presus tht epistaksis

13
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PRESENTASI KASUS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN NO.RM : 00027802 ANAMNESIS Nama : Ruang : Umur : Nama : Jenis Kelamin : Tanggal lahir : Umur : Nama Ayah : Umur : Alamat : Masuk RS Tanggal : Dokter : dr. Tolkha Amarrudin, M.Kes, Sp.THT-KL Co- asisten: R. Muhammad Pandu K Keluhan Utama : keluar darah dari lubang hidung Keluhan Tambahan : pusing Riwayat Penyakit Sekarang: Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat Penyakit Keluarga : Ringkasan Anamnesis : Pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorokan sejak 1 tahun yll. Nyeri saat menelan (+), batuk (+), pilek (+). Pasien mengorok saat tidur Ada riwayat sering batuk pilek RM.01.

Upload: hidayati-f-uyun

Post on 11-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

epistaksis THT

TRANSCRIPT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTAPRESENTASI KASUS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKANNO.RM : 00027802

ANAMNESISNama :Ruang :

Umur :

Nama

:

Jenis Kelamin

:

Tanggal lahir

:

Umur

:

Nama Ayah

:

Umur

:

Alamat

:

Masuk RS Tanggal

:

Dokter: dr. Tolkha Amarrudin, M.Kes, Sp.THT-KL Co-asisten: R. Muhammad Pandu KKeluhan Utama

: keluar darah dari lubang hidung Keluhan Tambahan

: pusing Riwayat Penyakit Sekarang:

Riwayat Penyakit Dahulu:Riwayat Penyakit Keluarga :Ringkasan Anamnesis :

Pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorokan sejak 1 tahun yll. Nyeri saat menelan (+), batuk (+), pilek (+). Pasien mengorok saat tidur Ada riwayat sering batuk pilek PEMERIKSAAN

JASMANINama : Ruang :

Umur :

1. PEMERIKSAAN

Kesan umum

: baik

Kesadaran

: compos mentis

Vital Sign

TD

:

Nadi

: Suhu badan

:

Pernafasan

:

Pemeriksaan Kepala

Mata palpebra

: Edema (-/-)

konjungtiva

: Anemis (-/-)

sklera

: Ikterik (-/-)

Leher

: Inn teraba (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

Pemeriksaan Telinga

Kelainan (-/-) Nyeri tekan (-/-) Serumen (-/-)Pemeriksaan Hidung

Secret (-/-)

Epitaksis (-/-)

DIAGNOSIS &

RENCANA TERAPINama :

Ruang :

Umur :

DIAGNOSIS BANDING

RENCANA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Penunjang

1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah

ParameterHasilSatuanNilai Normal

HBgr %11.8 15.0

AL (Angka Leukosit)ribu/ul4.5 12.5

AE (Angka Eritrosit)juta/ul4.40 5.90

AT (Angka Trombosit)ribu/ul150 400

HMT (Hematokrit)%40 52

DIAGNOSIS KERJA

PENATAKLAKSANAANMedikamentosaEdukasiTINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan Epistaksis atau perdarahan hidung seringkali dapat menjadi berat, berubah menjadi kasusgawat darurat dan memerlukan tindakan segera. Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu memanggil dokter.Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan kembali.B. Vaskularisasi

Tonsil mendapat perdarahan dari cabang-cabang 1). A. carotis eksterna yaitu a. maksilaris eksterna (a. fasialis ) dengan cabangnya a. tonsilaris dan a. palatina ascenden. 2). A. maksilaris interna dengan cabangnya a. palatina descenden. 3). A. lingualis dengan cabangnya a. lingualis dorsal. 4). A. faringeal ascenden. Kutup atas tonsil diperdarahi oleh a. faringeal ascenden dan a. palatina descenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik dari pleksus vena disekitar kapsul tonsil, vena lidah, dan pleksus faringeal. C. Kelenjar Limfe

Aliran getah bening dari tonsil akan menuju rangkaian rangkaian getah bening profunda (deep jugular node) bagian superior dari m. sternokleidomastoideus, selanjutnya kekelenjar dan akhirnya menuju ductus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

D. Tonsilitis Kronis

1. Definisi

Tonsilitis kronis adalah suatu peradangan kronis jaringan tonsil palatina, akibat serangan tonsilitis akut berulang yang mengalami proses penyembuhan yang tidak sempurna. Tonsil dapat mengalami hipertrofi dan atrofi karena peradangan kronis pada parenkim, disamping itu kripta tonsil berisi detritus karena peradangan kronis.

2. EtiologiBerdasarkan etiologinya tonsilitis kronis dapat dibagi menjadi dua, yaitu tonsilitis spesifik dan non spesifik. Tonsilitis spesifik dapat disebabkan oleh difteri, tubercolusa, angina vincent, mononukleosis, agranulomatosis dan gumma sifilis. Tonsilitis non spesifik disebabkan oleh bakteri aerob seperti group A beta hemolytic streptococcus, haemophphilus influenza, streptococcus pneumoniae, streptococcus epidermidis, moraxella catarrhalis dan staphylococcus aureus dan anaerob seperti bacteroides sp, peptococcus sp, peptostreptococcus sp, dan actinomycosis sp. Virus seperti Ebstein-Barr, adenovirus. Influenza A dan B. Jenis yang spesifik lebih banyak daripada yang spesifik.

3. Patofisiologi

Patogenesis dari tonsilitis ini berkaitandengan lokasi anatominya dan fungsinya sebagai organ imunitas yang berproses material yang infeksius dan antigen yang mengakibatkan terjadinya fokus infeksi. Infeksi virus dan infeksi bakteri sekunder mungkin menjadi salah satu mekanisme awal dari kronisitas tetapi ini dipengaruhi oleh lingkungan, faktor host, penggunaan antibiotik yang lama, diet.

Adanya inflamasi dan integritas dari epitelium kripta yang hilang menyebabkan terjadinya kriptitis dan obstruksi kripta, sehingga terjadi statis debris dan persistensi dari antigen dan bakteri yang multiplikasi dari antigen. bakteri yang multiplikasi ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi kronis.Karena proses peradangan yang berulang maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengkerutan sehingga kripta melebar. Secara klinis kripta ini tampak terisa oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil. Dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris.4. Manifestasi klinis

Tonsilitis kronis mempunyai gejala dan tanda : riwayat sakit menelan yang berulang, tonsil fibrosis atau hipertrofi, adanya detritus pada kripte yang melebar, plika anterior hiperemi, pembesaran kelenjar limfe regional. Berdasarkan gambaran klinis tonsilitis kronik, Mawson membagi dalam 3 bentuk yaitu: 1) Tonsilitis kronis folikularis (lakunaris) dengan gambaran menonjol berupa detritus dalam kripte tonsil. Keluhan penderita dapat berupa tidak enak di daerah mulut, halitosis, nafas berbau, rasa tidak enak ditenggorokan. 2) Tonsilitis kronik hipertrofi (parenkhimatosa) tonsil yang membesar ini dapat memberikan gejala klinis yaitu suara menjadi berat, gangguan menelan dan gangguan pernafasan. 3) Tonsilitis kronik fibrotik adalah tonsil yang mengecil akibat fibrotik atau atrofi, keluhan dapat berupa nyeri telan. Secara klinis keadaan tersebut jarang ditemukan berdiri sendiri, biasanya kombinasi antara folikularis dan hipertrofi atau atrofi tonsil.

Kriteria Persentase Pembesaran TonsilKlasifikasi ukuran satandarisasi dengan persentase diukur dengan proporsi rasio tonsil dengan orofaring (dari medial kelateral) seperti gambar di bawah :

5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan patologi anatomi. Diagnosis pasti tonsilitis kronik dapat dilihat dari perubahan histopatologik. Pada gambaran histopatologis. Dari tonsilitis akut menunjukkan pembengkakan, disintegrasi, nekrosis, ulserasi epitel permukaan tonsil, eksudasi dan infiltrasi sel-sel polimorfonuklear. Kejadian ini akibat toksin dari kuman penyebabnya. Kripte tonsil ini berisi eksudat sehingga terbentuk membran. Bila keadaan ini makin berat akan terjadi kerusakan jaringan parenkim tonsil.

Pada tonsilitis kronik terjadi penyembuhan tonsilitis akut yang tidak sempurna, kuman patogen bersarang di tonsil dengan virulensi yang relatif lebih rendah. Kripte tonsil akan terisi detritus yang merupakan masa seperti keju yang terdiri dari epitel yang rusak bercampur dengan kristal, kolesterol, lemak, lekosit dan kuman-kuman penyeba.

Secara histopatologis pembesaran tonsil tidak hanya terjadi hipertrofi tetapi juga terjadi hiperplasi yang secara mikroskopik terdapat peningkatan ukuran dan jumlah folikel germinativum, infiltrasi sel limfosit dan peningkatan aktifitas sel-sel diseluruh jaringan disertai adanya mitosis. Disamping itu juga dijumpai adanya gambaran terbentuknya jaringan ikat yang pada orang dewasa relatif lebih banyak bila dibandingkan pada anak-anak. Kadang-kadang juga terlihat adanya pembentukan kristal keratin.6. Terapi

a. Konservatif

Pada tonsilitis kronis dan hiperplasi tonsil yang menyebabkan obstruktif, percobaan terapi dengan antibiotik efektif terhadap mikroorganisme produksi beta-laktamase (amoksilin clavulnate atau klindamisin) selama 3 sampai 6 minggu mungkin bermanfaat mengurangi kebutuhan untuk operasi tonsil pada sekitar 15 % pada anak-anak. Tonsilektomi bila dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronis, gejala obstruksi, serta curiga keganasan.

b. Pembedahan

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat itu. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronis dan berulang. Saat ini indikasi yang lebih utama adalah obstruksi jalan nafas dan hipertrofi tonsil.Keadaan kegawatan seperti adanya obstruksi jalan nafas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non kegawatan dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih diperdebatkan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.i. Indikasi Absolut

Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi jalan nafas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase

Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi.

ii. Indikasi Relatif

Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi antibiotik adekuat

Halitosis akibat tonsilitis kronis yang tidak membaik dengan terapi medis

Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptococcus yang tidak membaik dengan antibiotik beta-laktamase resisten.

iii. Komplikasi Pembedahan

Perdarahan

Merupakan komplikasi tersering.perdarahan dapat terjadi selama operasi, segera sesuah operasi atau di rumah. Perdarahan dalam 24 jam pertama dikenal dengan early bleeding yang kemungkinan penyebabnya kelainan homeostasis yang tidak adekuat selama operasi. Umumnya terjadi pada 8 jam pertama. Perdarahan ini sangat berbahaya karena terjadi sewaktu pasien masih dalam pengaruh anestesi dan reflek batuk belum sempurna. Darah dapat menyumbat saluran nafas sehingga terjadi asfiksia. Perdarahan hebat dapat menyebabkan keadaan syock hipovolemik. Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam dikenal dengan late/delayed bleeding. Umumnya terjadi pada hari ke 5-10 pascabedah. Penyababnya belum diketahui dengan pasti.

Nyeri

Nyeri pasca operasi muncul dikarenakan kerusakan mukosa dan serabut syaraf glosofaringeus atau vagal, inflamasi atau spasme otot faringeus yang menyebabkan ishkemi dan siklus nyeri berlanjut sampai ke otot. Biasanya terjadi 12-21 hari pasca operasi.

7. KomplikasiRadang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi berupa peritonsil abses, ke daerah sekitarnya berupa rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis.

8. PrognosisPrognosis pada kasus tonsilitis baik apabila tidak didapatkan komplikasi baik komplikasi tonsilitis maupun komplikasi pembedahan.

PAGE RM.01.

_1460960060.doc