presentasi lappen kawasan kumuh bml 21juni2010
TRANSCRIPT
MASUKAN TEKNIS PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
BANTUAN PEMBIAYAAN DALAM PENANGANAN LINGKUNGAN
KUMUH DI PERKOTAAN
LAPORAN PENDAHULUAN
PT. PRANATA POLA CIPTA
JAKARTA
2010
PENDAHULUAN – LATAR BELAKANG
Saat ini jumlah penduduk Indonesia yang bermukim diperkotaan telah mencapai 112 juta jiwa. Hampir seperempat dari penduduk perkotaan tersebut (23,1%), atau sekitar 25 juta jiwa, hidup di kawasan permukiman kumuh. Ini artinya hampir 10% dari total penduduk Indonesia masih memerlukan perhatian yang serius dalam pembangunan perkotaan, khususnya perumahan dan permukiman kumuh di perkotaan.
Penduduk perkotaan yang hidup di kawasan permukiman kumuh, sebagian besar adalah penduduk yang bermigrasi dari desa ke kota. Mereka tidak terserap pada sektor lapangan kerja formal karena mereka tidak memiliki kompetensi yang memadai. Untuk membiayai hidupnya, sebagian besar dari mereka bekerja di sektor informal dan memperoleh penghasilan rendah sehingga tidak dapat menjangkau rumah yang layak huni di perkotaan. Mereka mendirikan rumah dengan seadanya tanpa infrastruktur dasar memadai di atas lahan kosong yang tidak diperuntukkan bagi permukiman atau lahan yang kepemilikannya ilegal.
PENDAHULUAN – LATAR BELAKANG
Untuk mengatasi hal tersebut diatas diperlukan upaya penanganan lingkungan permukiman kumuh diperkotaan yang menyeluruh, terkoordinasi dan terintegrasi dengan baik, serta menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama, maka melalui kegiatan Masukan Teknis Pengembangan Kebijakan Bantuan Pembiayaan Dalam Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh di Perkotaan diharapkan dapat memberikan masukan secara teknis dalam penyusunan kebijakan Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh di Perkotaan, serta rekomendasi dan tindak lanjut kegiatan.
ALASAN KEGIATAN DILAKSANAKAN
Kegiatan ini diperlukan dalam rangka mendukung penetapan kebijakan yang didasari dengan informasi/data nasional dan analisis yang komprehensif terkait pengaturan bantuan pembiayaan perumahan sebagai langkah penanganan lingkungan perumahan kumuh secara tepat sasaran dan tepat guna.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mendapatkan formulasi kebijakan bantuan yang tepat sebagai langkah penanggulangan lingkungan permukiman kumuh di Indonesia. Hasil rumusan kebijakan akan digunakan sebagai pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan.
Kegiatan ini dilaksanakan 6 bulan dengan keluaran (output) berupa laporan hasil perumusan masukan teknis, termasuk diantaranya adalah kelompok sasaran kebijakan, batasan-batasan pengaturan bantuan, serta mekanisme penyaluran bantuan dengan stakeholder terkait.
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud kegiatan ini adalah untuk memformulasikan pengembangan kebijakan bantuan pembiayaan perumahan dalam rangka penanganan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan.
Tujuan Kegiatan ini adalah menyusun masukan suatu teknis pengembangan kebijakan dalam penanganan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan.
INDIKATOR KELUARAN DAN KELUARAN
Indikator keluaran dari kegiatan ini adalah tersusunnya masukan teknis Pengembangan kebijakan bantuan pembiayaan dalam penanganan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan.
Keluaran dari kegiatan ini adalah 1 (satu) laporan masukan teknis pengembangan kebijakan bantuan pembiayaan dalam penanganan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan termasuk rekomendasi dan tindak lanjut kegiatan.
RUANG LINGKUP KEGIATAN
Ruang Lingkup atau Tahapan Kegiatan ini adalah :
1. Meningkatkan pemahaman konsep pembiayaan perumahan dan permukiman kumuh serta indentifikasi permasalahan
2. Melakukan pengumpulan data yang terkait dengan penanganan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan dan pembiayaan perumahan
3. Melakukan kajian mengenai pembiayaan perumahan dalam rangka penanganan lingkungan permukiman kumuh, terutama di perkotaan
4. Melakukan survey ke beberapa kota
5. Merumuskan dan menyusun masukan teknis pengembangan kebijakan bantuan pembiayaan dalam penanganan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan
6. Menyusun laporan kegiatan
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan ini dilakukan selama kurang lebih 6 (enam) bulan kalender terhitung sejak Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) ditandatangani
TEMPAT PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan ini dilaksanakan di Jakarta, sedangkan untuk mendapatkan masukan dari stakeholders di daerah, maka akan dilakukan kunjungan ke beberapa kota besar di sejumlah provinsi, yaitu :
1. Provinsi DKI Jakarta2. Provinsi Sumatera Utara3. Provinsi Sumatera Selatan4. Provinsi DI. Yogyakarta5. Provinsi Sulawesi Selatan
HIPOTESIS MASALAH
Saat ini permasalahan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan telah ditangani oleh Pemerintah melalui berbagai program melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu :
a. Penanganan permukiman kumuh melalui pendekatan kawasan
b. Penanganan kebutuhan perumahan bagi MBM/MBR melalui pendekatan individual (pemberian kredit perumahan bersubsidi).
Melalui pekerjaan ini, diharapkan permasalahan lingkungan permukiman kumuh perkotaan bisa ditangani melalui kombinasi kedua pendekatan tersebut, sehingga penanganan lingkungan permukiman kumuh dapat dilakukan secara terintegrasi.
DIAGRAM HIPOTESIS MASALAH
DIAGRAM HIPOTESIS MASALAH
GAMBARAN UMUM
PERMASALAHAN PERMUKIMAN KUMUH
Berdasarkan tinjauan literatur mengenai pemetaan masalah permukiman maka disimpulkan bahwa masalah pembangunan perumahan permukiman mempunyai dimensi yang luas yang mencakup beberapa aspek, yaitu :
1. Aspek ekonomi,
2. Aspek sosial,
3. Aspek pertanahan,
4. Aspek tata ruang,
5. Aspek lingkungan,
6. Aspek engineering atau persoalan teknis membangun dan mendesain rumah/lingkungan perumahan,
7. Aspek penyediaan infrastruktur pendukung.
GAMBARAN UMUM
Kawasan permukiman memiliki arti penting bagi keberlangsungan aktivitas masyarakat di wilayah, baik aktivitas sosial maupun ekonomi. Kawasan permukiman ini umumnya menjadi pusat perkembangan dari suatu wilayah.
Kepedulian masyarakat atau lembaga dalam masyarakat untuk mendukung pembangunan perkim masih kurang, khususnya dalam penyediaan perumahan dan lingkungan yang memenuhi syarat teknis perumahan (sehat, nyaman, layak) maupun dari sisi administrasi kesesuaian lokasi (bukan lahan illegal dan tidak melanggar tata ruang).
Ketidakmerataan pembangunan yang tercermin dari kurang memadainya penyediaan infrastruktur dan terbatasnya lapangan kerja menjadi faktor pemicu sulitnya mengendalikan laju urbanisasi dan berimplikasi pada munculnya masalah permukiman kumuh. Keterbatasan pemerintah untuk melakukan pengawasan dalam menyelenggarakan penataan ruang kawasan permukiman, terutama dari segi pembiayaan, pengelolaan, dan pengembangan (teknis, keuangan, manajemen, dan sumberdaya manusia), mengakibatkan sulitnya memecahkan permasalahan permukiman kumuh secara tuntas. Dengan kata lain, akibat dari keterbatasan dana pemerintah, maka permasalahan permukiman kumuh menjadi sulit untuk diatasi.
GAMBARAN UMUM
MBR perkotaan yang tidak mampu mengakses perumahan yang memenuhi standar lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan terpaksa tinggal di lingkungan permukiman kumuh. Hasil penelitian UNDP mengindikasikan terjadinya perluasan permukiman kumuh mencapai 1,37 % setiap tahunnya sehingga pada tahun 2009 luas permukiman kumuh diperkirakan menjadi 57.800 ha dari 54.000 ha pada akhir tahun 2004.
Karakteristik umum permukiman kumuh adalah sebagai berikut : Tidak memiliki pelayanan perkotaan dasar, seperti air, sanitasi,
pengelolaan sampah, drainase, penerangan jalan, pedestrian, dan jalan untuk keperluan akses emergensi;
Tidak memiliki sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau;
Tidak memiliki area bermain yang aman untuk anak-anak; Tidak memiliki tempat bagi komunitas untuk bertemu dan bersosialisasi.
Lingkungan permukiman kumuh di perkotaan akan memperburuk kesenjangan yang tampak antara masyarakat penghuni permukiman kumuh dengan masyarakat sekitarnya yang menghuni lingkungan permukiman yang layak sehingga dapat memicu terjadinya konflik sosial. Selain itu, pertumbuhan permukiman kumuh yang tidak sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang akan menimbulkan inefisiensi dan kompleksitas dalam penyediaan pelayanan dan infrastruktur perkotaan.
GAMBARAN UMUM
Aspek pembiayaan menjadi salah satu point penting dalam pemecahan permasalahan permukiman kumuh. Hal ini disebabkan oleh masyarakat penghuni lingkungan permukiman kumuh yang merupakan MBR tidak mampu menjangkau rumah yang layak huni. Di samping itu, secara makro, kemampuan ekonomi nasional belum dapat mendukung penanganan permukiman kumuh secara komprehensif. Akses MBR terhadap kredit pemilikan rumah yang terjangkau juga merupakan faktor krusial untuk diperhatikan.
Sebagaimana yang telah diamanatkan dalam PP No. 38/2007, pembangunan perumahan merupakan urusan wajib Pemerintah Daerah. Mengingat setiap daerah mempunyai karakter, tantangan dan kemampuan yang berbeda-beda, maka fungsi dan peranan pengaturan serta pengendalian pada umumnya dilakukan oleh pemerintahan yang paling dekat dan memahami kondisi masyarakat setempat, yaitu pemerintah daerah.
GAMBARAN UMUM
Dengan demikian, pemerintah daerah bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk meningkatkan kualitas permukiman warganya dan mengintegrasikan pembangunan permukiman dengan perkembangan sifat kekotaan secara keseluruhan. Namun, kurangnya kapasitas dalam mengendalikan perkembangan dan pemenuhan permintaan pelayanan kota menjadi penyebab adanya masalah permukiman di daerah. Dalam menjalankan perannya terkait dengan perumahan, pemerintah daerah memiliki fungsi dan peranan sebagai berikut:
Pengendali Perkembangan Perumahan dan Permukiman Pembangun Perumahan dan Permukiman Inisiasi Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman
Walaupun demikian, tentu saja Pemerintah Pusat tidak lepas tangan dalam hal penanganan masalah permukiman di daerah. Pemerintah pusat dapat memberikan insentif dan bantuan teknis untuk permasalahan ini, sedangkan penyelesaian dan penanganannya tetaplah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Terkait dengan pemberian bantuan pembiayaan, saat ini Pemerintah sedang melakukan reformasi skim dan mekanisme pemberian bantuan pembiayaan perumahan yaitu melalui perubahan kebijakan dari pemberian subsidi perumahan menjadi pemberian fasilitas likuiditas kepada lembaga penerbit kredit/pembiayaan perumahan.
Kementerian Perumahan Rakyat telah disetujui untuk melakukan perubahan skema pengembangan pembiayaan perumahan diantaranya dengan menyediakan dana murah jangka panjang yang berasal dari APBN atau sumber dana jangka panjang lainnya (pemberian fasilitas likuiditas) seperti Bapertarum dan sumber dana sejenis lainnya yang dipadukan dengan dana bank penerbit KPR dengan menggunakan metode blended financing.
Penggunaan metode blended financing diharapkan agar tingkat suku bunga KPR dapat diturunkan, khususnya untuk KPRSH Bersubsidi. Sebagaimana diketahui bahwa selama ini suku bunga pasar KPR umumnya di atas 1 (satu) digit.
GAMBARAN SINGKAT TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS (Kebijakan Baru Pola Bantuan Pembiayaan Perumahan Bagi MBM/MBR)
Pendekatan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan ini adalah :
1. Pendekatan Dalam Pengumpulan Data Dan Informasi
2. Pendekatan Dalam Analisis
3. Pendekatan Dalam Perumusan Konsep Dan Pengembangan Strategi
METODOLOGI DAN PENDEKATAN
1. Pendekatan Dalam Pengumpulan Data Dan Informasi
Dalam melakukan pengumpulan data dan informasi yang terkait dengan pekerjaan ini, digunakan pendekatan eksploratif. Pendekatan ini bercirikan pencarian informasi yang berlangsung secara menerus, dimulai dari kegiatan inventarisasi dan pengumpulan hingga eksplorasi data awal. Pendekatan ini memungkinkan terjadinya pembaharuan data dan informasi berdasarkan hasil temuan terakhir. Sumber data dan informasi tidak terbatas dari ahli atau stakeholder saja, namun juga dari berbagai literatur yang yang memuat model pembiayaan penanganan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan dan studi kasus penerapan kebijakan bantuan pembiayaan permukiman kumuh . Informasi yang diperoleh melalui pendekatan eksploratif bisa bersifat situasional yang mungkin tidak diduga sebelumnya atau tidak pernah dikemukakan dalam teori yang ada.
2. Pendekatan Dalam Analisis
Pendekatan eksploratif juga digunakan dalam melakukan analisis. Pendekatan ini digunakan untuk mengelaborasi pokok permasalahan serta konsep-konsep penyaluran bantuan pembiayaan yang pernah ada, termasuk dukungan kebijakan. Eksplorasi diperlukan dalam mengaitkan konsep-konsep teoritis dengan kondisi dan karakteristik permasalahan melalui pendalaman pemahaman terhadap lokasi pekerjaan. Proses eksplorasi ini akan menuju pada bentuk pendekatan konfirmatif dalam menilai kesesuaian pola penanganan serta kebutuhan rumusan kebijakan yang dapat mengintervensi permasalahan agar pola kebijakan yang dikembangkan dapat mencapai hasil yang optimal.
Dalam melakukan analisis, juga digunakan kombinasi pendekatan incremental-strategis dan pendekatan strategis-proaktif. Dalam pendekatan incremental-strategis, diupayakan mengenali dan memahami permasalahan, kendala, dan potensi secara nyata, memahami tujuan pembangunan, mengidentifikasi aktor-aktor yang terlibat, memfokuskan pada hal-hal yang strategis dengan mempertimbangkan faktor eksternalitas. Dalam pendekatan strategis-proaktif, diupayakan mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan baru dan faktor ketidakpastian.
METODOLOGI DAN PENDEKATAN
METODOLOGI DAN PENDEKATAN
3. Pendekatan Dalam Perumusan Konsep Dan Pengembangan Strategi
Dalam merumuskan konsep dan menyusun masukan teknis , digunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan pragmatis.
Pendekatan kualitatif merupakan salah satu pendekatan mengedepankan pada penggalian informasi tidak terukur dari sumber-sumber informasi untuk merumuskan konsep yang sesuai. Sedangkan pendekatan pragmatis pada dasarnya merupakan upaya penyelesaian kegiatan yang didasarkan pada kondisi lapangan. Berkaitan dengan penyusunan masukan teknis, konsep awal pengembangan kebijakan bantuan pembiayaan dibangun dari teori-teori yang bersifat normatif dan selanjutnya disempurnakan berdasarkan penyesuaian-penyesuaian di lapangan agar bersifat aplikatif
Secara garis besar, metologi pekerjaan yang dipilih terdiri dari :
1. Studi Dokumenter
2. Wawancara Semi Terstruktur
3. Desk Study
4. Survey lapangan
5. Focus Group Discussion.
METODOLOGI DAN PENDEKATAN
1. STUDI DOKUMENTER
Studi dokumenter merupakan teknik pengumpulan data secara tidak langsung melalui pengkajian terhadap dokumen-dokumen yang ada. Adapun dokumen yang diperlukan dalam studi dokumenter terkait dengan pekerjaan yang dilakukan berupa :
peraturan perundangan-undangan dan dokumen kebijakan yang terkait;
laporan penanganan permukiman kumuh di wilayah yang akan disurvey
teori-teori mengenai permasalahan dan penanganan permukiman kumuh
teori-teori mengenai fasilitas likuiditas dan mekanisme penyaluran dana
laporan penelitian mengenai model bantuan pembiayaan dalam penanganan lingkungan permukiman kumuh
2. WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR
Wawancara semi terstruktur merupakan salah satu jenis metode pengumpulan data dan informasi secara langsung kepada pemilik informasi atau sumber informasi. Metode ini terutama digunakan pada saat kunjungan lapangan ke daerah.
Wawancara semi terstruktur ini merupakan salah satu jenis dalam metode wawancara yang lebih memungkinkan diperoleh informasi lebih mendalam, karena pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih luas dan bebas, tidak terikat dengan susunan pertanyaan tertentu.
Melalui metode ini, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian dan apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang. Adapun sumber informasi untuk wawancara semi terstruktur ini adalah aparat pemerintah daerah, komunitas lokal atau lembaga swadaya masyarakat yang terkait dengan penanganan lingkungan permukiman kumuh.
METODOLOGI DAN PENDEKATAN
3. DESK STUDY
Metode desk study merupakan metode yang tak terpisahkan dengan studi dokumenter. Metode ini sepenuhnya dilakukan di studio atau di belakang meja kerja. Dalam metode ini anggota tim yang terlibat berkumpul untuk membahas mengenai identifikasi kebutuhan data, konsep yang akan digunakan, dan mengembangkan lebih lanjut model kebijakan bantuan pembiayaan. Metode desk study ini intinya adalah pembahasan yang lebih mendalam. Informasi yang menjadi input dalam pelaksanaan metode ini berasal dari hasil metode lain seperti wawancara semi terstruktur, FGD, survey lapangan, dan studi dokumenter.
METODOLOGI DAN PENDEKATAN
4. SURVEY LAPANGAN
Survey lapangan yang dilakukan berupa survey data primer maupun survey data sekunder. Survey data primer dilakukan untuk mengumpulkan data secara langsung yang termasuk dalam list kebutuhan data. Survey data sekunder biasanya diperoleh dari instansi pemerintah daerah, masyarakat kelompok sasaran dan stakeholder yang diharapkan dapat terlibat di dalam Lembaga pengelola penyaluran bantuan pembiayaan perumahan di daerah. Observasi dilakukan terhadap beberapa lokasi permukiman kumuh di wilayah yang akan disurvey dilakukan untuk memahami karakteristik permukiman kumuh dan memperoleh gambaran mengenai kebijakan bantuan pembiayaan yang sesuai dalam menangani permukiman kumuh.
5. FOCUS GROUP DISCUSSION
Diskusi kelompok terarah atau FGD (Focus Group Discussion) ini merupakan salah satu metode yang mengusung konsep partisipasi. Stakeholder yang terkait dikumpulkan dalam suatu forum diskusi.
Dalam FGD ini dilakukan proses pembelajaran kepada stakeholder, khususnya pemerintah daerah dan masyarakat lokal mengenai peran mereka dalam mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.
Adapun data yang dihasilkan melalui metode ini bersifat akurat dan mempunyai validitas tinggi, artinya informasi yang diberikan peserta diskusi bisa dipercaya, sebab semua informasi tersebut merupakan hasil kesepakatan seluruh peserta diskusi kelompok, setelah mempertimbangkan berbagai perbedaan yang ada dan meninjaunya secara mendalam dalam diskusi.
Apabila ada keraguan mengenai informasi yang diberikan oleh salah satu peserta, maka peserta lain akan memberikan koreksi, sehingga terjadi tukar pikiran di masing-masing anggota diskusi. Dengan demikian informasi terakhir yang ada, telah melalui proses validasi oleh seluruh anggota diskusi.
FGD ini dilakukan dengan pembatasan jumlah peserta agar pelaksanaan FGD lebih efektif dan efisien.
METODOLOGI DAN PENDEKATAN
GAMBAR ALUR BERPIKIR
JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN
DRAFT OUTLINE LAPORAN AKHIR
DRAFT OUTLINE LAPORAN AKHIR
DRAFT OUTLINE LAPORAN AKHIR