press release desakralisasi un kota bandung - 8 april 2014

Upload: kreshna-aditya

Post on 18-Oct-2015

249 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Press Release Desakralisasi UN Kota Bandung - 8 April 2014, oleh Forum Masyarakat Pendidikan Kota Bandung

TRANSCRIPT

  • 1

    Press Release Desakralisasi UN kota Bandung

    Kebijakan UN Tetap Melanggar Hukum dan

    Tidak Meningkatkan Kualitas Pendidikan Nasional

    Bandung, 8 April 2014

    KRONOLOGIS SINGKAT: I. Sudah 10 tahun lebih Ujian Nasional berjalan. Pemerintah menyatakan bahwa Ujian

    Nasional sebagai syarat kelulusan diperlukan untuk memetakan, menjamin dan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Sampai 2014, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tetap tidak mampu menunjukkan dan mempublikasikan data & kajian akademis mengenai korelasi Ujian Nasional terhadap mutu pendidikan.

    II. Dari tes pemetaan global seperti PISA, TIMSS, PIRLS dan Learning Curve menunjukkan Indonesia tetap tak bergerak dari posisi terbawah sejak tahun 2000. Siswa Indonesia terjebak dalam kemampuan hapalan mati, namun jeblok di kemampuan memahami masalah, aplikasi, analisa, evaluasi dan sintesa.

    III. Laporan pemetaan TIMSS & PIRLS 2011 menunjukan nilai reading anak-anak

    Indonesia naik sedikit, namun kita masih berada di peringkat bawah, yaitu peringkat ke-42 dari 45 negara. Sedangkan untuk Math & Science nilai anak-anak Indonesia turun dari pemetaan sebelumnya di tahun 2007. Peringkat Math kita adalah 38 dari 42 negara, sedangkan Science ada di posisi 40 dari 42 negara.

    IV. Situs The Learning Curve yang mempublikasikan pemetaan kualitas pendidikan

    Internasional versi Pearson. Dalam pemetaan ini, Indonesia menempati posisi terakhir dari 40 negara yang dipetakan.

    V. Hasil tes pemetaan global sungguh memprihatinkan. Ujian nasional sama sekali tidak

    berkontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan Indonesia. Padahal ongkos Ujian Nasional sangat besar baik dari segi biaya, sosial moral maupun psikologis. Anggaran Ujian Nasional sebenarnya bisa diperuntukkan untuk program pengembangan kualitas guru.

    VI. Biaya sosial berupa kerepotan lembaga pemerintah lain seperti polisi yang harus

    menjaga Ujian Nasional, kerepotan orang tua, dan hilangnya martabat sekolah dibawah bimbingan belajar. Biaya moral berupa terjadinya kecurangan yang masif dan sistemik dengan melibatkan hampir semua pihak yang terlibat Ujian Nasional. Hasil survey pengalaman UN selama 10 tahun oleh jurusan Psikologi UPI tahun 2013 menunjukkan 75% siswa melakukan kecurangan masif di Ujian Nasional karena didukung oleh

  • 2

    sekolah. Biaya psikologis berupa stress yang dirasakan para murid sampai puncaknya terjadinya beberapa bunuh diri gara-gara ujian nasional.

    VII. Ujian Nasional pun tidak sesuai dengan kecenderungan global pada beberapa tahun

    terakhir. Finlandia sebagai negara dengan kualitas pendidikan terbaik justru mengusung prinsip less testing, more learning. Tidak ada ujian nasional di Finlandia. Di Amerika Serikat sendiri, hanya sebagian negara bagian yang menerapkan Ujian Nasional yang bahkan menghadapi gerakan masyarakat untuk menghapuskan Ujian Nasional. Sementara, Cina dan Israel pada tahun ini telah melakukan reformasi dengan menghapuskan Ujian Nasional

    VIII. 8.568 orang menandatangani petisi yang menuntut dihapuskannya Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan. Petisi ini didukung pula oleh 29 guru besar dari berbagai perguruan tinggi dan puluhan aktivits pendidikan. Petisi dan nama mereka bisa dilhat di http://bit.ly/petisiUN Prof. H.A.R. Tilaar, Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro, Prof. Iwan Pranoto, Prof. Daniel M. Rosyid, Prof. Soegiono, Prof. Mayling Oey-Gardiner, Prof. Zainuddin Maliki, Prof. Muhammad Ansjar, Prof. Sarlito Wirawan Sarwono, Prof. Bambang Sutjiatmo, Prof. Ahmad Erani Yustika, Prof. Mudjisutrisno, Prof. B.S. Mardiatmadja, Prof. J. Sudarminto, Prof. Muhammad Bisri, Prof. Bambang Pranowo, Prof. Evrizal A.M. Zuhud, Prof. Gempur Santoso, Prof. Sentot M. Soeatmadji, Prof. Soedigdo Adi, Prof. Saut Sahat Pohan, Prof. Sam Abede Pareno, Prof. B.S. Kusbiantoro, Prof. Luthfiyah Nurlaela, Prof. Tommy F. Awuy, Prof. Hendra Gunawan, Prof. Saparinah Sadli, Prof. Sulistyowati Irianto, Prof. Mely Tan Giok Lan KH Zawawi Imron, Utomo Dananjaya, Alissa Wahid, Todung Mulya Lubis, Imam B. Prasodjo, Darmaningtyas, Najelaa Shihab, Peter J. Manoppo, Romo Baskoro, Rohmani, Satria Dharma, Moh. Abduhzen, Retno Listyarti, Ahmad Rizali, Sulistyanto Soejoso, Ahmad Baedowi, Munif Chatib, Biyanto, Suparman, Eku Purwono, Achmad Muchlis, Elin Driana, Itje Chodidjah, Aulia Wijiasih, Semino Hadisaputra, Moko Darjatmoko, Dhitta P. Sarasvati, Habe Arifin, Edu Gurning, Jasmin Sophianti, Saiful Mahdi, Ahmad Baharuddin, Syamsir Latif, A. Muzi Marpaung, Acep Iwan Saidi, Ifa H. Misbach, Setiawan A. Wibowo, Gigay Citta Acicgenc, Bukik Setiawan, Kreshna Aditya.

    IX. Kesimpulan, Ujian Nasional itu dampaknya nihil dengan biaya sangat besar. Ujian Nasional sebenarnya tidak membawa amanah UU Sisdiknas. Pasal 58 UU No. 20 th. 2003 menyatakan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

  • 3

    LANGKAH DESAKRALISASI UN KOTA BANDUNG (2014):

    Setelah konvensi UN September 2013 di Jakarta, Kemendikbud tetap mepertahankan Ujian Nasional dengan perubahan teknis semata melalui Permen no 97 tahun 2013. Tercantum dalam Bab I mengenai Ketentuan Umum pasal 1, butir 9 dan 10. Tercantum di butir 9 bahwa, Nilai Ujian Nasional yang selanjutnya disebut Nilai UN adalah nilai yang diperoleh peserta didik dari UN. Pada butir 10 tercantum bahwa, Nilai Akhir mata pelajaran yang selanjutnya disebut NA adalah nilai gabungan antara Nilai Sekolah/Madrasah/Pendidikan dan Nilai UN.

    Komposisi NA terdiri dari 60% nilai UN: 40% US tetap harus dikritisi dengan poin-poin identifikasi masalah dan tawaran rekomendasi sebagai berikut:

    No Identifikasi Masalah Tawaran Rekomendasi 1 Kekacauan terjadi

    manakala UN dijadikan sebagai standar ganda, yaitu menjadi alat evaluasi sekaligus alat seleksi.

    - Tidak menjadikan UN sebagai alat evaluasi sekaligus alat seleksi.

    - Pada saat UN tidak dijadikan alat seleksi maka tingkat keberhasilan UN dapat diukur ke depannya.

    - Moraturium UN harus tetap dilakukan dengan meminta pemerintah pusat memenuhi minimal 3 (kondisi kerja guru, sarana & prasarana, akses informasi) dari 8 standar layanan pendidikan untuk dipenuhi terlebih dulu.

    - Tidak ada seleksi apapun dari tingkat SD ke SMP - Menawarkan model-model alat ukur kinerja

    pendidikan yang akuntabel di luar UN yang bersifat best-practice, melakukan perbandingan dengan negara-negara lain yang memiliki kemajemukan yang mirip seperti di Indonesia (belajar SLTB dari kab Gowa, Ebtanas, dll)

    REKOMENDASI DALAM KONTEKS LOKAL BANDUNG - Berdasarkan POS tahun 2013-2014 mengenai

    kriteria kelulusan yang lebih memberi porsi besar pada nilai raport namun tidak berarti menyelesaikan masalah yang timbul dari penyelenggaraan UN yaitu aspek keadilan dalam pendidikan di negara kita (menyamaratakan standar pendidikan dari kapasitas sekolah di tiap daerah yang berbeda) dan dengan masih dijadikannya nilai UN dan US sebagai tolak ukur Penerimaan Siswa Baru di jenjang selanjutnya (SD dan SMP), maka diputuskan bahwa masih diperlukan adanya solusi yang bagi pendidikan yang lebih baik terutama di Kota Bandung.

    - Bandung memerlukan adanya solusi untuk melepaskan siswa, orangtua dan sekolah dari beban UN. Baik secara manajerial sekolah (penilaian sekolah dan kepala sekolah) maupun

    2 Tujuan UN sebagai alat pemetaan telah bergeser jauh menjadi alat penentu kelulusan siswa

    3 UN sebagai alat pemetaan pun melanggar azas fairness karena sistem pendidikan nasional di daerah-daerah belum adil dan merata. Hal ini menimbulkan jalan pintas di banyak daerah dengan menyuburkan jumlah kecurangan yang terus meningkat. Hal ini telah membuat kekacauan paradigma moral di dunia pendidikan dengan menjadikan menjadi budaya nyontek dan tim sukses sekolah agar siswa lulus UN apapun caranya.

    3 UN dijadikan indikator keberhasilan kinerja kepala sekolah dan kinerja guru dengan mengorbankan siswa

    4 UN tidak dapat dijadikan basis pelayanan

  • 4

    pendidikan dalam tataran teknis yang menyangkut siswa. - Salah satu cara yang dirasakan cukup strategis

    dilakukan di tingkat kota adalah dengan melepaskan Penerimaan Siswa Baru dari standar nilai UN. PPDB merupakan kewenangan daerah, oleh karena itu kota Bandung berhak melakukan sistem PPDB yang berbeda misalnya dengan sistem test masuk sekolah.

    - Perlu adanya pengkajian mengenai sistem baru PPDB pengganti dengan mengingat waktu yang sempit menuju PPDB. Solusi yang mudah, cepat,biaya rendah dan tanpa ekses negatif diperlukan dengan segera.

    - Mengganti UN dengan testing mandiri tiap sekolah. Pertimbangkan apa dampak positif dan negatif jika testing dilakukan sebagai pengganti UN dalam PPDB.

    5 UN telah membuat pemerintah pusat menyandera pemerintah daerah dengan kungkungan birokrasi dan ketakutan

    6 UN membuat guru tidak difungsikan menggali skill di dalam membuat asesmen. Dengan kondisi guru yang rata-rata nilai UKG hanya berkisar 40%.

    7 Pemerintah telah mengklaim bahwa UN telah berhasil

    - Meminta akses data hasil UN selama 10 tahun dalam rangka meminta pemerintah pusat membuat re-veluasi kebijakan UN berdasarkan data dengan tujuan sbb: Meminta pembuktian terbalik dalam arti jika

    pemerintah mengklaim UN telah berhasil maka publik berhak meminta data hasil UN yang telah berlangsung lebih dari 10 tahun untuk bisa dianalisis secara terbuka.

    Meminta uji korelasi antara UN dengan keberhasilan prestasi siswa (SPMB), karena belum ada studi penelitian bahwa UN dapat menjadi alat prediksi yang valid bagi siswa untuk bisa diterima di PT.

    Terimakasih, Salam Pendidikan Forum Masyarakat Pendidikan Kota Bandung

    Contact Person: Yanti Kerlip, 08122055069