presentasi kasus acne vulgaris

36
PRESENTASI KASUS ACNE VULGARIS Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Salatiga Disusun Oleh Nama : Paulina Maysarah No. Mahasiswa : 20090310029 Diajukan Kepada: dr. Bambang Sudarto, Sp.KK FINSDV ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER 1

Upload: rezkyjbt

Post on 24-Dec-2015

336 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Presusu Acne Vulgaris

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

PRESENTASI KASUS

ACNE VULGARIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Salatiga

Disusun Oleh

Nama : Paulina MaysarahNo. Mahasiswa : 20090310029

Diajukan Kepada:dr. Bambang Sudarto, Sp.KK FINSDV

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

1

Page 2: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

ACNE VULGARIS

Telah disetujui dan dipresentasikan Pada September 2014

Menyetujui, Dokter Pembimbing

dr. Bambang Sudarto, Sp. KK FINSDV

2

Page 3: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................2

BAB I.............................................................................................................................4

LAPORAN KASUS......................................................................................................4

A. Identitas Pasien...............................................................................................4

B. Anamnesis.......................................................................................................4

C. Pemeriksaan fisik............................................................................................4

D. Diagnosis banding...........................................................................................5

E. Diagnosis kerja...............................................................................................5

F. Terapi..................................................................................................................5

BAB II...........................................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................7

A. Definisi............................................................................................................7

B. Prevalensi........................................................................................................7

C. Etiologi............................................................................................................7

D. Patogenesis......................................................................................................9

E. Gambaran Klinis...........................................................................................14

F. Klasifikasi.........................................................................................................15

G. Diagnosis......................................................................................................16

H. Diagnosis Banding........................................................................................17

I. Tatalaksana.......................................................................................................18

BAB III........................................................................................................................21

PEMBAHASAN..........................................................................................................21

BAB IV........................................................................................................................23

KESIMPULAN...........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24

3

Page 4: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

BAB ILAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Nn. F. A

Usia : 20 tahun

Pekerjaan : Mahasiswi

Alamat : Jatirejo, Suruh, Semarang

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Terdapat bintil – bintil kecil banyak di wajah.

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poliklinik RSUD Salatiga dengan

keluhan terdapat bintil – bintil kecil banyak di wajah (pada pipi, dan dagu), bintil –

bintil kecil berisi seperti nasi, terasa gatal. Keluhan dirasakan sudah -/+ 1 bulan.

Pasien sebelumnya sudah memakai produk cream dan obat – obatan tertentu untuk

jerawat, tetapi keluhan tidak membaik. Riwayat alergi obat, makanan, maupun bahan

alergen lainnya disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mempunyai riwayat jerawatan

sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada anggota keluarga mengalami gejala yang

serupa, alergi (-)

C. Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum : Baik, Compos Mentis

Status Dermatologi :

Perdileksi : wajah (pipi dan dagu)

UKK : Pada pipi dan dagu tampak lesi berupa papul miliar eritematous

multipel, diskret ukuran milier sampai lentikuler, berbatas tegas.

4

Page 5: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

Gambar 1. UKK

D. Diagnosis banding

1. Acne Vulgaris

2. Erupsi akneiformis

3. Rosacea

4. Dermatitis perioral

5. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisik

6. Moluskum kontangiosum

E. Diagnosis kerja

Acne Vulgaris

F. Terapi

R/ Losio kummerfeldi 100cc flc I

S 1 dd ue (digunakan sore hingga pagi)

R/ Clinium gel tube I

S 5 dd ue

R/ Benzolac gel 5% tube I

S 1 dd ue (pagi oles tipis-tipis)

5

Pada pipi dan dagu tampak lesi berupa papul miliar eritematosus multiple, diskret ukuran milier hingga lentikuler berbatas tegas

Page 6: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

- Edukasi :

Istirahat yang cukup

Daerah yang gatal tidak boleh digaruk

Menjaga kebersihan kulit wajah

Jangan stress/ gelisah agar tidak memperberat jerawat yg sudah ada

Jangan menggosok-gosok/ memencet jerawat

Anjurkan untuk patuh terhadap program terapi dan bersabar dan kontrol

kembali ke dokter

6

Page 7: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Acne Vulgaris adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun

(kronis) dari unit folikel pilosebase yang diserai dengan penyumbatan, penimbunan

dan pemadatan bahan keratin yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul,

nodul dan kista pada tempat predileksinya di wajah, leher, dada dan punggung terjadi

pada usia pubertas. Unit pilosebasea merupakan gabungan folikel rambut dengan

kelenjar sebasea. Sinonim Acne Vulgaris = Pimple = Comedo = Jerawat = kukul.

B. Prevalensi

Menurut Kligman 80% acne vulgaris terjadi pada usia 11 – 30 tahun. Tetapi

insiden yang paling sering terjadi adalah pada remaja (79 – 90%). Insiden terjadi pada

sekitar umur 14 – 17 tahun pada wanita dan usia 16 – 19 tahun pada pria. Namun

kadang – kadang pada wanita acne menetap sampai usai 30 – an. Pada pria lebih

jarang terjadi, tetapi bila terjadi pada umumnya lebih berat.

C. Etiologi

Penyebab pasti timbulnya Acne Vulgaris sampai saat ini belum diketahui

secara jelas. Tetapi sudah pasti disebabkan oleh multifactorial (Faktor genetic,

Faktor rasial, Faktor haid, Faktor endokrin), baik yang berasal dari luar (eksogen)

maupun dari dalam (endogen). Faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Genetik

Akne kemungkinan besar merupakan penyakit genetik dimana pada

penderita terdapat peningkatan respon unit pilosebaseus terhadap kadar

normal androgen dalam darah. Menurut sebuah penelitian, adanya gen

tertentu (CYP17-34C/C homozigot Chinese men) dalam sel tubuh manusia,

meningkatkan terjadinya acne.

7

Page 8: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

b. Hormonal Endokrin

Faktor hormonal berperan terhadap timbulnya Acne Vulgaris.

Pengaruh hormone sebotropik asal kelenjar hipofisis dapat merangsang

perkembangan kelenjar sebaseus. Produksi sebum yang meningkat

dipengaruhi oleh hormon androgen. Hormon gonadotropin dan hormon

adrenokortikosteroid, mempengaruhi secara tidak langsung masing – masing

lewat testis, ovarii dan kelenjar adrenal serta hormone – hormone ini

merangsang kegiatan kelenjar sebasea sehingga memperberat keadaan acne.

c. Makanan (diet)

Terdapat makanan tertentu yang memperberat Acne Vulgaris.

Makanan tersebut antara lain adalah makanan tinggi lemak (gorengan,

kacang, susu, keju, dan sejenisnya), makanan tinggi karbohidrat (makanan

manis, coklat, dll), alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi yodium

(garam). Lemak dalam makanan dapat meningkatkan produksi sebum.

d. Kosmetika

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya Acne Vulgaris dan

yang sering mempersulit penanganannya adalah pemakaian bahan kosmetika

secara terus-menerus dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan suatu

bentuk acne ringan terutama terdiri dari komedo tertutup dengan beberapa lesi

papulopustular pada daerah pipi dan dagu.

e. Trauma

Trauma dapat merangsang timbulnya acne. Keadaan tersebut dikenal

sebagai acne mekanika. Dimana faktor mekanika tersebut dapat berupa

gesekan, tekanan, peregangan, garukan, dan cubitan pada kulit.

f. Faktor psikis

Hubungan antara faktor kejiwaan (psikis) terhadap kejadian acne

belum diketahui secara pasti. Stress dan gangguan emosional pada umumnya

8

Page 9: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

memegang peranan kecil terhadap patogenesis acne. Tetapi pada beberapa

kasus, kambuhnya acne justru ada hubungannya dengan timbulnya stress.

g. Infeksi

Propionibacterium acne (Corynebacterium acne) dan Staphylococcus

epidermidis biasanya ditemukan pada lesi – lesi acne. Berbagai strain

Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis dapat

menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, asam

lemak bebas tersebut memungkinkan terjadinya lesi komedo.

h. Iklim, Lingkungan/pekerjaan

Telah diketahui meningkatnya hidrasi stratum korneum dapat

mencetuskan timbulnya acne dan memperberat keadaan klinis akne pada

orang-orang tertentu bila lingkungan panas dan lembab. Efek ini

berhubungan/kontak dengan panas, oli, atau zat kimia tertentu dapat

mengakibatkan timbulnya Acne Vulgaris. Keadaan ini dikenal dengan

“Occupational Acne”

D. Patogenesis

Kelenjar sebasea merupakan kelenjar holokrin dan sekresinya terjadi akibat

desintegrasi komplit dari kelenjar glandular. Fungsi utama dari kelenjar sebasea

adalah memproduksi sebum dan peningkatan ekskresi sebum merupakan salah satu

keadaan yang terjadi pada acne vulgaris. Telah diketahui luas bahwa kelenjar sebasea

manusia mengekspresikan beberapa macam reseptor neuropeptida biologis.

Neuropeptida merupakan suatu kelompok peptide aktif biologis yang muncul secara

alami di sistem saraf baik sistem saraf pusat atau system saraf perifer. Reseptor

neuropeptida yang diekspresikan sebasea antara lain adalah Corticotropin Releasing

Hormone (CRH), melanocortin, β endorphine, vasoaktif intestinal polipeptida,

Neuropeptide Y (NPY) dan calcitonin gene-related peptide. Reseptor – reseptor ini

memodulasi produksi berbagai sitokin inflamasi, proliferasi, diferensiasi, lipogenesis

dan metabolisme androgen pada sebosit.

9

Page 10: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

Kelenjar sebasea terdiri dari dua sel penting yaitu keratinosit dan sebosit.

Kedua jenis sel ini mempunyai peranan dalam sistem imun. Propionibacterium acnes

dapat merubah ekspresi keratinosit dan sebosit melalui Toll Like Receptor-3 (TLR3),

Cluster of Differentiation-14 (CD14) dan molekul CD1, serta dapat mengenali

produksi sebum/lipid yang berlebih oleh kelenjar sebasea dan diikuti dengan produksi

sitokin-sitokin inflamasi ke daerah tersebut

Terdapat beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis acne vulgaris,

namun secara umum ada 4 mekanisme utama yang mempunyai peran terbesar

yaitu

1. Produksi sebum yang meningkat karena peningkatan hormon

androgen (5-α DHT)

2. Terjadi kolonisasi kuman Propionibacterium Acne /

Corynaebacterium Acne yang menghasilkan enzim lipase, protease,

neuramidase, hyaluronidase

3. Perubahan biokimiawi

susunan lemak kulit

(trigliserid dihidrolisis

oleh kuman menjadi

FFA)

4. Terjadi penyumbatan

pada pilosebaseus

karena proliferasi

saluran yang menyebabkan penyempitan dan pemadatan bahan

keratin.

Hiperproliferasi folikuler epidermal mengakibatkan terbentuknya lesi primer

acne vulgaris yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut bagian atas akan menjadi

hiperkeratotik dan mengalami peningkatan kemampuan kohesi antar keratinosit.

Jumlah sel yang berlebihan disertai dengan pembentukan secret – secret akan

10

Page 11: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

mengakibatkan penyumbatan di ostium folikuler. Sumbatan ini akan mengakibatkan

penumpukan keratin, sebum dan bakteri di dalam folikel. Stimulus terhadap

hiperproliferasi keratinosit mencakup pengaruh hormon androgen, penurunan kadar

asam linoleat, dan peningkatan aktivitas IL-1. Dihidrotestosterone (DHT) adalah

androgen yang paling poten dalam merangsang hiperproliferasi keratinosit.

Dihidrotestosterone merupakan hasil konversi dari dehydroepiandrosterone sulfate

(DHEA-S) yang diperantarai oleh kerja enzim 17 β - hydroxysteroid dehydrogenase

dan 5 α - reductase. Peranan regulator lain dalam proses proliferasi keratinosit adalah

asam linoleat. Asam linoleat adalah suatu asam lemak esensial yang jumlahnya

diketahui lebih sedikit di kulit pasien acne vulgaris. Jumlah dari asam linoleat akan

dapat dinormalkan melalui terapi isotretinoin. Kadar asam linoleat yang rendah dapat

merangsang hiperproliferasi keratinosit folikuler dan menghasilkan sitokin

proinflamasi. Kadar asam linoleat di kulit dilaporkan akan semakin berkurang bila

didapati peningkatan produksi sebum. Peran mediator lain yang telah cukup banyak

diteliti adalah peranan mediator inflamasi IL-1 yang dapat merangsang

hiperproliferasi keratinosit folikuler dan pembentukan mikrokomedo.

Proses kedua yang memegang peranan kunci dalam patogenesis acne vulgaris

adalah produksi sebum oleh kelenjar sebasea yang berlebihan. Pasien acne vulgaris

terbukti mempunyai laju eksresi sebum yang lebih besar dibandingkan orang normal,

walaupun kualitas dari sebumnya sendiri adalah sama. Salah satu materi penyusun

sebum yaitu trigliserida yang akan mengalami konversi menjadi asam lemak bebas

oleh Propionibacterium acne di dalam unit kelenjar sebasea. Asam lemak bebas ini

akan mengakibatkan peningkatan kolonisasi Propionibacterium acnes, memperberat

inflamasi dan bersifat komedogenik. Hormon androgen selain berperan besar dalam

memicu hiperproliferasi keratinosit folikuler, juga mempunyai pengaruh penting

terhadap aktivitas sel sebosit dalam memproduksi sebum. Sedangkan peranan

estrogen sendiri sampai saat ini masih belum begitu jelas. Setidaknya ada 3 peranan

estrogen dalam proses pembentukan sebum yaitu (1) secara langsung bersifat inhibisi

11

Page 12: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

terhadap kerja androgen di kelenjar sebasea, (2) inhibisi produksi androgen oleh

jaringan gonad melalui efek ’negative feed back mechanism’ terhadap produksi

Gonadotropin Releasing oleh hipofisis dan (3) mengatur kerja gen – gen yang

menekan produksi dan pertumbuhan kelenjar sebasea. Androgen yang terpenting

dalam stimulasi produksi sebum adalah testosteron dan akan dirubah menjadi bentuk

aktif yaitu 5α-DHT oleh enzim type I-5 α reductase. Adanya korelasi antara

peningkatan produksi sebum dengan munculnya acne vulgaris sudah umum diketahui

dan hal ini menjelaskan mengapa acne vulgaris biasanya muncul bersamaan dengan

saat memasuki usia pubertas. Peningkatan produksi sebum dapat terjadi secara primer

akibat peningkatan kadar androgen, atau akibat peningkatan respon sebosit terhadap

rangsangan androgen atau akibat peningkatan aktivitas enzim type I-5 α reductase.

Acne vulgaris terjadi akibat hiperproliferasi dan diferensiasi sebosit, yang

muncul di bawah pengaruh androgen. Hal ini terjadi dengan perantaraan reseptor

Peroxisome Proliferator Activated Receptor (PPAR), suatu molekul yang berperan

dalam hal lipogenesis. Reseptor PPAR akan memicu lipogenesis pada sel sebosit

yang matur dalam rangka memproduksi sebum. Growth Hormone diketahui juga

mempunyai peranan besar dalam produksi sebum oleh kelenjar sebasea. Growth

Hormone diproduksi di kelenjar hipofisis dan bekerja sama memproduksi IGF atau

somatomedin. Insulin-like Growth Factor sendiri mempunyai dua bentuk yaitu IGF-1

(lebih besar jumlah dan fungsinya) dan IGF-2. Diduga kuat, ada peranan IGF-1 dalam

serum dengan patogenesis acne vulgaris.

Apabila hiperproliferasi keratinosit dan produksi sebum yang berlebihan

berlanjut, maka akan terjadi penumpukan mikrokomedo, yang berujung pada

terjadinya ruptur dari dinding folikuler. Ruptur ini dalam waktu singkat akan memicu

reaksi inflamasi yang diperantarai oleh limfosit CD4+ dan CD8+. Selanjutnya akibat

pelepasan dari mediator – mediator inflamasi oleh limfosit CD4+ dan CD8+, akan

terjadi penumpukan neutrofil di sekitar komedo yang mengalami sumbatan. Satu

sampai dua hari setelah ruptur, maka akan terjadi pergerakan neutrofil menuju ke

12

Page 13: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

tempat inflamasi dan pada akhirnya semakin memperberat inflamasi yang telah

terjadi. Dahulu diduga bahwa inflamasi terjadi sebagai akibat terjadinya pembentukan

dan rupture komedo. Tetapi fakta terbaru menunjukkan bahwa inflamasi pada unit

pilosebasea telah ada sebelum terjadinya ruptur komedo. Hal ini dibuktikan dengan

telah ditentukannya tanda – tanda inflamasi pada biopsi kulit normal pada wajah dan

akan semakin menunjukkan pemberatan inflamasi pada saat biopsi dilakukan dengan

kondisi komedo sudah terbentuk.

Proses tersebut akan semakin diperberat dengan munculnya

Propionibacterium acne. Propionibacterium acne akan mengakibatkan semakin

hebatnya reaksi inflamasi dalam kelenjar pilosebasea sehingga acne vulgaris akan

dipenuhi oleh sel-sel lekosit polimorfonuklear (PMN) dan pelepasan sitokin – sitokin

proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12 dan Tumor Necrotizing Factor- α (TNF-α).

Propionibacterium acne merupakan jenis bakteri gram positif, anaerob dan

mikroaerobik yang dijumpai pada folikel kelenjar sebasea. Populasi pasien akne

vulgaris dewasa mempunyai pertumbuhan Propionibacterium acne lebih besar pada

kelenjar pilosebasea dibandingkan dengan populasi normal. Namun belum dijumpai

adanya hubungan antara derajat keparahan acne vulgaris dengan progresifitas

kolonisasi Propionibacterium acne pada kelenjar pilosebasea. Dinding sel

Propionibacterium acne mengandung antigen karbohidrat yang menstimulasi

pembentukan antibodi. Pasien –pasien acne vulgaris berat mempunyai kadar antibodi

terhadap Propionibacterium acne yang lebih tinggi dibandingkan dengan derajat

keparahan ringan ataupun sedang. Antibodi terhadap Propionibacterium acne akan

memicu respon inflamasi dengan mengaktivasi sistem komplemen dan proses

kaskade reaksi inflamasi. Propionibacterium acne juga mengakibatkan terjadinya

inflamasi melalui reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan memproduksi lipase,

protease, hialuronidase dan factor – factor kemotaktik lainnya. Propionibacterium

acne mempunyai kemampuan tambahan untuk meningkatkan produksi sitokin

proinflamasi dengan berikatan dengan TLR2 pada monosit dan pada PMN di sekitar

13

Page 14: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

folikel sebasea. Setelah berikatan dengan TLR2, maka akan dilepaskan sitokin-

sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12 dan TNF-α.

Gambar 2 – Patogenesis acne vulgaris

E. Gambaran Klinis

Lokasi primer acne vulgaris adalah daerah wajah, dan juga dapat dijumpai

pada

leher, punggung dan bahu dengan frekuensi yang lebih sedikit. Jenis lesi acne

vulgaris

dapat beraneka macam meskipun pasti didapati adanya predominan dari satu macam

lesi. Lesi dapat mengalami keadaan inflamasi atau non inflamasi. Lesi yang bersifat

non inflamasi adalah komedo yang dapat berbentuk terbuka (blackhead) ataupun

tertutup (whitehead). Cara tambahan untuk membedakannya adalah dengan

menggores permukaan kulit untuk membedakan warnanya.

Komedo merupakan gambaran lesi kulit akibat perubahan patologis dalam

kandungan duktus pilosebasea. Komedo terbuka secara klinis diamati sebagai

gambaran lesi yang jelas, berdiameter 0,1-3 mm dan biasanya membutuhkan waktu

beberapa minggu atau lebih untuk berkembang. Warna hitam pada ujung komedo

terbuka selama ini diduga terjadi akibat proses oksidasi permukaan. Namun teori

terbaru juga menyebutkan proses tersebut terjadi sehubungan faktor melanin.

14

Page 15: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

Komedo tertutup menggambarkan duktus pilosebasea yang tertutup oleh materi

duktal sehingga saluran keluarnya sulit dilihat dengan mata telanjang, lesi biasanya

kecil, berukuran 0,1-3 mm. Pada lesi komedo tertutup yang klasik, 25% akan hilang

dalam waktu 3-4 hari dan 75% akan berkembang menjadi lesi inflamasi.

Lesi yang mengalami inflamasi dapat bervariasi mulai dari papul kecil dengan

batas kemerahan sampai dengan nodul yang besar, fluktuatif dan nyeri. Papul adalah

lesi inflamasi yang bervariasi dalam hal ukuran dan kekenyalannya. Lima puluh

persen papul muncul dari kulit yang kelihatan normal yang mungkin merupakan

lokasi dari suatu mikrokomedo, 25% dari komedo putih dan 25% sisanya dari

komedo hitam. Ada 2 jenis papul yaitu papul aktif dan papul yang kurang aktif. Papul

yang kurang aktif, kurang merah dan lebih kecil dibandingkan papul yang aktif. Pada

papul aktif, ukurannya dapat mencapai 4 mm dan bertahan lebih lama.

Bentuk lesi inflamasi lain adalah pustul. Pustul dapat superfisial ataupun

dalam. Pustul biasanya dilihat lebih jarang dibandingkan papul. Hal ini mungkin

dikarenakan pustul bertahan lebih singkat daripada papul yaitu hanya sekitar 5 hari.

Mungkin hal ini terjadi oleh karena pustul lebih banyak mengandung PMN,

sedangkan papul cenderung lebih banyak mengandung limfosit. Enzim lisosomal

pada PMN dapat menghilangkan gejala inflamasi pada pustul lebih cepat

dibandingkan pada papul. Bentuk nodul merupakan bentuk lesi inflamasi yang

berstruktur “deep seated” dan cenderung bertahan selama 8 minggu sebelum akhirnya

hilang. Sebagian diantaranya tidak mengadakan resolusi sempurna melainkan

membentuk jaringan parut. Bentuk lesi lain yang didapati dapat berupa lesi jaringan

parut yang merupakan komplikasi akibat acne vulgaris yang mengalami inflamasi

atau non inflamasi. Secara umum ada 4 tipe jaringan parut acne vulgaris yaitu ice

pick, rolling, box scar dan hipertropik. Acne vulgaris biasanya mempunyai tampilan

sebagai lesi kulit yang terisolasi di daerah wajah, leher, bahu dan punggung. Akan

tetapi pada kasus-kasus acne vulgaris dengan faktor penyebab hiperandrogenisme

dapat dijumpai hirsutisme, precocious puberty dan tanda lain hiperandrogenisme.

15

Page 16: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

F. Klasifikasi

Terdapat beberapa macam klasifikasi Acne Vulgaris untuk menentukan berat ringannya penyakit, antara lain:

Menurut Pillsbury dan kawan-kawan (1963) : 1. Komedo hanya pada wajah 2. Komedo, papul dan pustule pada wajah 3. Komedo, papul, pustule dan peradangan yang lebih dalam pada wajah, dada

dan punggung 4. Akne konglobata Menurut Klligman dan Plewig (1975) : 1. Akne komedonal

Tingkat I : < 10 komedo pada satu sisi wajah Tingkat II : 10-25 komedo pada satu sisi wajah Tingkat III : 25-50 komedo pada satu sisi wajah Tingkat IV : >50 komedo pada satu sisi wajah

2. Akne papulopustulosa Tingkat I : < 10 lesi meradang pada satu sisi wajah Tingkat II : 10-20 lesi meradang pada satu sisi wajah Tingkat III : 20-30 lesi meradang pada satu sisi wajah Tingkat IV : >30 lesi meradang pada satu sisi wajah

3. Akne konglobata Merupakan acne yang berat. Lesi nodulokistik yang bertambah dalam

peradangannya sehingga bertambah besar lesi yang dapat dilihat dan diraba. Pada penyembuhannya meninggalkan lubang yang dalam dan jaringan parut.

Menurut Cook dan kawan-kawan ( 1979) Pembagian dibuat berdasarkan atas standar fotografi yang dibuat

pada tiap kunjungan : Tingkat 0 : ditemukan 3 komedo atau papul yang tersebar Tingkat 2 : ditemukan beberapa pustule atau 3 lesi papul/komedo. Lesi

tidak terlihat pada jarak 2,5 m. Tingkat 4 : antara 2 dan 6, lesi eritem dengan peradangan yang berarti

untuk mendapatkan pengobatan. Tingkat 6 : wajah penuh dengan komedo atau pustul. Lesi mudah

terlihat pada jarak 2,5 m. Beberapa pustul berdiameter 1-2 cm. Tingkat 8 : acne konglobata atau acne dengan peradangan hebat yang

hampir mengenai seluruh wajah. Menurut American Academy of Dermatology Tabel 1. Consensus Conference on Acne Clastflcation

Klasifikasi Komedo Papula/pustule Nodul Ringan < 25 <10 (-) Sedang >25 10-30 <10

16

Page 17: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

Berat (-) >30 >10

G. Diagnosis

Diagnosis acne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan eksohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraltor (sendok Unna). Sebum yang menyumbat foikel tampak sebagai masa padat seperti lilin atau masa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.

Pemeriksaan Hostopatologi, gambaran yang tidak spesifik berupa sebukan sel radang kronis di sekitar foliel pilosebasea dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum yang tercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang lepas.

Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids) dapat dilakukan. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas ( free fatty acid ) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.

H. Diagnosis Banding

a. Erupsi akneiformis

Disebabkan oleh obat (kortikosteroid, INH, barbiturat, yodida, bromida, difenil

hidantoin, dll). Berupa erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo

dihampir seluruh tubuh, dapat disertai demam.

b. Rosacea

Penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustul,

talengiektasi, nodul, kista, tanpa komedo. Kadang-kadang disertai hipertrofi

kelenjar sebasea.

c. Dermatitis perioral

Terutama pada wanita dengan gejala klinis polimorfi eritema, papul, pustula, dan di

sekitar mulut terasa gatal.

d. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisik

Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan

tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan fisiknya.

17

Page 18: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

e. Moluskum kontangiosum

Merupakan penyakit virus, bila lesinya di daerah seborea menyerupai komedo

tertutup.

.

I. Tatalaksana

Prinsip umum

◦ Cegah pembentukan komedo peeling agents

◦ Cegah infeksi sekunder antibiotika

◦ Percepat resolusi lesi CO2 padat, sinar UV

Iritan: resorsinol, sulfur, phenol, dll

Perawat kulit (skin care)

◦ Cuci muka dengan sabun dan air hangat secara teratur

◦ Tidak dipegang, dikorek dan dipijat dgn tangan

◦ Cegah kosmetik berminyak dan pelembab

◦ Hirup udara segar & gerak badan teratur

◦ Hindarkan cuci muka >> (6-8 x sehari) ditambah dengan sabun keras

Pengobatan Topikal

Zat-zat gol. Kemikal bahan iritan yang dapat mengelupas kulit

(peeling), misalnya :Sulfur (4-8 %), Resorsinol (1-5 %), Asam

salisilat: > 3% keratolitik, Benzoil peroksida (2,5 – 10 %), As vitamin

A (0,025 – 0,1 %), (as. Retinoat, Tretinoin), As. Azeleat (15 – 20 %),

Adapalene, As. Glikolat (3-8 %). Dapat digunakan pula asam alfa

hidroka (AHA), misalnya asam glikolat (3-8%). Efek samping obat

iritan dapat dikurangi dengan cara pemakaian yang paling rendah.

Zat – zat antibakterial (antibiotika)

Eritromisin (1%) (Erymed, Eryderm )

Tetrasiklin (1%)

Klindamisin fosfat (1%)(Dalacin T; Mediklin )

18

Page 19: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

Kinolon (Acuatim)

Zat-zat hormon:

Kortikosteroid, max 1 bulan, lesi meradang (betametason - valerat,

fluosinolon)

Pengobatan Sistemik

◦ Antibiotika

◦ Tetrasiklin (oksi-tetrasiklin, chlor-tetrasiklin)

4 x 250 mg/ hr selama 3-6 minggu

1 x 250 mg/ hr (6 – 8 minggu)

◦ Eritromisin (stearat, etilen suksinat)

◦ Doksisiklin 2 x 100 mg – 1 x 100 mg

◦ Minosiklin 2 x 100 mg – 1 x 100 mg

◦ Linkomisin 3 – 2 x 250 mg

◦ Klindamisin 2 x 300 mg/ 3 x 150 mg

◦ Hormon

◦ Estrogen (etinil estradiol, mestranol) 50mg/hari selama 21 hari dalam

sebulan atau antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari). Pengobatan ini

ditujukan untuk penderita wanita dewasa acne vulgaris beradang yang

gagal dengan terapi yang lain.

◦ Kortikosteroid (di tapering off) untuk menekan peradangan dan

menekan sekresi kelenjer adrenal, misalnya prednisone (7,5 mg/hari)

atau deksametason ( 0,25-0,5 mg/hari).

◦ Lain-lain:

◦ Vit A 50.000 – 100.000 IU/ hari

◦ Retinoid 3 Cis-retinoic acid

◦ DDS (Dapsone) – Diamino Difenil Sulfone

◦ Anti androgen (klormadinon asetat, siproteron asetat)

Bedah Kulit

19

Page 20: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

◦ Tindakan bedah kulit kadang – kadang diperlukan terutama untuk

memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris meradang yang berat yang

sering menimbulkan jaringan parut; baik yang hipertrofik maupun yang

hipotrofik.

1. Bedah skalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang menonjol

atau melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik yang dalam.

2. Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah

pengeluaran sebum atau pada nodulo-kistik untuk drainase cairan isi yang

dapat mempercepat penyembuhan.

3. Bedah kimia dengan asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan jaringan

parut yang benjol.

4. Bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair untuk mempercepat

penyembuhan radang.

5. Dermabrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi pasca akne

yang luas.

PENGOBATAN ORAL & TOPIKAL

Tetrasiklin oral + asam retinoik topikal

Tetrasiklin oral + lotio kummerfeldi (sulfur lotio)

TINDAKAN KHUSUS

Komedo ekstraksi

Electrodesiccation

Insisi dan drainase acne konglobata

Eksisi untuk kista, komedo poliporus

Dermabrasi parut akne

Kortikosteroid intra lesi triamsinolon

(Percepat resolusi lesi meradang dan cegah parut nodul, kista, scar

hipertrofi)

20

Page 21: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

21

Page 22: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

BAB IIIPEMBAHASAN

Pasien perempuan 20 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Salatiga

dengan keluhan terdapat bintil – bintil kecil banyak di wajah (pada pipi, dan dagu),

bintil – bintil kecil berisi seperti nasi, terasa gatal. Keluhan dirasakan sudah -/+ 1

bulan. Pasien sebelumnya sudah memakai produk cream dan obat – obatan tertentu

untuk jerawat, tetapi keluhan tidak membaik. Riwayat alergi obat, makanan, maupun

bahan alergen lainnya disangkal. Pasien pernah mempunyai riwayat jerawatan

sebelumnya. Tidak ada anggota keluarga mengalami gejala yang serupa, alergi (-)

Pada gambaran klinis ditemukan pada predileksi pipi dan dagu tampak lesi

berupa papul miliar eritematous multipel, diskret ukuran milier sampai lentikuler,

berbatas tegas. Penegakkan diagnosis acne vulgaris diperoleh berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan status dermatologinya. Acne Vulgaris adalah penyakit kulit yang

terjadi akibat peradangan menahun (kronis) dari unit folikel pilosebase yang diserai

dengan penyumbatan, penimbunan dan pemadatan bahan keratin yang ditandai

dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada tempat predileksinya di

wajah, leher, dada dan punggung terjadi pada usia pubertas.

Prinsip pengobatan pada acne vulgaris menjaga kebersihan kulit untuk

menghambat pertumbuhan mikroorganisme, pemberian keratolitik untuk

menghambat komedo, bila acne ringan dapat diberikan antibiotik topikal, keratolitik,

retinoid, bila akne sedang – berat dapat diberikan terapi lokal dan sistemik dengan

antibiotic.

Pada pasien ini diberikan Losio kummerfeldi 100 cc, Lotio kummerfeldi

mengandung (1) Sulfur, berfungsi mengobati lesi inflamasi acne, (2)  Asam salisilat,

menghambat terjadinya komedogenesis yang disebabkan oleh deskuamasi epitel

folikular, membantu menghentikan pengelupasan sel-sel yang melapisi folikel-folikel

dari kelenjar sebasea, (3) Resorsinol, bahan iritan yang dapat mengelupas kulit

(peeling), bekerja dengan cara membunuh penyebab akne dan kadang memberi efek

22

Page 23: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

memutihkan meskipun efek ini tidak selalu muncul. Kemudian pemberian Clinium

gel, mengandung Clindamycin phosphate akan mengalami hidrolisis membentuk

Clindamycin aktif yang memiliki efek antibakteri. Golongan obat antibiotik yang

biasa digunakan untuk infeksi bakteri anaerob (bakteri yang bisa hidup tanpa

oksigen). Secara in-vitro aktif terhadap Propionibacterium acne. Benzolac gel 5%,

mengandung benzoik peroksida berfungsi sebagai keratolitik dan pengelupas kulit

(peeling).

23

Page 24: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

BAB IVKESIMPULAN

1. Diagnosis pada kasus ini adalah acne vulgaris. Acne Vulgaris adalah penyakit

kulit yang terjadi akibat peradangan menahun (kronis) dari unit folikel pilosebase

yang diserai dengan penyumbatan, penimbunan dan pemadatan bahan keratin

yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada tempat

predileksinya di wajah, leher, dada dan punggung terjadi pada usia pubertas.

2. Prinsip pengobatan pada acne vulgaris menjaga kebersihan kulit untuk

menghambat pertumbuhan mikroorganisme, pemberian keratolitik untuk

menghambat komedo, bila acne ringan dapat diberikan antibiotik topikal,

keratolitik, retinoid, bila akne sedang – berat dapat diberikan terapi lokal dan

sistemik dengan antibiotic.

24

Page 25: Presentasi Kasus Acne Vulgaris

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi, Prof.dr; Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima; Balai

Penerbit FKUI; Jakarta 2009: 245-249

2. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates, 2000: 35-45

3. Mulyono. 1986 . Pedoman pengobatan penyakit kulit dan kelamin . Jakarta:

Meidian Mulya Jaya

4. R.M. Suryadi Tjekyan; Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris; Media

Medika Indonesiana; 2009.

5. Siregar. 2005. Akne Vulgaris, Akantosis Nigrikans dan Akne Rosasea dalam atlas

berwarna saripati Penyakit Kulit Ed 2, Hal 208 – 217. EGC. Jakarta

6. Smith R., Mann N., Braue A., Makelainen H., Varigos G. "A low-glycemic-load

diet improves symptoms in acne vulgaris patients: a randomized controlled trial"

American Journal of Clinical Nutrition. 2007; 86: 107-115.

7. Fulton, James Jr. 2010. Acne vulgaris. in MedscapeJournal. Avalaible from:

http://dermatology.cdlib.org/93/commentary/acne/hanna.html.

8. Cuncliffe WJ, Perera DH, Thackeray P, Williams M, Froster RA and Williams

SM. Pilo Sebaceuous duct physiology, observation on the number and size of pilo

sebaceuous ducts in acne vulgaris. But J Dermatol. 2007; 95 : 153-5.

25