presus mioma isi
DESCRIPTION
mioma uteriTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan
jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarkhe,
sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh (Guyton,
2002)
Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi, kejadiannya lebih tinggi pada usia
diatas 35 tahun. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 – 45 tahun, menunjukkan
adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri
ditemukan 2,39% - 11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat.1,2
Walaupun biasanya asimptomatik, mioma dapat menyebabkan banyak masalah
termasuk metrorrhagia dan menorrhagia, rasa sakit bahkan infertilitas. Perdarahan uteri yang
sangat banyak merupakan indikasi yang paling banyak untuk dilakukan histerektomi. Hal ini
menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling efektif belum
didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri.1,2,3,4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang tersusun dari otot polos uteri dan jaringan ikat
uteri, sering juga disebut sebagai fibromioma, leiomioma, fibroid.1 Dapat bersifat tunggal dan
multiple. Konsistensinya keras dengan batas kapsul yang jelas sehingga dapat dilepaskan dari
sekitarnya.
Etiologi
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri saat ini belum diketahui. Mioma uteri banyak
ditemukan pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada usia menopause, dan
belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Diduga penyebab timbulnya mioma uteri
paling banyak oleh stimulasi hormon estrogen.1
Esterogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri, atau memakai mediator masih
menimbulkan silang pendapat. Telah ditemukan banyak sekali mediator didalam mioma uteri,
seperti estrogen growth factor, insulin growth factor – 1 (IGF-1). Awal mulanya
pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini
mencakupi rentetan perubahan pada kromosom, baik secara parsial maupun secara
keseluruhan.2,5
Faktor Predisposisi Mioma Uteri
a. Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu mendekati angka
40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun. Sedangkan pada usia menopause
hampir tidak pernah ditemukan (Wiknjosastro, 2005). Pada usia sebelum menarche kadar
estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan turun pada usia menopause
(Ganong, 2008). Pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Jodosapoetro,
2005).
b. Riwayat Keluarga
2
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai
2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis
keturunan penderita mioma uteri (Parker, 2007).
c. Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan dengan
konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim aromatase di jaringan lemak
(Djuwantono, 2005). Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh, dimana hal ini
dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi dan pertumbuhan mioma
uteri (Parker, 2007).
d. Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya
perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali hamil.
Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil
atau hanya hamil satu kali ( Schorge et al., 2008 ).
e. Kehamilan
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah dilakukan ditemukan
sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena
tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus (Scott,
2002). Kedua keadaan ini ada kemungkinan dapat mempercepat pembesaran mioma uteri
(Manuaba, 2003).
Kehamilan dapat juga mengurangi resiko mioma karena pada kehamilan hormon progesteron
lebih dominan.
Klasifikasi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari
korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma
uteri dibagi 4 jenis antara lain mioma submukosa, mioma intramural, mioma subserosa, dan
mioma intraligamenter. Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%),
subserosa (48,2%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).1,2
1. Mioma submukosa
3
Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini di jumpai
6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
Mioma uteri jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan,
tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan
waktu kuret, dikenal sebagai Currete bump. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi,
terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis
mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke
vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang di lahirkan, yang mudah
mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses di atas.6
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor,
jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam simpai yang mengelilingi
tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai
bentuk yang berdungkul dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding
depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih keatas,
sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma subserosa
Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi
oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum
menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum
atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus. Jarang sekali ditemukan satu
macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu
saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma
dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang
tersusun seperti kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari
jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.
4
Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri
Gambaran Mikroskopik
Pada pembelahan jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya. Pada
pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai sel-sel otot polos panjang, yang membentuk
bangunan yang khas sebagai kumparan. Inti sel juga panjang dan bercampur dengan jaringan
ikat. Pada pemotongan tranversal, sel berbentuk polihedral dengan sitoplasma yang banyak
mengelilinginya. Pada pemotongan longitudinal inti sel memanjang, dan ditemukan adanya
mast cells diantara serabut miometrium sering diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel
raksasa (giant cells).1,3,4
Perubahan Sekunder
1. Atrofi.
Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan berakhir mioma uteri menjadi kecil.
2. Degenerasi hialin.
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut. Tumor kehilangan
struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil
tumor yang seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3. Degenerasi kistik.
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga
terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan
konsistansi yang lunak tumor ini sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
5
4. Degenerasi membatu.
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam
sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma
menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
5. Degenerasi merah.
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan
karena suatu nekrosis subakut akibat gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat terlihat
sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin
dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda yang
disertai emesis dan haus, sedikit demam dan kesakitan, tumor dan uterus membesar dan nyeri
pada perabaan. Penampilan klinik seperti ini menyerupai tumor ovarium terpuntir atau mioma
bertangkai.
6. Degenerasi lemak.
Keadaan ini jarang dijumpai, tetapi dapat terjadi pada degenerasi hialin yang lanjut,
dikenal dengan sebutan fibrolipoma.6
Diagnosis
Diagnosis mima uteri ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
- Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.
- Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar.
- Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.
2. Pemeriksaan fisik
- Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
- Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut
menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.
- Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata.
3. Gambaran Klinis
Pada umumnya wanita dengan mioma tidak mengalami gejala. Gejala yang terjadi
berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma yaitu :
a. Menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak)
b. Perut terasa penuh dan membesar
c. Nyeri panggul kronik (berkepanjangan)
6
Nyeri bisa terjadi saat menstruasi, setelah berhubungan seksual, atau ketika terjadi
penekanan pada panggul. Nyeri terjadi karena terpuntirnya mioma yang bertangkai, pelebaran
leher rahim akibat desakan mioma atau degenerasi (kematian sel) dari mioma. Gejala lainnya
adalah:
- Gejala gangguan berkemih akibat mioma yang besar dan menekan saluran kemih
menyebabkan gejala frekuensi (sering berkemih) dan hidronefrosis (pembesaran ginjal)
- Penekanan rektosigmoid (bagian terbawah usus besar) yang mengakibatkan konstipasi
(sulit BAB) atau sumbatan usus
- Prolaps atau keluarnya mioma melalui leher rahim dengan gejala nyeri hebat, luka, dan
infeksi
- Bendungan pembuluh darah vena daerah tungkai serta kemungkinan tromboflebitis
sekunder karena penekanan pelvis (rongga panggul)7
4. Pemeriksaan luar
Teraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat terbatas
atau bebas.
5. Pemeriksaan dalam
Teraba tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas
dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini
disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang
mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia.
Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma
terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian
menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.
USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan
keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan
ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus
sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat
membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.
Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa
bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus
membesar dan berbentuk tak teratur.
7
Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai
pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas. Laparaskopi untuk mengevaluasi
massa pada pelvis.
Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Degenerasi ganas. Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32 –
0,6 % dari seluruh mioma serta merupakan 50 – 75 % dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah
diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan
apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.2,3
3. Torsi. Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Keadaan ini dapat terjadi pada semua bentuk mioma
tetapi yang paling sering adalah jenis mioma submukosa pendinkulata.
Diagnosis Banding
Pada mioma subserosa, diagnosa bandingnya adalah tumor ovarium yang solid, atau
kehamilan uterus gravidus. Sedangkan pada mioma submucosum yang dilahirkan diagnosa
bandingnya adalah inversio uteri. Kemudian, pada mioma intramural, diagnosa bandingnya
adalah adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau sarcoma uteri. 1,2,3,4
Penatalaksanaan
Pilihan pengobatan mioma tergantung umur pasien, paritas, status kehamilan, keinginan
untuk mendapatkan keturunan lagi, keadaan umum dan gejala serta ukuran lokasi serta jenis
mioma uteri itu sendiri.
1. Konservatif
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun medikamentosa
terutama bila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan.
Penanganan konservatif, bila mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
- Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
- Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
- Pemberian zat besi.
8
- Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi setiap
minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan
menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan
hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek
maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu.
- Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan
beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat
mengurangi kebutuhan akan transfusi darah.
- Baru-baru ini, progestin dan antiprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik.
Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan
levonorgestrol intrauterin.
2. Pengobatan Operatif
Penanganan operatif, bila:
- Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
- Pertumbuhan tumor cepat.
- Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
- Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
- Hipermenorea pada mioma submukosa.
- Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
a. Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif,
dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada
kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada
masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang
dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang
menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.
Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG)
adalah sebagai berikut :
Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
9
Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan
keguguran yang berulang.
b. Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki
leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi
adalah sebagai berikut:
Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan
dikeluhkan olah pasien.
Perdarahan uterus berlebihan :
Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari.
Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
Nyeri hebat dan akut.
Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan
infeksi saluran kemih.
c. Penanganan Radioterapi
- Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
- Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
- Bukan jenis submukosa.
- Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
- Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
- Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
Mioma Uteri dan Kehamilan
Pengaruh mioma uteri pada kehamilan adalah :
- Kemungkinan abortus lebih besar karena distorsi kavum uteri khususnya pada mioma
submukosum.
- Dapat menyebabkan kelainan letak janin
- Dapat menyebabkan plasenta previa dan plasenta akreta
- Dapat menyebabkan HPP akibat inersia maupun atonia uteri akibat gangguan mekanik
dalam fungsi miometrium
- Dapat menganggu proses involusi uterus dalam masa nifas
10
- Jika letaknya dekat pada serviks, dapat menghalangi kemajuan persalinan dan
menghalangi jalan lahir.
Pengaruh kehamilan pada mioma uteri adalah :
- Mioma membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh estrogen yang
meningkat
- Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas seperti telah
diutarakan sebelumnya, yang kadang-kadang memerlukan pembedahan segera guna
mengangkat sarang mioma. Namun, pengangkatan sarang mioma demikian itu jarang
menyebabkan perdarahan.
- Meskipun jarang, mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi dengan gejala dan tanda
sindrom akut abdomen.
Terapi mioma dengan kehamilan adalah konservatif karena miomektomi pada kehamilan
sangat berbahaya disebabkan kemungkinan perdarahan hebat dan dapat juga menimbulkan
abortus. Operasi terpaksa jika lakukan kalau ada penyulit-penyulit yang menimbulkan gejala
akut atau karena mioma sangat besar. Jika mioma menghalangi jalan lahir, dilakukan SC
(Sectio Caesarea) disusul histerektomi tapi kalau akan dilakukan miomektomi lebih baik
ditunda sampai sesudah masa nifas.
Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Miomektomi yang ekstensif
dan secara signifikan melibatkan miometrium atau menembus endometrium, maka
diharuskan SC pada persalinan berikutnya. Mioma yang kambuh kembali setelah
miomektomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan lebih lanjut.11
11
BAB III
KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 45 tahun
Paritas : P2A0
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Suami : Bp. S
Umur : 54 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Purnawirawan TNI
Alamat : Paten Sumberagung Jetis Bantul
Tanggal Masuk : 19 Maret 2015
No Rekam Medis : 299237
B. Anamnesa
1. Keluhan Utama : Darah saat haid yang lebih banyak dari biasanya.
2. Keluhan Tambahan : Benjolan pada perut sejak 6 bulan terakhir.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
P2A0 datang dengan keluhan utama terdapat benjolan pada perut sejak sekitar 6
bulan yang lalu, benjolan terasa semakin membesar. Nyeri saat haid sering dirasakan
disertai perdarahan yang banyak. Pasien merasa badannya lemas dan mudah lelah.
Pusing (-), mual (-), muntah (-). Makan minum seperti biasa. BAK dan BAB tidak ada
keluhan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita keluhan yang serupa sebelumnya seperti sekarang.
Riwayat penyakit jantung, asma, diabetes melitus, hipertensi disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit dengan keluhan yang sama.
Riwayat penyakit jantung, asma, hipertensi, diabetes melitus tidak ada.
6. Riwayat haid
12
- Menarche : 14 tahun
- Lama Haid : 6 hari
- Siklus Haid : 28 hari
- Disertai rasa sakit : (+)
7. Riwayat Pernikahan
Menikah 1x saat usia 19 tahun dengan suami sekarang selama 27 tahun.
8. Riwayat Obstetri
- Anak I : 19-09-1988/ Sectio Caesarian/ Dokter/ Sehat
- Anak II : 29-11-1999/ Spontan/ Bidan/ Sehat
9. Riwayat Ginekologi
- Keluarga Berencana (KB) : Suntik selama 1 tahun dan Pil selama 2 tahun
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign : TD = 110/70 mmHg ; N=80x/menit ; R=20x/menit ; T=37°C
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 97 kg
Status Gizi : Obese
Kepala :bentuk mesosefal, simetris, tak tampak adanya tumor, tanda
peradangan (-)
Rambut : hitam, distribusi merata, tidak rontok, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, edema palpebra -/-
Telinga : otorhea -/-, tanda peradangan -/-
Hidung : nafas cuping hidung -/-, deformitas-/-, rinorhea-/-, deviasi
septum-/-
Mulut : bibir kering (-), hiperemis (-), lidah tremor (-), lidah kotor (-)
Leher : trachea di tengah, mobilitas normal, limfonodi tidak teraba
Payudara : simetris, tak tampak adanya massa, tanda peradangan (-),
Jantung : S1S2 reguler, bising (-)
Paru : Simetris kanan kiri, retraksi -/-, vesikuler +/+
Hepar/Lien/Ren : tidak teraba
Rectum/Anus : haemorrhoid (-), massa (-)
Ekstremitas : akral hangat, nadi terba cukup, tidak edema
13
Kulit : turgor dan elastisitas baik
2. Status Ginekologi
Pemeriksaan luar : massa tumor (+), nyeri tekan (-), darah (+)
Pemeriksaan dalam : V/U tenang, dinding vagina licin, serviks utuh, mecucu
dibelakang, OUE tertutup, teraba massa padat, massa ukuran kira-
kira 12x10x11 cm³, jika massa digerakkan rahim ikut bergerak,
parametrium kanan kiri lemas, STLD (+)
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap
Hb : 10,2 g/dL
AL : 7,78 10³/uL
AT : 270 10³/uL
Hmt : 34,5 vol%
PPT : 14,0 detik
APTT : 29,1 detik
Control PPT : 14,5 detik
Control APTT : 31,1 detik
Kimia Darah
GDS : 109 mg/dL
Ureum : 11 mg/dL
Kreatinin : 0,50 mg/dL
SGOT : 13 U/L
SGPT : 11 U/L
Protein Total : 7,01 g/dL
Albumin : 3,57 g/dL
Globulin : 3,44 g/dL
Hbs-Ag : negatif
Elektrolit
Na : 140,9 mmol/l
K : 4,08 mmol/l
Cl : 105,0 mmol/l
USG tampak uterus membesar padat, ukuran 15x12x10 cm³.
Kesan : myoma uteri
14
EKG Normal Sinus rythme
Ro thorax Cor dan pulmo dalam batas normal
E. Diagnosa
Myoma Uteri
F. Terapi
Rencana Histerektomi (20-03-2015)
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter ataupun multiple.
Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid.
Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.
Pada Laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita 45 tahun, P2A0
datang dengan keluhan utama terdapat benjolan sejak 6 bulan yang lalu, semakin lama
semakin membesar. Nyeri saat haid kadang dirasakan disertai perdarahan yang lebih banyak
dibanding biasanya. Pasien merasakan badannya lemas dan mudah lelah.
Dalam pemeriksaan, tak terlihat adanya massa pada abdomen, abdomen supel, tidak
didapatkan nyeri tekan, massa tumor berupa massa padat tidak berbenjol-benjol. Dari
pemeriksaan dalam didapatkan hasil vulva urethra tenang, dinding vagina licin, serviks utuh,
mecucu dibelakang, ostium uteri eksternus tertutup, teraba massa padat, massa ukuran kira-
kira 15x10x12 cm³., jika massa digerakkan rahim ikut bergerak, parametrium kanan-kiri
lemas, didapatkan sarung tangan lendir darah. Dari hasil pemeriksaan penunjang berupa
Ultrasonografi didapatkan hasil tampak uterus membesar padat, ukuran 15x10x12 cm³.
Setelah dilakukan pemeriksaan pasien ini didiagnosa mioma uteri.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan
penyakit multifaktorial. Faktor predisposisi pada pasien tersebut kemungkinan karena usia 45
tahun dimana tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara usia 35-45 tahun.
Diperkirakan ada korelasi antara hormon esterogen dengan pertumbuhan mioma, dimana
mioma uteri muncul seteah menarche, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi
setelah menopause.
Diagnosa mioma uteri ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Gejala yang timbul sangat tergantung pada
tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukous, subserous), besarnya
tumor, perubahan dan komplikasi terjadi.
Pemeriksaan patologi anatomi (PA) direncanakan dilakukan setelah miomektomi,
karena bagaimanapun diagnosis definitive dari perdarahan uterus adalah dengan biopsy atau
dilatasi dan kuretase partial. Pemeriksaan PA dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan
yang paling mematikan dan penting seperti adenokarsinoma endometrium atau sarcoma
uterus dan karsinoma ovarium.
16
Dapat ditarik kesimpulan diagnosis pasien tersebut adalah mioma uteri melalui hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Penatalaksanaan
mioma uteri bisa berdasarkan besar kecilnya tumor, ada tidaknya keluhan, umur, dan paritas
penderita. Pada pasien ini dilakukan tindakan operatif yang bertujuan agar massa pada perut
tidak semakin membesar. Direncanakan Total Abdominal Histerektomi (TAH) elektif karena
untuk mencegah bertambah besarnya tumor, pasien juga sudah tidak punya keinginan untuk
hamil lagi sehingga tidak perlu mempertahnkan fungsi dari rahim. Miomektomi bisa dipilih
untuk pasien yang masih menginginkan anak, sehingga perlu mempertahankan fungsi uterus.
Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma
servisis uteri.
17
BAB V
KESIMPULAN
1. Penegakan diagnosis pada kasus mioma uteri adalah dengan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan dalam, pemeriksaan penunjang dan USG.
2. Faktor penyebab Mioma uteri pada pasien tersebut adalah usia pasien yang tergolong
dalam resiko tinggi.
3. Penatalaksanaan kasus ini adalah dengan tindakan operatif karena untuk mencegah
pembesaran dari mioma uteri dan mencegah timbulnya karsinoma serviks uteri.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW. eds. Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids. England – New Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 1 – 8. Diakses 9 Oktober 2010. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
2. Baziad A. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH. Dalam : Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, 2003; 151 – 156. Diakses 9 Oktober 2010. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
3. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In : Marie Chesmy, Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins, 2001 ; 314 – 315. Diakses 9 Oktober 2010. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
4. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomiomata. In : Chesmy M, Heather, Whary eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia : Lippincott Williams and Willkins, 2001 ; 316 – 318. Diakses 9 Oktober 2010. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
5. Friedman AJ, Rein MS, Murugan R, Pandian, Barbieri RL.Fasting serum growth hormone and insulin_like growth factor – I and –II concentrations in women with leiomiomata uteri treated with leuprolide acetate or placebo. Fertility and Sterility, 1990 ; 53 : 250 – 253. Diakses 9 Oktober 2010. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
6. Joedosaputro MS. Tumor jinak alat genital. Dalam: Sarwono Prawiroharjo, edisi kedua. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: 1994; 338-345
7. http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/26/mioma-uteri
8. Sivecney G.Mc, Shaw RW. Attempts at medical treatment of uterine fibroids. In : R.W. Shaw, eds. Advences in reproductive endocrinology uterine fibroids. England – New Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 95 – 101. Diakses 9 Oktober 2010. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
9. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomyomata. In : Chesmy M, Heather, Whary eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia : Lippincott Williams and Willkins, 2001 ; 316 – 318. Diakses 9 Oktober 2010. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
19
10. Bradley J, Voorhis V. Management options for uterine fibroids, In : Marie Chesmy,Heather Whary eds. Clinical obstetric and Gynecology. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins, 2001 ; 314 – 315, Diakses 9 Oktober 2010. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
11. Lumsden MA. The role of oestrogen and growth factors in the control of the growth of uterine leiomiomata. In : R.W. Shaw, eds. Advances in reproductive endocrinology uterine fibroids. England-New Jersey: The Parthenon Publishing Group, 1992; 9 – 20. Diakses 9 Oktober 2010. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/
20