah Pustaka ....................................................................... 8

F. Metode Penelitian .................................................................. 11

G. Sistematika Penulisan ............................................................. 15

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Autisme ................................................................................... 17

1. Pengertian Autisme ........................................................... 17

2. Karakteristik Autisme

3. Penyebab Autisme ............................................................ 18

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis ........................ 22

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis 22

2. Dasar Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis........ 25

3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis...... 31

ل

4. Kurikulum Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Autis .................................................................................. 33

5. Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Autis .................................................................................. 35

6. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis ..... 37

7. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Autis ....... 40

C. Kreativitas Guru Autis

1. Pengertian Kreativitas Guru Autis………………………... 41

2. Ciri-ciri Guru Kreatif Autis……………………………….. 45

3. Manfaat Kreativitas Bagi Guru Autis……………………… 48

4. Kompetensi Guru Autis……………………………………. 50

5. Dealapan Ketereampilan Guru Dalam Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam Autis………………………………………... 53

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Sekolah Putra Mandiri Semarang .............. 57

1. Tinjauan Histotis ............................................................... 57

2. Visi dan Misi..................................................................... 57

3. Letak Geografis................................................................ 58

4. Struktur Organisasi ........................................................... 58

5. Keadaan Guru dan Siswa .................................................. 59

6. Sarana dan Prasarana……………………………………. 60

B. Gambaran Khusus Sekolah Putra Mandiri Semarang............. 62

1. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam………… 62

2. Sistem Pembelajaran ......................................................... 64

3. Kreativitas Guru ............................................................... 66

4. Problematika yang Dihadapi Guru dalam

Mengembangkan Kreativitasnya terhadap Metode dan

Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan

Solusi yang Ditawarkan Guru........................................... 69

م

BAB IV : ANALISIS KREATIVITAS GURU DALAM

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA

ANAK AUTIS DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI

SEMARANG

A. Analisis terhadap Kreativitas Guru dalam Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam ....................................................... 74

B. Analisis terhadap Problematika yang Dihadapi Guru dalam

Mengembangkan Kreativitasnya terhadap Metode dan

Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Solusi

yang Ditawarkan Guru ........................................................... 84

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 88

B. Saran-saran ............................................................................. 88

C. Penutup .................................................................................. 90

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam pembukaan UUD 1945 alenia 4 ditegaskan bahwa Pemerintah

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial.1 Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

pemerintah mengupayakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan

nasional yang terpadu, merata, setara / seimbang dengan basis mutu lokal,

regional, dan internasional. Tujuannya untuk meningkatkan mutu sumber daya

bangsa Indonesia, mengejar ketinggalan di segala aspek kehidupan dan

menyelesaikannya dengan perubahan global serta perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Pemerintah mengupayakan dan menyelenggarakan suatu sistem

pendidikan nasional termasuk Pendidikan Agama Islam bagi bangsa

Indonesia, karena sepanjang hidup manusia membutuhkan pendidikan untuk

kelangsungan hidupnya. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan pengendali diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia

serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2

Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri

sendiri. Oleh karena itu, setiap individu perlu diberi berbagai kemampuan

dalam pengembangan berbagai hal, seperti : konsep, prinsip, kreativitas,

tanggung jawab dan ketrampilan. Dengan kata lain, setiap individu perlu

mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam maka terciptalah kehidupan

1 UUD 1945. 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I pasal 1,

(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), Cet.3, hlm. 3.

2

religius dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dapat menghayati

dan mengamalkan ajarannya sesuai dengan agamanya. Sebagaimana firman

Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 31 :

وعلم آدم األسماء كلها ثم عرضهم على المالئكة فقال أنبئوني بأسماء

ادقنيص مالء إن كنتـؤ٣١:البقراة(ه(

“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqarah : 31)3

Ayat diatas menafsirkan kewajiban manusia untuk mengupayakan dan

menyelenggarakan pendidikan termasuk Pendidikan Agama Islam. Pendidikan

sangat dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidup manusia dan untuk

mengembangkan potensi diri guna memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendali diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Islam memandang bahwa setiap manusia diciptakan untuk beribadah

pada Allah SWT. Kewajiban ini mutlak adanya dan berlaku untuk semuanya

selagi mereka tetap dalam keadaan sadar, dalam arti mampu menggunakan

akal dan hatinya untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Kewajiban

manusia dalam membutuhkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk

pedoman hidup sehingga agama merupakan standarisasi nilai-nilai sosial

dimasyarakat dan untuk melestarikannya, maka sangat diperlukan

penyelenggaraan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Secara psikologis,

agama sangat urgen diperlukan untuk memberikan bimbingan, arahan dan

pengajaran bagi setiap muslim agar dapat beribadah dan bermuamalah dengan

ajaran Islam.

3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Surabaya:

Mahkota, 1999), hlm. 14

3

Kewajiban tersebut diatas tidak hanya berlaku bagi orang normal saja

tetapi juga berlaku bagi orang yang terbelakang (autisme) atau cacat mental

walaupun mereka mempunyai kelainan pada saluran saraf tertentu atau

kelainan mental. Karena tujuan manusia hidup didunia hanya untuk beribadah

dan menyembah Allah SWT. Sehingga untuk menjalankan syariat agama

dengan benar seseorang harus memperoleh pengetahuan tentang hal tersebut

diatas. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan dan

pengalaman. Demikian pula dengan anak cacat mental atau terbelakang

(autisme).

Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak dapat lepas

dari tujuan Pendidikan Agama Islam yang hendak dicapai, tujuan Pendidikan

Agama Islam yang hendak dicapai tertuang dalam GBPP PAI yaitu :

“meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta

didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman

dan bertaqwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dengan kehidupan

pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.4

Dari rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam ini mengandung

pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami

oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognitif, afektif dan psikomotorik

yang akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa dan berakhlak

mulia.

Kebutuhan akan pendidikan merupakan hak semua warga negara.

Berkenaan dengan ini, di dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) secara tegas

disebutkan bahwa : “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”.5

Hak setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan sudah

dijamin oleh hukum yang pasti dan bersifat mengikat. Artinya, pihak manapun

tidak dapat merintangi atau menghalangi maksud seseorang untuk belajar dan

mendapat pengajaran. Hak setiap warga negara tersebut tidak hanya berlaku

bagi setiap anak normal saja, tetapi juga pada anak yang memiliki kelainan

4 GBPP PAI. 5 UUD 1945.

4

khusus seperti autisme. Keadaan ini dipertegas lagi dalam UU No. 20 tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional, bab IV pasal 5 ayat 2, yaitu : “warga

negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan latar

sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.6 Hal ini sesuai dengan al-

Qur’an surat Abasa ayat 1-4 :

أو يذكر . وما يدريك لعله يزكى. ءه الأعمىأن جا .عبس وتولى

)٤-١: عبس(فتنفعه الذكرى

“Dia (Muhammad) mengerutkan muka (musam mukanya) dan berpaling. Karena Telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?”.7

Ayat diatas menjelaskan bahwa anak autis berhak mendapat

pendidikan seperti anak normal lainnya termasuk Pendidikan Agama Islam.

Pendidikan Agama Islam sebagai bekal untuk pedoman hidup sehingga agama

merupakan standarisasi nilai-nilai sosial dimasyarakat.

Autisme adalah sindroma (kumpulan gejala) di mana terjadi

penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian

terhadap sekitar, sehingga anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri.

Autisme tidak termasuk golongan penyakit, tetapi suatu kumpulan gejala

kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Anak autis tidak mampu

bersosialisasi, mengalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku

berulang-ulang serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya.

Dengan kata lain, pada anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual dan

6 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Op.Cit., hlm. 10. 7 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Surabaya:

Mahkota, 1999), hlm. 1024

5

kemauan (gangguan pervasif). Autisme adalah suatu keadaan di mana seorang

anak berbuat semaunya sendiri, baik cara berfikir maupun berperilaku.8

Dalam pelaksanaan pendidikan bagi anak autis, terutama dalam

pembelajaran Pendidikan Agama Islam sering dijumpai banyak permasalahan

yang menghambat dalam mencapai tujuan Pendidikan Islam. Permasalahan

tersebut bisa muncul dari peserta didik, lingkungan maupun faktor pendukung

lainnya. Permasalahan yang muncul dari peserta didik (anak autis) yaitu

adanya kelainan emosi, intelektual dan kemampuan (gangguan pervasif) yang

merupakan suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan

perkembangan. Anak autis memiliki tingkat gangguan perkembangan yang

berbeda-beda, antara penyandang autisme yang satu dengan penyandang

autisme yang lain. Ada varian symptom yang ringan dan ada juga yang berat.

Secara umum dapat dispesifikasikan ke dalam 3 hal yang mencakup kondisi

mental, kemampuan berbahasa serta usia si anak. Adanya tingkat gangguan

perkembangan yang berbeda-beda ini bergantung pada umur, inteligensia,

pengaruh pengobatan dan beberapa kebiasaan pribadi lainnya.

Sekolah Putra Mandiri Semarang adalah lembaga pendidikan khusus

yang dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam terdapat

problematika yang sangat beragam.

Dari uraian di atas, penulis melihat pentingnya pelaksanaan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang

dengan problematika dan solusinya.

B. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dan untuk memperjelas pokok

masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini serta sebagai batasan ruang

lingkupnya, maka perlu kiranya penulis jelaskan beberapa istilah pokok yang

ada dalam judul “Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada

Anak Autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang”, antara lain

8 Faisal Yatim, Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, (Jakarta: Pustaka

Populer, 2003), cet.VII. hlm. 9-10.

6

1. Problematika

Problematika adalah persoalan yang belum terungkap sampai

diadakan penyelidikan ilmiah dan metode yang tepat.9

2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Menurut E. Mulyasa pembelajaran adalah proses interaksi antara

peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perilaku ke arah

yang lebih baik.10

Sedangkan Pendidikan Agama Islam menurut Zakiah Darajat

adalah bimbingan dan suhan yang diberikan kepada anak dalam

pertumbuhan jasmani dan rohani untuk mencapai tingkat dewasa sesuai

dengan ajaran Agama Islam dalam negara Republik Indonesia yang

berdasarkan pancasila.11

Sehingga pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah proses

interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi

perilaku ke arah yang lebih baik yaitu berupa bimbingan dan suhan yang

diberikan kepada siswa dalam pertumbuhan jasmani dan rohani untuk

mencapai tingkat dewasa sesuai dengan ajaran Agama Islam dalam negara

Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila

3. Anak Autis

9 Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2006), Cet. III, Hlm. 554 10 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),

hlm. 100 11 Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,

1995), hlm. 173.

7

Anak adalah manusia yang masih kecil.12

Sedangkan autis berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti

berdiri sendiri.13 Autisme adalah sindroma (kumpulan gejala) di mana

terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan

kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autis seperti hidup dalam

dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk golongan penyakit, tetapi suatu

kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan.14 Dengan

kata lain, pada anak autis terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan

(gangguan pervasif).

Sehingga anak autis adalah manusia yang masih kecil yang

mengalami penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa

dan kepedulian terhadap sekitar, anak autis seperti hidup dalam dunianya

sendiri.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Agar pembatasan skripsi ini dapat terfokus pada pokok permasalahan,

maka penulis telah merumuskan beberapa pokok permasalahan yang perlu

mendapatkan pembahasan dan pemecahan dalam penelitian skripsi ini.

Adapun pokok permasalahan dalam pembahasan penelitian skripsi ini

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak

autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang?

2. Problematika dan solusi apa yang ditawarkan guru dalam pelaksanaan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri

Semarang?

12 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kams Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1995), Cet. III, hlm. 41 13 Hasan Sadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, t.th.),

hlm. 329. 14 Faisal Yatim, Op.Cit., hlm. 10.

8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam

penulisan skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam

pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang.

b. Untuk mengetahui problematika dan solusi yang ditawarkan guru

dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Putra Mandiri Semarang.

Adapun nilai guna yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Bagi penulis merupakan wahana untuk menambah wawasan ilmu serta

menerapkan ilmu pengetahuan yang di dapat pada perkuliahan terutama

yang berkaitan dengan masalah pelaksanan pembelajaran Pendidikan

Agama Islam bagi anak tidak normal termasuk anak autis.

2. Bagi Sekolah Putra Mandiri Semarang sebagai feedback dan bahan

informasi bagi para guru secara umum dan khususnya bagi guru yang

membelajarkan pendidikan agama Islam.

3. Bagi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang untuk menambah

khazanah kepustakaan guna pengembangan karya-karya ilmiah lebih

lanjut.

E. Telaah Pustaka

Sebagaimana dipaparkan dalam latar belakang dan perumusan

masalah, bahwa penelitian ini akan dipusatkan perhatiannya pada

problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis di

Sekolah Putra Mandiri Semarang.

Untuk menghindari duplikasi tentang skripsi ini, berikut penulis

paparkan beberapa karya yang berhubungan dengan penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Solikin, NIM : 310038. Penelitian ini

berjudul pembelajaran PAI pada anak autisme di Sekolah Star Kids

Pedurungan Tengah Semarang. Penelitian ini membahas kondisi fisik anak

9

autis, metode yang tepat dan efektif dalam pross belajar mengajar dan

kemampuan motorik anak autis dalam mencapai pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di Sekolah Star Kids Center Pedurungan Tengah Semarang.15

Dari penelitian di atas, maka penulis mengkaji yang belum pernah

diteliti sebelumnya, yaitu mengenai problematika pembelajaran Pendidikan

Agama Islam pada anak autis di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dalam

penelitian ini penulis menitik beratkan pada problematika dan pelaksanaan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang.

Sedangkan untuk memberikan penjelasan tentang isi skripsi ini, maka

penulis cantumkan beberapa telaah pustaka seputar problematika dan

pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis sebagai

berikut :

Pertama, karya H. Ahmad Syar’i berjudul Filsafat Pendidikan Islam.

Buku ini berisikan tentang falsafah pendidikan Islam.16

Kedua, karya M. Basyiruddin Usman berjudul Metodologi

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Buku ini berisikan tentang metode

pembelajaran pendidikan agama Islam.17

Ketiga, karya Syaiful Bahri Djamarah dan Asma Zain berjudul Strategi

Belajar Mengajar. Buku ini berisikan tentang strategi belajar mengajar. 18

Keempat, karya Theo Peeters berjudul Autisme. Buku ini berisikan

tentang autisme secara umum.19

Kelima, karya Faisal Yatim, berjudul Autisme Suatu Gangguan Jiwa

pada Anak-Anak. Buku ini berisikan informasi bagi masyarakat dalam

mengenal autisme.20

15 Solikin, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autisme di Sekolah Star

Kids Pedurungan Semarang, (IAIN Walisongo Semarang, Fakultas Tarbiyah, 2005) 16 Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2005), Cet.1. 17 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:

Ciputat Pers,2005). Cet.1. 18 Syaiful Bahri Djamarah dan Asma Zain, Strategi Belajar Mengaja, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2002), Cet. II 19 Theo Peeters, Autisme, (Jakarta: Dian Rakyat,2004), Cet.1.

20 Faisal Yatim, Op.Cit.

10

Dari beberapa literatur di atas, penulis mencoba mengkaji seputar

problematika dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta anak autis.

F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan

menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Sedangkan sifat dari

penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian lapangan dengan pendekatan

kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif. Sedangkan data deskriptif

dimaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi

atau kejadian-kejadian.21

Adapun tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat

pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta

dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian ini digunakan untuk

mengetahui problematika serta solusi yang ditawarkan guru dalam

pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra

Mandiri Semarang. Sedangkan untuk memperkuat teori-teori yang

dibahas, maka penulis lengkapi dengan penelitian kepustakaan (library

research).

2. Fokus Penelitian

Berdasarkan judul penelitian di atas, maka yang menjadi fokus

penelitian adalah pelaksanaan dan problematika pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Adapun yang dikaji

adalah pelaksanaan dan problematika dalam pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang.

3. Sumber Data

Sumber data adalah tempat di mana data diperoleh, diambil dan

dikumpulkan. Sumber data dalam penelitian berbentuk kata-kata dan

21 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2002), hlm. 18.

11

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-

lain.22

Sumber data dalam penelitian ini berupa proses belajar dan

informan. Proses belajar mengajar dalam penelitian ini adalah proses

belajar mengajar yang dilakukan oleh para pendidik di Sekolah Putra

Mandiri Semarang. Sedangkan informan dalam penelitian ini adalah para

pendidik di Sekolah Putra Mandiri Semarang. Dari beberapa informan

diharapkan dapat terungkap kata-kata dan tindakan yang dijadikan sebagai

sumber utama.

4. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, pengumpulan data dilakukan

dengan mengguanakan metode:

1) Metode Observasi

Ciri khas metode kualitatif adalah tidak dapat dipisahkan

dari pengamatan. Observasi adalah mengadakan pengamatan dan

mendengarkan secara cermat tentang situasi di lapangan dengan

cara berperan serta dalam kegiatan sehari-hari subyek, pada setiap

situasi yang diinginkan peneliti.23

Dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan

sebesar-besarnya, karena teknik ini dibesarkan atas pengulangan

secara langsung. Dalam observasi ini menggunakan teknik

observasi langsung. Observasi dilakukan dikelas pada saat proses

belajar mengajar untuk mengetahui secara langsung mengenai

problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam Islam di

Sekolah Putra Mandiri Semarang.

2) Metode Interview

Salah satu metode pengumpulan data ialah dengan jalan

wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya

22 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet.XVII, hlm. 112.

23 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 123

12

langsung kepada responden.24 Interview atau wawancara adalah

metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak,

dikerjakan dengan sistematik dan berdasarkan pada tujuan

penelitian.25

Dalam penelitian ini, penulis mengadakan wawancara

untuk mengetahui problematika dan pelaksanaan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang.

Wawancara ini dilakukan secara langsung dengan guru yang

mengajarkan Pendidikan Agama Islam.

3) Metode Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode yang digunakan dengan

mencari data melalui peningkatan tulisan, seperti arsip yang

berupa catatan-catatan, transkip, buku agenda dan lainnya yang

berhubungan dengan masalah penelitian.26 Metode ini digunakan

untuk mendapatkan data tentang gambaran umum Sekolah Putra

Mandiri Semarang. Data ini berupa AD/ART, visi misi, letak

geografis, struktur organisasi, keadaan guru, karyawan dan siswa

serta sarana dan prasarana Sekolah Putra Mandiri Semarang.

5. Analisis Data.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan model miles dan huberman. Analisis data dalam penelitian

ini dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai

pengumpulan data dalam periode tertentu.27 Kegiatan dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus

sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

24 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metodologi Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES,

1989), hlm. 192. 25 Kuntjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia,

1993), hlm. 129. 26 S. Margono, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm. 165. 27 Sugiyono, Metodologi PenelitianPendidikan, (Bandung: Alfabet, 2006), hlm. 337

13

Analisis dilakukan untuk melihat secara seksama mengenai

problematika dan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

Sekolah Putra Mandiri Semarang.

Adapun langkah-langkah dalam analisis data yaitu:

a. Data Reduction.

Data reduction adalah pencarian data yang diperoleh dari lapangan.

b. Data Display.

Data display adalah menyajian data setelah mencari data yang

diperoleh dari lapangan.

c. Data Conclucion.

Data conclucion adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Model interaktif dalam analisis data ditunjukkan pada gambar berikut;

14

Gambar. Komponen dalam analisis data.28

Berdasarkan gambar diatas, langkah awal yang dilakukan peneliti

adalah pencarian data. Setelah pencarian data, maka peneliti melakukan

antisipatory sebelum menyajikan data. Setelah menyajikan data kemudian

mengambil kesimpulan.

28 Ibid, hlm. 338

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Autisme

Istilah autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner,

sekalipun kelainan ini sudah ada sejak barabad-abad yang lampau. Dr Leo Kanner

(seorang pakar spesialis penyakit jiwa) melaporkan bahwa ia telah mendiagnosa dan

mengobati pasien dengan sindroma autisme. Untuk menghormatinya autisme disebut

juga sindroma kanner.

1. Pengertian Autisme

Istilah autisme berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang berarti berdiri

sendiri. Sedangkan isme yang berarti aliran. Berarti autisme adalah suatu paham

yang tertarik hanya pada dunianya sendiri.

Faisal Yatim menegaskan dalam bukunya yang berjudul Autisme suatu

Gangguan Jiwa Pada Anak, autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa

sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial,

kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autisme

seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autisme tidak termasuk golongan penyakit

tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan.

Menurut Theo Peeters, autisme merupakan suatu gangguan

perkembangan, gangguan pemahaman pervasif (kemauan) dan bukan bentuk

penyakit mental. Penyandang autisme memiliki gaya kognisi yang berbeda, pada

dasarnya berarti bahwa otak mereka memproses informasi dengan cara berbeda.

Mereka mendengar, melihat dan merasa tetapi otak mereka memperlakukan

informasi ini dengan cara yang berbeda.

Sedangkan berdasarkan Dikdasmen Depdiknas, autisme adalah suatu

gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi

sosial dan aktivitas imajinasi. Gejala autisme mulai tampak sebelum anak berusia

tiga tahun. Bahkan pada autistik infantil (autisme berat) gejalanya sudah ada

sejak lahir.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah

suatu sindroma (kumpulan gejala) gangguan perkembangan yang menyangkut

komunikasi dan sosial, kemampuan berbahasa, kepedulian terhadap sekitar,

pemahaman pervasif sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri

dan bukan suatu bentuk penyakit mental. Sindroma gangguan perkembangan

yang dimiliki oleh anak autis berbeda-beda antara anak yang satu dengan yang

lainnya. Ada yang ringan dan ada juga yang berat. Adanya tingkat gangguan

perkembangan yang berbeda-beda tergantung pada umur, inteligensia, pengaruh

pengobatan dan beberapa kebiasaan pribadi lainnya.

2. Karakteristik Autisme

Sebagai sindrom, autisme dapat menimpa seluruh anak dari berbagai

tingkat sosial dan kultur. Hanya lebih sering terdapat pada anak lelaki, bisa

sampai 3-4 kali dibanding anak perempuan, mungkin ada hubungan genetik.

Sebagian besar penderita autisme biasanya mengalami gangguan berbahasa,

kejadian autisme di negara maju sekitar 5-15/10.000 penduduk.

Karakteristik anak autis seperti digambarkan oleh Harry Gottesfeld yaitu

From birth autistic children show no responsiveness to people. They fail to learn

speech and do not seem interested in communicating or relating to other people.

They sometimes learn words but use them for the sound contless time. Some

autistic children are mistaken for being mentally retarded, but they show good

motor development and there are other indicat in of normal intellectual capacities.

They often relate to inominate objects and seem to enjoy playing with them. They

also frequently enjoy motor activities and may engange in such repetitive toilet,

or banging their heads against the wall.

Sejak lahir anak autis tidak menunjukkan respon dan tidak menunjukkan

adnya komunikasi atau seperti menggunakan bahasa planet. Terkadang mereka

belajar kata untuk berkomunikasi tetapi hanya untuk mereka sendiri yang paham.

Mereka selalu mungulang-ulang kata atau bunyi. Beberapa anak autis seperti

reterdasi mental tetapi mereka menunjukkan perkembangan sensor motorik (fisik)

yang baik dan ada indikasi memiliki kecerdasan normal. Mereka selalu

berimajinasi dan menikmati permainan mereka. Mereka juga menikmati kegiatan

fisik seperti berguling-guling, berputar-putar dan mematikan keran air, pembilas

toilet atau membenturkan kepala ke dinding.

Pada dasarnya anak autis mempunyai masalah atau gangguan dalam

bidang:

a. Komunikasi

1) Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.

2) Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi

kemudian sirna.

3) Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.

4) Mengecoh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa tidak dapat

dimengerti orang.

5) Berbicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi.

6) Senang meniru atau membeo (echolalia)

7) Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut

tanpa mengerti artinya.

8) Sebagian dari anak autis tidak berbicara (non verbal) atau sedikit

berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.

9) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia

inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

b. Interaksi sosial

1) Penyandang autisme lebih suka menyendiri.

2) Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan

3) Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.

4) Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.

c. Gangguan sensoris

1) Saat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.

2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.

3) Senang mencium, menjilat mainan atau benda-benda.

4) Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.

d. Pola bermain

1) tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.

2) Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.

3) Tidak kreatif, tidak imajinatif.

4) Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu

rodanya diputar-putar.

5) Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda.

6) Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan

dibawa kemana-mana.

7) Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)

8) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,

mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata

ke pesawat televisi, lari atau berjalan bolak balik, melakukan gerakan

yang diulang-ulang.

9) Tidak suka para perubahan.

10) Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.

e. Emosi

1) Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis

tanpa alasan.

2) Temper tantrum (mengamuk tidak terkendali) jika dilarang atau tidak

diberikan keinginannya kandang suka merusak dan menyerang.

3) Kadang-kadang berperilaku menyakiti dirinya sendiri.

4) Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

Kadang-kadang anak autis dapat berkembang normal namun pada usia

tertentu terjadi gangguan perkembangan dan akhirnya mengalami

kemunduran. Kebanyakan inteligensia anak autis rendah. Namun, 20 % dari

anak autis masih mempunyai IQ > 70. kemampuan khusus, seperti membaca,

berhitung, menggambar, melihat penanggalan, atau mengingat jalanan yang

banyak liku-likunya kurang. Anak autis berarti anak yang kurang bisa bergaul

atau kurang bisa mengimbangi anak sebayanya. Tetapi tidak sampai seperti

anak Down Syandrome yang idiot, atau anak yang gerakan ototnya kaku, pada

anak dengan kelainan jaringan otak.

Perilaku autisme digolongkan menjadi dua jenis yaitu:

a. Perilaku Eksesif (berlebihan)

Perilaku eksesif ditandai hiperaktif dan tontrum (mengamuk) berupa

menjerit, mengepak, menggigit, mencakar, memukul dan sebagainya.

Terkadang dalam perilaku eksesif terjadi anak menyakiti diri sendiri (self

abuse).

b. Perilaku Defisit (berkekurangan)

Perilaku defisit ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial

kurang sesuai (naik ke pangkuan ibu bukan untuk kasih sayang tetapi untuk

meraih kue), defisit sensoris sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan

emosi yang tidak tepat misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab

dan melamun.

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pengertian pembelajaran

pendidikan agama Islam pada anak autis, terlebih dahulu penulis kemukakan

mengenai pengertian belajar. Karena belajar dan pembelajaran memiliki

keterkaitan yang sangat erat.

Definisi tentang belajar berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut

oleh para ahli. Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan

mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Dalam hal ini dipentingkan pendidikan

intelektual. Siswa diberikan bermacam-macam mata pelajaran untuk menambah

pengetahuan yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal.

Pendapat yang lebih modern, menganggap belajar sebagai a change in

behavior atau perubahan kelakuan, seperti belajar apabila ia dapat melakukan

sesuatu yang tidak dapat dilakukannya sebelum ia belajar, atau bila kelakuanya

berubah sehingga lain caranya menghadapi suatu situasi dari pada sebelum itu.

Dalam arti yang luas, ini melingkupi pengamatan, pengenalan, pengertian,

perbuatan, ketrampilan, perasaan, minat, penghargaan dan sikap. Jadi belajar

tidak hanya mengenai pendidikan intelektual, tetapi mengenai seluruh pribadi

anak.

Bertolak dari pengertian belajar di atas, maka pengertian pembelajaran

menurut E. Mulyasa adalah proses interaksi antara peserta didik dengan

lingkungannya, sehingga terjadi perilaku ke arah yang lebih baik.

Sedangkan menurut Hamzah B. Uno yang dikutip dari pendapatnya

Dedeng, pembelajaran adalah upaya untuk membelajaran siswa. Secara implisit,

dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan

metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan

dan pengembangan metode didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada.

Pembelajaran yang dimaksud oleh Hamzah B. Uno hampir sama dengan

pendapatnya OP Dahama dan op Bhatnagar yaitu: Teaching is prosess of creating

situation the facilitate the learning process. Creating situation includes providing

activities, materials, and guidance needed by the learnes.

Pembelajaran adalah keadaan dari proses berkreasi. Situasi berkreasi

termasuk menghasilkan aktifitas, materi dan petunjuk yang dibutuhkan dalam

pembelajaran.

Dalam UU SISDIKNAS pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar.

Jadi pengertian pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar sehingga terjadi

perilaku ke arah yang lebih baik. Belajar mengacu pada hasil apa yang ingin

dicapai sedang pembelajaran adalah proses dari belajar.

Adapun pengertian Pendidikan Agama Islam yaitu:

Menurut Ahmad Syafi’i Pendidikan Agama Islam ialah Ikhtiar yang

dilakukan oleh si pendidik dan atau terdidik dalam rangka terbentuknya

kedewasaan jasmani dan atau rohani (kognitif, psikologis dan afektif) terdidik

sesuai dengan tuntutan ajaran Islam dalam rangka kebahagiaan hidup di duniawi

dan ukhrawi. Penyelenggaraan pendidikan dikatakan pendidikan agama Islam

paling tidak harus memenuhi dua kriteria yaitu materi dan tujuan serta personil

dan lembaga pengelolaannya harus Islami.

Sedangkan menurut Achmadi, Pendidikan Agama Islam ialah usaha yang

lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman subjek didik

agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.

Implikasi dari pengertian ini, Pendidikan Agama Islam merupakan komponen

yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan Islam. Pendidikan agama Islam

berfungsi sebagai jalur pengintegrasian wawasan Islam dengan bidang-bidang

studi (pendidikan) yang lain.

Di dalam GBPP PAI, dijelaskan Pendidikan Agama Islam adalah usaha

sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan

mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau

latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam

hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan

persatuan nasional.

Jadi pengertian Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar yang

dilakukan pendidik untuk mengembangkan fitrah keberagaman siswa agar

mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan untuk kebahagiaan dunia dan

akhirat dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam

hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan

persatuan nasional.

Dari berbagai uraian di atas dapat diambil pengertian pembelajaran

Pendidikan Agama Islam pada anak autis adalah proses interaksi anak autis

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk

mengembangkan fitrah keberagaman anak autis agar mampu memahami,

menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran dan atau latihan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat dengan

memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan

kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan

nasional.

2. Dasar Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis

Dasar pembelajaran pendidikan adalah pandangan yang mendasari seluruh

aktivitas pendidikan baik dalam rangka penyusunan teori, perencanaan maupun

pelaksanaan pendidikan. Karena pembelajaran pendidikan merupakan bagian

penting dari kehidupan dan secara kodrati, manusia adalah makhluk pedagogik

maka dasar pendidikan yang dimaksud tidak lain ialah nilai-nilai tertinggi yang

dijadikan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa dimana pendidikan itu

berlaku. Sedangkan yang dimaksud dengan pandangan hidup yang mendasari

seluruh kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam autis ialah pandangan

hidup islami atau pandangan hidup muslim yang pada hakekatnya merupakan

nilai luhur yang bersifat transenden, universal dan eternal.

Menurut Ahmad Syar’i, dasar pendidikan Islam bersifat mutlak, final dan

permanen yaitu al-Qur'an dan al-Hadits dengan berbagai fungsinya antara lain,

sebagai rujukan final, fundamen, sumber kekuatan dan keteguhan, landasan kerja,

sumber peraturan dan atau sumber kebenaran penyelenggaraan pendidikan Islam.

Searah dengan dasar Pendidikan Agama Islam maka Achmadi

menyebutkan bahwa dasar Pendidikan Agama Islam adalah sumber-sumber nilai

dalam Islam yaitu al-Qur'an dan sunnah rasul yang shahih. Karena banyaknya

nilai yang terdapat dalam sumber tersebut, maka nilai yang dipilih dan diangkat

beberapa diantara yang dipandang fundamental dan dapat meragukan berbagai

nilai yang lain yaitu tauhid, kemanusiaan, kesatuan umat manusia, keseimbangan

dan rahmatan lil alamin.

Sedangkan dasar pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam

pada anak autis di Indonesia mempunyai dasar yang cukup kuat, baik landasan

ideal maupun konstitusional. Hal ini dapat ditinjau dari tiga segi dasar yuridis

atau hukum, dasar religius dan dasar sosial psikologis.

Ketiga dasar tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Dasar Yuridis Dasar Hukum

Yaitu dasar-dasar pelaksanaan Pendidikan Agama Islam autisme yang

berasal dari peraturan perundang-undangan di Indonesia yang secara langsung

dapat dijadikan pegangan dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan

Agama Islam autis. Dasar yuridis meliputi:

1) Dasar Ideal yaitu Pancasila

Dasar ideal pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis

tertuang dalam pancasila pada:

a) Sila pertama butir pertama yang berbunyi, “percaya dan taat kepada

Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya

masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

b) Sila kedua butir kedua yang berbunyi, ”mengakui persamaan derajat,

persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-

bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,

kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.”

Maka untuk merealisasikan diperlukan pemahaman agama yaitu

melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis.

2) Dasar Konstitusional

Dasar konstitusional pembelajaran Pendidikan Agama Islam autis

tertuang dalam :

a) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 berbunyi: “Tiap-tiap

warga negara berhak mendapat pengajaran”

b) Undang-Undang

Pasal 5 ayat 2 berbunyi: “Warga negara yang memiliki kelainan

fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial berhak memperoleh

pendidikan khusus..

Pasal 29 ayat 3 berbunyi: “Pendidikan keagamaan dapat

diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dan informal”.

3) Dasar Operasional

Dasar operasional pembelajaran Pendidikan Agama Islam tertuang

dalam Tap MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang

dijabarkan dalam UU No 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan

nasional. Undang-undang ini dijabarkan lagi melalui peraturan-peraturan

pemerintah yaitu : PP No. 27 tahun 1990 tentang pendidikan pra sekolah,

PP No. 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, PP No. 29 tahun 1990

tentang pendidikan menengah dan PP No. 30 tahun 1990 tentang

pendidikan tinggi. Sedangkan pada sekolah-sekolah umum di bawah

departemen pendidikan nasional diatur melalui surat-surat keputusan

Mendikbud yaitu SK Mendikbud No. 060/U/1993 tertanggal 25 Januari

1993 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar, SK Mendikbud No.

061/U/1993 tertanggal yang sama tentang Kurikulum Sekolah Menengah

Umum dan SK Mendikbud No. 080/U/1993 tertanggal 27 Januari 1993

tentang Kurikulum Sekolah Kejuruan. Pada lembaga-lembaga lain yang

mengelola pendidikan menyesuaikan dengan aturan-aturan tersebut.

b. Dasar Religius

Dasar religius pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis

yaitu al-Qur'an dan hadits.

1) Dasar al-Qur'an yaitu :

1) QS. Al-Abasa ayat 1-4:

وما يدريك لعله يزكى ) 2(أن جاءه الأعمى ) 1(عبس وتولى )4 (أو يذكر فتنفعه الذكرى) 3(

“Dia (Muhammad) bermuka musam dan berpaling. Karena telah datang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?”

2) QS. Az-Zaryat ayat 56

وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.

2) Dasar hadits yaitu:

HR Bukhari

الفطرة ولد على يlang1025ےے ÿÿÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿs4ÿÿÿÿng1025áæÿÿÿÿÿÿÿÿÿÿrtlchكل مو فأبواه يهودانه اوينصرانه اوميجسانه

“Tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci maka orang tualah yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari)

HR Tirmidhi dan Jami’ash Shohih

بلغوا عنى ولو اية

“Sampaikanlah olehmu mengenai dari hal agama meskipun hanya satu ayat”.

c. Dasar Sosial Psikologis

Yaitu dasar kejiwaan dan sosial manusia dalam membutuhkan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis. Manusia dalam

hidupnya di dunia senantiasa membutuhkan ajaran agama untuk pedoman

hidup sehingga agama merupakan standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat

dan fungsi memberikan inspirasi perkembangan sosial kemasyarakatan untuk

melestarikan ajaran agama Islam, maka sangat diperlukan penyelenggaraan

pembelajaran pendidikan agama islam baik untuk anak normal maupun untuk

anak yang memiliki keterbalakangan mental seperti anak autis.

Secara psikologis, agama sangat urgen diperlukan untuk memberikan

bimbingan, arahan dan pengajaran bagi setiap muslim agar dapat beribadah

dan bermuamalah dengan ajaran Islam.

3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis

Pada dasarnya, prinsip tujuan Pendidikan Agama Islam menurut

Ahmad Syar’i yang dikutip dari al-Syaibani yaitu menyeluruh, keseimbangan,

kejelasan, tidak ada pertentangan, realistis dan dapat dilaksanakan. Perubahan

pada arah yang dapat dikehendaki, menjaga perbedaan-perbedaan

perseorangan dan dinamis serta menerima perubahan. Di samping sebagai

standar dalam mengukur dan mengevaluasi tingkat pedoman dan arah proses

pendidikan Islam itu sendiri.

Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis yaitu:

a. Tujuan instruksional

Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami dan berlaku umum,

karena sesuai dengan konsep Ilahi yang mengandung kebenaran mutlak dan

universal.

1) Menurut Achmadi, tujuan instruksional meliputi:

1) Menjadikan hamba Allah yang paling taqwa.

2) Mengantarkan subyek didik menjadi khalifatullah fil ard (wakil

Tuhan di bumi) yang mampu memakmurkannya (membudayakan

alam sekitar) dan lebih lagi mewujudkan rahmat bagi alam sekitarnya,

sesuai dengan tujuan penciptaannya.

3) Untuk memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai

di akhirat, baik individu maupun masyarakat.

2) Menurut Hasan Langgulung, tujuan instruksional meliputi:

Tujuan yang bersifat mutlak, artinya tidak akan mengalami

perubahan baik dalam dimensi ruang atau waktu yang berbeda-beda.

Karena tujuan ini mengandung kebenaran yang mutlak dan universal yang

sudah jelas sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Allah sebagaimana yang

termaktub dalam al-Qur'an surat adz-Dzariyat ayat 56, makna berbakti

atau menyembah kepada Allah pengertiannya sangat luas.

b. Tujuan Umum

Berbeda dengan tujuan tertinggi yang lebih menekankan pendekatan

filosofis, tujuan umum lebih menekankan pendekatan empirik, artinya tujuan

yang diharapkan dapat dicapai ketika proses pendidikan diterapkan. Tujuan

umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena

menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian siswa. Dikatakan

umum karena berlaku bagi siapa saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, dan

juga menyangkut diri subyek didik secara total.

Tujuan ini diharapkan siswa dapat mengalami perubahan pada sikap,

perilaku dan kepribadian berdasarkan ajaran agama Islam yang dalam proses

pembelajaranya disesuaikan berdasarkan tingkat perkembangan siswa.

c. Tujuan Khusus

Tujuan khusus adalah perubahan-perubahan yang diingini yang

merupakan bagian yang termasuk di bawah tiap tujuan umum pendidikan.

Tujuan ini merupakan gabungan pengetahuan, ketrampilan, pola laku, nilai-

nilai dan kebiasaan yang terkandung dalam tujuan tertinggi dan tujuan umum.

Pengkhususan tujuan tersebut dapat didasarkan pada:

1) Kultur dan cita-cita saat bangsa dimana pendidikan itu diselenggarakan.

2) Minat, bakat dan kesanggupan subjek didik.

3) Tuntutan situasi, kondisi dan kurun waktu tertentu.

Sehingga pada tujuan khusus ini bersifat relatif, sehingga

memungkinkan diadakan perubahan dan penyesuaian baik yang berkaitan

dengan tuntutan dan kebutuhan maupun berkaitan dengan kepentingan

penyelenggaraan pendidikan secara umum berdasarkan pada ketiga

pengkhususan tujuan di atas dan juga disesuaikan berdasarkan tingkat

perkembangan siswa berdasarkan tingkat perkembangan siswa.

4. Kurikulum Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis

Kegiatan utama pendidikan yaitu dalam rangka melaksanakan kurikulum

yang telah ditetapkan, sehingga kurikulum merupakan bagian terpenting dari

pendidikan. Di samping itu kurikulum juga berfungsi untuk menjabarkan

idealisme, cita-cita pendidikan, ke dalam langkah-langkah nyata yang akan

menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran.

Kurikulum memiliki kedudukan yang sangat strategis karena menghubungkan

idealisme pendidikan di satu sisi dan praktek pendidikan di sisi lain.

Kurikulum berfungsi sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Kurikulum

berfungsi untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu terciptanya perubahan perilaku

peserta didik yang diharapkan oleh suatu lembaga pendidikan. Karena sebagai

alat, maka kurikulum harus mampu memberikan gambaran yang lebih nyata

tentang lulusan yang ingin dihasilkan oleh lembaga tersebut. Kurikulum harus

memberikan pedoman tentang apa yang harus dihasilkan dalam rangka mencapai

harapan tersebut. Sehingga kurikulum memiliki peran yang sangat besar dalam

menentukan corak perubahan yang menjadi tujuan utama pendidikan. Kurikulum

harus konsisten dengan tujuan utama pendidikan dan harus dinamis menyesuaikan

dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat agar corak perubahan perilaku

yang diharapkan dan dihasilkan dalam proses pendidikan tidak menyimpang dari

idealisme dan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

Kurikulum Pendidikan Agama Islam adalah bahan-bahan Pendidikan

Agama Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja

dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan

pendidikan agama Islam. Sedangkan tujuan pendidikan agama Islam yang

tertuang dalam GBPP PAI yaitu meningkatkan keimanan, pemahaman,

penghayatan dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga

menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta

berakhlak mulia dengan kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

Dalam hal ini, kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada

anak autis dapat dipilih, dimodifikasi dan dikembangkan oleh guru autis atau

pelatih atau terapis atau pembimbing dengan bertitik tolak pada kebutuhan

masing-masing anak autis berdasarkan hasil identifikasi. Karena anak autis

memiliki kemampuan yang berbeda serta proses perkembangan dan tingkat

pencapaian program juga tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Pemilihan

dan modifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan

kemampuan anak dan ketidakmampuannya, usia anak serta memperhatikan

sumber daya/lingkungan yang ada.

Pelayanan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak autis yang

dimulai sejak dini (intervensi dini) dalam mengembangkan kurikulum mengacu

pada:

1. Program Pengembangan Kelompok Bermain (Usia 2-3 tahun)

2. Program Taman Kanak-kanak (Usia 4-5 tahun)

3. Kurikulum Sekolah Dasar

4. Kurikulum SLB Tuna Rungu

5. Kurikulum SLB Tuna Grahita

Penyusunan program layanan Pendidikan Agama Islam dan

pengajaran diambil dari kurikulum tersebut, dengan mempertimbangkan

kemampuan dan ketidakmampuan (kebutuhan) anak dengan modifikasi.

Mengenai materi yang diajarkan dalam pembelajaran Pendidikan

Agama Islam bagi anak autis meliputi sub bidang studi yaitu akidah

akhlak, fiqih, al-qur’an hadis, sejara islam dan bahasa arab.

5. Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis

Untuk menciptakan pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan,

seorang guru autis dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan

pendekatan. Pendekatan (approach) merupakan pandangan falsafi terhadap

subject matter yang harus diajarkan, yang urutan selanjutnya melahirkan metode

mengajar, dalam pelaksanaannya dijabarkan dalam teknik penyajian bahan

pelajaran.

Pendekatan sangat penting untuk menciptakan iklim pembelajaran yang

kondusif dan menyenangkan, sehingga guru autis harus pandai menggunakan

pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan

siswa. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran

pendidikan Agama Islam pada anak autis yaitu:

a. Pendekatan Pembiasaan

Pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis

tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu tanpa dipikirkan lagi.

Dengan pembiasaan siswa terbiasa mengamalkan agamanya baik secara

individu di tengah kehidupan masyarakat.

b. Pendekatan Integralistik

Dalam kamus Bahasa Inggris integralistik berarti menggabungkan atau

menyatukan. Pendekatan ini dilakukan dengan menggabungkan atau

menyatukan antara meteri yang satu dengan materi yang lainnya. Sehingga

dalam proses belajar mengajar guru dituntut memiliki kemampuan dan

pemahaman yang lebih terhadap berbagai disiplin ilmu.

c. Pendekatan Emosional

Pendekatan emosional adalah usaha untuk menggugah perasaan dan

emosi siswa dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamanya.

Melalui pendekatan emosional, guru selalu berusaha untuk mendekati siswa

memberikan simpati dan empati dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama

yang sesuai dengan tuntutan al-Qur’an. Dengan sentuhan rohani diyakini

sangat besar kontribusinya dalam memicu dan memacu semangat siswa dalam

beribadah dan menuntut ilmu setiap orang yang disentuh perasaannya, secara

otomatis emosinya juga akan tersentuh.

d. Pendekatan Pengalaman (Experience approach)

Pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan

kepada siswa dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Siswa diberi

kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan baik secara individu

maupun kelompok.

Dengan pengalaman maka akan disadari akan pentingnya pengalaman

itu bagi perkembangan jiwa siswa. Belajar dari pengalaman lebih baik

dibandingkan dengan sekedar bicara.

e. Pendekatan Keteladanan

Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan baik yang

berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal

sekolah, perilaku pendidikan dan tenaga pendidikan lain yang mencerminkan

akhlak yang terpuji maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi

berupa kisah-kisah keteladanan.

Guru adalah figur terbaik dalam pandangan siswa yang akan

dijadikannya sebagai teladan dalam mengidentifikasikan diri dalam segala

aspek kehidupannya. Sehingga keteladanan guru terhadap siswa merupakan

kunci keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual

dan sosial siswa.

6. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis

Perkembangan mental peserta didik di sekolah antara lain meliputi

kemampuan untuk bekerja secara abstraksi menuju konseptual. Implikasinya pada

pembelajaran pendidikan agama islam pada anak autis harus memberikan

pengalaman yang bervariasi dengan metode yang efektif dan bervariasi.

Pembelajaran harus memperhatikan minat dan kemampuan peserta didik.

Penggunaan metode yang tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi

pembelajaran. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu siswa

dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga metode pembelajaran pendidikan

agama islam pada anak autis harus dipilih dan dikembangkan untuk meningkatkan

aktivitas dan kreativitas siswa. Berikut dikemukakan beberapa metode

pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru.

a. Metode Drill

Drill atau disebut latihan dimaksudkan untuk memperoleh ketangkasan

atau keterampilan terhadap apa yang dipelajari, karena hanya dengan

melakukannya secara praktis suatu pengetahuan dapat disempurnakan dan

disiap-siagakan. Dengan metode drill maka akan terjadi perubahan tingkah

laku. Perubahan tingkah laku tersebut akan menjadi baik dan buruk tergantung

proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru.

b. Metode Karyawisata

Metode karyawisata adalah metode pengajaran yang dilakukan

dengan mengajak para siswa ke luar kelas untuk mengunjungi suatu peristiwa

atau tempat yang ada kaitannya dengan pokok pembahasan. Metode ini akan

memberikan pengetahuan yang luas terhadap pokok masalah atau pembahasan

dengan melihat atau menunjukkan benda atau lokasi yang sebenarnya. Selain

itu metode ini dapat melatih siswa bersikap lebih terbuka, objektif dan

memiliki pandanga yang luas terhadap dunia. Metode ini baik untuk

mengembangkan sosialisasi siswa terhadap lingkungan sekitar.

c. Metode Ganjaran dan Hukuman

Metode ganjaran dan hukuman adalah metode yang digunakan al-

Qur’an guna memberikan ancaman hukuman atau sanksi terhadap mereka

yang melakukan perbuatan jahat/kesalahan. Metode ini menghendaki guru

autis memberi hukuman atau sanksi siswa apabila siswa berbuat tidak baik

dan guru autis memberikan ganjaran atau hadiah apabila siswa berbuat baik

sebagai wujud kepedulian guru terhadap siswa. Namun pemberian ganjaran

dan hukuman harus disesuaikan dengan kualifikasi perilaku anak didik, baik

tingkat kebaikan atau prestasi yang mereka capai maupun kesalahan yang

mereka perbuat.

d. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi ialah suatu metode yang digunakan untuk

memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan

dengan bahan pelajaran. Metode ini menghendaki guru lebih aktif. Gurulah

yang memperlihatkan suatu proses, peristiwa, atau cara kerja suatu benda

kepada peserta didik. Demonstrasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dari

yang sekedar memberikan pengetahuan yang sudah diterima begitu saja oleh

peserta didik, sampai pada cara agar peserta didik dapat memecahkan suatu

masalah.

Dari beberapa metode diatas metode drill dinilai sangat efektif untuk

pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis jika penerapannya pada

siswa yang berusia kecil (autis infantil). Karena anak kecil memiliki “rekaman”

ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka

mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari.

Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pembelajaran pendidikan agama islam

pada anak autis, metode pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam

menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa siswa. Karena pembelajaran

Pendidikan Agama Islam bagi anak autis terlebih dahulu diutamakan syariat dari

pada akidah. Ini sesuai dengan firman Allah surat Al-Hujurot: 14

ان في قلوبكمل الإميخدا يلما ونلمقولوا أس لكنوا ومنؤت ا قل لمنآم ابرقالت الأع

كم شيئا إن الله غفور رحيموإن تطيعوا الله ورسوله لا يلتكم من أعمال

"Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurot: 14)

7. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis

Media pendidikan merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk

memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi

antara guru dan siswa. Media pembelajaran pendidikan Pendidikan Agama Islam

pada anak autis sangat membantu guru dalam mengajar dan memudahkan siswa

menerima dan memahami pelajaran. Proses ini membutuhkan guru yang

profesional dan kreatif yang mampu menyelaraskan antara media pembelajaran

pendidikan agama islam pada anak autis dan metode pendidikan agama islam

pada anak autis.

Media pembelajaran pendidikan agama islam pada anak autis tidak

terbatas pada alat-alat audiovisual yang dapat dilihat didengar melainkan siswa

dapat melakukannya sendiri. Secara menyeluruh, pola media pembelajaran

pendidikan agama islam pada anak autis terdiri dari:

a. Bahan-bahan atau membaca (suplementari materialis)

Misalnya, buku, komik, koran, majalah, buletin, folder, periodical,

pamflet, dan lain-lain.

b. Alat-alat audio visual, alat-alat yang tergolong ini seperti:

1. Media pendidikan tanpa proyeksi misalnya papan tulis, papan temple,

papan planel, bagan diagram, grafik, karton, komik, gambar.

2. Media pendidikan ada tiga dimensi, misalnya pada benda asli dan

benda tiruan contoh, diorama, boneka dan lain-lain.

3. Media yang menggunakan teknik atau masinal

Alat-alat yang tergolong dalam kategori ini meliputi film strip,

film, radio, televisi, laboratorium elektro perkakas atau instruktif, ruang

kelas otomotif, sistem interkomunikasi dan komputer.

c. Sumber-sumber masyarakat.

Berupa obyek-obyek peninggalan sejarah, dokumentasi bahan-

bahan masalah-masalah dan sebagainya.

d. Kumpulan benda-benda

Berupa benda-benda yang dibawa dari masyarakat ke sekolah untuk

dipelajari, misalnya potongan kaca, benih, bibit, bahan kimia, darah dan

lain-lain.

e. Contoh-contoh kelakuan yang dicontohkan oleh guru

Meliputi semua contoh kelakuan yang dipertunjukkan oleh guru

waktu mengajar, misalnya dengan tangan, kaki, gerakan badan, mimik dan

lain-lain.

C. Kreativitas Guru Autis

1.Pengertian Kreativitas Guru Autis

a. Kreativitas

Secara harfiah kreativitas berasal dari bahasa Inggris yaitu Creativity,

yang artinya daya cipta. Sedangkan dalam bahasa Arab, kata kreativitas atau

menciptakan biasanya menggunakan kata خلق (menjadikan, membuat,

menciptakan) ابدع(menciptakan sesuatu yang belum pernah ada), انشاء

(mengadakan, menciptakan, menjadikan) اجدث (mengadakan, menciptakan,

membuat yang baru), جعل (membuat, menciptakan, menjadikan), صير

(menjadikan) صنع (membuat).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kreativitas diartikan sebagai

kemampuan untuk mencipta, daya cipta, perihal berkreasi. Sedangkan Kamus

Inggris Arab kreativitas berarti:

قادر على االبتكار

“Kemampuan untuk mencipta".

Dari pengertian etimologi di atas dapat disimpulkan bahwa

kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang

baru dan belum pernah ada.

Sedangkan dari segi terminologi kreativitas mempunyai arti yang

sangat luas dan bermacam-macam. Sebagaimana dirumuskan oleh:

Reni Akbar-Hawadi dkk., merumuskan kreativitas adalah kemampuan

seseorang melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya

nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam

karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang

semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

Conny Semiawan dkk., merumuskan kreativitas adalah kemampuan

untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam

pemecahan masalah.

Sedangkan Nining D. Soekarno mengemukakan kreativitas

merupakan proses berfikir dan bertindak kreatif dengan menghasilkan sesuatu

yang setidaknya baru, bernilai, dan bermakna baik bagi diri sendiri maupun

orang lain. Ciri hakiki kreativitas terletak pada kreativitas terpuji yaitu suatu

kemampuan manusia menciptakan yang terbaik sesuai dengan keadaan, minat

dan kemampuan dirinya sehingga mampu menampilkan kreativitas terpuji

yang menyejukkan, menyenangkan, menumbuhkan rasa adil dan damai

diantara sesama manusia yang sampai pada maknanya paling tinggi yaitu

bernilai indah.

Jadi yang dimaksud dengan kreativitas adalah kemampuan seseorang

untuk menghasilkan sesuatu yang setidaknya baru, bernilai dan bermakna

baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude

maupun non aptitude dan menerapkannya dalam pemecahan masalah.

b. Guru

Guru adalah pendidik secara etimologi dalam bahasa arab identik

dengan mualim (معلم) dari kata allama (علم) atau mudarris (مدرس) dari kata

darrasa (درس) yang berarti mengajar, juga kata mu’addib (مؤدب) dari kata

addaba (ادب) berarti mengajar dan murabbi (مربى) dari kata raab (رب) berarti

mengasuh atau mendidik.

Sedangkan secara terminologi pengertian guru menurut Syafruddin

Nurdin dan Basyiruddin Usman adalah seseorang yang bukan hanya pemberi

ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, akan tetapi dia seorang tenaga

profesional yang dapat menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan,

menganalisis, dan menyimpulkan masalah yang dihadapinya. Seorang guru

hendaknya bercita-cita tinggi, berpendidikan luas, berkepribadian kuat dan

tegar serta berprikemanusiaan yang mendalam.

Menurut Nining D Soekarno mengutip dari pendapatnya Engkosworo

dalam bukunya yang berjudul Menuju Indonesia Modern, mengemukakan

pengertian guru adalah seorang tenaga pendidik yang bekerja menyampaikan

ilmu pengetahuan (kognitif), mengembangkan sikap kepribadian (afektif)

serta memberikan bekal ketrampilan (psikomotorik) kepada peserta didik,

dalam ruang lingkup organisasi pendidikan di tingkat sekolah. Guru sebagai

ujung tombak kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas atau sebagai orang

yang mengemban dan mengembangkan berbagai bentuk pemikiran yang

terkandung dalam kurikulum pendidikan serta berbagai aturan atau pedoman

yang berkaitan dengan KBM di sekolah. Dengan demikian diperlukan

komprehensivitas diri dari para guru antara lain, pemikiran, kemampuan,

disiplin dan motivasi kerja serta kreativitas kerja yang diperlukan agar

mencapai hasil yang maksimal menuju tercapainya tujuan pendidikan.

Beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa guru

adalah seorang tenaga pendidik profesional yang bekerja menyampaikan ilmu

pengetahuan (kognitif), mengembangkan sikap kepribadian (afektif)

memberikan bekal ketrampilan (psikomotorik) serta dapat menjadikan peserta

didik mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah yang

dihadapi peserta didik, dalam ruang lingkup organisasi di tingkat sekolah.

Dari kedua uraian di atas dapat diambil kesimpulan yang dimaksud

dengan kreativitas guru autisme adalah kemampuan seorang tenaga pendidik

profesional yang bekerja menyampaikan hal yang bersifat kognitif, afektif

dan psikomotorik serta dapat menjadikan siswa mampu merencanakan,

menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi siswa untuk

menghasilkan sesuatu yang setidaknya baru, bernilai dan bermakna pada anak

autis.

2. Ciri-ciri Guru Kreatif Autis

Demi tercapainya tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam

UU No 2 tahun 2003 maka diperlukan komprehensivitas diri dari para guru

antara lain pemikiran, kemampuan, disiplin dan motivasi kerja serta kreativitas.

Dari keberhasilan seorang guru autis dalam mengajar ditentukan oleh beberapa

faktor baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri atas motivasi,

kepercayaan diri dan kreativitas guru itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal lebih

ditentukan kepada sarana serta iklim sekolah yang bersangkutan.

Kreativitas merupakan kemampuan untuk mencipta (daya cipta) dan

berkreasi. Implementasi dari kreativitas seseorang pun tidaklah sama, tergantung

kepada sejauh mana orang tersebut mau dan mampu mewujudkan daya ciptanya

menjadi sebuah kreasi ataupun karya.

Menurut Slameto yang dikutip dari pendapatnya Sund menyatakan bahwa

individu dengan potensi kreatif dapat dikenal melalui pengamatan ciri-ciri

sebagai berikut:

a. Hasrat keinginan yang cukup besar.

Dalam proses belajar mengajar seorang guru harus memiliki motivasi

yang tinggi dalam mengajar.

b. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru.

Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru digunakan guru untuk

menerima sesuatu yang belum pernah ada atau baru.

c. Panjang akal

Guru yang kreatif harus memiliki akal yang panjang sehingga segala

sesuatunya dapat tertata dengan baik.

d. Keinginan untuk menemukan dan meneliti.

e. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit.

Guru kreatif menyukai tantangan yang berat untuk menciptakan suatu

yang baru yang belum pernah ada atau baru.

f. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan.

g. Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas

h. Berfikir fleksibel.

Dalam kamus Bahasa Indonesia fleksibel berarti: mudah dan cepat

menyesuaikan diri. Guru kretif cepat dan mudah menyesuaikan diri.

i. Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban

lebih banyak.

Guru kreatif tidak suka memberi jawaban singkat.

j. Kemampuan membuat analisis dan sintesis.

Guru kreatif memiliki kemampuan menganalisis.

k. Memiliki semangat bertanya serta meneliti.

l. Memiliki daya abstraksi yang cukup baik.

m. Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Utami Munandar di

Indonesia terhadap sejumlah ahli psikologi menyebutkan ciri-ciri kepribadian

kreatif yang diharapkan yaitu:

a. Imajinatif.

Dalam kamus Bahasa Indonesia imajinatif berarti daya khayal. Guru

kreatif harus memiliki daya khayal khayal dan ingatan yang kuat untuk

menemukan sesuatu yang baru. Ketika guru menemukan apa yang dilihat

guru mampu menciptakannya dengan sesuatu yang baru.

b. Mempunyai prakarsa (inisiatif)

Guru kreatif selalu mempunyai ide untuk menciptakan. Ketika

mengajar ide ini selalu muncul

c. Mempunyai minat luas

Guru kreatif mempunyai keinginan atau minat yang luas dalam

berkreasi, seperti menciptakan metode yang berbeda dengan guru lain,

menciptakan media dan lain-lain.

d. Mandiri dalam berpikir atau mempunyai kebebasan dalam berfikir.

e. Bersifat ingin tahu/meneliti.

Guru kreatif memiliki rasa ingin tahu terhadap apa yang dilihat.

f. Senang berpetualang.

g. Penuh energi

h. Percaya diri

Guru kreatif memiliki kepercayaan yang sangat kuat dan selalu

percaya dengan kemampuan yang dimilikinya.

i. Bersedia mengambil resiko

Guru kreatif bersedia mengambil resiko dan bertanggung jawab

dengan apa yang telah diperbuat.

j. Berani dalam pendirian dan keyakinan.

Guru kreatif memiliki keberanian dalam bertindak serta memiliki

pendirian dan keyakinan.

3. Manfaat Kreativitas Bagi Guru Autis

Dewasa ini ilmu dan teknologi berkembang maju dengan sangat pesat,

tetapi di satu pihak pendidikan mengalami kemajuan sedang di pihak lain

banyak dilontarkan kemunduran dan kegagalan pendidikan. Di tengah-tengah

usaha di bidang pendidikan yang telah dan sedang dilakukan pemerintah dan

lembaga-lembaga pendidikan lain, maka pengembangan kreativitas guru

dipandang sebagai suatu respon positif dalam meningkatkan kualitas manusia

seutuhnya. Guru merupakan salah satu komponen yang berperan utama di

dalam pendidikan.

Menurut Nining D. Soekarno yang mengutip dari pendapatnya

Engkaswara dalam Menuju Indonesia Modern mengemukakan guru adalah

seorang tenaga pendidik yang bekerja menyampaikan ilmu pengetahuan

(kognitif), mengembangkan sikap kepribadian (afektif) serta memberikan bekal

ketrampilan (psikomotorik) kepada peserta didik, dalam ruang lingkup organisasi

pendidikan di tingkat sekolah. Guru sebagai ujung tombak kegiatan belajar

mengajar (KBM) di kelas atau sebagai orang yang mengemban dan

mengembangkan berbagai bentuk pemikiran yang terkandung dalam kurikulum

pendidikan serta berbagai aturan atau pedoman yang berkaitan dengan KBM di

sekolah, sehingga diperlukan koprehensivitas diri dari para guru antara lain,

pemikiran, kemampuan, disiplin dan motivasi kerja serta kreativitas kerja yang

diperlukan agar mencapai hasil yang maksimal menuju tercapainya tujuan

pendidikan.

Guru autis harus mampu mengoptimalkan kreativitasnya, khususnya yang

tertuang dalam sebuah bentuk pembelajaran yang inovatif. Artinya selain menjadi

seorang pendidik, seorang guru autis juga harus bisa menjadi seorang kreator.

Kreativitas yang bisa diterapkan oleh seorang guru autis dalam melaksanakan

proses pembelajaran adalah dengan menciptakan sebuah model pembelajaran

yang dekat dengan keseharian siswa secara nyata, artinya seorang guru harus

mampu menyinergikan pelajaran dengan kenyataan yang biasa ditemukan dalam

kesehariannya tergantung pada tingkat gangguan perkembangan yang berbeda-

beda antara penyandang autisme yang satu dengan penyandang autisme yang lain.

Kreativitas serta aktifitas guru autis harus mampu menjadi inspirasi bagi para

siswanya. Sehingga siswa akan lebih terpacu motivasinya untuk belajar, berkarya

dan berkreasi tergantung. Karena pembelajaran yang berhasil adalah

pembelajaran yang terealisasi dalam keseharian siswa itu sendiri dengan baik.

Gaya mengajar guru autis juga bergantung pada kreativitas guru itu

sendiri, karena kreativitas memiliki korelasi dan signifikan dengan kepribadian

seseorang, guru autis yang kreatif akan memiliki kepribadian yang lebih integratif

mandiri dan percaya diri, otomatis akan mampu menghadapi masalah-masalah

yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Selain itu, guru akan

menciptakan iklim yang segar dan kondusif bagi anak didiknya agar mereka

memiliki kemerdekaan, keberanian dan percaya diri untuk menyampaikan ide,

gagasan, pemikiran dan pendapat mengenai pemahaman suatu materi pelajaran.

Jiwa pantang menyerah juga harus ada pada guru autis yang kreatif

sehingga ia akan terus berusaha dengan segala cara sampai berhasil. Sifat ulet

dilandasi oleh kemauan dan keberanian berbuat dan perkuat oleh kepercayaan

atas kemampuan sendiri. Keuletan ditunjukkan dalam usaha yang terus menerus,

usaha yang bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada serta

bergantung pada tingkat gangguan perkembangan yang berbeda antara

penyandang autisme yang satu dengan penyandang autisme yang lain. Sifat ulet

diperlukan untuk mencapai suatu hasil dari proses yang panjang, berliku-liku

sesuai dengan kemampuan, minat, bakat dan keadaan siswa serta bergantung pada

tingkat gangguan perkembangan yang berbeda antara penyandang autisme yang

satu dengan penyandang autisme yang lain. Kreatifitas dilandasi dedikasi dan

kemauan kerja disertai oleh kepercayaan yang mendalam mengenai bidang

pekerjaannya harus dimiliki guru autis yang kreatif dalam menciptakan situasi

mengajar dan bahan pelajaran guna terciptanya tujuan pendidikan nasional.

4. Kompetensi Guru Autis

Sebagai penunjang untuk mengembangkan kreativitas guru autis dalam

mengajar Pendidikan Agama Islam, maka seorang guru autis juga harus

memiliki kemampuan dasar atau kompetensi guru. Kompetensi guru

merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-

kewajiban secara bertanggungjawab.

Kemampuan dasar atau kompetensi guru yang harus dimiliki guru autis

menurut Glasser ada empat hal yang harus dikuasai guru, yaitu:

a. Menguasai bahan pelajaran.

b. Kemampuan mendiagnosa tingkah laku siswa.

c. Kemampuan melaksanakan proses pengajaran.

d. Kemampuan mengukur hasil belajar siswa.

Cooper mengemukakan empat kompetensi guru autisme yaitu:

a. Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia.

b. Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya.

c. Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan

bidang studi yang dibinanya.

d. Mempunyai ketrampilan teknik mengajar.

Dalam UU no.14 thn 2005 Bab IV pasal 10, kompetensi guru meliputi:

a. Kompetensi Pedagogik.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran

peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan

dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan

peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Guru kreatif hendaknya memiliki kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik. Kemampuan mengelola pembelajaran peserta

didik harus dikuasai guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang kondusif

dan efektif sehingga tujuan pendidikan bisa tercapai.

b. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang

mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik

dan berakhlak mulia.

Seorang guru autis harus siap dan sedia terhadap berbagai hal yang

berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya siap menghargai

pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata

pelajaran yang dibinanya, siap toleransi terhadap sesama teman profesinya,

memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaan.

Seorang guru autis harus mencintai profesinya. Dengan mencintai

profesinya maka ia akan berusaha untuk membentuk pribadi yang baik

(berkepribadian) dan berahlak baik. Berkepribadian matang dan berkembang

memungkinkan ia dapat membimbing peserta didik dalam tahap

perkembangannya, mempunyai ciri-ciri kepribadian yang kuat dan seimbang,

mempunyai visi tentang etika tingkah laku manusia sebagai individu dan

sebagai anggota masyarakat, kemandirian pendidik dapat dilihat dari

kemampuan dan kekuatannya serta keutuhannya dan keharmonisan sebagai

pribadi yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas siswa.

c. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya

membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan

dalam Standar Nasional Pendidikan.

Guru profesional yang dituntut kreativitasnya hendaknya memiliki

kemampuan penguasaan materi pembelajaran yang kuat dan luas.

Pengetahuan ini perlu memberikan makna pada arah perkembangan siswa dan

berubah melainkan berkembang menurut jenis pengalaman atau apapun yang

dihayatinya. Sehingga guru autis akan lebih mudah dalam memahami peserta

didik. Dan dengan menguasai IPTEK maka peserta didik dapat dibimbing

untuk dapat mengikuti perkembangan IPTEK agar peserta didik tidak

GAPTEK (gagap teknologi). Penguasaan IPTEK bagi seorang guru

profesional yang dituntut kreativitasnya bukanlah pengetahuan yang

setengah-setengah, tetapi harus pengetahuan IPTEK yang tuntas, karena

IPTEK itu sendiri berkembang dengan cepat. Guru yang tidak mempunyai

dasar ilmu pengetahuan yang kuat akan tercecer dan tidak akan dapat

mengikuti perkembangannya.

Dari penjelasan tersebut di atas, haruslah terealisasi dalam bentuk

ijazah. Dengan mempunyai ijazah seorang guru akan diakui tingkat

kecerdasannya.

d. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari

masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta

didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan

masyarakat sekitar.

Seorang guru autis harus memiliki kompetensi sosial karena guru

sebagai bagian dari masyarakat dan juga sebagai makhluk sosial yang

membutuhkan komunikasi dan pergaulan. Komunikasi dan pergaulan

dalam pembelajaran digunakan untuk menciptakan hubungan emosional

antara guru dan peserta didik. Hubungan emosional yang baik antara guru

dan peserta didik untuk memberi bimbingan, mengenal dan

membangkitkan minat peserta didik terhadap ilmu, sehingga siswa benar-

benar mengalami pembelajaran yang menyeluruh dan integral sesuai

dengan tingkat perkembangan minat, bakat dan kecakapannya.Selain itu

guru autis juga harus menjalin komunikasi dan pergaulan yang efektif

terhadap sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta

didik dan masyarakat sekitar guna mendukung jalannya proses belajar

mengajar agar tujuan pendidikan tercapai.

Dari keempat kompetensi di atas sudah barang tentu tidak dapat

berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama

lainnya. Keempat bidang tersebut mempunyai hubungan hirarkis, artinya

saling mendasari satu sama yang lain, antara kompetensi yang satu

mendasari kompetensi yang lainnya.

5. Delapan Keterampilan Dasar Guru dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

pada Anak Autis

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak autis merupakan suatu

proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan.

Sehingga untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan

diperlukan berbagai keterampilan. Keterampilan yang diharapkan dapat

membantu dalam menjalankan tugasnya dalam interaksi edukatif. Keterampilan

dasar mengajar adalah keterampilan mutlak yang harus dimiliki guru autis.

Dengan keterampilan dasar mengajar, guru diharapkan dapat mengoptimalkan

peranannya di kelas.

Beberapa keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai guru autis

dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu:

a. Keterampilan memberi Penguatan (Reinforcement)

Penguatan (reinforcement) merupakan respon terhadap suatu perilaku

yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku

tersebut. Prinsip penguatan yaitu kehangatan, keantusiasan, ketermaknaan dan

menghindari penggunaan respon yang negatif. Penguatan dapat dilakukan

secara verbal, dan non verbal.

Pada proses belajar mengajar guru sering mengagungkan kebesaran

Allah dengan melafatkan asma Allah seperti mengucap Subhanallah,

Astaghfirullah dan lain-lain.

b. Keterampilan Bertanya

Keterampilan bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta

respons dari seseorang yang dikenal. Keterampilan bertanya merupakan

stimulus efektif yang mendorong kemampuan berpikir.

Pada proses belajar mengajar guru memotivasi siswa agar siswa mau

nertanya tentang pokok pembahasan yang sedang dibahas.

c. Keterampilan menggunakan Variasi

Keterampilan menggunakan variasi merupakan perbuatan guru dalam

konteks proses belajar-belajar yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa,

sehingga dalam proses belajarnya siswa senantiasa menunjukkan ketekunan,

keantusiasan serta berperan serta secara aktif. Guru menggunakan variasi

dalam kegiatan pembelajarannya yaitu variasi dalam gaya mengajar,

penggunaan media dan sumber belajar, pola interaksi dan variasi dalam

kegiatan.

d. Keterampilan Menjelaskan

Keterampilan menjelaskan adalah mendiskripsikan secara lisan tentang

sesuatu benda, keadaan, fakta dan data sesuai dengan waktu dan hukum-

hukum yang berlaku. Pola yang digunakan bergantung pada materi

pembelajaran, kemampuan, usia dan latar belakang kemampuan siswa.

e. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran

Keterampilan membuka adalah perbuatan guru untuk menciptakan

siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada yang akan

dipelajari. Sedangkan menutup pelajaran adalah mengakhiri kegiatan inti

pelajaran. Maksudnya adalah memberikan gambaran menyuruh tentang apa

yang telah dipelajari siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat

keberhasilan guru dalam proses belajar-mengajar. Prinsipnya yaitu

kebermaknaan serta berurusan dan berkesinambungan.

Pada proses belajar mengajar utuk mengawalinya guru membuka

pelajaran dengan membaca basmalah dan doa mau belajar serat menutupnya

dengan mengucap hamdalah dan doa selesai belajar bersama-sama siswa.

f. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil

Keterampilan diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur dan

melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap maka untuk mengambil

kesimpulan dan memecahkan masalah.

g. Keterampilan mengelola kelas

Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru menciptakan

dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila

terjadi gangguan dalam proses interaktif edukatif. Prinsip yang diperhatikan

dalam mengelola kelas adalah kehangatan dan keantusiasan, tantangan,

bervariasi, luwes, penekanan pada hal-hal positif, serta penanaman disiplin

diri.

h. Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan.

Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan

suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian

terhadap setiap siswa dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru

dengan peserta didik maupun antara siswa dengan siswa. Keterampilan itu

merupakan keterampilan yang cukup kompleks dan memerlukan penguasaan

keterampilan-keterampilan sebelumnya.

BAB III

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI

SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG

A. Gambaran Umum Sekolah Putra Mandiri Semarang

1. Tinjauan Historis Sekolah Putra Mandiri Semarang

Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan sekolah formal yang

berupa tempat terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus atau abnormal,

khususnya bagi anak autis untuk wilayah Kota Semarang maupun wilayah

Jawa Tengah pada umumnya.

Sejarah berdirinya Sekolah Putra Mandiri Semarang berawal dari

kebutuhan akan wadah atau sekolah yang dapat menampung kemampuan

anak autis sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuan fisik dan

mental anak autis. Dan untuk memberikan bekal ketrampilan agar nantinya

anak autis dapat hidup mandiri di masyarakat.

Mengingat anak autis adalah aset bangsa yang harus mendapatkan

pendidikan untuk menunjang masa depannya, maka berdasarkan

kebutuhan tersebut, maka pada tanggal 1 November 1999 para orang tua

anak autis dan kalangan profesional pemerhati autisme di Semarang

berihtiar untuk mendirikan sekolah yang diberi nama Sekolah Putra

Mandiri Semarang di bawah Yayasan Pelita Persada Mandiri.1

Seiring berjalannya waktu dan informasi yang semakin menyebar

luas, Sekolah Putra Mandiri Semarang bukanlah tempat terapi, tetapi

sekolah untuk anak autis dan juga untuk anak dengan kebutuhan khusus

yang lain.

2. Visi, Misi Sekolah Putra Mandiri Semarang

a. Visi Sekolah Putra Mandiri Semarang Memberikan kesempatan bagi

mereka yang kurang mampu agar bisa memberikan pendidikan bagi

anak-anaknya yang menyandang autisme.2

1 Wawancara, dengan Drs. Naili Farida, MSi (Kepala Sekolah) tanggal 10 Januari 2007. 2 Dok. Sekolah Putra Mandiri Semarang.

b. Misi Sekolah Putra Mandiri Semarang

Membantu para penyandang autisme dan keluarganya dimana

bisa dilakukan diagnosa dan intervensi serta pendidikan yang tepat dan

terpadu bagi penyandang autisme.

Sekolah khusus ini juga akan menjadi sarana penelitian serta

menyediakan informasi bagi orang tua anak-anak autisme, serta bagi

para profesional yang terkait dan masyarakat yang membutuhkan

pelayanan tersebut.3

3. Letak Geografis

Sekolah Putra Mandiri Semarang terletak di belakang Badan Diklat

Jawa Tengah, tepatnya di Jalan Patrasari 1 NO. 6 Srondol, Semarang, No.

Telp: 08156572963.4 lingkungan Sekolah Putra Mandiri Semarang tenang

dan nyaman, karena jauh dari jalan raya sehingga pembelajaran menjadi

efektif dan tidak terganggu.

4. Struktur Organisasi

Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan sekolah swasta

dibawah Yayasan Pelita Persada Mandiri yang kepengurusannya di bawah

Yayasan Pelita Persada Mandiri Semarang.

Adapun struktur organisasi Sekolah Putra Mandiri Semarang

sebagai berikut:

Mereka mempunyai tugas yang berbeda-beda namun esensinya

tetap sebagai pengajar terapis dan mereka harus menguasai berbagai

bentuk atau model dalam menangani siswa, baik fisik maupun psikis.

3 Ibid. 4 Dok. Brosur Sekolah Putra Mandiri Semarang.

Kepala Sekolah Dra. Naili Farida, M.Si

Guru Bp Suminto

Guru Bu Fajar

Guru Bu Dina

Guru Bu Ika

Guru Bu Ratih

Guru Bu Tutik

Guru Bu Wida

Adapun jadwal pendidikan/terapi di Sekolah Putra Mandiri

Semarang sebagai berikut:5

Terapis Pagi (07.00-10.00 WIB) Siang(10.00-13.00 WIB) Sore (14.00-17.00 WIB)

Ratih

Fajar

Iim

Wida

Ika

Tuti

Dina

Dida

Bagas

Steven

Adam

Haedar

Marsha

Riky

Maman

-

Dipo

Adam

Hasbi

Raka

-

Aldi

Rian

Sigit

Andika

-

-

Irfan

5. Keadaan guru dan siswa

a. Keadaan guru

Pengajar di Sekolah Putra Mandiri Semarang tidak dipanggil

sebagai guru tetapi disebut sebagai terapis. Adapun keadaan terapis di

Sekolah Putra Mandiri Semarang sebagai berikut:6

No. Nama Pendidikan Agama Mulai Tugas

1

2

3

4

5

6

7

Ratih Danalia E, S.Psi,

Fajar Trisnaningrum, S.Psi

Sumino, Amd. Ot

Widayanti, Amd, Ot

Ika Nurjiyati, S.Pd

Tutik Sri Rahayu, Amd. Ft

Dina Tri Agustiningrum, Amd.

Ot

S1 UNIKA

S1 UNIKA

D3 Okopasi Terapi

D3 Okopasi Terapi

S1 UNNES

D3 Okopasi Terapi

D3 Okopasi Terapi

Islam

Islam

Islam

Islam

Islam

Islam

Islam

1 Nov 1999

1 Nov 1999

15 Sep 2000

1 Des 2004

4 Mei 2006

1 Sep 2006

1 Sep 2006

b. Keadaan siswa

Di Sekolah Putra Mandiri Semarang tidak membatasi adanya

keyakinan agama sehingga anak dengan latar belakang keyakinan

agama apapun boleh sekolah di Sekolah Putra Mandiri Semarang.

5 Dok. Sekolah Putra Mandiri Semarang. 6 Ibid.

Jumlah anak yang sekolah di Sekolah Putra Mandiri Semarang ada 16

anak, 2 anak putri dan 14 anak putra.

Adapun data siswa sebagai berikut:7

No. Nama Usia Gangguan Agama

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

Dida

Maman

Aldi

Bagas

Rian

Steven

Dipo

Sigit

Adam

Andika

Haedar

Hasbi

Marsha

Raka

Riky

Irfan

13 tahun

10 tahun

8 tahun

6 tahun

4 tahun

5 tahun

8 tahun

6 tahun

10 tahun

8 tahun

7 tahun

10 tahun

6 tahun

7 tahun

4 tahun

3 tahun

Gangguan Konsentrasi (autisme sedang)

Autisme Ringan

Kosa Kata Lemah (Autisme Ringan)

Gangguan Motorik (Autisme Berat)

Susah Konsentrasi

Hiperaktif(Autisme Berat)

Pemahaman Kurang

Kosa Kata Lemah

Autisme Ringan

Terlambat bicara (Autisme Berat)

Kosa Kata Lemah

Pemahaman Kurang

Gangguan Motorik (Reterdasi Mental)

Terlambat Bicara (Autisme Berat)

Gangguan Konsentrasi (autisme sedang)

Kosa Kata Lemah

Islam

Islam

Islam

Kristen

Islam

Islam

Budha

Islam

Islam

Islam

Kristen

Kristen

Islam

Islam

Islam

Islam

Dari 16 anak yang terapi di Sekolah Putra Mandiri Semarang

sementara ini yang dapat disimpulkan mengalami perkembangan dan

perubahan yang cepat, baik materi agama maupun materi lainnya adalah

Adam, Andika dan Dipo.8

6. Sarana dan prasarana

Untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan

pengembangan kreativitas guru di Sekolah Putra Mandiri Semarang, maka

diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar proses pembelajaran

7 Dok. Arsip Sekolah Putra Mandiri Semarang. 8 Dok. Laporan Perkembangan Tiap Semester

bisa berjalan lancar. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki Sekolah

Putra Mandiri Semarang sampai saat ini adalah:

1. Sarana pembelajaran meliputi:

- Ruang kelas : 7

- Ruang Kepala Sekolah :1

- Kamar mandi : 1

- Ruang okupasi : 1

- Ruang keterampilan : 1

- Ruang komputer : 1

- Ruang TV/santai : 1

a. Perlengkapan pengajaran

- Meja : 1

- Kursi : 2

- Papan tulis : 1

- Spidol : 1

- Penghapus : 1

b. Perlengkapan belajar meliputi:

- Puzzle

- Papan luncur

- Peralatan menulis

- Komputer : 2

- Balok mainan

- Matras

- Manik-manik

- Alat-alat okupasi

- Ayunan

- Alat-alat sensoris

- Buku bergambar

- alat-alat fisioterasi

- TV color

- VCD

2. Sarana administrasi

Sarana administrasi yang dimiliki Sekolah Putra Mandiri

Semarang antara lain:

a. Buku induk

b. Buku absen anak

c. Buku nilai harian

d. Buku evaluasi

e. Buku laporan perkembangan tiap semester

f. Buku okupasi

g. Buku fisioterapi

h. Buku konsultasi9

B. Gambaran Khusus Sekolah Putra Mandiri Semarang

1. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra

Mandiri Semarang

Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan salah satu sekolah

khusus formal di Semarang yang menyediakan program terapi bagi anak

dengan kebutuhan khusus atau abnormal dan khususnya bagi anak autis

sampai memasuki pendidikan sekolah dasar. Program terapi anak autis

merupakan satu kesatuan program kegiatan belajar yang utuh. Program

terapi ini berisi bahan-bahan pembelajaran yang disusun menurut

pendekatan psikologis. Terapi yang dilaksanakan beragam yaitu terapi

perilaku, terapi wicara, terapi okupasi fisioterapi dan sensori integrasi.

Bahan-bahan terapi merupakan tema-tema yang dikembangkan lebih lanjut

oleh guru menjadi program kegiatan pembelajaran yang operasional.

c. Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri

Semarang merupkan materi yang bersifat tambahan bagi siswa yang

beragama Islam. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang

bersifat tambahan tersebut karena mengingat kewajiban setiap manusia

untuk beribadah pada Allah. Kewajiban ini mutlak adanya dan berlaku

9 Dok. Inventaris Sekolah Putra Mandiri Semarang

untuk semuanya selagi mereka tetap dalam keadaan sadar, dalam arti

mampu menggunakan akal dan hatinya untuk membedakan yang baik dan

yang buruk. Kewajiban manusia dalam membutuhkan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam untuk pedoman hidup sehingga agama

merupakan standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat. Dan untuk

melestarikannya sangat diperlukan penyelenggaraan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam. Secara psikologis, agama sangat urgen di

perlukan untuk memberikan bimbingan, arahan dan pengajaran bagi setiap

manusia agar dapat beribadah dan bermuamalah dengan ajaran Islam.

Sehingga untuk menjalankan syariat agama dengan benar seseorang harus

memperoleh pengetahuan tentang hal tersebut. Pengetahuan tersebut dapat

diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.10

d. Kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan

di Sekolah Putra Mandiri Semarang yaitu kurikulum lokal, tidak ada

kurikulum tertulis tetapi langsung aplikatif (penerapan). Adanya

kurikulum lokal dan tidak tertulis karena belum ada kurikulum yang

mengatur secara tersruktur dan sistematis tentang pembelajaran

Pendidikan Agama Islam dari Dinas Pendidikan dan Departemen

Agama.11 Standar kurikulum yang digunakan mengacu pada usia anak

normal. Contoh: untuk anak yang berusia 3 tahun maka standar

kurikulumnya sama dengan anak usia playgroup. Sehingga anak dikatakan

lulus dan berhasil bila siswa dapat berprilaku seperti siswa normal

seusianya. Maka dari itu di Sekolah Putra Mandiri Semarang mempunyai

tanggung jawab untuk merubah sektor fisik dan psikis siswa yang ada di

dalamnya secara keseluruhan sampai terapinya berhasil.

Kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang

dikembangkan disederhanakan dari yang bersifat sederhana sampai yang

bersifat komplek dan dari yang bersifat nyata sampai yang bersifat abstrak.

10 Wawancara, dengan Drs. Naili Farida, Msi (Kepala Sekolah) tanggal 20 Desember

2006. 11 Wawancara, dengan Drs. Naili Farida, Msi (Kepala Sekolah) tanggal 20 Desember

2006.

Pembelajarannya dilakukan secara continue dari yang mudah kemudian

bertahap sampai yang rumit.12

Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dikembangkan

oleh guru atau terapis dengan bertitik tolak pada kebutuhan masing-masing

anak berdasarkan indentifikasi, karena anak autis memiliki kemampuan

yang berbeda serta proses perkembangan dan tingkat pencapaian program

juga tidak sama antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Pemilihan

dan modifikasi materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam disesuaikan

dengan tingkat perkembangan dan kemampuan anak sesuai usia anak serta

memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada, sehingga tidak semua

siswa di Sekolah Putra Mandiri Semarang mendapatkan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam dan tidak semua terapis mengajarkan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam karena keterbatasan anak-anak

tersebut.

Bidang-bidang pengembangan materi pembelajaran Pendidikan

Agama Islam yang diajarkan di Sekolah Putra Mandiri Semarang yaitu:

b. Akidah ahlak

Materi yang diajarkan meliputi:

1. Akidah, misalnya: keTauhidan (mengenal Allah).13

2. Ahlak terhadap orang tua, misalnya: salam,14 penerapan perbuatan

baik dan buruk (misalnya tidak boleh memukul, berbohong, dan

lain-lain)15

3. Akhlak terhadap Allh, misalnya: menghafalkan doa-doa harian16

c. Fiqih (ibadah)

Materi yang dikembangkan meliputi: sholat dan wudhu.

d. Al-Qur’an (Iqra’)

Materi yang diajarkan meliputi: baca tulis Al-Qur’an dan hafalan surat-

surat pendek.17

12 Wawancara denga ibu Fajar tanggal 10 Januari 2007 13 Wawancara dengan ibu Fajar tanggal 10 Januari 2007. 14 Wawancara dengan ibu Ratih tanggal 11 Januari 2007. 15 Wawancara dengan bapak Sumino tanggal 12 Januari 2007. 16 Wawancara dengan ibu Ida tanggal 13 Januari 2007. 17 Wawancara dengan ibu Ida tanggal 10 Januari 2007.

c. Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk anak berkebutuhan

khusus (autis) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan

kebutuhannya masing-masing yang berbeda antar satu dan lainnya.

Penyesuaian program pembelajaran yang dilakukan guru kelas disesuaikan

dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahan siswa,

kompetensi yang dimiliki dan tingkat perkembangan siswa. Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan

metode dan media.

Kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra

Mandiri Semarang dengan menggunakan pendekatan integralistik dengan

prinsip terapi sambil belajar, yaitu pembelajaran pendidikan agama Islam

dilaksanakan atau disisipkan dalam terapi.18 Materi, metode dan media

pembelajaran di Sekolah Putra Mandiri di Semarang disesuaikan dengan

tingkat perkembangan kemampuan anak dan ketidakmampuan usia anak

serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada.

d. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

Sekolah Putra Mandiri Semarang

Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam, metode

merupakan elemen utama dalam pembelajaran. Penggunaan metode yang

tepat akan menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Penggunaan

metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik dalam

mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Beberapa metode yang digunakan di Sekolah Putra Mandiri

Semarang antara lain:

1. Metode Drill

Metode drill digunakan pada materi akhlak. Metode ini

diberlakukan dalam bentuk latihan yang membiasakan. Metode ini

dinilai sangat efektif untuk pembelajaran ahlak pada anak kecil.

Karena siswa yang rata-rata anak kecil memiliki “rekaman”

ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang,

18 Wawancara, dengan Ibu Ratih tanggal 21 Desember 2006.

sehingga siswa mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang

mereka lakukan sehari-hari. Guru sering mengingatkan siswa pada

saat siswa akan melakukan suatu perbuatan.

Contoh pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama

Islam yaitu: pada saat siswa berangkat sekolah, orang tua siswa

mengantarkan siswa ke sekolah. Orang tua mengantarkan siswa

sampai ke tangan guru, kemudian guru menyambut siswa dengan

menyalaminya dan sambil mengajarkan siswa untuk mengucap

salam. Saat memulai pembelajaran, guru membukanya dengan

bacaan basmalah dan saat akan melakukan sesuatu, guru juga

memulainya dengan bacaan bismilah.19

2. Metode demonstrasi

Metode demonstrasi digunakan pada materi fiqih (ibadah),

seperti shalat, wudhu dll. Pelaksanaan metode demonstrasi ini tidak

dilakukan dalam program terapi tetapi di luar terapi (di jam

istirahat waktu sholat dhuhur dan ashar). Ketika waktu sholat

dhuhur atau ashar, guru sengaja sholat di ruang terbuka dengan

tujuan agar siswa melihat guru/terapis sholat. Dan saat siswa

mengetahuinya, rata-rata siswa tertarik dengan gerakan sholat

tersebut, kemudian siswa akan mengikuti guru di sebelahnya.

Meskipun siswa tidak mengetahui maksudnya sholat untuk apa,

tetapi siswa mengetahui bahwa itu gerakan sholat.20

3. Metode karya wisata

Metode karya wisata diberlakukan bagi siswa setiap 2 bulan

sekali. Metode ini bertujuan untuk membelajarkan siswa dengan

membawa siswa langsung ke obyek yang terdapat di luar kelas atau

dilingkungan kehidupan nyata, agar siswa dapat mengamati dan

mengalami secara langsung. Contoh: karya wisata ke masjid agung

Jateng.21

19 Hasil Observasi Peneliti di Sekolah Putra Mandiri Semarang tanggal 15 Desember

2006-15 Januari 2007. 20 Ibid. 21 Wawancara dengan Kepala Sekolah (ibu Naili) tanggal 10 Januari 2007.

e. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Disamping ada materi, dalam proses terapi didukung juga oleh

alat atau media. Media pendidikan merupakan suatu alat atau perantara

yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam

rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa. Media

pendidikan sangat membantu terapis dalam mengajar dan

memudahkan siswa menerima dan memahami pelajaran.

Beberapa media yang digunakan sebagai kelengkapan

pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu:

- buku iqra’/qira’at

- peralatan menulis

- buku panduan hafalan, doa harian

- buku juz ‘amma

- puzzle22

- gambar

- gerakan badan

- bentuk nyata(misalnya masjid, sajadah, dan lain-lain)

f. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Dalam melakukan evaluasi, guru telah melauinya denag

berbagai tahapan-tahapan. Sebelum siswa masuk menjadi siswa di

Sekolah Putra Mandiri Semarang, terlebih dahulu siswa di diagnosa

untuk mengetahui tingkat autisme anak. Diagnosa tersebut dilakukan

oleh para ahli yang berwenang menangani autisme seperti dokter

spesialis autisme, psikolog, dll.

Hasil nilai diagnosa kemudian disampaikan kepada terapis

sebagai acuan proses selanjutnya. Oleh terapis, hasil nilai diagnosa

dipelajari untuk menentukan materi, metode, media dan cara

penanganan yang lain dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Setelah menentukan materi, metode, media dan cara penanganan yang

lain dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam selanjutnya guru

mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama

22 Dok. Inventaris Sekolah Putra Mandiri Semarang.

Islam (meskipun tidak ada kurikulum tertulis). Sebagai hasil akhir dari

terapi dan untuk menilainya maka dilakukan evaluasi yang dilakukan

oleh semua guru dan kepala sekolah setiap hari sabtu. Keberhasilan

dari kreativitas guru tidak luput dari peran keluarga untuk menilai dan

melihat hasil penguasaan materi tersebut sesuai dengan arahan dan

anjuran dari terapis. Hasil penilaian dari keluarga digunakan terapis

sebagai bahan tambahan evaluasi. Secara lebih jelas tahapan tersebut

digambarkan dalam skema sebagai berikut:

SKEMA TAHAPAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG

Sumber: Dikembangkan untuk Penelitian, penulis, 2006

2. Problematika dan Solusi Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang.

Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada

anak autis pasti ada problematika yang dihadapi. Problematika ini bisa

Penderita Autisme (Anak autis)

Tingkat keparahan

(Tahap Konsentrasi)

Diagnosa (Tahap

Persiapan)

Target terapi (tahap inkubasi)

Proses

pembelajaran

Hasil laporan Periodik (raport)

Keluarga (orang tua)

Praktek di

Terapis

Penilaian

Pengarahan

penguasaan materi

bersifat intern maupun extern. Demikian pula dengan Sekolah Putra

Mandiri Semarang. Beberapa problematika tersebut yaitu:

a. Tantrum pada anak autis: anak mengalami kesulitan moral over

sehingga siswa susah untuk dikendalikan.23

b. Siswa kesulitan dalam memahami materi24

c. Tidak adanya kurikulum tertulis mengenai pembelajaran Pendidikan

Agama Islam.

d. Belum adanya buku pegangan khusus mengenai pelaksanaan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

e. Terbatasnya waktu pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Sedangkan solusi yang ditawarkan guru dalam mengatasi

problematika di atas yaitu:

a. Penerapan metode dan media disesuaikan dengan tingkat

perkembangan anak25

b. Adanya bimbingan kelompok dengan siswa lain guna

mensosialisasikan antar siswa selama 30 menit di akhir jam terapi.

c. Adanya hubungan emosional antara guru dengan siswa sehingga

memudahkan guru untuk menyesuaikan metode dan media yang tepat

bagi siswa.26

d. Adanya evaluasi yang dilakukan oleh para terapis dan kepala sekolah

setiap hari sabtu.27

e. Adanya evaluasi bagi siswa berupa tes IQ setiap semester untuk

mengetahui perkembangan siswa sehingga guru dapat menyesuaikan

metode dan media yang akan digunakan.

f. Adanya supervisi pembelajaran dari kepala sekolah yang dilakukan

hampir setiap hari.

g. Adanya laporan bagi orang tua sebagai bentuk evaluasi setiap harinya

h. Diusahakan mencari buku pegangan khusus mengenai pelaksanaan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam

23 Wawancara dengan Ibu Fajar tanggal 10 Januari 2007. 24 Wawancara dengan Ibu Ratih tangggal 11 Januari 2007. 25 Wawancara dengan Bapak Sumino tangggal 10 Januari 2007. 26 Wawancara dengan Ibu Wida tangggal 10 Januari 2007. 27 Wawancara dengan Kepala Sekolah (Ibu Naili)tangggal 10 Januari 2007.

51

51

BAB IV

ANALISIS PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK AUTIS

DI SEKOLAH PUTRA MANDIRI SEMARANG

Sekolah Putra Mandiri Semarang merupakan salah satu sekolah non

formal berupa tempat terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus atau abnormal

dan khususnya bagi anak autis untuk wilayah semarang maupun wilayah Jawa

Tengah pada umumnya. Lembaga terapi ini tidak membatasi adanya keyakinan

agama sehingga anak dengan latar belakang keyakinan agama apapun boleh

sekolah di Sekolah Putra Mandiri Semarang sehingga tidak semua anak menerima

pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Lembaga ini hanya memberikan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam sekurang-kurangnya 10% dari

pembelajaran pendidikan umum.

A. Analisis Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di

Sekolah Putra Mandiri Semarang.

1. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan.

Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri

Semarang merupkan materi yang bersifat tambahan bagi siswa yang

beragama Islam. Sehingga dalam pembelajarannya hanya mengikuti

instruksi dari guru tanpa panduan dari buku agama Islam karena tidak ada

buku materi Pendidikan Agama Islam bagi anak autis baik dari

Departemen Pendidikan maupun Depertemen Agama. Sedangkan materi-

materi lain juga merupakan materi yang sebenarnya mendukung

pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri

Semarang yang bersifat tambahan tersebut karena mengingat kewajiban

setiap manusia untuk beribadah pada Allah. Kewajiban ini mutlak adanya

dan berlaku untuk semuanya selagi mereka tetap dalam keadaan sadar,

dalam arti mampu menggunakan akal dan hatinya untuk membedakan

yang baik dan yang buruk. Kewajiban manusia dalam membutuhkan

52

52

pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk pedoman hidup sehingga

agama merupakan standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat. Dan untuk

melestarikannya sangat diperlukan penyelenggaraan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam. Secara psikologis, agama sangat urgen di

perlukan untuk memberikan bimbingan, arahan dan pengajaran bagi setiap

manusia agar dapat beribadah dan bermuamalah dengan ajaran Islam.

Sehingga untuk menjalankan syariat agama dengan benar seseorang harus

memperoleh pengetahuan tentang hal tersebut. Pengetahuan tersebut dapat

diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.

Tujuan pembelajaran tersebut sesuai dengan firman Allah surat

Al-Baqoroh ayat 31 yaitu: لمع

هـؤالء إن آنتم آدم األسماء آلها ثم عرضهم على المالئكة فقال أنبئوني بأسماء

)٣١:البقراة(صادقين

“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)

seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu

berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu

memang benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqarah : 31)1

Ayat diatas menafsirkan kewajiban manusia untuk mengupayakan

dan menyelenggarakan pendidikan termasuk Pendidikan Agama Islam.

Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidup

manusia dan untuk mengembangkan potensi diri guna memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendali diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.

Selain itu, tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra

Mandiri Semarang sesuai dengan inti pembelajaran bahwa tujuan akhir

pendidikan adalah mengubah sikap mental dan perilaku tertentu yang

dalam konteks Islam adalah agar menjadi seorang muslim yang terbina

1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mahkota, 1999), hlm. 14

53

53

seluruh potensi dirinya sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai

khalifah dalam rangka beribadah pada Allah, namun dalam proses menuju

arah tersebut diperlukan adanya pendidikan.2

2. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Materi yang tertuang dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam di

Sekolah Putra Mandiri yang dipilih, dimodifikasi dan dikembangkan

sudah sesuai dengan ketentuan Disdosmen Diknas. Ketentuan tersebut

yaitu: pemilihan dan modifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan

tingkat perkembangan kemampuan anak dan ketidak mampuannya, usia

anak serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada.3 Kurikulum

yang dikembangkan mengacu pada

a. Program Pengembangan Kelompok Bermain (Usia 2-3 tahun)

b. Program Taman Kanak-kanak (Usia 4-5 tahun)

c. Kurikulum Sekolah Dasar

d. Kurikulum SLB Tuna Rungu

e. Kurikulum SLB Tuna Grahita

Penyusunan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dan pengajaran

diambil dari kurikulum tersebut, dengan mempertimbangkan kemampuan

dan ketidakmampuan (kebutuhan) anak dengan modifikasi.4

Dalam menentukan materi, guru telah melalui beberapa tahapan

untuk mencapai ide, gagasan, pemecahan masalah, cara kerja, produk baru

dan sebagainya. Tahapan tersebut sesuai dengan pendapatnya David

Campbell, yaitu:

a. Tahap persiapan (preparation) ialah meletakkan dasar. Mempelajari

latar belakang perkara, seluk beluk dan problematika.

b. Tahap konsentrasi (consentration) ialah sepenuhnya memikirkan,

masuk luluh, terserap dalam perkara yang dihadapi.

2 Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 169

3Dikdasmen Depdiknas, Kebijakan Pelayanan bagi Anak Autis , (2005) hlm. 8. www.geogle.com

4 Ibid.

54

54

c. Tahap inkubasi (incubation) ialah tahap mengambil wktu untuk

meninggalkan perkara, istirahat, wakti santai. Mencari kegiatan-

kegiatan yang melepaskan diri dari kesibukan pikiran mengenai

perkara yang sedang dihadapi.

d. Tahap iluminasi (illumination) ialah tahap AHA, mendapatkan ide

gagasan, pemecahan, penyesuaian, cara kerja, jawaban baru.

e. Tahap verifikasi/produksi (verifications/production) ialah menghadapi

dan memecahkan masalah-masalah praktis sehubungan dengan

perwujudan ide, gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara kerja,

jawaban baru. Seperti menghubungi, menyakinkan, dan mengajak

orang, menyusun rencana kerja dan melaksanakannya.5

Sedikitnya materi yang dikembangkan di Sekolah Putra Mandiri

Semarang karena keterbatasan kondisi kognosi siswa. Sehingga tidak

banyak materi yang dikembangkan karena siswa tidak mampu menerima

materi Pendidikan Agama Islam seperti anak normal pada umumnya.

Namun penentuan materi yang disampaikan pada siswa sudah sesuai

dengan ketentuan untuk menentukan materi berdasarkan pendapatnya R.

Ibrahim dan Nana Syaodiah, yaitu:

a. Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan/ menunjsngtercapainya

tujuan instruksional.

b. Materi pelajaran sesuai dengan tingkat poendidikan/ perkembangan

siswa.

c. Materi pelajaran tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang

sistematik dan logis serta berkesinambungan.

d. Materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat fakta

maupun konseptual.6

Materi yang dipilih telah menekankan keseimbangan, keselarasan

dan keserasian antara:

a. Hubungan manusia dengan Allah SWT.

5 David Campbell, Mengembangkan Kreativitas oleh A. M Mangunharjana, (Yogyakarta,

Kanisius,2005), Cet. 17, hlm. 15 6 R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 100-102

55

55

b. Hubungan manusia dengan sesama manusia.

c. Hubungan manusia dengan diri sendiri.

d. Hubungan manusia dengan alam sekitar.

3. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri

Semarang.

Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam

metode merupakan elemen utama dalam pembelajaran. Metode adalah

cara yang telah teratur dan terpikir baik untuk mencapai suatu maksud.7

Penggunaan metode yang tepat akan menentukan efektifitas dan efiensi

pembelajaran. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu

siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Di Sekolah Putra Mandiri Semarang tidak banyak metode yang

dikembangkan. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognitif

siswa. Siswa akan mengalami kesulitan apabila menerima materi dengan

metode yang bervariasi seperti anak normal pada umumnya. Metode yang

sering digunakan oleh guru yaitu metode drill. Selain mudah dan efektif,

metode drill dianggap tepat bagi anak autis. Karena dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam ahlak didahulukan daripada syariah. Hal ini

sesuai dengan QS Al-Luqman ayat 19, 20 فإنمايشكر لنفسه ومن ولقد آتينا لقمان الحكمة أن اشكر لله ومن يشكر

ميدح غني فإن الله كفر “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur , maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Al-Lukman: 12)8

يا بني أقم الصلاة وأمر بالمعروف وانه عن المنكر واصبر على ما أصابك إن ذلك من عزم الأمور

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah mengerjakan yang baik dan cegahlah dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah

7 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1976), hlm. 649

8 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Surabaya: Mahkota, 1999), hlm. 654

56

56

terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan.”(QS. Al-Lukman: 17)9

Metode yang diterapkan oleh Sekolah Putra Mandiri Semarang

dapat dikatakan sudah tepat, dalam arti untuk pemilihan materi. Ini

didasarkan pada tujuan pembelajaran yang mana mengacu pada

pembentukan inteligensi dan penggunaan sensor motorik yang dapat

difungsikan dengan baik. Adapun sebagai bahan pertimbangan guru dalam

memilih materi sesuai dengan pendapatnya Syaiful Bahri Djamarah, yaitu:

a. Tujuan yang hendak dicapai.

Tujuan adalah keinginan yang hendak dicapai dalam setiap

kegiatan interaksi edukatif.10 Tujuan mampu memberikan maksud

yang jelas dan pasti kemana arah kegiatan edukatif akan dibawa.

Tujuan dapat memberikan pedoman yang jelas bagi guru dalam

mempersiapkan segala sesuatunya dalam pembelajaran Pendidikan

Agama Islam termasuk memilih metode. Pemilihan sustu metode

bertujuan agar siswa mampu menerima materi Pendidikan Agama

Islam dengan keterbatasan kondisinya.

b. Karakteristitik siswa.

Dalam memilih materi guru memperhatikan siswa yang akan

menerima dan mempelajari bahan pelajaran yang disajikan guru. Ini

perlu sebab metode mengajar ada yang menuntut pengetahuan dan

kecekatan tertentu. Aspek yang diperhatikan dari siswa yaitu aspek

biologis, intelektual dan psikologi.

c. Bahan atau Materi yang Disajikan.

Sangat penting bagi guru mengenal sifat bahan atau materi yang

disajikan sebelum mimilih metode. Karena setiap bahan atau materi

yang disajikan mempunyai sifat yang berbeda-deba. Sehingga dalam

mengenal sifat bahan atau materi yang disajikan dapat menjadi

pertimbangan dalam memilih matode.

9 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mahkota, 1999), hlm. 655 10 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 191

57

57

d. Situasi Kelas.

Pemilihanmetode disesuaikan dengan situasi kelas karena guru

yang berpengalaman mengetahui situasi kelas yang berubah-ubah

sesuai kondisi psikologi siswa..

e. Fasilitas.

Pemilihan metode perlu dukungan fasilitas.11 Fasilitas yang

dipilih sesuai dengan karakteristik metode pembelajaran yang

akan digunakan

f. Kompetensi Guru.

Seorang guru mimiliki kompetensi. Kompetensi ini tertuang

dalam UU no;14 tahun 2005 Bab IV pasal 10. kompetensi tersebut

yaitu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi professional da kompetensi social.

Dari keempat kompetensi diatas tidak dapat berdiri sendiri,

tetapi saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lainnya dalam

memilih metode yang tepat bagi siswa. Keempat bidang tersebut

mempunyai hubungan hirarkis, artinya saling mendasari satu sama

lain, antara kompetensi yang satu mendasarikompetensi yang lain.

g. Kelebihan dan Kelemahan Metode.

Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-

masing. Guru telah memperhatikan dua hal tersebut. Metode yang

tepat untuk siswa bergantuk dari kecermatan guru dalam memilih

metode. Pemilihan metode yang baik yaitu mencari kelemahan suatu

metode kemudian dicarikan metode yang dapat menutupi kelemahan

tersebut.

4. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Media pendidikan merupakan suatu alat atau perantara yang

berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka

mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa.12 Media pembelajaran

Pendidikan Agama Islam sangat membantu guru dalam mengajar dan

11 Ibid, hlm, 193

12 Fatah Syukur, Teknologi Pendidikan, (Semarang: Rasail, 2005), hlm. 123

58

58

memudahkan siswa menerima dan memahami pelajaran. Proses ini

membutuhkan guru yang profesional dan kreatif yang mampu

menyelaraskan antara media pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan

metode Pendidikan Agama Islam.

Di Sekolah Putra Mandiri Semarang, tidak banyak media yang

diterapkan. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognitif

siswa. Siswa akan mengalami kesulitan apabila menerima materi dengan

media yang bervariasi seperti anak normal pada umumnya. Meskipun

demikian media yang digunakan melalui berbagai pertimaban. Beberapa

pertimbangan tersebut sesuai dengan pendapatnya Syaiful Bahri Djamarah

dan Aswan Zain, yaitu

a. Tujuan instruksional yang telah ditetapkan

b. Isi materi yang disajikan

c. Kemampuan guru untuk menggunakan media tertentu.

d. Sebelum menggunakannya, guru harus menguasai penggunaannya

dengan sebaik-baiknya.

e. Tersedianya waktu untuk menggunakannya.

f. Dengan tersedianya waktu menjadikan media tersebut dapat

bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran berlangsung.

g. Media pembelajaran yang dipakai sesuai dengan taraf berfikir siswa.13

Hal tersebut diatas sudah sesuai dengan pertimbangan guru dalam

mengembangkan media pembelajaran PAI di Sekolah Putra Mandiri

Semarang yaitu dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran yang

disesuaikan dengan keadaan siswa sebagai penyandang autism dan

tersedianya waktu untuk menggunakan media tersebut.

5. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Evaluasi merupakan cara pemberian penilaian terhadap hasil

belajar siswa. Evaluasi dalam Pendidikan Agama Islam digunakan untuk

mengetahuiberhasil atau tidaknya dalam proses belajar mengajar. Evaluasi

13 Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka

Cipta, 2002), hlm. Cet. 2, hlm. 150-151

59

59

yang digunakan secara teratur dengan tujuan agar dapat melihat kemajuan

atau pekembangan siswa.

Evaluasi yang dilakukan di Sekolah Putra Mandiri Semarang telah

melibatkan 3 aspek pokok selain perilaku sasaran menurut pendapatnya

Bandi Delphie yaitu:

1) Kondisi sebelumnya yang melatar belakangi perilaku nonadaptif atau

maladjudstment.

2) Karakteristik khusu dari siswa yang bersangkutan yang bersifat

pribadi.

3) Konsekuensi yang akan diterima setelah dilakukannya program

pembelajaran individual.14

B. Analisis Problematika dan Solusi yang Ditawarkan Guru dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Autis di Sekolah

Putra Mandiri Semarang.

Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak

autis tentu terdapat problematika yang dihadapi. Problematika ini bisa bersifat

intern maupun extern. Beberapa problematika dan solusi yang ditawarkan

yang ditawarkan guru dalam pelaksanaan pembelajaran PAI disebabkan di

Sekolah Putra Mandiri Semarang yaitu:

1. Tantrum pada anak autis, yaitu anak mengalami kesulitan moral over

sehingga siswa sudah utuk dikendalikan.

Solusi yang ditawarkan guru yaitu:

• adanya hubungan emosional antara guru dengan siswa sehingga

memudahkan guru untuk menyesuaikan metode dan media yang

tepat bagi guru.

• adanya bimbingan kelompok engan siswa lain guna

mensosialisasikan antar siswa selama 30 menit di akhir jam terapi.

2. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi.

14 Bandi Delphie, Pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan Khusus, (Refika Aditama, Bandung, 2006), hlm. 7

60

60

Solusi yang ditawarkan guru yaitu penerapan metode dan media

disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.

3. Tidak adanya kurikulum tertulis mengenai pembelajaran Pendidikan

Agama Islam.

Solusi yang ditawarkan guru yaitu:

• Adanya evaluasi yang dilakukan oleh para terapis dan kepala

sekolah setiap hari sabtu.

• Adanya evaluasi bagi siswa berupa tes IQ setiap semester untuk

mengetahui perkembangan siswa sehingga guru dapat

menyesuaikan metode dan media yang akan digunakan.

• Adanya supervisi pembelajaran dari kepala sekolah yang dilakukan

hampir setiap hari.

• Adanya laporan bagi orang tua sebagai bentuk evaluasi setiap

harinya

4. Belum adanya buku pegangan khusus mengenai pelaksanaan pembelajaran

Pendidikan Agama Islam.

Solusi yang ditawarkan guru yaitu: diusahakan mencari buku pegangan

khusus mengenai pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

5. Terbatasnya waktu pembelajaran Pendidikan Agama Islams

Beberapa problematika diatas sangat beragam dalam pelaksanaan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Namun permasalahan yang sangat

mendasar yaitu adanya kesulitan siswa dalam memahami materi. Hal ini

terjadi karena adanya keterbatasan kondisi kognisi siswa sehingga siswa

kesulitan dalam menerima materi Pendidikan Agama Islam.

Adanya penyimpangan yang ada pada diri siswa menyebabkan

kurangnya pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Putra Mandiri Semarang Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang

dikembangkan oleh guru dengan bertitik tolak pada kebutuhan masing-masing

siswa berdasarkan identifikasi. Karena siswa memiliki kemampuan berbeda

serta proses perkembangan dan tingkat pencapaian program juga tidak sama

antara siswa yang satu dengan yang lainnya, maka pemilihan dan modifikasi

materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam disesuaikan dengan tingkat

61

61

perkembangan kemampuan siswa dan ketidakmampuan, usia anak serta

memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada.

Dengan adanya kesulitan siswa dalam memahami materi maka tidak

banyak variasi yang digunakan dalam mengembangkan metode dan materi

pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Solusi yang ditawarkan guru dikatakan sudah tepat menyikapi

problematika yang ada. Solusi tersebut sudah menjawab semua problematika

yang ada. Meskipun masih banyak pembenahan dan masukan dari berbagai

pihak yang lebih kompeten.

Untuk solusi mengenai adanya keterbatasan siswa dalam memahami

materi, maka guru menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak yaitu

dengan mengadakan hubungan emosional antara guru dengan siswa sehingga

memudahkan guru untuk menyesuaikan materi, metode dan media yang tepat

bagi siswa. Selain itu juga mengadakan penyesuaian dengan orang tua.

Penyesuaian ini diperlukan peran orang tua (keluarga) untuk menilai dan

melihat hasil penguasaan materi siswa dengan berbagai bahan tambahan guna

mengarahkan guru untuk menentukan materi, metode dan media yang tepat

bagi siswa.

Keberhasilan guru dalam mengembangkan pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang karena adanya sistem

pembelajaran yang menggunakan teknik pengajaran satu guru untuk satu

siswa. Tehnik ini memusatkan perhatian dan tujuan akhir pada terbentuknya

tingkah laku (behaviour) siswa yang lebih baik. Tehnik ini diharapkan mampu

membantu siswa serta meminimalisir kesalahan persepsi siswa dalam

pelaksanaan pembelajaran. Disamping itu dapat memudahkan guru untuk

mengatasi perilaku reflek yang mungkin timbul dalam proses kegiatan belajar

mengajar.

Berlakunya tehnik pengajaran satu guru satu siswa karena melihat

kondisi kognisi (kemampuan berpikir) siswa yang berbeda antara anak yang

satu dengan yang lainnya dalam memproses informasi. Sehingga dengan

keadaan ini tidak memungkinkan proses pembelajaran seperti anak normal

yaitu dengan satu guru untuk 10 siswa atau lebih.Dengan tehnik tersebut maka

62

62

memungkinkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Keadaan ini

menjadikan guru dapat menguasai kondisi secara penuh.

Selain itu untuk memudahkan guru dalam menentukan materi, metode

dan media, seorang guru hendaknya memiliki sikap:

1. Sikap guru (individu).

Sikap guru untuk menemukan gagasan-gagasan serta produk-produk dan

pemecahan baru.

2. Kemampuan dasar yang diperlukan

Kemampuan dasar yang diperlukan mencakup berbagai

kemampuan berfikir convergen (keseluruhan) dan divergen

(berbeda/memilih) yang diperlukan. Menurut Slameto dengan mengutip

pendapat Osborn yang memperkenalkan 10 tahap pengajaran pemecahan

masalah yang kreatif bagi orang dewasa:

a. Memikirkan keseluruhan tahap dari masalah

b. Memilih bagian masalah yang perlu dipecahkan

c. Memikirkan informasi yang kiranya dapat membantu

d. Memilih sumber-sumber data-data yang paling memungkinkan

e. Memikirkan segala kemungkinan pemecahan masalah tersebut

f. Memilih gagasan-gagasan yang paling memungkinkan bagi

pemecahan masalah

g. Memikirkan segala kemungkinan cara pengujian masalah

h. Memilih cara yang paling dapat dipercaya untuk menguji

i. Membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi

j. Mengambil keputusan

Tahap-tahap 1,3,5,7 dan 9 membutuhkan pemikiran divergen.

Tahap-tahap 2,4,6,8,dan 10 membutuhkan pemikiran convergen

3. Teknik-teknik yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas.

a. Melakukan pendekatan “inquiry” (pemberitahuan)

Pendekatan ini memungkinkan guru menggunakan semua

proses mental untuk menemukan konsep atau prinsip ilmiah.

Pendekatan ini memberikan lebih banyak kesempatan bagi guru untuk

menampung serta memahami informasi. Keberhasilan pelaksanaan

63

63

pendekatan ini dapat berkembang di dalam suasana non otoriter, agar

guru dapat berfikir secara bebas, bekerja dengan baik karena guru

merasa aman dan mengetahui tujuannya, mewujudkan potensi

kreativitasnya karena guru diperkenankan untuk melakukannya.

b. Menggunakan teknik-teknik sumbang saran (brain storming)

Dalam pendekatan ini, semua masalah dikemukakan oleh guru

kemudian masalah-masalah tersebut ditinjau kembali untuk

menentukan gagasan mana yang akan digunakan dalam pemecahan

masalah tersebut.

c. Memberikan penghargaan bagi prestasi kreatif

Adanya penghargaan yang diterima akan mempengaruhi

konsep diri guru secara positif yang meningkatkan keyakinan diri guru.

d. Meningkatkan pemikiran kreatif melalui banyak media

Sasaran pendidikan dan kurikulum perlu dianalisis untuk

mengetahui fungsi mental dalam pendidikan.

Hendaknya suatu program yang menetap bagi pengembangan

kemampuan kreatif ditingkatkan. Perangsangan serta sensitivitas guru

terhadap obyek-obyek dan gagasan secara sistematis disusun.15

15 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhi, (Jakarta: Rineka Cipta, 195),

Cet.3, hlm. 154-159

64

64

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah peneliti melakukan tahap demi tahap dalam penelitian, dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Putra Mandiri Semarang tidak banyak materi, metode dan media yang

dikembangkan. Beberapa materi yang diajarkan misalnya materi sholat,

wudhu, ahlak terhadap orang tua, ke-Tauhid-an, menghafal doa-doa harian

dan baca tulis al-qur’an. Beberapa metode yang dipakai yaitu metode drill,

demonstrasi dan karya wisata. Sedangkan media yang dipakai yaitu: buku

iqra’/qira’at, peralatan menulis, buku panduan hafalan, doa harian, buku

juz ‘amma, puzzle, gambar, gerakan badan dan bentuk nyata (misalnya

masjid, sajadah, dan lain-lain).

2. Problematika mendasar yang dihadapi guru dalam pelaksanaan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu adanya kesulitan siswa

dalam memahami materi. Sehingga dalam hal ini tidak banyak materi,

metode dan media yang dikembangkan. Kurikulum dan Hal ini terjadi

karena adanya keterbatasan kondisi kognisi siswa. Siswa mengalami

penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan

kepatuhan terhadap sekitarnya pada diri siswa. Penyimpangan tersebut

diantaranya disebabkan karena adanya kelainan neuroanatomi (anatomi

susunan saraf pusat) pada beberapa tempat di dalam otak. Anak

mengalami pengecilan otak kecil terutama pada lobus VI-VII. Seharusnya,

dilobus VI-VII banyak terdapat sel purkinje. Namun, pada anak autis

jumlah sel purkinje sangat kurang. Akibatnya, produk serotonin kurang,

menyebabkan kacaunya penyaluran informasi antar otak. Selain itu,

ditemukan kelainan struktur pada pusat emosi di dalam otak sehingga

emosi anak sering terganggu.

Sedangkan solusi yang ditawarkan guru yaitu guru menyesuaikan dengan

tingkat perkembangan anak. Beberapa metode yang diterapkan yaitu

metode pembiasaan, demonstrasi dan karya wisata. Untuk menyesuaikan

materi, metode dan media maka guru mengadakan hubungan emosional

antara guru dengan siswa. Hubungan ini akan memudahkan guru dalam

menyesuaikan materi, metode dan media yang tepat bagi siswa. Selain itu

juga mengadakan penyesuaian dengan orang tua. Penyesuaian ini

diperlukan peran orang tua (keluarga) untuk menilai dan melihat hasil

penguasaan materi siswa dengan berbagai bahan tambahan guna

mengarahkan guru untuk menentukan materi, metode dan media yang

tepat bagi siswa.

B. SARAN

Dari hasil yang diperoleh dari penelitian ini, peneliti merasa

terpanggil untuk ikut menyumbang pemikiran berupa saran-saran sebagai

berikut:

1. Bagi Kepala Sekolah

a. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah

diadakan hendaknya dapat ditingkatkan lagi.

b. Untuk diadakan pelatihan keguruan bagi guru (terapis) mengenai

pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak autis.

c. Hendaknya diupayakan fasilitas belajar yang dirasa masih kurang

berupa buku-buku bacaan keagamaan dan sarana fisik lainnya. Hal ini

dimaksud untuk menumbuhkan kegairahan proses pembelajaran

pendidikan agama Islam.

d. Untuk diadakan pelatihan keguruan bagi guru (terapis) yang berlatar

belakang pendidikam psikologi agar guru (terapis) mengetahui tehnik-

tehnik pengajaran. Begitu juga sebaliknya bagi guru (terapis ) yang

berlatar belakang pendidikan keguruan untuk diadakan pelatihan

psikologi agar guru (terapis) mengetahui tehnik-tehnik psikologi.

e. Mutu pengajaran yang selama ini telah dicapai hendaknya dapat

ditingkatkan lagi. Dalam pembinaan selanjutnya akan lebih baik

apabila dilengkapi dengan alat-alat yang sesuai dengan pembelajaran

pendidikan agama Islam untuk anak autis.

f. Untuk lembaga yang berwenang dalam perencanaan dan membuat

kurikulum hendaknya dibuat kurikulum pendidikan agama Islam

secara tertulis.

g. Untuk lembaga yang berwenang dalam perencanaan dan membuat

kurikulum hendaknya dalam penyusunannya perlu perhatikan tingkat

intelegensi dan kemampuan siswa autis ringan.

2. Bagi Guru (Terapis)

a. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah

dilakukan guru hendaknya dapat ditingkatkan lagi dengan

memperhatikan materi, metode dan media yang hendak dipakai dalam

pembelajaran Pendidikan Agama Islam agar keberagamaan siswa

lebih baik.

b. Hendaknya guru dapat mengatasi perbedaan individu yang

mempunyai latar belakang lingkungan yang berbeda, yang biasanya

menjadi kesenjangan perbedaan kemampuan dan penguasaan materi

pembelajaran pendidikan agama Islam.

c. Hendaknya diadakan penataran bagi guru yang mengajarkan

pendidikan agama Islam agar pelaksanaan pembelajaran Pendidikan

Agama Islam lebih baik dalam menjalankan tugasnya guna

menghadapi siswa dari berbagai macam latar belakang keluarga dan

tingkat perkembangan yang berbeda antara siswa yang satu dengan

yang lainnya.

3. Bagi Orang Tua

Tingkatkan kesadaran kerjasama antara orang tua dan pendidik

dengan mengadakan komunikasi yang dilakukan dalam waktu senggang

agar perkembangan siswa selalu terpantau. Ini dilakukan untuk menilai

dan melihat hasil penguasaan materi siswa yang selanjutnya sebagai bahan

arahan guru guna menentukan materi, metode dan media.

C. PENUTUP

Dengan rasa syukur yang tak terhingga peneliti ucapkan

Alhamdulillah. Peneliti panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya sehingga

peneliti dapat menyelesaikan tugas penulisan skripsi walaupun belum

mencapai hasil yang sempurna.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih

baik berupa pikiran, tenaga maupun doa peneliti ucapkan terima kasih.

Peneliti berharap semoga skripsi yang sederhana dan jauh dari kesempurnaan

ini dapat bermanfaat. Dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan

kebahagiaan-Nya bagi baik di dunia dan akhirat. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Abi, Imam Abdillah, Shahih Bukhari, Juz I, (Beirut: Darul Kutub, 1992) Agustin, T. (ed), UUD 1945 Amandemen ke-4 Tahun 2002, (Semarang: Aneka

Ilmu,2002) Ahmadi, Islam Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 2005) Akbar, Reni dan Hawadi, dkk., Kreativitas, (Jakarta: Grasindo, 2001) Ali, Muhammad al-Kuli, Kamus Pendidikan Inggris Arab, (Beirut: dar al-Ilm lil

Malayin, t.th.) Anis, Ibrahim, Al-Mu’jam al-Wasit, Juz I, (Istambul: Al-Maktabah Islamiyah,

t.th.) Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat

Pesr, 2002) B. Hamzah Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006) Bahri, Syaiful Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,(Jakarta:

Rineka Cipta, 200), hlm. 201Fatah Syukur, Teknologi Pendidikan, (Semarang: Rasail, 2005)

Campbell, David, Mengembangkan Kreativitas oleh A. M Mangunharjana,

(Yogyakarta, Kanisius,2005), Cet. 17 D., Nining Soekarno, Berbagai Upaya Mengembangkan Kreativitas Guru.

www.geogle.com, Dahama dan Bhatnagar, Education an Comunication for Development, (New

Delhi: Oxford and IBH,1980) Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002) Danuatmaja, Bonny, Terapi Anak Autis di Rumah, (Jakarta: Puspa Swara, 2003),

cet.1. Dikdosmen Depdiknas, Kebijakan Pelayanan Bagi Anak Autis, 2005,

www.geogle.com Gottesfeld, Harry, Abnormal Psycology, (USA, Research Associates, 1979), cet.

10

Handojo, Y., Autisma, (Jakarta Buana Ilmu Populer,2006), cet. 4 Hasibuan, JJ. dan Moedjion, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2000) Jalaluddin, Kreativitas Guru Pacu Motivasi Belajar Siswa, www.Geogle.com Junus, Mahmud, terjemah al-Qur’an al-Karim, (Bandung : al-Ma’arif, t.th.) Kuntjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia,

1993) Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Al-Husna,

2004) Latkinson, Rita (ed), Pengantar Psikologis (Jakarta: Erlangga, 1996) Margono, S. , Metodologi Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000) Mochtar, M., Desain Pembelajaran PAI, (Jakarta: Misaka paksa, 2003) Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya, 2002), cet. 17 Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002), cet. 3.

Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004)

Mulyasa,E. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2005), cet.3. Munandar, Utami, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta:PT.

Rineka Cipta,2004), cet.2 Munawir, Aw. , Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, (Yogyakarta:

PP Yogyakarta, 1984) Nasir, Moh, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia, 1985) Nata, Abuddin, Tafsir ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2002) Nurdin, Syafruddin dan Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi

Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2003)

Nurdin, Syafruddin dan Basyiruddin Usman,, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta : Ciputat Press, 2003)

O. , Kenneth Gangel, Understanding Teaching, Evangelical Training

Association, Illionis 1968, www.geogle.com Peeters, Theo, Autisme, (Jakarta: Dian Rakyat,2004), cet.1. Pemerintah RI UU No.5 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,

(Semarang: Rindang,2003) Rusyan, Tabrani dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung:

CV. Remaja Rosdakarya, 1989) Sadily, Hasan, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, t.th.) Semiawan, Conny dkk., Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah

Menengah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1984) Shadily, Hasan dan John M Echals, Kamus Bhasa Inggris- Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1999), cet.23 Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metodologi Penelitian Survai, (Jakarta :

LP3ES, 1989) Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. ( Jakarta: Rineka

Cipta,1995), cet.3 Sujana, Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 1995) Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2002) Syar’I, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2005), cet.1. Syukur, Fatah, Teknologi Pendidikan (Semarang: Rasail, 2005), cet. 1 Tilar, HAR, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, (Magelang: Tera

Indonesia, 1999) Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet. 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Bab I pasal 1,

(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), cet.3

Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,2005). Cet.1.

Usman, Busyirudin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat

Pers, 2002), cet. 1 Uzer, Moh Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Rosdakayar, 2006) Warisan, Ahmad Munawwir, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta:

Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984)

Wijayakusuma, Hembing, Psikoterapi untuk Anak Autis, (Jakarta: Pustaka

Obor,2004), cet.1 Yatim, Faisal, Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, (Jakarta : Pustaka

Populer, 2003), cet.7 Yunus, Muhammad, Terjemahan Al-Qur’an al-Karim (Bandung: al-Ma’arif, t.th) Zuhairini,et.al., Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional,

1981)

Draft Dokumentasi

Ruang lingkup data:

1. Profil di Sekolah Putra Mandiri Semarang.

2. Kegiatan belajar mengajar Sekolah Putra Mandiri Semarang.

No. Bentuk Data Materi Data Sumber 1.

2.

Foto Arsip

- Lokasi Penelitian

- Kegiatan Belajar Mengajar.

- Profil Sekolah Putra Mandiri

Semarang

- Jadwal Sekolah

- Data Terapis

- Data Siswa

- Laporan Kegiatan Belajar

Mengajar.

- Brosur

- Brosur

- Dokumentasi.

- Dokumentasi.

- Dokumentasi.

- Dokumentasi.

- Dokumentasi

- Laporan

Perkembangan Siswa.

Draft Observasi

Ruang Lingkup:

1. Kegiatan belajar mengajar Sekolah Putra Mandiri Semarang.

2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Putra Mandiri Semarang..

3. Perilaku siswa.

No. Pernyataan

1.

2.

3.

4.

5.

6

.

7.

8.

9.

10.

11.

Guru menciptakan kelas yang nyaman dalam pembelajaran Pendidikan

Agama Islam

Guru bersikap terbuka terhadap pengalaman baru untuk mencoba

membelajarkan PAI

Guru menciptakan metode sendiri untuk pembelajaran PAI

Guru membuat media sendiri untuk pembelajaran PAI

Guru menguasai siswa ketika ada siswa yang bermasalah dalam

pembelajaran PAI

Guru mengevaluasi hasil pembelajaran PAI bersama-sama dengan guru

lain dan kepala sekolah

Guru menerima masukan dari guru lain atau kepala sekolah ketika ada

permasalahan dalam pembelajaran PAI

Guru aktif dalam pembelajaran PAI

Guru memiliki cara berfikir yang berbeda dengan guru lain dalam

mengembangkan variasi metode pembelajaran PAI

Guru memiliki cara berfikir yang berbeda dengan guru lain dalam

mengembangkan variasi media pembelajaran PAI

Guru memiliki cara berfikir yang berbeda dengan guru lain dalam

mengembangkan variasi pengajaran PAI

Daftar Siswa

No. Nama Usia Gangguan Agama

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

Dida

Maman

Aldi

Bagas

Rian

Steven

Dipo

Sigit

Adam

Andika

Haedar

Hasbi

Marsha

Raka

Riky

Irfan

13 tahun

10 tahun

8 tahun

6 tahun

4 tahun

5 tahun

8 tahun

6 tahun

10 tahun

8 tahun

7 tahun

10 tahun

6 tahun

7 tahun

4 tahun

3 tahun

Gangguan Konsentrasi (autisme sedang)

Autisme Ringan

Kosa Kata Lemah (Autisme Ringan)

Gangguan Motorik (Autisme Berat)

Susah Konsentrasi

Hiperaktif(Autisme Berat)

Pemahaman Kurang

Kosa Kata Lemah

Autisme Ringan

Terlambat bicara (Autisme Berat)

Kosa Kata Lemah

Pemahaman Kurang

Gangguan Motorik (Reterdasi Mental)

Terlambat Bicara (Autisme Berat)

Gangguan Konsentrasi (autisme sedang)

Kosa Kata Lemah

Islam

Islam

Islam

Kristen

Islam

Islam

Budha

Islam

Islam

Islam

Kristen

Kristen

Islam

Islam

Islam

Islam

Daftar Guru

No. Nama Pendidikan Agama Mulai Tugas

1

2

3

4

5

6

7

Ratih Danglia E, S.Psi,

Fajar Trisnawingrum, S.Psi

Sumina, Amd. Ot

Widayanti, Amd, Ot

Ika Nurjiyanti, S.Pd

Tutik Sri Rahayu, Amd. Ft

Dina Tri Agustiningrum, Amd.

Ft

S1 UNIKA

S1 UNIKA

D3 STIE Satya Wacana

D3 STIE Satya Wacana

S1 UNNES

D3 STIE Satya Wacana

D3 STIE Satya Wacana

Islam

Islam

Islam

Islam

Islam

Islam

Islam

1 Nov 1999

1 Nov 1999

15 Sep 2000

1 Des 2004

4 Mei 2006

1 Sep 2006

1 Sep 2006

Jadwal Sekolah

Terapis Pagi (07.00-10.00 WIB) Siang(10.00-13.00 WIB) Sore (14.00-17.00 WIB)

Ratih

Fajar

Dida

Bagas

Maman

-

Aldi

Rian

Iim

Wida

Ika

Tuti

Dina

Steven

Adam

Haedar

Marsha

Riky

Dipo

Adam

Hasbi

Raka

-

Sigit

Andika

-

-

Irfan

Hasil Wawancara

Responden: Drs. Naili Farida Msi (Kepala Sekolah)

Hari/Tanggal: Rabu, 10 Januari 2007

Materi: Pembelajaran PAI dan Problematik serta solusinya.

1. Menurut kepala sekolah apakah guru menciptakan kelas yang nyaman

dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

Saya rasa ya, karena pembelajaran disini dilakukan dengan tehnik

satu guru satu siswa jadi secara otomatis guru lebih menguasai siswa. Dan

ketika siswa tidak nyaman dalam pembelajarannya maka guru akan

mengalihkannya untuk membahas meteri lain atau merubah gaya

mengajarnya.

2. Apakah guru bersikap terbuka terhadap pengalaman baru dalam

mengembangkan metode dan media pembelajaran Pendidikan Agama

Islam?

Tentu karena pada dasarnya kurikulum yang dikembangkan disini

hanya sebatas bina diri, keterampilan dan bakat sedangkan untuk

pembelajaran Pendidikan Agama Islam tidak diwajibkan namun guru

mengajarkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam meskipun tidak ada

kurikulumnya dan hanya bersifat tambahan.

3. Apakah guru menerima masukan atau membicarakannya dengan guru lain

atau kepala sekolah ketika ada permasalahan dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Isalm?

Setiap haru sabtu kami selalu mengadakan evaluasi. Disitu kami

membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses belajar

mengajar. Ketika ada permasalahan dalam proses belajar mengajar, kami

membahas bersama-sama dan rata-rata guru melaksanakan masukan dari

guru lain termasuk dari saya (kepala sekolah)

Responden: Ratih

Hari/Tangal: kamis, 11 Januari 2007

Materi: Pembelajaran PAI dan Problematik serta solusinya

1. Metode apa yang digunakan guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam?

Tidak banyak metode yang diterapkan karena metode yang

seharusnya bersifat baik bagi siswa normal tetapi tidak bagi siswa autis.

Metode yang biasa dilakukan yaitu metode drill. Metode ini diterapkan

dalam bentuk latihan membiasakan

2. Media apa yang digunakan guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam?

Media yang biasanya digunakan yaitu gambar. Dengan gambar

maka siswa akan lebih memahaminya dan rata-rata siswa suka dengan

gambar.

3. Problematika apa yang dihadapi guru dalam mengembangkan metode dan

media pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

Permasalahan yang sering dihadapi adanya keterbatasan siswa

dalam memahami materi sehingga saya kesulitan dalam menyesuaikan

metode dan madia yang tepat bagi siswa.

4. Solusi apa yang ditawarkan guru dalam mengembangkan metode dan

media pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

Dengan melakukan pendekatan emosional pada siswa untuk

mengetahui perkembangan siswa kemudian menyesuaikannya dengan

metode dan media yang tepat diterapkan bagi siswa.