pretreatment onggok menggunakan aspergillus niger …digilib.unila.ac.id/54524/2/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PRETREATMENT ONGGOK MENGGUNAKAN Aspergillus nigerSEBAGAI CAMPURAN AIR LIMBAH INDUSTRI TAPIOKA UNTUK
PRODUKSI BIOGAS
(Skripsi)
Oleh
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
NUR EGA
ABSTRACT
PRETREATMENT OF CASSAVA WET CAKE USING Aspergillus niger ASA MIXURE OF TAPIOCA INDUSTRIAL WASTEWATER FOR BIOGAS
PRODUCTION
By
NUR EGA
The production of biogas from tapioca industrial wastewater is insufficient to
fulfill the need for tapioca drying. Cassava wet cake can be mixed with tapioca
industrial wastewater to increase biogas production. Since cassava wet cake
cannot be directly hidrolyzed by methanogenesis bacteria, pretreatment was
needed by use of Aspergillus niger. The purposes of this experiment were to
determine the effect of pretreatment cassava wet cake on soluble chemical oxygen
demand (S-COD), total reducing sugar, pH, total suspended solid (TSS), and total
solid (TS), and to obtain the best interactions between the concentration of
cassava wet cake and the incubation time. This experiment used a completely
randomized block design two factors, they were concentration of cassava wet cake
at 2.5%, 5.0%, 7.5% and 10% and incubation time at 48, 72, 96, and 120 hours.
This experiment was done in two replications. The results showed that
pretreatment of cassava wet cake at the concentration of 2.5% and 5% increased
the value of S-COD and total reducting sugar at 96 hours incubation, but they
decreased at incubation time of 120 hours. On the other kind concentration of
cassava wet cake increased value of S-COD and total reducting sugar at
incubation time of 120 hours. PH, TSS, and TS velues at all of the concentrations
treatment decreased at the incubation time up to 120 hours. The best treatment
was 10% concentration of cassava wet cake and 120 hours incubation time which
produced the highest S-COD at 5,71 g/L.
Keywords: Aspergillus niger, biogas, pretreatment of cassava’s wet cake, solublechemical oxygen demand, tapioca industrial.
ABSTRAK
PRETREATMENT ONGGOK MENGGUNAKAN Aspergillus nigerSEBAGAI CAMPURAN AIR LIMBAH INDUSTRI TAPIOKA UNTUK
PRODUKSI BIOGAS
Oleh
NUR EGA
Produksi biogas dari limbah industri tapioka tidak mencukupi kebutuhan bahan
bakar untuk pengeringan tapioka. Untuk meningkatkan produksi biogas perlu
dilakukan penambahan onggok. Onggok tidak dapat langsung dihidrolisis oleh
bakteri metanogenesis, sehingga diperlukan perlakuan awal (pretreatment)
menggunakan Aspergillus niger sebelum diolah menjadi biogas. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pretreatment onggok terhadap
soluble chemical oxygen demand (S-COD), total gula pereduksi, pH, total
suspended solid (TSS), dan total solid (TS), dan untuk memperoleh interaksi
terbaik antara konsentrasi onggok dan waktu inkubasi. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak kelompok lengkap faktorial. Penelitian
menggunakan dua faktor yaitu konsentrasi onggok 2,5%, 5,0%, 7,5% dan 10%
dan waktu inkubasi pada 48, 72, 96, dan 120 jam. Penelitian ini dilakukan dalam
dua kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pretreatment ongok pada
konsentrasi 2,5% dan 5% meningkatkan nilai S-COD dan total gula pereduksi
pada 96 jam inkubasi, tetapi menurun pada 120 jam inkubasi. Pada konsentrasi
onggok lain nilai S-COD dan total gula pereduksi meningkat hingga 120 jam
inkubasi. Nilai pH, TSS, dan TS pada semua perlakuan interaksi antara
konsentrasi onggok dan lama pretreatent menurun hingga 120 jam inkubasi.
Perlakuan terbaik adalah konsentrasi onggok 10% pada 120 jam inkubasi yang
menghasilkan S-COD tertinggi yaitu 5,71 g/L.
Kata kunci : Aspergillus niger, biogas, industri tapioka, pretreatment onggok,soluble chemical oxygen demand.
PRETREATMENT ONGGOK MENGGUNAKAN Aspergillus nigerSEBAGAI CAMPURAN AIR LIMBAH INDUSTRI TAPIOKA UNTUK
PRODUKSI BIOGAS
Oleh
NUR EGA
SkripsiSebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Seputih Banyak pada tanggal 11 Desember 1994. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sukoco dan
Ibu Nurjanah. Penulis memiliki dua orang adik bernama Prayogi dan Rendy
Setiawan.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 02 Tanjung Harapan
Seputih Banyak pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Seputih
Banyak Lampung Tengah pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1
Seputih Banyak Lampung Tengah pada tahun 2013. Pada tahun 2013, penulis
diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung melalui jalur undangan atau Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Panggung
Rejo, Kecamatan Rawajitu Utara, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung dengan
tema “Implementasi Keilmuan dan Teknologi Tepat Guna dalam Pemberdayaan
Masyarakat dan Pembentukan Karakter Bangsa melalui Penguatan Fungsi
Keluarga (POSDAYA)” pada bulan Januari – Maret 2016. Penulis Melaksanakan
Praktik Umum (PU) di PT. Sumber Indah Perkasa (SMART tbk.) Lampung
Selatan dan menyelesaikan lapotan PU yang berjudul “Mempelajari Pengolahan
Limbah Cair Industri Minyak Goreng di PT. Sumber Indah Perkasa (SMART
tbk.) pada bulan Agustus 2016.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan
diantaranya Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (HMJ THP FP Unila) periode
2016/2017, Sekretaris Bidang Pendidikan dan Penalaran Himpunan Mahasiswa
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (HMJ
THP FP Unila) periode 2015/2016, dan Staf Ahli Kementerian Luar Negeri Badan
Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung (BEM Unila) periode 2014/2015.
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’aalamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas nikmat dan ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini yang berjudul “Pretreatment Onggok Menggunakan Aspergillus niger
Sebagai Campuran Air Limbah untuk Produksi Biogas”. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan untuk
kelancaran proses penyusunan skripsi.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Eng. Udin Hasanudin, M.T., selaku pembimbing satu
skripsi atas bimbingan, arahan, saran, dan motivasi yang diberikan dalam
proses penelitian dan penyelesaian skripsi penulis.
4. Ibu Dr. Dra. Maria Erna Kustyawati, M.Sc., selaku pembimbing dua atas
bimbingan, arahan, saran, dan motivasi yang diberikan dalam proses penelitian
dan penyelesaian skripsi penulis.
5. Bapak Dr. Ir. Suharyono A.S., M.S., selaku pembahas atas saran dan evaluasi,
terhadap karya penulis.
6. Bapak Wisnu Satyajaya, S.T.P., M.M., M.Si. selaku dosen pembimbing
akademik (PA) atas bimbingan dan motivasi selama menjadi mahasiswa.
7. Seluruh dosen pengajar atas ilmu yang diberikan selama perkuliahan serta
teknisi Laboratorium Jurusan Teknologi Hasil Pertanian atas bantuan selama
penelitian.
8. Kedua orang tua dan adik-adik tercinta yang telah mendidik, memberikan doa,
semangat, motivasi, dan selalu menyertai penulis.
9. Teman-teman, kakak-kakak, dan adik-adik di Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian atas dukungan semangat dan motivasi kepada penulis.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan amal
perbuatan semua pihak diatas. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca. Aamiin.
Bandar Lampung, 22 Oktober 2018Penulis
Nur Ega
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................viii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................1
1.2. Tujuan Penelitian ....................................................................................4
1.3. Kerangka Pemikiran................................................................................5
1.4. Hipotesis .................................................................................................6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Cair Industri Tapioka.................................................................7
2.2. Onggok....................................................................................................8
2.3. Parameter Karakteristik Air Limbah.......................................................9
2.3.1. Chemical Oxygen Demand (COD) .............................................9
2.3.2. Biological Oxygen Demand (BOD)............................................10
2.3.3. Total Suspended Solid (TSS)......................................................11
2.3.4. Total Solid (TS) ..........................................................................11
iv
2.3.5. Nilai pH.......................................................................................11
2.4. Perlakuan Awal (Pretreatment) Onggok.................................................12
2.5. Kapang Aspergillus niger .......................................................................13
2.6. Fermentasi...............................................................................................14
2.7. Pembentukan Biogas...............................................................................15
2.7.1. Tahap Hidrolisis (Pelarutan) .......................................................16
2.7.2. Tahap Asidifikasi/Asidogenesis (Pengasaman) ..........................17
2.7.3. Tahap Metanogenik (Pembentukan Gas Metan).........................17
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................19
3.2. Alat dan Bahan........................................................................................19
3.3. Metode Penelitian ...................................................................................20
3.4. Pelaksanaan Penelitian............................................................................21
3.4.1. Pembuatan Inokulum Aspergillus niger......................................21
3.4.2. Pretreatment Onggok ..................................................................23
3.4.3. Pengamatan .................................................................................24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Total Soluble Chemycal Oxygen Demand (S-COD)..............................27
4.2. Total Gula Pereduksi...............................................................................32
4.3. pH............................................................................................................37
4.4. Total Suspenden Solid (TSS)..................................................................41
4.5. Total Solid (TS) ......................................................................................44
v
4.6. Pretreatment Onggok sebagai Campuran Air Limbah untuk ProduksiBiogas .....................................................................................................47
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan .............................................................................................49
5.2. Saran .......................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................51
LAMPIRAN.........................................................................................................54
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Baku mutu limbah cair industri tapioka ..........................................................8
2. Komposisi kimia onggok..................................................................................9
3. Komponen penyusun biogas ............................................................................15
4. Nilai total soluble chemical oxygen demand (S-COD) larutan onggok padaeffluent biogas reaktor sebelum pretreatment menggunakan Aspergillusniger..................................................................................................................27
5. Nilai total soluble chemical oxygen demand (S-COD) interaksi antarakonsentrasi onggok dan lama pretreatment menggunakan Aspergillus niger ..28
6. Nilai total gula pereduksi larutan onggok pada effluent biogas reaktorsebelum pretreatment menggunakan Aspergillus niger. ..................................33
7. Nilai total gula pereduksi interaksi antara konsentrasi onggok dan lamapretreatment menggunakan Aspergillus niger..................................................33
8. Nilai pH larutan onggok pada effluent biogas reaktor sebelum pretreatmentmenggunakan Aspergillus niger.......................................................................37
9. Nilai pH pengaruh konsentrasi onggok pretreatment menggunakanAspergillus niger ..............................................................................................37
10. Nilai pH pengaruh lama inkubasi pretreatment onggok menggunakanAspergillus niger. .............................................................................................38
11. Nilai pH interaksi antara konsentrasi onggok dan lama pretreatmentmenggunakan Aspergillus niger. ......................................................................39
12. Nilai total suspended solid (TSS) larutan onggok pada effluent biogasreaktor sebelum pretreatment menggunakan Aspergillus niger. ......................41
vii
13. Nilai total suspended solid (TSS) interaksi antara konsentrasi onggok danlama pretreatment menggunakan Aspergillus niger. ........................................42
14. Nilai total solid (TS) larutan onggok pada effluent biogas reaktor sebelumpretreatment menggunakan Aspergillus niger..................................................45
15. Nilai total solid (TS) interaksi antara konsentrasi onggok dan lamapretreatment menggunakan Aspergillus niger..................................................45
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram alir proses pembuatan inokulum Aspergillus niger ...........................22
2. Diagram alir pretreatment onggok ...................................................................23
3. Efek penggunaan Aspergillus niger dalam pretreatment onggok padaeffluent biogas reaktor terhadap total soluble chemical oxygen demand(S-COD). ..........................................................................................................30
4. Efek penggunaan Aspergillus niger dalam pretreatment onggok padaeffluent biogas reaktor terhadap total gula pereduksi. .....................................35
5. Efek penggunaan Aspergillus niger dalam pretreatment onggok padaeffluent biogas reaktor terhadap nilai pH. ........................................................40
6. Efek penggunaan Aspergillus niger dalam pretreatment onggok padaeffluent biogas reaktor terhadap total suspended solid (TSS). .........................43
7. Efek penggunaan Aspergillus niger dalam pretreatment onggok padaeffluent biogas reaktor terhadap total solid (TS)..............................................46
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Singkong atau ubi kayu merupakan salah satu komoditas pertanian terbesar di
Indonesia. Di Provinsi Lampung singkong merupakan salah satu komoditi
pertanian terbesar dengan luas panen sebesar 279.226 hektar dan di Indonesia luas
panen singkong sebesar 949.253 hektar pada tahun 2015. Di Provinsi Lampung
produksi singkong sebesar 7.387.084 ton dan di Indonesia sebesar 21.801.415 ton
pada tahun 2015 (Badan Pusat Statistik, 2016). Sebagian besar singkong di
Indonesia diolah menjadi tapioka.
Tapioka merupakan pati yang diperoleh dari proses ekstraksi singkong. Menurut
Koswara (2013), proses produksi tapioka meliputi sortasi singkong segar,
pengupasan kulit, pelumatan, ekstraksi (penambahan air, pengepresan dan
penyaringan), pengendapan, pengeringan, dan penepungan. Industri tapioka
menghasilkan tapioka sebesar 25% dari singkong. Sisa pengolahan singkong
menjadi tapioka merupakan limbah sebesar 75% dari singkong. Limbah padat
dari pengolahan singkong berupa kulit singkong, tanah, dan onggok. Selain itu
industri tapioka menghasilkan limbah cair.
Limbah cair industri tapioka dihasilkan dalam jumlah besar dan memiliki
kandungan bahan organik tinggi. Industri tapioka menghasilkan air limbah
2
sebesar 4.000 – 5.000 liter per ton singkong dengan COD sebesar 18.000 – 25.000
mg/L (Kamahara, 2010). Air limbah industri tapioka berwarna putih kekuningan
dengan kandungan padatan tersuspensi 1.500-5.000 mg/L (Prayitno, 2008). Air
limbah industri tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi biogas.
Air limbah dimanfaatkan untuk produksi biogas melalui proses fermentasi
anaerobik. Fermentasi anaerobik menghasilkan gas metana (CH4) dari degradasi
senyawa organik yang terkandung dalam air limbah. Gas metana bersifat mudah
terbakar dan merupakan kandungan utama biogas. Pada kondisi STP nilai 1 kg
COD yang didekstruksi dihasilkan 0,35 m3 CH4 (Suharto, 2017). Air limbah
tapioka dengan jumlah air limbah 4 – 5 m3 dan COD sebesar 18.000 – 27.000
mg/L dapat menghasilkan gas metana sebesar 24 – 40 m3/ton singkong. Produksi
gas metan per ton singkong sesuai dengan hasil penelitian Adnan (2009) bahwa
air limbah tapioka dapat menghasilkan gas metana berkisar 20,0 – 35,0 m3/ton
singkong.
Biogas yang dihasilkan dari industri tapioka belum memenuhi kebutuhan energi
pabrik tapioka khususnya pabrik tapioka skala kecil dan menengah. Industri
tapioka dengan kapasitas produksi 200 ton tapioka per hari memerlukan energi
untuk produksi atau pengeringan tapioka sebesar 108,34 liter minyak solar atau
73,2 liter minyak solar ditambah 100,4 kg batu bara per ton tapioka. Industri
tapioka kapasitas produksi 140 ton tapioka per hari menggunakan energi per ton
tapioka sebesar 110,98 liter minyak solar atau 71,7 liter mnyak solar ditambah
85,4 kg batubara (Hasanudin, 2008). Potensi energi produksi biogas industri
tapioka setara dengan 88,42 liter solar atau 126,74 kg batu bara per ton tapioka.
3
Potensi energi yang dihasilkan industri tapioka hanya dapat memenuhi sekitar
setengah kebutuhan proses produksi atau pengeringan tapioka (Kementerian
Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2009). Oleh sebab itu perlu
penambahan sumber bahan baku (feed stock) untuk memenuhi kebutuhan biogas.
Salah satu sumber yang berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas pada
industri tapioka adalah onggok.
Onggok merupakan limbah padat industri tapioka yang diperoleh setelah proses
ekstraksi. Proses ekstraksi singkong menghasilkan ampas tertinggal yaitu
onggok. Pada industri tapioka, pengolahan singkong menjadi tapioka
menghasilkan 145,8 kg onggok/ton singkong. Onggok mengandung pati sebesar
65,5% (Djuma’ali, 2013). Pati onggok terdapat didalam matriks polisakarida dan
protein dengan lapisan berupa pektin (Sriroth, 2000). Pati onggok tidak dapat
langsung digunakan oleh mikroorganisme metanogenesis untuk menghaislkan
biogas.
Kandungan pati pada onggok harus dipecah menjadi molekul sederhana agar
dapat dimanfaatkan mikroorganisme metanogenesis untuk menghasilkan biogas.
Pemecahan pati onggok dapat dilakukan secara biologis dengan memanfaatkan
mikroorganisme. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang dapat
menghidrolisis ikatan pati onggok menjadi gula sederhana dan asam organik.
Salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan karena menghasilkan enzim
untuk menghidrolisis pati adalah Aspergillus niger.
Aspergillus niger merupakan kapang yang menghasilkan beberaapa enzim utama
yaitu enzim alpha amilase, beta amilase, dan pektinase. Kapang Aspergillus niger
4
mendegradasi pati onggok menjadi gula sederhana. Glukosa hasil degradasi pati
onggok dikonversi menjadi asam organik. Glukosa dan asam organik dapat
digunakan bakteri metanogenesis untuk menghasilkan biogas. Glukosa dan asam
organik yang terbentuk larut pada air sehingga dapat meningkatkan kandungan
bahan organik terlarut. Peningkatan kandungan bahan organik terlarut diketahui
dari peningkatan nilai soluble chemical oxygen demand (S-COD). Oleh sebab itu
perlu diketahui pengaruh fermentasi onggok menggunakan Aspergillus niger
sebelum produksi biogas.
Fermentasi onggok oleh Aspergillus niger merupakan perlakuan awal
(pretreatment) sebelum pengolahan air limbah menjadi biogas (treatment).
Fermentasi onggok oleh Aspergillus niger menggunakan media cair (submerged)
karena interaksi mikroorganisme dengan substrat lebih besar. Fermentasi
submerged pada pretreatment onggok menggunakan air dari effluent reaktor
biogas. Air dari effluent reaktor biogas digunakan untuk menghemat penggunaan
air pada industri tapioka dan memiliki pH netral (6-7) yang mendukung kondisi
pertumbuhan optimum Aspergillus niger.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitiaan ini bertujuan antara lain:
1. Mengetahui pengaruh pretreatment onggok menggunakan Aspergillus niger
terhadap soluble chemical oxygen demand (S-COD), total gula pereduksi,
pH, total suspended solid (TSS), dan total solid (TS).
5
2. Mengetahui konsentrasi onggok dan lama waktu pretreatment terbaik yang
menghasilkan S-COD tertinggi.
1.3. Kerangka Penelitian
Onggok merupakan ampas dari ekstraksi yang masih mengandung pati sebesar
65,5% (Djuma’ali, 2013). Kandungan pati yang masih besar karena terdapat
didalam matriks polisakarida dan protein dengan lapisan berupa pektin (Sriroth,
2000). Pati onggok tidak dapat langsung digunakan untuk produksi biogas. Pati
onggok harus dipecah menjadi gula sederhana agar dapat dimanfaatkan mikroba
pengurai. Pemecahan pati pada fermentasi dilakukan oleh mikroba yang
menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi pati menjadi gula sederhana. Salah
satu mikroba yang dapat mendegradasi pati yaitu kapang Aspergillus niger.
Kapang Aspergillus niger menghasilkan enzim selulase, alpha amilase dan
pektinase untuk mendegradasi polisakarida menjadi disakarida dan menghidrolisis
menjadi monosakarida (Sopandi, 2015). Pemecahan pati onggok oleh Aspergillus
niger menghasilkan gula sederhana (glukosa) dipengaruhi oleh konsentrasi
substrat onggok. Konsentrasi substrat onggok mempengaruhi pati dalam onggok
agar dapat diambil secara optimal.
Fermentasi oleh Aspergillus niger dalam mendegradasi dan menghidrolisis pati
onggok dipengaruhi lama fermentasi karena mempengaruhi jumlah pati onggok
yang dapat dihidrolisis untuk menghasilkan gula sederhana. Lama fermentasi
berkaitan dengan kurva pertumbuhan mikroba, penggunaan substrat, dan produk
yang dihasilkan. Menurut Sopandi (2015), mikroba menggunakan substrat secara
6
maksimal pada fase pertumbuhan. Selama fase pertumbuhan kebutuhan substrat
oleh Aspergillus niger terpenuhi sehingga gula sederhana yang dihasilkan terus
meningkat. Pada fase eksponensial substrat mulai habis yang menyebabkan
pertumbuhan mikroba tetap karena mikroba yang tumbuh dan mati seimbang.
Fase eksponensial menghasilkan gula sederhana mulai sedikit dan menurun.
Lama fermentasi oleh Aspergillus niger berpengaruh terhadap gula sederhana,
bahan organik yang terlarut, asam yang terbentuk, dan padatan tersuspensi pada
substrat. Menurut penelitian Juariah (2004), fermentasi tepung onggok
menggunakan Aspergillus niger menghasilkan konsentrasi glukosa tertinggi pada
hari ke tiga dan pH menurun setelah hari ke tiga.
1.4. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini yaitu:
1. Konsentrasi onggok dan lama pretreatment berpengaruh nyata terhadap nilai
total soluble chemycal oxygen demand (S-COD), total gula pereduksi, pH,
total suspended solid (TSS), dan total solid (TS).
2. Terdapat konsentrasi onggok dan lama pretreatment yang menghasilkan total
soluble chemycal oxygen demand (S-COD) tertinggi.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Cair Industri Tapioka
Industri tapioka menghasilkan limbah cair dari proses pengolahan singkong
menjadi tapioka. Proses yang menghasilkan limbah cair pada industri tapioka
yaitu pada pencucian singkong, dan ekstraksi singkong. Menurut Adnan (2011)
bahwa air limbah yang dihasilkan memiliki jumlah besar yaitu ±20 m3/ton tapioka
atau ±5 m3/ton singkong. Kandungan bahan organik pada limbah cair industri
tapioka sangat tinggi. Kandungan bahan organik diketahui dari nilai Chemical
Oxygen Demand (COD) limbah cair.
Limbah ciar industri tapioka memiliki Chemical Oxygen Demand (COD) dan
Biological Oxygen Demand (BOD) dalam jumlah tinggi. Nilai COD limbah cair
industri tapioka sekitar 7.000 – 30.000 mg/L (Prayitno, 2008). Menurut
Kamahara, dkk (2011) Industri tapioka dapat menghasilkan limbah cair dengan
COD sebesar 16.000 – 25.000 mg/L. BOD limbah cair tapioka memiliki nilai
setengah dari COD. Menurut Setyawati et al (2011) limbah cair tapioka dengan
memiliki nilai BOD sebesar 3.000 – 7.500 mg/L. Nilai COD dan BOD tinggi
dapat mencemari lingkungan baik lingkungan air maupun darat, namun berpotensi
dimanfaatkan untuk produksi biogas sebagai sumber energi pada industri tapioka.
8
Limbah cair industri tapioka harus memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan
sebelum dibuang ke lingkungan. Kualitas limbah cair diukur dari COD, BOD,
pH, dan total padatan tersuspensi (TSS). Baku mutu limbah cair industri tapioka
telah ditetapkan dan harus dipenuhi sebelum dibuang ke lingkungan. Baku mutu
limbah cair tapioka terdapat pada Peraturan Gubernur Provinsi Lampung nomor 7
tahun 2010.
Tabel 1. Baku mutu limbah cair industri tapioka.
Parameter Kadar MaksimumCOD 300 mg/LBOD5 150 mg/LTSS 100 mg/LSianida 0,3 mg/LpH 6,0 – 9,0Debit Limbah Maksimum 30m3 per ton tapiokaSumber: Peraturan Gubernur Provinsi Lampung nomor 7 tahun 2010.
2.2. Onggok
Onggok merupakan ampas berupa limbah padat pada industri tapioka . Onggok
dihasilkan dari proses ekstraksi singkong. Onggok memiliki kandungan utama
karbohidrat yaitu pati dan serat kasar. Menurut Djuma’ali (2013), onggok
memiliki komposisi berupa pati sebesar 65,5% dan selulosa sebesar 8,1%.
Kandungan pati pada onggok tidak ikut terambil pada proses ekstraksi karena pati
terjebak dalam matriks polimer kompleks (Sriroth, 2000).
9
Tabel 2. Komposisi kimia onggok.
Komposisi Kimia Jumlah presentase (%)Air -Protein 3,1Lemak 0,2Abu 5,7Serat Kasar 13,1Pati 65,5Sumber: Djuma’ali (2013).
Onggok memiliki kandungan utama pati dan serat kasar. Kandungan tertinggi
onggok merupakan pati dengan bentuk granula-granula. Pati pada onggok terdiri
dari amilosa dan amilopektin. Pati mengandung amilosa berkisar 15% - 30%
amilopektin berkisar antara 70% - 85% (Jane dan Chen, 1992). Serat kasar
onggok terdiri dari selulosa dan hemiselulosa (Arnata, 2009).
2.3. Parameter Karakteristik Air Limbah
2.3.1. Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan organik secara kimiawi oleh senyawa pengoksidasi (Suharto,
2017). Nilai COD merupakan parameter untuk menentukan kandungan organik
pada suatu bahan atau limbah. Bahan kimia sebagai senyawa pengoksidasi dapat
berupa kalium dikromat (K2Cr2O7). Senyawa tersebut mendegradasi kandungan
bahan organik secara keseluruhan secara oksidatif. Semua bahan organik
dioksidasi baik secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis
(Effendy, 2003).
10
Limbah organik dioksidasi oleh kalium bikromat menjadi gas CO2 dan H2O serta
sejumlah ion krom. Oksidasi limbah organik oleh kalium bikromat memiliki
reaksi sebagai berikut:
CaHbOc+Cr2O7-2+H CO2+H2O+Cr3+.
Reaksi oksidasi limbah organik oleh kalium bikromat dilakukan dengan
pemanasan dan penambahan katalisator perak sulfat (Ag2SO4). Jumlah kalium
bikromat untuk mengoksidasi limbah organik sama dengan jumlah oksigen yang
diperlukan. Banyaknya kalium bikromat pada reaksi oksidasi menunjukkan
semakin banyak oksigen yang diperlukan (Wardhana, 2001).
2.3.2. Biological Oxygen Demand (BOD)
Biological Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroba dalam stabilitas dekomposisi limbah senyawa kimia organik pada waktu,
suhu, dan kondisi tertentu (Suharto, 2017). Degradasi bahan organik dilakukan
oleh mikroorganisme selama 5 hari dan 20 hari pada suhu baku normal (20oC).
Semakin lama waktu degradasi semakin tinggi akurasi BOD suatu bahan atau
limbah. BOD merupakan salah satu parameter jumlah kandungan organik suatu
bahan atau limbah. Besar nilai BOD dipengaruhi beberapa faktor seperti suhu,
pH, dan lainnya. Selain itu tidak semua kandungan organik bahan dapat
didegradasi oleh mikroorganisme sehingga biasanya nilai BOD setengah atau
sepertiga dari nilai COD. Prinsip pengukuran BOD adalah mengukur kandungan
bahan organik sebelum dan setelah degradasi oleh mikroorganisme (Situmorang,
2007).
11
2.3.3. Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) adalah padatan tersuspensi berupa senyawa yang
tidak larut dan tertinggal dalam saringan ukuran 0,45 mikron filter (Suharto,
2017). TSS menyebabkan kekeruhan bersifat tidak terlarut dan tidak dapat
mengendap. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran
maupun beratnya lebih kecil dari pada sedimen. TSS adalah jumlah bobot bahan
tersuspensi dalam volume air yang dinyatakan dalam mg/L atau ppm. Padatan
terendap dan padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar matahari
kedalam air, sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesa
(SNI 06-6989.3-2004).
2.3.4. Total Solid (TS)
Total solid (TS) merupakan semua padatan yang tertinggal sebagai residu pada
penguapan dan pengeringan pada suhu 103 – 105oC. Total solid terdiri atas bahan
terlarut (dissolved solid) dan padatan tidak terlarut (suspended solid). Total solid
mempengaruhi kualitas air limbah dari dispersi besar hingga sangat kecil.
Pengukuran total solid didasarkan pada sampel air yang dikeringkan pada
temperatur diatas titik uap air pada waktu tertentu hingga seluruh air menguap.
Berat sampel yang tertinggal ditimbang sebagai berat total solid per satuan liter
(mg/L) (Sutrisno, 2010).
2.3.5. Nilai pH
Nilai pH merupakan tingkat keasaman atau kebasaan yang menunjukkan jumlah
ion-ion pada limbah. Perubahan pH di suatu air sangat berpengaruh terhadap
12
proses fisika, kimia, maupun biologi dari organisme yang hidup di dalamnya.
Derajat keasaman diduga sangat berpengaruh terhadap daya racun bahan
pencemaran dan kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk zat didalam air.
Nilai pH air digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman (kosentrasi ion
hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14 dengan kisaran nilai pH 1-7
termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi
netral. Air limbah dengan kondisi terlalu asam maupun terlalu basa menyulitkan
proses biologis (Sutrisno, 2010).
2.4. Perlakuan Awal (Pretreatment) Onggok
Perlakuan awal (pretreatment) merupakan perlakuan yang dilakukan sebelum
proses utama. Pretreatment onggok pada air effluent biogas reaktor merupakan
perlakuan yang dilakukan sebelum produksi biogas. Pretreatment onggok
dilakukan dengan melakukan berbagai perlakuan pada onggok sebelum diolah
menjadi biogas. Onggok harus dilakukan pretreatment karena mengandung pati
yang tinggi. Pati dalam onggok sebesar 65,5% yang terdapat didalam matriks
polisakarida dan protein dengan lapisan berupa pektin (Djuma’ali, 2013). Pati
onggok harus didegradasi menjadi gula sederhana agar dapat digunakan oleh
mikroorganisme anaerobik menjadi biogas. Untuk mendegradasi pati dalam
onggok dilakukan berbagai metode salah satunya menggunakan mikroorganisme.
Pretreatment onggok menggunakna mikroorganisme untu menghasilkan enzim
dan memecah ikatan pati onggok. Pretreatment onggok menggunakan
mikroorganisme dilakukan dengan fermentasi onggok sebelum onggok
13
dicampurkan pada limbah cair untuk produksi biogas. Fermentasi onggok
merupakan salah satu cara pada pada pretreatment untuk memecah ikatan pati
menjadi gula sederhana dan asam organik. Salah satu mikroorganisme yang
digunakan untuk meningkatkan produksi biogas adalah Aspergillus niger (Romli,
2012).
2.5. Kapang Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan fungi dengan genus Aspergillus yang terdapat dalam
family Trichocomaceae. Aspergillus niger merupakan kapang yang dapat
digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis asam. Aspergillus niger
menghasilkan beberapa jenis enzim seperti pektinase, amilase, asparaginase,
selulase, proteinase, lipase, katalase, glukosa oksidase dan fitase (Ratledge, 1994).
Molekul-molekul sederhana seperti monosakarida dapat langsung diserap oleh
hifa. Molekul kompleks seperti pati atau selulosa harus dipecah menjadi molekul
sederhana oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh Aspergillus niger.
Molekul sedehana yang dipecah enzim ekstraseluler Aspergillus niger langsung
diserap hifa menghasilkan metabolit asam (Ferdiaz, 1992).
Aspergillus niger merupakan mikroba jenis kapang mesofilik dan memiliki sifat
pertumbuhan seperti suhu, kelembaban, dan pH tertentu. Suhu pertumbuhan
Aspergillus niger yaitu minimum 6-8 oC, maksimum 45-47 oC, dan optimum pada
suhu 35 – 37oC. pH tumbuh kapang Aspergillus niger yaitu antar 2,2 – 8,8 dan
optimum pertumbuhan adalah antara 4,5 – 6,5. Kelembaban sebesar 80 – 90 %
dan bersifat aerobik sehingga memerlukan oksigen yang cukup (Fardiaz, 1988).
14
Berdasarkan penelitian Kanti (2017), Kapang Aspergillus niger tumbuh optimal
pada suhu 30oC dan pH 6 – 7.
2.6. Fermentasi
Fermentasi merupakan cara dalam mengubah substrat menjadi produk tertentu
yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Fermentasi adalah
suatu teknik konversi secara biologis terhadap substrat kompleks menjadi
senyawa sederhana. Perombakan komponen kompeks menjadi senyawa
sederhana pada fermentasi menggunakan kerja mikroorganisme. Fermentasi
berdasarkan substrat yang digunakan dibedakan menjadi fermentasi substrat padat
(solid substrate fermentation) dan fermentasi tercelup (submerged fermentation).
Fermentasi media padat (solid state fermentation) merupakan proses fermentasi
menggunakan substrat padat. Solid state fermentation (SSF) memiliki kandungan
atau konsentrasi substrat yang padat. Sehingga senyawa kompleks memiliki
jumlah besar. SSF memiliki beberapa keuntungan yaitu medium yang digunakan
lebih sederhana, biaya lebih murah, tidak memerlukan aerasi pada fermentasi
aerobik, ruang fermentasi lebih kecil, dan produk dapat dipanen dengan mudah
(Subramaniyam, 2012).
Fermentasi terendam atau tercelup (submerged fermentation) merupakan
fermentasi dengan substrat mengandung air dalam jumlah tinggi. Submerged
fermentation (SmF) adalah fermentasi yang mengandung air dalam jumlah besar
dan kelembaban tinggi. SmF memiliki kelebihan yaitu mudah dalam pengaturan
kondisi, meningkatkan kontak mikroba terhadap substrat, fementasi lebih cepat
15
dan seragam, dan pemurnian mudah (Subramaniyam, 2012). SmF lebih baik
untuk produksi glukosa oleh Aspergillus niger karena lama fermentasi lebih cepat
dan seragam sehingga potensi glukosa lebih tinggi pada waktu yang sama.
2.7. Pembentukan Biogas
Biogas adalah campuran gas metana (CH4), karbondioksida (CO2), dan gas
lainnya dari penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme secara
anaerobik. Penguraian bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerob yaitu
dimana kondisi fermentasi tanpa atau sangat sedikit oksegen (O2). Penguraian
bahan organik dilakukan oleh bakteri metanogenesis yang menghasilkan CH4
sebesar 65%, CO2 30%, H2S 1%. Komposisi biogas yang dihasilkan tergantung
dari jenis bahan organik yang didegradasi (Suharto, 2017).
Biogas memiliki komposisi utama berupa gas metana (CH4) dengan presentase
besar dengan titik nyala sebesar 645˚C-750˚C. Komposisi biogas lain adalah gas
karbon dioksida (CO2) dan sedikit hidrogen sulfida (H2S). Biogas juga memiliki
komposisi lain dalam konsentrasi sangat kecil yaitu sulfur organik, hidrokarbon
terhalogenasi, gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2), gas karbon monoksida (CO)
dan gas oksigen (O2) (Hermawan Lailatul, Candrarini, dan Evan, 2007). Berikut
komponen penyusun biogas menurut Pusat Informasi Dokumentasi PTP- ITB.F:
Tabel 3. Komponen penyusun biogas.
Jenis gas Persentase (%)Metana (CH4) 54 – 65Karbondioksida (CO2) 27 – 30Hidrogen Sulfida (H2S) 0 – 3Sumber: Pusat Informasi Dokumentasi PTP- ITB.F dalam Harsono (2013).
16
Proses pembentukan biogas merupakan pemecahan bahan organik oleh aktivitas
bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara melalui
beberapa tahap. Tahap pembentukan biogas yaitu hidrolisis (pelarutan),
asidogenesis (pengasaman), dan metanogenesis (pembentukan gas metana).
Reaksi pembentukan gas metana secara umum memiliki reaksi CxHyOz + (x-¼y-
½z) H2O (½ x-1/8y+¼z) CO2 + (½x-1/8y+¼z) CH4. Seperti pada perombakan
selulosa menjadi biogas dengan reaksi (C6H10O5)n + n H2O 3n CO2 + 3n CH4
(Price and Cheremisinoff, 1981). Bakteri yang digunakan untuk produksi biogas
adalah bakteri fermentatif yang menhasilkan enzim ekstraseluler, bakteri
asetotropic penghasil H2, asetotroph metanogens, hydrogenotrophic
methanogenesis (Suharto, 2017).
2.7.1. Tahap Hidrolisis (Pelarutan)
Tahap hidrolisis merupakan tahap pelarutan bahan-bahan organik tidak larut air
seperti polisakarida, protein, lemak, asam nukleat, dan lain-lain. Bahan-bahan
organik dipecah secara enzimatis oleh enzim ekstraselular (selulose, amilase,
protease dan lipase) mikroorganisme menjadi bahan larut air. Bakteri
menghasilkan enzim yang memutuskan rantai panjang seperti polisakarida
(karbohidrat komplek), protein dan lemak (lipida) menjadi senyawa rantai pendek.
Salah satu hidrolisis yaitu pemecahan polisakarida menjadi monosakarida dengan
reaksi sebagai berikut:
(C6H10O5)n + n H2O n C6H12O6
polisakarida + air glukosa
(Price dan Cheremisinoff, 1981).
17
2.7.2. Tahap Asidifikasi/Asidogenesis (Pengasaman)
Asidifikasi atau asidogenesis merupakan pengasaman senyawa sederhana hasil
hidrolisis menjadi asam organik sederhana (asam asetat), hidrogen dan
karbondioksida oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang berperan adalah
bakteri asetogenik termasuk bakteri anaerobik dan dapat tumbuh dan berkembang
pada kondisi asam. Dalam pembentukan asam asetat, bakteri memerlukan
oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen terlarut pada larutan. Bakteri
asetogenik juga mengubah senyawa bermolekul rendah menjadi alkohol, asam
organik, asam amino, karbondioksida, hidrogen sulfida, dan sedikit gas metana.
Asam-asam sederhana tersebut pada pembentukan biogas nantinya digunakan
pada proses selanjutnya (Price dan Cheremisinoff, 1981).
2.7.3. Tahap Metanogenik (Pembentukan Gas Metan)
Metanogenik merupakan dekomposisi senyawa-senyawa asam dari tahap
asidogenesis menjadi gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) oleh bakteri
metanogenesis. Bakteri yang berperan adalah bakteri anaerob seperti
Methanobacterium, Methanobacillus, Methanococcus dan Methanosarcina.
Bakteri penghasil asam dan gas metan bekerja secara simbiotis. Bakteri penghasil
asam menciptakan keadaan atmosfer ideal untuk bakteri penghasil gas metana.
Bakteri penghasil gas metana mengunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil
asam. Sehingga tidak menciptakan kondisi toksik bagi banteri penghasil asam
(Kharistya , 2004).
18
Tahap metanogenesis menghasilkan gas metana, karbondioksida, hidrogen
sulfida, dan gas hidrogen. Metanogenesis akan menghasilkan sekitar 65% gas
metana, 25 % karbondioksida, serta sedikit hidrogen sulfida dan gas hidrogen.
Proses pembentukan gas metana berlangsung pada suhu 25oC hingga 35oC.
Secara umum reaksi pembentukan gas metana sebagai berikut:
2n (CH3COOH) 2n CH4(g) + 2n CO2(g)
asam asetat gas metana gas karbondioksida
(Price dan Cheremisinoff, 1981).
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,
Laboratorium Pengolahan Limbah Agroindustri, dan Laboratorium Analisis Hasil
Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung pada bulan Januari sampai Mei 2018.
3.2. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan yaitu cawan petri, autoclafe, Erlenmeyer 1000 mL,
hotplate, laminary airflow, bunsen, jarum ose, inkubator, drygalski, mikropipet,
pipet tip, tabung centrifuge, centrifuge, lemari pendingin, tabung reaksi, rak
tabung reaksi, mikroskop, haemacytometer, hotplate magnetic stirrer, krop karet,
cawan porselen, gelas ukur, timbangan digital, oven, desikator, penjepit cawan,
pH meter, tabung COD, COD reactor DRB 200, HACH spektrofotometer
DR4000, genesys 10s UV-Vis spektrofotometer, rubber bulb, pipet volumetrik,
kertas whatman No 1, corong kaca, kuvet spektrofotometer, kertas label, dan
peralatan keselamatan laboratorium.
Bahan-bahan yang digunakan yaitu onggok, air effluent biogas reaktor, starter
Aspergillus niger van tieghem, Medium Potato Dextrosa Agar (PDA), reagen
20
COD (kalium dikromat (K2Cr2O7)), glukosa anhidrat, fenol 5%, asam sulfat pekat
(H2SO4), Pb Asetat, dan aquades.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan disusun dengan rancangan acak kelompok lengkap
(RAKL) faktorial. Faktor yang digunakan yaitu konsentrasi onggok pada air
effluent biogas reaktor sebesar 2,5% (K1); 5,0% (K2); 7,5% (K3); dan 10,0%
(K4) dan lama fermentasi 48 jam (T1), 72 jam (T2), 96 jam (T3), dan 120 jam
(T4). Percobaan dilakukan dengan 2 kali ulangan. Satuan percobaan sebanyak 32
sampel. Data hasil penelitian dianalisis statistik dan menggunakan uji lanjut
duncan.
Penelitian pretreatment onggok menggunakan kapang Aspergillus niger sebanyak
0,1% (b/v). Aspergillus niger yang digunakan dalam bentuk spora murni.
Fermentasi pretreatment menggunakan metode submerged (pada media cair).
Pengamatan sebelum dan setelah pretreatment terhadap total soluble chemical
oxygen demand (S-COD) metode refluks tertutup , pH metode potensiometri, total
glukosa metode fenol, total solid (TS) metode gravimetri, dan total suspended
solid (TSS) metode gravimetri.
21
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Inokulum Aspergillus niger
Pelaksanaan penelitian terhadap onggok yang dilakukan pretreatment yaitu
dengan menyiapkan inokulum Aspergillus niger. Inokulum disiapkan dengan
membuat suspensi biakan Aspergillus niger pada cawan petri dengan metode
cawan gores. Sebelum dilakukan pembuatan inokulum adalah sterilisasi peralatan
yaitu cawan petri, drygalski, gelas ukur, corong kaca, dan kuvet sentrifuge 50 mL.
Dilakukan pembuatan media potato dextrose agar (PDA) dan disterilisasi. Media
langsung dituangkan ke cawan petri kemudian ditunggu hingga padat dan dingin.
Setelah padat dan dingin diinokulasikan starter Aspergillus niger menggunakan
jarum ose menggunakan metode gores. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 35-
37oC selama 120 jam. Setelah terbentuk spora ditambahkan 5 mL aquades steril
pada cawan petri. Spora diambil menggunakan drygalski dan dimasukkan ke
kuvet sentrifuge. Spora disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit
dan dipisahkan dengan supernatan (Juariah dkk, 2004 yang telah dimodifikasi).
Spora Aspergillus niger dihitung jumlah per mililiter menggunakan
haemacytometer. Diambil spora sebanyak 1 mL dan ditambahkan 9 mL aquadest
sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Dilakukan pengenceran pada 10-2, 10-3,
10-4, dan 10-5. Pengenceran tertinggi dihitung jumlah spora menggunakan
haemacytometer pada mikroskop. Diagram alir pembuatan inokulum Aspergillus
niger disajikan pada Gambar 1.
22
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan inokulum Aspergillus niger (Juariahdkk, 2004 yang telah dimodifikasi).
Disuspensi spora Aspergillus niger pada cawan petri dengan media PotatoDextrosa Agar (PDA) menggunakan metode gores
Diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 120 jam
Spora diambil dengan ditambahkan 5 mL aquades steril
Isolat Aspergillus niger
Spora dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL
Inokulum disentrifuge
Inokulum Aspergillus niger
Air
Spora diambil 1 mililiter dan dimasukkan ke aquadest 9 ml
Dilakukan pengenceran10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5
Dihitung jumlah sporamenggunakan haemacytometer
Spora
Spora 10-1
23
3.4.2. Pretreatment Onggok
Pretreatment onggok dilakukan fermentasi terhadap onggok oleh kapang
Aspergillus niger pada Gambar 2. Fermentasi yang digunakan adalah fermentasi
terendam (submerged). Onggok yang digunakan adalah onggok basah dengan
kadar air 77%. pH air effluent biogas reaktor sebesar 7,2. Fermentasi terendam
dilakukan dengan menambahkan onggok dengan air effluent biogas reaktor.
Konsentrasi onggok pada air effluent biogas reaktor yaitu sebesar (b/v) 2,5%;
5,0%; 7,5%; dan 10,0%. Diinokulasikan spora Aspergillus niger konsentrasi
0,1% (b/v) dengan jumlah spora 6,15 x 10-9/ml. Sampel diinkubasi pada hotplate
magnetic stirrer dengan kecepatan penggoyangan 300 rpm pada suhu ruang
(30oC). Dilakukan proses fermentasi selama 48, 72, 96, dan 120 jam Dilakukan
analisis terhadap berbagai perlakuan pretreatment.
Gambar 2. Diagram alir pretreatment onggok
Larutan pretreatment onggok
Dicampur onggok dengan air effluent reaktor biogas sebesar 2,5%; 5,0%; 7,5%;dan 10,0% (b/v) pada Erlenmeyer 1000 mL dengan volume kerja 600 mL.
Diinokulasikan spora Aspergillus niger sebesar 0,1% (b/v) dengan pengenceran10-1.
Diinkubasi pada magnetic stirrer dengan kecepatan penggoyangan 300 rpm padasuhu ruang (30oC) selama 48 jam, 72 jam, 96 jam, dan 120 jam
Onggok basahKadar air 60-75% (wb)
24
3.4.3. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan adalah pengukuran nilai soluble chemical oxygen
demand (S-COD), pH, total gula pereduksi, total solid (TS), dan total suspended
solid (TSS).
a. Total soluble chemycal oxygen demand (S-COD) metode refluks tertutup.
Pengukuran total soluble chemycal oxygen demand (S-COD) dilakukan untuk
mengetahui total kebutuhan oksigen dalam mengoksidasi bahan organik padatan
dalam larutan (soluble) secara kimiawi. Pengukuran S-COD dilakukan sebelum
dan setelah pretreatment. Proses pengukuran S-COD yaitu dengan memasukkan
50 mL sampel kedalam sentrifuge. Sampel disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit. Sampel limbah yang terpisah dari padatan terlarutnya
(supernatan) diambil sebanyak 0,2 ml atau 200 µL menggunakan mikropipet.
Sampel dimasukkan kedalam vial yang berisi reagen COD dan dipanaskan di
reaktor DRB 200 pada temperatur 150oC selama 120 menit. Setelah dipanaskan
sampel didinginkan sampai suhu ruang dan diukur COD menggunakan HACH
spektrofotometer DR4000 (SNI 06-6989.2-2004).
b. Pengukuran pH metode potensiometri
Analisa pH dilakukan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan air
limbah dan untuk menunjukkan jumlah ion-ion yang terdapat di dalam air limbah.
Perubahan pH di suatu air sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia,
maupun biologi dari organisme yang hidup di dalamnya. Pengukuran pH
dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam erlenmeyer. pH meter
25
dicelupkan ke dalam sampel dan diaduk. Muncul angka pada layar hingga nilai
pH konstan (SNI 06-6989.11-2004).
c. Pengukuran Total Gula metode fenol
Pengukuran total gula dilakukan dengan metode fenol menggunakan
spektrofotometer. Pengukuran total gula dengan metode fenol dilakukan dengan
membuat kurva standar. Larutan gula standar dilakukan dengan konsentrasi 0, 10,
20, 30, 40, dan 60 mg/L. Ditambahkan larutan fenol 5% sebanyak 1 mL dan
dikocok. Ditambahkan dengan cepat larutan H2SO4 pekat dengan menuangkan
secara tegak lurus ke permukaan larutan. Larutan dibiarkan selama 10 menit,
dikocok dan dipanaskan dalam penangas air selama 15 menit. Diukur nilai
Absorbansi pada spektrofotometer dengan 490 nm dan membuat kurva standar
yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi glukosa dan optical dencity
(OD). Total gula ditentukan pada sampel dengan cara sama seperti kurva standar.
Sampel yang diukur harus jernih, apabila sampel keruh dilakukan penjernihan
dengan Pb Asetat (Kumalasari dkk, 2012).
d. Total Susupended Solid (TSS) metode gravimetri
Total susupended solid (TSS) merupakan residu dari padatan total yang tertahan
oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2µm atau lebih besar dari ukuran
partikel koloid. Prinsip pengujian TSS yaitu pengujian sampel homogen disaring
dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan
dikeringkan hingga konstan atau suhu pemansan 103 – 105oC. Kenaikan berat
kertas saring dari sebelum penyaringan dan setelah penyaringan merupakan berat
26
mg TSS per liter = ___(A – B) x 1000___Volume larutan uji (mL)
TSS. Prosedur pengujian TSS meliputi persiapan kertas saring, penyaringan,
pemanasan, dan pengukuran berat. Kertas saring disiapkan dengan memanaskan
pada suhu 103 – 105oC selama 1 jam dan ditimbang berat hingga diperoleh berat
konstan. Sampel dihomogenkan dan sampel disaring hingga sempurna. Kertas
saring dipindahkan ke cawan dan dikeringkan dalam oven suhu 103 – 105oC
selama 1 jam. Kertas saring dan sampel didinginkan didalam desikator selama 10
menit lalu ditimbang. Dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berkut:
keterangan :A : adalah berat kertas saring + residu kering (mg).B : adalah berat kertas saring (mg)
(SNI 06-6989.3-2004).
e. Total Solid (TS) metode gravimetri
Total solid (TS) merupakan seluruh padatan yang terdapat pada air limbah baik
padatan terlarut maupun tidak terlarut. Total solid dihitung berdasarkan
perbedaan berat padatan tertinggal per liter larutan. Perhitungan total solid
dilakukan dengan memanaskan dan menimbang cawan sebagai berat A Sampel
air limbah dimasukkan pada cawan dengan volume tertentu. Cawan berisi sampel
dipanaskan suhu 103-105oC selama 24 jam. Cawan didinginkan pada desikator
selama 15 menit. Setelah dingin cawan ditimbang sebagai berat B. Hasil dihitung
besar TS sesuai rumus sebagai berikut:
keterangan :A : adalah berat cawan (mg).B : adalah berat cawan + residu padatan air limbah (mg)
(SNI 06-6989.26-2015).
mg TS per liter = ___(B – A) x 1000___Volume larutan uji (mL)
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian pretreatment onggok menggunakan
Aspergillus niger adalah sebagai berikut:
1. Pretreatment onggok menggunakan Aspergillus niger 0,1% memiliki nilai
soluble chemical oxygen demand (S-COD) dan total gula pereduksi pada
konsentrasi 2,5% dan 5% meningkat hingga 96 jam dan menurun pada 120
jam, dan pada konsentrasi 7,5% dan 10% meningkat hingga 120 jam,
sedangkan pH, total suspended solid (TSS), dan total solid (TS) terus
mengalami penurunan hingga 120 jam.
2. Pretreatment onggok menggunakan Aspergillus niger 0,1% menghasilkan
total soluble chemical oxygen demand (S-COD) tertinggi pada konsentrasi
10% selama 120 jam, sedangkan S-COD tertinggi per gram onggok pada
konsentrasi 2,5% selama 96 jam.
5.2. Saran
Saran pada penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang metode pretreatment yang
dapat dilakukan di skala industri.
50
2. Implementasi pada industri tapioka perlu memperhatikan perbandingan antara
jumlah onggok dan air effluent biogas reaktor yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. G. 2009. Pedoman Pengolahan Limbah Industri Pengolahan Tapioka.Program Agroindustry to Zerowaste. Kemeneterian Negara LingkunganHidup 2009. Jakarta. Hal. 16 – 31.
Arnata, I. W,. 2015. Pengembangan Alternatif Teknologi Bioproses PembuatanBioetanol Dari Ubi Kayu Menggunakan Trichoderma viride, Aspergillusniger dan Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Agritech Vol. 35 No. 04.
Badan Pusat Statistik. 2016. Luas dan Produksi Ubi Kayu Menurut Provinsi1993 – 2015. https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/880.Diakses pada tanggal 25 September 2017.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI)06-6989.2-2004 tentang Air dan air limbah – Bagian 2: Cara uji kebutuhanoksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri.Hal 1 – 7.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI)06-6989.3-2004 tentang Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatantersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri. Hal. 1 –6.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2004. Standar Nasional Indonesia (SNI)06-6989.11-2004 tentang Air dan air limbah – Bagian 11: Cara uji derajatkeasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter. Hal 1 – 3.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2005. Standar Nasional Indonesia (SNI)06-6989.26-2005 tentang Air dan air limbah – Bagian 26: Cara uji padatantotal secara gravimetri. Hal 1 – 5.
Djuma’ali. 2013. Biokonversi Onggok Menjadi Etanol dengan MenggunakanMultienzim. Disertasi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.Hal. 183-192.
Effendy, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal. 68– 112.
Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. PAU IPB. Bogor. Hal. 3 – 135.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Hal. 180 – 205.
52
Haryati, T. 2006. Biogas: Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber EnergiAlternatif. Jurnal. Wartazoa. Vol. 16 No. 3.
Hasanudin, U. 2008. The Biomass Utilization from Agroindustries in Indonesia.Biomass Sustainable Utilization Working Groups Discussion. November,28- 29th 2008. Jakarta.
Hermawan, B., Q. Lailatul, P. Candrarini, dan P.S. Evan. 2007. Sampah OrganikSebagai Bahan Baku Biogas. Artikel.http://www.chemistry.org/?sect=fokus&ext=31. Diakses pada tanggal 28September 2017.
Jane, J. L. And J.F. Chen. 1992. Effect of amylose molecular size andamylopectin branch chain length on paste properties of starch. J. CereaChem. 69 (1). Hal. 60-65.
Juariah, S., A. Susilowati, dan R. Setyaningsih. 2004. Fermentasi Etanol dariLimbah Padat Tapioka (Onggok) oleh Aspergillus niger dan Zymomonasmobilis. Jurnal. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 6 halaman.
Kamahara, H., U. Hasanudin, Y. Atsuya, A. Widiyanto, R. Tachibana, N. Goto,H. Daimon, and K. Fujie. 2010. Methane Emission from Anaerobic Pondof Tapioca Starch Extraction Wastewater in Indonesia. Jurnal. Journal ofEcotechnology Research, 15[2]. Hal. 79- 83.
Kanti, A. 2017. Potensi Kapang Aspergillus niger, Rhizopus oryzae, danNeurospora sitophila Sebagai Penghasil Enzim Fitase dan Amilase padaSubstrat Ampas Tahu. Jurnal. Buletin Peternakan Vol. 41 (1) ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X. Hal. 26-36.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2009. PedomanPengelolaan Limbah Industri Pengolahan Tapioka. Asisten Deputi UrusanPengendalian Pencemaran Agro Industri Deputi MENLH BidangPengendalian Pencemaran Lingkungan Kementerian Negara LingkunganHidup R.I Cetakan I. Jakarta. Hal 31 – 41.
Kharistya, A. 2004. Rancang Bangun Dan Uji Kinerja Biodigester PlastikPolyethilene Skala Kecil. Universitas Padjajaran. Bandung. Hal. 5 – 7.
Koswara, S. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian, Bagian 6: PengolahanSingkong. Modul Insitut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Hal. 7-8.
Kumalasari, K., E.D. Nurwantoro, dan S. Mulyani. 2012. Pengaruh KombinasiSusu dengan Air Kelapa Terhadap Total Bakteri Asam Laktat (BAL),Total Gula dan Keasaman Drink Yoghurt. Jurnal Aplikasi TeknologiPangan. Universitas Diponegoro. Semarang. Hal. 48-53.
Mangunwidjaja, D., dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. PenebarSwadaya. Jakarta. Hal. 12 – 30.
Prayitno, H. T. 2008. Pemisahan Padatan Tersuspensi Limbah Cair Tapiokadengan Teknologi Membran Sebagai Upaya Pemanfaatan dan
53
Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Program Megister IlmuLingkungan Universitas Diponegoro. Semarang. Hal. 8-9.
Price, E.C, and P.N. Cheremisinoff. 1981. Biogas Production and Utilization.Ann Arbor Science Publishers, Inc. Amerika Serikat. 146 halaman.
Ratledge, C. 1994. Biochemistry of Microbial Degradation. Kluwer AcademicPublishers. London. Hal. 54. – 60.
Sasmitaloka, K. S. 2017. Produksi Asam Sitrat Oleh Aspergillus Niger padaKultivasi Media Cair. Jurnal. Jurnal Integrasi Proses Vol. 6, No. 3. Hal.116 – 122.
Setyawati, R. 2011. Current Tapioca Starch Wastewater (TSW) Management inIndonesia. IDOSI Publications 14(5). Jepang. Hal. 658 – 665.
Situmorang, M. 2007. Kimia Lingkungan. Universitas Negeri Medan. Medan.Hal. 28 – 68.
Sopandi, Tatang, dan Wardah. 2015. Mikrobiologi Pangan. Penerbit Andi. Hal.69 – 130.
Sriroth, K., R. Chollakup, S. Chotineeranat, R. Piyachomkwan, and C.G. Oates.2000. Processing of cassava waste for improved biomass utilization.Bioresource Technol. Hal. 63-69.
Suarsana, M. dan Wahyuni. 2011. Global Warming: Ancaman Nyata SektorPertanian dan Upaya Mengatasi Kadar CO2 Atmosfer. Jurnal. WidyatechJurnal Sains dan Teknologi Vol. 11 No. 1 Agustus 2011.
Subramaniyam and J.R. Vimala. 2012. Solid State and Submerged Fermentationfor The Production of Bioactive Substance : A Comparative Study. Jurnal.International Journal of Science and Nature 3 (3) ISSN:2229-6441. Hal.480–486.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk BahanMakanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. 160 halaman.
Suharto. 2017. Bioteknologi dalam Bahan Bakar Nonfosil. Penerbit Andi.Yogyakarta. Hal. 51 – 99 dan 173 - 176.
Sutrisni, C.T. 2010. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta. Jakarta.97 halaman.
Wardhana, W. A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset.Jakarta. Hal 19 dan 71-169.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Hal 33.