preskes ped sos

44
PRESENTASI KASUS SEORANG ANAKLAKI-LAKI DENGAN GLOBAL DEVELOPMENTAL DELAY, CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK, GIZI BURUK Oleh: Hapsari Nur P G99121054/B.03.2013 Vijayendran Swaminathan G0007515//A.06.2013 Rut Erika Irawan G0005171/A.05.2013 Pembimbing :

Upload: hapsari-nur-primastuti

Post on 13-Aug-2015

42 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pedsos

TRANSCRIPT

Page 1: Preskes Ped Sos

PRESENTASI KASUS

SEORANG ANAKLAKI-LAKI DENGAN GLOBAL DEVELOPMENTAL

DELAY, CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK, GIZI BURUK

Oleh:

Hapsari Nur P G99121054/B.03.2013

Vijayendran Swaminathan G0007515//A.06.2013

Rut Erika Irawan G0005171/A.05.2013

Pembimbing :

dr. Hari Wahyu, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2013

Page 2: Preskes Ped Sos

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 3 tahun

Agama : Islam

Alamat : Demangan, Karanganyar

No. RM : 01105549

Tanggal masuk : 18 Februari 2013

Pemeriksaan : 18 Februari 2013

II. ANAMNESIS

Alloanamnesis dilakukan pada ayah dan ibu penderita pada tanggal 18

Februari 2013 di Poli Anak RSDM.

A. Keluhan Utama: belum bisa berjalan dan bicara

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien hingga usia 3 tahun belum bisa berjalan dan bicara. Hingga saat

ini pasien hanya bisa tidur di tempat tidur, dapat mengunyah makanan, dan

memberi respon bila namanya dipanggil. Pasien belum bisa mengangkat

kepala sendiri, belum bisa tengkurap maupun duduk, hanya bisa menangis

dan belum bisa bicara sama sekali. Pasien bisa makan nasi dengan dibantu

orang lain. Pasien sudah pernah fisioterapi selama ± 1 tahun (2-3x

seminggu).

Saat ini pasien tidak mengeluh panas, batuk (-), pilek (-), kejang (-).

Keluarga pasien membawa pasien ke RSDM untuk konsultasi

keterlambatan perkembangan pasien.

Pasien memiliki riwayat kejang 1x ± 6 bulan yang lalu. Kejang pada

seluruh tubuh, mata melirik ke atas, kejang ± 5 menit dan berhenti sendiri,

saat kejang pasien tidak panas.

1

Page 3: Preskes Ped Sos

C. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat kejang : (+) 6 bulan yl.

Riwayat mondok : (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan

Riwayat sakit serupa di keluarga : (-)

E. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Faringitis : disangkal Malaria :disangkal

Bronkitis : disangkal Polio : disangkal

Pneumonia : disangkal Demam typoid : disangkal

Morbili : disangkal Diare : disangkal

Pertusis : disangkal Kejang demam : disangkal

Meningitis : disangkal

F. Riwayat Imunisasi

BCG : 0 bulan

DPT : 2,4,6 bulan

Polio : 2,4,6 bulan

Hepatitis B: 0, 2,4,6 bulan

Campak : 9 bulan

Kesan : imunisasi lengkap sesuai KMS tidak sesuai IDAI 2011

G. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ayah : baik

Ibu : baik

Sekitar rumah : baik

H. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal

Pemeriksaan di Bidan.

2

Page 4: Preskes Ped Sos

Frekuensi pemeriksaan :

TM I : 1x selama 3 bulan pertama kehamilan.

TM II : 1 x selama 3 bulan kedua kehamilan

TM III : 3x selama 3 bulan ketiga kehamilan

Ibu tidak menderita sakit selama hamil.

Obat yang diminum selama kehamilan hanya vitamin dari bidan.

I. Riwayat Kelahiran

Pasien lahir spontan per vaginam pada usia kehamilan 9 bulan.

Persalinan ditolong oleh bidan, berat badan lahir 3500 gram, langsung

menangis kuat.

J. Riwayat Post Natal

Kontrol ke Puskesmas setelah kelahiran, saat imunisasi atau anak sakit.

K. Riwayat Keluarga Berencana

Ibu tidak menggunakan KB

L. Pohon Keluarga

M. Riwayat Perkembangan Anak

Tersenyum : 1 bulanMenoleh : belum bisaMengangkat kepala : belum bisaTengkurap : belum bisaKesan: gangguan perkembangan global

3

An. A, 3 tahun, 7,5 kg

Page 5: Preskes Ped Sos

N. Riwayat Makan Minum Anak

1. Susu formula diberikan sejak usia 0 bulan sampai anak usia 2 tahun

2. Bubur susu diberikan sejak usia 6 bulan frekuensi 2x sehari

3. Nasi diberikan sejak usia 1 tahun sampai saat ini. Frekuensi 2-3 kali

sehari sebanyak ½ porsi karena anak sulit mengunyah makanan.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Keadaan umum : baik

Derajat kesadaran : compos mentis

Status gizi : gizi kesan kurang

B. Tanda Vital

Nadi : 110x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup

Respirasi : 24x/menit, reguler, tipe thorakal

Suhu : 36,5 0 C

Berat badan : 7,5 Kg

Tinggi badan : 75 cm

C. Kulit : kulit warna sawo matang, kelembaban cukup,

turgor kembali cepat

D. Kepala : bentuk mikrosefal, lingkar kepala 46 cm

E. Wajah : wajah seperti orang tua (+)

F. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek

cahaya (+/+), pupil (isokor 3 mm/3 mm)

G. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)

H. Telinga : sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)

I. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-)

J. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)

K. Leher : tonus lemah, KGB tidak membesar

L. Thorax : retraksi (-), iga gambang (+)

M. Cor :

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

4

Page 6: Preskes Ped Sos

Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,bising

(-)

N. Pulmo :

Inspeksi : pengembangan dada kanan=kiri

Palpasi : fremitus simetris kanan=kiri

Perkusi : sonor // sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

O. Abdomen

Inspeksi : dinding perut // dinding dada

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar&lien tidak teraba,

turgor kembali cepat.

P. Urogenitalia : nyeri BAK (-)

Q. Ekstremitas : Akral dingin

- -

- -

capillary refill time< 2”, Arteri dorsalis pedis

teraba kuat, baggy pants (+)

R. Status Neurologis

Reflek fisiologis : Biceps (+/+)

Triceps (+/+)

Patella (+/+)

Achilles (+/+)

Reflek patologis : Babinski (-/-)

Chaddok (-/-)

Oppenheim (-/-)

Gordon (-/-)

5

- -

- -

Edema

Page 7: Preskes Ped Sos

Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-)

Brudzinki (-)

Kernig (-)

S. Penghitungan Status Gizi

Secara Antropometri

BB: 7,5 kg TB: 75 cm

BB = 7,5 x 100% = 61.475 % BB/U < p10

U 12,2

Status gizi secara antropometri: kesan gizi kurang

IV. RESUME

Pasien hingga usia 3 tahun belum bisa berjalan dan bicara. Hingga saat ini

pasien hanya bisa tidur di tempat tidur, dapat mengunyah makanan, dan

memberi respon bila namanya dipanggil. Pasien belum bisa mengangkat

kepala sendiri, belum bisa tengkurap maupun duduk, hanya bisa menangis

dan belum bisa bicara sama sekali. Pasien bisa makan nasi dengan dibantu

orang lain.

Pasien memiliki riwayat kejang 1x ± 6 bulan yang lalu. Kejang pada

seluruh tubuh, mata melirik ke atas, kejang ± 5 menit dan berhenti sendiri,

saat kejang pasien tidak panas.

Pemeriksaan dengan Denver Screening Test menunjukkan perkembangan

motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial setara bayi baru

lahir. Pemeriksaan neurologis didapatkan peningkatan refleks fisiologis

(biceps, triceps, patella, achilles). Pemeriksaan fisik didapatkan iga

gambang dan baggy pants dan dari penghitungan status gizi didapatkan

gizi kurang secara antropometri.

V. DAFTAR MASALAH

1. Gangguan tumbuh kembang

2. Peningkatan refleks fisiologis

3. Gizi kurang

6

Page 8: Preskes Ped Sos

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Global Developmental Delay

2. Cerebral Palsy tipe spastik dd flaksid

3. Gizi kurang dd gizi buruk

VII. DIAGNOSIS KERJA

1. Global Developmental Delay

2. Cerebral Palsy tipe spastik

3. Gizi kurang

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Diet F135 3 x 200 cc

2. Diet nasi lauk 1000 kkal

3. Evaluasi BB tiap bulan

4. Fisioterapi latihan peningkatan head control

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : malam

7

Page 9: Preskes Ped Sos

TINJAUAN PUSTAKA

CEREBRAL PALSY

A. DEFINISI

Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang

kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan)

serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat

berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan,

disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia

basal dan serebelum juga kelainan mental.

Terminology ini digunakan untuk mendeskripisikan kelompok

penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan

manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan

secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya. Istilah

cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisfer dan palsi

mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian

pergerakan tubuh. Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada

otot atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau

kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak

untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat.

Gejala CP tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi

beratnya penyakit. Seseorang dengan CP dapat menampakkan gejala

kesulitan dalam hal motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan

gunting, masalah keseimbangan dalam berjalan atau mengenai gerakan

involunter, misalnya tidak dapat mengontrol gerakan menulis. Gejala dapat

berbeda pada setiap penderita, dan dapat berubah pada seorang penderita.

Penderita CP derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat berjalan atau

membutuhkan perawatan yang ekstensif dan jangka panjang, sedangkan CP

derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung dalam gerakan dan

8

Page 10: Preskes Ped Sos

membutuhkan bantuan yang tidak khusus. CP bukan penyakit menular atau

bersifat herediter.

B. KLASIFIKASI KLINIS

CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis

neurologis. Spastic diplegia untuk pertama kali dideskripsikan oleh dr.Little

(1860), merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya

sebagai CP. Hingga saat ini, CP diklasifikasikan berdasarkan kerusakan

gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu :

1. CP Spastik

Merupakan bentukan CP yang terbanyak (70-80%), otot mengalami

kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai

mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak

bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakterisitik

berupa ritme berjalan yang dikenal dengan gait gunting (scissor gait) (Bryers,

1941).

Anak dengan spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis,

dimana seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu

sisi tubuh.

Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat.

a. Monoplegi: bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan

b. Diplegia: keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat

daripada kedua lengan

c. Triplegia: bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah

mengenai kedua lengan dan kaki

d. Quadriplegia: keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama

e. Hemiplegia: Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih

berat

2. CP Atetoid / diskinetik

9

Page 11: Preskes Ped Sos

Bentuk CP ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang

tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki,

lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah,

menyebabkan anak tampak selalu menyeringai dan selalu mengeluarkan air

liur. Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stress dan hilang

pada saat tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot

bicara (disartria). CP atetoid terjadi pada 10-20% penderita CP.

3. CP Ataksid

Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.

Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan

tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki

dengan posisi yang saling berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerkan cepat

dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering

mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya mengambil

buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru

akan digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat pendertia akan

menuju obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10%

penderita CP.

4. CP Campuran

Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari

satu bentuk CP yang akan dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering

dijumpai adalah spastic dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga

mungkin dijumpai.

Dari defisit neurologis, CP terbagi :

1. Tipe spastis atau piramidal

Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah:

a. Hipertoni (fenomena pisau lipat)

b. Hiperfleksi yang disertai klonus

c. Kecenderungan timbul kontraktur

d. Refleks patologis

10

Page 12: Preskes Ped Sos

2. Tipe ekstrapiramidal

Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis,

distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retradasi

mental. Disamping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan,

jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan

apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetris dan disartri

3. Tipe campuran

Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya

hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea.

Banyak penderita CP juga menderita penyakit lain. Kelainan yang

mempengaruhi otak dan menyebabkan gangguan fungsi motorik dapat

menyebabkan kejang dan mempengaruhi perkembangan intelektual

seseorang, atensi terhadap dunia luar, aktivitas dan perilaku, dan penglihatan

dan pendengaran. 4 Penyakit – penyakit yang berhubungan dengan CP adalah

:

1. Gangguan mental

Sepertiga anak CP memiliki gangguan intelektual ringan, sepertiga dengan

gangguan sedang hingga berat dan sepertiga lainnya normal. Gangguan

mental sering dijumpai pada anak dengan klinis spastik quadriplegia.

2. Kejang atau epilepsi

Setengah dari seluruh anak CP menderita kejang. Selama kejang, aktivitas

elektrik dengan pola normal dan teratur di otak mengalami gangguan

karena letupan listrik yang tidak terkontrol. Pada pendertia CP dan

epilepsi, gangguan tersebut akan tersebar keseluruh otak dan menyebabkan

gejala pada seluruh tubuh, seperti kejang tonik-klonik atau mungkin hanya

pada satu bagian otal dan menyebabkan gejala kejang parsial. Kejang

tonik-klonik secara umum menyebabkan penderita menjerit dan diikuti

dengan hilangnya kesadaran, twitching kedua tungkai dan lengan, gerakan

tubuh konvulsi dan hilangnya kontrol kandung kemih.

11

Page 13: Preskes Ped Sos

3. Gangguan pertumbuhan

Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada CP derajat sedang hingga

berat, terutama tipe quadriparesis. Gagal tumbuh secara umum adalah

istilah untuk mendeskripsikan anak – anak yang terhambat pertumbuhan

dan perkembangannya walaupun dengan asupan makanan yang cukup.

Tampak pendek dan tidak tampak tanda maturasi seksual. Sebagai

tambahan, otot tungkai yang mengalami spastisitas mempunyai

kecenderungan lebih kecil dibanding normal. Kondisi tersebut juga

mengenai tangan dan kaki karena gangguan penggunaan otot tungkai

(disuse atrophy).

4. Gangguan penglihatan dan pendengaran

Mata tampak tidak segaris karena perbedaan pada otot mata kanan dan kiri

sehingga menimbulkan penglihatan ganda. Jika tidak segera dikoreksi

dapat menimbulkan gangguan berat pada mata.

5. Sensasi dan persepsi normal

Sebagian pendertia CP mengalami gangguan kemampuan untuk

merasakan sensasi misalnya sentuhan dan nyeri. Mereka juga mengalami

stereognosia, atau kesulitan merasakan dan mengidentifikasi obyek

melalui sensasi.

C. PATOFISIOLOGI

CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP

merupakan grup penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat

mempunyai penyabab yang berbeda. Untuk menentukan penyebab CP, harus

digali mengenai hal : bentuk CP, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset

penyakit.

Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron

dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan

berat otak rendah. CP digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur

tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat

anak-anak. Suatu presentasi CP dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan

12

Page 14: Preskes Ped Sos

(struktural otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-luka / kerugian

setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau

infeksi).

Di USA, sekitar 10 – 20% CP disebabkan oleh karena penyakit setelah

lahir. Dapat juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan – bulan

pertama atau tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa infeksi otak,

misalnya meningitis bakteri atau ensefalitis virus, atau merupakan hasil dari

trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau

penganiayaan anak.

Penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan terjadi

kejadian spesifik pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana terjadi

kerusakan pusat motorik pada otak yang sedang berkembang. Beberapa

penyebab CP kongenital adalah :

1. Infeksi pada kehamilan

Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, akan

menyebabkan kerusakan sistem saraf yang sedang berkembang. Infeksi

lain yang dapat menyebabkan cedera otak fetus meliputi cytomegalovirus

dan toxoplasmosis.

2. Ikterus neonatorum

Pada keadaan Rh/ABO inkompatibilitas, terjadi kerusakan eritrosit dalam

waktu singkat, sehingga bilirubin indirek akan menngkat dan

menyebabkan ikterus. Ikterus berat dan tidak diterapi dapat merusak sel

otak secara permanen.

3. Asfiksia neonatorum

Asfiksia sering dijumpai pada bayi dengan kesulitan persalinan. Asfiksia

menyebabkan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi dalam periode

lama, anak tersebut akan mengalami kerusakan otak yang dikenal dengan

hipoksik iskemik ensefalopati. Angka mortalitas meningkat pada kondisi

asfiksia berat, dimana daat bersama dengan gangguan mental dan kejang.

4. Stroke

13

Page 15: Preskes Ped Sos

Kelainan koagulasi pada ibu atau bayi dapat menyebabkan stroke pada

fetus atau bayi baru lahir. Stroke ini menyebabkan kerusakan jaringan otak

dan menyebabkan terjadinya kelainan neurologis.

Beberapa faktor resiko yang memperbesar kemungkinan terjadinya

CP antara lain adalah:

1. Letak sungsang.

2. Proses persalinan sulit.

Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda

awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi

tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan

kerusakan otak permanen.

3. Apgar score rendah.

Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.

4. BBLR dan prematuritas.

Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <2500gram dan

bayi lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat

sesuai dengan rendahnya berat lahir dan usia kehamilan.

5. Kehamilan ganda.

6. Malformasi SSP.

Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan

malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal

(mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada

saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.

7. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir

kehamilan. Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan

dan peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan

peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi

8. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.

9. Kejang pada bayi baru lahir

14

Page 16: Preskes Ped Sos

D. DIAGNOSIS CEREBRAL PALSY

Diagnossi Cerebral palsy ditentukan dari

1. Anamnesa

Tanda awal CP biasanya tampak pada usia <3 tahun, dan orang tua

sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak

normal. Bayi dengan CP sering mengalami kelambatan perkembangan,

misalnya tengkurap, duduk, merangkak, tersenyum atau berjalan.

Gejala lain yang mendukung diagnosis CP adalah:

a. Spastisitas

Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus

dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap

dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian

tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu

tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur,

misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan

tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari

melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada

sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar

ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada

waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis.

Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya

kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat

anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang

lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan

tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan

keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan;

tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak,

lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

b. Tonus otot yang berubah

Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak flaksid (lemas)

dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti

15

Page 17: Preskes Ped Sos

kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah

terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan

berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi

bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi

spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi

yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap.

Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia

perinatal atau ikterus.

c. Koreo-atetosis

Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang

terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan

pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan

tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus

otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak

diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada

masa neonatus.

d. Ataksia

Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya

flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat.

Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai

berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku.

Kerusakan terletak diserebelum.

e. Gangguan pendengaran

Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan

neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-

kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.

f. Gangguan bicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan

yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar

mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata

dan sering tampak anak berliur.

16

Page 18: Preskes Ped Sos

g. Gangguan mata

Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan

refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.

2. Pemeriksaan fisik

Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan

kemampuan motorik bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari

riwayat kehamilan, persalinan dan kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan

pemeriksaan refleks dan mengukur perkembangan lingkar kepala anak.

Perlu juga memeriksa penggunaan tangan, kecenderungan untuk

menggunakan tangan kanan atau kiri. Jika dokter memegang obyek

didepan dan pada sisi dari bayi, bayi akan mengambil benda tersebut

dengan tangan yang cenderung dipakai, walaupun obyek didekatkan pada

tangan yang sebelahnya. Sampai usia 12 bulan, bayi masih belum

menunjukkan kecenderungan menggunakan tangan yang dipilih. Tetapi

bayi dengan spastik hemiplegia, akan menunjukkan perkembangan

pemilihan tangan lebih dini, sejak tangan pada sisi yang tidak terkena

menjadi lebih kuat dan banyak digunakan.

Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan

penyakit lain yang menyebabkan masalah pergerakan. Yang terpenting,

harus ditentukan bahwa kondisi anak tidak bertambah memburuk.

Walaupun gejala dapat berubah bersama waktu, CP sesuai dengan

definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika anak secara progresif

kehilangan kemampuan motorik, ada kemungkinan terdapat masalah yang

berasal dari penyakit lain, misalnya penyakit genetik, penyakit muskuler,

kelainan metabolik, tumor SSP. Penelitian metabolik dan genetik tidak

rutin dilakukan dalam evaluasi anak dengan CP. Riwayat medis anak,

pemeriksaan diagnostik khusus, dan, pada sebagian kasus, pengulangan

pemeriksaan akan sangat berguna untuk konfirmasi diagnostik dimana

penyakit lain dapat disingkirkan.

17

Page 19: Preskes Ped Sos

3. Pemeriksaan neuroradiologik

Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan

penyebab CP perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan adalah CT scan

kepala, yang merupakan pemeriksaan imaging untuk mengetahui struktur

jaringan otak. CT scan dapat menjabarkan area otak yang kurang

berkembang, kista abnormal, atau kelainan lainnya. Dengan informasi dari

CT Scan, dokter dapat menentukan prognosis penderita CP. MRI kepala,

merupakan tehnik imaging yang canggih, menghasilkan gambar yang

lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat

dengan tulang dibanding dengan CT scan kepala.

4. Pemeriksaan lain

Kondisi lain yang berhubungan dengan CP, termasuk kejang,

gangguan mental, dan visus atau masalah pendengaran untuk menentukan

pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.

EEG harus dilakukan untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana

akan menunjukkan penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus

dikerjakan untuk menentukan derajat gangguan mental. Kadangkala

intelegensi anak sulit ditentukan dengan sebenarnya karena keterbatasan

pergerakan, sensasi atau bicara, sehingga anak CP mengalami kesulitan

melakukan tes dengan baik.

Pemeriksaan visus, tes pendengaran dapat dilakukan sesuai

keadaan klinis penderita CP sehingga dapat dilakukan diagnosis dini dan

terapi spesifik untuk memperbaiki kualitas hidup penderita CP.

E. TATALAKSANA CEREBRAL PALSY

1. Masalah Utama Penderita Cerebral Palsy

Masalah utama yang dijumpai dan dihadapi pada anak yang menderita CP

antara lain:

a. Kelemahan dalam mengendalikan otot tenggorokan, mulut dan lidah akan

menyebabkan anak tampak selalu berliur.

18

Page 20: Preskes Ped Sos

b. Air liur dapat menyebabkan iritasi berat kulit dan menyebabkan seseorang

sulit diterima dalam kehidupan sosial dan pada akhirnya menyebabkan

anak akan terisolir dalam kehidupan kelompoknya. Antikholinergik dapat

menurunkan aliran saliva tetapi dapat menimbulkan efek samping yang

bermakna, misalnya mulut kering dan digesti yang buruk. Pembedahan,

walaupun kadang-kadang efektif, akan membawa komplikasi, termasuk

memburuknya masalah menelan. Beberapa penderita berhasil dengan

teknik biofeedback yang dapat memberitahu penderita saat drooling atau

mengalami kesulitan untuk mengendalikan otot yang akan membuat mulut

tertutup. Terapi tersebut tampaknya akan berhasil jika penderita

mempunyai usia mental 2-3 tahun, dimana dapat dimotivasi untuk

mengendalikan drooling, dan dapat mengerti bahwa drooling akan

menyebabkan seseorang secara sosial sulit diterima.

c. Kesulitan makan dan menelan, yang dipicu oleh masalah motorik pada

mulut, dapat menyebab gangguan nutrisi yang berat.

Nutrisi yang buruk, pada akhirnya dapat membuat seseorang rentan

terhadap infeksi dan menyebabkan gagal tumbuh. Untuk membuat

menelan lebih mudah, disarankan untuk membuat makanan semisolid,

misalnya sayur dan buah yang dihancurkan. Posisi ideal, misalnya duduk

saat makan atau minum dan menegakkan leher akan menurunkan resiko

tersedak. Pada kasus gangguan menelan berat dan malnutrisi,

direkomendasikan penggunaan nasogastrik tube untuk memasukkan

makanan.

d. Inkontinentia Urin.

Inkontinentia urin adalah komplikasi yang sering terjadi. Inkontinentia

urin ini disebabkan karena penderita CP kesulitan mengendalikan otot

yang selalu menjaga supaya kandung kemih selalu tertutup. Inkontinentia

urin dapat berupa enuresis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan

urinasi selama aktivitas fisik (stress inkonentia), atau merembesnya urine

dari kandung kemih. Terapi medikasi yang dapat diberikan untuk

inkonensia meliputi olah raga khusus, biofeedback, obat- obatan,

19

Page 21: Preskes Ped Sos

pembedahan atau alat yang dilekatkan dengan pembedahan untuk

mengganti atau membantu otot.

2. Terapi Spesifik Cerebral Palsy

a. Terapi Fisik

Terapi CP ditujukan pada perubahan kebutuhan penderita sesuai dengan

perkembangan usia. Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama

kehidupan, segera setelah diagnostik ditegakkan. Program terapi fisik

menggunakan gerakan spesifik mempunyai 2 tujuan utama yaitu

mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot yang apabila berlanjut

akan menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan yang kedua

adalah menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang pada

akhirnya akan menimbulkan posisi tubuh abnormal. Kontraktur adalah

satu komplikasi yang sering terjadi. Pada keadaan normal, dengan panjang

tulang yang masih tumbuh akan menarik otot tubuh dan tendon pada saat

berjalan dan berlari dan aktivitas sehari-hari. Hal ini memastikan bahwa

otot akan berkembang dalam kecepatan yang sama. Tetapi pada anak

dengan CP, spastisitas akan mencegah peregangan otot dan hal tersebut

akan menyebabkan otot tidak dapat berkembang cukup pesat untuk

mengimbangi kecepatan tumbuh tulang. Kontraktur dapat mengganggu

keseimbangan dan memicu hilangnya kemampuan yang sebelumnya.

Tujuan ketiga dari program terapi fisik adalah meningkatkan

perkembangan motorik anak. Cara kerja untuk mendukung tujuan tersebut

dengan tehnik Bobath. Dasar dari program tersebut adalah refleks primitif

akan tertahan pada anak CP yang menyebabkan hambatan anak untuk

belajar mengontrol gerakan volunter. Terapis akan berusaha untuk

menetralkan refleks tersebut dengan memposisikan anak pada posisi yang

berlawanan. Pendekatan kedua untuk terapi fisik adalah membuat pola,

berdasarkan prinsip bahwa kemampuan motorik seharusnya diajarkan

dalam urutan yang sama supaya berkembang secara normal. Pada

20

Page 22: Preskes Ped Sos

pendekatan kontrovesial tersebut, terapis akan membimbing anak sesuai

dengan gerakan sepanjang alur perkembangan motorik normal.

b. Terapi perilaku

Terapi ini, menggunakan teori dan tehnik psikologi, yang dapat

melengkapi terapi fisik, bicara dan okupasi. Sebagai contoh, terapi

perilaku meliputi menyembunyikan boneka dalam kotak dengan harapan

anak dapat belajar bagaimana meraih kotak dengan menggunakan tangan

yang lebih lemah. Seperti anak belajar untuk berkata dengan huruf depan b

dapat menggunakan balon untuk menciptakan kata tersebut.

c. Alat Mekanik

Mulai dengan bentuk yang sederhana misalnya sepatu velcro atau bentuk

yang canggih seperti alat komunikasi komputer, mesin khusus dan alat

yang diletakkan dirumah, sekolah dan tempat kerja dapat membantu anak

atau dewasa dengan CP untuk menutupi keterbatasannya.

3. Terapi Medikamentosa

Terapi medikamentosa diberikan sesuai kondisi klinis pasien. Pasien CP

yang disertai kejang dapat diberikan terapi potong kejang atau terapi

rumatan kejang. Obat yang digunakan untuk mengatasi kejang dan spasme

otot antara lain:

a. Diazepam

Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh. Pada anak usia

<6 bulan tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia >6 bulan

diberikan dengan dosis 0,12 - 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam

6 - 8 jam, dan tidak melebihi 10 mg/dosis.

b. Baclofen

Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula

spinalis yang akan menyebabkan kontraksi otot. Dosis obat yang

dianjurkan pada penderita CP adalah sebagai berikut:

21

Page 23: Preskes Ped Sos

2 - 7 tahun: Dosis 10 - 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 - 4 dosis.

Dosis dimulai 2,5 - 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis

dinaikkan 5 - 15 mg/hari, maksimal 40 mg/hari.

8 - 11 tahun: Dosis 10 - 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis.

Dosis dimulai 2,5 - 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis

dinaikkan 5 - 15 mg/hari, maksimal 60 mg/hari

> 12 tahun: Dosis 20 - 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis.

Dosis dimulai 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis

dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80 mg/hari

c. Dantrolene

Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga

kontraksi otot tidak bekerja. Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25

mg/hari, maksimal 40 mg/hari

d. Golongan antikolinergik yang dapat membantu menurunkan gerakan-

gerakan abnormal pada CP atetoid. Obat-obatan antikolinergik meliputi

trihexyphenidyl, benztropine dan procyclidine hydrochloride.

e. Botulinum Toxin (BOTOX)

Bekerja dengan menghambat pelepasan acetilcholine dari presinaptik

pada pertemuan otot dan saraf. Injeksi pada otot yang kaku akan

menyebabkan kelemahan otot. Kombinasi terapi antara melemahkan

otot dan menguatkan otot yang berlawanan kerjanya akan

meminimalisasi atau mencegah kontraktur yang akan berkembang

sesuai dengan pertumbuhan tulang. Intervensi ini digunakan jika otot

yang menyebabkan deformitas tidak banyak jumlahnya, misalnya

spastisitas pada tumit yang menyebabkan gait jalan berjinjit (Toe-heel

gait) atau spastisitas pada otot flexor lutut yang menyebabkan crouch

gait. Perbaikan tonus otot sering akibat mulai berkembangnya saraf

terminal, yang merupakan proses dengan puncak terjadi pada 60 hari.

f. Baclofen Intratekal

Baclofen merupakan GABA agonis yang diberikan secara intratekal

melalui pompa yang ditanam akan sangat membantu penderita dalam

22

Page 24: Preskes Ped Sos

mengatasi kekakuan otot berat yang sangat mengganggu fungsi normal

tubuh. Karena Baclofen tidak dapat menembus BBB secara efektif, obat

oral dalam dosis tinggi diperlukan untuk mencapai tujuan yang

diinginkan jika dibandingkan dengan cara pemberian intratekal.

Dijumpai penderita dengan baclofen oral akan tampak letargik.

4. Terapi Bedah

Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur

berat dan menyebabkan masalah pergerakan berat. Sebelum dilakukan

pembedahan, dilakukan analisa Gait terlebih dahulu untuk menentukan

dengan tepat otot mana yang bermasalah.

Salah satu teknik pembedahan yang dapat digunakan adalah

selektif dorsal root rhizotomy, ditujukan untuk menurunkan spastisitas

pada otot tungkai dengan menurunkan jumlah stimulasi yang mencapai

otot tungkai melalui saraf.

Teknik pembedahan eksperimental meliputi stimulasi kronik

cerebellar dan stereotaxic thalamotomy. Pada stimulasi kronik cerebelar,

elektroda ditanam pada permukaan cerebelum yang merupakan bagian

otak yang bertanggung jawab dalam koordinasi gerakan, dan digunakan

untuk menstimulasi saraf-saraf cerebellar, dengan harapan bahwa teknik

tersebut dapat menurunkan spastisitas dan memperbaiki fungsi motorik,

hasil dari prosedur invasif tersebut masih belum jelas. Stereotaxic

thalamotomy meliputi memotong bagian thalamus, yang merupakan

bagian yang melayani penyaluran pesan dari otot dan organ sensoris. Hal

ini efektif hanya untuk menurunkan tremor hemiparesis.

F. PROGNOSIS CEREBRAL PALSY

Beberapa faktor sangat menentukan prognosis CP, tipe klinis CP,

derajat kelambatan yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya

refleks patologis, dan yang sangat penting adalah derajat defisit intelegensi,

sensoris, dan emosional

23

Page 25: Preskes Ped Sos

Anak-anak dengan hemiplegia tetapi tidak menderita masalah utama

lainnya selalu dapat berjalan pada usia 2 tahun; kegunaan short brace hanya

dibutuhkan sementara saja. Adanya tangan yang kecil pada sisi yang

hemiplegi, dengan kuku ibu jari yang lebih runcing dibanding dengan kuku

lainnya, dapat diasosiasikan dengan disfungsi sensoris parietalis dan defek

sensori tersebut akan membatasi kemampuan fungsi motorik halus pada

tangan tersebut.

Lebih dari 50% anak-anak dengan spastik diplegia dapat belajar

berjalan tesering pada usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukkan gait abnormal,

dan beberapa kasus membutuhkan alat bantu, misalnya kruk. Aktivitas tangan

secara umum akan terkena dengan derajat yang berbeda, walaupun kerusakan

yang terjadi minimal. Abnormal gerakan ekstraokuler relatif sering dijumpai.

Anak dengan spastik quadriplegia, 25% membutuhkan perawatan

total; paling banyak hanya 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3

tahun. Fungsi intelektual sering seiring dengan derajat CP dan terkenanya otot

bulbar akan menambah kesulitan yang sudah ada.

Hipotonia trunkus, dengan refleks patologis atau kekakuan yang

persisten merupakan gambaran yang menunjukkan buruknya keadaan.

Mayoritas anak-anak tersebut memiliki limitasi intelektual.

Sebagian besar anak yang tidak memiliki masalah lain yang serius

yang berhubungan dengan spastisitas tipe athetoid kadang-kadang dapat

berjalan. Keseimbangan dan penggunaan kemampuan tangan tampaknya

masih sulit. Sebagian besar anak-anak yang baru duduk pada usia 2 tahun

dapat belajar berjalan. Sebaliknya, anak-anak yang masih menunjukkan moro

refleks, tonik neck refleks asimetrik, kecenderungan ekstensi, dan tidak

menunjukkan refleks parasut tidak mungkin dapat belajar berjalan; sebagian

dari mereka yang tidak dapat duduk pada usia 4 tahun dapat belajar berjalan.

GLOBAL DEVELOPMENTAL DELAY

24

Page 26: Preskes Ped Sos

Global Developmental Delay didefinisikan sebagai keterlambatan yang

signifikan dari kemampuan motorik, kognitif, perilaku, emosi atau personal sosial

bila dibandingkan dengan anak yang lain pada usia yang sama. Global

Developmental Delay dapat dilihat pada satu atau lebih kemampuan anak. Bila

didapatkan gangguan pada satu kemampuan, maka kemampuan di bidang lain

cenderung mengalami gangguan pula. Kemampuan yang dilihat adalah:

a. Kemampuan bahasa: perkembangan kemampuan bahasa babbling, satu

silabel, satu kata, mengulang kata dan memahami kalimat

b. Motorik kasar: berguling, merangkak, berusaha berdiri, berjalan

c. Motorik halus: memegang benda kecil, mengambil benda dengan ibu jari dan

telunjuk

d. Kemampuan adaptasi: makan, berpakaian, BAB dan BAK secara mandiri

e. Sosial dan emosional: bermain dengan anak lain

f. Kognitif: mengenal benda, mengikuti perintah sederhana.

Faktor resiko terjadinya global developmental delay antara lain

a. Paparan zat berbahaya selama kehamilan

b. Malnutrisi selama kehamilan

c. Infeksi dengan transmisi maternal seperti HIV, Measles

d. Prematuritas

e. Malnutrisi

GIZI BURUK

Gizi buruk merupakan suatu keadaan dimana kenaikan berat badan anak

tidak cukup bila dibandingkan dengan umur atau tingginya dan biasanya disertai

dengan penyakit infeksi.

Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait, namun

secara langsung dipengaruhi oleh 3 hal:

1. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi simbang

25

Page 27: Preskes Ped Sos

Makanan alamiah terbaik bagi bayi adalah Air Susu Ibu dan sesudah usia 6

bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat

baik jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup

mengandung energi dan protein tetapi juga zat besi, vitamin A, asam folat,

vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya.

2. Anak tidak mendapatkan asuhan gizi yang memadai

Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang

diasuh ibunya sendiri, terutama ibu yang berpendidikan dan mengerti

tentang pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, anaknya akan

lebih sehat dibanding anak yang diasuh oleh nenek atau pengasuh.

3. Anak menderita penyakit infeksi

Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan

sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain anak yang

menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk.

Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi. Salah satunya adalah

dengan pengukuran antropometri. Pengukuran yang digunakan antara lain berat

badan (BB), panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB), lingkar lengan atas

(LILA), lingkar kepala (LK), lingkar dada (LD), dan lapisan lemak bawah kulit

(LLBK). Namun pengukuran antropometri hanya menggunakan berat badan dan

panjang/tinggi badan.

Dalam penilaian status gizi, antropometri dikaitkan dengan variabel lain

seperti: berat badan menurut umur (BB/U), panjang atau tinggi badan menurut

umur (PB/U atau TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Masing-

masing indeks memiliki baku rujukan dapat menggunakan nilai mean dan standar

deviasi, persentil, persentase maupun penghitungan z-scores. Indeks BB/TB dan

TB/U akan memberikan gambaran anak wasting (kurus kering) atau stunting

(kecil pendek). Indeks BB/U paling mudah dilakukan namun kurang dapat

menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.

26

Page 28: Preskes Ped Sos

27

Page 29: Preskes Ped Sos

DAFTAR PUSTAKA

Galih H et al.2010. Buku Saku: Pediatric Nutrition Care. Buku dalam kegiatan

PKMM Dikti 2010

Harms, Louise. Understanding Human Developent: A Multidimensional

Approach. Oxford,UK: Oxford University Press

Mc William, R.A. 2008. How’s Kids Develop. www.mychildwithoutlimits.org

Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta

28