preskes ped sos
DESCRIPTION
pedsosTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
SEORANG ANAKLAKI-LAKI DENGAN GLOBAL DEVELOPMENTAL
DELAY, CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK, GIZI BURUK
Oleh:
Hapsari Nur P G99121054/B.03.2013
Vijayendran Swaminathan G0007515//A.06.2013
Rut Erika Irawan G0005171/A.05.2013
Pembimbing :
dr. Hari Wahyu, Sp.A, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R A K A R T A
2013
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 3 tahun
Agama : Islam
Alamat : Demangan, Karanganyar
No. RM : 01105549
Tanggal masuk : 18 Februari 2013
Pemeriksaan : 18 Februari 2013
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan pada ayah dan ibu penderita pada tanggal 18
Februari 2013 di Poli Anak RSDM.
A. Keluhan Utama: belum bisa berjalan dan bicara
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien hingga usia 3 tahun belum bisa berjalan dan bicara. Hingga saat
ini pasien hanya bisa tidur di tempat tidur, dapat mengunyah makanan, dan
memberi respon bila namanya dipanggil. Pasien belum bisa mengangkat
kepala sendiri, belum bisa tengkurap maupun duduk, hanya bisa menangis
dan belum bisa bicara sama sekali. Pasien bisa makan nasi dengan dibantu
orang lain. Pasien sudah pernah fisioterapi selama ± 1 tahun (2-3x
seminggu).
Saat ini pasien tidak mengeluh panas, batuk (-), pilek (-), kejang (-).
Keluarga pasien membawa pasien ke RSDM untuk konsultasi
keterlambatan perkembangan pasien.
Pasien memiliki riwayat kejang 1x ± 6 bulan yang lalu. Kejang pada
seluruh tubuh, mata melirik ke atas, kejang ± 5 menit dan berhenti sendiri,
saat kejang pasien tidak panas.
1
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat kejang : (+) 6 bulan yl.
Riwayat mondok : (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
Riwayat sakit serupa di keluarga : (-)
E. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Faringitis : disangkal Malaria :disangkal
Bronkitis : disangkal Polio : disangkal
Pneumonia : disangkal Demam typoid : disangkal
Morbili : disangkal Diare : disangkal
Pertusis : disangkal Kejang demam : disangkal
Meningitis : disangkal
F. Riwayat Imunisasi
BCG : 0 bulan
DPT : 2,4,6 bulan
Polio : 2,4,6 bulan
Hepatitis B: 0, 2,4,6 bulan
Campak : 9 bulan
Kesan : imunisasi lengkap sesuai KMS tidak sesuai IDAI 2011
G. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : baik
Ibu : baik
Sekitar rumah : baik
H. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan di Bidan.
2
Frekuensi pemeriksaan :
TM I : 1x selama 3 bulan pertama kehamilan.
TM II : 1 x selama 3 bulan kedua kehamilan
TM III : 3x selama 3 bulan ketiga kehamilan
Ibu tidak menderita sakit selama hamil.
Obat yang diminum selama kehamilan hanya vitamin dari bidan.
I. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan per vaginam pada usia kehamilan 9 bulan.
Persalinan ditolong oleh bidan, berat badan lahir 3500 gram, langsung
menangis kuat.
J. Riwayat Post Natal
Kontrol ke Puskesmas setelah kelahiran, saat imunisasi atau anak sakit.
K. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu tidak menggunakan KB
L. Pohon Keluarga
M. Riwayat Perkembangan Anak
Tersenyum : 1 bulanMenoleh : belum bisaMengangkat kepala : belum bisaTengkurap : belum bisaKesan: gangguan perkembangan global
3
An. A, 3 tahun, 7,5 kg
N. Riwayat Makan Minum Anak
1. Susu formula diberikan sejak usia 0 bulan sampai anak usia 2 tahun
2. Bubur susu diberikan sejak usia 6 bulan frekuensi 2x sehari
3. Nasi diberikan sejak usia 1 tahun sampai saat ini. Frekuensi 2-3 kali
sehari sebanyak ½ porsi karena anak sulit mengunyah makanan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : baik
Derajat kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi kesan kurang
B. Tanda Vital
Nadi : 110x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 24x/menit, reguler, tipe thorakal
Suhu : 36,5 0 C
Berat badan : 7,5 Kg
Tinggi badan : 75 cm
C. Kulit : kulit warna sawo matang, kelembaban cukup,
turgor kembali cepat
D. Kepala : bentuk mikrosefal, lingkar kepala 46 cm
E. Wajah : wajah seperti orang tua (+)
F. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek
cahaya (+/+), pupil (isokor 3 mm/3 mm)
G. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
H. Telinga : sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
I. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-)
J. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
K. Leher : tonus lemah, KGB tidak membesar
L. Thorax : retraksi (-), iga gambang (+)
M. Cor :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
4
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,bising
(-)
N. Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan=kiri
Palpasi : fremitus simetris kanan=kiri
Perkusi : sonor // sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
O. Abdomen
Inspeksi : dinding perut // dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar&lien tidak teraba,
turgor kembali cepat.
P. Urogenitalia : nyeri BAK (-)
Q. Ekstremitas : Akral dingin
- -
- -
capillary refill time< 2”, Arteri dorsalis pedis
teraba kuat, baggy pants (+)
R. Status Neurologis
Reflek fisiologis : Biceps (+/+)
Triceps (+/+)
Patella (+/+)
Achilles (+/+)
Reflek patologis : Babinski (-/-)
Chaddok (-/-)
Oppenheim (-/-)
Gordon (-/-)
5
- -
- -
Edema
Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-)
Brudzinki (-)
Kernig (-)
S. Penghitungan Status Gizi
Secara Antropometri
BB: 7,5 kg TB: 75 cm
BB = 7,5 x 100% = 61.475 % BB/U < p10
U 12,2
Status gizi secara antropometri: kesan gizi kurang
IV. RESUME
Pasien hingga usia 3 tahun belum bisa berjalan dan bicara. Hingga saat ini
pasien hanya bisa tidur di tempat tidur, dapat mengunyah makanan, dan
memberi respon bila namanya dipanggil. Pasien belum bisa mengangkat
kepala sendiri, belum bisa tengkurap maupun duduk, hanya bisa menangis
dan belum bisa bicara sama sekali. Pasien bisa makan nasi dengan dibantu
orang lain.
Pasien memiliki riwayat kejang 1x ± 6 bulan yang lalu. Kejang pada
seluruh tubuh, mata melirik ke atas, kejang ± 5 menit dan berhenti sendiri,
saat kejang pasien tidak panas.
Pemeriksaan dengan Denver Screening Test menunjukkan perkembangan
motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal sosial setara bayi baru
lahir. Pemeriksaan neurologis didapatkan peningkatan refleks fisiologis
(biceps, triceps, patella, achilles). Pemeriksaan fisik didapatkan iga
gambang dan baggy pants dan dari penghitungan status gizi didapatkan
gizi kurang secara antropometri.
V. DAFTAR MASALAH
1. Gangguan tumbuh kembang
2. Peningkatan refleks fisiologis
3. Gizi kurang
6
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Global Developmental Delay
2. Cerebral Palsy tipe spastik dd flaksid
3. Gizi kurang dd gizi buruk
VII. DIAGNOSIS KERJA
1. Global Developmental Delay
2. Cerebral Palsy tipe spastik
3. Gizi kurang
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Diet F135 3 x 200 cc
2. Diet nasi lauk 1000 kkal
3. Evaluasi BB tiap bulan
4. Fisioterapi latihan peningkatan head control
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : malam
7
TINJAUAN PUSTAKA
CEREBRAL PALSY
A. DEFINISI
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang
kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan)
serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat
berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan,
disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia
basal dan serebelum juga kelainan mental.
Terminology ini digunakan untuk mendeskripisikan kelompok
penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan
manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan
secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya. Istilah
cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisfer dan palsi
mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian
pergerakan tubuh. Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada
otot atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau
kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak
untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat.
Gejala CP tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi
beratnya penyakit. Seseorang dengan CP dapat menampakkan gejala
kesulitan dalam hal motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan
gunting, masalah keseimbangan dalam berjalan atau mengenai gerakan
involunter, misalnya tidak dapat mengontrol gerakan menulis. Gejala dapat
berbeda pada setiap penderita, dan dapat berubah pada seorang penderita.
Penderita CP derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat berjalan atau
membutuhkan perawatan yang ekstensif dan jangka panjang, sedangkan CP
derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung dalam gerakan dan
8
membutuhkan bantuan yang tidak khusus. CP bukan penyakit menular atau
bersifat herediter.
B. KLASIFIKASI KLINIS
CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis
neurologis. Spastic diplegia untuk pertama kali dideskripsikan oleh dr.Little
(1860), merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya
sebagai CP. Hingga saat ini, CP diklasifikasikan berdasarkan kerusakan
gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu :
1. CP Spastik
Merupakan bentukan CP yang terbanyak (70-80%), otot mengalami
kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai
mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak
bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakterisitik
berupa ritme berjalan yang dikenal dengan gait gunting (scissor gait) (Bryers,
1941).
Anak dengan spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis,
dimana seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu
sisi tubuh.
Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat.
a. Monoplegi: bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia: keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat
daripada kedua lengan
c. Triplegia: bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah
mengenai kedua lengan dan kaki
d. Quadriplegia: keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia: Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih
berat
2. CP Atetoid / diskinetik
9
Bentuk CP ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang
tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki,
lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah,
menyebabkan anak tampak selalu menyeringai dan selalu mengeluarkan air
liur. Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stress dan hilang
pada saat tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot
bicara (disartria). CP atetoid terjadi pada 10-20% penderita CP.
3. CP Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.
Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan
tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki
dengan posisi yang saling berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerkan cepat
dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering
mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya mengambil
buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru
akan digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat pendertia akan
menuju obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10%
penderita CP.
4. CP Campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari
satu bentuk CP yang akan dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering
dijumpai adalah spastic dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga
mungkin dijumpai.
Dari defisit neurologis, CP terbagi :
1. Tipe spastis atau piramidal
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah:
a. Hipertoni (fenomena pisau lipat)
b. Hiperfleksi yang disertai klonus
c. Kecenderungan timbul kontraktur
d. Refleks patologis
10
2. Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis,
distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retradasi
mental. Disamping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan,
jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan
apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetris dan disartri
3. Tipe campuran
Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya
hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea.
Banyak penderita CP juga menderita penyakit lain. Kelainan yang
mempengaruhi otak dan menyebabkan gangguan fungsi motorik dapat
menyebabkan kejang dan mempengaruhi perkembangan intelektual
seseorang, atensi terhadap dunia luar, aktivitas dan perilaku, dan penglihatan
dan pendengaran. 4 Penyakit – penyakit yang berhubungan dengan CP adalah
:
1. Gangguan mental
Sepertiga anak CP memiliki gangguan intelektual ringan, sepertiga dengan
gangguan sedang hingga berat dan sepertiga lainnya normal. Gangguan
mental sering dijumpai pada anak dengan klinis spastik quadriplegia.
2. Kejang atau epilepsi
Setengah dari seluruh anak CP menderita kejang. Selama kejang, aktivitas
elektrik dengan pola normal dan teratur di otak mengalami gangguan
karena letupan listrik yang tidak terkontrol. Pada pendertia CP dan
epilepsi, gangguan tersebut akan tersebar keseluruh otak dan menyebabkan
gejala pada seluruh tubuh, seperti kejang tonik-klonik atau mungkin hanya
pada satu bagian otal dan menyebabkan gejala kejang parsial. Kejang
tonik-klonik secara umum menyebabkan penderita menjerit dan diikuti
dengan hilangnya kesadaran, twitching kedua tungkai dan lengan, gerakan
tubuh konvulsi dan hilangnya kontrol kandung kemih.
11
3. Gangguan pertumbuhan
Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada CP derajat sedang hingga
berat, terutama tipe quadriparesis. Gagal tumbuh secara umum adalah
istilah untuk mendeskripsikan anak – anak yang terhambat pertumbuhan
dan perkembangannya walaupun dengan asupan makanan yang cukup.
Tampak pendek dan tidak tampak tanda maturasi seksual. Sebagai
tambahan, otot tungkai yang mengalami spastisitas mempunyai
kecenderungan lebih kecil dibanding normal. Kondisi tersebut juga
mengenai tangan dan kaki karena gangguan penggunaan otot tungkai
(disuse atrophy).
4. Gangguan penglihatan dan pendengaran
Mata tampak tidak segaris karena perbedaan pada otot mata kanan dan kiri
sehingga menimbulkan penglihatan ganda. Jika tidak segera dikoreksi
dapat menimbulkan gangguan berat pada mata.
5. Sensasi dan persepsi normal
Sebagian pendertia CP mengalami gangguan kemampuan untuk
merasakan sensasi misalnya sentuhan dan nyeri. Mereka juga mengalami
stereognosia, atau kesulitan merasakan dan mengidentifikasi obyek
melalui sensasi.
C. PATOFISIOLOGI
CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP
merupakan grup penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat
mempunyai penyabab yang berbeda. Untuk menentukan penyebab CP, harus
digali mengenai hal : bentuk CP, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset
penyakit.
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron
dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan
berat otak rendah. CP digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur
tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat
anak-anak. Suatu presentasi CP dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan
12
(struktural otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-luka / kerugian
setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau
infeksi).
Di USA, sekitar 10 – 20% CP disebabkan oleh karena penyakit setelah
lahir. Dapat juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan – bulan
pertama atau tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa infeksi otak,
misalnya meningitis bakteri atau ensefalitis virus, atau merupakan hasil dari
trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau
penganiayaan anak.
Penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan terjadi
kejadian spesifik pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana terjadi
kerusakan pusat motorik pada otak yang sedang berkembang. Beberapa
penyebab CP kongenital adalah :
1. Infeksi pada kehamilan
Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, akan
menyebabkan kerusakan sistem saraf yang sedang berkembang. Infeksi
lain yang dapat menyebabkan cedera otak fetus meliputi cytomegalovirus
dan toxoplasmosis.
2. Ikterus neonatorum
Pada keadaan Rh/ABO inkompatibilitas, terjadi kerusakan eritrosit dalam
waktu singkat, sehingga bilirubin indirek akan menngkat dan
menyebabkan ikterus. Ikterus berat dan tidak diterapi dapat merusak sel
otak secara permanen.
3. Asfiksia neonatorum
Asfiksia sering dijumpai pada bayi dengan kesulitan persalinan. Asfiksia
menyebabkan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi dalam periode
lama, anak tersebut akan mengalami kerusakan otak yang dikenal dengan
hipoksik iskemik ensefalopati. Angka mortalitas meningkat pada kondisi
asfiksia berat, dimana daat bersama dengan gangguan mental dan kejang.
4. Stroke
13
Kelainan koagulasi pada ibu atau bayi dapat menyebabkan stroke pada
fetus atau bayi baru lahir. Stroke ini menyebabkan kerusakan jaringan otak
dan menyebabkan terjadinya kelainan neurologis.
Beberapa faktor resiko yang memperbesar kemungkinan terjadinya
CP antara lain adalah:
1. Letak sungsang.
2. Proses persalinan sulit.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda
awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi
tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan
kerusakan otak permanen.
3. Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.
4. BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <2500gram dan
bayi lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat
sesuai dengan rendahnya berat lahir dan usia kehamilan.
5. Kehamilan ganda.
6. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan
malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal
(mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada
saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.
7. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir
kehamilan. Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan
dan peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi
8. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
9. Kejang pada bayi baru lahir
14
D. DIAGNOSIS CEREBRAL PALSY
Diagnossi Cerebral palsy ditentukan dari
1. Anamnesa
Tanda awal CP biasanya tampak pada usia <3 tahun, dan orang tua
sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak
normal. Bayi dengan CP sering mengalami kelambatan perkembangan,
misalnya tengkurap, duduk, merangkak, tersenyum atau berjalan.
Gejala lain yang mendukung diagnosis CP adalah:
a. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus
dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap
dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian
tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu
tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur,
misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan
tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada
sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar
ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada
waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis.
Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya
kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat
anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang
lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan
tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan
keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan;
tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak,
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
b. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak flaksid (lemas)
dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti
15
kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah
terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan
berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi
bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi
spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi
yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap.
Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia
perinatal atau ikterus.
c. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang
terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan
pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan
tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus
otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak
diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada
masa neonatus.
d. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya
flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat.
Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai
berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku.
Kerusakan terletak diserebelum.
e. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan
neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-
kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
f. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan
yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar
mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata
dan sering tampak anak berliur.
16
g. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan
refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
2. Pemeriksaan fisik
Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan
kemampuan motorik bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari
riwayat kehamilan, persalinan dan kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan
pemeriksaan refleks dan mengukur perkembangan lingkar kepala anak.
Perlu juga memeriksa penggunaan tangan, kecenderungan untuk
menggunakan tangan kanan atau kiri. Jika dokter memegang obyek
didepan dan pada sisi dari bayi, bayi akan mengambil benda tersebut
dengan tangan yang cenderung dipakai, walaupun obyek didekatkan pada
tangan yang sebelahnya. Sampai usia 12 bulan, bayi masih belum
menunjukkan kecenderungan menggunakan tangan yang dipilih. Tetapi
bayi dengan spastik hemiplegia, akan menunjukkan perkembangan
pemilihan tangan lebih dini, sejak tangan pada sisi yang tidak terkena
menjadi lebih kuat dan banyak digunakan.
Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan
penyakit lain yang menyebabkan masalah pergerakan. Yang terpenting,
harus ditentukan bahwa kondisi anak tidak bertambah memburuk.
Walaupun gejala dapat berubah bersama waktu, CP sesuai dengan
definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika anak secara progresif
kehilangan kemampuan motorik, ada kemungkinan terdapat masalah yang
berasal dari penyakit lain, misalnya penyakit genetik, penyakit muskuler,
kelainan metabolik, tumor SSP. Penelitian metabolik dan genetik tidak
rutin dilakukan dalam evaluasi anak dengan CP. Riwayat medis anak,
pemeriksaan diagnostik khusus, dan, pada sebagian kasus, pengulangan
pemeriksaan akan sangat berguna untuk konfirmasi diagnostik dimana
penyakit lain dapat disingkirkan.
17
3. Pemeriksaan neuroradiologik
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan
penyebab CP perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan adalah CT scan
kepala, yang merupakan pemeriksaan imaging untuk mengetahui struktur
jaringan otak. CT scan dapat menjabarkan area otak yang kurang
berkembang, kista abnormal, atau kelainan lainnya. Dengan informasi dari
CT Scan, dokter dapat menentukan prognosis penderita CP. MRI kepala,
merupakan tehnik imaging yang canggih, menghasilkan gambar yang
lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat
dengan tulang dibanding dengan CT scan kepala.
4. Pemeriksaan lain
Kondisi lain yang berhubungan dengan CP, termasuk kejang,
gangguan mental, dan visus atau masalah pendengaran untuk menentukan
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
EEG harus dilakukan untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana
akan menunjukkan penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus
dikerjakan untuk menentukan derajat gangguan mental. Kadangkala
intelegensi anak sulit ditentukan dengan sebenarnya karena keterbatasan
pergerakan, sensasi atau bicara, sehingga anak CP mengalami kesulitan
melakukan tes dengan baik.
Pemeriksaan visus, tes pendengaran dapat dilakukan sesuai
keadaan klinis penderita CP sehingga dapat dilakukan diagnosis dini dan
terapi spesifik untuk memperbaiki kualitas hidup penderita CP.
E. TATALAKSANA CEREBRAL PALSY
1. Masalah Utama Penderita Cerebral Palsy
Masalah utama yang dijumpai dan dihadapi pada anak yang menderita CP
antara lain:
a. Kelemahan dalam mengendalikan otot tenggorokan, mulut dan lidah akan
menyebabkan anak tampak selalu berliur.
18
b. Air liur dapat menyebabkan iritasi berat kulit dan menyebabkan seseorang
sulit diterima dalam kehidupan sosial dan pada akhirnya menyebabkan
anak akan terisolir dalam kehidupan kelompoknya. Antikholinergik dapat
menurunkan aliran saliva tetapi dapat menimbulkan efek samping yang
bermakna, misalnya mulut kering dan digesti yang buruk. Pembedahan,
walaupun kadang-kadang efektif, akan membawa komplikasi, termasuk
memburuknya masalah menelan. Beberapa penderita berhasil dengan
teknik biofeedback yang dapat memberitahu penderita saat drooling atau
mengalami kesulitan untuk mengendalikan otot yang akan membuat mulut
tertutup. Terapi tersebut tampaknya akan berhasil jika penderita
mempunyai usia mental 2-3 tahun, dimana dapat dimotivasi untuk
mengendalikan drooling, dan dapat mengerti bahwa drooling akan
menyebabkan seseorang secara sosial sulit diterima.
c. Kesulitan makan dan menelan, yang dipicu oleh masalah motorik pada
mulut, dapat menyebab gangguan nutrisi yang berat.
Nutrisi yang buruk, pada akhirnya dapat membuat seseorang rentan
terhadap infeksi dan menyebabkan gagal tumbuh. Untuk membuat
menelan lebih mudah, disarankan untuk membuat makanan semisolid,
misalnya sayur dan buah yang dihancurkan. Posisi ideal, misalnya duduk
saat makan atau minum dan menegakkan leher akan menurunkan resiko
tersedak. Pada kasus gangguan menelan berat dan malnutrisi,
direkomendasikan penggunaan nasogastrik tube untuk memasukkan
makanan.
d. Inkontinentia Urin.
Inkontinentia urin adalah komplikasi yang sering terjadi. Inkontinentia
urin ini disebabkan karena penderita CP kesulitan mengendalikan otot
yang selalu menjaga supaya kandung kemih selalu tertutup. Inkontinentia
urin dapat berupa enuresis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan
urinasi selama aktivitas fisik (stress inkonentia), atau merembesnya urine
dari kandung kemih. Terapi medikasi yang dapat diberikan untuk
inkonensia meliputi olah raga khusus, biofeedback, obat- obatan,
19
pembedahan atau alat yang dilekatkan dengan pembedahan untuk
mengganti atau membantu otot.
2. Terapi Spesifik Cerebral Palsy
a. Terapi Fisik
Terapi CP ditujukan pada perubahan kebutuhan penderita sesuai dengan
perkembangan usia. Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama
kehidupan, segera setelah diagnostik ditegakkan. Program terapi fisik
menggunakan gerakan spesifik mempunyai 2 tujuan utama yaitu
mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot yang apabila berlanjut
akan menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan yang kedua
adalah menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang pada
akhirnya akan menimbulkan posisi tubuh abnormal. Kontraktur adalah
satu komplikasi yang sering terjadi. Pada keadaan normal, dengan panjang
tulang yang masih tumbuh akan menarik otot tubuh dan tendon pada saat
berjalan dan berlari dan aktivitas sehari-hari. Hal ini memastikan bahwa
otot akan berkembang dalam kecepatan yang sama. Tetapi pada anak
dengan CP, spastisitas akan mencegah peregangan otot dan hal tersebut
akan menyebabkan otot tidak dapat berkembang cukup pesat untuk
mengimbangi kecepatan tumbuh tulang. Kontraktur dapat mengganggu
keseimbangan dan memicu hilangnya kemampuan yang sebelumnya.
Tujuan ketiga dari program terapi fisik adalah meningkatkan
perkembangan motorik anak. Cara kerja untuk mendukung tujuan tersebut
dengan tehnik Bobath. Dasar dari program tersebut adalah refleks primitif
akan tertahan pada anak CP yang menyebabkan hambatan anak untuk
belajar mengontrol gerakan volunter. Terapis akan berusaha untuk
menetralkan refleks tersebut dengan memposisikan anak pada posisi yang
berlawanan. Pendekatan kedua untuk terapi fisik adalah membuat pola,
berdasarkan prinsip bahwa kemampuan motorik seharusnya diajarkan
dalam urutan yang sama supaya berkembang secara normal. Pada
20
pendekatan kontrovesial tersebut, terapis akan membimbing anak sesuai
dengan gerakan sepanjang alur perkembangan motorik normal.
b. Terapi perilaku
Terapi ini, menggunakan teori dan tehnik psikologi, yang dapat
melengkapi terapi fisik, bicara dan okupasi. Sebagai contoh, terapi
perilaku meliputi menyembunyikan boneka dalam kotak dengan harapan
anak dapat belajar bagaimana meraih kotak dengan menggunakan tangan
yang lebih lemah. Seperti anak belajar untuk berkata dengan huruf depan b
dapat menggunakan balon untuk menciptakan kata tersebut.
c. Alat Mekanik
Mulai dengan bentuk yang sederhana misalnya sepatu velcro atau bentuk
yang canggih seperti alat komunikasi komputer, mesin khusus dan alat
yang diletakkan dirumah, sekolah dan tempat kerja dapat membantu anak
atau dewasa dengan CP untuk menutupi keterbatasannya.
3. Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan sesuai kondisi klinis pasien. Pasien CP
yang disertai kejang dapat diberikan terapi potong kejang atau terapi
rumatan kejang. Obat yang digunakan untuk mengatasi kejang dan spasme
otot antara lain:
a. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh. Pada anak usia
<6 bulan tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia >6 bulan
diberikan dengan dosis 0,12 - 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam
6 - 8 jam, dan tidak melebihi 10 mg/dosis.
b. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula
spinalis yang akan menyebabkan kontraksi otot. Dosis obat yang
dianjurkan pada penderita CP adalah sebagai berikut:
21
2 - 7 tahun: Dosis 10 - 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 - 4 dosis.
Dosis dimulai 2,5 - 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis
dinaikkan 5 - 15 mg/hari, maksimal 40 mg/hari.
8 - 11 tahun: Dosis 10 - 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis.
Dosis dimulai 2,5 - 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis
dinaikkan 5 - 15 mg/hari, maksimal 60 mg/hari
> 12 tahun: Dosis 20 - 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis.
Dosis dimulai 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis
dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80 mg/hari
c. Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga
kontraksi otot tidak bekerja. Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25
mg/hari, maksimal 40 mg/hari
d. Golongan antikolinergik yang dapat membantu menurunkan gerakan-
gerakan abnormal pada CP atetoid. Obat-obatan antikolinergik meliputi
trihexyphenidyl, benztropine dan procyclidine hydrochloride.
e. Botulinum Toxin (BOTOX)
Bekerja dengan menghambat pelepasan acetilcholine dari presinaptik
pada pertemuan otot dan saraf. Injeksi pada otot yang kaku akan
menyebabkan kelemahan otot. Kombinasi terapi antara melemahkan
otot dan menguatkan otot yang berlawanan kerjanya akan
meminimalisasi atau mencegah kontraktur yang akan berkembang
sesuai dengan pertumbuhan tulang. Intervensi ini digunakan jika otot
yang menyebabkan deformitas tidak banyak jumlahnya, misalnya
spastisitas pada tumit yang menyebabkan gait jalan berjinjit (Toe-heel
gait) atau spastisitas pada otot flexor lutut yang menyebabkan crouch
gait. Perbaikan tonus otot sering akibat mulai berkembangnya saraf
terminal, yang merupakan proses dengan puncak terjadi pada 60 hari.
f. Baclofen Intratekal
Baclofen merupakan GABA agonis yang diberikan secara intratekal
melalui pompa yang ditanam akan sangat membantu penderita dalam
22
mengatasi kekakuan otot berat yang sangat mengganggu fungsi normal
tubuh. Karena Baclofen tidak dapat menembus BBB secara efektif, obat
oral dalam dosis tinggi diperlukan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan jika dibandingkan dengan cara pemberian intratekal.
Dijumpai penderita dengan baclofen oral akan tampak letargik.
4. Terapi Bedah
Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur
berat dan menyebabkan masalah pergerakan berat. Sebelum dilakukan
pembedahan, dilakukan analisa Gait terlebih dahulu untuk menentukan
dengan tepat otot mana yang bermasalah.
Salah satu teknik pembedahan yang dapat digunakan adalah
selektif dorsal root rhizotomy, ditujukan untuk menurunkan spastisitas
pada otot tungkai dengan menurunkan jumlah stimulasi yang mencapai
otot tungkai melalui saraf.
Teknik pembedahan eksperimental meliputi stimulasi kronik
cerebellar dan stereotaxic thalamotomy. Pada stimulasi kronik cerebelar,
elektroda ditanam pada permukaan cerebelum yang merupakan bagian
otak yang bertanggung jawab dalam koordinasi gerakan, dan digunakan
untuk menstimulasi saraf-saraf cerebellar, dengan harapan bahwa teknik
tersebut dapat menurunkan spastisitas dan memperbaiki fungsi motorik,
hasil dari prosedur invasif tersebut masih belum jelas. Stereotaxic
thalamotomy meliputi memotong bagian thalamus, yang merupakan
bagian yang melayani penyaluran pesan dari otot dan organ sensoris. Hal
ini efektif hanya untuk menurunkan tremor hemiparesis.
F. PROGNOSIS CEREBRAL PALSY
Beberapa faktor sangat menentukan prognosis CP, tipe klinis CP,
derajat kelambatan yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya
refleks patologis, dan yang sangat penting adalah derajat defisit intelegensi,
sensoris, dan emosional
23
Anak-anak dengan hemiplegia tetapi tidak menderita masalah utama
lainnya selalu dapat berjalan pada usia 2 tahun; kegunaan short brace hanya
dibutuhkan sementara saja. Adanya tangan yang kecil pada sisi yang
hemiplegi, dengan kuku ibu jari yang lebih runcing dibanding dengan kuku
lainnya, dapat diasosiasikan dengan disfungsi sensoris parietalis dan defek
sensori tersebut akan membatasi kemampuan fungsi motorik halus pada
tangan tersebut.
Lebih dari 50% anak-anak dengan spastik diplegia dapat belajar
berjalan tesering pada usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukkan gait abnormal,
dan beberapa kasus membutuhkan alat bantu, misalnya kruk. Aktivitas tangan
secara umum akan terkena dengan derajat yang berbeda, walaupun kerusakan
yang terjadi minimal. Abnormal gerakan ekstraokuler relatif sering dijumpai.
Anak dengan spastik quadriplegia, 25% membutuhkan perawatan
total; paling banyak hanya 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3
tahun. Fungsi intelektual sering seiring dengan derajat CP dan terkenanya otot
bulbar akan menambah kesulitan yang sudah ada.
Hipotonia trunkus, dengan refleks patologis atau kekakuan yang
persisten merupakan gambaran yang menunjukkan buruknya keadaan.
Mayoritas anak-anak tersebut memiliki limitasi intelektual.
Sebagian besar anak yang tidak memiliki masalah lain yang serius
yang berhubungan dengan spastisitas tipe athetoid kadang-kadang dapat
berjalan. Keseimbangan dan penggunaan kemampuan tangan tampaknya
masih sulit. Sebagian besar anak-anak yang baru duduk pada usia 2 tahun
dapat belajar berjalan. Sebaliknya, anak-anak yang masih menunjukkan moro
refleks, tonik neck refleks asimetrik, kecenderungan ekstensi, dan tidak
menunjukkan refleks parasut tidak mungkin dapat belajar berjalan; sebagian
dari mereka yang tidak dapat duduk pada usia 4 tahun dapat belajar berjalan.
GLOBAL DEVELOPMENTAL DELAY
24
Global Developmental Delay didefinisikan sebagai keterlambatan yang
signifikan dari kemampuan motorik, kognitif, perilaku, emosi atau personal sosial
bila dibandingkan dengan anak yang lain pada usia yang sama. Global
Developmental Delay dapat dilihat pada satu atau lebih kemampuan anak. Bila
didapatkan gangguan pada satu kemampuan, maka kemampuan di bidang lain
cenderung mengalami gangguan pula. Kemampuan yang dilihat adalah:
a. Kemampuan bahasa: perkembangan kemampuan bahasa babbling, satu
silabel, satu kata, mengulang kata dan memahami kalimat
b. Motorik kasar: berguling, merangkak, berusaha berdiri, berjalan
c. Motorik halus: memegang benda kecil, mengambil benda dengan ibu jari dan
telunjuk
d. Kemampuan adaptasi: makan, berpakaian, BAB dan BAK secara mandiri
e. Sosial dan emosional: bermain dengan anak lain
f. Kognitif: mengenal benda, mengikuti perintah sederhana.
Faktor resiko terjadinya global developmental delay antara lain
a. Paparan zat berbahaya selama kehamilan
b. Malnutrisi selama kehamilan
c. Infeksi dengan transmisi maternal seperti HIV, Measles
d. Prematuritas
e. Malnutrisi
GIZI BURUK
Gizi buruk merupakan suatu keadaan dimana kenaikan berat badan anak
tidak cukup bila dibandingkan dengan umur atau tingginya dan biasanya disertai
dengan penyakit infeksi.
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait, namun
secara langsung dipengaruhi oleh 3 hal:
1. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi simbang
25
Makanan alamiah terbaik bagi bayi adalah Air Susu Ibu dan sesudah usia 6
bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat
baik jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup
mengandung energi dan protein tetapi juga zat besi, vitamin A, asam folat,
vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya.
2. Anak tidak mendapatkan asuhan gizi yang memadai
Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang
diasuh ibunya sendiri, terutama ibu yang berpendidikan dan mengerti
tentang pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, anaknya akan
lebih sehat dibanding anak yang diasuh oleh nenek atau pengasuh.
3. Anak menderita penyakit infeksi
Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan
sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain anak yang
menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk.
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi. Salah satunya adalah
dengan pengukuran antropometri. Pengukuran yang digunakan antara lain berat
badan (BB), panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB), lingkar lengan atas
(LILA), lingkar kepala (LK), lingkar dada (LD), dan lapisan lemak bawah kulit
(LLBK). Namun pengukuran antropometri hanya menggunakan berat badan dan
panjang/tinggi badan.
Dalam penilaian status gizi, antropometri dikaitkan dengan variabel lain
seperti: berat badan menurut umur (BB/U), panjang atau tinggi badan menurut
umur (PB/U atau TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Masing-
masing indeks memiliki baku rujukan dapat menggunakan nilai mean dan standar
deviasi, persentil, persentase maupun penghitungan z-scores. Indeks BB/TB dan
TB/U akan memberikan gambaran anak wasting (kurus kering) atau stunting
(kecil pendek). Indeks BB/U paling mudah dilakukan namun kurang dapat
menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.
26
27
DAFTAR PUSTAKA
Galih H et al.2010. Buku Saku: Pediatric Nutrition Care. Buku dalam kegiatan
PKMM Dikti 2010
Harms, Louise. Understanding Human Developent: A Multidimensional
Approach. Oxford,UK: Oxford University Press
Mc William, R.A. 2008. How’s Kids Develop. www.mychildwithoutlimits.org
Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta
28